• Tidak ada hasil yang ditemukan

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dalam menganalisis salurah buah di Jakarta, dibagi menjadi dua bagian yaitu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dalam menganalisis salurah buah di Jakarta, dibagi menjadi dua bagian yaitu"

Copied!
49
0
0

Teks penuh

(1)

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

6.1. Analisis Saluran Pemasaran

Dalam menganalisis salurah buah di Jakarta, dibagi menjadi dua bagian yaitu saluran pemasaran buah impor dan saluran pemasaran buah lokal.

6.1.1. Saluran Pemasaran Buah Impor

Dari hasil penelitian di lapangan diketahui bahwa peran importir sangat penting dalam masuknya buah impor ke Indonesia. Importir mengatur waktu, jumlah dan asal buah impor, menjadikan keberadaan buah impor sampai di tingkat pengecer selalu tersedia tiap bulan dengan harga yang lebih stabil. Seperti apel, importir memasukkan apel impor dari Amerika Serikat, Cina, Australia, Perancis dan Selandia Baru. Di saat penelitian, apel impor yang beredar di pasaran berasal dari Cina (sekitar 50 persen) dan Amerika Serikat (sekitar 50 persen). Importir banyak mengimpor dari Cina di sekitar bulan Maret - April. Sedangkan impor dari Amerika Serikat selalu ada tiap bulan. Selain itu juga yang ada sepanjang tahun adalah dari Australia, Perancis dan Selandia Baru, namun dalam volume yang lebih kecil dibanding dari Amerika Serikat.

Untuk jeruk impor, pada waktu penelitian (Februari-Juni), asal jeruk yang diimpor oleh importir pada umumnya berasal dari Cina (sekitar 60 persen) dan Pakistan (sekitar 40 persen). Dari data importir diketahui bahwa jeruk banyak berasal dari Cina sekitar bulan Nopember

-

Maret. Sedangkan dari Pakistan yaitu antara bulan Desember

-

Mei. Setelah pasokan dari Pakistan berkurang, maka jeruk masuk dari Australia (Mei

-

Juli), selanjutnya Amerika latin seperti Brazil dan Argentina (Juli

-

September).

(2)

Sedangkan untuk anggur impor, pada saat penelitian yaitu bulan Pebruari-Juni, importir pada umumnya mengimpor dari Amerika Serikat (60 persen) dan Australia (40 persen). Dalam siklus tahunan, anggur diimpor dari Australia dalam jumlah banyak yaitu sekitar bulan Nopember

-

Desember. Sedangkan dari Amerika Serikat, Cili dan Israel (melalui Lebanon) saling mengisi sepanjang tahun untuk menutupi kecukupan pasokan dari Australia dan Pakistan. Demikian rotasi masuknya buah impor sehingga sepanjang tahun hampir selalu tersedia di pasaran.

Jalur selanjutnya, importir menyalurkan ke pedagang grosir dan pengecer besar seperti pasar swalayan baik yang berada di Jakarta maupun di kota-kota besar lainnya. Pedagang grosir yang berada di Jakarta sebagian besar berada di Pasar Induk Kramat Jati.

6.1.2. Saluran Pemasaran Buah Lokal

Buah lokal yang ada di Jakarta khususnya buah yang diteliti yaitu jeruk, apel dan salak berasal dari propinsi sentra produksi buah tersebut. Jeruk pada umumnya masuk dari Medan, Jawa Barat, Pontianak dan Jawa Timur. Sedangkan apel berasal dari Jawa Timur. Untuk buah salak berasal dari DI. Yogyakarta dan Jawa Barat.

Pada umumnya buah lokal yang masuk ke Jakarta melalui jalur pemasaran dari tingkat bawah sampai ke konsumen yaitu pedagang pengumpul, pedagang grosir dan pedagang pengecer. Pedagang pengumpul berada di lokasi produksi dan biasanya pemiliknya adalah penduduk asli setempat dan tinggal di lokasi tersebut.

Di tingkat grosir, pedagang grosir di Pasar Induk Kramat Jati terbagi dua yaitu padagang khusus buah impor dan pedagang khusus buah lokal. Pedagang grosir ini menjual dalam volume besar dan biasanya yang membeli di tempat ini untuk dijual kembali dalam bentuk eceran atau disebut pedagang pengecer.

(3)

IMPOR

v

PENGUMPUL IMPORTIR

v

PEDAGANG

GRO SIR GROSIR

BUAH LOKAL BUAH IMPOR

PENGECER

Gambar 20. Jalur Pemasaran Buah Impor dan Buah Lokal di DKI Jakarta

6.2. Analisis Struktur Pasar

Analisis struktur pasar dilakukan dengan melihat (1) jumlah lembaga pemasaran yang ada, (2) hambatan bagi pesaing baru untuk memasuki pasar, (3) keadaan produk yang diperjualbelikan, (4) penentu harga dan (5) sumber informasi.

6.2.1. Struktur Pasar di Tingkat Pedagang Pengumpul

Dari lokasi diperoleh jumlah pedagang pengumpul di sentra-sentra produksi jumlahnya terbatas, biasanya tidak lebih dari 10 pedagang pengumpul untuk masing- masing buah. Karena itu sedikit pilihan bagi petani untuk menjual produknya, sehingga

(4)

76 penentuan harga lebih menonjol ke pedagang pengumpul. Selain itu keterbatasan informasi harga yang dimiliki oleh petani menjadikan posisi petani dalam penentuan harga menjadi semakin lemah. Pedagang pengumpul memperoleh informasi harga melalui telepon dari pedagang grosir.

Pada tingkat pedagang pengumpul di sentra produksi berbagai macam buah lokal, terjadi hambatan bagi pedagang baru untuk memasuki pasar. Hal ini disebabkan dibutuhkan modal yang cukup banyak karena cara pembayaran ke petani dalam bentuk tunai sedangkan ke pedagang grosir dalam bentuk konsinyasi. Karena pembayaran dalam bentuk konsinyasi inilah yang menjadi hambatan arus tunai dari pedagang grosir ke pedagang pengumpul yang menjadikan pedagang pengumpul membutuhkan modal yang tidak sedikit. Dari hasil wawancara diperoleh bahwa bisa terjadi pengiriman buah lima sampai sepuluh kali dari pedagang pengumpul ke pedagang grosir di Pasar Induk Kramat Jati, baru kemudian dibayar satu pengiriman, padahal diketahui sekali pengiriman berharga sekitar Rp 20 jutaltruk.

Karena itu dapat dikatakan bahwa pedagang pengumpul memiliki posisi yang lebih kuat dibandingkan posisi petani dalam ha1 penentuan harga, sehingga struktur pasar yang terjadi antara petani dan pedagang pengumpul adalah struktur pasar oligopoli.

6.2.2. Struktur Pasar di Tingkat Importir

Hambatan untuk memasuki pasar di tingkat importir sangat tinggi. Hal ini disebabkan oleh tingginya modal yang diperlukan, resiko yang relatif tinggi, akses ke eksportir negara asal dan kepercayaan dari eksportir negara asal tersebut serta persaingan harga diantara importir itu sendiri. Karena itu struktur pasar di tingkat

(5)

importir adalah oligopoli. Resiko yang tertinggi yang dihadapi importir adalah fluktuasi nilai tukar rupiah yang sangat tinggi, sehingga tidak jarang mengalami kerugian akibat perubahan nilai tukar yang tidak terduga.

Informasi harga buah impor diperoleh dari harga beli importir yang ditentukan oleh jumlah penawaran yang ada dari negara-negara importir, tingkat nilai tukar dan tingkat daya beli masyarakat yang tercermin dari perputaran stok di tingkat pedagang grosir.

6.2.3. Struktur Pasar di Tingkat Pedagang Grosir

Hambatan untuk memasuki pasar di tingkat grosir sangat tinggi. Hal ini disebabkan keterbatasan tempat berjualan atau kios di Pasar Induk Kramat Jati, sehingga mengakibatkan tingginya sewa kios pertahun. Sewa kios pertahun rata-rata sekitar Rp 35 juta hingga Rp 45 juta pertahun. Kepemilikan kios di Pasar Induk Kramat Jati ini adalah sistem kontrak kepemilikan dan biasanya pemilik kontrakan ini dikontrakkan lagi ke pedagang. Hal inilah yang menjadikan tingginya harga sewa kios di Pasar Induk Kramat Jati ini.

Informasi harga untuk buah lokal diperoleh masing-masing pedagang grosir berdasarkan keadaan banyaknya jenis buah tersebut yang masuk ke Pasar Induk Kramat Jati. Bila kondisi buah yang diperdagangkan banyak maka ini dijadikan alasan untuk menurunkan harga belinya ke pedagang pengumpul. Sebaliknya jika kondisi pasokan jenis buah tersebut terbatas maka pedagang grosir berani menaikkan harga belinya ke pedagang pengumpul. Namun fluktuasi harga yang bagaimanapun, posisi pedagang grosir lebih kuat baik kepada pedagang pengumpul maupun ke pedagang pengecer. Pedagang pengumpul dan pedagang pengecer hanya bisa menerima harga yang ditentukan lebih kuat oleh pedagang grosir.

(6)

Harga buah impor di tingkat grosir ditentukan oleh harga beli dari importir dan kemampuan daya serap pasar yang dilihat dari perputaran stok di tingkat grosir. Pedagang grosir buah impor tidak mengejar marjin yang lebih tinggi, tapi lebih menekankan perputaran stok yang lebih tinggi.

Karena itu untuk pedagang grosir buah lokal posisinya sangat kuat ke pedagang pengumpul. Sedangkan pedagang grosir buah impor posisinya relatif seimbang dengan importir.

6.2.4. Struktur Pasar di Tingkat Pedagang Pengecer

Hambatan untuk memasuki pasar di tingkat pedagang pengecer lebih rendah. Apalagi saat sekarang ini dengan mudahnya ditemukan kios semi permanen atau non permanen di tempat-tempat umum atau fasilitas umum. Pada umurnnya pedagang pengecer ini menjual berbagai macam buah lokal dan impor yang dengan mudah diperoleh dari pemasok.

Harga beli buah lokal dari pedagang grosir ditentukan lebih kuat oleh pedagang grosir tapi masih ada sedikit proses tawar menawar. Tapi dibanding dengan buah impor, posisi pedagang grosir sangat h a t .

Harga jual berbagai macam buah dari pengecer ke konsumen didasarkan pada harga beli dari pedagang grosir serta pada proses tawar menawar dengan konsumen. Karena itu kemampuan untuk saling mempengaruhi cukup besar.

Dengan melihat kemudahan memasuki pasar pengecer, jumlah pedagang pengecer yang banyak yang berarti mudahnya pendatang baru memasuki pasar, kesamaan produk yang homogen serta sedikit kemampuan dalam mempengaruhi harga maka struktur pasar pedagang pengecer adalah kompetisi monopolistik.

(7)

Tabel 9. Struktur Pasar Pada Berbagai Tingkat Pemasaran Buah Impor dan Buah Lokal di DKI Jakarta Tahun 200 1

Importir Grosir Pengecer Tingkat Pemasaran Pedagang Pengumpul Oligopoli Oligopoli Monopolistik Struktur Pasar Oligopoli

Dari Tabel 9 dapat disimpulkan bahwa struktur pasar buah impor dan buah lokal di DKI Jakarta pada umumnya bersifat oligopoli kecuali di tingkat pedagang pengecer.

6.3. Analisis Perilaku Pasar

Perilaku pasar mengamati proktek penjualan dan pembelian diantara berbagai lembaga pemasaran.

6.3.1. Perilaku Pasar Buah Impor

Perilaku pasar buah impor, importir melakukan penjualan dengan pedaang grosir dengan prinsip saling kenal dan percaya sehingga dalam pemesanannya pedagang grosir tinggal menelpon ke importir dan langsung diantar. Biaya transportasi ditanggung oleh importir, sehingga pedagang grosir cukup menyediakan tenaga bongkarnya. Sistem pembayaran antara importir dan pedagang grosir adalah tunai dan harga yang berlaku adalah proses tawar menawar. Harga per satuan adalah harga per kardus, yang biasanya berisi 10 sampai 20 kg per kardus.

(8)

Di tingkat pedagang grosir ini, padagang mengkhususkan menjual buah impor. Pedagang grosir menjual buah impor masih dalam kemasan kardus, jadi satuan penjualan adalah harga per kardus.

Pembelian buah impor yang dilakukan oleh pedagang pengecer adalah mendatangi langsung kios pedagang grosir yang berada di Pasar Induk Kramarjati yang biasanya disebut lapak. Rata-rata pedagang pengecer membeli 3 sampai 5 kardus per sekali pembelian dan langsung dibayar tunai saat itu juga.

Selanjutnya pedagang pengecer menjual buah impor ini dipajang bersama-sama dengan buah lokal. Biasanya di di tingkat pengecer ini buah impor seperti jeruk, ape1 dan pear dijual dalam satuan buah. Sedangkan anggur dijual dalam kilogram.

6.3.2. Perilaku Pasar Buah Lokal

Pedagang pengumpul berada di sentra produsen dan jumlahnya terbatas dibanding jumlah petani. Seperti ape1 dan jeruk, pedagang pengumpul mendatangi kebun petani. Apabila telah terjadi kesepakatan harga perkilogram dalam ukuran campuran, maka dilakukan pemetikan oleh tenaga yang diupah oleh pedagang pengumpul. Setelah itu diangkut ke gudang milik pedagang pengumpul untuk dilakukan proses selanjutnya. Proses selanjutnya adalah sortasi dan grading. Untuk ape1 selanjutnya dikemas ke dalam kardus yang memuat sekitar 30 kg, sedangkan jeruk dimasukkan ke keranjang yang terbuat dari bambu yang memuat sekitar 50 sampai 60 kg. Setelah dilakukan pengepakan maka diangkut dengan menggunakan truk ukuran sekitar 4 500 kg ke lokasi pesanan baik yang berada di Jakarta maupun yang berada di kota lain.

Untuk salak, petani atau pedagang pengumpul kecil yang mendatangi pedagang pengumpul dengan membawa langsung produknya dalam bentuk ukuran

(9)

yang beraneka ragam dan belum dibersihkan. Pedagang pengumpul membeli secara tunai dan selanjutnya dilakukan proses pembersihan, grading, sortasi. Setelah itu dilakukan pengepakan dalam ukuran 50 kg per keranjang atau kotak kardus yang selanjutnya dikirim ke pedagang grosir atau biasa disebut suplier dengan menggunakan jasa pengangkutan.

Hubungan antara pedagang pengumpul dan pedagang grosir pada umumnya sangat dekat, biasanya ada hubungan keluarga atau sekampung. Adanya hubungan yang demikian ini yang menjadikan pedagang pengumpul lain kesulitan untuk menembus pasar grosir buah di Kramat Jati. Selain itu pula yang menjadikan pedagang pengumpul lain kesulitan menembus pasar grosir Kramat Jati adalah waktu pembayaran pedagang grosir yang telat ke pedagang pengumpul bisa mencapai 3 bulan atau 4 sampai 5 kali pengantaran barang baru dibayar pengantaran yang pertama.

6.4. Analisis Marjin Pemasaran

Analisis marjin pemasaran untuk buah impor dimulai dari tingkat importir sampai ke tingkat pedagang pengecer. Sedangkan untuk buah lokal dianalisis mulai dari pedagang pengumpul yang berada di sentra produksi sampai ke tingkat pedagang pengecer di sentra konsumen.

6.4.1. Analisis Marjin Pemasaran Buah Impor

a. Marjin Pemasaran di Tingkat Importir

Komponen biaya pemasaran buah impor dari importir terdiri atas biaya-biaya bongkar muat, penyusutan, retribusi, transportasi dan sewa tempat seperti yang tertera pada Tabel 10.

(10)

Tabel 10. Analisis Marjin Pemasaran Buah Impor di Tingkat Importir,

Pedagang Grosir d Apel in Rdka

.

-

Harga beli Importir 9000.0(1

Biaya: - Pembersihan - Sortasi - Pengepakan - Bongkar muat - Penyusutan - Retribusi - Transportasi - Sewa tempat Keuntungan Margin pemasaran Harga jual BIC rasio

Harga beli P.Grosir

Biaya: - Bongkar muat

- Sortasi - Penyusutan - Retribusi - Sewa tempat Keuntungan Margin pemasaran Harga jual BIC rasio

Harga beli P. Pengecer - Biaya: - Transportasi - Penyusutan - Retribusi - Sewa tempat Keuntungan Margin pemasaran Harga jual BIC rasio

m Pedagang Pengecer Tahun 2001

Par Jeruk impor Anggur

O/o * Rpkg

I

O/o * Rplkg

I

O/o * 91.70 9000.001 90.00 18500.001 88.10

Keterangan: %

*

= persentase dari harga jl A masing-masing tingkat pemasa

Biaya bongkar muat di tingkat importir terdiri dari biaya tenaga kerja untuk menaikkan dan menurunkan barang di pelabuhan dan di tempat penjualan. Hasil analisis menunjukkan kandungan biaya bongkar muat tertinggi diantara buah impor adalah jeruk impor (0.15 persen dari harga jual). Biaya bongkar muat jeruk impor adalah sebesar Rp 15.00/kg, ape1 impor sebesar Rp 1 1.1 llkg (0.1 1 persen dari harga jual) dan anggur adalah sebesar Rp 16.671kg (0.08 persen dari harga jual).

(11)

Biaya penyusutan merupakan biaya terbesar yang dikeluarkan di tingkat importir. Hasil analisis menunjukkan biaya penyusutan terbesar adalah anggur (3.52 persen dari harga jual). Biaya penyusutan untuk apel impor sebesar Rp 270.00lkg (2.75 persen dari harga jual), jeruk impor Rp 360.00lkg (2.60 persen dari harga jual) dan anggur sebesar Rp 740.001kg.

Kandungan biaya retribusi dari hasil analisis marjin pemasaran untuk apel, jeruk dan anggur adalah masing-masing sebesar Rp 2.50lkg. Untuk apel dan jeruk, biaya retribusi ini sebesar 0.03 persen dari harga jual masing-masing. Sedangkan untuk anggur adalah sebesar 0.01 persen dari harga jualnya di tingkat importir.

Biaya transportasi yang dikeluarkan oleh importir adalah biaya transpor dari pelabuhan ke tempat penjualan dan biaya dari tempat penjualan ke tempat pesanan yang dalam ha1 ini pedagang grosir di Pasar Induk Kramat Jati. Hasil analisis menunjukkan biaya transportasi untuk ketiga jenis buah ini masing-masing sebesar Rp 41.251kg. Untuk apel biaya ini sebesar 0.42 persen, jeruk sebesar 0.41 persen dari harga jualnya dan anggur sebesar 0.20 persen dari harga jualnya.

Biaya sewa tempat dimaksud adalah biaya yang dikeluarkan untuk melakukan kegiatan pemasaran, termasuk didalamnya penggudangan yang menggunakan ruang pendingin. Dari ketiga jenis buah ini, biaya sewa tertinggi adalah anggur (0.86 persen dari harga jual). Sedangkan biaya sewa tempat untuk apel adalah sebesar Rp 2 1.18lkg (0.22 persen dari harga jual), jeruk sebesar Rp 45.00lkg (0.45 persen dari harga jual) sedangkan untuk anggur sendiri adalah sebesar Rp 180 .OO/kg.

Apabila dihitung rasio keuntungan terhadap biaya pemasaran (BIC rasio) di tingkat importir maka rasio terbesar berturut-turut adalah anggur (1.55), apel (1.35)

(12)

84 dan jeruk (1.16). Nilai BIC rasio di tingkat importir ini lebih dari satu, artinya satu unit biaya dikeluarkan maka keuntungan yang diperoleh lebih dari satu unit.

Jika membandingkan persentase marjin pemasaran diantara ketiga buah impor tersebut, maka marjin pemasaran tertinggi di tingkat importir adalah anggur yaitu 11.90 persen dari harga jualnya masing-masing. Sedangkan buah impor lain seperti apel impor yaitu sebesar 8.30 persen dan jeruk impor sebesar 10.00 persen dari harga jualnya. Nilai marjin pemasaran masing-masing buah tersebut adalah untuk apel impor sebesar Rp 814.81Ikg7 jeruk impor sebesar Rp 1 000.00/kg dan anggur sebesar Rp 2 500.00lkg.

b. Marjin Pemasaran di Tingkat Pedagang Grosir

Komponen biaya pemasaran buah impor di tingkat pedagang grosir terdiri atas biaya-biaya bongkar muat, retribusi dan sewa tempat seperti yang tertera pada Tabel

10.

Biaya bongkar muat di tingkat pedagang grosir buah impor adalah biaya tenaga kerja yang dikeluarkan untuk menurunkan buah dari angkutan dan mengaturnya di dalam tempat penjualan dan mengeluarkannya jika ada pembelian. Hasil analisis menunjukkan biaya bongkar muat tertinggi adalah jeruk yaitu 0.33 persen dari harga jualnya dengan nilai Rp 35.00lkg. Biaya bongkar muat untuk apel impor sebesar Rp 27.78lkg (0.27 persen dari harga jual) dan jeruk sebesar Rp 35.00lkg (0.33 persen dari harga jual).

Sewa tempat di tingkat pedagang grosir adalah sewa kios yang berada di Pasar lnduk Kramat Jati, dimana rata-rata sewa kios pertahun antara Rp 30 juta hingga Rp 50 juta seusai besarnya kios atau lapak. Hasil analisis marjin pemasaran diperoleh sewa kios untuk apel impor adalah sebesar Rp22.95lkg (0.22 persen dari harga jual),

(13)

8 5 jeruk sebesar Rp 42.26lkg (0.44 persen dari harga jual) dan anggur sebesar

Rp 66.67lkg (0.30 persen dari harga jual).

Apabila dihitung rasio keuntungan terhadap biaya pemasaran (BIC rasio) inaka besar rasio terbesar di tingkat pedagang grosir berturut-turut adalah anggur (8.46), apel (8.07) dan anggur (8.07). Semua jenis buah impor di tingkat pedagang grosir memiliki nilai BIC rasio lebih dari satu, artinya satu unit biaya dikeluarkan maka keuntungan yang diperoleh lebih dari satu unit.

Jika membandingkan persentase marjin pemasaran diantara ketiga buah impor tersebut, maka marjin pemasaran tertinggi di tingkat grosir adalah jeruk impor yaitu sebesar 4.76 persen. Sedangkan buah impor lain seperti apel impor yaitu 4.5 1 persen dari harga jualnya dan anggur sebesar 4.33 persen dari harga jualnya. Nilai marjin pemasaran masing-masing adalah jeruk sebesar Rp 500.00/kg, apel impor sebesar Rp 463.191kg dan anggur sebesar Rp 950.00lkg.

c. Marjin Pemasaran di Tingkat Pedagang Pengecer

Komponen biaya pemasaran buah impor di tingkat pedagang pengecer terdiri atas biaya-biaya transportasi, penyusutan, retribusi dan sewa kios. Kegiatan transportasi dilakukan untuk mengangkut buah dari pasar induk ke kios penjualan pengecer, dimana biasanya menggunakan ojek motor atau kendaraan pick up. Hasil analisis menunjukkan biaya transportasi tertinggi adalah jeruk impor yaitu 1.67 persen dari harga jualnya dengan nilai Rp 196.83lkg. Biaya transportasi untuk apel impor sebesar Rp 161.391kg (1.38 persen dari harga jual) dan jeruk impor sebesar Rp 196.83lkg (1.67 persen dari harga jual).

Biaya penyusutan terjadi akibat adanya buah yang rusak atau terlalu matang, biasanya ini dijual murah atau dibuang. Biaya penyusutan ini merupakan biaya

(14)

pemasaran terbesar yang dikeluarkan di tingkat pedagang pengecer untuk buah impor. Hasil analisis marjin pemasaran diperoleh biaya penyusutan tertinggi di anggur yaitu sebesar 2.56 persen dari harga jualnya. Sedangkan biaya penyusutan untuk apel impor sebesar Rp 164.45lkg (1.41 persen dari harga jual) dan jeruk sebesar Rp 252.00lkg (2.13 persen dari harga jual).

Biaya retribusi yang dikeluarkan di tingkat pedagang pengecer diantaranya retribusi sampah. Hasil analisis menunjukkan kandungan biaya retribusi terhadap biaya pemasaran apel di tingkat pedagang pengecer ini adalah sebesar Rp 13.20lkg (0.11 persen dari harga jual), jeruk sebesar Rp 12.07lkg (0.10 persen dari harga jual) dan anggur sebesar Rp 12.5 llkg (0.05 persen dari harga jual).

Sewa tempat di tingkat pedagang pengecer adalah sebagai iuran lokasi yang biasanya yang dibayarkan kepada pemilik lokasi tersebut. Hasil analisis marjin pemasaran diperoleh sewa kios untuk apel impor adalah sebesar Rp 56.78lkg (0.49 persen dari harga jual), jeruk sebesar Rp 80.141kg (0.68 persen dari harga jual) dan anggur sebesar Rp 65.051kg (0.27 persen dari harga jual).

Apabila dihitung rasio keuntungan terhadap biaya pemasaran (BIC rasio) di tingkat pedagang pengecer buah impor maka rasio tersebesar berturut-turut adalah ape1 (2.48), jeruk (1.44) dan anggur (1.2 1).

Jika membandingkan persentase marjin pemasaran di tingkat pedagang pengecer diantara ketiga buah impor tersebut, maka marjin pemasaran tertinggi adalah apel impor yaitu 11.81 persen dari harga jualnya. Sedangkan buah impor lain seperti jeruk impor yaitu sebesar 11.17 persen dan anggur sebesar 8.54 persen dari harga jualnya. Nilai marjin pemasaran di tingkat pedagang pengecer ini untuk apel adalah

(15)

6.4.2. Analisis Marjin Pemasaran Buah Lokal

a. Marjin Pemasaran di Tingkat Pedagang Pengumpul

Komponen biaya pemasaran buah lokal dari petani ke pedagang pengumpul terdiri atas biaya-biaya pembersihan, sortasi, pengepakan, bongkar muat, penyusutan, retribusi, transportasi dan sewa kios seperti yang tertera pada Tabel 1 1.

Hasil analisis marjin pemasaran, biaya pembersihan untuk apel lokal tidak ada karena tidak dilakukan kegiatan pembersihan. Pada salak dilakukan pembersihan yaitu membersihkan buah dari duri-duri kecil yang ada di kulit buah, dimana hasil analisis marjin pemasarannya menunjukkan biaya per kilogramnya adalah Rp 10.00lkg (0.24 persen dari harga jual), sedangkan jeruk lokal sebesar Rp 4.44lkg (0.21 persen dari harga jual).

Kegiatan sortasi dan grading biasanya dilakukan sekaligus, dimana kegiatan ini terdiri dari pemisahan buah rusak dan pengelompokan buah berdasarkan ukuran fisiknya. Untuk apel lokal biaya sortasi sebesar Rp 3 1.1 llkg (0.80 persen dari harga jual), jeruk sebesar Rp 14.47lkg (0.79 persen dari harga jual) dan salak sebesar Rp

20.00lkg (0.48 persen dari harga jual).

Biaya pengepakan berasal dari harga kemasan jual, biasanya dalam bentuk keranjang atau kardus. Untuk apel biasanya menggunakan kardus ukuran volume antara 30

-

35 kg. Jeruk biasanya menggunakan keranjang bambu ukuran sekitar 50 kg. Sedangkan salak menggunakan kardus dan keranjang ukuran sekitar 45 kg. Hasil analisis menunjukkan biaya pengepakan terbesar adalah apel lokal yaitu sebesar Rp 125.00lkg (3.21 persen dari harga jual). Sedangkan biaya pengepakan untuk jeruk sebesar Rp 40.00 (2.86 persen dari harga jual) dan salak sebesar Rp 70.00 (1.67 persen dari harga jual).

(16)

Biaya bongkar muat di tingkat pedagang pengumpul terdiri dari biaya tenaga kerja untuk menaikkan dan menurunkan barang dari angkutan setelah pembelian dari petani ke tempat proses sortasi dan grading, serta menaikkan barang yang siap jual ke angkutan. Hasil analisis menunjukkan total biaya bongkar muat ape1 lokal adalah sebesar Rp 15.00lkg (0.38 persen dari harga jual). Sedangkan biaya bongkar muat untuk jeruk sebesar Rp 11.56lkg (0.55 persen dari harga jual). Biaya bongkar muat salak adalah sebesar Rp 10.00lkg (0.24 persen dari harga jual).

Biaya penyusutan adalah biaya yang dikorbankan akibat penyisihan buah yang rusak yang ditemukan pada saat sortasi. Ditingkat pedagang pengumpul, rata-rata buah yang dipisahkan sekitar 1 kg dari tiap pembelian 100 kg, sehingga biaya penyusutan apel adalah sebesar Rp 28lkg (0.72 persen dari harga jual), jeruk Rp 15.00lkg (0.71 dari harga jual) dan salak sebesar Rp 30.00lkg (0.71 dari harga jual) .

Biaya retribusi yang dikeluarkan diantaranya untuk iuran kebersihan, keamanan dan lain-lain yang dikeluarkan tiap hari atau tiap bulan. Hasil analisis memperlihatkan biaya retribusi apel rata-rata sebesar Rp 0.37/kg, jeruk sebesar Rp O.lO/kg dan salak sebesar 0.33lkg.

Biaya transportasi merupakan biaya terbesar dalam kegiatan pemasaran yang dilakukan di tingkat pedagang pengumpul. Biaya transportasi terdiri dari biaya mengangkut buah dari kebun ke tempat penyortiran dan pengemasan dan mengangkut buah yang siap jual ke lokasi pedagang grosir. Biaya ini tinggi karena pengangkutan penjualan adalah pengangkutan antarkota antar propinsi. Hasil analisis menunjukkan biaya transpor tertinggi jeruk yaitu sebesar 14.81 persen dari harga jual dengan nilai

(17)

8 9 Rp 3 11.00/kg. Sedangkan untuk apel adalah sebesar Rp 233.33lkg (5.98 persen dari harga jual) dan salak sebesar Rp 190.00lkg (4.52 persen dari harga jual).

Biaya sewa tempat dimaksud adalah biaya yang dikeluarkan untuk melakukan kegiatan pemasaran, mulai pembersihan, sortasi, grading dan pengepakan di tingkat pedagang pengumpul. Hasil analisis menunjukkan biaya sewa tempat untuk apel adalah sebesar Rp 3.09lkg (0.08 persen dari harga jual), jeruk sebesar Rp 1.48lkg (0.07 persen dari harga jual) sedangkan untuk salak adalah sebesar Rp 2.78lkg (0.07 persen dari harga jual).

Apabila dihitung rasio keuntungan terhadap biaya pemasaran (BIC rasio) maka rasio terbesar di tingkat pedagang pengumpul berturut-turut adalah apel (1.52), salak (1.40) dan jeruk (0.67). Nilai B/C rasio apel dan salak di tingkat pedagang pengumpul ini lebih dari satu, artinya satu unit biaya dikeluarkan maka keuntungan yang diperoleh lebih dari satu unit.

Jika membandingkan persentase marjin pemasaran di tingkat pedagang pengumpul diantara ketiga buah lokal tersebut, maka marjin pemasaran tertinggi adalah jeruk lokal yaitu 33.33 persen dari harga jualnya. Sedangkan buah lokal lain seperti apel lokal yaitu sebesar 28.21 persen dan salak sebesar 19.05 persen dari harga jualnya. Nilai marjin pemasaran di tingkat pedagang pengumpul ini untuk jeruk lokal adalah Rp 700.00/kg, apel lokal sebesar Rp 1 1001kg dan salak sebesar Rp 800.00lkg.

b. Marjin Pemasaran di Tingkat Pedagang Grosir

Komponen biaya pemasaran buah lokal di tingkat pedagang grosir terdiri atas biaya-biaya bongkar muat, sortasi, penyusutan, retribusi dan sewa kios seperti yang tertera pada Tabel 1 1.

(18)

Tabel 11. Analisis Marjin Pemasaran Buah Lokal di Tingkat Pedagang

Pengumpul, Peda

I A ~ e l

Harga beli P.Pengumpu1

Hiaya: - Pembersihan - Sortasi - Pengepakan - Bongkar muat - Penyusutan - Retribusi - Transportasi - Sewa tempat Keuntungan Margin pemasaran Harga jual

Harga jual Petani

Rpkg 2800.00

Hiaya - Bongkar muat

- Sortasi - Penyusutan - Retribusi I - Sewa tempat I Keuntungan Margin pemasaran Harga jual BIC rasio - . BIC rasio

Harga beli P. Pengecer

1.52 - Biaya: - Transportasi - Penyusutan - Retribusi - Sewa tempat Keuntungan Margin pemasaran Harga jual

tfarga beli P.Grosir

1

3900.00

[BIG

rasio 2.39

Keterangan: %

*

= persentase dari harga

;ang Gro

lokal

O/o "

71.75

- -

iir dan Pedagang Pengecer Tahun 200 1 Jeruk lokal Salak

R p k g O/O * Rplkg O h *

1400.00 66.67 3400.00 80.95

ual masing .masing tingkat pemasaran

Biaya bongkar muat di tingkat pedagang grosir buah lokal adalah biaya tenaga kerja yang dikeluarkan untuk menurunkan buah dari angkutan dan mengaturnya di dalam kios penjualan dan mengeluarkannya jika ada pembelian. Hasil analisis menunjukkan biaya bongkar muat untuk ape1 lokal sebesar Rp 10.00lkg (0.21 persen dari harga jual), jeruk sebesar Rp 11.56lkg (0.38 persen dari harga jual) dan salak sebesar Rp 8.00lkg (0.15 persen dari harga jual).

(19)

Kegiatan sortasi biasanya dilakukan untuk memisahkan buah yang rusak akibat saat bongkar muat dan dalam perjalanan atau buah terlalu matang. Hasil analisis menunjukkan biaya sortasi untuk apel adalah Rp 8.331kg (0.17 persen dari harga jual), jeruk sebesar Rp 10.00lkg (0.33 persen dari harga jual) dan salak sebesar Rp 10.00/kg

(0.1 9 persen dari harga jual).

8

Buah yang mengalami kerusakan atau penyusutan di tingkat pedagang grosir untuk apel lokal mencapai 1 banding 100, sedangkan untuk jeruk mencapai sekitar 2 banding 60 dan salak adalah 1 banding 50. Karena itu hasil analisis rnarjin pemasaran menunjukkan biaya menyusutan apel sebesar Rp 40.001kg (0.84 persen dari harga jual), jeruk sebesar Rp 97.22lkg (3.18 persen dari harga jual) dan salak sebesar

Rp 60.001kg (1.16 persen dari harga jual).

Sewa kios di tingkat pedagang grosir adalah sewa kios yang berada di Pasar Induk Kramat Jati, dimana rata-rata sewa kios pertahun antara Rp 30 juta hingga Rp 50 juta tergantung besarnya kios atau lapak. Hasil analisis marjin pemasaran diperoleh sewa kios untuk apel lokal adalah sebesar Rp 52.08lkg (1.09 persen dari harga jual), jeruk sebesar Rp 33.101kg (1.08 persen dari harga jual) dan salak sebesar Rp 52.081kg (1.00 persen dari harga jual).

Apabila dihitung rasio keuntungan terhadap biaya pemasaran (BIC rasio) maka besar rasio terbesar di tingkat pedagang grosir berturut-turut adalah apel (6.80), salak (6.45) dan jeruk (5.29). Semua jenis buah lokal di tingkat pedagang grosir memiliki nilai B/C rasio lebih dari satu, artinya satu unit biaya dikeluarkan maka keuntungan yang diperoleh lebih dari satu unit.

Jika membandingkan persentase marjin pemasaran di tingkat pedagang grosir diantara ketiga buah lokal tersebut, maka marjin pemasaran tertinggi adalah jeruk lokal

(20)

yaitu 31.42 persen dari harga jualnya. Sedangkan buah lokal lain seperti apel lokal yaitu sebesar 18.17 persen dan salak sebesar 18.97 persen dari harga jualnya. Nilai marjin pemasaran di tingkat pedagang grosir ini untuk jeruk lokal adalah Rp 962.00/kg, apel lokal sebesar Rp 866lkg dan salak sebesar Rp 983.00lkg.

c. Marjin Pemasaran di Tingkat Pedagang Pengecer

Komponen biaya pemasaran buah lokal di tingkat pedagang pengecer terdiri atas biaya-biaya transportasi, penyusutan, retribusi dan sewa kios. Kegiatan transportasi dilakukan untuk mengangkut buah dari pasar induk ke kios penjualan pengecer, dimana biasanya menggunakan ojek motor atau kendaraan pick up. Hasil analisis menunjukkan biaya transportasi untuk apel lokal rata-rata sebesar P,p 104.85lkg (1.75 persn dari harga jual). Sedangkan biaya transportasi jeruk lokal di tingkat pengecer secara rata-rata sebesar Rp 93.10/kg(2.12 persen dari harga jual). Untuk salak biaya transportasi sebesar Rp 103.991kg (1.67 persen dari harga jual).

Biaya penyusutan terjadi akibat adanya buah yang rusak atau terlalu matang, biasanya ini dijual murah atau dibuang. Hasil analisis marjin pemasaran diperoleh biaya penyusutan apel lokal sebesar Rp 204.94lkg (3.42 persen dari harga jual), jeruk sebesar Rp 198.95lkg (4.53 persen dari harga jual) dan salak sebesar Rp 171.041kg (2.74 persen dari harga jual).

Sewa kios di tingkat pedagang pengecer adalah biasanya sebagai iuran lokasi

I

yang biasanya yang dibayarkan kepada pemilik lokasi tersebut. Hasil analisis marjin pemasaran diperoleh sewa kios untuk apel lokal adalah sebesar Rp 47.02lkg (0.78 persen dari harga jual), jeruk sebesar Rp 5 1.67lkg (1.18 persen dari harga jual) dan salak sebesar Rp 52.74lkg (0.85 persen dari harga jual).

(21)

Apabila dihitung rasio keuntungan terhadap biaya pemasaran (BIC rasio) di tingkat pedagang pengecer buah lokal maka rasio terbesar berturut-turut adalah ape1 (2.39), jeruk (2.69) dan salak (2.09).

Jika membandingkan persentase marjin pemasaran di tingkat pedagang pengecer diantara ketiga buah lokal tersebut, maka marjin pemasaran tertinggi adalah jeruk lokal yaitu 30.35 persen dari harga jualnya. Sedangkan buah lokal lain seperti ape1 lokal yaitu sebesar 20.57 persen dan salak sebesar 16.91 persen dari harga jualnya. Nilai marjin pemasaran di tingkat pedagang grosir ini untuk jeruk lokal adalah Rp 1 334.00/kg, ape1 lokal sebesar Rp 1 234.001kg dan salak sebesar Rp 1 055.001kg.

6.5. Analisis Keterpaduan Pasar

Keterpaduan pasar menunjukkan seberapa jauh pembentukan harga suatu komoditas pada tingkat lembaga pemasaran tertentu dipengaruhi oleh harga di tingkat lembaga lainnya. Penelitian ini melihat keterpaduan pasar beberapa jenis buah impor dan buah lokal secara vertikal antara Pasar Induk Kramat Jati sebagai pasar grosir dengan pasar eceran buah di wilayah Pasar Kramat Jati, Pasar Minggu, Terminal Kp. Rambutan dan Terminal UKI. Model ekonometrika dalam tulisan ini menggunakan model Ravallion dengan metode kuadrat terkecil (OLS):

dimana:

Pit = Harga buah di pasar grosir pada minggu ke-t (rupiahkg) Pit-l = lag harga buah di pasar grosir pada minggu ke- t (rupiahkg)

Pjt = Harga buah di pasar acuan j (pasar pengecer) pada rninggu ke -t

(rupiahkg1

Pj,_l = Lag harga buah di pasar acuan j (pasar pengecer) pada rninggu ke t-I

bi = Parameter estimasi ei = Random error (gallat)

(22)

Selain itu juga menggunakan indeks keterpaduan pasar, untuk melihat seberapa besar derajat keterpaduan pasar dalam jangka panjang:

Hasil pendugaan model didasarkan pada:

1. Nilai koefisien determinasi (R~), untuk mengukur kebaikan sesuai (goodness of fit) yaitu proporsi keragaman peubah penjelas.

2. Nilai statistik uji-t (pada taraf oc = 5%, 10% dan 15%) untuk mengetahui pengaruh masing-masing peubah eksogen terhadap peubah endogen.

3. Nilai statistik uji F, untuk mengetahui pengaruh peubah bebas secara bersama-sama terhadap peubah terikat.

4. Statistik Durbin Watson, untuk melihat adanya serial korelasi atau tidak dalam persamaan tersebut. Namun karena adanya peubah beda kala (variabel lag endogen) dalam persamaan, maka untuk menguji adanya serial korelasi atau tidak yaitu dengan menggunakan Statistik Durbin-h.

Dengan menggunakan metode kuadrat terkecil diatas terdapat 21 persamaan. Hal ini diperoleh dari kombinasi antara jenis buah dan pasar pengecernya. Sebagian besar jenis buah dikombinasikan dengan empat pasar pengecer yaitu Terminal Kp. Rambutan, Terminal UKI, Pasar Minggu dan Pasar Kramat Jati. Kecuali untuk ape1 lokal hanya dengan dua pasar pengecer yaitu Pasar Minggu dan Pasar Kramat Jati dan anggur dengan tiga pasar pengecer Terminal Kp. Rambutan, Pasar Minggu dan Pasar Kramat Jati karena pasar lainnya tidak ada jenis buah tersebut diperjualbelikan.

Data yang digunakan adalah yang diperoleh dari pencatatan P.D. Pasar induk Kramat Jati untuk data harga tingkat grosir. Sedangkan data harga tingkat pengecer

(23)

masing-masing pasar merupakan harga rata-rata enam pedagang pengecer per jenis buah di pasar tersebut. Data harga yang dikumpulkan tersebut adalah data harga mingguan dari bulan Pebruari sampai Juni 2002 dengan jumlah n data untuk masing- masing buah sebesar 19.

6.5.1. Analisis Keterpaduan Pasar Ape1 Impor

Hasil pengujian terhadap regresi keterpaduan pasar apel impor antara pasar grosir Kramat Jati dengan pasar pengecer di Terminal Kp. Rambutan, Terminal UKI, Pasar Minggu dan Pasar Kramat Jati dapat dilihat pada Tabel 12. Koefisien determinasi R2 untuk apel impor di Rambutan, UKI, Pasar Minggu dan Kramat Jati masing-masing menunjukkan bahwa harga apel impor di masing-masing pasar pengecer sebesar 94.9, 92 , 91.7 dan 95.5 persen dipengaruhi oleh variasi peubah bebas, sedangkan sisanya dipengaruhi oleh variasi peubah bebas yang lain. Hal ini diperkuat oleh nilai F-hitung yang berpengaruh nyata pada taraf uji 0.05 persen di keempat pasar pengecer. Berarti harga apel impor di masing-masing pasar pengecer minimal ada satu peubah bebas berpengaruh nyata terhadap variasi dari peubah terikat. Sedangkan nilai Durbin-h untuk apel impor di masing-masing pasar pengecer tidak berada diluar wilayah d-tabel pada taraf uji 0.05 artinya tidak terdapat serial korelasi dalam persamaan regresi tersebut.

Hasil analisis regresi untuk pengecer Terminal Kp. Rambutan menunjukkan nilai t-hitung dari koefisien regresi b l , b2 dan b3 untuk pasar pengecer Terminal Kp. Rambutan berpengaruh nyata pada taraf uji 0.10, 0.05 dan 0.15. Hal tersebut menunjukkan bahwa koefisien regresi tersebut berpengaruh nyata secara terpisah terhadap peubah terikat. Artinya harga apel impor yang diterima pada bulan lalu, perubahan harga di tingkat pasar grosir dan harga grosir bulan lalu secara terpisah

(24)

berpengaruh nyata terhadap harga ape1 impor di pasar pengecer Terminal Kp. Rambutan bulan ini.

Tabel 12. Hasil Analisis Keterpaduan Pasar Ape1 Impor di Pasar Grosir T Jraian constant Koefisien bl Koefisien b2 Koefisien b3 R2 F-hitung 1)urbin-W Ilurbin h IMC

Kramat Jati dengan Pasar Pengecer Tah Teminal KD. Rambutan I Terminal UKI

I

Pasar

Nilai 829 0.565 0.548 0.398 94.9 87.25 2.01 - 0.037 1.42 t-hitung 1.09 c 2.92 b 4.80 a 2.45 c Nilai t-hitung 1.10 c 6.59 a 1.74 a 0.43 e Nilai

Keterangan: a = nyata pada taraf uji 5%

b = nyata pada taraf uji 10%

c = nyata pada taraf uji 15%

d = nyata pada taraf uji 20%

e = tidak nyata pada taraf uji 20%

n 2001

Nilai koefisien regresi b l , b2 dan b3 masing-masing sebesar 0.565, 0.548 dan t-hitung

0.80 e 4.53 a 1.08d 1 . 1 8 ~

0.398. Hal ini berarti jika terjadi perubahan harga bulan lalu di pasar pengecer Terminal Kp. Rambutan sebesar Rp 100Ikg maka akan meningkatkan harga di pasar pengecer Terminal Kp. Rambutan bulan ini sebesar Rp 56.5lkg cateris paribus.

Pasar Krarnatjati

Sedangkan jika terjadi peningkatan selisih harga bulan lalu dan bulan ini sebesar Nilai 684 0.752 0.157 0.214 95 89.49 2.06 - 0.153 3.51

1P.p 100Ikg di pasar grosir maka akan meningkatkan harga di tingkat pasar pengecer t-hitung

0.92 d

5.72 a

1.61b 226c

Terminal Kp. Rambutan sebesar Rp 54.81kg bulan ini, cateris paribus. Jika terjadi peningkatan harga bulan lalu di tingkat grosir sebesar Rp 1001kg maka akan meningkatkan harga di pasar pengecer Terminal Kp. Rambutan sebesar Rp 39.8lkg di bulan ini, cateris paribus.

Hasil regresi untuk ape1 impor di Terminal UKI menunjukkan nilai t-hitung dari koefisien regresi b l dan b2 berpengaruh nyata pada taraf uji 0.05. Sedangkan nilai

(25)

t-hitung dari koefisien regresi b3 tidak berpengaruh nyata pada taraf uji 0.20. Hal tersebut menunjukkan bahwa koefisien regresi b l dan b2 berpengaruh nyata secara terpisah terhadap peubah terikat. Artinya harga apel impor di pasar pengecer Terminal UKI yang diterima pada bulan lalu berpengaruh secara nyata terhadap harga apel impor di pasar pengecer Terminal UKI bulan ini. Nilai koefisien b l sebesar 0.882, artinya jika terjadi peningkatan harga apel impor bulan lalu di pasar pengecer Terminal UKI sebesar Rp 100Ikg maka akan meningkatkan harga apel impor di pasar pengecer Terminal UKI sebesar Rp 88.2lkg di bulan ini. Sedangkan nilai koefisien b2 sebesar 0.239, artinya jika terjadi peningkatan selisih harga di tingkat grosir sebesar Rp 1OOIkg maka akan meningkatkan Rp 23.91kg harga apel impor di pengecer Terminal UKI bulan ini.

Sedangkan hasil regresi di pengecer Pasar Minggu meunjukkan nilai t-hitung dari koefisien regresi b l , b l dan b3 masing-masing berpengaruh nyata pada taraf uji 0.05, 0.10 dan 0.15. Hal tersebut menunjukkan bahwa koefisien regresi tersebut berpengaruh nyata secara terpisah terhadap peubah terikat. Artinya harga apel impor yang diterima pada bulan lalu, perubahan harga di tingkat pasar grosir dan harga grosir bulan lalu secara terpisah berpengaruh nyata terhadap harga apel impor di pasar pengecer Pasar Minggu bulan ini.

Nilai koefisien regresi b l , b2 dan b3 masing-masing sebesar 0.778, 0.177 dan 0.189. Hal ini berarti jika terjadi perubahan harga bulan lalu di pasar pengecer Pasar Minggu sebesar Rp 100Ikg maka akan meningkatkan harga di pasar pengecer Pasar Minggu bulan ini sebesar Rp 77.8lkg cateris paribus. Sedangkan jika terjadi peningkatan selisih harga bulan lalu dan bulan ini di tingkat grosir sebesar Rp 100Ikg maka akan meningkatkan harga di tingkat pasar pengecer Pasar Minggu sebesar

(26)

17.7lkg bulan ini, cateris paribus. Jika terjadi peningkatan harga bulan lalu di tingkat grosir sebesar Rp 100Ikg maka akan meningkatkan harga di Pasar Minggu sebesar Rp 18.9lkg di bulan ini, cateris paribus.

Hasil regresi untuk pasar pengecer Kramat Jati menunjukkan nilai t-hitung dari koefisien regresi b l dan b2 untuk pasar pengecer Kramat Jati berpengaruh nyata pada taraf uji sampai 0.10. Hal ini menunjukkan bahwa koefisien regresi b l dan b2 berpengaruh nyata secara terpisah terhadap peubah terikat, dengan demikian harga apel impor yang diterima pada bulan lalu dan selisih harga tingkat grosir secara terpisah berpengaruh nyata terhadap harga apel impor di pasar pengecer Kramat Jati bulan ini.

Nilai koefisien regresi b l dan b2 masing-masing sebesar 0.752 dan 0.157. Hal ini berarti jika terjadi perubahan harga bulan lalu di pasar pengecer Kramat Jati sebesar Rp 100Ikg maka akan meningkatkan harga di pasar pengecer Kramat Jati bulan ini sebesar Rp 75.2lkg cateris paribus. Jika terjadi peningkatan selisih harga bulan ini dan bulan lalu di tingkat grosir sebesar Rp 100Ikg maka akan meningkatkan harga di pasar pengecer Kramat Jati sebesar Rp 15.71kg di bulan ini, cateris paribus.

Dengan memperhatikan nilai koefisien b2 dalam persamaan regresi untuk apel impor di ketiga pasar pengecer maka diketahui bahwa pengecer di Terminal Kp. Rambutan merniliki keterpaduan pasar jangka pendek yang lebih tinggi dengan pasar grosir Kramat Jati dibanding pasar pengecer lainnya. Hal ini diketahui dari nilai koefisien b2 dari persamaan regresi Terminal Kp. Rambutan lebih tinggi dibanding pasar lainnya yaitu 0.548. Sedangkan derajat keterpaduan pasar jangka pendek yang paling rendah adalah di pasar grosir Pasar Minggu, yaitu dengan nilai koefisien b2 sebesar 0.177.

(27)

Sedangkan jika melihat derajat keterpaduan jangka panjang, tidak ada pasar pengecer ape1 impor yang memiliki keterpaduan pasar dalam jangka panjang dengan pasar grosir Kramat Jati. Namun jika membandingkan antara pasar pengecer maka yang lebih memiliki keterpaduan pasar dalarn jangka panjang adalah pasar pengecer Kp. Rambutan.

6.5.2. Analisis Keterpaduan Pasar Jeruk Impor

Hasil pengujian terhadap regresi keterpaduan pasar jeruk impor antara pasar grosir Kramat Jati dengan pasar pengecer di Terminal Kp. Rambutan, Terminal UKI, Pasar Minggu dan Pasar Kramat Jati dapat dilihat pada Tabel 13. Koefisien determinasi R~ untuk jeruk impor di Rambutan, UKI, Pasar Minggu dan Kramat Jati menunjukkan bahwa harga jeruk impor di masing-masing pasar pengecer sebesar 85.2, 87.7, 90.3 dan 86.5 persen dipengaruhi oleh variasi peubah bebas, sedangkan sisanya dipengaruhi oleh variasi peubah bebas yang lain. Hal ini diperkuat oleh nilai F-hitung yang berpengaruh nyata pada taraf uji 0.05 persen di keempat pasar pengecer. Hal ini berarti harga jeruk impor di masing-masing pasar pengecer minimal ada satu peubah bebas berpengaruh nyata terhadap variasi dari peubah terikat. Sedangkan nilai Durbin- h untuk jeruk impor di masing-masing pasar pengecer tidak berada diluar wilayah d-tabel pada taraf uji 0.05, artinya tidak terdapat serial korelasi dalam persamaan regresi tersebut.

(28)

Tabel 13. Hasil Analisis Keterpaduan Pasar Jeruk Impor di Pasar Grosir

Hasil analisis regresi untuk pengecer Terminal Kp. Rambutan menunjukkan nilai Kramat Jati dengan Pasar Pengecer Tahun 2001

t-hitung dari koefisien regresi b l , b2 dan b3 untuk pasar pengecer Terminal T Jraian constant Koefisien b 1 Koefisien b2 Koefisien b3 2 2 F-hitung Durbin-W Durbin h IMC

Kp. Rambutan berpengaruh nyata pada taraf uji 0.05, 0.15 dan 0.05. Hal tersebut menunjukkan bahwa koefisien regresi tersebut berpengaruh nyata secara terpisah Keterangan: a = nyata pada taraf uji 5%

b = nyata pada taraf uji 10%

c = nyata pada taraf uji 15% d = nyata pada taraf uji 20%

e = tidak nyata pada taraf uji 20%

terhadap peubah terikat, artinya harga jeruk impor yang diterima pada bulan lalu, Teminal Kp. Rambutan

perubahan harga di tingkat pasar grosir dan harga grosir bulan lalu secara terpisah Nilai 1 148 0.558 0.299 0.422 85.2 26.91 1.83 #NUM! 1.32

berpengaruh nyata terhadap harga jeruk impor di pasar pengecer Terminal Kp. Rambutan bulan ini.

t-hitung 0.92 d 2.19a 125 c 1.95 a Terminal UKI

Nilai koefisien regresi b l , b2 dan b3 masing-masing sebesar 0.558, 0.299 dan Nilai 985 0.744 0.012 0.225 87.7 33.34 2.18 - 0.465 3.31

0.422. Hal ini berarti jika terjadi perubahan harga bulan lalu di pasar pengecer t-hitung 1,03 d 5.52a 0.08 e 2.04 a Pasar Minggu

Terminal Kp. Rambutan sebesar Rp 100Ikg maka akan meningkatkan harga di pasar Nilai 257 0.786 0.338 0.247 90.3 43.58 2.13 - 0.370 3.18 Pasar Kramatjati

pengecer Terminal Kp. Rambutan bulan ini sebesar Rp 55.81kg cateris paribus. Sedangkan jika terjadi peningkatan selisih harga bulan lalu dan bulan ini sebesar Rp 100Ikg di pasar grosir maka akan meningkatkan harga di tingkat pasar pengecer

t-hitung 0,30e 4.99a 1.98 a 1.68 b Nilai -191 0.782 0.063 0.315 86.5 29.79 1.83 0.981 2.48 t-htung -0,l8e 3.57a 0.21 e 1.24 c

(29)

Terminal Kp. Rambutan sebesar Rp 29.9lkg bulan ini, cateris paribus. Jika terjadi peningkatan harga bulan lalu di tingkat grosir sebesar Rp 100Ikg maka akan meningkatkan harga di pasar pengecer Terminal Kp. Rambutan sebesar Rp 42.2lkg di bulan ini, cateris paribus.

Hasil regresi untuk jeruk impor di Terminal UKI menunjukkan nilai t-hitung dari koefisien regresi b l dan b3 berpengaruh nyata pada taraf uji 0.05. Sedangkan nilai t-hitung dari koefisien regresi b2 tidak berpengaruh nyata pada taraf uji 0.20. Hal tersebut menunjukkan bahwa koefisien regresi b l dan b3 berpengaruh nyata secara terpisah terhadap peubah terikat, artinya harga jeruk impor di pasar pengecer Terminal UKI yang diterima pada bulan lalu dan harga bulan lalu di pasar grosir berpengaruh secara nyata terhadap harga jeruk impor di pasar pengecer Terminal UKI bulan ini. Nilai koefisien b l sebesar 0.744, artinya jika terjadi peningkatan harga jeruk impor bulan lalu di pasar pengecer Terminal UKI sebesar Rp 1001kg maka akan meningkatkan harga jeruk impor di pasar pengecer Terminal UKI sebesar Rp 74.4lkg di bulan ini. Sedangkan nilai koefisien b3 sebesar 0.012, artinya jika terjadi peningkatan harga bulan di tingkat grosir sebesar Rp 100/kg maka akan meningkatkan Rp 1.2lkg harga jeruk impor di pengecer Terminal UKI bulan ini.

Sedangkan hasil regresi di pengecer Pasar Minggu menunjukkan nilai t-hitung dari koefisien regresi b l , b2 dan b3 masing-masing berpengaruh nyata pada taraf uji 0.05, 0.05 dan 0.10. Hal tersebut menunjukkan bahwa koefisien regresi tersebut berpengaruh nyata secara terpisah terhadap peubah terikat, dengasn demikian harga jeruk impor yang diterima pada bulan lalu, perubahan harga di tingkat pasar grosir dan harga grosir bulan lalu secara terpisah berpengaruh nyata terhadap harga jeruk impor di pasar pengecer Pasar Minggu bulan ini.

(30)

102 Nilai koefisien regresi b 1, b2 dan b3 masing-masing sebesar 0.786, 0.33 8 dan 0.247. Hal ini berarti jika terjadi perubahan harga bulan lalu di pasar pengecer Pasar Minggu sebesar Rp 1001kg maka akan meningkatkan harga di pasar pengecer Pasar Minggu bulan ini sebesar Rp 78.6lkg cateris paribus. Sedangkan jika terjadi peningkatan selisih harga bulan lalu dan bulan ini di tingkat grosir sebesar Rp 100Ikg maka akan meningkatkan harga di tingkat pasar pengecer Pasar Minggu sebesar Rp 33.8lkg bulan ini, cateris paribus. Jika terjadi peningkatan harga bulan lalu di tingkat grosir sebesar Rp 100/kg maka akan meningkatkan harga di Pasar Minggu sebesar Rp 24.7lkg di bulan ini, cateris paribus.

Hasil regresi untuk pasar pengecer Kramat Jati menunjukkan nilai t-hitung dari koefisien regresi b 1 ,dan b3 untuk pasar pengecer Kramat Jati masing-masing berpengaruh nyata pada taraf uji 0.05 dan 0.15. Hal ini menunjukkan bahwa koefisien regresi b l dan b2 berpengaruh nyata secara terpisah terhadap peubah terikat, dengan demikian harga jeruk impor yang diterima pada bulan lalu dan harga tingkat grosir bulan lalu secara terpisah berpengaruh nyata terhadap harga jeruk impor di pasar pengecer Kramat Jati bulan ini.

Nilai koefisien regresi b l dan b3 masing-masing sebesar 0.782 dan 0.3 15. Hal ini berarti jika terjadi perubahan harga bulan lalu di pasar pengecer Kramat Jati sebesar Rp 100Ikg maka akan meningkatkan harga di pasar pengecer Kramat Jati bulan ini sebesar Rp 78.2lkg cateris paribus. Jika terjadi peningkatan harga bulan lalu di tingkat grosir sebesar Rp 100Ikg maka akan meningkatkan harga di pasar pengecer Kramat Jati sebesar Rp 3 1.5 /kg di bulan ini, cateris paribus.

Dengan memperhatikan nilai koefisien b2 dalam persamaan regresi untuk jeruk impor di keempat pasar pengecer maka diketahui bahwa pengecer di Pasar Minggu

(31)

memiliki nilai koefisien tertinggi yang berarti memiliki keterpaduan pasar jangka pendek yang lebih tinggi dibanding dengan pasar pengecer lainnya. Hal ini diketahui dari nilai koefisien b2 dari persamaan regresi Pasar Minggu lebih tinggi dibanding pasar lainnya yaitu 0.33 8. Sedangkan derajat keterpaduan pasar jangka pendek yang paling rendah adalah di pasar pengecer Terminal UKI, yaitu dengan nilai koefisien b2 sebesar 0.12.

Sedangkan jika melihat derajat keterpaduan jangka panjang, tidak ada pasar pengecer jeruk impor yang memiliki keterpaduan pasar dalam jangka panjang dengan pasar grosir Kramat Jati. Namun jika membandingkan antara pasar pengecer maka yang lebih memiliki keterpaduan pasar dalam jangka panjang secara relatif dibanding yang lainnya Terminal Kp. Rambutan.

6.5.3. Analisis Keterpaduan Pasar Anggur

Hasil pengujian terhadap regresi keterpaduan pasar anggur antara pasar grosir Kramat Jati dengan pasar pengecer di Terminal Kp. Rambutan, Pasar Minggu dan Pasar Kramat Jati dapat dilihat pada Tabel 14. Koefisien determinasi R~ untuk anggur di Rambutan, Pasar Minggu dan Kramat Jati menunjukkan bahwa harga anggur di masing-masing pasar pengecer sebesar 92.6, 84.0 dan 60.8 persen dipengaruhi oleh variasi peubah bebas, sedangkan sisanya dipengaruhi oleh variasi peubah bebas yang lain. Hal ini diperkuat oleh nilai F-hitung yang berpengaruh nyata pada taraf uji 0.05 persen di ketiga pasar pengecer. Hal ini berarti harga anggur di masing-masing pasar pengecer minimal ada satu peubah bebas berpengaruh nyata terhadap variasi dari peubah terikat. Sedangkan nilai Durbin-h untuk anggur di masing-masing pasar pengecer tidak berada diluar wilayah d-tabel pada taraf uji 0.05, artinya tidak terdapat serial korelasi dalam persamaan regresi tersebut.

(32)

Tabel 14. Hasil Analisis Keterpaduan Pasar Anggur di Pasar Grosir

Hasil analisis regresi untuk pengecer Terminal Kp. Rambutan menunjukkan Kramat Jati dengan Pasar Pengecer Tahun 200 1

nilai t-hitung dari koefisien regresi b l , b2 dan b3 untuk pasar pengecer Terminal Kp. Rambutan berpengaruh nyata pada taraf uji 0.05. Hal tersebut menunjukkan

1~Jraian constant Koefisien b 1 Koefisien b2 Koefisien b3 R2 F-hltung Durbin- W Ilurbin h IMC

bahwa koefisien regresi tersebut berpengaruh nyata secara terpisah terhadap peubah Keterangan: a = nyata pada taraf uji 5%

b = nyata pada taraf uji 10%

c = nyata pada taraf uji 15% d = nyata pada taraf uji 20% e = tidak nyata pada taraf uji 20%

Pasar Kramatjati

terikat, artinya harga anggur yang diterima pada bulan lalu, perubahan harga di tingkat Nilai 5820 (3.665 -0,0103 0.0963 60.8 7.24 1.88 0.341 6.91

pasar grosir dan harga grosir bulan lalu secara terpisah berpengaruh nyata terhadap t-htung 1.43 b 4.24 a -0.15e 1.08 c Teminal Kp. Rambutan

harga anggur di pasar pengecer Terminal Kp. Rambutan bulan ini. Nilai -21 98 1.01 0.11 0.0865 92.6 58.57 2.1 - 0.226 11.68

Nilai koefisien regresi b 1, b2 dan b3 masing-masing sebesar 1.0 1, 0.1 1 dan t-hitung -0.88 d 12.56 a 3.36 a 2.05 a Terminal UKI

0.0865. Hal ini berarti jika terjadi perubahan harga bulan lalu di pasar pengecer Nilai

Pasar Minggu

Terminal Kp. Rambutan sebesar Rp 100Ikg maka akan meningkatkan harga di pasar t-hitung Nilai -1717 0.915 -0,0353 0.167 84 24.51 1.96 0.100 5.48

pengecer Terminal Kp. Rambutan bulan ini sebesar Rp 10 llkg cateris paribus. t-hitung

-0.41 e 7.25 a -0.69e

2.28 a

Sedangkan jika terjadi peningkatan selisih harga bulan lalu dan bulan ini sebesar Rp 1001kg di pasar grosir maka akan meningkatkan harga di tingkat pasar pengecer Terminal Kp. Rambutan sebesar Rplllkg bulan ini, cateris paribus. Jika terjadi

(33)

peningkatan harga bulan lalu di tingkat grosir sebesar Rp 100Ikg maka akan meningkatkan harga di pasar pengecer Terminal Kp. Rambutan sebesar Rp 8.65lkg di bulan ini, cateris paribus.

Hasil regresi di pengecer Pasar Minggu menunjukkan nilai t-hitung dari koefisien regresi b l dan b3 berpengaruh nyata pada taraf uji 0.05, kecuali koefisien regresi b2 tidak berpengaruh nyata sampai taraf uji 0.20. Hal tersebut menunjukkan bahwa koefisien regresi b l dan b3 berpengaruh nyata secara terpisah terhadap peubah terikat, dengan demikian harga anggur yang diterima pada bulan lalu dan harga grosir bulan lalu secara terpisah berpengaruh nyata terhadap harga anggur di pasar pengecer Pasar Minggu bulan ini.

Nilai koefisien regresi b l dan b3 masing-masing sebesar 0.91 5 dan 0.167. Hal ini berarti jika terjadi perubahan harga bulan lalu di pasar pengecer Pasar Minggu sebesar Rp 100/kg maka akan meningkatkan harga di pasar pengecer Pasar Minggu bulan ini sebesar Rp 9 1.5lkg cateris paribus. Jika terjadi peningkatan harga bulan lalu di tingkat grosir sebesar Rp 1001kg maka akan meningkatkan harga di Pasar Minggu sebesar Rp 16.7lkg di bulan ini, cateris paribus.

Hasil regresi untuk pasar pengecer Kramat Jati menunjukkan nilai t-hitung dari koefisien regresi b1,dan b3 untuk pasar pengecer Kramat Jati masing-masing berpengaruh nyata pada taraf uji 0.05 dan 0.15. Hal ini menunjukkan bahwa koefisien regresi b l dan b3 berpengaruh nyata secara terpisah terhadap peubah terikat, dengan demikian harga anggur yang diterima pada bulan lalu dan harga tingkat grosir bulan lalu secara terpisah berpengaruh nyata terhadap harga anggur di pasar pengecer Kramat Jati bulan ini.

(34)

Nilai koefisien regresi b 1 dan b3 masing-masing sebesar dan 0.667 dan 0.0963. Hal ini berarti jika terjadi perubahan harga bulan lalu di pasar pengecer Kramat Jati sebesar Rp 1001kg maka akan meningkatkan harga di pasar pengecer Kramat Jati bulan ini sebesar Rp 66.7lkg cateris paribus. Jika terjadi peningkatan harga bulan lalu di tingkat grosir sebesar Rp 1001kg maka akan meningkatkan harga di pasar pengecer Kramat Jati sebesar Rp 9.63lkg di bulan ini, cateris paribus.

Dengan memperhatikan nilai koefisien b2 dalam persamaan regresi untuk anggur di ketiga pasar pengecer anggur maka diketahui bahwa pengecer di Terminal Kp. Rambutan memiliki keterpaduan pasar jangka pendek yang lebih tinggi dibanding dengan pasar pengecer lainnya.

Sedangkan jika melihat derajat keterpaduan pasar jangka panjang, maka yang memiliki keterpaduan jangka panjang lebih tinggi secara relatif adalah di Pasar Minggu, dibanding pasar pengecer lainnya.

6.5.4. Analisis Keterpaduan Pasar Ape1 Lokal

Persamaan regresi untuk keterpaduan pasar ape1 lokal hanya dua yaitu di Pasar Minggu dan Pasar Kramat Jati, karena di dua pasar lainnya tidak ditemukan penjualan jenis apel lokal ini. Hasil pengujian terhadap regresi keterpaduan pasar apel lokal antara pasar grosir Kramat Jati dengan pasar pengecer di Pasar Minggu dan Pasar Kramat Jati dapat dilihat pada Tabel 15. Koefisien determinasi R~ untuk ape1 lokal di Pasar Minggu dan Kramat Jati menunjukkan bahwa harga ape1 lokal di masing-masing pasar pengecer sebesar 89.6 dan 90.9 persen dipengaruhi oleh variasi peubah bebas, sedangkan sisanya dipengaruhi oleh variasi peubah bebas yang lain. Hal ini diperkuat oleh nilai F-hitung yang berpengaruh nyata pada taraf uji 0.05 persen di kedua pasar pengecer. Hal ini berarti harga ape1 lokal di masing-masing pasar pengecer minimal

(35)

ada satu peubah bebas berpengaruh nyata terhadap variasi dari peubah terikat. Sedangkan nilai Durbin-h untuk apel lokal di masing-masing pasar pengecer tidak berada diluar wilayah d-tabel pada taraf uji 0.05, artinya tidak terdapat serial korelasi dalam persamaan regresi tersebut.

Tabel 15. Hasil Analisis Keterpaduan Pasar Ape1 lokal di Pasar Grosir

Uraian

Y

constant Koefisien b l Koefisien b2 Koefisien b3 R2 F-hitung Durbin-W Durbin h IMC Tahun 2001 Jati dengan Pasar Pengecer

Pasar Minggu Pasar Kramatiati

Nilai 575 0.807 0.115 0.123 89.6 40.21 1.97 0.070 6.56 Nilai 2157 0.432 0.144 0.26 90.9 46.53 1.74 0.785 1.66 t-hitung 1.05 d 8.17 a 1.96 a 2.82 a t-hitung 1.05 d 8.17 a 1.96 a 2.82 a

Keterangan: a = nyata pada taraf uji 5%

b = nyata pada taraf uji 10%

c = nyata pada taraf uji 15% d = nyata pada taraf uji 20%

e = tidak nyata pada taraf uji 20%

Hasil regresi di pengecer Pasar Minggu menunjukkan nilai t-hitung dari koefisien regresi b l , b2 dan b3 semuanya berpengaruh nyata pada taraf uji 0.05. Hal tersebut menunjukkan bahwa koefisien regresi tersebut berpengaruh nyata secara terpisah terhadap peubah terikat, dengan demikian harga apel lokal yang diterima pada bulan lalu, perubahan harga di tingkat pasar grosir dan harga grosir bulan lalu secara terpisah berpengaruh nyata terhadap harga apel lokal di pasar pengecer Pasar Minggu bulan ini. Nilai koefisien regresi b 1, b2 dan b3 masing-masing sebesar 0.807, 0.1 15 dan 0.123. Hal ini berarti jika terjadi perubahan harga bulan lalu di pasar pengecer Pasar Minggu sebesar Rp 1001kg maka akan meningkatkan harga di pasar pengecer Pasar

(36)

Minggu bulan ini sebesar Rp 80.7lkg cateris paribus. Sedangkan jika terjadi peningkatan selisih harga bulan lalu dan bulan ini di tingkat grosir sebesar Rp 1001kg maka akan meningkatkan harga di tingkat pasar pengecer Pasar Minggu sebesar Rp 11.5lkg bulan ini, cateris paribus. Jika terjadi peningkatan harga bulan lalu di tingkat grosir sebesar Rp 1001kg maka akan meningkatkan harga di Pasar Minggu sebesar Rp 12.3lkg di bulan ini, cateris paribus.

Hasil regresi untuk pasar pengecer Kramat Jati menunjukkan nilai t-hitung dari koefisien regresi b l , b2 dan b3 untuk pasar pengecer Kramat Jati semuanya berpengaruh nyata pada taraf uji 0.05. Hal ini menunjukkan bahwa koefisien regresi b l , b2 dan b3 berpengaruh nyata secara terpisah terhadap peubah terikat, dengan demikian harga apel lokal yang diterima pada bulan lalu dan harga tingkat grosir bulan lalu secara terpisah berpengaruh nyata terhadap harga apel lokal di pasar pengecer Kramat Jati bulan ini.

Nilai koefisien regresi b l , b2 dan b3 masing-masing sebesar 0.432, 0.144 dan 0.26. Hal ini berarti jika terjadi perubahan harga bulan lalu di pasar pengecer Kramat Jati sebesar Rp 1001kg maka akan meningkatkan harga di pasar pengecer Kramat Jati bulan ini sebesar Rp 43.2/kg, cateris paribus. Jika terjadi peningkatan selisih harga grosir bulan lalu dan bulan ini sebesar Rp 1001kg maka akan meningkatkan harga di pasar pengecer sebesar Rp 14.4/kg, cateris paribus. Jika terjadi peningkatan harga bulan lalu di tingkat grosir sebesar Rp 100lkg maka akan meningkatkan harga di pasar pengecer Kramat Jati sebesar Rp 26.0lkg di bulan ini, cateris paribus.

Dengan memperhatikan nilai koefisien b2 dalam persamaan regresi untuk apel lokal di kedua pasar pengecer maka diketahui bahwa pasar pengecer di Kramat Jati lebih terpadu dalam jangka pendek dibanding di pasar pengecer Pasar Minggu.

(37)

Sedangkan jika melihat derajat keterpaduan jangka panjang, maka secara relatif pasar Kramat Jati lebih terpadu dalam jangka panjang dibanding pasar Minggu.

6.5.5. Analisis Keterpaduan Pasar Jeruk Lokal

Hasil pengujian terhadap regresi keterpaduan pasar jeruk lokal antara pasar grosir Kramat Jati dengan pasar pengecer di Terminal Kp. Rambutan, Terminal UKI, Pasar Minggu dan Pasar Kramat Jati dapat dilihat pada Tabel 16. Koefisien determinasi R~ untuk jeruk lokal di Rambutan, UKI, Pasar Minggu dan Kramat Jati menunjukkan bahwa harga jeruk lokal di masing-masing pasar pengecer sebesar 69.7, 56.0, 82.2 dan 59.7 persen dipengaruhi oleh variasi peubah bebas, sedangkan sisanya dipengaruhi oleh variasi peubah bebas yang lain. Hal ini diperkuat oleh nilai F-hitung yang berpengaruh nyata pada taraf uji 0.05 persen di keempat pasar pengecer. Hal ini berarti harga jeruk lokal di masing-masing pasar pengecer minimal ada satu peubah bebas berpengaruh nyata terhadap variasi dari peubah terikat. Sedangkan nilai Durbin- h untuk jeruk lokal di masing-masing pasar pengecer tidak berada diluar wilayah d-tabel pada taraf uji 0.05, artinya tidak terdapat serial korelasi dalam persamaan regresi tersebut.

Hasil analisis regresi untuk pengecer Terminal Kp. Rambutan menunjukkan nilai t-hitung dari koefisien regresi b l dan b2 untuk pasar pengecer Terminal Kp. Rambutan masing-masing berpengaruh nyata pada taraf uji 0.05 dan 0.10. Hal tersebut rnenunjukkan bahwa koefisien regresi tersebut berpengaruh nyata secara terpisah terhadap peubah terikat, artinya harga jeruk lokal yang diterima pada bulan lalu dan harga grosir bulan lalu secara terpisah berpengaruh nyata terhadap harga jeruk lokal di pasar pengecer Terminal Kp. Rambutan bulan ini.

(38)

Keterangan: a = nyata pada taraf uji 5% b = nyata pada taraf uji 10%

c = nyata pada taraf uj i 1 5 %

d = nyata pada taraf uji 20%

e = tidak nyata pada taraf uji 20%

Tabel 16 . Hasil Analisis Keterpaduan Pasar Jeruk Lokal di Pasar Grosir Kramat Jati dengan Pasar Pengecer Tahun 200 1

Nilai koefisien regresi b l dan b2 masing-masing sebesar 0.839 dan 0.141. Hal ini

Uraian constant Koefisien bl Koefi si en b2 Koefisien b3 R2 F-hitung Ihrbin-W k b i n h IMC

berarti jika terjadi perubahan harga bulan lalu di pasar pengecer Terminal Kp. Rambutan sebesar Rp 100Ikg maka akan meningkatkan harga di pasar pengecer Terminal Kp. Rambutan bulan ini sebesar Rp 83.91kg cateris paribus. Sedangkan jika terjadi peningkatan selisih harga bulan lalu dan bulan ini sebesar Rp 1001kg di pasar

Terninal Kp. M u t a n

grosir maka akan meningkatkan harga di tingkat pasar pengecer Terminal

Nilai 812 0.839 0.141 - 0,0229 69.7 10.74 1.75 0.804 -36.64

Kp. Rambutan sebesar Rp 14. llkg bulan ini, cateris paribus.

t-hitung 1,12c 4,74 a 1,33 b

-

025 e Temnnal UKI

Hasil regresi untuk jeruk lokal di Terminal UKI menunjukkan nilai t-hitung dari

Nilai 1303 0.703 0.138 0.0135 56 5.95 1.77 0.853 52.07

koefisien regresi b l dan b2 masing-masing berpengaruh nyata pada taraf uji 0.05 dan

t-hitung 1,61b 3,64 a 128 c 0,15e Pasar Mmgp

0.15. Sedaligkan nilai t-hitung dari koefisien regresi b3 tidak berpengaruh nyata pada taraf uji 0.20. Hal tersebut menunjukkan bahwa koefisien regresi b l dan b2 berpengaruh nyata secara terpisah terhadap peubah terikat, artinya harga jeruk lokal di pasar pengecer Terminal UKI yang diterima pada bulan lalu dan selisih harga bulan lalu dan bulan ini di pasar grosir berpengaruh secara nyata terhadap harga jeruk lokal

21.52 - 0.512 #NUM! 35.38 Ndai 487 0.874 -0,0465 0.0247 82.2 Pasar Kramatjati t-hitung 0,97 d 7,52 a -0,80 e 0,52 e Ndai 3246 0.101 0.141 0.155 59.7 t-hitung 2,39 a 025 e 1,86a 1,53 b

(39)

11 1 di pasar pengecer Terminal UKI bulan ini. Nilai koefisien b l sebesar 0.703, artinya jika terjadi peningkatan harga jeruk lokal bulan lalu di pasar pengecer Terminal UKI sebesar Rp 1001kg maka akan meningkatkan harga jeruk lokal di pasar pengecer Terminal UKI sebesar Rp 70.3lkg di bulan ini. Sedangkan nilai koefisien b2 sebesar 0.138, artinya jika terjadi peningkatan harga bulan lalu di tingkat grosir sebesar Rp 100Ikg maka akan meningkatkan Rp 13.8lkg harga jeruk lokal di pengecer Terminal UKI bulan ini.

Sedangkan hasil regresi di pengecer Pasar Minggu menunjukkan nilai t-hitung dari koefisien regresi b l berpengaruh nyata pada taraf uji 0.05. Hal tersebut menunjukkan bahwa koefisien regresi tersebut berpengaruh nyata secara terpisah terhadap peubah terikat, dengan demikian harga jeruk lokal yang diterima pada bulan lalu secara terpisah berpengaruh nyata terhadap harga jeruk lokal di pasar pengecer Pasar Minggu bulan ini. Sedangkan nilai t-hitung dari koefisien regresi b2 dan b3 menunjukkan bahwa koefisien b2 dan b3 tidak berpengaruh nyata secara tepisah terhadap peubah terikat, artinya selisih harga dan harga bulan lalu di pasar grosir tidak berpengaruh secara nyata terhadap harga jeruk lokal di tingkat pengecer di Pasar minggu.

Nilai koefisien regresi b l sebesar 0.874. Hal ini berarti jika terjadi perubahan harga bulan lalu di pasar pengecer Pasar Minggu sebesar Rp 1001kg maka akan meningkatkan harga di pasar pengecer Pasar Minggu bulan ini sebesar Rp 87.4lkg cateris paribus.

Hasil regresi untuk pasar pengecer Kramat Jati menunjukkan nilai t-hitung dari koefisien regresi b2 dan b3 untuk pasar pengecer Kramat Jati masing-masing berpengaruh nyata pada taraf uji 0.05 dan 0.10. Hal ini menunjukkan bahwa koefisien regresi b2 dan b3 berpengaruh nyata secara terpisah terhadap peubah terikat, dengan

Gambar

Gambar 20.  Jalur Pemasaran Buah Impor dan Buah Lokal di DKI Jakarta
Tabel  9.  Struktur Pasar  Pada Berbagai  Tingkat  Pemasaran  Buah  Impor  dan Buah Lokal di DKI Jakarta Tahun 200 1
Tabel  10.  Analisis Marjin Pemasaran Buah Impor di Tingkat Importir,
Tabel 12.  Hasil Analisis Keterpaduan Pasar  Ape1 Impor di Pasar Grosir  T  Jraian  constant  Koefisien bl  Koefisien b2  Koefisien b3  R2  F-hitung  1)urbin-W  Ilurbin h  IMC
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari ketiga Epistemologi diatas, maka bisa diambil benang merah bahwa epistemologi pendidikan islam dalam pendekatan Religius-Rasional adalah bersandar pada kekuatan

Hasil pengamatan terhadap berat basah gabah yang ditunjukkan pada Gambar 7, tampak bahwa perlakuan bahan pemecah serat pupuk urea menghasilkan 3,28 g, sedangkan

Ultra Jaya Milk Industri melakukan pengawasan mutu pada produk susu UHT (Ultra High Temperature) sehingga dapat mengahasilkan susu yang bermutu baik.. BAB II

Aktivitas guru dalam proses belajar mengajar dengan menggunakan metode ceramah, demonstrasi dan tanya jawab masih kurang bisa mengaktifkan siswa, karena ada

Perangkat lunak akan dapat menambah, menghapus instalasi atau mengubah status modul-modul dari album foto digital tersebut tanpa melakukan perubahan pada modul

Menurut penelitian Hestiana (2017) terdapat hubungan antara peran keluarga dengan kepatuhan dalam pengelolaan diet pada pasien rawat jalan penderita diabetes melitus tipe

Ha diterima dan secara parsial variabel pengawasan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kinerja pegawai Satuan Polisi Pamong Praja Dan Pemadam Kebakaran

Variabel prestasi kerja, pendidikan, pengalaman kerja, pengenalan dan kesempatan untuk tumbuh secara simultan mempunyai pengaruh positif yang signifikan terhadap