• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS STATUS KUALITAS PERAIRAN DAERAH ALIRAN SUNGAI HILIR KRUENG MEUREUBO ACEH BARAT SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "ANALISIS STATUS KUALITAS PERAIRAN DAERAH ALIRAN SUNGAI HILIR KRUENG MEUREUBO ACEH BARAT SKRIPSI"

Copied!
71
0
0

Teks penuh

(1)

ACEH BARAT

SKRIPSI

SYAHR UL RAMADHANI 08C10432077

PROGRAM STUDI PERIKANAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

UNIVERSITAS TEUKU UMAR

(2)

ACEH BARAT

SKRIPSI

SYAHR UL RAMADHANI 08C10432077

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Serjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Univesitas Teuku Umar

PROGRAM STUDI PERIKANAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

UNIVERSITAS TEUKU UMAR

(3)

Judul Skripsi : Analisis K ualitas Perairan Daerah Aliran Sungai Hilir Krueng Meureubo Aceh Barat.

Nama : Syahrul Ramadhani

Nim : 08C10432077

Program Studi : Perikanan

Disetujui

Komisi Pembimbing

Ketua Anggota

Dr. Edwarsyah, S.P, M.P Ir. Said Mahjali, M.M NIDN : 01-1102-6901 NIDN : 01-1011-6502

Diketahui,

Ketua Dekan

Program Studi Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Muhammad R izal, S.Pi, M.Si Uswatul Hasanah, S.Si, M.Si NIDN : 01-1101-8301 NIDN : 01-2105-4802

(4)

Skripsi/tugas akhir dengan judul:

ANALISIS STATUS KUALITAS PERAIRAN DAERAH

ALIRAN SUNGAI HILIR KRUENG MEUREUBO

ACEH BARAT

Yang disusun oleh :

Nama : Syahrul Ramadhani

Nim : 08C10432077

Fakultas : Perikanan dan Ilmu Kelautan

Program Studi : Perikanan

Telah dipertahankan didepan dewan penguji pada tanggal 03 Desember 2013 dan

dinyatakan memenuhi syarat untuk diterima.

SUSUNAN DEWAN PENGUJI 1. Dr, Edwarsyah, S.P, M.P

(Penguji I) ………

2. Ir, Said Mahjali, M.M

(Penguji II) . ………

3. Afrizal Hendri, S.Pi, M.Si

(Penguji III) ………

4. Erlita, S.Pi

(Penguji IV) ………

Alue Penyareng, 03 September 2013 Dekan Fakultas Perikanan dan Perikanan

(5)

Penulis dilahirkan di Sapeng pada tanggal 04

Mei 1989 dari ayah Saidi dan ibu Nurhayati. Penulis

merupakan anak ketiga dari 5 (lima) bersaudara. Awal

pendidikan formal penulis dimulai pada tahun 1997 di

Sekolah Dasar Negeri Paya Peuleukung, Kecamatan

Seunagan Timur, Kebupaten Nagan Raya, Propinsi

Aceh dan lulus pada tahun 2002. Kemudian penulis

menempuh pendidikan Madrasah di MTsN Jeuram,

lulus pada tahun 2005. Penulis melanjutkan pendidikan menengah atas di SMA

Negeri 1 Jeuram dan lulus pada tahun 2008. Pada tahun yang sama penulis

terdaftar sebagai Mahasiswa program Sarjana Progam Perikanan, Fakultas

Perikanan dan Ilmu Kelautan, Univesitas Teuku Umar (UTU). Penulis juga telah

melaksanakan Praktek Kerja Lapang (PK L) di Balai Budidaya Air Payau (BBAP)

Ujung Batee, Propinsi Aceh pada bulan Juli - Agustus 2011.

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (UTU), penulis melakukan penelitian

berjudul ”Analisis Status Kualitas Perairan Daerah Aliran Sungai Hilir Kreung Meureubo Aceh Barat” dibawah bimbingan Dr. Edwarsyah, S.P, M.P dan Ir. Said Mahjali, M.M.

(6)

Yang utama dari segalanya adalah...

Sembah sujud serta syukur kepada Allah SWT. Taburan cinta dan kasih sayang-Mu telah memberikanku kekuatan, membekaliku dengan ilmu serta memperkenalkanku dengan

cinta. Atas karunia serta kemudahan yang Engkau berikan akhirnya skripsi yang sederhana ini dapat terselesaikan.

Sholawat dan salam selalu terlimpahkan keharibaan Rasullah Muhammad SAW.

Kupersembahkan karya sederhana ini kepada orang yang sangat kukasihi dan kusayangi...

Ya Allah Ya Rabbi

Ku Kersembahkan Kepada :

Ayahanda yang mulia, Ibunda yang tercinta titasan doa, Air mata dan peluh perjuanganmu

Telah membawa ananda mamasuki gerbang kesuksesan Dari rasa khawatir hingga rasa yakin

Ananda mencoba bertahan atas nama cerita ananda

Ananda selalu yakin …. Dengan dukunganmu

Selalu…dan selalu ingin ananda ceritakan semua

Tapi ananda selalu kehabisan kata-kata

Mungkin hanya inilah yang mampu ananda buktikan kepadamu

Bahwa ananda tak pernah lupa pengorbananmu Bahwa ananda tak pernah lupa nasehat dan dukunganmu

Bahwa ananda tak pernah lupa segalanya…..dan selamanya.

Ucapan Terima Kasihku Kepada :

Dosen Pembimbing Tugas Akhirku

Bapak “ Dr, Edwarsyah, S.P, M.P”, dan Bapak “ Ir, Said

(7)

bantuan dan saran dari bapak...

My Best friend’s

Buat teman-teman di AN “2008” yang tak bisa di sebutkan

satu-persatu terima kasih atas bantuan kalian, semangat kalian dan candaan kalian, aku tak akan melupakan kalian.

Seluruh Dosen Pengajar di Fakultas Perikanan :

Terima kasih banyak untuk semua ilmu, didikan dan pengalaman yg sangat berarti yang telah kalian berikan

kepada kami...

Serta semua pihak yg sudah membantu selama penyelesaian Tugas Akhir ini...

.”your dreams today, can be your future tomorrow”

(8)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Analisis Status Kualitas Perairan Daerah Aliran Sungai Hilir Kreung Meureubo Aceh Barat” adalah benar merupakan karya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan

informasi yang berasal atau d ikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak

diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam

daftar pustaka pada bagian akhir skripsi ini. Meulaboh, September 2013 Syahrul

Ramadhani N im 08C10432077

Meulaboh, September 2013

(9)

ACEH BARAT

Oleh

Syahrul Ramadhani¹ Edwarsyah² Said Mahjali²

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sumbe r Pencemaran Perairan Daerah Aliran Sungai (DAS) Hilir Kueng Meureubo. Dilakukan penelitian ini pada Tanggal 15-16 bulan Mei 2013 yang bertempat di Kreung Meureubo Kebupaten Aceh Barat. Penelitian ini dilaksanakan dengan Metode Inteks Pencemaran (IP). Pengambilan contoh 2 titik pada 3 stasiun pengamatan. Hasil yang didapatkan kemudian dianalisis menggunakan Analisis dengan Metode Inteks pencemar (IP) karena Hilir Kreung Meureubo sudah terjadi pencemaran yang disebabkan oleh kegiatan pertanian, pemukinan padat penduduk,perternakan skala ramah tangga, pembangunan jembatan, kegiatan kapal baik kapal ikan maupun kapal pengangkutan pasir, pencucian kapal, pengolahan ikan dan pembuangan sampah. N ilai Suhu pada perairan Hilir krueng Meureubo bekisar 25 - 38 °C. Kekeruhan bekisar 37 - 47.1 NTU. Kecerahan bekisar 40 - 90 cm. pH bekisar 4,7 - 7,6. DO bekisar 15 - 17 mg/l. COD bekisar 4,6 - 8 mg/l. BOD bekisar 2,1138 - 6,0163 mg/l. Hg bekisar 0,000017 - 0,000026 mg/l. N ilai indeks pencemaran yang dilakukan berdasarkan PP No 82 Tahun 2001 yang dipadukan melalui baku mutu air adalah sebagai berikut; suhu 0.72 °C, TSS 2.49 mg/l, kekeruhan 0.675 N TU, kecerahan 1.085 Cm, pH 0.57, DO 2.49 mg/l, COD 0.48 mg/l, BOD 1.815 mg/l dan Hg 0.011695 mg/l.

Kata kunci : Pencemaran Perairan Daerah Aliran Sungai, Indeks Pencemaran (IP).

(10)

ACEH BARAT

by

Syahrul Ramadhani¹ Edwarsyah² Said Mahjali²

ABSTRACT

This study aims to find out the source of Wate r Pollution Watershed (WPW) Downstream Kueng Meureubo. The research conducted on Date 15-16 May 2013, which took place in Kreung Meureubo Kebupaten West Aceh. This study was conducted with the method Inteks Pollution (IP). 2 sampling points on the 3 observation stations. The results obtained were analyzed using the analysis method Inteks pollutants (IP) for Downstream Kreung Meureubo already happening pollution caused by agricultural activities, the settlement densely populated, friendly scale household farming, construction of bridges, ship activities both fishing vessels and vessels transporting sand, washing vessels, fish processing and disposal of waste. Downstream water temperature values at Krueng Meureubo ranged 25-38 ° C. Turbidity ranged 37 - 47.1 NTU. Brightness ranged 40-90 cm. pH ranged from 4.7 to 7.6. DO ranged 15-17 mg/l. COD ranged from 4.6 to 8 mg/l. BOD ranged from 2.1138 to 6.0163 mg/l. Hg ranged from 0.000017 to 0.000026 mg/l. Value of pollution index that is based on Government Regulation No. 82 of 2001 which incorporated through water quality standards are as follows: temperature of 0.72 ° C, 2:49 TSS mg/l, 0.675 NTU turbidity, brightness of 1,085 cm, pH 0:57, 2:49 DO mg/l, COD 0.48 mg/l, BO D 1,815 mg/l and Hg 0.011695 mg/l.

Keywords: Water Pollution Watershed, Indeks Pollution (IP).

(11)

SYAHR UL RAMADHANI (08C10432077) ANALISIS STATUS PERAIRAN DAERAH ALIRAN SUNGAI HILIR KRUENG MEUR EUBO ACEH BARAT, DIBAWAH BIMBINGAN BAPAK D r. EDWARSYAH, S.P, M.P DAN Ir. SAID MAHJALI, M.P.

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Fabuari 2013, di Pera iran Daerah

Aliran Sungai (DAS) Hilir Krueng Meureubo. Analisis status K ualitas

pencemaran diperairan Daerah Aliran Sungai (DAS) Hilir Krueng Meureubo

Aceh Barat sedangkan untuk uji Analisis Kualitas perairan dilakukan pada

Laboratorium Fakultas Pertanian UNSYIAH Banda Aceh.

Analisis data yang digunakan adalah analisis Indeks Pencemaran (IP)

dalam Lampiran II Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup mengusulkan

suatu indeks yang berkaitan dengan senyawa pencemaran parameter yang

bermakna untuk suatu peruntukan. Indeks ini dinyatakan sebagai Indeks

Pencemaran yang digunakan untuk menentukan tingkat pencemaran terhadap

parameter kualitas air yang diizinkan.

Hasil pencemaran disebabkan oleh kegiatan pertanian, pemukiman padat

penduduk, perternakan skala rumah tangga, pembangunan jembatan, kegiatan bot

baik bot pengkapan maupun bot angkutan pasir, pencucian bot,

penglangan/pengolahan ikan dan pembuangan sampah. Sedangkan nilai indek

pencemaran yang dilakukan berdasarkan peraturan pemerintah No. 82 tahun 2001

yang dipadukan melalui baku mutu air adalah sebagai berikut; suhu 0.72, TSS

2.49, kekeruhan 0.675, kecerahan 1.085, pH 0.57, DO 2.49, COD 0.48, BOD

(12)

1.1 Latar Belakang

Air merupakan senyawa kimia yang sangat penting bagi kehidupan

manusia dan makhluk hidup lainnya, yang fungsinya tidak dapat digantikan oleh

senyawa lainnya. Dalam jaringan hidup, air merupakan medium untuk berbagai

reaksi dan proses ekskresi. Air merupakan komponen utama, baik dalam tanaman

maupun hewan termasuk manusia. Tubuh manusia terdiri dari 60 - 70 % air

(Rukaesih, 2004). Air dipergunakan oleh manusia untuk berbagai kebutuhan,

kebutuhan air yang paling utama bagi manusia adalah air bersih dan air baku

untuk diolah sebagai air minum. Air tanah merupakan sumber air yang

digunakan untuk kebutuhan air bersih dan air baku yang diolah sebagai air

minum.

Kualitas air dapat dipengaruhi karena kepadatan penduduk, limbah

industri, tata ruang yang salah dan tingginya eksploitasi sumber daya air. Selain

itu, banyak orang yang membuang sampah, kotoran maupun limbah ke sungai.

Bahkan, ada yang membuang limbah berbahaya kedalam perairan daerah aliran

sungai (DAS). Hal inilah yang menyebabkan semakin memburuknya kualitas air.

Salah satu hasil penelitian yang dilakukan oleh Athena (1996) menunjukkan 41.5

(13)

Pencemaran air dapat diartikan sebagai suatu perubahan keadaan di suatu

tempat penampungan air seperti danau, sungai, lautan dan air tanah akibat

aktivitas manusia. Perubahan ini mengakibatkan penurunan kualitas air hingga ke

tingkat yang membahayakan sehingga air tidak bisa digunakan sesuai

peruntukannya. Fenomena alam seperti gunung berapi, badai, gempa bumi dan

lain- lain juga mengakibatkan perubahan terhadap kualitas air, tapi dalam

pengertian ini tidak dianggap sebagai pencemaran (Athena, 1996).

Pencemaran air di Indonesia sebagian besar diakibatkan oleh aktifitas

manusia yang meninggalkan limbah pemukiman, limbah pertanian, dan limbah

industri termasuk pertambangan. Limbah pemukiman mempunyai pengertian

sebagai salah satu bahan pencemar yang dihasilkan oleh daerah pemukiman atau

rumah tangga. Limbah pemukiman ini bisa berupa sampah organik (kayu, daun

dan lain- lain), dan sampah non organik (plastik, logam, dan deterjen), (Rukaesih,

2004).

Limbah pertanian mempunyai pengertian segala bahan pencemar yang

dihasilkan oleh aktifitas pertanian seperti penggunaan pestisida dan pupuk.

Sedangkan limbah industri mempunyai pengertian sebagai bahan pencemar yang

dihasilkan oleh aktifitas industri yang sering menghasilkan bahan berbahaya dan

beracun (B3).

Kecamatan Meureubo merupakan salah satu lokasi yang telah

mengkonversi lahan pantai, menjadi kawasan lain antaranya; aktifitas manusia,

limbah pertanian serta barang - barang bekas yang dibuang keperairan DAS

(14)

Meureubo, baik secara langsung maupun tidak langsung akan berdampak terhadap

keseimbangan ekosistem di kawasan tersebut.

Identifikasi dari perubahan komponen fisik, kimia dan biologi perairan di

sekitar DAS. Perubahan komponen fisik dan kimia tersebut selain menyebabkan

penurunan kualitas perairan juga menyebabkan bagian dasar perairan (sedimen)

menurun, dapat mempengaruhi kehidupan biota perairan terutama pada struktur

komunitasnya. Salah satu biota perairan yang diduga akan terpengaruh langsung

akibat penurunan kualitas perairan dan sedimen di lingkungan DAS Krueng

Meureubo adalah hewan makrobenthos dan sejenis ikan.

Penelitian ini sangat penting dilakukan untuk menjaga kelanjutan

organisme perairan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Hilir Krueng Meureubo

dengan judul ; Analisis Status K ualitas Perairan Daerah Aliran Sungai Hilir

Krueng Meureubo Aceh Barat.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan permasalahan diatas maka rumusan

masalah penelitian adalah sebagai berikut:

1. Darimana sumber pencemaran perairan di Daerah Aliran Sungai ( DAS ) Hilir

Krueng Meureubo ?

2. Berapa Indek Pencemaran perairan dan baku mutu di Daera h Aliran Sungai

(15)

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui sumber pencemaran perairan Daerah Aliran Sungai (DAS)

Hilir Krueng Meureubo.

2. Untuk mengetahui Indek Pencemaran ( IP ) dan Baku Mutu perairan Daerah

Aliran Sungai (DAS) Hilir Krueng Meureubo Aceh Barat.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan sebagai informasi tentang kondisi

lingkungan di kawasan perairan Daerah Aliran Sungai (DAS) Kecamatan

(16)

2.1 Pengertian dan Batasan Daerah Aliran Sungai (DAS)

Menurut Undang- undang Nomor 7 Tahun 2004, disebutkan bahwa Daerah

Aliran Sungai adalah suatu bentang alam yang dibatasi oleh pemisah alami berupa

puncak-puncak, gunung dan punggung-punggung bukit. Bentang alam tersebut

menyimpan curah hujan yang jatuh diatasnya kemudian mengatur dan

mengalirkan secara langsung maupun tidak langsung beserta muatan sedimen dan

bahan-bahan lainnya ke sungai utama yang akhirnya bermuara ke laut maupun

danau.

Menurut Seyhan (1990), sungai memiliki tiga sifat aliran:

1. Aliran yang bersifat sementara, hanya dapat mengalir setelah terjadinya hujan

badai yang menghasilkan limpasan permukaan yang memadai. Permukaan air

bumi selalu berada di bawah dasar sungai.

2. Aliran yang terputus-putus, mengalir selama musim hujan saja. Selanjutnya

debit ini terdiri atas pemberian limpasan permukaan dan air bumi pada dasar

sungai. Permukaan air bumi berada diatas dasar sungai hanya selama musim

hujan. Pada musim kemarau permukaan tersebut berada di dasar sungai.

3. Aliran abadi (permanen), mengalir sepanjang tahun dengan debit-debit yang

lebih tinggi selama musim penghujan. Debit sungai terdiri atas pemberian

limpasan permukaan dan air bumi pada dasar bumi. Permukaa n air tanah selalu

(17)

Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan kesatuan wilayah bersifat

kompleks yang dipengaruhi karakteristik fisik variabel meteorologinya.

Karakteristik fisik yang berupa pola penggunaan lahan, bentuk jaringan sungai,

kondisi tanah, topografi, dan ketinggian tempat merupakan karakteristik DAS

yang sifatnya dapat dipengaruhi oleh kegiatan manusia. Sedangkan variabel

meteorologi yang meliputi curah hujan, suhu, kelembapan, radiasi matahari dan

kecepatan angin bersifat sangat berubah-ubah tergantung kondisi iklimnya

(Dewan Riset Nasional Kelompok II, Sumber daya Alam dan Energi, 1994).

2.2 Pencemaran Perairan

Miller dan Connell, (1995) diacu dalam Henni Wijayanti M, (2007)

mengatakan bahwa pencemaran perairan merupakan peristiwa masuknya

senyawa-senyawa yang dihasilkan dari kegiatan manusia ditambahkan ke

lingkungan perairan, menyebabkan peruba han yang buruk terhadap kondisi fisik,

kimia, biologis dan estetis. Makhluk hidup memiliki berbagai reaksi mulai dari

pengaruh yang sangat kecil sampai ke subletal seperti berkurangnya pertumbuhan,

perkembangbiakan, pengaruh perilaku atau kematian yang nyata. Sedangkan

Radojevic dan Bashkin (2007) diacu dalam Henni Wijayanti M, (2007)

mengatakan bahwa pencemar dapat berasal dari daerah khusus dan terdistribusi.

Sumber pencemar daerah khusus, misalnya: saluran buangan pabrik dan sumur

pengebolan minyak. Sumber pencemar terdistribusi, misalnya: limpasan pestisida

yang berasal dari sawah dan domestik.

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 - Peraturan

Pemerintah 82/2001 - Tentang Pengendalian Pencemaran Air, yang dimaksud

(18)

energi, atau komponen lain di dalam air oleh kegiatan manusia sehingga kualitas

air menurun sampai ke titik tertentu yang menyebabkan tidak lagi berfungsi sesuai

dengan peruntukannya. Dari definisi tersebut, dapat dicatat beberapa hal penting

terkait dengan pencemaran air, yaitu:

(1) kegiatan manusia merupakan penyebab dari pencemaran air.

(2) pencemaran air ditunjukkan oleh menurunnya kualitas air.

(3) baku mutu dan fungsi peruntukan air menjadi dasar dalam penentuan tingkat

pencemaran air.

Penentuan tingkat pencemaran air didasarkan pada baku mutu air sesuai

dengan peruntukannya. K lasifikasi kualitas air menurut Peraturan Pemerintah

82/2001 ditetapkan menjadi empat kelas sesuai dengan peruntukannya, yaitu:

(1) Kelas I, air yang peruntukannya dapat digunaka n untuk air baku air minum,

dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan

kegunaan tersebut.

(2) Kelas II, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana

rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi

pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang

sama dengan kegunaan tersebut.

(3) Kelas III, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan

air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan

(19)

(4) Kelas IV, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman

dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan

kegunaan tersebut.

2.3 Kualitas Air

2.3.1. Parameter Fisika Kualitas Air 2.3.1.1. Suhu

Suhu merupakan salah satu faktor dalam reaksi kimia dan aktifitas biologi

didalam suatu perairan yang sangat berperan dan berpengaruh dalam

mengendalikan kondisi ekosistem perairan, terutama terhadap kelangsungan hidup

suatu organisme (Palmer, 2001. diacu dalam Krismono Priambodho, 2005).

Kenaikan suhu sebesar 10°C menyebabkan kebutuhan oksigen hewani perairan

naik hampir dua kali lipat. Sebaliknya peningkatan suhu menyebabkan

konsentrasi oksigen terlarut akan menurun dan peningkatan suhu juga akan dapat

menaikan daya racun polutan terhadap organisme perairan (Moriber, 1974. Diacu

dalam Krismono Priambodho, 2005). Menurut Hawkes (1979) diacu dalam Henni

Wijayanti M (2007) suhu perairan yang tidak lebih dari 30°C tidak akan

berpengaruh secara drastis terhadap makrozoobenthos.

Fardiaz (1992) mengungkapkan bahwa kenaikan suhu air aka n

menimbulkan beberapa akibat sebagai berikut:

a. Jumlah oksigen terlarut dalam air akan menurun.

b. Kecepatan reaksi kimia meningkat.

c. Kehidupan ikan dan hewan air lainnya terganggu.

d. Jika suhu melampaui batas bisa mengakibatkan k ematikan terhadap ikan dan

(20)

2.3.1.2. Total Padatan Tersuspensi ( Total Suspended Solid )

Padatan tersuspensi total (TSS) adalah bahan-bahan tersuspensi (diameter

> 1 µm) tertahan pada saringan milipore dengan pori-pori 0,45 µm. TSS terdiri

atas lumpur dan pasir halus serta jasad-jasad renik, terutama disebabkan oleh

kikisan tanah atau erosi tanah yang terbawa ke badan air (Effendi, 2003).

TSS dapat meningkatkan nilai kekeruhan sehingga mempengaruhi

penetrasi cahaya matahari ke kolom air dan akhirnya berpengaruh terhadap proses

fotosintesis oleh fitoplankton dan tumbuhan air yang selanjutnya akan

mengurangi pasokan oksigen terlarut dan meningkatkan pasokan CO2 di perairan. Menurut Priyono (1994) Bahan partikel yang tidak terlarut seperti pasir,

lumpur, tanah, dan bahan kimia in organik menjadi bentuk bahan tersuspensi di

dalam air, sehingga bahan tersebut menjadi penyebab polusi tertinggi di dalam air.

Kebanyakan sungai dan daerah aliran sungai selalu membawa endapan lumpur

yang disebabkan erosi alamiah dari pinggir sungai. Akan tetapi, kandungan

sedimen yang terlarut hampir semua sungai meningkat terus karena erosi dari

tanah pertanian, kehutanan, konstruksi dan pertambangan. Partikel yang

tersuspensi menyebabkan kekeruhan dalam air, sehingga mengurangi kemampuan

ikan dan organisme air lainnya memperoleh makanan dan mengurangi tanaman

air melakukan fotosintesis.

2.3.1.6. Kecerahan dan Kekeruhan

Kecerahan dan kekeruhan air dalam suatu perairan dipengaruhi oleh

jumlah cahaya matahari yang masuk ke dalam perairan atau disebut juga dengan

(21)

untuk kegiatan asimilasi tanaman di dalam air. O leh karena itu, daya tembus

cahaya ke dalam air sangat menentukan tingkat kesuburan air.

Dengan diketahuinya intensitas cahaya pada berbagai kedalaman tertentu,

kita dapat mengetahui sampai dimanakah masih ada kemungkinan terjadinya

proses asimilasi di dalam air. Kecerahan merupakan ukuran transparansi perairan

dan pengukuran cahaya matahari di dalam air dapat dilakukan dengan

menggunakan lempengan/kepingan Secchi disk.

Satuan untuk nilai kecerahan dari suatu perairan adalah satuan cm. Jumlah

cahaya yang diterima oleh phytoplankton diperairan asli tergantung pada

intensitas cahaya matahari yang masuk ke dalam permukaan air dan daya

perambatan cahaya di dalam air. Masuknya cahaya matahari ke dalam air

dipengaruhi juga oleh kekeruhan air (turbidity).

Sedangkan kekeruhan menggambarkan tentang sifat optik yang ditentukan

berdasarkan banyaknya cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh bahan-bahan

yang terdapat di dalam perairan.

Definisi kekeruhan adalah banyaknya zat yang tersuspensi pada suatu

perairan. Hal ini menyebabkan hamburan dan absorbsi cahaya yang datang

sehingga kekeruhan menyebabkan terhalangnya cahaya yang menembus air.

2.3.1.3. Salinitas

Salinitas merupakan ciri khas perairan pantai atau laut yang

membedakannya dengan air tawar. Berdasarkan perbedaan salinitas, dikenal biota

yang bersifat stenohaline dan euryhaline. Biota yang mampu hidup pada kisaran

yang sempit disebut sebagai biota bersifat stenohaline dan sebaliknya biota yang

(22)

2000). Keadaan salinitas akan mempengaruhi penyebaran orga nisme, baik secara

vertikal maupun horizontal. Menurut Barnes (1980) diacu dalam Henni Wijayanti

M (2007) pengaruh salinitas secara tidak langsung mengakibatkan adanya

perubahan komposisi dalam suatu ekosistem. Menurut Gross (1972) diacu dalam

Henni Wijayanti M (2007) menyatakan bahwa hewan benthos umumnya dapat

mentoleransi salinitas berkisar antara 25 - 40 ‰.

Menurut Budiman dan Dwiono (1986) bahwa gastropoda yang bersifat

mobile mempunyai kemampuan untuk bergerak guna menghindari salinitas yang

terlalu rendah, namun bivalvia yang bersifat sessile akan mengalami kematian jika

pengaruh air tawar berlangsung lama. Selain itu reproduksi dari jenis-jenis

gastropoda seperti Littorina scabra sangat dipengaruhi oleh salinitas.

2.3.2. Parameter Kimia Kualitas Air 2.3.2.1. pH

Nilai pH perairan merupakan salah satu parameter yang penting dalam

pemantauan kualitas perairan. Organisme perairan mempunyai kemampuan

berbeda dalam mentoleransi pH perairan. Kematian lebih sering diakibatkan

karena pH yang rendah daripada pH yang tinggi (Pescod, 1973 diacu dalam Henni

Wijayanti M, 2007).

Menurut Sutamihardja (1978) derajat keasaman merupakan kekuatan

antara asam dan basa dalam air dan suatu kadar konsentrasi ion hidrogen dalam

larutan. N ilai pH menggambarkan kekuatan bahan pelarut dari air, karena itu

penunjukkannya mungkin dari reaksi kimia pada batu-batuan dan tanah-tanah.

Pertumbuhan organisme perairan dapat berlangsung dengan baik pada kisaran pH

(23)

Fakhri (2000) menyebutkan bahwa perairan sudah dianggap tercemar jika

memiliki nilai pH < 4,8 dan > 9,8. Derajat keasaman atau pH air biasanya

digunakan untuk menentukan tingkat pencemaran dengan melihat tingkat

keasaman atau kebasaan air yang dikaji. Mackereth et al.dalam Effendi (2003)

berpendapat bahwa pH berkaitan erat dengan karbondioksida dan alkalinitas.

Semakin tinggi nilai pH, semakin tinggi pula nilai alkalinitas dan semakin rendah

kadar karbondioksida bebas. Larutan yang bersifat asam akan bersifat korosif.

Nilai pH sangat mempengaruhi proses biokimia perairan, misalnya proses

nitrifikasi akan berakhir jika kadar pH rendah.

Keberadaan karbonat, hidroksida dan bikarbonat bertambah pada dasar

perairan, sementara keberadaan mineral bebas asam dan asam karbonik bertambah

dalam keasaman. Perairan asam tidak lebih umum dari pada perairan alkali.

Sumber pembuangan air asam dan sampah-sampah industri yang sudah tidak

dinetralkan akan bersamaan dengan pengurangan pH dari air.

2.3.2.2. Oksigen Terlarut (DO)

Oksigen terlarut merupakan variabel kimia yang mempunyai peranan yang

sangat penting bagi kehidupan biota air sekaligus menjadi faktor pembatas bagi

kehidupan biota. Daya larut oksigen dapat berkurang disebabkan naiknya suhu air

dan meningkatnya salinitas. Oksigen terlarut (DO) merupakan parameter kualitas

air yang penting. Umumnya konsentrasi DO di suatu perairan akan bersifat

sementara atau musiman dan berfluktuasi. Biasanya organisme air seperti ikan

memerlukan oksigen terlarut antara 5,8 mg/l (Palmer, 2001 diacu dalam Krismono

Priambodho, 2005). Kandungan oksigen terlarut yang tinggi adalah pada sungai

(24)

akan menurun dengan kenaikan suhu, sebaliknya pada air yang dingin kadar

oksigen akan meningkat (Odum, 1971 diacu dalam Henni Wijayanti M 2007).

Konsentrasi oksigen terlarut dipengaruhi oleh proses respirasi biota air dan

proses dekomposisi bahan organik oleh mikroba. Pengaruh ekologi lain yang

menyebabkan konsentrasi oksigen terlarut menurun adalah penambahan zat

organik (buangan organik) (Connel dan Miller, 1995 diacu dalam Henni

Wijayanti M, 2007).

2.3.2.3. COD ( Chemical Oxygen Demand )

COD (Chemical Oxygen Demand) adalah jumlah oksigen yang diperlukan

untuk mengurai seluruh bahan organik yang terkandung dalam air. Bahan organik

yang ada sengaja diurai secara kimia dengan menggunakan oksidator kuat kalium

bikromat pada kondisi asam dan panas dengan katalisator perak sulfat (Metcalf &

Eddy, 1991 diacu dalam Krismono Priambodho 2005), sehingga segala macam

bahan organik, baik yang mudah urai maupun yang kompleks dan sulit urai, akan

teroksidasi.

Nilai COD pada perairan yang tidak tercemar biasanya kurang dari 20

mg/l. Sementara pada perairan yang tercemar memiliki nilai COD dapat melebihi

200 mg/l. O leh karena itu perairan yang memiliki nilai COD tinggi tidak baik

untuk kegiatan perikanan (Fakhri, 2000).

2.3.2.4. BOD ( Biochemical Oxygen Demand )

BOD (Biochemical O xygen Demand) adalah suatu karakteristik yang

menunjukkan jumlah oksigen terlarut yang diperlukan oleh mikroorganisme

(25)

kondisi aerobik (Metcalf & Eddy, 1991diacu dalam Krismono Priambodho,

2005). Mays (1996) diacu dalam Krismono Priambodho (2005) mengartikan BOD

sebagai suatu ukuran jumlah oksigen yang digunakan oleh populasi mikroba yang

terkandung dalam perairan sebagai respon terhadap masuknya bahan organik yang

dapat diurai. Dari pengertian-pengertian ini dapat dikatakan bahwa, walaupun

nilai BOD menyatakan jumlah oksigen, tetapi untuk mudahnya dapat juga

diartikan sebagai gambaran jumlah bahan organik mudah urai (biodegradable

organic) yang ada di perairan.

2.3.2.5. NH3 (Amonia)

Amonia bebas (N H3) yang tidak terionisasi toksik terhadap organisme

akuatik. Toksisitas amonia terhadap organisme akuatik akan meningkat jika

terjadi penurunan kadar oksigen terlarut, pH dan suhu. Ammonia jarang

ditemukan pada perairan yang mendapat cukup pasokan oksigen, sebaliknya pada

tempat anoksik (tampa oksigen) yang biasanya terdapat didasar perairan, kadar

amoniak relative tinggi (Effendi,2003).

2.3.2.6. Hg ( Merkuri )

Merkuri merupakan unsur trece elemen yang bersifat cair pada suhu

ruang dan daya hantar listrik yang tinggi (Budiono, 2003).

Merkuri memiliki sifat-sifat sebagai berikut (Fardiaz 2005):

1. merkuri merupakan satu-satunya logam yang berbentuk cair, pada suhu

(25 °C) dan memilki titik beku yang paling rendah dibanding logam

lainnya, yaitu 39 °C.

2. merkuri dalam bentuk cair memiliki kisaran suhu yang luas.

(26)

4. merupakan konduktor yang baik karena memilki ketahanan listrik yang rendah.

5. banyak logam yang terdapat dalam merkuri yang membentuk komponen

yang disebut amalgam (alloy).

6. merkuri dan komponen-komponen ber sifat toksik terhadap semua makhluk

hidup.

Sifat-sifat itulah yang menyebabkan merkuri banyak digunakan oleh

manusia seperti dalam aktivitas penambangan, peleburan untuk menghasilkan

logam dari biji tambang sulfidnya, pembakaran bahan bakar fosil dan produksi

baja, semen serta fosfat. Pemakai utama merkuri adalah pabrik alkali, industri

bubur kayu, dan pabrik perlengkapan listrik (Lu, 2006 diacu dalam Aryo Sarjono,

2009).

Fardiaz (2005) mengatakan bahwa merkuri di alam ditemukan dalam

bentuk gabungan dengan elemen lainnya dan jarang ditemukan dalam bentuk

terpisah, Beliau juga mengklasifikasikan bentuk merkuri di alam menjadi dua

bentuk, yaitu.

1. merkuri anorganik, termasuk logam merkuri (Hg ₂+) dan garam - garam

nya seperti merkuri klorida (HgCl₂) dan merkuri oksida (HgO₂). 2. komponen merkuri organik (organomerkuri), terdiri dari:

a) aril merkuri, mengandung hidrokarbon aromatik seperti fenil merkuri asetat

b) alkil merkuri, mengandung hidrokarbon alifatik dan merupakan merkuri

yang paling beracun, misalnya metil merkuri dan etil merkuri

(27)

Komponen organomerkuri yang terpenting secara komersil adalah

fenil merkuri asetat (FMA). Industri- industri pulp dan kertas menggunakan FMA

untuk mencegah pembentuk lendir pada pulp kertas yang masih basah selama

pengolahan dan penyimpanan.

Sumber alami merkuri adalah cinnabar (HgS) dan mineral sulfide,

misalnya sphalerite (ZnS), chalcopyrite (CuFeS) dan galena (PbS). Pelapukan

batuan dan erosi tanah dapat melepas merkuri ke dalam perairan (Efendi, 2003).

Penambangan, peleburan, pembakaran bahan bakar fosil, dan produksi baja,

semen dan fosfat juga merupakan sumber merkuri yang dapat menambah

keberadaannya di alam (Lu, 2006 diacu dalam Aryo Sarjono, 2009).

Di perairan alami logam berat merkuri terdapat dalam bentuk Hg, Hg +

dan Hg ₂+ yang ditentukan oleh kondisi reduksi atau oksidasi. Perairan dengan oksigen terlarut cukup baik (€h ≥ 0,5 mV), maka Hg ₂+ terlarut menjadi dominan. Dalam keadaan reduksi atau fakultatif akan terbentuk Hg dan Hg +,

dan apabila terdapat sulfit akan terbentuk senyawa HgS (Sanusi, 2006).

Kelarutan merkuri di perairan laut dalam bentuk Hgcl4 dan HgCl3 dengan

klorida yang dominan. Merkuri tidak hanya larut dalam air tetapi juga akan

terabsorpsi oleh partikel-partikel tersuspensi. Dalam substrat anoksida, merkuri

ada dalam bentuk HgS dan HgS2. Sistem mikroba dalam laut dapat mengubah

semua bentuk merkuri anorganik menjadi metil merkuri, untuk selanjutnya dapat

diakumulasi oleh organisme hidup (Clark, 1997 diacu dalamHenni Wijayanti M,

2007). Hal senada juga dikatakan oleh Lu (2006) diacu dalam Henni Wijayanti M

(2007) bahwa unsur merkuri akan menjadi senyawa anorganik melalui proses

(28)

dapat menjadi merkuri organik melalui kerja kuman anaerobic tertentu, dan

senyawa ini secara lambat terdegradasi menjadi merkuri anorganik.

Proses metilasi terpengaruh dengan adanya dominasi unsur sulfur (S),

yaitu pada keadaan anaerob dan redok potensial yang rendah. Faktor- faktor yang

sangat berpengaruh di dalam pembentukan metil merkuri antara lain suhu, kadar

ion Cl-, kandungan organik, derajat keasaman (pH), dan kadar merkuri. Hasil

akhir dari proses metilasi adalah metil merkuri (CH3-Hg) yang memiliki daya

racun tinggi dan sukar terurai dibandingkan zat asalnya.

Merkuri dimanfaatkan dalam bidang kedokteran, pertanian dan industri.

Dalam bidang kedokteran merkuri digunakan untuk pengobatan penyakit kelamin

(sifilis). Sebelum diketahui berbahaya, HgCl digunakan sebagai pembersih luka,

bahan kosmetik dan digunakan dalam bidang kedokteran gigi (Fardiaz, 2006).

Merkuri digunakan sebagai pembunuh jamur, se hingga baik untuk bahan pelapis

benih sebagai pencegah pertumbuhan kapang (Fardiaz, 2006).

Merkuri juga digunakan sebagai bahan pembasmi hama. Sedangkan dalam

bidang industri merkuri dimanfaatkan sebagai bahan dasar lampu merkuri untuk

penerangan jalan, pembuatan baterai, pembuatan klor a lkali yang menghasilkan

klorin (Cl2) yang dimanfaatkan perusahaan air minum untuk penjernihan air

minum dan membasmi kuman, pembuatan kaustik soda, bahan campuran cat, dan

pembuatan plastik. Untuk mencegah lender pada pulp kertas pada industri kertas

(29)

Suatu perairan dikatagorikan tidak tercemar jika kadar Hg²+ terlarut sekitar

0,02 - 0,1 mg/l untuk air tawar dan kurang dari 0,01-0,03 mg/l untuk air laut

(Sanusi, 2006). Moore (1991) diacu dalam Aryo Sarjono (2009) menyatakan

kadar merkuri yang diperbolehkan untuk air minum tidak lebih dari 0,3 µg/liter.

Kadar merkuri untuk biota laut sebaiknya tidak melebihi 0.2 µg/1 (Moore,

1991 diacu dalam Aryo Sarjono, 2009), Sedangkan berdasarkan baku mutu air

laut untuk budidaya perikanan/biota laut yang tercantum Keputusan Menteri

Kependudukan dan Lingkungan Hidup N. 51 tahun 2004, adalah 0.001 ppm.

Metil merkuri merupakan merkuri organik yang selalu menjadi perhatian

serius dalam toksikologi. Hal ini karena metil merkuri dapat diserap secara

langsung melalui pernapasan dengan kadar penyerapan 80%. Selain itu metil

merkuri menyerang sistem saraf pusat sehingga menyebabkan gangguan saraf

sensoris, gangguan saraf motorik, gangguan lain, seperti gangguan mental, sakit

kepala, dan hipersalivasi (Darmono, 2001).

2.4 Baku Mutu Kualitas Air

Sesuai Peraturan Pemerintah Repubrik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001

disebutkan bahwa Baku Mutu Air adalah batas atau kadar mahluk hidup, zat,

energi atau komponen lain yang ada atau harus ada dan atau macam unsur

pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam air pada sumber air tertentu

sesuai dengan peruntukannya. Sesuai peraturan ini, air yang dimaksud adalah

semua air yang terdapat di dalam atau berasal dari sumber air, dan terdapat di atas

(30)

Beberapa hasil penelitian terhadap kualitas air yang mengacu pada dasar

ketetapan yang ada, bahwa kualitas air minum di Indonesia lebih banyak masuk

sebagai air baku air minum, yaitu air yang perlu melalui pengolahan sebelum

dimanfaatkan sebagai air minum maupun keperluan rumah tangga lainnya. Air

yang dapat langsung dikonsumsi sebagai air minum adalah relatif sedikit, karena

banyak kualitas air menurun akibat pencemaran yang sebagian besar akibat

aktivitas manusia, baik akibat kegiatan rumah tangga, pertanian, dan juga industri.

Dasar yang digunakan untuk penetapan parameter kualitas air, khususnya untuk

keperluan air minum adalah :

1. Parameter-parameter yang berhubungan dengan sifat-sifat keamanan bagi suatu

peruntukan domestik (rumah tangga).

2. Parameter-parameter yang dapat dijadikan indikator terjadinya pencemaran

(31)

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 15 - 16 Mei 2013, di Perairan

Daerah Aliran Sungai (DAS) Hilir Krueng Meureubo. Adapun tempat penelitian

yang dilakukan di perairan umum Sub Daerah Aliran Sungai (Sub DAS) Hilir

Kueng Meureubo Kebupaten Aceh Barat seda ngkan untuk uji Analisis K ualitas

perairan dilakukan pada Laboratorium Unit Analisis dan Kajian, Jurusan K imia

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA) Universitas Syiah

Kuala (UNSYIAH) Darussalam Banda Aceh.

3.2 Peta Lokasi Penelitian

(32)

3.3. Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian Analisis Status K ualitas

Perairan Daerah Aliran Sungai Hilir Krueng Meureubo seperti yang terterabkan

dalam Tabel 1 dan 2.

Tabel 1. Alat yang digunakan dalam penelitian.

No Alat Fungsi

1 Kamera Pengambilan gambar waktu penelitian

2 Meteran Pengukuran jarak penelitian

3 Boat/perahu Transportasi pengambilan sampel air

4 Buku Tulis Mencatat hasil penelitian

5 Pulpen Untuk menulis hasil penelitian

6 pHpen Mengukur Ph air

7 Sechi disk Mengukur kecerahan perairan

8 Refraktometer Mengukur salinitas perairan

9 Thermometer Mengukur suhu perairan

10 Dometer Mengukur DO di perairan

11 Timbal Untuk mengambil sampel di perairan

12 Botol Obat Sebagai botol untuk mengisi sampel

13 Cool Box

Tempat penyimpanan hasil pengambilan sampel kualitas perairan Kekeruhan, TSS, Hg, BOD, COD, NH3 yang akan dibawa dari lokasi penelitian ke Laboratorium Unit Analisis dan Kajian K imia, jurusan K mia Fakultas MIPA UNYIAH Darussalam Banda Aceh

(33)

Tabel 2. Bahan yang digunakan dalam penelitian.

No Bahan Fungsi

1 Air Sungai Sebagai bahan objek penelitian

2 Kuisioner Untuk mengisi data hasil wawancara

3 Es Batu Untuk pengawetan sampel

3.4. Kerangka Penelitian

Gambar 2. Kerangka Penelitian Kondisi Perairan DAS Hilir Krueng Meureubo Saat ini

Parameter yang diamati 1. parameter fisika

(Kecerahan, Kekeruhan) 2. parameter kimia (Suhu,

Salinitas, pH, DO, Hg, BOD, COD, NH3)

Kep-MENLH N0.115 tahun 2003

Mengetahui Kualitas Air

PP 82/2001

Data Skunder

(34)

3.5 Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kua ntitatif. Penelitian

deskriptif kuantitatif yaitu membuat deskripsi obyektif tentang fenomena terbatas

dan menentukan apakah fenomena dapat terkontrol melalui beberapa interversi.

Tujuan dari penelitian ini adalah menjelaskan, meramalkan dan mengontrol

fenomena melalui pengumpulan data terfokus dengan pengukuran obyektif dan

analisis numerik. Sedangkan metode dekriptif ya itu suatu metode dengan

sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran

ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan penggunaan metode ini

adalah untuk membuat deskripsi, gambaran- gambaran secara sistematis, faktual

dan akurat mengenai fakta- fakta, sifat-sifat serta hubungan antara fenomena yang

diselidiki (Nazir, 1988).

Metode deskriptif kuantitatif pada penelitian ini dapat dikatakan sebagai

penelitian studi kasus karena salah satu dari jenis metode deskriptif. Studi kasus

atau penelitian kasus (Case study) adalah penelitian tentang status subyek

penelitian yang berkenaan dengan suatu fase spesifik atau khas dari keseluruhan

personalitas. Kelemahan dari studi kasus adalah anggota sampel yang terlalu kecil

sehingga sulit dibuat inferensi kepada populasi dan studi kasus sangat dipengaruhi

oleh pandangan subyektif dalam pemilihan kasus. Keunggulan dari studi kasus

adalah dapat mendukung studi-studi besar dikemudian hari dan studi kasus dapat

memberikan hipotesa-hipotesa untuk penelitian selanjutnya. Dari segi edukatif,

maka studi kasus dapat digunakan sebagai contoh ilustrasi baik dalam perumusan

masalah, penggunaan statistik dalam menganalisa data-data dan cara-cara

(35)

3.6 Metode Pengambilan Data

Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data primer dan data

sekunder. Data primer diperoleh dengan cara observasi/pengamatan langsung ke

lapangan sedangkan data sekunder berupa data-data statistik yang berhubungan

dengan penelitian. Adapun keterbatasan data sekunder adalah data hasil analisis.

3.7 Parameter yang diamati

Parameter yang diamati meliputi parameter fisik dan kimia. Parameter

yang diukur secara in situ adalah suhu, salinitas, dan oksigen terlarut, selebihnya

diukur di laboratorium tanpa pengulangan. Pengamatan parameter fisika meliputi

suhu, TSS, kecerahan dan kekeruhan. Sedangkan parameter kimia yang diamati

adalah DO, pH, Salinitas, BOD, COD, Hg, dan NH3.

3.8 Menentukan Stasiun Pengambilan Sampel

Sungai Meureubo secara administratif berada di Kecamatan Meureubo

wilayah Kabupaten Aceh Barat. Adapun pengambilan sampel air dibagi atas 3

(tiga) stasiun yaitu sebagai berikut;

1. Stasiun 1 pengambilan sampel air di jembatan Kreung Cangkoi.

2. stasiun 2 pengambilan sampel air di awal dari perpisahan air sungai yang lain.

3. stasiun 3 pengambilan sampel air di jembatan jembatan besi (jembes).

3.9 Tahapan Kerja Pengambilan Sampel 3.9.1. Pengambilan Sampel

Untuk mendapatkan sampel TSS, Hg, BOD, COD dan NH3 dilakukan

pengambilan sampel yang representatif, yaitu sampel yang dapat mewakili pada

(36)

pengujian dapat menggambarkan kualitas lingkungan yang mendekati kondisi

sesungguhnya. Pengambilan sampel merupakan bagian dari penelitian yang

sangat penting, karena sampel merupakan cerminan dan populasi yang ada.

Metode pengambilan sampel menggunakan metode purposif sampling yaitu

sampel dipilih berdasarkan pertimbangan tertentu.

Cara pengambilan sampel air dapat dilakukan sebagai berikut :

1. Badan sungai secara melintang dibagi menjadi beberapa bagian tengah badan

sungai.

2. Setiap sampel diambil pada pemukaan perairan.

3. Untuk pengambilan sampel mengunakan timbal.

4. Sampel tersebut dimasukkan kedalam botol obat berdasarkan titik sampel

kualitas air yang diambil dengan keadaan terpisah menurut stasiun dan setiap

pengambilan sampel sama.

5. kemudian sampel tersebut dibawa ke laboratorium untuk dianalisis.

3.9.2. Parameter yang Diamati secara Langsung (In Situ)

1. Suhu

Pengukuran suhu dilakukan dengan cara mencelupkan thermometer

kedalam perairan. Thermometer diikat pada bagian pangkal (bukan ujung air

raksa) kemudian digantung pada permukaan perairan beberapa menit dan suhu

(37)

2. Salinitas

Pengukuran salinitas dilakukan dengan menggunakan Refraktometer.

Diambil Refraktometer kemudian ditetes satu tetes air sampel diujung

Refraktometer, kemudian dilihat melalui ujung yang satu lagi, kemudian akan

terlihat nilai salinitas di perairan tersebut.

3. Kecerahan

Pengukuran kecerahan dengan menggunakan sechi disk. Sechi disk

diturunkan kedalam perairan sampai tidak kelihatan (jarak hilang) kemudian

dicatat, setelah itu Sechi disk ditarik sampai kelihatan (jarak tampak) kemudian

dicatat, kemudian antara jarak hilang ditambah jarak tampak dibagi dua.

4. pH (keasaman)

Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan phpen. Pengukuran

dilakukan dengan mencelupkan ujung phpen tersebut kedalam perairan kemudian

melihat angka di alat tersebut.

5. DO

Pengukuran DO dilakukan dengan menggunakan DO meter, DO meter

diletakkan ujungnya kedalam perairan kemudian nilai tersebut akan keluar melalui

(38)

3.10 Metode Analisis Data

3.10.1. Identifikasi Sumber Pencemaran

Memberikan karakter terhadap data hasil observasi lapangan dan hasil

wawancara dari informan mengenai pemanfaatan hilir Krueng Meureubo oleh

masyarakat serta faktor tekanan dari lingkungan yang mempengaruhi kualitas air

pada wilayah tersebut sebagai dasar penetapan status mutu air.

4.10.2. Penentuan Kualitas Air Sungai

Menetapkan kelayakan kualitas air sungai dilakukan dengan

membandingkan data hasil pengukuran dari masing- masing parameter air dengan

nilai baku mutu berdasarkan Peraturan Pemerintah 82 Tahun 2001 (Pemerintah

Republik Indonesia, 2001), tentang pengolaan kualitas air dan pengadalian

pencemaran lingkungan.

3.10.3. Analisa Indeks Pencemaran (IP)

Analisis data yang digunakan adalah analisis Indeks Pencemaran (IP)

Sumitomo dan Nemerow (1970) dalam Lampiran II Keputusan Menteri Negara

Lingkungan Hidup mengusulkan suatu indeks yang berkaitan dengan senyawa

pencemaran parameter yang bermakna untuk suatu peruntukan. Indeks ini

dinyatakan sebagai Indeks Pencemaran yang d igunakan untuk menentukan tingkat

pencemaran terhadap parameter kualitas air yang diizinkan.

Perhitungan tingkat pencemaran menggunakan Metode Indeks

Pencemaran (IP) seperti pada Kep-MEN LH N0.115 tahun 2003. Indeks

Pencemaran (IP) ditentukan untuk suatu peruntukan, kemudian dapat

dikembangkan untuk beberapa peruntukan ba gi seluruh badan air atau sebagian

(39)

dapat memberikan masukan pada pengambilan keputusan agar dapat menilai

kualitas badan air untuk

suatu peruntukan serta melakukan tindakan untuk memperbaiki kualitas jika

penurunan kualitas akibat kehadiran senyawa pencemar. Indeks pencemaran

mencakup berbagai parameter kualitas yang independen dan bermakna.

Menurur Azwir (1996) definisi dari Indeks Pencemaran adalah apabila Lij

menyatakan kosentrasi parameter kualitas air yang tercantum dalam baku mutu

peruntukan air (J), dan Ci menyatakan kosentrasi parameter kualitas air (i) yang

diperoleh dari suatu badan air, maka Pij adalah Indeks pencemaran bagi

peruntukan (j) yang merupakan fungsi dari Ci/Lij. Tiap nilai Ci/Lij menunjukkan

pencemaran relatif yang diakibatkan oleh parameter kualitas air, nisbah ini tidak

mempunyai satuan. N ilai Ci/Lij = 1,0 adalah nilai yang kritis, karena nilai ini

diharapkan untuk dipenuhi bagi suatu Baku Mutu Peruntukan Air. Jika Ci/Lij >

1,0 untuk suatu parameter, maka kosentrasi parameter ini harus dikurangi atau

disisihkan, kalau badan air tersebut digunakan untuk peruntukan (j). Jika

parameter ini adalah parameter yang bermakna bagi peruntukan, maka pengolahan

mutlak harus dilakukan bagi air itu. Pada metode IP digunakan berbagai

parameter kualitas air, maka pada penggunaannya dibutuhkan nilai rerata dari

keseluruhan nailai Ci/Lij sebagai tolak ukur pencemaran, tetapi nilai ini tidak akan

bermakna jika salah satu nilai Ci/Lij bernilai >1. Jadi indeks ini harus mencakup

nilai Ci/Lij yang maksimum. Sungai akan semakin tercemar untuk suatu

peruntukan (j) jika nilai (Ci/Lij R ) atau (Ci/Lij M) adalah lebih besar dari 1,0.

(40)

pencemaran suatu badan air akan semakin besar pula. Jadi rumus yang digunakan

untuk mengetahui tingkat pencemaran pada sungai digunakan rumus dibawah ini:

Pij = (Ci/Lij)2 M + (Ci/Lij)2R --- ( Azwir, 1996 )

2

Dimana :

Lij = Kosentrasi parameter kualitas air yang dicantumkan dalam baku mutu

peruntukan air (J).

Ci = Kosentrasi parameter kualitas air dilapangan

Pij = Indeks pencemaran bagi peruntukan (J)

Ci/Lij)M = Nilai, Ci/Lij maksimum

(Ci/Lij)R = nilai, Ci/Lij rata-rata

Metode ini dapat langsung menghubungkan tingkat tercemar atau tidaknya

suatu perairan dipakai untuk peruntukan tertentu dengan nilai

parameter-parameter tertentu. Evaluasi terhadap nilai Indeks Mutu/Pencemaran Perairan

ditunjukkan pada Tabel 3 dan Kreteria Kelas Air Menurut Peraturan Pemerintah

N0 82 Tahun 2001 Tentang Indeks Pencemaran dapat dilihat pada lampiran 1.

Tabel 3, Hubungan Antara N ilai Indeks Pencemaran Dengan Mutu Perairan

Nilai IP Mutu Perairan

0 – 1.0 Kondisi baik

1.1 – 5.0 Cemar ringan

5.0 – 10.0 Cemar sedang

> 10.0 Cemar berat

(41)

4.1 Letak Geografis Daerah Penelitian

Kebupaten Aceh Barat teletak di bagian ujung pulau sumatera di pesisir

barat Propinsi Aceh dengan letak geografis 04°06’36” Lintang Utara dan 95° 52’

43” 96° 16 45” Bujur Timur. Dengan luas wilayah Kebupaten Aceh Barat

mencapai 2.927.95 K m² atau seluas 292.795 Ha, sedangkan panjang garis pantai

diperhitungkan 50.55 K m luas laut 233 K m².

Secara geografis Kebupaten Aceh Barat berbatasan, disebelah utara

dengan Kebupaten Aceh Jaya dan Kebupaten Pidie, sebelah timur dengan

Kebupaten Aceh Tengah dan Kebupaten Nagan Raya, sebelah barat dengan

Samudra India dan Nagan Raya.

Kebupaten ini memiliki 4 Kecamatan yang berbatasan langsung dengan

Samudra Indonesia dan merupakan Kecamatan Pesisir yaitu Kecamatan Johan

Pahlawan, Meureubo, Samatiga, dan Kecamatan Arongan Lambalek, dan

Kecamatan daratan ada 8 meliputi yaitu Kaway XVI, Sungai Mas, Pante Ceurmen

Panton Ree, Bubon, Woyla Barat dan Woyla Timur.

Daerah Aliran Sungai (DAS) Hilir Krueng Meureubo berbatasan dengan

Kecamatan Meureubo dan Kecamatan Johan Pahlawan. Lokasi penelitia n antara

lain Stasiun 1 adalah 4°09.26” LU dan 96°08.41” BT, Stasiun 2 adalah 4°08.84”

(42)

4.2 Sumber Pence maran Krueng Meureubo

Sumber pencemaran hilir Kreung Meureubo disebabkan oleh kegiatan

pertanian, pemukiman padat penduduk, peternakan skala rumah tangga dan

berbagai kegiatan/usaha seperti, pembangunan jembatan, kegiatan bot baik bot

penangkapan maupun bot angkut pasir, pencucian bot, pengalengan/pengolahan

ikan.

Identifikasi sumber pencemaran bertujuan untuk mengetahui karakter

sumber pencemaran yang mengakibatkan terjadinya penurunan kualitas air pada

Hilir Krueng Meurebo. Sumber pencemaran pada wilayah ini dikarnakan adanya

kegiatan pertanian dan perternakan yang masih aktif dan letaknya berbatasan

langsung dengan sungai. Pemukiman penduduk dekat dari daerah aliran Krueng

Meureubo maka limbah yang dihasilkan dari pemukiman akan terbawa masuk ke

sungai apalagi terjadinya hujan deras. Limbah yang dihasilkan berupa limbah

padat sisa-sisa kegiatan pertanian dan limbah cair berupa sisa-sisa pupuk yang

hanyut terbawa aliran air masuk ke badan air (sungai).

Masyarakat pada wilayah ini memanfaatkan air Krueng Meurebo sebagai

pencucian bot, mendirikan bot serta jalan untuk pergi melaut. Pembuang libah

ikan yang ada pengolahan ikan yang ada di PPI Ujung Baruh, serta pembangunan

jembatan.

4.3 Kualitas Air Kre ung Meureubo 4.3.1. Parameter Fisika Air

4.3.1.1. Suhu

Hasil penelitian menunjukan pada setiap stasiun terlihat penyebaran suhu

(43)

0

stasiun adalah pada pengamatan stasiun ke tiga yaitu berkisar antara 28 - 32 °C.

Sedangkan sebaran suhu terendah terjadi pada stasiun satu dan dua yang berkisar

antara 25 °C. Suhu dipengaruhi oleh faktor penyinaran sinar matahari dan proses

dekomposisi yang terjadi pada tiap stasiun. Seperti gambar dibawah ini:

Baku Mutu

Gambar 3. Hasil pengukuran suhu tiap pengamatan

Berdasarkan hasil pengukuran suhu air permukaan selama pengamatan

yang dilakukan, suhu permukaan Perairan Hilir Krueng Meureubo berkisar antara

25 - 32°C. Suhu terendah terletak pada stasiun 1 dan 2, sedangkan suhu tertinggi

terletak pada stasiun stasiun 3 titik ke 2. Tingginya intensitas penyinaran

matahari, menyebabkan tingginya tingkat penyerapan panas ke dalam perairan.

Kondisi kisaran suhu perairan Sungai Hilir Kreung Meureubo masih dalam batas

nilai normal bagi kehidupan organisme perairan pada umumnya.

Nybakken, 1988. diacu dalam Henni Wijayanti, 2007 menjelaskan bahwa

suhu merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam mengatur proses

kehidupan dan penyebaran organisme. Kaidah umum menyebutkan bahwa reaksi

kimia dan biologi air akan meningkat 2 kali lipat pada kenaikan temperatur 10° C,

(44)

Kisaran suhu yang baik bagi kehidupan organisme perairan adalah antara 18 -

30°C. Apabila dibandingkan dengan baku mutu Peraturan Pemerintah No. 82

tahun 2001, pada pengamatan stasiun 3 melebihi baku mutu sehingga perairan ini

tidak sesuai untuk pengairan tanaman dan budidaya perikanan sedangkan pertama

dan kedua suhunya normal menurut baku mutu Peraturan Pemerintah No. 82

tahun 2001.

4.3.1.2. TSS (Total Supended Solid)

Padatan tersuspensi yang tinggi akan mempengaruhi biota di perairan

melalui dua cara. Pertama, menghalangi dan mengurangi penentrasi cahaya ke

dalam badan air, sehingga mengahambat proses foto sintesis oleh fitoplankton dan

tumbuhan air lainnya. Kondisi ini akan mengurangi pasokan oksigen terlarut

dalam badan air. Kedua, secara langsung TSS yang tinggi dapat mengganggu

biota perairan seperti ikan karena tersaring oleh insang. Menurut Fardiaz (1992),

padatan tersuspensi akan mengurangi penetrasi cahaya ke dalam air, sehingga

mempengaruhi regenerasi oksigen secara fotosisntesis dan kekeruhan air j uga

semakin meningkat.

Hasil pengukuran nilai kekeruhan Daerah Aliran Sungai (DAS) Hilir

Krueng Meureubo dapat dilihat pada gambar 3 yaitu pad a stasiun pertama titik

pertama 118 mg/l dan titik kedua 147 mg/l. Pada stasiun dua titik pertama 191

mg/l dan titik kedua 188 mg/l. Sedangkan stasiun tiga titik pertama 187 mg/l dan

(45)

0

Berdasarkan hasil pengukuran TSS air selama pengamatan yang

dilakukan, TSS Perairan Hilir Krueng Meureubo berkisar antara 191-147 mg/l.

Nilai TSS terendah 147 mg/l pada stasiun 1 titik 2 sedangkan nilai tertinggi pada

stasiun 2 titik ke 1 dengan nilai 191 mg/l.

Salah satu aktivitas manusia yang bisa menyebabkan terjadinya padatan

tersuspensi adalah kegiatan pembukaan lahan baik untuk pembangunan maupun

untuk kegiatan pertanian dan industri. Peningkatan kandungan TSS di lokasi

penelitian diduga berhubungan erat dengan aliran air yang membawa bahan-bahan

yang terlarut ke perairan yang lebih rendah atau dari hulu ke hilir. Peningkatan

nilai TSS ini juga dapat disebabkan oleh banyak faktor salah satunya semakin

banyak terjadi penggundulan hutan yang menyebabkan terjadi pengikisan tanah

yang masuk keperairan melalui proses run-off.

Baku mutu kadar TSS untuk kualitas air kelas I berdasarkan Peraturan

Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 (Pemerintah Republik Indonesia, 2001) adalah

sebesar 50 mg/l, Kandungan TSS di Kreung Meureubo daerah hilir tidak

(46)

0

mengganggu kehidupan biota perairan, misalnya mengganggu penetrasi cahaya

matahari ke kolom perairan, sehingga menyebabkan terganggunya proses

fotosintesis yang berperan dalam penyediaan oksigen di perairan. Kekeruhan juga

dapat mengganggu penglihatan biota dalam mencari makanan, menutup saluran

pernapasan sehingga biota perairan sulit bernapas kemudian menyebabkan

kematian biota (Aryo sarjono, 2009).

Hasil pengukuran nilai kekeruhan Daerah Aliran Sungai (DAS) Hilir

Krueng Meureubo dapat dilihat pada gambar 3 yaitu pada stasiun pertama titik

pertama 42.5 NTU dan titik kedua 41.9 NTU. Pada stasiun dua titik pertama 46.2

NTU dan titik kedua 37 NTU. Sedangkan stasiun tiga titik pertama 45.7 NTU dan

titik kedua 47.1 NTU, dapat dilihat pada Gambar 5.

(47)

Berdasarkan hasil pengukuran kekeruhan air selama pengamatan yang

dilakukan, kekeruhan Perairan Hilir Krueng Meureubo berkisar antara 37 - 47,1

NTU. N ilai kekeruhan terendah 37 NTU pada stasiun 2 titik 2 sedangkan nilai

tertinggi pada stasiun 3 titik ke 2 dengan nilai 47,1 NTU.

Baku mutu kadar kekeruhan untuk kualitas air kelas I berdasarkan

Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 (Pemerintah Republik Indonesia,

2001) adalah sebesar < 50 NTU. Kandungan kekeruhan di Kreung Meureubo

daerah hilir memenuhi baku mutu.

4.3.1.4.Kecerahan

Kecerahan merupakan ukuran transparansi perairan yang ditentukan

secara visual dengan menggunakan secchi disk (Effendi, 2003). Kecerahan

perairan sangat dipengaruhi oleh keberadaan padatan tersuspensi, zat-zat terlarut,

partikel-partikel dan warna air. Pengaruh kandungan lumpur yang dibawa oleh

aliran sungai dapat mengakibatkan tingkat kecerahan air danau menjadi rendah,

sehingga dapat menurunkan nilai produktivitas perairan.

Hasil penelitian di Daerah Aliran Sungai (DAS) Hilir Kreung Meureubo

kekeruhannya sebagai berikut: Stasiun pertama titik pertama dan titik kedua sama

yaitu 90 cm, stasiun kedua titik pertama dan kedua juga sama yaitu 40 cm

sedangkan stasiun tiga titik pertama dan ked ua juga sama yaitu 50 cm, dapat

(48)

Gambar 6. Hasil pengukuran kecerahan tiap pengamatan

Berdasarkan hasil pengukuran kecerahan air selama pengamatan yang

dilakukan, kecerahan Perairan Hilir Krueng Meureubo berkisar antara 40 - 90 cm.

Nilai kecerahan terendah 40 cm pada stasiun 2 sedangkan nilai tertinggi pada

stasiun 1 dengan nilai 90 cm. Sedangkan baku mutu kadar kecerahan untuk

kualitas air kelas I berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001

(Pemerintah Republik Indonesia, 2001) adalah sebesar > 50 cm. Kandungan nilai

kecerahan di Kreung Meureubo daerah hilir memenuhi baku mutu.

4.3.1.5. Salinitas

Hasil penelitian didaerah Daerah Aliran Sungai (DAS) Hilir Kreung

Meureubo bahwa salinitasnya tidak nampak, karena pada saat penelitian air

sungai mengalir kelaut (pasang surut) maka salinitas tidak ada.

4.3.2. Parameter Kimia Air 4.3.2.1. pH

Derajat keasaman merupakan gambaran jumlah atau aktivitas ion

hidrogen dalam perairan. Secara umum nilai pH menggambarkan seberapa besar

(49)

0

adalah netral, pH < 7 dikatakan kondisi perairan bersifat asam, sedangkan pH >

7 dikatakan kondisi perairan bersifat basa (Effendi, 2003)

Terlihat pada Gambar 5 adanya perbedaan nilai pH perairan pada stasiun

pertama dengan stasiun pengamatan yang lain. Pada stasiun pertama kondisi nilai

pH perairannya sebesar 7.5 dan 7,6 . Pada stasiun pengamatan yang ke dua 4,7

dan 4,8. Sedangkan stasiun ke tiga 5,0 dan 4,8, dapat dilihat pada Gambar 7.

Baku Mutu

Gambar 7. Hasil pengukuran pH tiap pengamatan

Berdasarkan hasil pengukuran nilai pH perairan selama tiga kali

pengamatan di Perairan Hilir Krueng Meureubo menunjukkan nilai pH perairan

kisaran nilai 4,7 - 7,6. Nilai terendah terletak pada stasiun 2 titik 1 sedangkan

yang tertinggi pada stasiun 1 titik 2. Hal ini menunjukkan bahwa perairan Hilir

Krueng Meureubo cenderung bersifat asam. Hal ini disebabkan karena di

Kebupaten Aceh Barat masih banyak terdapat daerah rawa yang memiliki derajat

keasaman yang cukup tinggi. Semakin ke muara sungai semakin banyak daerah

rawa, sehingga air yang masuk dari anak sungai ke sungai induk masih memiliki

nilai derajat keasamaan yang cukup tinggi. Secara umum berdasarkan pengukuran

(50)

7,4

organisme perairan di dalamnya maupun untuk kegiatan sektor perikanan lainnya.

Berdasarkan kisaran nilai tersebut dapat disimpulkan bahwa, kondisi

perairan Hilir Krueng Meureubo berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 82

Tahun 2001 (Pemerintah Republik Indonesia, 2001) adalah sebesar 6-9.

Kandungan pH di Kreung Meureubo daerah hilir memenuhi baku mutu.

4.3.2.2. DO (Dissolved Oxygen)

Nilai oksigen terlarut pada penelitian di Daerah Aliran Sungai (DAS) Hilir

Meureubo sebagai berikut; Stasiun pertama titik pertama 7,7 mg/l dan titik kedua

7,6 mg/l, stasiun kedua titik pertama 7,5 mg/l dan titik kedua 7,5 mg/l, sedangkan

stasiun ketiga titik pertama 7,6 mg/l dan kedua 7,6 mg/l, dapat dilihat pada

Gambar 8.

Baku Mutu I

Gambar 8. Hasil pengukuran DO tiap pengamatan

Hasil pengukuran DO selama pengamatan menunjukkan kisaran nilai

7,7-7,5 ppm. N ilai konsentrasi DO tertinggi terjadi pada stasiun 1 titik 1 sedangkan

nilai DO terendah di temukan pada stasiun 2. Rendahnya nilai konsentrasi DO

(51)

0

masuk ke perairan. Menurut Salmin (2005), perairan dapat dikatagorikan sebagai

perairan yang baik dan tingkat pencemarannya rendah jika kadar oksigen

terlarutnya > 5 ppm.

Selain tingginya beban limbah yang masuk perairan, proses pengadukan

sedimen oleh arus menyebabkan perairan menjadi keruh diduga turut

mempengaruhi sinar matahari tidak dapat menembus kolom perairan, sehingga

proses fotosintesis tidak dapat berlangsung dengan baik.

Baku mutu kadar DO untuk kualitas air kelas I berdasarkan Peraturan

Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 (Pemerintah Republik Indonesia, 2001) adalah

sebesar 6 ppm keatas. Kandungan DO di Kreung Meureubo daerah hilir

memenuhi baku mutu.

4.3.2.3. COD (Chemical Oxygen Demand )

Nilai oksigen terlarut dalam penelitian di Daerah Aliran Sungai (DAS)

(52)

Hasil pengukuran COD selama pengamatan menunjukkan kisaran nilai

4,8-8 mg/l. N ilai konsentrasi COD tertinggi terjadi pada stasiun 3 titik 2 dengan

nilai 8 mg/l sedangkan nilai COD terendah di temukan pada stasiun 2 titik 1

dengan nilai 4,8 mg/l. Warlina (2004) nilai COD pada perairan yang tidak

tercemar biasanya kurang dari 20 mg/l. Hal ini berarti berdasarkan hasil

pengukuran, bahwa perairan Hilir Krueng Meureubo kategori baik karena nilai

COD nya di bawah 20 mg/l, perairan yang memiliki nilai COD tinggi tidak di

inginkan bagi kepentingan pertanian maupun perikanan (Effendi, 2003).

Baku mutu kadar COD untuk kualitas air kelas I berdasarkan Peraturan

Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 (Pemerintah Republik Indonesia, 2001) adalah

sebesar 10 mg/l kebawah. Kandungan COD di Kreung Meureubo daerah hilir

memenuhi baku mutu.

4.3.2.4. BOD (Chemical Oxygen Demand)

Hasil pengukuran kandungan BO D pada DAS Hilir Keung Meureubo

adalah sebagai berikut: Stasiun pertama titik pertama 5,3659 mg/l dan titik kedua

2,7642 mg/l stasiun kedua titik pertama 2,1138 mg/l dan titik kedua 4,7154 mg/l

sedangkan stasiun tiga titik pertama 3,4146 mg/l dan titik kedua 6,0163 mg/l,

(53)

0

Gambar 10. Hasil pengukuran BOD tiap pengamatan

Hasil pengukuran BOD selama pengamatan menunjukkan kisaran nilai

2,1138 - 6,0163 mg/l. N ilai konsentrasi BO D tertinggi terjadi pada stasiun 3 titik 2

dengan nilai 6,0163 mg/l sedangkan nilai BOD terendah di temukan pada stasiun

2 titik 1 dengan nilai 2,1138 mg/l. Menurut Salmin (2005), berdasarkan kadar

oksigen biokimia (BOD) maka tingkat pencemaran Hilir Kreung Meureubo

tergolong rendah dan termasuk kategori perairan yang baik (kadar BO D 1-10

mg/l). Bedasarkan baku mutu kadar BOD untuk kualitas air kelas I berdasarkan

Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 (Pemerintah Republik Indonesia,

2001) adalah sebesar 2 mg/l dan 6 mg/l. Kandungan BOD di Hilir Kreung

Meureubo tidak memenuhi baku mutu air kelas I, maka daerah tersebut tercemar.

4.3.2.5. NH3 (Amonia)

Amoniak berupa gas yang berbau tidak enak sehingga kadarnya harus rendah,

pada air minum kadarnya harus nol sedangkan air surgai kadarnya 0.5 mg/l. Hasil

penelitian didaerah Daerah Aliran Sungai (DAS) Hilir Kreung Meureubo bahwa

NH3 tidak Nampak (0), karena pada saat pengambilan sampel diambi pada atas

permukaan perairan tersebut tidak berbau sebab pada saat itu perairan agak deras

Gambar

Gambar 1. Peta lokasi Penelitian Krueng Meureubo (BAPEDA Aceh Barat, 2001)
Tabel 1. Alat yang digunakan dalam penelitian.
Tabel 2. Bahan yang digunakan dalam penelitian.
Tabel 3, Hubungan Antara Nilai Indeks Pencemaran Dengan Mutu Perairan
+7

Referensi

Dokumen terkait

menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “ ANALISIS DAYA DUKUNG SUMBERDAYA AIR DI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) TELOMOYO KABUPATEN KEBUMEN TAHUN 2016 (Untuk

Status kondisi perairan di sungai-sungai yang bermuara di Teluk Palabuhan Ratu bagi kehidupan ikan sidat adalah sebagai berikut: Sungai Cimaja bagian hulu dan hilir memiliki

Model perubahan parameter kualitas air dapat digunakan untuk memprakirakan nilai kualitas air setiap segmen dari hulu sampai hilir dengan adanya baku mutu air di Daerah Aliran

Status kondisi perairan di sungai-sungai yang bermuara di Teluk Palabuhan Ratu bagi kehidupan ikan sidat adalah sebagai berikut: Sungai Cimaja bagian hulu dan hilir memiliki

Aktivitas manusia pada Daerah Aliran Sungai (DAS) menjadi isu penting yang berdampak langsung dan serius terhadap kualitas perairan sungai yang bermuara di perairan pesisir,

Pada belokan di hilir dari hasil simulasi pola aliran tanpa pilar besaran kecepatan aliran di titik tinjauan V6 (melintang sungai) dengan jarak 50 m dari

Kualitas perairan di Sungai Musi bagian hilir di kelompokkan menjadi tiga kelompok besar, Kelompok pertama ; tercemar berat mulai dari stasiun Musi Kramasan, Muara Ogan,

Untuk mendapatkan gambaran mengenai struktur komunitas makrozoobentos pada 18 stasiun lokasi penelitian di perairan Sungai Musi bagian hilir maka dilakukan analisa data yang