SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Fisika
Disusun Oleh : Mega Nofika
141424055
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
iv
“ PEMIMPIN bukanlah mereka yang tidak pernah gagal, melainkan mereka yang tidak pernah berhenti untuk terus BERJUANG ”
“ Saat orang lain tidak benar, saya tetap merespon BENAR. Saat situasi tidak benar, saya tetap merespon BENAR ”
Karya ini kupersembahkan :
Kepada Yesus Kristus, TUHAN, Penyelamat dan Sahabatku
Kedua orangtua tercintaku I Nyoman Yohanes dan Ni Nyoman Ariani
Kakak Heni Arsiyani dan Adik Yoga Pramudia
Keluarga rohaniku “Victorious Home”
Terimakasih untuk setiap dukungan, doa, cinta, kasih serta pengorbanan yang tiada
vii
Mega Nofika. 2019. Pengembangan Keterampilan Bertanya Siswa Dalam Pembelajaran Tentang Vektor Menggunakan Model Pembelajaran Problem Composing. Program Studi Pendidikan Fisika, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah model pembelajaran problem composing dapat mengembangkan keterampilan bertanya siswa dan mengetahui peningkatan pemahaman siswa tentang materi vektor dalam proses pembelajaran. Penelitian ini merupakan penelitian deskritif kualitatif dan kuantitatif. Peningkatan keterampilan bertanya siswa dilihat dengan menganalisis kualitas pertanyaan dan jumlah pertanyaan berdasarkan rubrik keterampilan bertanya dan analisis pertanyaan menurut Taksonomi Bloom pada setiap pertemuan. Peningkatan pemahaman siswa diukur dengan pretest dan post-test menggunakan tes tertulis berupa multiple choice.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (i) model pembelajaran problem
composing dapat mengembangkan keterampilan bertanya siswa. Pertanyaan yang diajukan oleh siswa adalah pertanyaan dengan rata-rata persentase 66,7% pada ketegori sedang, dalam tingkat pengetahuan dengan rata-rata jumlah pertayaan pada frekuensi rendah (pertemuan I), pertanyaan dengan rata-rata persentase 50% pada kategori rendah, dalam tingkat pengetahuan dengan jumlah pertanyaan pada frekuensi rendah (pertemuan II), dan pertanyaan dengan rata-rata persentase 83,3% pada kategori tinggi, dalam tingkat memahami dan menerapkan dengan jumlah pertanyaan pada frekuensi sedang (pertemuan III). (ii) Pembelajaran menggunakan model problem composing dapat meningkatkan pemahaman siswa.
viii
Mega Nofika. 2019. The Development of Students’ Questioning Skills in Learning about Vectors Using Problem Composing Learning Models. Physics Education Study Program, Department of Mathematics and Science Education, Teachers Training and Education Faculty, Sanata Dharma University.
This study aims to determine whether the problem composing learning models can develop students’ skill in questioning, knowing the improvement in students’ understanding of vector material in learning process. This study is descriptive qualitative and quantitative research. Improving students’ skills in questioning can be seen by analyzing the quality of questions and the number of questions based on the question of skill rubric and question analysis according to Bloom’s Taxanomy at each meeting. The increasing of students’ understanding was measured by pretest and post-test using a written test in the form of multiple choices.
The results of this research show that: (i) problem composing learning models can develop the students’ questioning skills. The questions posed by students are questions with an average percentage 66,7% in the medium category, in the level knowledge with the average number of questions at low frequencies (meeting I), the questions with an average percentage of 50% in low category, in level of knowledge with the number of questions at low frequency (meeting II), and questions with an average percentage 83,3% in high category, in the level of understanding and applying with the number of questions at the medium frequency (meeting III). (ii) Learning using problem composing models can increase the students’ understanding.
ix
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yesus Kristus karena atas kasih dan bimbinganya, penulis dapat menyelesaikan laporan penelitian yang berjudul “PENGEMBANGAN KETERAMPILAN BERTANYA SISWA DALAM PEMBELAJARAN TENTANG
VEKTOR MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM COMPOSING”
Adapun skripsi ini dibuat untuk memperoleh gelar sarjana di Program Studi
Pendidikan Fisika Univerisitas Sanata Dharma. Penulis menyadari bahwa tanpa adanya
bantuan, bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, skrispsi ini tidak akan dapat
tersusun. Untuk itu penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Tuhan Yesus Kristus atas segala berkat dan kasih-Nya sehingga skripsi ini
dapat terselesaikan.
2. Bapak Drs. Tarsisius Sarkim M.Ed., Ph.D. selaku Dosen Pembimbing yang telah
berkenan meluangkan waktu, tenaga, pikiran, dan dengan sabar memberikan
bimbingan, bantuan, pengarahan, serta saran sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini.
3. Bapak Drs. Aufridus Atmadi selaku dosen pembimbing akademik yang telah
mendampingi penulis selama belajar di Program Studi Pendidikan Fisika Sanata
Dharma.
4. Bapak Dr. Ignatius Edi Santosa, M.S selaku Ketua Program Studi Pendidikan
Fisika, dan segenap dosen Pendidikan Fisika Universitas Sanata Dharma yang
telah membimbing, mendidik, membagikan ilmu, dan pengalaman hidup kepada
x
selama belajar di Universitas Sanata Dharma.
6. Suster Kepala SMA Kasih yang telah mengizinkan penulis untuk melakukan
penelitian di SMA tersebut.
7. Ibu Fero S.Pd selaku guru mata pelajaran fisika SMA Kasih yang telah
memberikan masukan dan membantu penulis selama proses pengambilan data
skripsi.
8. Peserta didik kelas X IPA SMA Kasih yang telah bersedia meluangkan waktu
dan pikiran sebagai subjek penelitian.
9. Keluarga besar SMA Kasih atas bantuan dan kerjasamanya.
10. Papa, Mama, Kakak dan Adik yang selalu berdoa dan memberikan dukungan
selama proses penyusunan skripsi.
11.Sahabat-sahabat terkasihku “Partner in Crime (Oma, Emak, Tutuk, Cah
Lampung, Malaikat, Nonge)” yang telah menjadi sahabat terbaik selama studi,
mengingatkan dan memberikan masukan dan saran dalam proses penyusunan
skrispsi ini.
12. Ponakan tercinta (Meldayanti), partner pelayananku (Hugo, Aaron, Kevin), dan
Yeni yang selalu memberikan semangat dan perhatian.
13. Keluarga rohaniku “Victorious Home” yang selalu memberi motivasi, semangat
dan mendukung dalam doa.
14. Teman-teman Pendidikan Fisika 2014 yang dengan caranya masing-masing
mendukung dan memberi semangat dalam proses menyelesaikan skripsi ini.
15.Untuk semua pihak yang terlibat dalam penyelesaian skripsi ini, yang tidak
xi
pengetahuan. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata
sempurna, maka penulis mengharapkan masukan, saran, serta kritik dari
pembaca yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini.
Yogyakarta, 21 Januari 2019
xii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING...ii
HALAMAN PENGESAHAN...iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA………...v
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIK………...vi
ABSTRAK ... vi
ABSTRACT ... viii
KATA PENGANTAR ... ix
DAFTAR ISI………..xii
DAFTAR TABEL ... xiv
DAFTAR GAMBAR ... xv
DAFTAR LAMPIRAN ... xvi
BAB I PENDAHULIUAN ... 1
D. Kemampuan Bertanya yang Akan Dikembangkan ... 21
E. Besaran Vektor Dan Skalar ... 23
BAB III METODE PENELITIAN ... 35
A. Jenis Penelitian ... 35
B. Populasi dan Sampel ... 35
C. Waktu dan Tempat Penelitian ... 36
xiii
G. Teknik Analisis Data ... 50
BAB IV HASIL PENELITIAN ... 59
A. Pelaksanaan Penelitian ... 59
B. Analisis Data ... 63
C. Pembahasan ... 86
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 93
A. Kesimpulan ... 93
B. Saran ... 94
DAFTAR PUSTAKA ... 95
xiv
Tabel 2.2 Perbandingan Taksonomi Bloom dan Revisiannya ... 14
Tabel 2.3. Uraian Komponen-komponen Vektor ... 29
Tabel 3.1 Kisi-kisi Soal Vektor ... 39
Tabel 3.2. Pembelajaran Pada Pertemuan I ... 45
Tabel 3.3. Pembelajaran Pada Pertemuan II ... 47
Tabel 3.4. Pembelajaran Pada Pertemuan III ... 49
Tabel 3.5 Rubrik Penilaian Lembar Observasi Keterampilan Bertanya Oleh Siswa ... 50
Tabel 3.6. Rubrik Penilaian Keterampilan Bertanya oleh Siswa ... 54
Tabel 3.7 Taksonomi Tingkatan Kognitif ... 54
Tabel 3.8 Lembar Keterampilan Bertanya oleh Siswa ... 56
Tabel 3.9 Jumlah Pertanyaan yang Diajukan Oleh Siswa ... 56
Tabel 3.10. Kriteria Keterampilan Bertanya oleh Siswa ... 57
Tabel 4.1. Kualitas dan Rumusan Pertanyaan pada Pertemuan 1 ... 65
Tabel 4.2 Kualitas dan Rumusan Pertanyaan pada Pertemuan 2 ... 69
Tabel 4.3. Kualitas dan Rumusan Pertanyaan pada Pertemuan 3 ... 74
Tabel 4.4 Jumlah Pertanyaan yang Diajukan Siswa Pada Pertemuan I ... 81
Tabel 4.5 Jumlah Pertanyaan yang Diajukan Siswa Pada Pertemuan II ... 82
Tabel 4.6 Jumlah Pertanyaan yang Diajukan Siswa Pada Pertemuan III... 83
Tabel 4.7 Data Hasil Pretest dan Post-test Siswa ... 84
Tabel 4.8. Hasil Analisis Uji-T Dependen ... 86
Tabel 4.9. Kriteria Kualitas dan Rumusan Pertanyaan Siswa ... 87
xv
Gambar 2.2 Resultan vektor A + B, dengan metode jajaran genjang ... 26
Gambar 2.3 Resultan vektor A + B, dengan metode segitiga ... 27
Gambar 2.5 Penjumlahan vektor dengan metode poligon ... 28
Gambar 2.6 Komponen-komponen sebuah vektor... 29
Gambar 2.7 Perkalian vektor A dan B ... 31
Gambar 2.8 Perkalian vektor ... 32
xvi
Lampiran 3: Rancangan Proses Pembelajaran (RPP) ... 100
Lampiran 4: Soal Pretest ... 113
Lampiran 5: Soal Post-test ... 117
Lampiran 6: Kunci Jawaban Pretest ... 121
Lampiran 7: Kunci Jawaban Post-test ... 122
Lampiran 8: Hasil Pretest ... 123
Lampiran 9: Hasil Post-test ... 126
Lampiran 10: Daftar Pertanyaan Siswa A Pada Setiap Pertemuan ... 129
Lampiran 11: Daftar Pertanyaan Siswa B Pada Setiap Pertemuan ... 132
1 BAB I
PENDAHULIUAN
A. Latar Belakang
Dalam pembelajaran fisika, siswa dilatih untuk mengembangkan
keterampilan-keterampilan ilmiah untuk medukung siswa agar menjadi
lebih kreatif dan inovatif. Rustaman (2005:6) dalam penelitiannya
mengatakan kemampuan dasar bekerja ilmiah di jenjang pendidikan dasar
dan menengah banyak berisikan keterampilan proses yang mencangkup
keterampilan mengajukan pertanyaan, melakukan pengamatan (observasi),
mengelompokkan (klarifikasi), melakukan inferensi, menafsirkan,
merencanakan percobaan, dan merumuskan hipotesis.
Dalam penelitian ini, peneliti akan membahas tentang keterampilan
ilmiah siswa dalam mengajukan pertanyaan (bertanya) pada proses
pembelajaran fisika berlangsung. Bertanya adalah sesuatu hal yang sangat
umum dilakukan dalam dunia pendidikan. Guru seringkali bertanya
dengan berbagai tujuan, misalnya untuk mengukur pemahaman siswa,
untuk merangsang siswa berpikir dan untuk mengontrol kelas. Demikian
juga tujuan siswa bertanya, misalnya untuk mendapatkan penjelasan,
sebagai ungkapan rasa ingin tahu, bahkan sekedar untuk mendapat
Sebenarnya seberapa penting suatu pertanyaan diajukan saat proses
pembelajaran? Berdasarkan pengalaman selama melaksanakan PPL,
banyak siswa yang enggan untuk bertanya. Beberapa alasan mengapa
siswa enggan bertanya yaitu siswa tidak memiliki kepercayaan diri dalam
bertanya, siswa malu ditertawakan oleh teman-temannya, siswa takut
dimarahi oleh guru saat bertanya. Menurut Agatha Ferry Wahyu Susanti
dalam skripsinya, penyebab siswa malas untuk bertanya adalah kesulitan
untuk merangkai kalimat (membuat pertanyaan), malu, dan takut salah.
Munif Chatif (2016) dalam bukunya “ Presents Learn, Biarkan Anak
Bertanya” mengatakan bahwa penyebab anak tidak mau bertanya adalah
karena anak belum tahu cara bertanya. Akibatnya banyak siswa yang tidak
mengerti dan memahami materi yang disampaikan khususnya dalam
pelajaran fisika.
Namun tidak semua anak enggan bertanya. Ada beberapa anak
yang aktif bertanya. Hal ini harus dipertahankan agar anak tetap bisa aktif
di dalam kelas. Tetapi guru harus mengarahkan anak didiknya agar
pertanyaan yang diajukan oleh anak bisa dikembangkan lagi menjadi
lebih kompleks.
Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk mengembangkan
kemampuan bertanya siswa, baik itu kuantitas maupun kualitas pertanyaan
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
1. Apakah model pembelajaran Problem Composing dapat
mengembangkan keterampilan bertanya siswa?
2. Bagaimana peningkatan pemahaman siswa tentang materi vektor
dalam proses pembelajaran ?
C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah maka tujuan dari penelitian sebagai berikut:
1. Mengetahui apakah model pembelajaran Problem Composing
dapat mengembangkan keterampilan bertanya siswa.
2. Mengetahui peningkatan pemahaman siswa tentang materi vektor
dalam proses pembelajaran.
D. Batasan Masalah
Penelitian ini dibatasi pada:
1. Siswa yang diupayakan mengalami pengembangan keterampilan
bertanya adalah siswa kelas X SMA Kasih.
2. Pertanyaan yang diajukan dalam pembelajaran adalah pertanyaan
ilmiah yang berkaitan dengan materi vektor.
3. Jenis pertanyaan yang ingin dikembangkan adalah kemampuan
E. Manfaat Penelitian
1. Guru
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan gagasan/ide yang
baru bagi guru dalam melatih siswa bertanya saat proses
pembelajaran berlangsung.
2. Siswa
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan pemahaman baru
pada siswa tentang cara bertanya yang baik, serta melatih siswa
untuk berani mengemukakan pertanyaan didepan guru dan siswa
5 BAB 2
DASAR TEORI
A. Pendekatan Ilmiah
Pendekatan ilmiah (scientific approach) meliputi menggali informasi
melalui observation/pengamatan, questioning/bertanya, experiment/percobaan,
mengolah data atau informasi, menyajikan data atau informasi, menganalisis,
associating/menalar, menyimpulkan dan menciptakan serta membentuk
jaringan/networking (Hosnan, 2014:37).
Menurut Hosnan (2014:38) pendekatan ilmiah/scientific approach
mempunyai kriteria proses pembelajaran sebagai berikut:
a. Materi pembelajaran berbasis pada fakta atau fenomena yang dapat
dijelaskan dengan logika atau penalaran tertentu.
b. Penjelasan guru, respons siswa, dan interaksi edukatif guru-siswa
terbebas dari prasangka yang serta merta, pemikiran subyektif, atau
penalaran yang menyimpang.
c. Mendorong dan menginspirasi siswa berpikir kritis, analitis, dan tepat
dalam mengidentifikasi, memahami, memecahkan masalah, dan
mengaplikasikan materi pembelajaran.
d. Mendorong dan menginspirasi siswa berpikir hipotetik dalam melihat
perbedaan, kesamaan atau tautan satu sama lain dari materi
e. Mendorong dan menginspirasi siswa mampu memahami, menerapkan,
dan mengembangkan pola berpikir yang rasional dan objektif dalam
merespons pembelajaran.
f. Berbasis pada konsep, teori dan fakta empiris yang dapat
dipertanggungjawabkan.
g. Tujuan pembelajaran dirumuskan secara sederhana dan jelas, namun
menarik sistem penyajiannya.
B. Bertanya
1. Pengertian Bertanya
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia bertanya berasal dari kata
dasar “tanya” yang memiliki arti meminta keterangan (penjelasan dsb);
meminta supaya diberi tahu (tentang sesuatu). Pertanyaan dalam
kehidupan sehari-hari biasanya bertujuan memperoleh informasi mengenai
hal yang belum diketahui (Bolla, 1983:2). Bertanya adalah sesuatu hal
yang sangat umum dilakukan dalam dunia pendidikan.
Istilah “pertanyaan” tidak selalu dalam bentuk “kalimat tanya”,
melainkan juga dapat dalam bentuk pernyataan, asalkan keduanya
menginginkan tanggapan verbal. Bentuk pertanyaan, misalnya: apakah
ciri-ciri kalimat efektif? Bentuk pernyataan, misalnya: sebutkan ciri-ciri
kalimat efektif (Hosnan, 2014 : 49). Guru seringkali bertanya dengan
berbagai tujuan, misalnya untuk mengukur pemahaman siswa, untuk
merangsang siswa berpikir dan untuk menontrol kelas. Demikian juga
ungkapan rasa ingin tahu, bahkan sekedar untuk mendapat perhatian
(Widodo. A. 2006:2).
Bertanya sangat penting untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas
dalam proses belajar mengajar. Masih banyak siswa yang belum secara
aktif bertanya dalam proses pembelajaran. Menurut Hosnan (2014:49)
penyebab kurangnya siswa memberanikan diri untuk bertanya
dikarenakan:
a. Siswa merasa dirinya tidak lebih tahu daripada guru, sebagai akibat
dari kebiasaan belajar yang satu arah
b. Adanya ganjalan psikologis karena guru lebih dewasa dari pada usia
siswa
c. Kurang kreatifnya guru untuk mengajukan persoalan-persoalan yang
menantang siswa untuk bertanya.
Oleh karena itu, guru memiliki peran penting dalam meningkatkan
kemampuan bertanya siswa. Berdasarkan pendapat Hosnan (2014:49) di
atas, guru perlu mencairkan hambatan psikologis antara guru dengan siswa
dan memperkaya topik-topik pembelajaran yang aktual dengan
perkembangan dan konstektual dengan kebutuhan siswa. Guru perlu
membimbing dan melatih siswa untuk dapat mengajukan
pertanyaan-pertanyaan tentang hasil pengamatan objek yang konkret sampai pada
yang abstrak berkenaan dengan fakta, konsep, prosedur ataupun hal yang
lebih abstrak. Semakin siswa terlatih dalam bertanya, maka rasa ingin tahu
2. Pentingnya Mengajukan Pertanyaan
Beberapa hal yang perlu diketahui dan dipahami dalam
mengembangkan keterampilan bertanya yaitu “apa pentingnya
keterampilan bertanya?”, “mengapa siswa dilatih bertanya?” “apa tujuan
dari melatih keterampilan bertanya siswa?”
Hariyadi (2014) dalam jurnalnya yang berjudul Bertanya, Pemicu
Kreativitas Dalam Interaksi Belajar mengatakan bahwa bertanya sangat
penting karena bertanya merupakan metode untuk mengungkapkan rasa
ingin tahu terhadap jawaban yang tidak atau belum diketahui. Bertanya
adalah sesuatu hal yang sangat penting, semua pengetahuan berasal dari
bertanya, karena dengan bertanya menunjukan rasa ingin tahu,
menunjukkan minat, dan mengarah pada penyelidikan untuk memperoleh
pengetahuan.
Sesuai dengan kriteria pembelajaran dalam pendekatan
ilmiah/scientific, meningkatkan keterampilan bertanya didalam
pembelajaran bertujuan agar siswa mampu berpikir kritis, analitis, dan
tepat dalam mengidentifikasi, memahami, memecahkan masalah, dan
mengaplikasikan materi pembelajaran. Siswa mampu berpikir hipotetik
dalam melihat perbedaan, kesamaan atau tautan satu sama lain dari materi
pembelajaran. Siswa mampu memahami, menerapkan, dan
mengembangkan pola berpikir yang rasional dan objektif dalam
Dengan demikian,keterampilan bertanya merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dalam meningkatkan kualitas proses dan hasil
pembelajaran. Bertanya sangat penting didalam proses pembelajaran,
pentingnya mengembangkan keterampilan bertanya agar pola pikir siswa
lebih terbuka. Tujuan dari melatih siswa bertanya adalah meningkatkan
pola pikir siswa agar siswa mampu berpikir kritis, meningkatkan daya
pikir siswa dalam memecahkan masalah, serta mampu mengembangkan
pola pikir yang rasional dan objektif dalam meresponi pembelajaran.
3. Ukuran dan Ciri-ciri Pertanyaan Ilmiah yang Baik
Pertanyaan ilmiah yang baik adalah pertanyaan yang dapat
mengarah ke hipotesis dan membantu kita dalam menjawab (atau mencari
tahu) alasan untuk beberapa pengamatan. Pertanyaan ilmiah yang baik
dapat didefinisikan, dapat diukur dan dapat dikontrol.
Pertanyaan ilmiah yang baik memiliki karakteristik sebagai
berikut:
a. Pertanyaan ilmiah yang baik adalah pertanyaan yang memiliki jawaban
yang dapat diuji. Contoh: “mengapa itu bintang?” (bukan pertanyaan
ilmiah). “materi apa saja yang terkandung di dalam bintang?” (contoh
pertanyaan ilmiah).
b. Pertanyaan ilmiah yang baik dapat diuji dan dapat dijawab dengan
merancang dan melakukan percobaan. Contoh: “Dari mana matahari
terhadap radiasi matahari, saat menggunakan lotion tabir surya SPF 30
dan saat tidak menggunakan lotion tabir surya ?” (pertanyaan ilmiah)
c. Pertanyaan ilmiah yang baik didasarkan pada pengetahuan awal (apa
yang sudah diketahui, konsep awal). Contoh: “apakah pupuk membuat
rumput tumbuh lebih hijau?” (bukan pertanyaan ilmiah). “ Jenis pupuk
apa yang dapat membuat rumput tumbuh lebih hijau?” (pertanyaan
ilmiah)
d. Pertanyaan ilmiah yang baik ketika dijawab, mengarah ke pertanyaan
baik lainnya. Contoh: “apa itu flu?” (bukan pertanyaan ilmiah).
“bagaimana cara flu menyerang sistem kekebalan tubuh manusia?”
(pertanyaan ilmiah)
Menurut Hosnan (2014: 51) ciri-ciri pertanyaan yang baik dalam
“Pendekatan Saintifik dan Konstektual dalam Pembelajaran Abad 21”
sebagai berikut:
a. Singkat dan jelas
Pertanyaan yang baik adalah pertanyaan yang mudah dipahami,
tidak panjang lebar, tetapi langsung tertuju pada inti dari pertanyaan
tersebut.
b. Memiliki fokus
Pertanyaan yang diajukan harus memiliki fokus, tentang apa yang
c. Bersifat probing atau divergen
Istilah probing memiliki arti berusaha memperoleh keterangan
yang lebih jelas atau lebih mendalam. Sedangkan divergen memiliki
arti kata “berbeda”. Kaitannya dalam hal ini adalah pertanyaan yang
diajukan harus bervariasi dan memiliki arti yang jelas dan dalam.
d. Memiliki intonasi yang jelas
Penekanan pada kata-kata tertentu dalam suatu pertanyaan perlu
dilakukan, agar memiliki fokus yang jelas yang terkandung dalam
setiap pertanyaan yang diajukan.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Rizky Lestari “Profil Keterampilan
Bertanya Siswa pada Pembelajaran Biologi SMAN 1 Bandar Lampung Tahun
Pelajaran 2016/2017”, menjelaskan aspek profil keterampilan bertanya sebagai
kriteria untuk mengukur pertanyaan yang baik sebagai berikut:
a. Frekuensi pertanyaan
Dalam KBBI frekuensi memiliki pengertian yaitu jumlah pemakaian suatu
unsur bahasa dalam suatu teks atau rekaman. Dalam hal ini frekuensi
pertanyaan adalah banyaknya jumlah pertanyaan yang ditanyakan oleh
siswa saat proses pembelajaran berlangsung.
b. Substansi Pertanyaan
Dalam KBBI substansi memiliki pengertian yaitu watak yang sebenarnya
dari sesuatu; isi; pokok; inti. Jadi dapat dikatakan bahwa substansi
pertanyaan adalah kualitas pertanyaan yang diajukan oleh siswa berkaitan
Bahasa yang digunakan siswa ketika mengajukan pertanyaan. Di dalam
proses pembelajaran, guru harus menggunakan bahasa yang baku dalam
menyampaikan meteri ke pada siswa. Begitu juga saat siswa berbicara atau
bertanya kepada guru, siswa harus menggunakan bahasa standar atau
bahasa yang baku, serta menggunakan kata tanya apa, siapa, kapan,
dimana, mengapa dan bagaimana.
c. Kesopanan dalam mengajukan pertanyaan
Hal yang perlu saat siswa mengajukan pertanyaan kepada guru, pertama
siswa harus memperhatikan waktu dan situasi. Artinya siswa harus
mengajukan pertanyaan saat guru tidak sedang berbicara dan guru telah
memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya. Kedua siswa harus
memperhatikan sikap diri dalam bertanya. Sikap diri yang baik saat
bertanya adalah siswa mengangkat tangan dan memperkenalkan diri
sebelum mengajukan pertanyaan di dalam kelas.
4. Tingkatan Pertanyaan
Guru harus memahami kualitas pertanyaan, dan memberikan
contoh kepada siswa dalam menyampaikan pertanyaan serta memberikan
jawaban secara baik dan benar. Taksonomi atau pengelompokan
pertanyaan yang baik dan benar memiliki bobot atau kualitas yang dapat
digambarkan pada tingkatan kognitif. Hosnan (2014: 53) menggambarkan
tingkatan kognitif yang lebih rendah hingga yang lebih tinggi sebagai
Tabel 2.1. Taksonomi Tingkatan Kognitif
Tingkatan Subtingkat Kata-kata kunci pertanyaan Kognitif yang
lebih rendah
Pengetahuan (knowledge) Apa ...
Siapa ...
Penerapan (application) Menggunakan ...
Menunjukan ...
Membuat....
Mendemonstrasikan ...
Mencari hubungan ...
Menuliskan contoh ...
Mengklasifikasikan ...
Kognitif yang lebih tinggi
Analisis (analysis) Mengalisis ...
Mengemukakan bukti-bukti ...
Mengapa ...
Mengidentifikasi ...
Menunjukkan penyebab...
Memberikan alasan-alasan ...
Sintesis (synthesis) Meniptakan ...
Menyusun ...
Merancang ...
Bagaimana kita dapat
memecahkan ...
Apa yang terjadi seandainya ...
Bagaimana kita dapat
memperbaiki ...
Putu Ayub dan Edi Sujoko dalam “Revisi Taksonomi Pembelajaran Benyamin
S. Bloom” mendeskripsikan tentang perubahan Taksonomi Bloom. Berikut adalah
perbandingan Taksonomi Asli dengan Taksonomi Revisi, yang disajikan dalam
tabel :
Tabel 2.2 Perbandingan Taksonomi Bloom dan Revisiannya Struktur Taksonomi Asli Struktur Taksonomi Revisi 1.0 PENGETAHUAN
1.1 Pengetahuan tentang hal-hal khusus
1.2 Pengetahuan tentang cara dan sarana untuk menangani hal-hal khusus
1.3Pengetahuan tentang hal-hal
umum/universal dan
Evaluasi (evaluation) Berilah pendapat ...
3.0 APLIKASI 3.0 MENERAPKAN
4.2 Analisis saling hubungan 4.3 Analisis prinsip-prinsip
5.1Produksi komunikasi yang khas
5.2 Produksi rencana, atau seperangkat pelaksana
6.1 Evaluasi dengan bukti internal
6.2 Evaluasi dengan kriteria eksternal
6.0 MENCIPTAKAN
6.1 Merumuskan/Membangun
6.2Merencanakan
6.3Memproduki
Parera dalam “Keterampilan bertanya dan menjelaskan” (1986:15)
menjelaskan tentang taksonomi bertanya sebagai berikut:
a. Mengingat/Menghafal
Siswa ingat atau mengenal, mengulangi kembali informasi.
b. Menterjemahkan
Menterjemahkan disini berarti mengatakan kembali sesuatu hal dengan
mempergunakan simbol-simbol yang lain atau dengan bahasa yang lain
c. Menginterpretasi
Siswa menemukan hubungan antara fakta dan kejadian, generalisasi,
definisi, nilai, dan keterampilan yang lain.
d. Mengaplikasi
Siswa menyelesaikan masalah dalam kehidupan yang nyata, siswa dapat
mengidentifikasi, siswa dapat memilih dan siswa dapat menerapkan
generalisasi dan keterampilannya.
e. Menganalisis
Siswa dapat menyelesaikan masalah dengan pengetahuan yang dimiliki
dan dapat membentuk pikirannya.
f. Mensintesis
Siswa dapat menyelesaikan masalah yang menuntut adanya originalitas
dan satu kegiatan berpikir yang kreatif.
g. Mengevaluasi
Siswa membuat pertimbangan dan penilaian atas baik dan buruk, benar
dan salah, berdasarkan pengetahuan yang ia miliki.
C. Problem Composing
Suparno (2006:100) dalam bukunya yang berjudul “Metodologi
Pembelajaran Fisika” mengemukakan bahwa model pembelajaran problem
composing adalah model pembelajaran dimana siswa belajar fisika lewat
menyusun persoalan atau pertanyaan . Setelah siswa selesai menyusun
mengumpulkan persoalan dan pertanyaan tersebut, dan akhirnya para
siswa sendiri yang akan mengerjakan atau menjawab pertanyaan tersebut.
Model pembelajaran problem composing pernah digunakan oleh Imas
Ratna dkk (2011) dalam penelitiannya yang berjudul “Perbandingan
Penerapan Model Pembelajaran Problem Composing dengan Model
Pembelajaran Problem Posing Tipe Pre Solution Posing terhadap Hasil
Belajar Fisika Siswa Di SMA 72 Jakarta”. Arnold dan Erwin (2015) juga
melakukan penelitian menggunakan model pembelajaran problem
composing, dalam penelitiannya yang berjudul “Pengaruh Penerapan
Model Pembelajaran Problem Composing Terhadap Hasil Belajar Siswa
SMA 2 Maumere”.
Penelitian yang dilakukan oleh Imas Ratna E. dkk (2011:80),
menjelaskan bahwa Model pembelajaran problem composing merupakan
penyajian kepada siswa situasi masalah yang nyata dan berarti yang dapat
memberikan kemudahan kepada mereka untuk menyusun persoalan atau
pertanyaan. Proses belajar-mengajar yang berorientasi pada model
pembelajaran problem composing membantu siswa untuk menjadi
mandiri. Siswa yang mandiri dan otonom yang percaya kepada
keterampilan intelektual mereka sendiri memerlukan keterlibatan aktif
dalam lingkungan.
Secara garis besar problem composing merupakan model pembelajaran
yang berpusat pada siswa, dimana siswa diajak belajar lewat menyusun
dipelajari. Model pembelajaran ini berpusat pada siswa, siswa diajak untuk
aktif dalam berpikir serta tidak ada batasan yang diberikan selama setiap
persoalan atau pertanyaan yang disusun siswa tidak menyimpang dari
materi yang sedang dibahas. Keuntungan model ini adalah persoalan atau
pertanyaan yang muncul pada siswa dapat lebih bervariasi daripada yang
disiapkan oleh guru sendiri, dengan demikian guru nantinya dapat lebih
mudah menekankan konsep yang perlu dipelajari siswa (Suparno,
2006:100).
1. Langkah-langkah Model Pembelajaran Problem Composing
Suparno (2006:101) dalam bukunya yang berjudul “ Metodologi
Pembelajaran Fisika” mengemukakan langkah-langkah model
pembelajaran problem composing sebagai berikut:
a. Guru menyajikan fenomena yang menimbulkan rasa ingin tahu
dalam pembelajaran sesuai dengan materi yang akan diajarkan.
b. Siswa dalam kelompok diminta untuk membuat beberapa
pertanyaan berkaitan dengan fenomena dan topik yang disajikan
oleh guru. Ada baiknya tiap kelompok membuat 3-5 pertanyaan.
c. Masing-masing siswa di kelompok menilai pertanyaan yang telah
dibuat sesuai dengan kriteria pertanyaan yang baik. Kemudian
kelompok memlih tiga pertanyaan yang dinilai sebagai pertanyaan
d. Setiap pertanyaan yang telah dinilai dikumpulkan, kemudian guru
mengurutkan pertanyaan yang sama, dan membagikannya kedalam
kelompok.
e. Siswa diminta dalam kelompok mencari jawaban dari pertanyaan
atau pemecahan persoalan yang sudah diurutkan oleh guru.
f. Pekerjaan siswa dipresentasikan di depan kelas, sehingga semua
siswa dapat ikut mengerti bagaimana jawaban pemecahan
persoalan tersebut.
g. Kalau soalnya banyak, dapat juga dibagi dalam kelompok dengan
tugas masing-masing beberapa pertanyaan.
h. Guru memberi tambahan sejauh yang diperlukan.
Imas Ratna E dkk (2011:80) juga merumuskan langkah-langkah
Meodel Pembelajaran Problem Composing dalam penelitiannya
“Perbandingan Penerapan Model Pembelajaran Problem Composing
dengan Model Pembelajaran Problem Posing Tipe Pre Solution Posing
terhadap Hasil Belajar Fisika Siswa Di SMA 72 Jakarta” sebagai
berikut:
a. Siswa mendengarkan konsep materi secara singkat.
b. Siswa membuat 3 (tiga) pertanyaan dengan jenis soal yang
berbeda secara berkelompok.
c. Siswa membentuk kelompok baru sesuai dengan jenis soalnya
d. Siswa mengklasifikasikan pertanyaan-pertanyaan dengan
menyatukan persoalan yang sama.
e. Siswa dalam kelompok mendiskusikan pemecahan persoalan
yang sudah dikelompokkan.
f. Siswa mempresentasikan hasil kerjanya di depan kelas.
g. Siswa bersama guru menyimpulkan konsep materi yang
dipelajari.
Dalam penelitian ini, peneliti mengharapkan siswa membuat
pertanyaan secara mandiri bukan secara kelompok. Disaat siswa membuat
pertanyaan secara berkelompok, belum tentu semua siswa yang ada di
kelompok terlibat dalam membuat pertanyaan, oleh sebab itu agar setiap
siswa terlibat aktif dalam membuat pertanyaan, peneliti mengarahkan
siswa untuk bertanya secara mandiri. Membuat pertanyaan secara mandiri
bertujuan agar siswa berlatih berpikir secara mandiri, dan mampu
mengembangkan keterampilan bertanya secara mandiri. Berikut
langkah-langkah model pembelajaran problem composing yang dibuat dengan
memodifikasi beberapa hal sebegai berikut:
a. Guru menyajikan fenomena yang menimbulkan rasa ingin tahu
dalam pembelajaran sesuai dengan materi yang akan diajarkan.
b. Siswa secara mandiri diminta untuk membuat beberapa pertanyaan
berkaitan dengan fenomena dan topik yang disajikan oleh guru.
c. Masing-masing siswa menilai pertanyaan yang telah dibuat sesuai
dengan kriteria pertanyaan yang baik (pertanyaan dinilai oleh siswa
yang berbeda).
d. Setiap pertanyaan yang telah dinilai dikumpulkan, kemudian guru
mengurutkan pertanyaan yang sama, dan membagikannya kedalam
kelompok.
e. Siswa diminta dalam kelompok mencari jawaban dari pertanyaan
atau pemecahan persoalan yang sudah diurutkan oleh guru.
f. Pekerjaan siswa dipresentasikan di depan kelas, sehingga semua
siswa dapat ikut mengerti bagaimana jawaban pemecahan
persoalan tersebut.
g. Kalau soalnya banyak, dapat juga dibagi dalam kelompok dengan
tugas masing-masing beberapa pertanyaan.
h. Guru memberi tambahan sejauh yang diperlukan.
D. Kemampuan Bertanya yang Akan Dikembangkan
Tingkat pertanyaan dalam proses pembelajaran yang sering
diajukan oleh siswa berada pada tingkatan pengetahuan, yaitu apa, kapan,
siapa, dimana, sebutkan dll. Dalam proses pembelajaran fisika, siswa tidak
hanya dituntut untuk bisa tahu, tapi siswa harus bisa paham dan
menerapkan materi yang mereka terima dalam proses pembelajaran. Oleh
karena itu dalam penelitian ini, peneliti ingin mengembangkan
kemampuan bertanya pada tingkatan memahami dan menerapkan
Putu Ayub Dermawan dan Edy Sujoko (2013) dalam jurnal
“Revisi Taksonomi Pembelajaran Benyamin S. Bloom” menjelaskan
bahwa memahami yaitu membangun makna dari pesan pembelajaran,
termasuk pesan komunikasi lisan, tertulis, dan grafis. Proses kognitif
dalam kategori memahami adalah manafsirkan, mencontohkan,
mengklasifikasi, merangkum, menyimpulkan, membandingkan, dan
menjelaskan. Contoh pertanyaan dalam tingkat memahami yaitu “jelaskan
apa perbedaan dari luas permukaan bola dan volume bola?”. Menerapkan
yaitu melaksanakan atau menggunakan prosedur dalam situasi tertentu.
Proses kognitif dalam kategori menerapkan adalah
mengeksekusi/melaksanakan dan mengimplementasikan. Contoh
pertanyaan dalam tingkat menerapkan yaitu “ Bagaimana cara menentukan
sudut istimewa?”.
Ramlan Effendi dalam jurnalnya menjelaskan, memahami yaitu
mengkontruksi makna atau pengertian berdasarkan pengetahuan awal yang
dimiliki, mengaitkan informasi yang baru dengan pengetahuan yang telah
dimiliki, atau mengintegrasikan pengetahuan yang baru ke dalam skema
yang telah ada dalam pemikiran siswa. Mengaplikasi atau menerapkan
adalah menggunakan prosedur untuk melakukan latihan atau memecahkan
E. Besaran Vektor Dan Skalar
1. Pengertian Besaran Vektor dan Skalar
Ada beberapa besaran fisis yang cukup hanya dinyatakan dengan
suatu angka dan satuan yang menyatakan besarnya saja. Ada juga
besaran fisis yang tidak cukup hanya dinyatakan dengan besarnya saja,
tetapi harus juga diberikan penjelasan tentang arahnya. Besaran vektor
adalah besaran dengan besar dan arah yang dapat dijumlahkan dan
dikurangkan, dicirikan oleh besar dan arah (Tipler, 1991: 54). Contoh
besaran vektor didalam fisika adalah kecepatan, percepatan, gaya,
perpindahan, momentum dan lain-lain. Besaran skalar adalah besaran
yang cukup dinyatakan oleh besarnya saja (besarnya dinyatakan oleh
bilangan dan satuan). Contoh besaran skalar adalah waktu, suhu,
volume, laju, energi, usaha dan lain-lain (Budi dan M. Azam, 2013 :
35).
2. Penggambaran, penulisan (notasi) vektor
Sebuah vektor digambarkan dengan sebuah anak panah yang terdiri
dari pangkal (titik tangkap), ujung dan panjang anak panah. Panjang
anak panah menyatakan nilai dari vektor dan arah panah menunjukkan
arah vektor (Budi dan M. Azam, 2013 : 37).
A B Gambar 2.1 Gambar sebuah vektor AB
Titik A : Titik Pangkal (titik tangkap)
Titik B : Ujung
Panjang AB : Nilai (besarnya) vektor tersebut = AB
Notasi (simbol) sebuah vektor dapat juga berupa huruf besar atau
huruf kecil, biasanya berupa huruf tebal, atau berupa huruf yang diberi
tanda panah di atasnya atau huruf miring, biasanya besar suatu vektor
mempunyai satuan fisis (Tipler, 1991 : 54).
Contoh :
Vektor A (Berhuruf tebal)
Vektor ⃗ (Huruf dengan tanda panah di atasnya)
Vektor A (Huruf miring)
Untuk penulisan harga (nilai) dari vektor dituliskan dengan huruf
biasa atau dengan memberi tanda mutlak dari vektor tersebut.
Contoh : Vektor A. Nilai vektor A ditulis dengan A atau |A|
Ada beberapa hal yang perlu diingat mengenai besaran vektor
a. Dua buah vektor dikatakan sama jika mempunyai bila besar
b. Dua buah vektor dikatakan tidak sama jika :
1) Kedua vektor mempunyai nilai yang sama tetapi berlainan
arah
2) Kedua vektor mempunyai nilai yang berbeda tetapi arah
sama
3) Kedua vektor mempunyai nilai yang berbeda dan arah yang
berbeda
3. Penjumlahan dan pengurangan vektor
Mencari resultan dari beberapa buah vektor, berarti mencari sebuah
vektor baru yang dapat menggantikan vektor-vektor yang dijumlahkan
(dikurangkan). Untuk penjumlahan atau pengurangan vektor, ada
beberapa metode, yaitu metode jajaran genjang, metode segitiga,
metode poligon (segi banyak) dan metode uraian.
a. Metode Jajaran Genjang
Penambahan grafis dua vektor dengan menempatkan mereka
ekor dengan ekor dan menemukan diagonal jajaran genjang yang
dibentuk dikenal sebagai penjumlahan vektor dengan metode
jajaran genjang (Tipler, 1991 : 56). Cara menggambarkan vektor
resultan dengan metode jajaran genjang adalah sebagai berikut :
1) Gambarkan vektor pertama dan vektor kedua dengan titik
pangkal berimpit
2) Gambar sebuah jajaran genjang dengan kedua vektor tersebut
3) Resultannya adalah sebuah vektor, yang merupakan diagonal
dari jajaran genjang tersebut dengan titik pangkal sama dengan
titik pangkal kedua vektot tersebut
Gambar 2.2 Resultan vektor A + B, dengan metode jajaran genjang
Besarnya vektor:
(2.1)
θ adalah sudut yang dibentuk oleh vektor A dan B
Catatan :
1) Jika vektor A dan B searah, berarti R = √
2) Jika vektor A dan B berlawanan arah, berarti R = √
3) Jika vektor A dan B saling tegak lurus, berarti R = √
a. Metode Segitiga
Bila ada dua vektor A dan B akan dijumlahkan dengan cara segitiga maka tahap-tahap yang harus dilakukan adalah
1) Gambarkan vektor A
2) Gambarkan vektor B dengan cara meletakkan pangkal vektor B pada ujung vektor A
3) Tariklah garis dari pangkal vektor A ke ujung vektor B
4) Vektor resultan merupakan vektor yang mempunyai pangkal di
vektor A dan mempunyai ujung di vektor B
Gambar 2.3 Resultan vektor A + B, dengan metode segitiga
Jika ditanyakan R = A – B, maka caranya sama saja, hanya vektor B digambarkan berlawanan arah dengan yang diketahui.
b. Metode Poligon
Poligon artinya segi banyak. Disebut metode poligon karena
dalam metode ini vektor-vektor tersusun dalam bangunan berupa
poligon ( Mikrajuddin, 2007: 58). Pada metode ini, tahapannya
sama dengan metode segitiga, hanya saya metode ini untuk
Contoh:
Jumlahkan ketiga buah vektor A, B, dan C dengan metode poligon
Gambar 2.4 Vektor A, B, C
Jawab:
Resultan ketiga vektor R adalah R = A + B + C
c. Metode Uraian
Setiap vektor akan dijumlahkan, dikurangkan, diuraikan terhadap
komponen-komponennya (sumbu x dan sumb y).
Gambar 2.6 Komponen-komponen sebuah vektor Komponen vektor A terhadap sumbu X : Ax = A cos θ
Komponen vektor A terhadap sumbu Y : Ay = A sin θ
Tabel 2.3. Uraian Komponen-komponen Vektor
Besar vektor R:
(2.2)
Arah vektor R terhadap sumbu X positif :
Catatan :
Jika vektor A dinyatakan dengan vektor-vektor satuan i dan j maka, secara matematis vektor A dapat ditulis dengan
A = i Ax + j Ay
Yang merupakan penjumlahan kedua komponen-komponennya
Atau A = Ax + Ay
Nilai vektor A :
(2.4)
4. Perkalian Vektor
Perkalian vektor dibedakan menjadi tiga, yaitu perkalian bilangan
dengan vektor yang akan menghasilkan vektor, perkalian vektor
dengan vektor (dot product) yang akan menghasilkan skalar, dan
perkalian vektor dengan vektor (cross product) yang menghasilkan
vektor (Budi dan M. Azam, 2013 : 37).
a. Perkalian Bilangan dengan Vektor
Jika vektor A dikalikan dengan bilangan tertentu (misalnya a ),
dihasilkan sebuah vektor baru (misalnya B) yang merupakan hasil perkalian antara vektor A dan bilangan a (Budi dan M. Azam, 2013 : 48).
aA = B (2.5)
b. Perkalian titik ( dot product)
Perkalian titik (dot product) antara dua buah vektor A dan B menghasilkan skalar C. Perkalian ini didefinisikan secara matematis sebagai berikut:
Gambar 2.7 Perkalian vektor A dan B A . B = C
A dan B vektor C besaran skalar
Besar C didefinisikan sebagai :
C = |A||B| cos θ (2.5)
A = |A| = besar vektor A
B = |B| = besar vektor B
θ = sudut antara vektor A dan B
c. Perkalian silang ( cross product)
Perkalian silang ( cross product) antara dua buah vektor A dan B yang menghasilkan vektor baru C. Secara matematis dapat didefinisikan sebagai berikut:
A x B = C
Gambar 2.8 Perkalian vektor A, B dan C vektor
Nilai C didefinisikan sebagai
C = |A| |B| sin θ (2.6)
A = |A| = besar vektor A
B = |B| = besar vektor B
θ = sudut antara vektor A dan B
Arah vektor C dapat diperoleh dengan cara membuat
putaran dari vektor A ke B melalui sudut θ dan arah C sama dengan gerak arah sekrup atau aturan tangan kanan.
Sifat-sifat perkalian silang (cross Product):
2) jika A dan B saling tegak lurus maka : A x B = A.B
3) jika A dan B searah atau berlawanan arah: A x B = 0
Syarat-syarat perkalian silang (cross Product):
F. Penelitian tentang Kemampuan Bertanya Siswa
Agatha Ferry Wahyu Susanti, melakukan penelitian tentang
“Peningkatan Kemampuan Bertanya pada Pembelajaran IPA pada Siswa
Sekolah Dasar dengan Menggunakan Metode Tanya-Jawab dengan
Bantuan Media Film Peristiwa Alam”. Penelitian ini merupakan jenis
penelitian eksperimen studi kasus. Berdasarkan jenis data dan cara
analisisnya, penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif-kualitatif.
Kuantitatif dilihat dari jenis pertanyaan yang diajukan siswa, sedangkan
kuantitatif dilihat dari banyaknya jumlah pertanyaan yang diajukan oleh
siswa.
Metode-metode yang digunakan adalah pendataan
pertanyaan-pertanyaan yang muncul selama proses pembelajaran berlangsung,
pengamatan secara langsung selama proses pembelajaran berlangsung,
perekaman video, dan pengisian kuisioner oleh siswa untuk mengetahui
1. sebagian besar siswa mengalami peningkatan kemampuan bertanya
secara kualitatif dan kuantitatif, baik pada sesi pertanyaan tertulis dan
sesi pertanyaan lisan.
2. siswa banyak menunjukkan jenis pertanyaan analisis pada sesi
pertanyaan tertulis dan jenis pertanyaan pengetahuan pada sesi
pertanyaan lisan.
3. penyebab siswa malas untuk bertanya adalah kesulitan untuk
35 BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian deskritif
kualitatif dan kuantitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian
berdasarkan paradigma fenomena, menggunakan metode kualitatif,
analisis kualitatif dan hasil akhirnya berupa deskripsi atau penjelasan.
Penelitian kuntitatif adalah adalah penelitian yang menggunakan skor atau
angka, lalu menggunakan analisis yang hasilnya dapat digeneralisasikan
dan digunakan untuk menerangkan atau mendeskripsikan keadaan subyek
yang diteliti (Suparno, 2010 : 73).
Melalui penelitian ini ingin diketahui bagaimana mengembangkan
keterampilan bertanya siswa melalui kegiatan pembelajarn menggunakan
metode problem composing. Dengan metode ini, diharapkan siswa mampu
mengembangkan keterampilan bertanya saat kegiatan pembelajaran
berlangsung.
B. Populasi dan Sampel
Populasi adalah kelompok yang lebih besar di mana hasil hasil
penelitian diharapkan berlaku; semua anggota grup yang akan diteliti
(Suparno, 2010:43). Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah
Sampel adalah himpunan bagian dari populasi (Suparno, 2010:43).
Dalam penelitian ini sampel adalah siswa kelas XMIPA di SMA Kasih.
C. Waktu dan Tempat Penelitian
Waktu penelitian : 17 September 2018 – 15 Oktober 2018
Tempat Penelitian : SMA Kasih
D. Desain Penelitian
Gambar 3.1 Desain Penelitian
Di awal pertemuan peneliti akan melakukan observasi awal,
dimana dalam observasi ini peneliti akan melihat bagaimana keadaan awal Observasi dan Pretest
Pembelajaran I
Pengambilan data Pembelajaran II
Pembelajaran III
siswa sebelum memberikan treatment tentang kemampuan bertanya serta
memotivasi siswa untuk mau bertanya. Kemudian peneliti memberikan
pretest kepada siswa untuk mengetahui pemahaman awal siswa tentang
materi vektor.
Di dalam pembelajaran peneliti akan memberikan materi fisika
dengan metode Problem Composing/Making. Di awal pembelajaran
peneliti akan memberikan treatment tentang kemampuan bertanya serta
memotivasi siswa untuk mau bertanya. Setelah itu paneliti memberikan
penjelasan materi secara garis besar. Kemudian setelah materi
disampaikan, peneliti memberikan intruksi kepada siswa, untuk membuat
pertanyaan berkaitan dengan materi yang disampaikan oleh peneliti.
Pertanyaan yang ditulis oleh siswa akan dinilai atau dikoreksi oleh
temannya. Kemudian peneliti menggolongkan setiap pertemuan dan
membagikan pertanyaan tersebut pada siswa di dalam kelompok. Kegiatan
tersebut dilakukan disetiap pertemuan I, pertemuan II, dan pertemuan III.
Di akhir peneliti akan memberikan post-test kepada siswa, untuk
mengetahui bagaimana pemahaman siswa setelah mengikuti kegiatan
pembelajaran.
E. Instrumen Penelitian
Instrumen adalah alat yang digunakan untuk mengumpulkan data
dalam penelitian (Suparno, 2010:56). Instrumen yang digunakan dalam
1. Observasi
Observasi/pengamatan meliputi kegiatan pemusatan perhatian terhadap
sesuatu obyek dengan menggunakan seluruh alat indera (penciuman,
pendengaran, peraba, pengecap, rekaman, gambar, rekaman suara, dan
lain-lain) (Suparno, 2010:63).
2. Tes Pemahaman Siswa
Tes pemahaman siswa digunakan untuk mengetahui pemahaman siswa
tentang vektor. Tes terdiri dari pretest dan post-test yang berupa soal-soal
multiple choice tentang materi vektor. Soal-soal pretest dan post-test
diberikan sebelum dan sesudah penerapan metode pembelajaran problem
composing. Soal-soal yang dibuat mengacu pada materi vektor, serta
39
Tabel 3.1 Kisi-kisi Soal Vektor
No Topik Indikator Soal
1
Vektor
Membedakan Bersaran skalar dan besaran vektor serta memberikan contoh dalam kehidupan sehari-hari
1. Besaran-besaran di bawah ini yang bukan termasuk besaran vektor adalah ....
2 Menjumlahkan dua vektor atau lebih
dengan metode jajargenjang dan poligon
2. Tiga buah vektor A, B, dan C yang setitik tangkap masing-masing besarnya 20 N. Vektor B berada di antara A dan C. Jika sudut antara A dan B sama dengan sudut antara B dan C yaitu 60°, maka resultan ketiga vektor tersebut adalah....
a. 10 N
b. 20 N
c. 30 N d. 40 N e. 50 N
3 Menjumlahkan dua vektor atau lebih
dengan metode jajargenjang dan poligon
3. Diketahui vektor a, c, dan d sebagai berikut:
40 Gambar resultan dari a − c − d dengan metode poligon yang
41
4 Menjumlahkan dua vektor yang segaris
dan membentuk sudut secara grafis dan rumus cosinus
4. Dua buah vektor A = 15 cm dan B = 20 cm mengapit sudut
90°. Resultan kedua vektor tersebut adalah .... a. 20 cm
b. 20 √2 cm c. 25 cm d. 25 √2 cm e. 25 √3 cm
5 Menguraikan sebuah vektor dalam
bidang datar menjadi dua vektor komponen yang saling tegak lurus
5. Sebuah vektor gaya F = 20 √3 N membentuk sudut 60°
terhadap sumbu-x. Besar komponen vektor pada sumbu-y adalah ....
42 b. 20 N
c. 10 √6 N d. 30 N e. 60 N
6 Menjumlahkan dua vektor atau lebih
dengan cara analisis
6. Seorang anak berjalan lurus 10 meter ke barat, kemudian belok keselatan sejauh 12 meter, dan belok lagi ke timur sejauh 15 meter. Perpindahan yang dilakukan anak tersebut dari posisi awal ….
a. 18 meter arah barat daya b. 14 meter arah selatan c. 13 meter arah tenggara d. 12 meter arah timur e. 10 meter arah tenggara
7 Menjumlahkan dua vektor atau lebih
dengan cara analisis
7. Komponen-komponen X dan Y dari vektor A adalah 4 m
dan 6 m. Komponen-komponen X dan Y dari vektor (A+B) adalah 0 dan 9. Panjang vektor B adalah....
a. 4 m
b. 5 m c. 6 m
d. 9 m
e. 10 m
8 Menghitung hasil perkalian dua vektor
43 d. 7
e. 9
9 Menghitung hasil perkalian dua vektor
dengan cara perkalian titik dan perkalian silang
9. Jika vektor A = 2 ̂ + 3 ̂ dan vektor B = 3 ̂ + 5 ̂ hasil kali cross kedua vektor tersebut adalah...
3. Dokumentasi
` Dokumentasi adalah pengumpulan data-data lewat pengumpulan
benda-benda tertulis (Suparno, 2010:64). Dalam penelitian ini, peneliti
mengumpulkan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh siswa, baik
itu pertanyaan di awal pertemuan (observasi/pengamatan) ataupun
pertanyaan selama proses pembelajaran berlangsung. Data dokumentasi
berupa kertas yang berisikan pertanyaan-pertanyaan yang ditulis oleh
siswa di setiap pertemuan pembelajaran.
F. Desain Pembelajaran
Proses pembelajaran dirancang dalam 3 kali pertemuan dengan 1
pertemuan adalah 3 x 45 menit, sehingga 3 kali pertemuan menjadi 9 x 45
menit. Model pembelajaran yang digunakan dalam pembelajaran adalah
problem composing. Metode yang digunakan adalah tanya jawab, diskusi
kelompok dan demonstrasi.
Pertemuan pertama diawali dengan perkenalan diri, kemudian
penyampaian tujuan pembelajaran. Selanjutnya, memberikan penjelasan
tentang keterampilan bertanya yang baik dan benar, disertai contoh-contoh
pertanyaan ilmiah yang benar, dilanjutkan dengan memberikan fenomena
kepada siswa. Setalah memberikan fenomena, siswa diminta untuk
menuliskan pertanyaan yang berkaitan dengan fenomena dan materi vektor
di dalam kertas yang dibagikan. Kemudian pertanyaan yang telah
diminta untuk melakukan diskusi di dalam kelompok dengan membahas
pertanyaan yang telah dituliskan sebelumnya. Diakhir pertemuan, peneliti
memberikan umpan balik tentang oertanyaan yang ditulis oleh siswa.
Berikut gambaran kegiatan pembelajaran pada pertemuan pertama:
Tabel 3.2. Pembelajaran Pada Pertemuan I
Materi Kegiatan
Materi Kegiatan Siswa dibagi ke dalam
beberapa kelompok
diskusi kelompok 15
- √ -
Pertemuan kedua, diawali dengan tujuan pembelajaran, kemudian
penjelasan tentang keterampilan bertanya dan meminta siswa untuk
memberikan beberapa contoh pertanyaan ilmiah yang baik. Setelah itu,
memberikan fenomena berupa demonstrasi ke pada siswa, kemudian
menginstruksikan siswa untuk membuat pertanyaan berdasarkan fenomena
yang telah diberikan. Selanjutnya, meminta siswa untuk mengoreksi
pertanyaan yg telah ditulis oleh siswa lainnya. Kemudian membagi siswa
ke dalam kelompok, dan berdiskusi membahas materi sesuai pertanyaan
yang sudah ditulis. Setelah itu meminta siswa melakukan persentasi dan
dan pertanyaan yang dituliskan pada pertemuan kedua ini. Berikut
gambaran kegiatan pembelajaran pada pertemuan kedua :
Tabel 3.3. Pembelajaran Pada Pertemuan II
Materi Kegiatan dua orang siswa. Salah satu siswa berjalan ke kanan dan salah satu siswa berjalan kekiri dengan jarak panjang yang sama tapi arah yang berbeda,(apakah
Siswa dibagi ke dalam beberapa kelompok untuk melakukan diskusi. Diskusi
Materi Kegiatan
Pertemuan ketiga diawali dengan penjelasan tujuan pembelajaran,
kemudian meminta siswa untuk menjelaskan serta memberikan contoh
tentang keterampilan bertanya, hal ini bertujuan agar siswa mengingat dan
mengerti bagaimana kriteria pertanyaan ilmiah yang baik dan benar.
Kemudian dilanjutkan dengan memberikan fenomena berupa demostrasi
berkaitan dengan materi vektor. Setelah itu, menginstruksikan siswa untuk
membuat pertanyaan berdasarkan fenomena, selanjutnya siswa mengoreksi
pertanyaan tersebut. Setelah itu, siswa dibagi ke dalam beberapa kelompok
untuk berdiskusi serta menjawab soal-soal yang berkaitan dengan materi
vektor. Peneliti memberikan kesempatan kepada perwakilan kelompok
untuk menjawab pertanyaan dan mempresentasikan hasil diskusi. Diakhir
pertanyaan yang telah dituliskan oleh siswa. Berikut gambaran kegiatan
pembelajaran pada pertemuan ketiga:
Tabel 3.4. Pembelajaran Pada Pertemuan III
Materi Kegiatan
membuat sumbu X dan Y yang mewakili sebuah vektor,
menggunakan tali yang ditarik melalui satu titik, disertai dengan resultan
Materi Kegiatan
G. Teknik Analisis Data
1. Analisis Data Transkip Kemampuan Bertanya
Dalam penelitian ini, analisis data didasarkan pada data,
pengamatan dan pertanyaan siswa yang diperoleh, kemudian dibuat
narasi/cerita dari data tersebut, disertakan bukti atau transkip data.
Untuk analisis pertanyaan siswa, analisis setiap pertanyaan siswa
diidentifikasi ke dalam rubrik pertanyaan yang baik serta ke dalam
tingkat/taksonomi bertanya. Rubrik pertanyaan yang digunakan oleh
peneliti bersumber dari Rizki Lestari (2017) dalam skripsinya yang
berjudul “Profil Keterampilan Bertanya Siswa Pada Pembelajaran
Biologi SMAN 1 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2016/2017”
dalam tabel berikut:
Tabel 3.5 Rubrik Penilaian Lembar Observasi Keterampilan Bertanya Oleh Siswa
No Aspek Profil Keterampilan Bertanya Total
Skor Kategori 1. Frekuensi pertanyaan
a. Sebanyak ≥ 6 pertanyaan diajukan oleh satu siswa yang sama dalam
No Aspek Profil Keterampilan Bertanya Total
Skor Kategori satu kali pertemuan
b. Sebanyak 2 sampai 5 pertanyaan diajukan oleh satu siswa yang sama dalam satu kali pertemuan
c. Sebanyak < 2 pertanyaan yang diajukan oleh satu siswa
2
1
Sedang
Rendah
2. Substansi pertanyaan
a. Siswa mengajukan pertanyaan
tentang materi yang baru saja dijelaskan guru yang bersifat menggali informasi yang belum disampaikan oleh guru
b. Siswa mengajukan pertanyaan yang
bersifat mengulang kembali penjelasan guru
c. Siswa mengajukan pertanyaan yang
panjang dan bertele-tele, serta tidak sesuai dengan materi
3. Bahasa yang digunakan siswa ketika
mengajukan pertanyaan
a. Siswa bertanya dengan
menggunakan kata-kata baku serta menggunakan kata tanya apa, siapa, kapan, dimana, mengapa, dan bagaimana
b. Siswa bertanya dengan
menggunakan bahasa sehari-hari serta menggunakan kata tanya apa, siapa, kapan, dimana, mengapa, dan bagaimana; atau siswa bertanya dengan menggunakan katakata baku tetapi tidak menggunakan kata tanya apa, siapa, kapan, dimana, mengapa, dan bagaimana
c. Siswa bertanya dengan
menggunakan bahasa sehari-hari serta tidak menggunakan kata tanya apa, siapa, kapan, dimana, mengapa,
No Aspek Profil Keterampilan Bertanya Total
Skor Kategori dan bagaimana
4. Kesopanan dalam mengajukan pertanyaan
A. Tepat/tidaknya situasi
a. Siswa mengajukan pertanyaan ketika guru tidak sedang berbicara dan guru telah memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya
b. Siswa mengajukan pertanyaan ketika
guru tidak sedang berbicara namun guru belum memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya
c. Siswa mengajukan pertanyaan ketika
guru sedang berbicara di dalam kelas
B. Sikap diri
a. Siswa mengangkat tangan dan
memperkenalkan diri sebelum mengajukan pertanyaannya di kelas
b. Siswa mengangkat tangan namun
tidak memperkenalkan diri terlebih dulu sebelum mengajukan
pertanyaannya di kelas; atau siswa tidak mengangkat tangan namun sudah memperkenalkan diri terlebih dulu sebelum mengajukan
pertanyaannya di kelas
c. Siswa tidak mengangkat tangan dan tidak memperkenalkan diri sebelum mengajukan pertanyaannya di kelas
No Aspek Profil Keterampilan Bertanya Total
Skor Kategori 5. Volume suara ketika bertanya
a. Siswa menggunakan volume suara
yang keras ketika bertanya sehingga pertanyaan yang diajukan terdengar sangat jelas oleh guru dan seluruh siswa di dalam kelas
b. Siswa menggunakan volume suara
yang cukup keras ketika bertanya sehingga guru dan sebagian besar siswa dapat mendengarkan pertanyaannya dengan jelas
c. Siswa menggunakan volume suara
yang pelan ketika bertanya sehingga guru dan sebagian besar siswa tidak dapat mendengarkan pertanyaannya
Kemudian peneliti memodifikasi rubrik penilaian
keterampilan bertanya dengan menggunakan kriteria kualitas
pertanyaan ilmiah yang baik sebagai berikut:
1) Memiliki jawaban yang dapat diuji dengan merancang dan
melakukan percobaan.
2) Didasarkan pada pengetahuan awal (apa yang sudah diketahui,
konsep awal)
3) Ketika dijawab, mengarah ke pertanyaan baik lainnya.
Untuk pertanyaan yang dibuat oleh siswa, menggunakan
rumusan pertanyaan sebagai berikut:
1) Singkat dan dan jelas
3) Bersifat menggali informasi yang belum disampaikan oleh guru.
Kriteria kualitas pertanyaan dan rumusan pertanyaan diatas
diidentifikasikan kedalam tabel (3.6)
Tabel 3.6. Rubrik Penilaian Keterampilan Bertanya oleh Siswa
Aspek Kriteria dan Skor
3 (tinggi) 2 (sedang) 1 (rendah)
Jika memuat 3 unsur kriteria pertanyaan yang baik
Jika memuat 2 unsur kriteria pertanyaan yang
Jika memuat 3 unsur kriteria rumusan pertanyaan
Jika memuat 2 unsur kriteria rumusan pertanyaan
Jika memuat 0 – 1 unsur kriteria rumusan pertanyaan
Jika siswa membuat 3-4 pertanyaan dalam satu kali pertemuan
Jika siswa membuat 1-2 pertanyaan dalam satu kali pertemuan
Untuk tingkatan kognitif dianalisis menggunakan rubrik
tingkatan pertanyaan sesuai taksonomi bloom, sebagai barikut:
Tabel 3.7 Taksonomi Tingkatan Kognitif
Tingkatan Subtingkat Kata-kata kunci pertanyaan Kognitif yang
lebih rendah
Pengetahuan (knowledge) Apa ...
Siapa ...
Kapan ...
Di mana ...
U
s pertanyaan yang diperoleh diklasifikasikan dan diidentifikasikan
kedalam tabel (3.8)
Penerapan (application) Menggunakan ...
Menunjukan ...
Membuat....
Mendemonstrasikan ...
Mencari hubungan ...
Menuliskan contoh ...
Mengklasifikasikan ...
Kognitif yang lebih tinggi
Analisis (analysis) Mengalisis ...
Mengemukakan bukti-bukti ...
Mengapa ...
Mengidentifikasi ...
Menunjukkan penyebab...
Memberikan alasan-alasan ...
Sintesis (synthesis) Meniptakan ...
Menyusun ...
Merancang ...
Bagaimana kita dapat
memecahkan ...
Apa yang terjadi seandainya ...
Bagaimana kita dapat
memperbaiki ...
Mengembangkan ...
Evaluasi (evaluation) Berilah pendapat ...
Tabel 3.8 Lembar Keterampilan Bertanya oleh Siswa
Keterangan: A = Kualitas pertanyaan, B = Rumusan pertanyaan
Data jumlah pertanyaan yang diperoleh dididentifikasikan ke
dalam tabel (3.9)
Tabel 3.9 Jumlah Pertanyaan yang Diajukan Oleh Siswa No Kode Siswa Jumlah Pertanyaan Kriteria
1
2
3
4
5
Kemudian mengklasifikasikan skor pada setiap indikator
diperoleh dari indikator profil keterampilan bertanya oleh siswa,
menafsirkan rata-rata skor yang diperoleh berdasarkan kategori yang
ditemukan, yaitu kategori rendah, jika rata-rata skor adalah 1, kategori
sedang jika rata-rata skor adalah 2, dan kategori tinggi jika rata-rata
skor adalah 3. Kemudian menganalisis data penelitian dengan
menggunakan rumus analisis deskriptif persentase:
% =
Keterangan:
n = rata-rata skor yang diperoleh
N = skor tertinggi berdasarkan rubrik
% = persentase skor keterampilan bertanya
Hasil perhitungan dalam bentuk persentase diinterprestasikan
dalam tabel (3.10)
Tabel 3.10. Kriteria Keterampilan Bertanya oleh Siswa No Interval Kriteria
1 76% - 100% Tinggi
2 51% - 75% Sedang
3 26% - 50% Rendah
4 0% - 25% Kurang