• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1Tinjauan Teoretis

2.1.1 Teori Stakeholders

Stakeholder adalah semua pihak baik internal maupun eksternal yang memiliki hubungan baik bersifat mempengaruhi maupun dipengaruhi, bersifat langsung maupun tidak langsung oleh perusahaan. Stakeholder merupakan pihak internal maupun eksternal, seperti: pemerintah, perusahaan pesaing, masyarakat sekitar, lingkungan internasional, lembaga di luar perusahaan (LSM dan sejenisnya). Lembaga pemerhati lingkungan, paara pekerja perusahaan, kaum minoritas, dan lain sebagainya yang keberadaannya sangat mempengaruhi dan dipengaruhi perusahaan (Hadi, 2011: 93). Menurut Freeman dan Mc Vea (2001) dalam Fahrizqi (2010: 13), stakeholders merupakan setiap kelompok atau individu yang dapat mempengaruhi atau dipengaruhi oleh pencapaian tujuan organisasi. Berdasarkan karakteristiknya, stakeholders dibagi menjadi dua, yaitu stakeholders primer dan stakeholders sekunder (Clarkson, 1995 dalam Fahrizqi, 2010: 13). Stakeholders primer adalah seorang atau kelompok yang tanpanya perusahaan tidak dapat bertahan untuk going concern, terdiri dari karyawan, investor, pemasok, dan konsumen. Stakeholders sekunder adalah mereka yang mempengaruhi atau dipengaruhi, namun mereka tidak berhubungan dengan transaksi dengan perusahaan dan tidak esensial kelangsungannya, contohnya pemerintah. Berdasarkan pada teori stakeholders, perusahaan memiliki tanggung jawab sosial kepada setiap kelompok atau individu yang dapat atau telah

(2)

terpengaruh oleh kewajiban yang dimiliki oleh perusahaan (Hoffman, 2007 dalam Purwanto, 2011: 14).

Pelaksanaan CSR dapat menjadi salah satu strategi untuk menjaga hubungan dengan para stakeholders perusahaan, sehingga keinginan para stakeholders dapat terakomodasi yang selanjutnya akan menghasilkan hubungan yang baik dan harmonis antara perusahaan dan stakeholdersnya. Dampak dari hubugan yang harmonis tersebut akan berakibat pada kelestarian atau keberlanjutan (sustainability) perusahaaan.

2.1.2 Teori Legitimasi

Hadi (2011: 87) menyatakan faktor strategis bagi perusahaan dalam rangka mengembangkan perusahaan ke depan. Hal itu, dapat dijadikan sebgai wahana untuk mengonstruksi strategi perusahaan, terutama terkait dengan upaya memposisikan diri di tengah lingkungan masyarakat yang semakin maju. Teori ini menyatakan bahwa perusahaan secara terus menerus mencoba untuk meyakinkan bahwa kegiatan sesuai dengan batasan dan norma-norma masyarakat dimana perusahaan beroperasi atau berada. Legitimasi dapat pula dianggap sebagai menyamakan persepsi atau asumsi bahwa tindakan yang dilakukan oleh suatu entitas adalah merupakan tindakan yang diinginkan, pantas, ataupun sesuai dengan norma, nlai, kepercayaan, dan definisi yang dikembangkan secara sosial (Suchman, 1995 dalam Rawi dan Muchlish, 2010).

O’Donovan (2002) dalam Hadi (2011: 87) berpendapat legitimasi organisasi dapat dilihat sebagai sesuatu yang diberikan masyarakat kepada perusahaan dan sesuatu yang diinginkan atau dicari perusahaan dari masyarakat. Dengan

(3)

demikian, legitimasi merupakan manfaat atau sumber daya potensial bagi perusahaan untuk mempertahankan hidup (going concern).

Dowling dan Pfeffer (1975) dalam Hadi (2011: 91) menyatakan bahwa aktivitas organisasi perusahaan hendaknya sesuai dengan nilai sosial lingkungannya. Lebih lanjut dinyatakan, bahwa terdapat dua dimensi agar perusahaan mendapat dukungan legitimasi, yaitu (1) aktivitas organisasi perusahaan hartus sesuai dengan sistem nilai di masyarakat; (2) pelaporan aktivitas perusahaan juga hendaknya mencerminkan nilai sosial.

Carrol, A. dan Buchholtz (2003) dalam Hadi (2011: 92) menyatakan perkembangan tingkat kesadaran dan peradaban masyarakat membuka peluang meningkatnya tuntutan terhadap kesadaran kesehatan lingkungan. Lebih lanjut dinyatakan, bahwa legitimasi perusahaan dimana stakeholders dapat dilakukan dengan integritas pelaksanaan etika dalam berbisnis (business ethics integrity) serta meningkatkan tanggung jawab sosial perusahaan (social responsibility). Wibisono (2007) dalam Hadi (2011: 92) menyatakan bahwa tanggung jawab sosial perusahaan (social rensponsibility) memiliki kemanfaatan untuk meningkatkan reputasi perusahaan, menjaga image dan strategi perusahaan. 2.1.3 Corporate Social Responsibility (CSR)

Tanggung jawab perusahaan atau Corporate Social Responsibility (CSR) sedang hangat diperbincangkan karena dasarnya ide CSR adalah bagaimana perusahaan memberi perhatian kepada lingkungannya. Beberapa definisi dari CSR telah didefinisikan oleh beberapa pihak, seperti The World Business Council on Sustainable Development (WBCSD) (2000) dalam Sari (2012: 127) menyatakan

(4)

CSR adalah suatu komitmen dari perusahaan untuk melaksanakan etika keprilakuan (behavioural ethics) dan berkontribusi terhadap pembangunan ekonomi yang berkelanjutan (sustainable economic development). Selain menghasilkan keuntungan, perusahaan harus membantu memecahkan masalah-masalah sosial terkait atau tidak perusahaan ikut menciptakan masalah-masalah tersebut bahkan jika disana tidak mungkin ada potensi keuntungan jangka pendek atau jangka panjang (Moir, 2001 dalam Fahrizqi 2010: 16).

Darwin (2004) dalam Rawi dan Muchlish (2010) mendefinisikan CSR sebagai mekanisme bagi suatu organisasi untuk mengintegrasikan perhatian terhadap lingkungan dan sosial ke dalam operasinya dan interaksinya dengan stakeholders, yang melebihi tanggungjawab organisasai di bidang hukum. Konsep triple bottom line yang dikemukakan oleh John Elkington pada tahun 1997 memberikan suatu terobosan besar bagi perkembangan CSR pada era tahun 1990-an hingga sekar1990-ang y1990-ang memasuki masa perkemb1990-ang1990-an globalisasi (Hadi, 2011: 56). Menurut Purwanto (2011: 16), Triple Bottom Line menjelaskan 3 elemen penting, yaitu 1) Perusahaan memiliki tanggung jawab terhadap profit, yaitu untuk meningkatkan pendapatan perusahaan, 2) Perusahaan memiliki tanggung jawab terhadap people, yaitu untuk memberikan kesejahteraan kepada masyarakat, 3) Perusahaan memiliki tanggung jawab terhadap planet , yaitu untuk menjaga dan meningkatkan kualitas alam serta lingkungan dimana persahaan tersebut beroperasi.

Carrol (1999) dalam Purwanto (2011: 16) menyatakan CSR memuat komponen-komponen berikut : 1). Economic Responsibility (tanggung jawab

(5)

ekonomi), perusahaan memiliki tanggung jawab dalam aspek ekonomi yang keberadaan perusahaan didasarkan pada tujuan untuk menjaga keberlangsungan perusahaan dalam jangka panjang dan meningkatkan kesejahteraan bagi para pemegang saham. Selain itu, perusahaan juga bertanggung jawab kepada kreditur yang menjamin bahwa perusahaan dapat mengembalikan pinjaman dan bunga yang mengikat perusahaan. Tanggung jawab sosial perusahaan dalam aspek ekonomi mendominasi pelaksanaan tanggung jawab perusahaan kepada stakeholders. Ini dikarenakan tanggung jawab ekonomi merupakan prasyarat agar dapat melaksanakan tanggung jawab yang lain yaitu tanggung jawab, legal, etis, dan kemitraan. 2). Legal Responsibilities (tanggung jawab hukum), perusahaan sebagai bagian dari masyarakat memiliki kewajiban untuk memenuhi peraturan yang berlaku dan operasional perusahaan dilakukan sesuai dengan kaidah peraturan perundangan. 3). Philanthropic Responsibilities (tanggung jawab filantropis), perusahaan tidak hanya bertanggung jawab kepada pemegang saham tetapi juga kepada masyarakat dan lingkungan fisik sekitar perusahaan. Perusahaan memiliki tanggung jawab tidak hanya berupa pemberian sejumlah fasilitas dan dana, tetapi juga adanya tanggung jawab perusahaan untuk memupuk kemandirian masyarakat sekitar tempat perusahaan beroperasi. 5). Ethical Responsibilities (tanggung jawab etis), perusahaan memiliki kewajiban untuk menyesuaikan aktivitas opsional yang dilakukan dengan norma sosial dan etika yang berlaku. Tanggung jawab etis bertujuan untuk memenuhi standar, norma, dan pengharapan stakeholders terhaadap perusahaan.

(6)

Dauman dan Hargreaves (1992) dalam Hasibuan (2001: 15) menyatakan bahwa CSR dibagi menjadi 3 level sebagai berikut : 1). Basic Responsibilities (BR),pada level pertama, menghubungkan tanggung jawab yang pertama dari suatu perusahaan yang muncul karena keberadaan perusahaan. Misalnya, perusahaan harus membaayar pajak. Bila tanggung jawab ini tidak dipenuhi akan menimbulkan dampak yang sangat serius. 2). Organization Responsibilities (OR),pada level kedua ini menunjukkan tanggung jawab perusahaan untuk memenuhi perubahan kebutuhan stakeholders. 3). Sociental Responses (SR), pada level ketiga menunjukkan tahapan ketika ineraksi antar bisnis dan kekuatan lain dalam masyarakat yang demikian kuat sehingga perusahaan dapat tumbuh dan berkembang secara berkesinambungan, terlibat dengan apa yang terjadi dalam lingkungannya secara keseluruhan.

Menurut Purwanto (2011: 17), pelaksanaan CSR dapat memberikan beberapa manfaat bagi perusahaan, diantaranya mempertahankan dan mendongkrak reputasi serta citra merek perusahaan, mendapatkan lisensi untuk beroperasi secara sosial, mereduksi risiko bisnis perusahaan, melebarkan akses sumber daya bagi operasional usaha, membuka peluang pasar yang lebih luas, mereduksi biaya, memperbaiki hubungan dengan stakeholders, memperbaiki hubungan dengan regulator, meningkatkan semangat dan produktivitas karyawan, dan adanya peluang memperoleh penghargaan.

2.1.4 Pengungkapan CSR

Sari (2012: 128) menyatakan pengungkapan adalah pengeluaran informasi yang ditujukan bagi pihak-pihak yang berkepentingan. Pengungkapan tanggung

(7)

jawab sosial perusahaan yang sering juga disebut sebagai social disclosure, corporate social reporting, social accounting, atau corporate social responsibility merupakan proses pengkomunikasian dampak sosial dan lingkungan dari kegiatan ekonomi organisasi terhadap kelompok khusus yang berkepentingan dan terhadap masyarakat serta keseluruhan (Sembiring, 2005: 381).

Hendriksen (1997) dalam Purwanto (2011: 17) mendefinisikan pengungkapan (disclosure) sebagai penyajian informasi yang dibutuhkan untuk pengoperasian secara optimal pasar modal yang efisien. Pengungkapan yang dilakukan perusahaan dapat bersifat pengungkapan wajib (mandatory disclosure) yaitu pengungkapan informasi wajib dilakukan oleh perusahaan berrdasarkan pada peraturan atau standar tertentu dan pengungkapan sukarela (voluntary disclosure). Deegan (2002) dalam Purwanto (2011: 18) menyatakan beberapa alasan perusahaan melakukan pengungkapan sosial dan lingkungan, diantaranya adalah : 1) Keinginan untuk memenuhi persyaratan yang ada dalam undang-undang; 2) Pertimbangan rasionalitas ekonomi. Atas dasar alasan ini, praktik pengungkapan sosial memberikan keuntungan bisnis karena perusahaan melakukan “hal yang benar” dan alsan ini mungkin dipandang sebagai motivasi utama; 3) Keyakinan dalam proses akuntabilitas atau pertanggungjawaban untuk melaporkan. Artinya, manajer berkeyakinan bahwa orang memiliki hak yang tidak dapat dihindari untuk memperoleh informasi yang memuaskan dan manajer tidak peduli dengan cost yang diperlukan untuk menyajikan informasi tersebut; 4) Keinginan untuk memenuhi persyaratan peminjaman. Lembaga pemberi pinjaman, sebagai bagian dari kebijakan manajemen risiko mereka, cenderunh menghendaki peminjam

(8)

untuk secara priodik memberikan berbagai item informasi tentang kinerja dan kebijaka sosial an lingkungannya; 5) Untuk memenuhi atau menyesuaikan dengan ekspektasi masyarakat; 6) Sebagai konsekuensi dari ancaman terhadap legitimasi perusahaan; 7) Untuk me-manage kelompok stakeholders tertentu yang powerful; 8) Untuk menarik dana investasi; 9) Untuk mematuhi persyaratan industri tertentu. Sehingga terdapat tekanan tertentu untuk mematuhi aturan tersebut yang selanjutnya dapat mempengaruhi persyaratan pelaporan; 10) Untuk memenangkan penghargaan pelaporan tertentu. Hal ini memiliki implikasi positif terhadap reputasi perusahaan kepada stakeholders.

Di Indonesia, pengungkapan CSR telah diatur dalam beberapa peraturan dan perundang-undangan. Undang-Undang nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas pada pasal 66 ayat 1 menyatakan bahwa hal-hal yang harus dimuat dalam laporan tahunan perusahaan diantaranya adalah pelaporan pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan. Pedoman pengungkapan pertanggungjawaban sosial di Indonesia telah dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia yaitu dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 1 (Revisi 2009) yang menunjukkan bahwa perusahaan yang ada di Indonesia diberikan suatu kebebasan dalam mengungkapkan informasi tanggung jawab sosial dan lingkungan dalam laporan tahunan perusahaan (Purwanto, 2011: 18).

Pengungkapan pertanggungjawaban sosial disebut juga dengan social disclosure, corporate social reporting, social accounting (Mathews dalam Sembiring, 2005: 381) merupakan proses pengkomunikasian dampak sosial dan

(9)

lingkungan dari kegiatan ekonomi organisasi terhadap kelompok khusus yang berkepentingan dan terhadap masyarakat secara keseluruhan.

Gloutier dalam Purwanto (2011: 19) menyatakan bahwa tema pengungkapan pertanggungjawaban sosial terdiri dari tema Kemasyarakatan, Ketenagakerjaan, Produk dan Konsumen, dan Lingkungan Hidup. Pengungkapan pertanggungjawaban sosial yang dilakukan perusahaan berguna dalam memberikan informasi berkaitan dengan praktir CSR perusahaan kepada pemegang saham (Purwanto, 2011: 19).

2.1.5 Ukuran Perusahaan

Sembiring (2005: 381) menyatakan bahwa ukuran perusahaan merupakan variabel penduga yang banyak digunakan untuk menjelaskan variasi pengungkapan dalam laporan tahunan perusahaan. Hal ini dikaitkan dengan teori agensi, dimana perusahaan besar yang memiliki biaya keagenan yang lebih besar akan mengungkapkan informasi yang lebih luas untuk mengurangi biaya keagenan tersebut. Di samping itu, perusahaan besar merupakan emiten yang banyak disoroti, pengungkapan yang besar merupakan pengurangan biaya politis sebagai wujud tanggung jawab sosial perusahaan.

Perusahaan yang besar memilik sumber daya yang besar, sehingga perusahaan perlu dan mampu untuk membiayai penyediaan informasi untuk keperluan internal. Informasi tersebut sekaligus menjadi bahan untuk keperluan pengungkapan informasi kepada pihak eksternal, sehingga tidak perlu ada tambahan biaya yang besar untuk dapat melakukan pengungkapan dengan lebih lengkap (Fahrizqi, 2010: 28).

(10)

Cowen et al. (1987) dalam Sembiring (2005: 385), secara teoretis perusahaan besar tidak akan lepas dari tekanan, dan perusahaan yang lebih besar dengan aktivitas operasi dan pengaruh yang lebih besar terhadap masyarakat mungkin akan memiliki pemegang sajam yang memerhatikan program sosial yang dibuat perusahaan sehingga pengungkapan tanggung jawa sosial perusahaan akan semakin luas. Penelitian terdahulu yang memiliki pengaruh signifikan ukuran perusahaan terhadap pengungkapan CSR diantaranya adalah Amalia (2013: 45), sementara Robert (1992) dalam Fahrizqi (2010: 28) tidak menemukan bukti bahwa besar kecilnya perusahaan mempengaruhi luasnya pengungkapan CSR. 2.1.6 Profil Perusahaan

Purwanto (2011: 19) menyatakan bahwa peneliti akuntansi tertarik untuk menguji pengungkapan sosial pada berbagai perusahaan yang memiliki perbedaan karakteristik yang menjadi perhatian adalah tipe perusahaan, yaitu industri yang high-profile atau low-profile. Sari (2012: 128) menyatakan bahwa perusahaan-perusahaan high-profile pada umumnya merupakan perusahaan-perusahaan yang memperoleh sorotan dari masyarakat karena aktivitas operasinya memiliki potensi untuk bersinggungan dengan kepentingan luas. Sebaliknya, perusahaan low-profile adalah perusahaan yang tidak terlalu memperoleh sorotan luas dari masyarakat manakala operasi yang mereka lakukan mengalami kegagalan atau kesalahan pada aspek tertentu dalam proses atau hasil produksinya.

Perusahaan yang memiliki dampak yang besar terhadap lingkungan dan mayarakat akan mengungkapkan lebih banyak informasi sosial. Apabila dikaitkan

(11)

dengan teori legitimasi, hal ini dilakukan perusahaan untuk melegitimasi kegiatan operasinya dan menurunkan tekanan dari para aktivis sosial dan lingkungan. Sembiring (2005: 386) dan Anggraini (2006: 14) berhasil menemukan hubungan antara profil perusahaan dan pengungkapan CSR tersebut berpengaruh. Sebaliknya, Amalia (2013: 45) tidak menemukan pengaruh profil perusahaan terhadap pengungkapan CSR.

2.1.7 Profitabilitas

Menurut Heinze (1976) dalam Anggraini (2006: 10), profitabilitas menunjukkan seberapa besar kinerja keuangan dalam menghasilkan atau memperoleh keuntungan. Profitabilitas merupakan faktor yang membuat manajemen menjadi bebas dan fleksibel untuk mengungkapkan pertanggungjawaban sosial kepada pemegang saham Sehingga semakin tinggi tingkat profitabilitas perusahaan, semakin besar pengungkapan pertanggungjawaban sosial yang dilakukan perusahaan.

Penelitian yang dilakukan Sari (2012: 136) berhasil menunjukkan adanya pengaruh profitabilitas terhadap pengungkapan CSR, sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Sembiring (2005: 386) menemukan hasil penelitian yang sebaliknya.

2.1.8 Leverage

Sari (2012: 129) menyatakan bahwa leverage mencerminkan risiko keuangan perusahaan karena dapat menggambarkan struktur modal perusahaan dan mengetahui resiko tak tertagihnya suatu utang. Semakin tinggi leverage suatu perusahaan, maka perusahaan memiliki risiko keuangan yang tinggi sehingga

(12)

menjadi sorotan dari para debtholders. Perusahaan dengan tingkat leverage tinggi cenderung ingin melaporkan laba bersih tinggi agar dapat mengurangi kemungkinan perusahaan melanggar perjanjian hutang.

Belkaoi dan Karpik (1989) dalam Fahrizqi (2010: 30) menyatakan bahwa keputusan untuk mengungkapkan CSR akan mengikuti suatu pengeluaran untuk pengungkapan yang menurunkan pendapatan. Perusahaan dengan leverage yang tinggi mengakibatkan pengawasan yang tinggi oleh debtholders terhadap aktivitas perusahaan. Sesuai dengan teori agensi maka manajemen perusahaan dengan tingkat leverage yang tinggi akan mengurangi pengungkapan tanggung jawab sosial yang dibuatnya agar tidak menjadi sorotan para debtholders.

2.1.9 Likuiditas

Prasetya (2011:) menyatakan bahwa likuiditas menunjukkan nilai kekayaan lancar (yang segera dapat dijadikan uang) dapat menutupi hutang yang ada. Dapat dipahami bahwa rasio likuiditas menunjukkan kemampuan suatu perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya atau kewajiban yang segera jatuh tempo dengan sumber daya jangka pendek yang dimiliki untuk memenuhi kewajiban tersebut. Semakin tinggi rasio likuiditas maka semakin tinggi kemampuan perusahaan untuk melunasi hutang-hutang jangka pendeknya.

Likuiditas menunjukkan hubungan antara kas dan aset lancar lainnya dari sebuah perusahaan. Likuiditas merupakan suatu indikator mengenai kemampuan entitas untuk membayar semua fasilitas jangka pendek pada saat jatuh tempo dengan menggunakan aset lancar yang tersedia (Kamil dan Herusetya, 2012: 4).

(13)

2.1.10 Penelitian Terdahulu Tabel 1 Penelitian Terdahulu Penulis, Tahun, dan Judul Penelitian Variabel

Penelitian Model Analisis Hasil Penelitian Sembiring (2005) Karakteristik Perusahaan dan Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Variabel independen: Ukuran perusahaan, profitabilitas, tipe industri, ukuran dewan komisaris, dan leverage Variabel dependen : Pengungkapan Corporate Social Responsibility Regresi linier

berganda Ukuran perusahaan, tipe industri, ukuran dewan komisaris mempengaruhi pengungakan CSR, sedangkan profitabilitas dan leverage tidak mempengaruhi pengungkapan CSR Anggraini (2006) Pengungkapan Informasi Sosial dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengungkapan Informasi dalam Laporan KeuanganTahunan Variabel independen : Kepemilikan manajemen, leverage, ukuran perusahaan, tipe industri, dan profitabilitas Variabel dependen : Pengungkapan Corporate Social Responsibility Regresi linier

berganda Kepemilikan manajemen dan tipe industri berpengaruh secara signifikan terhadap pengungkapan CSR, sedangkan leverage, ukuran perusahaan, dan profitabilitas tidak berpengaruh terhadap pengungkapan CSR Fahrizqi (2010) Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengungkapan Corporate Social Responsibility dalam Laporan Tahunan Variabel independen : size, profitabilitas, leverage, dan dewan komisaris Variabel dependen : Pengungkapan Corporate Social Regresi linier

berganda Size dan profitabilitas berpengaruh terhadap pengungkapan CSR, sedangkan leverage, ukuran dewan komisaris tidak berpengaruh

(14)

Perusahaan Responsibility terhadap pengungkapan CSR Tabel 1 Lanjutan Penulis, Tahun, dan Judul Penelitian Variabel

Penelitian Model Analisis Hasil Penelitian Purwanto (2011) Pengaruh Tipe Industri, Ukuran Perusahaan, Profitabilitas Terhadap Corporate Social Responsibility Variabel independen : tipe industri, ukuran perusahaan, profitabilitas Variabel dependen : Pengungkapan Corporate Social Responsibility Regresi linier

berganda Tipe industri dan ukuran perusahaan berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan CSR, sedangkan profitabilitas tidak berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan CSR Kamil dan Herusetya (2012) Pengaruh Karakteristik Perusahaan Terhadap Luas Pengungkapan Kegiatan Corporate Social Responsibility Variabel independen : profitabilitas, likuiditas, solvabilitas, ukuran perusahaan Variabel dependen : Pengungkapan Corporate Social Responsibility Regresi linier

berganda Ukuran perusahaan berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan CSR, sedangkan profitabilitas, likuiditas, dan solvabilitas tidak berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan CSR Amalia (2013) Pengaruh Karakteristik Perusahaan Terhadap Corporate Social Responsibility Disclosure di Bursa Efek Indonesia Variabel independen : ukuran perusahaan, profitabilitas, tipe industri, ukuran dewan komisaris Variabel dependen : Pengungkapan Corporate Social Responsibility

Regresi logistik Ukuran

perusahaan dan ukuran dewan komisaris berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan CSR, sedangkan profitabilitas dan tipe industri tidak berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan

(15)

CSR Sumber : Jurnal penelitian, dimodifikasi oleh penulis

2.2 Rerangka Pemikiran

Gambar 1 Rerangka Pemikiran

Operasional Perusahaan Annual Report

Karakteristik Perusahaan

Profil Perusahaan

High Profile Low Profile

Laporan Keuangan Perusahaan

Ukuran

Perusahaan Leverage Rasio ProfitabilitasRasio LikuiditasRasio

Total Aset Equity Ratio Debt to Return On Asset Current Ratio

Dampak Lingkungan dan Sosial

Teori Legitimasi Teori Stakeholder Perusahaan Go Public Perusahaan Manufaktur

(16)

2.3 Perumusan Hipotesis

Berdasarkan teori dan penelitian terdahulu yang telah dikemukakan, maka penilitian ini merumuskan hipotesis sebagai berikut :

2.3.1 Pengaruh Ukuran Perusahaan Terhadap Luas Ungkapan CSR

Perusahaan yang berukuran lebih besar cenderung memiliki public demand akan informasi yang lebih tinggi dibanding dengan perusahaan yang berukuran kecil. Alasan lainnya adalah bahwa perusahaan besar mempunyai biaya produksi informasi yang lebih rendah yang berkaitan dengan pengungkapan mereka atau biaya competitive disadvantage yang lebih rendah pula.

Perusahaan yang tumbuh besar memiliki kewajiban yang lebih besar dalam memuaskan kebutuhan krediturnya terhadap informasi, dengan memberikan pengungkapan secara lebih terperinci pada laporan tahunannya (Rahajeng, 2010). Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut : H1 : Ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap luas ungkapan CSR.

2.3.2 Pengaruh Profil Perusahaan Terhadap Luas Ungkapan CSR

Hubungan antara profile perusahaan dengan pengungkapan tanggung jawab sosial dapat dikaitkan dengan variasi dampak operasi perusahaan terhadap lingkungan dan masyarakat. Industri high-profile sebagai industri yang memiliki consumer vasibility, risiko politik yang tinggi, atau kompetisi yang tinggi akan lebih memperhatikan pertanggungjawaban sosialnya kepada masyarakat, karena hal ini akan meningkatkan citra perusahaan dan dapat mempengaruhi tingkat

(17)

penjualan (Rahajeng, 2010). Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut :

H2 : Profil perusahaan berpengaruh positif terhadap luas ungkapan CSR.

2.3.3 Pengaruh Profitabilitas Terhadap Luas Ungkapan CSR

Profitabilitas merupakan faktor yang memberikan kebebasan dan fleksibilitas kepada manajemen untuk mengungkapkan pertanggungjawaban sosial kepada pemegang saham. Hal ini berarti semakin tinggi tingkat profitabilitas perusahaan maka semakin besar pengungkapan informasi sosial yang dilakukan oleh perusahan (Fahrizqi, 2010: 39). Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut :

H3 : Profitabilitas berpengaruh positif terhadap luas ungkapan CSR.

2.3.4 Pengaruh Leverage Terhadap Luas Ungkapan CSR

Scott (2000) dalam Fahrizqi (2010: 40) menyatakan bahwa semakin tinggi leverage kemungkinan besar perusahaan akan mengalami pelanggaran terhadap kontrak utang, maka manajer akan berusaha untuk melaporkan laba sekarang lebih tinggi dibandingkan laba dimasa depan. Perusahaan yang memiliki rasio leverage tinggi akan lebih sedikit mengungkapkan CSR supaya dapat melaporkan laba sekarang yag lebih tinggi. Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut :

H4 : Leverage berpengaruh negatif terhadap luas ungkapan CSR.

2.3.5 Pengaruh LikuiditasTerhadap Luas Ungkapan CSR

Cooke, T.E (1991) dalam Rahajeng (2010) menunjukan bahwa kesehatan perusahaan yang ditunjukan dalam rasio likuiditas yang tinggi diharapkan

(18)

berhubungan dengan pengungkapan yang lebih luas. Hal ini didasarkan bahwa perusahaan yang secara keuangan sehat, kemungkinan akan lebih banyak mengungkapkan informasi dibanding dengan perusahaan yang likuiditasnya rendah. Sebaliknya apabila likuiditas dipandang oleh pasar sebagai ukuran kinerja, maka perusahaan yang memiliki rasio likuiditas rendah perlu mengungkapkan informasi yang lebih rinci untuk menjelaskan lemahnya kinerja dibanding dengan perusahaan yang memiliki rasio likuiditas yang tinggi (Rahajeng, 2010). Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut : H5 : Likuiditas berpengaruh positif terhadap luas ungkapan CSR.

Gambar

Gambar 1  Rerangka Pemikiran

Referensi

Dokumen terkait

Etimologi Pemerintahan bukan hanya pengetahuan belaka yang dipelajari untuk dijadikan pengetahuan tentang asal-muasal kata tetapi lebih dari itu, pelajaran tentang

MFX Group adalah perusahaan investasi pertama dengan bidang bisnis brokerage Mata Uang Asing yang menawarkan suku bunga tetap pada deposit dalam jumlah 36% per tahun , tanpa resiko

Kerusakan tersebut meliputi abrasi, akresi dan intrusi air laut (Taofiqurohman, 2012). Masyarakat Indonesia yang berada di negara kepulauan tidak asing dengan abrasi,

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kemampuan menggunakan kata penghubung dan, atau, tetapi dan untuk dalam karangan deskripsi siswa kelas X

Sarana dan fasilitas pembelajaran untuk semua pelajaran sudah lengkap. Terdapat satu ruang laboratorium komputer dengan jumlah komputer ± 10 unit untuk satu

Tesis ini meneliti meneiliti pengaruh Budaya Organisasi terhadap Kinerja Pegawai, pengaruh Komitmen Organisasi terhadap Kinerja Pegawai, pengaruh Kompensasi

Karena setiap tindakan mereka ditentukan oleh keputusan yang mereka ambil, maka sistem informasi kualitas jasa harus memberikan pelayanan yang relevan pada tiap

Dengan adanya Sistem Pendukung Keputusan Pemilihan Duta Wisata Cak & Yuk Kabupaten Pasuruan menggunakan metode Composite Performance Index dapat membantu juri dalam menentukan