Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Bimbingan dan Konseling
Oleh
FETRI RAHMA DYAH SUBIARINI 01 1114029
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVESITAS SANATA DHARMA
iv
...Tak pernah Dia janji hari kan panas, Tak pernah Dia janji pasti ada hujan tapi Dia berjanji memberi kekuatan bila topan ganas menerpaku…(potongan lagu “Serahkanlah”)
Dia berkata…………
“Cukupkanlah kasih karuniaKu bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasaKu menjadi sempurna.” (II Korintus 12 : 9)
Bapaku berjanji…………
Dengan penuh keyakinan, bahwa Allah berkuasa untuk melaksanakan apa yang telah Ia janjikan. (Roma 4 : 21)
Olah karena janji-Nya maka setiap hari aku berseru…….
Ya Tuhan ku percaya….aku percaya....Lewati lembah air mata, aku percaya Firman-Mu Ya dan Amin, aku percaya….Kemenangan sudah Kau jamin,
aku percaya
Sampai suatu hari aku menemukan………bahwa….
Hal yang penting bukalanh hal yang terjadi pada kita tetapi bagaimana kita belajar manghadapi segala sesuatu dengan iman kita kepada Allah.
When God prepares to do something wonderful, He begins with a difficulty, When He plans to do something very wonderful, He begins with an impossibility.
Da n se ga la t ulisa n ini da ri judul sk ripsi hingga t it ik ya ng
pa ling a k hir di BAB t e ra k hir se m ua nya ha nya la h K ASI H
v
Bapa dan Sahabatku, Tuhan Yesus Kristus, Bapa tak cukup mulut, tangan,
hatiku, pikiranku dan jiwaku mengungkapkan segala pujian hormatku atas kemuliaan dan kebesaran-Mu padaku. Biar Engkau yang semakin BESAR
dan aku semakin kecil.
Bapakku, Ibuku, mas Tatok, dedekku Okta, mbakYah dan adik kecilku Eki
dan Vio. Setiap hari aku mengucap syukur karena aku diberikan Tuhan keluarga yang sangat luar biasa, penuh kehangatan dan keceriaan. Karyaku ini adalah salah satu bentuk ucapan syukur dan sayangku untuk keluargaku.
Semua keluargaku di Happy Bear Preschool….Pak Ivan, MsLinda, Ms Beti,
Ms Lidia, Mbak Endar, Sister Tanti, Ms Uwik, Ms Ratri, Bu Indah, Ms Tia, Kak Sarah, Mbak Par, Mas Srie. Terkhusus buat adik-adik kecilku Fani, Marfel, Noel, dik Ote, Odi, , Uta. Mereka semua adalah keluarga keduaku.
Dalam keluarga ini imanku dan karakterku terus bertumbuh menjadi lebih dewasa. Tidak hanya itu, di sini aku juga belajar menjadi wanita, ibu,
pendidik, dan pekerja.
Untuk semua saudara, sahabat, dan temanku. Aku sadar skripsi ini hanya
vi
tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 2 Mei 2007 Penulis
vii
YOGYAKARTA TAHUN AJARAN 2006/2007 TERHADAP ASPEK-ASPEK PERKEMBANGAN DALAM PENDIDIKAN ANAK USIA DINI
KELOMPOK USIA 1-4 TAHUN
Masalah-masalah dalam penelitian ini : (1) Bagaimanakah persepsi orang tua siswa Happy Bear Preschool Yogyakarta Tahun Ajaran 2006/2007 terhadap aspek-aspek dalam perkembangan PAUD kelompok usia 1-4 tahun? (2) Aspek perkembangan apa sajakah yang masuk dalam kategori sangat lemah? (3) Butir-butir apa sajakah yang masuk dalam kategori sangat lemah? Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persepsi orang tua siswa Happy Bear Preschool Yogyakarta Tahun Ajaran 2006/2007 terhadap aspek-aspek dalam perkembangan PAUD kelompok usia 1-4 tahun dan mengetahui aspek-aspek perkembangan serta butir-butir apa saja yang masuk dalam kualifikasi sangat lemah.
Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif dengan metode survei. Populasi penelitian ini adalah semua orang tua siswa Happy Bear Preschool Yogyakarta Tahun Ajaran 2006/2007 yang berjumlah 51 orang tua siswa. Instrumen yang digunakan adalah kuesioner persepsi orang tua siswa Happy Bear Preschool Yogyakarta Tahun Ajaran 2006/2007 terhadap aspek-aspek dalam perkembangan PAUD kelompok usia 1-4 tahun. Kuesioner ini disusun oleh peneliti. Kuesioner yang kembali pada batas akhir pengembalian kuesioner adalah 41 lembar sehingga terdapat 10 lembar kuesioner yang tidak kembali. Data dianalisis dengan Penilaian Acuan Patokan (PAP) Tipe I.
viii
ix
DEVELOPMENT ASPECTS OF PRESCHOOL CHILDREN IN HAPPY BEAR PRESCHOOL ACADEMIC YEAR OF 2006/2007
The problems in research were: (1) the parents’ perception toward the educational development aspects of preschool children in Happy Bear Preschool academic year of 2006/2007. (2) The weakest development aspects. (3) The aspects belonged to the weakest category. The objective of this research was to recognize the parents’ perception toward the educational developments aspects of preschool students in Happy Bear Preschool and to recognize the developments aspects that were in the weakest category.
This research was a descriptive research with a survey method. The population of this research was all of parents of students at “HAPPY BEAR PRESCHOOL Yogyakarta” in academic year of 2006/2007 that consists of 51 parents. The instrument of this research was a questionnaire about perception of parents of “Happy Bear Preschool Yogyakarta” students in academic year of 2006/2007 concerning the development aspects of preschool students. The questionnaire was composed by the researcher. The returning questionnaires until he due time were 41 questionnaires. The unreturning questionnaires were 10 questionnaires. The data was analyzed with Valuation of Standards Type I
xi
Kristus karena cinta dan kasih serta tuntunan-Nya yang selalu menjadi pedoman dan dasar dalam penulis menyelesaikan tugas akhir ini. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu satu syarat memperoleh gelar sarjana pendidikan di Program Studi Bimbingan dan Konseling.
Penulis menyadari bahwa penyelesaian skripsi ini dapat berjalan dengan baik berkat bantuan, perhatian, dukungan, dan bimbingan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis menghaturkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Ibu Dr. M.M. Sri Hastuti, M.Si., Ketua Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma.
2. Bapak Fajar Santoadi, S.Pd., Wakil Ketua Program Studi Bimbingan dan Konseling.
3. Bapak Drs. Samana, M. Pd. dan Bapak Drs. Puji Purnomo, M. Si., selaku dosen pembimbing I dan II yang dengan penuh kesabaran dan perhatian mendampingi dan mengarahkan penulis hingga mampu menyelesaikan skripsi ini.
4. Ibu Dra. C.L.Milburga,CB.,M.Ed., sebagai dosen penguji yang telah berkenan memberikan waktu untuk membimbing penulis dalam proses pengujian.
5. Para Dosen Program Studi Bimbingan dan Konseling, yang telah membantu penulis belajar berbagai macam ilmu pengetahuan, dan ketrampilan. Prodi ini bukanlah prodi biasa namun prodi yang luar biasa. 6. Ibu Kepala Sekolah Kelompok Bermain dan Taman Kanak-kanak Ceria
Demangan yang telah menerima dan mengijinkan penulis melakukan uji coba instrument.
xii
Ms Lidia, Mbak Endar, Tanti, Ms Uwik, Ms Indah, Ms Ratei, Ms Tia, kak Sarah. Terkhusus buat adik-adik kecilku Fani, Marfel, Noel,Ote, dik Odi, Uta.
9. Keluargaku besarku di Yogyakarta, Bulek Endah dan Om Joni, Om Tri dan Tante Cipluq, OmYus dan Bulek Mima, Simbah kakung (Alm.), Mbah putri, Bulek Tiwuk, MbNovi, MbEri. Adik dan partner doaku Ivone. Adik-adikku Arya, Dimas, Aji, Bagas, Yoga, galih, Duta. Terima kasih untuk dukungan dan cinta kasihnya.
10. Bapak Suwito, Kepala SMKK BPK PENABUR Sukabumi dan rekan-rekan seperjuangan di sana yang telah memberikan ijin serta dukungan doa sampai tugas akhir ini selesai.
11. Mbak Andi, rekan perjuanganku..Berdua lebih baik dan lebih kuat..Terima kasih karena aku dapat belajar arti bekerja keras.
12. Mbal Lina, terima kasih untuk pelajaran tambahannya.
13. Yua, Ika, Arum, mbak Yuli, Sugeng, sahabat dan saudaraku yang selalu menguatkan dan mendengarkan setiap keluh kesahku. Tuhan Yesus memberkati.
14. Saudara-saudaraku di PPKW II GKJ Gondokusuman, Grandi, Virgin, mas Trombin, mas Tedi, mas Koko, mas Dani,Roni, Leni, Yoyok, Adin, Berta, Titi, Tia, Ata, Mbak Inggrid dan Om Gatot yang selalu mendoakanku, dan teman-teman lain yang belum aku sebutkan satu-persatu.
15. Teman-teman KOMMA, KOMPA, ALL I DO (Dimas, Dinto, Harel”makarena”, Dista, Ucok, Prambanan, Berta), dan KOMNA, GKJ Gondokusuman Yogyakarta. Terkhusus untuk mbak Retno, terima kasih untuk buku dan bimbingannya.
xiii
Sr.Nur, Mbak Didi, Mbak Nancy, Kak Ola, Kak Eka, dkk.
18. Adik-adik tingkat semuanya dan kakak tingkat yang tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu..Terima kasih untuk inspirasi dan dukungannya. 19. Sedulurku, yang sering aku temui di dunia maya, setiap artikel dan tulisan
mu membuatku bepikir dan termotivasi untuk tidak cepat puas. Aku ingat, “Good is the enemy of great”. Terima kasih ….Tuhan Yesus selalu memberkati.
20. CuPlik AB 4996 WU yang mengantarku kemana pun aku pergi serta bus Rajawali dan Crewnya yang selalu mengantarkanku Yogyakarta-Sukabumi.
21. Semua pihak yang belum bisa penulis sebutkan satu-persatu, terima kasih sekali karena telah mendukung proses penulisan tugas akhir ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang berguna dari berbagai pihak. Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat berguna bagi pihak-pihak yang membutuhkan dan tertarik dengan dunia pendidikan anak usia dini.
Yogyakarta, 2 Mei 2007 Penulis
xiv
HALAMAN PENGESAHAN………... iii
HALAMAN MOTTO………iv
HALAMAN PERSEMBAHAN……… v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA……… vi
ABSTRAK……….vii
ABSTRACK………... ix
KATA PENGANTAR………... xi
DAFTAR ISI………..xiv
DAFTAR TABEL………... xvi
DAFTAR LAMPIRAN………... xvii
BAB I PENDAHULUAN……… 1
A. Latar Belakang………. 1
B. Rumusan Masalah……… 9
C. Tujuan Penelitian………... 9
D. Manfaat Penelitian……… 10
E. Definisi Operasional………. 10
BAB II LANDASAN TEORI………13
A. Persepsi……….. 13
1. Pengertian Persepsi……….. 13
2. Tahap-tahap Persepsi………... 14
3. Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Persepsi Orang Tua……….. 15
4. Proses Persepsi……….17
B. Pendidikan Anak Usia Dini……….. 18
1. Batasan Usia dan Pengertian Pandidikan Anak Usia Dini……...18
xv
1. Tugas Perkembangan………... 27
2. Aspek-aspek Perkembangan……… 28
D. Persepsi Orang Tua terhadap Pendidikan Anak Usia Dini………... 46
BAB III METODOLOGI PENELITIAN……… 49
A. Jenis Penelitian………...49
B. Subyek Penelitian………...49
C. Intrumen Penelitian………50
D. Uji Coba Instrumen Penelitian………52
1. Validitas Instrumen ……….. 52
2. Reliabilitas Instrumen……….. 55
E. Pengumpulan Data Penelitian……… 58
F. Teknik Analisa Data……….. 61
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN………...62
A. Hasil Penelitian……….. 62
B. Hasil Pembahasan……….. 66
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN……… 79
A. Kesimpulan……… 79
B. Saran……….. 81
DAFTAR PUSTAKA……… 82
xvi
Perkembangan dalam Pendidikan Anak Usia
Dini yang Diujicobakan………...51 Tabel 2.Kisi-kisi Kuesioner Persepsi Orang Tua terhadap
Aspek-aspek dalam Perkembangan Pendidikan Anak Usia Dini yang Menjadi Alat Penelitian………..55 Tabel 3.Daftar Indeks Korelasi ………..58 Tabel 4.Penggolongan Berdasarkan Penilaian Acuan Patokan (PAP) Tipe I...59 Tabel 5.Penggolongan Persepsi Orang Tua Siswa Happy Bear Prescool
Yogyakarta Tahun Ajaran 2006/2007 terhadap Aspek Perkembangan dalam Pendidikan Anak Usia Dini Kelompok Usia 1-4 Tahun...63 Tabel 6.Penggolongan Kualifikasi Aspek Perkembangan Pendidikan
Anak Usia Dini Kelompok Usia 1-4 Tahun Menurut Persepsi Orang Tua
Siswa Happy Bear Preschool Yogyakarta Tahun Ajaran 2006/2007...65 Tabel 7. Penggolongan Setiap Butir berdasarkan
xvii
Ceria Yogyakarta Tahun Ajaran 2006/2007 terhadap Aspek-aspek dalam
Perkembangan PAUD Kelompok Usia 1-4 Tahun………..87
3. Kuesioner Mengenai persepsi Orang Tua Siswa/Siswi Taman Balita dan Kelompok Bermain Ceria Yogyakarta Tahun Ajaran 2006/2007 terhadap Aspek-aspek Perkembangan dalam PAUD Kelompok Usia 1-4……… 94
4. Contoh Perhitungan Secara Manual Validitas per Butir………..98
5. Hasil Validitas perButir/Item Persepsi Orang Tua terhadap PAUD Berdasarkan Pogram SPSS for Window SPSS 11,0 Production Facility... 99
6. Kuesioner Mengenai Persepsi Orang Tua Siswa Happy Bear Preschool Yogyakarta Tahun Ajaran 2006/2007 terhadap Aspek-aspek dalam Perkembangan PAUD Kelompok Usia 1-4 Tahun………. .103
7. Tabulasi Hasil Uji Coba ……… ……… .107
a. Tabulasi Hasil Uji Coba per Item………..107
b. Tabulasi Hasil Uji coba per Apek……….111
c. Perhitungan Reliabilitas dengan Rumus Angka Kasar…………...115
8. Tabulasi Hasil Data Penelitian………...116
9. Tabulasi Hasil Penelitian Setiap Aspek dan Butir………..……… ..119
10. Tabel 7. dan Sebaran Setiap Butir dalam Aspek Perkembangan Tertentu………..126
A. Latar Belakang Masalah
Ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) berkembang secara dinamis
(Jacob, 1988: 7) namun seringkali mendorong lahirnya persoalan-persoalan yang
tidak sedikit. Laju perkembangannya sendiri dapat berdampak positif dan negatif.
Salah satu dampak negatif IPTEK terhadap kehidupan manusia adalah tidak
sedikit manusia yang hidupnya dikuasai oleh sistem kerja dan cara kerja
mesin-mesin yang berteknologi tinggi. Lebih dari itu ironisnya manusia sebagai
“pencipta” seringkali harus berjuang untuk dapat mengikuti setiap perkembangan
hasil ciptaannya sendiri jika tidak maka eksistensi manusia dapat digantikan oleh
keberadaan mesin-mesin yang berteknologi canggih (Jacob, 1988: 4). Akibatnya
ancaman PHK dapat menjadi suatu ketakutan tersendiri bagi para pekerja yang
dinilai tidak dapat mengikuti perkembangan.
Selain itu, seringkali dalam satu produk terdapat suatu potensi yang
mendorong munculnya dampak ganda. Sebagai contohnya, para ahli kimia telah
berhasil menemukan persenyawaan baru yang dapat digunakan untuk obat
penenang/obat penghilang rasa sakit (morfin, athropin) oleh para dokter bedah.
Namun, dalam kenyataannya ternyata obat-obat ini telah disalahfungsikan
menjadi racun dan dipasarkan secara ilegal oleh sebagian orang. Salah satu
penyebab munculnya dampak ganda ini adalah adanya perbedaan motivasi serta
Sementara itu dampak lain perkembangan IPTEK adalah lahirnya proses
globalisasi yang mengakibatkan restrukturisasi dunia (Conny, 2002: 85).
Restrukturisasi ini disertai dengan banjir informasi yang tidak terbatas antar
negara. Akibatnya persaingan yang muncul pun tidak hanya terbatas pada
persaingan antar individu dalam satu daerah atau satu negara tetapi sudah
melibatkan persaingan individu antar negara. Persaingan dalam era globalisasi
memang berpengaruh di dalam kehidupan manusia pada umumnya serta dunia
pendidikan pada khususnya (Conny, 2002: 85).
Berdasarkan data yang dilaporkan The World Economic Forum, Swedia
(2000) Indonesia termasuk Negara yang memiliki daya saing yang rendah yaitu menempati urutan ke-37 dari 57 negara yang disurveinya. Data ini
mengindikasikan bahwa kualitas rata-rata manusia Indonesia masih tergolong
rendah. Rendahnya kualitas manusia Indonesia ini diduga mempengaruhi gaya
hidup, pola pikir, sistem kerja, serta cara pandang manusia Indonesia terhadap
sesuatu. Kualitas sumber daya manusia perlu ditingkatkan dengan mengadakan
suatu pembenahan. Pembenahan ini menyangkut seluruh aspek kehidupan
manusia dan pendidikan dapat menjadi salah satu solusinya. Pendidikan dapat
diartikan sebagai proses membantu seseorang untuk dapat menyadari adanya
nilai-nilai, mendalaminya, mengakuinya, memahami hakikatnya, memahami
kaitannya satu dengan yang lain dan peranan serta kegunaannya untuk hidup baik
secara individual maupun sosial (Mardiatmaja, 1986: 21). Kegiatan mendidik
sendiri dapat dikategorikan sebagai perbuatan fundamental karena setiap aktivitas
dapat mengubah dan menentukan kehidupan manusia (Driyarkara, 1991: 72).
Pendapat ini menunjukkan bahwa kegiatan mendidik mempunyai peranan yang
besar dalam peletakan dasar-dasar kehidupan manusia serta pembentukan karakter
sesuai dengan kodrat dan nilai-nilai yang dihayatinya. Melalui kegiatan mendidik
diharapkan perubahan perilaku dan pembenahan kualitas manusia Indonesia dapat
diupayakan.
“Kegiatan mendidik terjadi dengan dan dalam kehidupan bersama baik
disengaja maupun tidak disengaja, disadari maupun tidak disadari “ (Driyarkara,
1991: 32). Lingkungan keluarga adalah salah satu bentuk kehidupan bersama
pertama yang ditemui oleh anak setelah dilahirkan. Orang tua akan menjadi
pendidik yang pertama dan utama. Tujuan pendidikan di dalam keluarga adalah
meletakkan dasar-dasar kepribadian, mengembangkan tanggung jawab terhadap
diri sendiri dan terhadap orang lain, serta membangun dasar spiritualitas (Drost,
1998: 56). Orang tua mendidik anak mengenal Tuhan, cara bergaul, cara menjaga
kebersihan diri sendiri dan lingkungannya, penanaman nilai-nilai hidup, dan
memfasilitasi peralatan belajar anak di sekolah.
Orang tua adalah pendidik utama dan pertama namun bukan berarti orang
tua adalah satu-satunya pendidik. Bagaimanapun juga orang tua adalah manusia
yang memiliki keterbatasan oleh karena itu orang tua membutuhkan pertolongan
dari masyarakat untuk turut serta mendidik anak-anak mereka. Masyarakat adalah
suatu bentuk kehidupan bersama yang juga mempunyai peranan dalam mendidik
seseorang. Menanggapi kebutuhan ini maka masyarakat meminta lembaga
ketrampilan bagi anak-anak supaya pendidikan menjadi teratur dan terencana
(Drost, 1998: 56). Kerja sama antara orang tua, masyarakat, dan sekolah inilah
yang akan mempersiapkan seorang anak menjadi manusia dewasa. Mardiatmadja
(1986: 53) mengartikan manusia dewasa sebagai, orang-orang yang dapat secara
bebas memikul tanggung jawab bagi perkembangan hidupnya sendiri serta
bertanggung jawab untuk mengusahakan kesejahteraan bersama.
Seiring dengan perkembangan pendidikan di Indonesia, berkembang juga
permasalahan-permasalahan yang perlu segera dibenahi. Permasalahan tersebut
antara lain, berkaitan dengan pemerataan pendidikan, kualitas pendidikan,
pembangunan gedung-gedung sekolah dan fasilitasnya, rendahnya anggaran
APBN untuk pendidikan, rendahnya perhatian pemerintah terhadap pendidikan
anak usia dini. Permasalahan yang terakhir inilah yang akan menjadi topik utama
penelitian ini. Berdasarkan hasil perumusan Seminar dan Lokakarya Nasional
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), ditemukan data bahwa pada tahun 2001
sebanyak 19 juta anak atau 73% dari populasi anak (anak baru lahir - 6 tahun) di
Indonesia belum tersentuh oleh layanan PAUD. Kondisi ini sebagai akibat dari
masih minimnya ketersediaan sarana dan prasarana PAUD, sehingga layanan ini
belum banyak yang mencapai daerah pedesaan apalagi daerah terpencil.
Sesuai dengan tujuan serta fungsi pendidikan maka pembentukan sumber
daya manusia dewasa dan bekualitas hendaknya diupayakan sejak anak masih
berusia dini. Pendidikan akan menjadi suatu stimulus yang sangat berharga untuk
merangsang pertumbuhan dan perkembangan, terutama pada saat anak masih
besar dalam pembangunan bangsa ini. Inilah arti penting pendidikan bagi anak
usia dini bagi yang perlu disadari oleh pemerintah serta masyarakat Indonesia
secara keseluruhan.
Definisi PAUD telah banyak dirumuskan oleh para ahli salah satu ahli
merumuskan PAUD sebagai suatu bentuk upaya yang terencana dan sistematis
yang dilakukan oleh pendidik atau pengasuh anak-anak berusia 0-8 tahun (Hibana,
2005 : 4)
Pendidikan Anak Usia Dini menjadi satu bentuk pendidikan yang sangat
penting karena dalam rentang usia ini anak-anak mengalami perkembangan secara
cepat. Menurut sebuah penelitian terjadi perkembangan otak yang cepat hingga
mencapai 80% pada saat anak berusia 0-8 tahun. (Hibana, 2005: 10)
Perkembangan ini menyangkut perkembangan fisik dan psikis anak. Tidak hanya
itu anak-anak juga mulai dididik untuk menjaga kesehatan, kebersihan, dan
kedisiplinan. Sehingga dapat dikatakan bahwa usia ini adalah usia yang efektif
untuk meletakkan dasar kepribadian serta nilai-nilai hidup seseorang. Pendidikan
yang tepat pada saat anak masih berusia dini akan menstimulasi peningkatan
prestasi belajar, etos kerja, dan produktivitas anak. Stimulasi ini kelak diharapkan
akan mendukung anak untuk menjadi mandiri dan mampu mengoptimalkan
pengaktualisasian dirinya.
Konsep serta tujuan PAUD menjadi hal yang penting bagi perkembangan
setiap anak. Namun sayang pemahaman ini belum dimiliki secara mendalam oleh
seluruh lapisan masyarakat di negara ini. UNESCO sebagai lembaga PBB yang
pendidikan dan pelayanan bagi anak usia dini di Indonesia masih tergolong
rendah. Angka partipasi kelompok pendidikan pra sekolah sebesar 20%. Menteri
Pendidikan Nasional Bambang Sudibyo juga menyatakan bahwa pemahaman
masyarakat tentang PAUD masih sangat beragam sehingga muncul banyak
pertanyaan dan pendapat seputar PAUD (Kompas, 19 Juli 2005.hal.12).
Masyarakat sendiri masih mempertanyakan fungsi dan tujuan PAUD bagi
perkembangan anak-anak mereka. Banyak masyarakat yang merasa kawatir
apabila anak-anak akan menjadi bosan belajar jika mendapat pendidikan secara
formal atau non-formal sejak usia dini. Sehingga muncul pendapat bahwa
sebaiknya anak dididik setelah usia enam tahun, demikian yang disampaikan
Martini Jamaris (Educare, Juli 2005.hal.9). Sebagian masyarakat juga belum menjadikan pendidikan anak usia dini sebagai prioritas yang penting dalam
perkembangan anak.
Sementara itu di sisi yang lain, ada sebagian masyarakat sudah mengetahui
perlunya PAUD bagi anak-anak namun sayang pengetahuan ini belum diikuti
pemahaman dan tindakan yang tepat dalam mengaplikasikannya. Sebagai
buktinya tidak jarang orang tua yang membuat kegiatan tambahan yang berlebihan
atau enrichment program secara berlebihan bagi anak-anaknya . (Gunarsa, 2004: 390). Berbagai kursus mulai dari kursus membaca, menulis, menghitung, bahasa Inggris, balet, piano, modeling sudah “dipaksakan” kepada anak-anak kurang dari
3 tahun. Mereka tidak menyadari bahwa akibat dari stimulasi yang tidak tepat dan
terlalu dini inilah yang kelak dapat mengakibatkan munculnya kebosanan. Lebih
masyarakat. Sebagai pendidik utama seringkali orang tua justru merubah posisi
anak yang semula subjek pendidikan menjadi objek pendidikan. Tidak jarang
orang tua menuntut anak-anak mereka untuk menjadi orang “dewasa mini” yang
seharusnya dapat hidup mandiri, berpikir, bersikap, dan merasakan seperti yang
dilakukan orang dewasa sesunguhnya (Theo R. dan Martin H, 2004: 3). Akibatnya
orang tua menjadi memaksakan kehendaknya terhadap anak-anak mereka sendiri.
Fakta di masyarakat membuktikan bahwa persepsi masyarakat tehadap
pentingnya pelayanan PAUD masih sangat beragam. Penulis menduga
keberagaman persepsi pun dapat juga terjadi di dalam suatu lembaga pendidikan.
Peneliti telah bekerja di sebuah lembaga pendidikan non formal yaitu Happy Bear
Preschool Yogyakarta kurang lebih 1 tahun. Selama menjadi tenaga pengajar,
seringkali peneliti menemui orang tua yang di duga belum memiliki persepsi
yang tepat terhadap pendidikan anak usia dini. Alasan inilah yang mengantarkan
peneliti untuk membuktikan secara ilmiah bagaimana sesungguhnya persepsi
orang tua terhadap pendidikan anak usia dini khususnya di lembaga pendidikan
Happy Bear Preschool Yogyakarta tahun ajaran 2006/2007.
Happy Bear Preschool adalah usaha swasta perorangan yang sudah berdiri
hampir enam tahun dan termasuk dalam salah satu bentuk PAUD yaitu kelompok
bermain karena menangani anak berusia 1-4 tahun. Lembaga ini membagi
kelompok anak asuhnya menjadi tiga yaitu kelompok Baby untuk usia 1-2 tahun,
kelompok Happy untuk usia 2-3 tahun dan kelompok Teddy untuk usia anak 3-4
Lembaga pendidikan ini mengambil kurikulum yang dikeluarkan oleh
sebuah Yayasan Penelitian Pendidikan yang berpusat di Amerika. Pendekatan
yang digunakan adalah pendekatan active learning atau belajar aktif-positf. Pendekatan ini menjadi pilihan utama karena disesuaikan dengan bentuk
pembelajaran yang efektif bagi anak usia 1-4 tahun yaitu belajar dalam situasi
bermain sehingga anak menemukan pengalaman berharga dalam permainannya.
(Slamet Suyanto, 2005: 7). Orang dewasa dalam hal ini guru menstimulasi anak
berdasarkan aspek-aspek dan tugas perkembangannya. Aspek-aspek tersebut
adalah aspek fisik-motorik, aspek kognitif, aspek emosional, harga diri, aspek
bahasa dan literasi, aspek kreativitas dan daya cipta, aspek moral, dan aspek sosial
(Slamet Suyanto, 2005: 59)
Hibana (2005 : 11) berpendapat bahwa pendidikan anak usia dini dapat
menjadi cermin untuk melihat keberhasilan anak di masa mendatang. Alasannya
adalah karena di dalam periode ini untuk pertama kalinya struktur kehidupan
diletakkan dan ditanamkan. Andaikata rumah maka PAUD adalah sebagai fondasi
yang harus dibangun dengan kuat. Pembangunan ini akan mempengaruhi sikap
dan perilaku anak sepanjang hidupnya (Hibana, 2005: 32). Pemahaman ini perlu
dan sangat penting untuk dimengerti setiap orang tua, mengingat orang tua
mempunyai peran yang penting sebagai pendidik utama dan pertama. Penelitian
ini akan melibatkan seluruh orang tua siswa Happy Bear Preschool yang
berjumlah 51 orang tua siswa.
Sehubungan dengan peran penting ini maka peneliti tertarik untuk
YOGYAKARTA TAHUN AJARAN 2006/2007 TERHADAP ASPEK-ASPEK
PERKEMBANGAN DALAM PENDIDIKAN ANAK USIA DINI KELOMPOK
USIA 1-4 TAHUN.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah persepsi orang tua siswa Happy Bear Preschool Yogyakarta
Tahun Ajaran 2006/2007 terhadap aspek-aspek perkembangan dalam
Pendidikan Anak Usia Dini kelompok usia 1-4 tahun?
2. Aspek perkembangan dalam Pendidikan Anak Usia Dini kelompok usia
1-4 tahun mana sajakah yang persentasenya sangat lemah?
3. Butir-butir dalam aspek perkembangan tertentu mana sajakah yang masuk
dalam kategori sangat lemah?
C. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui persepsi orang tua siswa Happy Bear Preschool Yogyakarta
Tahun Ajaran 2006/2007 terhadap aspek-aspek perkembangan dalam
Pendidikan Anak Usia Dini kelompok usia 1-4 tahun.
2. Mengetahui aspek perkembangan dalam Pendidikan Anak Usia Dini
kelompok usia 1-4 tahun yang persentasenya paling rendah.
3. Mengetahui butir-butir dalam aspek perkembangan tertentu yang masuk
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Orang tua
Penelitian ini akan dapat digunakan sebagai bahan refleksi tentang
persepsi orang tua terhadap PAUD. Kecuali itu penelitian ini dapat
digunakan untuk menambah inspirasi bagi orang tua di dalam menerapkan
pendidikan anak usia dini.
2. Bagi Guru
Penelitian ini dapat memberikan gambaran konkrit akan persepsi orang tua
terhadap PAUD. Para guru juga dapat meningkatkan kerja sama dengan
orang tua sehingga orang tua dan guru dapat berjalan seirama dalam
mendidik anak-anak
3. Bagi peneliti lain
Penelitian ini bermanfaat bagi peneliti lain sebagai referensi jika penelitian
nya serupa atau berkaitan dengan topik ini.
E. Definisi Operasional
1. Persepsi adalah suatu proses menerima, memahami, mengorganisasikan
dan menginterpretasikan suatu stimulus yang diterima oleh individu
melalui panca indranya sehingga individu tersebut.dapat menyadari dan
memaknainya. Dalam penelitian ini persepsi dapat diartikan sebagai suatu
proses memahami aspek-aspek perkembangan dalam Pendidikan Anak
2. Pendidikan anak usia dini adalah upaya terencana dan sistematis yang
dilakukan oleh pendidik atau pengasuh anak usia 0-8 tahun dengan tujuan
agar anak mampu mengembangkan aspek aspek dalam dirinya secara
optimal (Hibana, 2005: 4). Dalam penelitian ini anak usia dini dibatasi dari
usia 1 sampai 4 tahun.
3. Orang tua adalah ayah dan ibu kandung atau wali yang menyekolahkan
anak-anaknya di Happy Bear Preschool Yogyakarta Tahun Ajaran
2006-2007.
4. Pendidikan adalah suatu bentuk bantuan yang ditujukan kepada seseorang
untuk dapat menyadari adanya nilai-nilai itu, mendalaminya,
mengakuinya, memahami hakikatnya, memhami kaitannya satu dengan
yang lain serta peranan dan kegunaannya untuk hidup baik secara
individual maupun sosial (Mardiatmaja, 1986: 21)
5. Aspek-aspek perkembangan dalam PAUD adalah hal-hal yang terdapat di
dalam diri anak yang dapat mengalami perubahan secara kualitatif. .
(Slamet Suyanto, 2005: 6)
6. Aspek perkembangan fisik-motorik adalah suatu poses tumbuh kembang
badan dan pengendalian gerakan jasmaniah melalui kegiatan pusat syaraf,
urat syaraf, dan otot yang terkoordinasi (Hurlock, 1992:150)
7. Aspek perkembangan kognitif adalah suatu proses yang menggambarkan
bagaimana pikiran anak berkembang dan berfungsi sehingga konsep diri
anak dapat terbentuk dan anak dapat melakukan penyesuaian diri dengan
8. Aspek perkembangan emosional dan harga diri adalah suatu proses yang
berkaitan dengan timbulnya perasaan positif atau negatif di dalam diri
anak yang perkembangannya dipengaruhi oleh kematangan dan proses
belajar.
9. Aspek perkembangan bahasa dan literasi adalah suatu proses
mengembangkan kemampuan dan ketrampilan dari segala bentuk
komunikasi dimana pikiran dan perasaan manusia disimbolisasikan agar
dapat menyesuaikan diri kepada orang lain. Contoh bahasa lisan, bahasa
tulis, bahasa isyarat, bahasa tubuh. (Ayah Bunda,1992, Edisi
Khusus,No.17.hal.78).
10. Aspek perkembangan kreativitas adalah suatu proses untuk menghasilkan
sesuatu yang baru baik benda maupun gagasan yang berbeda dan
orisinil.(Hurlock,1992, Edisi Khusus,No.17.hal.2).
11. Aspek perkembangan moral adalah suatu proses mengembangkan
perilaku yang sesuai dengan tata cara, kebiasaan, dan adat istiadat
lingkungan dimana dia berada. (Ayah Bunda, 1992, Edisi
Khusus,No.17.hal.74).
12. Aspek perkembangan sosial adalah kemampuan anak untuk menyesuaikan
diri dengan lingkungan, penerimaan lingkungan serta
pengalaman-pengalaman positif lain selama melakukan aktivitas sosial (Ayah Bunda,
Dalam bab ini peneliti akan memperjelas pemahaman mengenai
aspek-aspek yang berkaitan dengan topik penelitian. Landasan teori ini meliputi :
pembahasan terhadap persepsi, pendidikan anak usia dini, karakteristik anak usia
dini, persepsi orang tua terhadap pendidikan pnak usia dini.
A. Persepsi
1. Pengertian Persepsi
Jallaludin (1986: 64) menyatakan persepsi sebagai pengalaman
tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan
menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan.
Dimyati (1989: 41) berpendapat bahwa persepsi adalah
menafsirkan stimulus yang telah ada di dalam otak.
Sarlito Wirawan (1992: 44) berpendapat bahwa persepsi adalah
sejumlah penginderaan disatukan dan dikoordinasikan di dalam pusat
syaraf yang lebih tinggi (otak) sehingga manusia bisa mengenali dan
menilai objek-objek.
Bimo Walgito (1994: 53) menyatakan persepsi sebagai suatu
proses yang didahului penginderaan yang kemudian diteruskan ke pusat
susunan syaraf sehinga terjadi proses psikis sehingga individu menyadari
stimulus.
Davidoff (dalam Bimo Walgito, 1994: 53) menyatakan persepsi
diinterpretasikan sehingga individu menyadari, mengerti, tentang apa yang
diindera.
Berdasarkan seluruh pendapat tersebut peneliti menyimpulkan
persepsi sebagai suatu proses menerima, memahami, mengorganisasikan
dan menginterpretasikan suatu stimulus yang diterima oleh individu
melalui panca indranya sehingga individu tersebut.dapat menyadari dan
memaknainya.
2. Tahap-tahap Persepsi
Terdapat dua tahap persepsi (David O. Sears, 1999: 18), yaitu :
a. Tahap pertama adalah pemusatan perhatian pada rangsang yang menyolok (figure) dan yang lain sebagai latar belakang (ground).
Biasanya rangsangan yang berwarna, bergerak, bersuara, unik,
dekat, merupakan figure. Sedangkan rangsangan yang lembut, tidak menarik, tidak begerak, tidak bersuara, umum, jauh merupakan
ground. Misal : Perhatian kita biasanya tertuju pada sekelompok
anak-anak kecil yang bergerak kian kemari sambil berteriak, betepuk tangan,
bernyanyi, dari pada melihat sekelompok ibu-ibu yang sedang duduk
bersama untuk menunggui anak-anaknya beraktivitas.
b. Tahap kedua adalah mengorganisasikan dan menginterpretasikan objek secara spontan.
Proses persepsi diawali adanya stimulus yang ditangkap oleh
manusia akan cenderung mengorganisasikan dan menginterpretasikan
objek secara spontan. Misal : pada saat melihat ada sekelompok
anak-anak kecil berseragam dan sedang bermain bersama dengan 2-3 orang
dewasa, kita cenderung berpikir bahwa anak tesebut pasti
anak-anak TK atau Play group yang sedang bermain bersama gurunya.
3. Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Persepsi Orang Tua
Proses terjadinya persepsi tidak hanya dipengaruhi oleh
penginderaan saja namun ada beberpa faktor yang mempengaruhi
terjadinya proses persepsi. Faktor-faktor tersebut adalah perhatian yang
selektif, ciri-ciri rangsang, nilai-nilai serta kebutuhan hidup, dan
pengalaman terdahulu. (Irwanto, dkk, 1988: 76). Penjelasan mengenai
faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut :
a. Perhatian yang selektif.
Orang tua akan menerima berbagai macam rangsang dari
lingkungannya baik rangsang yang berkaitan dengan pendidikan
ataupun di luar pendidikan. Semua rangsang tersebut tidak harus
ditanggapi oleh orang tua, mereka akan menanggapi rangsang yang
menarik perhatiannya saja. Perhatian sendiri dapat diartikan sebagai
pemusatan atau konsentrasi dari seluruh aktivitas individu yang
ditujukan kepada sesuatu atau sekumpulan objek (Bimo Walgito, 1988:
56). Sesuai dengan tahap kedua persepsi maka tidak semua jenis
diperhatikan maka objek tersebut akan semakin disadari dan semakin
jelas ditangkap oleh individu. Dalam hal ini jika orang tua memberikan
perhatian yang besar terhadap pendidikan maka sangat wajar jika
pendidikan menjadi prioritas yang penting di dalam keluarga.
b. Ciri-ciri rangsang.
Rangsang yang menarik perhatian adalah rangsang yang
menunjukkan intensitas yang lebih kuat dan frekuensi yang lebih
sering muncul dibandingkan dengan rangsang yang lain. Contoh : lebih
panas, lebih merah, lebih keras, lebih lunak, lebih panjang, lebih
pendek, lebih cantik.
c. Nilai-nilai serta kebutuhan hidup orang tua.
Nilai adalah hakikat suatu hal yang menyebabkan hal itu pantas
dikejar oleh manusia demi peningkatan kualitas manusia atau yang
berguna untuk suatu tujuan ( Mardiatmaja, 1986: 54). Nilai menunjuk
sikap orang terhadap sesuatu. Sikap sendiri terdiri dari tiga komponen
yaitu kognitif, afektif, perilaku (David O. Sears, dkk, 1999: 138)
Pengertian ini mengantarkan kita untuk berpikir bahwa nilai-nilai
hidup yang dimiliki oleh orang tua dapat mempengaruhi persepsinya
terhadap sesuatu. Contohnya, orang tua yang meletakkan nilai-nilai
keagamaan di dalam kerangka nilai hidupnya cenderung akan
mengenalkan dan mengajarkan nilai-nilai keagamaan kepada
anak-anaknya sejak anak masih dalam kandungan.
Persepsi orang tua terhadap suatu objek atau peristiwa dapat
dipengaruhi oleh pengalaman hidupnya. Bila pengalaman ini sering
muncul dan diulang-ulang maka cara merespon pengalaman ini akan
berubah menjadi suatu kebiasaan. Pengalaman-pengalaman hidup juga
mempengaruhi orang tua mempersepsi suatu isyarat, lambang, atau
suatu kondisi tertentu, sehingga muncul suatu pendapat bahwa persepsi
pada umumnya merupakan proses informasi yang dipengaruhi
pengalaman-pengalaman masa lampau (Dimyati, 1989: 49). Contohnya
: ada orang tua yang berpendapat bahwa ketrampilan membaca,
menulis, dan menghitung harus di ajarkan kepada anak sejak kecil.
Orang tua tersebut kemudian menyekolahkan anaknya ke play group atau kelompok bermain tertentu. Tapi akhirnya mereka kecewa karena
melihat aktivitas anak-anak mereka hanya bermain dan tidak diajari
menulis, membaca, dan menghitung. Akibatnya mereka tidak
menyekolahkan anaknya lagi karena muncul persepsi bahwa play
group atau kelompok bermain bukanlah suatu tempat pendidikan yang baik karena tidak mengajarkan anaknya membaca, menulis, dan
menghitung.
4. Proses Persepsi
Bimo Walgito (1994: 54) menuliskan proses terjadinya persepsi
sebagai berikut :
objek menimbulkan stimulus. Stimulus mengenai alat indra atau
sensoris ke otak. Kemudian otak memproses stimulus tersebut sehingga
individu dapat menyadari dan memaknai apa yang ia terima sebagai suatu
akibat dari stimulus yang diterimanya (objek persepsi)
Proses ini akan lebih jelas terlihat melalui bagan di bawah ini :
Bagan proses persepsi
B. Pendidikan Anak Usia Dini
1. Batasan Usia dan Pengertian Pendidikan Anak Usia Dini
Berdasarkan hasil perumusan Seminar dan Lokakarya Nasional
Pendidikan Anak Dini Usia (PADU) yang diselenggarkan pada tanggal
10-12 September 2003 maka istilah Pendidikan Anak Dini Usia diubah
menjadi Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Perubahan ini terjadi karena
istilah PAUD secara semantik kebahasaan dipandang jauh lebih tepat
dibandingkan PADU.
Beberapa para ahli PAUD memiliki pandangan yang berbeda
tentang batasan usia PAUD. Satu pihak memberikan batas usia 0-6 tahun
sedangkan pihak yang lain 0-8 tahun. Sementara itu banyak di
negara-negara maju memberikan batasan usia PAUD dari 0-8 tahun (Slamet
Obyek/
peristiwa
Stimulu
s
Reseptor
Syaraf
sensoris
Otak
Suyanto, 2005: 8). N.U. Adiningsih (Pikiran Rakyat, 15 April 2003.hal.5)
menuliskan, Keith Osborn, ahli perkembangan anak dari Universitas
Georgia Amerika Serikat berpendapat bahwa perkembangan intelektual
anak yang sangat pesat (peka belajar) justru terjadi pada kurun usia nol
sampai usia enam tahun (masa usia dini). Mengapa bisa demikian? Karena
sesungguhnya sejak lahir, anak telah dibekali dengan "materi" otak yang
siap belajar. N.U.Adiningsih juga menuliskan bahwa Benyamin S. Bloom
(Pikiran Rakyat,15 Apil 2003.hal.5) menyatakan bahwa 50% dari potensi intelegensi anak sudah terbentuk di usia 4 tahun, kemudian akan mencapai
80% ketika ia berusia 8 tahun. Demikian juga dengan Martini Jamaris
yang berpendapat bahwa secara teori akademik batasan usia PAUD adalah
0-8 tahun (Educare, Juli 2005.hal.9)
Pemerintah Indonesia sendiri memutuskan batasan usia PAUD 0-6
tahun, hal ini sesuai dalam penjelasan Undang-Undang No.20 Tahun 2003
pasal 28 ayat 1 tentang Pendidikan Anak Usia Dini. Kecuali itu, secara
kelembagaan dan undang-undang anak yang berusia 7-12 tahun sudah
masuk dalam pendidikan dasar. Berdasarkan hal ini maka PAUD dan
pendidikan dasar ditangani oleh dua lembaga yang berbeda. Berdasarkan
keputusan Menteri Pendidikan Nasional No. 015/2001 tanggal 19 April
2001 Pendidikan Anak Usia Dini dikelola oleh Direktorat Pendidikan
Anak Usia Dini dibawah Direktorat Jenderal Pendidikan Luar Sekolah dan
Pemuda sedangkan pendidikan dasar (SD) termasuk dibawah Direktorat
usia PAUD 0-8 tahun karena secara teori akademis telah membuktikan
bahwa perkembangan potensi serta petumbuhan otak tejadi sangat pesat
pada saat anak berusia 0-8 tahun sehingga sangat sayang sekali jika fase
ini terlewat begitu saja.
Perbedaan pandangan akan konsep PAUD masih sangat beragam,
demikian juga dengan pengertian PAUD. Beberapa ahli merumuskan
pengertian yang berbeda mengenai PAUD yaitu :
a. Marjory Ebbeck seorang pakar PAUD dari Australia menyatakan
bahwa pendidikan anak usia dini adalah pelayanan kepada anak mulai
lahir sampai umur delapan tahun ( Hibana, 2005: 3)
b. Undang-undang Republik Indonesia No.20 tahun 2003 tentang
Sisdiknas menyatakan bahwa PAUD adalah suatu upaya pembinaan
yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia 6 tahun
yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk
membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar
anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.
c. Menurut Hibana (2005: 4) PAUD adalah upaya yang terencana dan
sistematis yang dilakukan oleh pendidik atau pengasuh anak usia 0-8
tahun yang diawali dari pendidikan keluarga dilanjutkan dengan play
group, taman kanak-kanak dan SD kelas awal yang bertujuan agar
anak mampu mengembangkan potensi yang dimiliki secara optimal
d. Slamet Suyanto (2005: 1) berpendapat bahwa Pendidikan Anak Usia
Sebuah pendidikan yang perlu dikhususkan karena anak usia ini
memiliki karakteristik yang berbeda.
Berdasarkan pendapat para ahli ini maka penulis berpendapat
bahwa PAUD adalah suatu bentuk pendidikan bagi anak-anak usia 0-8
tahun yang diselenggarakan baik secara formal, non-ormal maupun
informal yang bertujuan untuk mengoptimalkan pengembangan potensi
anak sebagai dasar pembentukan manusia dewasa yang utuh.
2. Tujuan Pendidikan Anak Usia Dini
Pendidikan Anak Usia Dini telah banyak diselenggarakan oleh
masyarakat secara swadaya. Berbagai Lembaga Sosial Masyarakat (LSM)
juga sudah melibatkan diri untuk memberikan pelayanan bagi anak-anak
usia dini. Berdasarkan hasil perumusan Seminar dan Lokakarya Nasional
PADU (2003 : 25) sampai tahun 2001 anak-anak usia 0-6 tahun yang
belum terlayani PAUD diperkirakan 19 juta anak (73% dari keseluruhan
populasi anak). Kondisi ini sungguh memprihatinkan jika kita mengingat
arti pentingnya pendidikan bagi anak usia dini. Neni Utami Adiningsih
(Pikiran Rakyat, 15 April 2003.hal.6) mengungkapkan bahwa “secara
biologis Cortex (lapisan tebal kelabu yang membentuk permukaan luar
otak) anak terdiri dari 100 miliar neuron dan sekitar satu triliun sel glia
yang berfungsi sebagai sambungan.” Neuron dan sel glia ini akan terus
berkembang dan menghasilkan letupan-letupan listrik jika mendapatkan
rangsangan yang tepat secara terus-menerus. Slamet Suyanto (2005: 41)
sel glia maka semakin cerdas otaknya.” bila sel-sel saraf ini tidak
mendapatkan rangsangan maka neuron dan sel glia akan rusak dengan
sendirinya. Di sinilah letak pentingnya stimulus rangsangan sensorik baik
yang berasal dari mata, telinga, hidung, mulut maupun perabaan.
Setiap anak unik karena setiap anak diberikan potensi yang berbeda
antara satu dengan yang lain. Akibatnya tingkat kecerdasan, bakat, serta
minat terhadap banyak hal akan berbeda antara anak yang satu dengan
yang lain.
Salah satu hasil dari Seminar dan Lokakarya Nasional PADU
adalah perumusan tujuan PAUD (2003: 5). Tujuan tersebut adalah
memfasilitasi pertumbuhan dan perkembangan fisik dan psikis anak usia
dini agar ia dapat bertumbuh dan berkembang secara sehat dan optimal
sesuai dengan nilai, norma, dan harapan masyarakat. Berdasarkan hal ini
maka peranan dan tujuan PAUD menjadi penting karena akan membantu
guru dan orang tua untuk membimbing dan mengoptimalkan aktualisasi
setiap anak sesuai dengan kebutuhan individual anak (Slamet Suyanto,
2005: 5). Seminar dan Lokakarya Nasional PAUD (2003: 5) menuliskan
fungsi penyelenggaraan program Pendidikan Anak Usia Dini, sebagai
berikut :
a. Fungsi pengembangan segenap potensi anak.
b. Fungsi penanaman nilai-nilai dan norma-norma kehidupan.
c. Fungsi pembentukan dan pembiasaan perilaku-perilaku yang diharapkan.
d. Fungsi pengembangan pengetahuan dan ketrampilan dasar. e. Fungsi pengembangan motivasi dan sikap belajar yang positif.
Pelayanan PAUD tidak berjalan begitu saja namun ada
prinsip-prinsip yang harus diperhatikan dalam menjalankan serta
mengembangkannya. Pinsip-prinsip yang berhasil dirumuskan dalam
Seminar dan Lokarya Nasional Pendidikan Anak Usia Dini (2003: 6)
tersebut adalah :
a. Holistik dan terpadu : PAUD dilaksanakan dengan terarah ke
pengembangan segenap aspek pertumbuhan dan perkembangan fisik
dan psikis anak serta dilaksanakan secara terintegrasi dalam suatu
kesatuan program utuh dan proporsional. Pelaksanaan PAUD
hendaknya terpadu antara peran pendidikan keluarga, sekolah, dan
masyarakat.
b. Berbasis keilmuan : prinsip ini mengandung arti bahwa praktek PAUD
yang tepat perlu dikembangkan berdasarkan temuan-temuan mutakhir
dalam bidang keilmuan yang relevan. Para ahli PAUD diharapkan
dapat mensosialisasikan temuan-temuan ilmiah di bidang PAUD.
Tujuannya supaya temuan ilmiah tersebut dapat membantu
pelaksanaan PAUD baik oleh tenaga profesional di lembaga-lembaga
Pendidikan Anak Usia Dini maupun oleh tenaga non-profesional di
masyarakat dan keluarga.
c. Berorientasi pada perkembangan anak : PAUD dilaksanakan sesuai
dengan karakteristik dan tahapan perkembangan anak sehingga proses
perbedaan individual anak, serta melalui aktivitas langsung dalam
suasana bermain.
d. Berorientasi pada masyarakat : Anak adalah bagian dari masyarakat
dan sekaligus sebagai generasi penerus dari masyarakat yang
bersangkutan. Pengembangan PAUD hendaknya memperhatikan
nilai-nilai sosio-kultural yang berkembang pada masyarakat yang
bersangkutan.
4. Bentuk-bentuk Program Pendidikan Anak Usia Dini
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 telah menyebutkan tentang
posisi dan kedudukan PAUD. Dalam Pasal 28 Ayat 2 dinyatakan bahwa
PAUD dapat diselenggrakan melalui jalur pendidikan formal, non formal,
dan informal. Pasal ini secara tidak langsung menunjukkan bahwa
keluarga, masyarakat, dan negara mempunyai tanggung jawab yang sama
dalam memberikan pendidikan bagi anak-anak usia dini.
Program pendidikan anak usia dini juga memiliki beberapa bentuk
organisasi yang setiap bentuknya memiliki kekhasan sendiri-sendiri.
Hibana (2005: 56 ) menguraikan bentuk-bentuk program PAUD sebagai
berikut :
a. Pendidikan Keluarga (0-2 tahun)
Pada tahap ini pendidikan anak umumnya masih di dalam
lingkungan keluarga. Pendidikan keluarga merupakan pendidikan
utama dan pertama karena pada tahap inilah fondasi struktur
peranan yang penting dalam memberikan nilai-nilai pendidikan kepada
anak dalam keluarga.
b. Taman Pengasuhan Anak (2-3 tahun)
Taman Pengasuhan Anak adalah lembaga kesejahteraan sosial
yang memberikan pelayanan pengganti berupa asuhan, perawatan dan
pendidikan bagi anak balita selama anak tersebut ditinggal bekerja oleh
orang tuanya. Tujuan TPS ini membantu orang tua supaya dapat lebih
berkosentrasi dan lebih optimal pada saat bekerja. Selain itu,
anak-anak yang ditinggal bekerja akan tetap terjaga pertumbuhan dan
perkembangan fisik, psikis, dan sosial. TPA sekarang ini dibedakan
menjadi lima macam yaitu TPA perkantoran, TPA pasar, TPA
lingkungan, TPA perkebunan dan TPA keluarga.
c. Kelompok Bermain (1-4 tahun)
Kelompok bermain merupakan tampat bermain dan belajar bagi
anak sebelum memasuki Taman Kanak-kanak.
d. Taman Kanak-kanak (4-6 tahun)
Taman Kanak-kanak merupakan jenjang pendidikan setelah play
group sebelum anak masuk Sekolah Dasar. Walaupun TK bukan jenjang pendidikan wajib diikuti namun memberikan banyak manfaat
bagi persiapan anak untuk masuk Sekolah Dasar.
e. SD (Sekolah Dasar)
Sekolah Dasar adalah jenjang pendidikan formal setelah Taman
tahun. Jenjang kelas yang masuk dalam katergori usia dini adalah kelas
I sampai dengan kelas II.
Kelompok Bermain dan Taman Kanak-kanak merupakan
pendidikan pra sekolah yang diberikan kepada anak sebelum memasuki
jenjang pendidikan dasar. Keduanya memiliki persamaan dan perbedaan.
Persamaan dari keduannya adalah:
a. Bertujuan untuk mengembangkan semua aspek di dalam diri anak
(aspek fisik-motorik, aspek kognitif, aspek emosional, harga diri, dan
aktualisasi diri, aspek bahasa serta literasi, aspek kreativitas serta daya
cipta, aspek moral, dan aspek sosial).
b. Isi program merupakan penjabaran dari tujuan pendidikan
masing-masing.
Sedangkan perbedaannya adalah :
a. Frekuensi kehadiaran di Taman Kanak-kanak masuk setiap hari,
sedangkan di Kelompok Bermain hanya tiga hari.
b. Taman Kanak-kanak memiliki kurikulum yang baku, sedangkan
kurikulum Kelompok Bermain tidak baku dan penerapannya jauh
lebih fleksibel.
c. Dari segi usia Kelompok Bermain menampung usia 1-4 tahun
sedangkan Taman Kanak-kanak menampung anak usia 4-6 tahun.
Setiap anak dilahirkan secara unik sehingga masing-masing
mempunyai kekhasan yang berbeda-beda. Seorang pendidik perlu
mempertimbangkan keunikan setiap anak secara serius. Pemahaman ini
akan menjadi dasar bagi pendidik untuk mendidik, mengajar, dan
membimbing setiap anak. Keunikan setiap anak perlu dipahami supaya
setiap anak dapat berkembang berdasarkan tugas perkembangan dan
kematangannya. Anak yang berkembang sesuai dengan tugas
perkembangannya akan tumbuh menjadi seorang anak yang memiliki rasa
percaya diri dan konsep diri yang positif. Tugas perkembangan adalah
suatu harapan yang muncul pada suatu periode tertentu dari kehidupan
individu yang jika terpenuhi akan menimbulkan rasa bahagia dan
membantu individu untuk mencapai tugas perkembangan selanjutnya
(Havighurst dalam Hurlock, 1995: 40). Tugas perkembangan berisi
harapan sosial dari masyarakat terhadap individu. Fungsi tugas
perkembangan ini adalah menjadi gambaran bagi orang tua dan guru
dalam mendidik anak, mempersiapkan anak menghadapi harapan di masa
mendatang, dan memotivasi anak untuk berkembang. Slamet Suayanto
(2005 : 46-48) menuliskan beberapa tugas perkembangan untuk anak usia
1-4 tahun. Perincian lebih lanjut mengenai tugas perkembangan dapat
dilihat dalam lampiran 1 halaman 85.
Pendidikan Anak Usia Dini adalah suatu pogram yang dilakukan
secara terencana dan sistematis. Pengertian ini menandakan bahwa pogram
ini membutuhkan acuan untuk menjalankannya. Acuan tesebut adalah
tugas perkembangan serta aspek-aspek perkembangan anak usia dini.
Slamet Suyanto (2005: 49) menuliskan bahwa aspek-aspek psikologis
yang dapat dikembangkan melalui PAUD adalah perkembangan
fisik-motorik, perkembangan kognitif, perkembangan moral, dan disiplin,;
perkembangan emosional dan harga diri, perkembangan kreativitas dan
daya cipta. Penjelasan setiap aspek akan diijabarkan berikut ini.
a. Perkembangan Fisik-Motorik
Aspek perkembangan fisik-motorik adalah suatu poses tumbuh
kembang badan dan pengendalian gerakan jasmaniah melalui kegiatan
pusat syaraf, urat syaraf, dan otot yang terkoordinasi (Hurlock,
1992:150)
Perkembangan fisik-motorik meliputi perkembangan badan
yaitu motorik kasar dan motorik halus. Motorik kasar berfungsi untuk
melakukan gerakan dasar yang terkoordinasi oleh otak seperti berlari,
melompat, menendang, melempar, memukul, mendorong, dan
menarik. Sedangkan motorik halus berfungsi untuk melakukan gerakan
seperti menulis, melipat, merangkai, mengancingkan baju, mengikat
tali sepatu, menggunting, menggambar dan mewarnai. Kegiatan
motorik halus yang berhubungan dengan tangan tampak saat anak
Perkembangan anak pada umumnya memiliki pola yang sama
dan dapat diramalkan namun kecepatan serta caranyalah yang bebeda
bagi setiap anak (Hibana, 2005: 41). Perbedaan kecepatan serta cara
berkembang setiap anak dipengaruhi oleh kematangan fisik dan psikis
anak. Gessell dan Ames serta Illingsworth (dalam Slamet Suyanto,
2005: 50) menuliskan beberapa pola perkembangan fisik anak :
1) Continuity (bersifat kontinu),dimulai dari gerakan yang sederhana menuju ke arah yang lebih kompleks sejalan dengan bertambahnya usia anak
2) Uniform sequence(memiliki pola tahapan yang sama), semua anak memiliki pola tahapan yang sama meskipun kecepatan tiap anak untuk tahapan tersebut bebeda.
3) Maturity (kematangan), dipengaruhi oleh perkembangan sel saraf. Sel saraf telah terbentuk saat anak lahir, tetapi proses mielinasinya masih terus berlangsung sampai bebeberapa tahun kemudian. Anak tidak dapat melakukan suatu gerak motorik tertentu yang terkoordinasi sebelum proses mielinasi tercapai.
4) Umum ke khusus yaitu dimulai dari gerak yang besifat umum ke gerak yang bersifat khusus. Gerakan secara menyeluruh dari badan terjadi lebih dahulu sebelum gerakan bagian-bagiannya. Hal ini disebabkan karena otot-otot besar berkembang lebih dulu dibandingkan otot-otot halus.
5) Dimulai dari gerak refleks bawaan ke arah gerak yang terkoordinasi. Anak lahir ke dunia telah memiliki refleks, seperti menangis bila lapar, haus, sakit, atau merasa tidak enak. Refleks tersebut aka berubah menjadi gerak terkoordinasi dan bertujuan. Misalnya orang dewasa tidak lagi menangis karena lapar.
6) Bersifat chepalo-caudal direction, artinya bagian yang mendekati kepala berkembang lebih dahulu dibanding bagian yang mendekati ekor. Otot pada leher berkembang lebih dahulu daripada otot kaki. 7) Bersifat proximo-distal, artinya bahwa bagian yang mendekati
sumbu tubuh (tulang belakang) berkembang lebih dahulu dari yang lebih jauh. Otot dan saraf lengan berkembang lebih dahulu dari pada otot jari. Oleh kerena itu, anak TK menagkap bola dengan lengan, dan bukan dengan jari.
Perilaku anak yang mencerminkan pekembangan fisik-motoriknya
(Slamet Suyanto, 2005: 192-194) tampak dalam gejala berikut ini :
a) Motorik kasar antara lain meliputi :
(1) memanjat tali, tangga,dan panjatan.
(2) berlari.
(3) Melompat.
(4) menendang, melempar, menangkap bola.
(5) bermain lompat tali.
(6) berjalan pada titian keseimbangan.
b) Motorik halus antara lain meliputi :
(1) menarik resluiting (zip).
(2) mengancing baju.
(3) menggunting pola.
(4) mengikat tali sepatu.
(5) mewarnai pola.
(6) makan dengan sendok.
(7) menyisir rambut.
(8) menggambar.
c) Organ sensoris antara lain meliputi :
(1) mendengarkan perintah guru dari jauh.
(2) melihat tulisan atau bagan di papan tulis dari jauh.
(3) mengenali berbagai benda dalam kotak tanpa melihat.
(5) mampu mengenali berbagai macam bau.
(6) menyebutkan berbagai warna benda.
(7) menyebutkan ciri-ciri objek dari observasi.
b. Aspek Perkembangan Kognitif
Aspek perkembangan kognitif adalah suatu proses yang
menggambarkan bagaimana pikiran anak berkembang dan berfungsi
sehingga konsep diri anak dapat terbentuk dan anak dapat melakukan
penyesuaian diri dengan lingkungannya. (Ayah Bunda, 1992,Edisi Khusus,No.17.hh.61).
Jean Piaget berpendapat bahwa perkembangan kognitif dapat
menggambarkan bagaimana proses berfikir anak dapat berkembang
dan berfungsi dengan baik (dalam Slamet Suyanto, 2005: 53).
Perkembangan ini cenderung berkembang secara bertahap dan
memiliki pola perkembangan yang sama. Jean Piaget (dalam Slamet
Suyanto, 2005: 53-54) menuliskan beberapa tahap perkembangan
berpikir yaitu sensorimotor, preoperasional, konkret operasional,
formal operasional. Keempat tahap perkembangan tersebut berlaku
serentak di semua sub-aspek perkembangan kognitifnya yaitu dalam
pengetahuan figuratif, pengetahuan prosedural/operatif, pengetahuan
tamporal dan spasial, pengetahuan dan reproduksi memori. Sebagai
contoh, anak yang masih bepikir konkret operasional (7-11thn), pada
berpikir secara konkret operasional Cara berpikir ini juga akan
diterapkan oleh anak pada saat dia sedang mempelajari bahasa dan
sains. Setiap anak melalui tahap yang sama namun waktu yang
dibutuhkan bagi setiap anak untuk menyelesaikan tugas perkembangan
dalam tahapan itu berbeda. Penjelasan mengenai tahap-tahap
perkembangan berpikir yang dikemukakan oleh Piaget (Slamet
Suyanto, 2005: 53-54) tersebut adalah :
1) Sensorimotor (0-2 tahun).
Pada tahap ini anak lebih banyak menggunakan gerak refleks dan
indranya untuk berinteraksi dengan lingkungannya. Hasil
pengalaman berinteraksi dengan lingkungan ini sangat berguna
untuk pengalaman berpikir lebih lanjut.
2) Preoperasional (2-7 tahun).
Pada tahap ini anak mulai menunjukkan proses berpikir yang labih
jelas. Ia mulai mengenali beberapa simbol dan tanda termasuk
bahasa dan gambar. Anak menunjukkan kemampuannya
melakukan permainan simbolis atau pretend play. Misalnya, anak
menggerakkan balok seakan-akan balok tersebut adalah mobil. Ciri
khas tahap ini adalah kurangnya kemampuan mengadakan
konservasi, cara berpikir masih memusat sehingga perhatiannya
hanya terpusat pada satu dimensi saja (mengabaikan dimensi yang
lain). Selain itu cara berpikir preopersional juga belum dapat
egosentris karena belum dapat memahami cara berpikir orang lain.
Dalam tahap ini kemampuan berbahasanya juga mengalami
perkembangan meskipun anak belum mengerti dengan sungguh
apa yang dibicarakannya. Kemampuan berbahasa ini nantinya akan
menjadi sebuah bentuk ekspresi dari pikirannya.
3) Konkret operasional (7-11tahun).
Pada tahap ini anak sudah dapat memecahkan persoalan-persoalan
sederhana yang bersifat konkret. Ia telah dapat berpikir reversible (berkebalikan) atau dengan kata lain anak dapat berpikir balik (dua
arah). Misal anak memahami bahwa 2+3=5, maka ia akan tahu
kalau 5-2=3 atau 5-3=2. Pada tahap ini, anak sudah mampu
mengklasifikasikan dan mengurutkan suatu objek misal :
mengurutkan kotak berdasarkan ukurannya, mengelompokkan
leggo berdasarkan warna tertentu. Kemampuan ini memerlukan ketrampilan berpikir tertentu. Pertama, anak harus dapat mengenali
ciri-ciri objek. Kedua, anak harus dapat mengenali persamaan dan
perbedaan objek. Ketiga, anak harus dapat memilih salah satu
atribut sebagai dasar klasifikasi, misalnya shape (bentuk). Guru atau orang dewasa lainnya dapat menstimulasi ketrampilan ini
dengan menggunakan objek dan pengalaman langsung dalam
kegiatan pembelajaran.
4) Formal Operasional (11 Tahun-ke atas)
depan matanya. Anak ini sudah dapat menjumlahkan dan mengurangi angka dalam kepalanya dengan menggunakan operasional logisnya.”
Pada tahap ini anak dapat melakukan hal-hal berikut :
a) Berpikir secara hipotesis dan deduktif.
Anak sudah dapat membuat kesimpulan secara logis dari
premis-premis yang ada. Misal, salah satu ciri-ciri hewan
mamalia adalah menyusui anaknya. Suatu saat anak tersebut
melihat seekor sapi menyusui anaknya maka dia dapat
membuat kesimpulan bahwa sapi termasuk hewan mamalia.
b) Berpikir secara abstrak.
Anak dapat berpikir secara abstrak dan reflektif. Kemampuan
ini dapat terlihat pada saat anak menghadapi masalah. Anak
dapat menemukan pemecahannya dengan cara mengkaitkan
berbagai macam pengetahuan yang dimilikinya. Kemampuan
ini dapat dilakukan di dalam pikiran.
c) Mampu membuat analogi.
Anak mampu memahami analogi. Anak akan mencoba
menghubungkan analogi dengan kenyataan yang
sesungguhnya. Dalam tahap ini guru-guru dapat menggunakan
analogi, simbol, gambar untuk menerangkan suatu pokok
pelajaran.
d) Mampu mengevaluasi cara berpikir.
Hal itu dilakukan dengan mencari segi-segi positif dan negatifnya. Dengan cara demikian anak dapat memperbaiki cara berpikirnya.”
Perkembangan semua tahap berpikir tersebut berkembang serentak
dalam sub-aspek perkembangan kognitif anak. Perilaku anak yang
mencerminkan perkembangan sub-aspek kognitif (Slamet Suyanto,
2005: 194-195) tampak dalam gejala berikut ini :
1) Informasi/pengetahuan figuratif anatara lain meliputi : a) mengenal nama-nama warna.
b) mengenal nama berbagai benda yang ada di rumah. c) mengenal nama bagian-bagian tubuh.
d) mengenal nama anggota keluarga, teman, dan guru. 2) Pengetahuan prosedural/operatif antara lain meliputi :
a) menghitung, menata, mengurutkan, dan mengklasifikasikan. b) mengenali masalah, mencari alternatif pemecahan, dan,
memecahkan masalah sederhana.
c) mampu ke toilet, memakai baju, dan makan sendiri. d) menceritakan bagaimana cara pergi dan pulang sekolah.
e) mampu membandingkan dua objek atau lebih (compare and contrast).
3) Pengetahuan temporal dan spasial atara lain meliputi : a) mengatahui waktu (siang, malam, kemarin, besok).
b) mengenal lokasi (di bawah, di atas, di samping, kanan, kiri, tinggi, rendah).
c) mengenal kecepatan (cepat, lambat).
4) Pengetahuan dan pengingatan memori antara lain meliputi : a) mengingat alphabet (huruf).
b) mengingat nama-nama teman. c) mengingat nama hari dan tanggal.
c. Aspek Perkembangan Emosional dan Harga Diri
Aspek perkembangan emosional dan harga diri adalah suatu proses
yang berkaitan dengan timbulnya perasaan positif atau negatif di dalam
diri anak yang perkembangannya dipengaruhi oleh kematangan dan
Emosi adalah letupan perasaan yang muncul dari dalam diri seseoang
baik bersifat positif maupun negatif (Hibana, 2005: 109).
Perkembangan emosi anak berdampak pada penyesuaian pribadi dan
sosial anak. Salah satu penyebabnya adalah karena emosi merupakan
sumber penilaian diri dan sosial. Orang dewasa cenderung menilai
anak dari cara anak mengekspresikan emosinya dan emosi apa saja
yang dominan. Perlakuan orang dewasa yang didasarkan atas penilaian
tesebut merupakan dasar bagi anak untuk melakukan penilaian diri.
Kondisi yang mempengaruhi perkembangan emosi adalah
peran kematangan secara biologis maupun non biologis serta faktor
belajar anak (Hurlock, 1995: 213). Faktor belajar memiliki peran yang
penting karena faktor ini dapat dikendalikan. Peran kematangan secara
biologis dapat terlihat dari perkembangan kelenjar endokrin. Kelenjar
ini mempunyai peranan penting untuk mematangkan perilaku
emosional. Kecuali itu perkembangan intelektual yang matang akan
menghasilkan kemampuan untuk memahami makna yang sebelumnya
tidak dimengerti, memutuskan ketegangan emosi pada satu objek,
kemampuan mengingat , dan menduga. Semua kemampuan ini akan
mempengaruhi anak-anak untuk lebih responsif terhadap rangsangan
yang semula tidak mempengaruhi kondisi emosionalnya di usia yang
lebih muda. Kecuali peran kematangan, faktor belajar juga
mempengaruhi perkembangan emosi anak. Faktor ini diaplikasikan
dan ralat (trial and error), belajar dengan meniru, belajar dengan mengidentifikasikan diri (learning by identification), belajar melalui
pelatihan (Hurlock, 1995: 214).
Perkembangan emosi anak tidak terlepas dari peran
lingkungan karena lingkungan di luar keluarga dapat menjadi suatu
media juga untuk menerapkan setiap metode belajar tersebut. Erikson
mengartikan psikososial sebagai tahap-tahap kehidupan seseorang dari
lahir sampai mati yang dibentuk oleh pengaruh-pengaruh sosial yang
berinteraksi dengan lingkungan sehingga menjadi matang secara fisik
dan psikologis (dalam Supratiknya, 1993: 138). Saat anak menjalani
perkembangan psikososial, anak akan menjumpai berbagai macam
karakter orang, menjumpai berbagai macam permasalahan dan
pemecahannya. Proses inilah yang dapat menstimulasi perkembangan
emosional anak.
Bekaitan dengan perkembangan emosional, Erikson (dalam
Slamet Suyanto, 2005 : 71) membagi tahap perkembangan psikososial
sebagai beikut :
1) tahap basic trust vs mistrust(0-1 tahun)
Anak mendapat ransangan dari lingkungan. Bila dalam merespons rangsangan, anak mendapat pengalaman yang menyenangkan, maka akan tumbuh rasa percaya diri. Sebaliknya, bila mendapat pengalaman tidak menyenangkan akan menimbulkan rasa curiga dan tidak percaya kepada orang lain.
2) tahap autonomy vs shame and doubt(2-3 tahun)
banyak mendikte maka akan menumbuhkan rasa malu dan ragu-ragu pada anak-anak.
3) tahap initiative vs guilt(4-5 tahun)
Pada masa ini anak harus dapat menunjukkan sikap inisiatif, yaitu mulai lepas dari ikatan orang tua, bergerak bebas, dan beinteraksi dengan lingkungannya. Kondisi lepas dari orang tua menimbulkan keinginan untuk berinisiatif. Keadaan sebaliknya menimbulkan rasa bersalah.
4) tahap industry vs inferiority(6 tahun-pubertas)
Anak harus dapat melaksanakan tugas-tugas perkembangan untuk menyiapkan diri memasuki