4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Botani Tanaman Karet.
Tanaman Karet (Hevea brasilliensis), mungkin kita sudah familiar dengan pohon yang tumbuh tinggi dan mempunyai batang yang besar dan keras ini. Indonesia pertama kali mengenal tanaman ini pada masa penjajahan Belanda pada tahun 1964 dan sekarang, Indonesia menjadi negara luas areal kebun karet terbesar dan produksi kedua terbesar di dunia. Selain dimanfaatkan getahnya, kayu nya juga mempunyai prospek yang baik sebagai sumber kayu menggantikan sumber kayu asal hutan.
Sesuai dengan nama latin yang disandangnya, tanaman karet (Hevea brasilliensis) berasal dari negara brazil, tepatnya didaerah Amazone dan tersusun dalam sistematika tanaman karet diklasifikasikan sebagai berikut (Anwar,2001); Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Ordo : Euphorbiales Famili : Euphorbiaceae Genus : Hevea
Spesies : Hevea brasiliensis
2.2. Morfologo Tanaman Karet 2.2.1. Akar (Radix)
Sesuai dengan sifat dikotilnya tanaman karet merupakan akar tunggang.Akar ini mampu menopang batang tanaman yang jauh tumbuh tinggi dan besar. Akar tunggan g dapat menunjang tanah pada kedalaman 1-2 m, sedangkan
5
lateralnya dapat menyebar air dan unsur hara adalah bulu akar yang berada dalam pada kedalaman 0-60 cm dan jarak 2,5 m dari pangkal pohon (Ali,2007).
2.2.2. Batang (Caulis)
Tanaman karet merupakan yang tumbuh tinggi dan berbatang cukup besar.Tinggi pohon dewasa dapat mencapai 15-25 m. Batang tanaman biasanya tumbuh lurus dan mempunyai percabangan yang tinggi di atas. Batang tanaman mengandung getah yang dikenal dengan nama lateks (Ali,2007).
2.2.3. Daun (Folium)
Daun merupakan suatu organ tumbuhan yang penting. Daun biasanya tipis, melebar, kaya akan suatu zat warna hijau yang dinamakan klorofil. Oleh karena itu daun berwarna hijau, fungsi utama daun ialah menjalankan sintesis senyawa-senyawa organik dengan menggunakan sinar matahari sebagai sumber energi yang diperlukan untuk fotosintesis. Daun karet berwarna hijau, apabila akan rontok berubah warna menjadi kuning atau kemerah-merahan. Biasanya tanaman mempunyai jadwal kerontokan daun pada musim kemarau yang disebut musim trek.Daun karet terdiri dari tangkai daun utama dan tangkai amak daun. Pangjang tangkai daun utama 10 cm dan anak daun 3-10 cm. Anak daun berbentuk eliptis memanjang dan tepinya rata dengan ujungnya meruncing (Ali,2007).
2.2.4. Bunga (Flos)
Bunga tanaman karet tergolong bunga berumah dua (monoecieus) dan berbentuk bunga majemuk. Pada satu tangkal bunga yang berbentuk majemuk tersebut, terdapat bunga betina dan bunga jantan.Penyerbukan bunga dapat terjadi secara penyerbukan sendiri maupun penyerbukan silang.Penyerbukan saling dibantu oleh serangga.Bunga betina hanya mengandung putik (pistillum) saja yang merupakan alat kelamin betina yang mempunyai bakal buah (ovarium) yang berisi bakal biji (ovulum) dan sel telur (ovum).Bunga
6
jantan hanya mengandung benang sari (pollen) yang mengandung inti sperma untuk penyerbukan. Putik yang telah diserbuki benang sari, akan tumbuh menjadi buah dan bakal biji. Bunga karet akan muncul dari ranting-ranting yang bersemi selesai gugur daun. Bunga tersusun (tersangka). Bunga itu disebut juga bunga majemuk,bunga karet terdiri atas tangkai bunga, daun kelopak atau sepal berwarna hijau, daun mahkota berwarna putih kekuningan, benang sari, kepala putik, dan bakal buah. Buah karet berukuran kecil dan berbentuk bintang (Cahyono,2010).
2.2.5. Buah (Fructus)
Buah karet memiliki pembagian ruang yang jelas masing-masing ruang berbentuk seperti setengah bola.Jumlah ruang biasanya tiga, kadang-kadang sampai enam ruang. Garis tengah buah 3-5 cm. Bila buah sudah masak maka buah akan dengan sendirinya. Pemecahan biji ini berhubungan dengan pengembangbiakan tanaman karet secara alami. Biji-biji yang terlontar kadang-kadang sampai jauh (Ali,2007).
2.2.6. Biji (Semen)
Selain dengan perkembangan buah yang dapat dilihat secara visual, terjadi juga perkembangan biji di dalam buah. Perkembangan biji yang dimaksud berkaitan dengan pembentukan bagian-bagian seperti testa, endosperm, kotiledon,dan embrio. Jaringan ktiledon pada biji karet tidak mengandung cadangan makanan dan berfungsi untuk membantu mencerna dan menyerap cadanmgan makanan yang terdapat di dalam endosperm, kemudian mentransfernya ke jaringan embrio sebagai titik pertumbuhan, sedangkan fungsi endosperm adalah untuk cadangan makanan dalam pertumbuhan embrio menjadi kecambah(Siagian,2012).
7 2.3. Syarat Tumbuh Tanaman Karet
2.3.1. Iklim
Tanaman karet cocok pada daerah tropis dengan zona antara 15° LS dan 15° LU. Curah hujan tahunan tidak kurang dari 2.000 mm. Opimal antara 2.500- 4.000 mm/tahun yang terbagi dalam 100-150 hari hujan.Pembagian hujan dan waktu jatuhnya hujan rata-rata setahunnya dapat mempengaruhi produksi. Produksi karet akan menurun apabila daerahnya sering mengalami hujan pada pagi hari. Tanaman karet tumbuh optimal pada ketinggian sampai 200 meter di atas permukaan laut. Semakin tinggi tempat maka pertumbuhan karet akan semakin lambat dan hasilnya lebih rendah (Setyamidjaja, 1993).
2.3.2. Suhu
Daerah yang baik bagi pertumbuhan dan pengusahaan tanaman karet terletak di sekitar ekuator (katulistiwa) antara 10°LS dan 10°LU. Karet masih tumbuh baik sampai batas 20°garis lintang.Suhu 20°C dianggap sebagai batas terendah suhu bagi karet. Setiap kenaikan ketinggian tempat sebesar 100 m, maka suhu udara menurun 0,6° C. Sementara itu,suhu udara rata-rata tahunan di dataran rendah tropika sekitar 28° C (Siagian, 2015).
2.3.3. Ketinggian Tempat
Karet tumbuh baik antara 0 – 600 meter. Di atas permukaan laut lebih dari 600 meter tidak dianjurkan, paling baik antara 0 – 200 meter, setiap naik 100 meter matang sadap akan terlambat enam bulan. Tinggi tempat berhubungan erat dengan suhu. Di dataran rendah (0 – 200 meter), suhu rata rata 28˚ C, setiap naik 100 meter temperatur akan turun 0,5˚ C. Kecepatan angin maksimum kurang atau sama dengan 30 km/jam (Budiman, 2012).
2.3.4. Tanah
Tanaman karet dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah, baik pada tanahtanah vulkanis muda maupun vulkanis tua, alluvial bahkan tanah gambut.Tanah tanah vulkanis umumnya memiliki sifat-sifat fisika yang cukup baik, terutama
8
dari segi struktur, tekstur, solum, kedalaman air tanah, aerasi dan drainasenya.Akan tetapi sifat-sifat kimianya umumnya sudah kurang baik, karena kandungan haranya yang relative rendah.Tanah tanah alluvial umumnya cukup subur, tetapi sifat fisisnya terutama drainase dan aerasinya kurang baik.Pembuatan saluran saluran draenase akan menolong keadaan tanah ini (Budiman, 2012).
Reaksi tanah yang umumnya ditanami karet mempunyai pH antara 3,5 – 7,0 pH tanah dibawah 3,5 atau di atas 7,5 menyebabkan pertumbuhan tanaman yang terhambat. Sifat-sifat tanah yang cocok untuk tanaman karet sebagai berikut:
a. Solum cukup dalam, sampai 100 cm atau lebih, tidak terdapat batu-batuan
b. Aerasi dan draenase baik
c. Remah, porus dan dapat menahan air d. Tekstur terdiri atas 35% liat dan 30% pasir
e. Tidak bergambut dan jika ada tidak lebih tebal dari 20 cm
f. Kandungan unsur hara NPK cukup dan tidak kekurangan unsur mikro g. Kemiringan tidak lebih dari 16% (Budiman, 2012).
2.4. Kelas Kesesuaian Lahan
Berdasarkan tingkat dan jumlah hambatan, kelas kesesuaian iklim padatanaman karet terurai pada ( Tabel 2.1. ). Jika pada pertanaman hanya terdapat maksimal satu pembatas sedang, seperti ketinggian lahan 200-400 mdpl menandakan iklim tersebut sangat sesuai (S1). Jika ada dua pembatas sedang, iklim termasuk cukup sesuai (S2). Sedangkan jika terdapat dua pembatas sedang dan satu pembatas berat, iklim dikategorikan kurang sesuai (S3). Terakhir, apabila terdapat dua pembatas berat atau lebih, iklim dikategorikan tidak sesuai (TS) untuk tanaman karet (Siagian, 2015).
9
Tabel 2.1. Kriteria Pewilayahan Agroklimat Tanaman Karet Parameter Iklim
Kategori Hambatan Terhadap Pertumbuhan atau Produksi
Ringan Sedang Berat
Ketinggian tempat (mdpl) 0-200 200-400 >400 Curah hujan (mm/tahun) 1.500-2.500 2.500-3.500 >3.500 <1.500 Hari hujan (hari/tahun) 80-110 111-150 >150
Hujan pada pagi
hari (hari/tahun) <15 15-30 >30
Rata-rata bulan
kering per tahun 2-4 1-2 atau 4-5 0-1 atau >5 Pohon rusak karena
angin selama 20 tahun (%)
<10 11-25 >25
Sumber : Sugianto, dkk, 1998
Tanaman karet tidak memerlukan persyaratan jenis tanah tertentu untuk tumbuh dengan baik. Faktor pembatas pertumbuhannya yaitu kesamaan, fisik, dan topografi. Selama suatu lahan baik drainasenya, lapisan permukaan tanah tidak terbatas (tidak dangkal dan tidak dominan oleh batuan dan pasir), dan kemiringan sedang maka karet dapat tumbuh ideal (Siregar dan Suhendry, 2013). Kesesuaian lahan untuk tanaman Karet di Indonesia terdapat pada ( Tabel 2.2. )
10
Tabel 2.2. Kesesuain Lahan Untuk Tanaman Karet di Indonesia Parameter
Faktor Pembatas
Ringan Sedang Berat
Bentuk muka lahan Datar sampai bergelombang (0-16%) Bergelombang sampai berbukit (17-40%) Berbukit terjal >40% Persentase batuan (%) 0 0-15 >15 Kedalaman efektif (cm) >100 45-100 <45 Lapisan gambut (cm) 0-25 25-50 >50 Lapisan Sulfat masam - 50 cm dari permukaan 25 cm dari permukaan Drainase internal Sedang Cepat/lambat Sangat cepat/sangat lambat Tekstur tanah Lempung,Lempu ng berliat Berpasir, berdebu liat berpasir
Liat (frkasi liat) 50-70% Liat kuat (fraksi liat) >70%, pasir berlempung Ph tanah 4-5,5 5,6-6,5 <4 atau >6,5
(Siregar dan Suhendry, 2013). 2.5. Klon Karet
Klon adalah “ keturunan’’ yang diperoleh dengan cara perbanyak vegetative suatu tanaman sehingga cirri-ciri dari tanaman tersebut merupakan cirri-ciri dari tanaman induknya.Untuk memperoleh tanaman karet yang seragam di lapangan, disamping memerlukan cara tanam dan pemeliharaan yang baik, juga memerlukan bibit hasil okulasi yang entresnya diambil dari kebun entres yang memiliki klon-klon murni .Kebun entres yang murni ialah kebun entres yang hanya terdiri dari satu atau beberapa klon, tetapi tiap klon ditanam secara terpisah dalam satu petak atau satu blok tertentu, Jika dalam satu petak atau satu blok ditanam lebih dari satu klon, maka kebun entres tersebut tidak murni. Demikian pula pada pertanaman karet, jika dalam satu blok pertanaman terdiri lebih dari satu klon, disebut juga pertanaman tidak murni(Setyamidjaja, 1993).
11
2.5.1. Jenis-Jenis Klon Karet Unggul Menurut Potensinya
Seiring dengan perkembangan penelitian dan perkembangan tanaman karet khususnya bidang pemuliaan tanaman, maka telah diciptakan nayak klon yang bertujuan untuk meningkatkan produktivitas tanaman. Perlu dipahami bahwa tidak ada klon yang sesuai untuk semua lokasi,semua klon dirakit dari tertua mereka yang memiliki sifat unggul disuatu lokasi namun kurang optimal dilokasi lainnya, dengan kata lain satu klon akan tumbuh dan berproduksi optimal pada agroekosistem yang sesuai dengan sifat-sifatnya (Haryanto, 2012).
2.5.2. Klon penghasil lateks
Klon-klon yang tergolong dalam kelompok ini memiliki potensi hasil lateks tinggi sampai sangat tinggi, sedangkan potensi kayunya kecil sampai sedang. Klon-klon ini cocok ditanam jika tujuannya adalah mendapatkan produksi lateks yang tinggi, biasa digunakan oleh perusahaan-perusahaan besar yang berorientasi pada hasil lateks untuk keperluan pabriknya, contohnya klon-klon golongan ini adalah :BPM 24, BPM107, BPM 109, IRR 104, PB 260 (Haryanto,2012).
2.5.3. Klon penghasil lateks kayu
Kelompok ini dicirikan dengan hasil potensi lateks yang sedang sampai yang tinggi dan hasil kayunya yang tinggi, klon-klon jenis ini sangat dianjurkan untuk petani karena untuk selain untuk mendapatkan produksi lateks yang tinggi juga dapat diambil kayunya untuk biaya peremajaan. Perusahaan-perusahaan yang mengembangkan perkebunan karet yang berbasis HTI hutan tanaman rakyat juga sangat tertarik dengan klon-klon quik starter, beberapa contoh klon yang tergolong dalam kelompok ini adalah: AVROS 2037, BPM 1, RRIC 100, PB 330, PB340, IRR 32, IRR 39, IRR 42, IRR 112, IRR 118 (Haryanto,2012).
12 2.5.4. Klon penghasil kayu
Ciri-ciri kelompok ini adalah potensi kayunya yang sangat tinggi sedangkan potensi lateks rendah.Biasanya klon-klon ini ntumbuh tinggi besar sehingga potensi kayunya sangat tinggi. Klon-klon ini bias menjadi pilihan jika tujuan penanamannya untuk penghijauan dan untuk diambil kayunya. Contohnya adalah: IRR 70, IRR 71, IRR 78 (Haryanto,2012).
Pada tanaman Karet juga terdapat Klon-klon yang menghasilkan lateks berdasarkan tingkat metabolisme lateks.
Berikut jenis klon berdasarkan metabolisme lateks :
Metabolisme tinggi : RRIM 712, RRIM 623PB 340, PB280, PB 260, PB235, IRR 1-8, IRR10, IRR 39, IRR 103-107,IRR 109-112, IRR 117-120.
Metabolisme sedang : PR 255, PR 261, PR 300,GT 1, BPM 1, BPM 24, PB 330, RRIC 100, RRIC 110, RRIM 717, IRR 9. Metabolisme rendah : TM 2, TM 6, TM 8, TM 9, AVROS 2037, BPM
107, BPM 109, PB 217, RRIC102, PR 303., LCB 479, LCB 1320, PR 228, PR 302, RRIC 101, RRIM 600, RRIM 703, PPN 2005, 2444, TM 5, TM 14 ( Iswahyudi, 2011).
13 2.5.5. Nama/Singkatan Klon
Nama klon/Singkatan Klon Karet pada dasarnya adalah singkatan dari namatempat, badan atau lembaga penghasil klon tersebut. Sekedar untuk pengetahuan, ada baiknya kita mengetahui nama klon-klon karet yang sering digunakan.
1. AVROS :Algemene Vereniging van Rubberplanters Ooskust van Sumatera
2. BPM : Balai/Pusat Penelitian Perkebunan Medan 3. BPPJ : Balai/Pusat Penelitian Perkebunan Jember 4. GT : Gondang Tapen
5. GYT : Good Year Type
6. IAN : Instituto Agronomico dede Norte (Brazil) 7. IRR : Indonesian Rubber Research
8. LCB : Landbouw Caoutchuc Bedrijf 9. PPN : Perusahaan Perkebunan Negara 10. PB : Prang Besar
11. PR : Proefstation Rubber
12. RCG : Rubber Research Center Getas 13. RRIC : Rubber Research Institute of Ceylon 14. RRIM : Rubber Research Institute of Malaysia 15. Tjir : Tjirandji
14
2.5.6. Karakterisitik Klon PB 340 dan PB 260 Tabel 2.3 .Karakteristik Klon PB 340 dan PB 260
Kareakterisitk Ciri-ciri PB 340 PB 260 Helaian Daun 1) Warna 2) Kilauan 3) Tekstur 4) Kekakuan 5) Bentuk 6) Pinggir Daun 7) Penampang Memanjang 8) Penampang Melintang 9) Posisi Helaian Daun 10) Simeteris Daun Pinggir 11) Ukuran Daun 12) Ujung Daun 13) Tepi Daun Hijau Tua Kusam Agak Halus Agak Kaku Bulat Bertelur Lurus Lurus Lurus – V Bersingguh Terpisah Simteris 2,5 : 1 Sedang - - - - Hijau Muda-Hijau Kusam - - Oval - Lurus Rata-rata Cekung - - 2.3 Pendek Tumpul Agak Bergelomban g Anak Tangkai Daun 1) Posisi 2) Bentuk 3) Panjang 4) Sudut 5) Ukuran Besar Lurus – Keatas Lurus Panjang Kecil ( <60 ) Sedang Mendatar Lurus Sedang Sempit Sedang Tangkai Daun 1) Posisi 2) Bentuk 3) Panjang 4) Ukuran Kaki 5) Bentuk Kaki Lurus- Keatas Lurus Sedang Besar Agak Rata Mendatar Lurus Sedang Agak Panjang Sedang Agak Besar Rata-rata Menonjol Payung Daun 1) Bentuk 2) Besar 3) Kerapatan Permukaan 4) Antar Payung Besar Sedang Terbuka Sedang - Mendatar Sedang Sedang-agak Tertutup Dekat Sedang Mata 1) Letak Mata 2) Bekas Tangkai Mata Menonjol Menonjol Rata Kecil, Agak Menonjol
15 Kulit Batang 1) CorakKulit Gabus 2) Warna Kulit Gabus Alur Terputus-putus Coklat Alur sempit, Putus-putus Coklat tua (Sistem Wanatani Berbasis Karet,2005).
2.6. Produksi
Pengertian produktivitas, menurut Blocher, et al., (2007:307) menjelaskan bahwa ukuran produktivitas bias dilihat dengan dua cara yaitu produktivitas operasional dan produktivitas financial. Produktivitas operasional adalah rasio unit output terhadap unit input. Baik pembilang maupun penyebutannya merupakan ukuran fisik ( dalam unit)
Dalam agribisnis perkebunan karet, penanaman kklon-klon unggul secara nyata meningkatkan produktivitas tanaman. Beberapa kendala selalu dijumpai di lapangan, disebabkan potensi produksi klon selalu tidak tercapai secara optimal di pertanaman komersial, Menurut Aldi Daslin Sagala et, (2002). Penurunan produksi actual di pertanaman komersial dapat mencapai 40% disbanding produksi potensi klon (genetik).Hal ini dapat terjadi karena interkasi keduanya.Faktor lingkungan terkait dengan berbagai kondisi agroekosistem penanaman serta perlakuan manajemen (pengolahan tanaman). Produksi puncak dicapai pada umur tahun sadapantara 8 -9 tahun.Setelah itu produksi lateks menunjukkan kecenderungan menurun. Bila dirata-rata produksi karet kering pada lima tahun pertama antara 1.200 -1.500kg per hektar per tahun. Produksi karet kering rata-rata pada umur 10 tahun antara 1.600 -1.800 kg per hektar per tahun.Pengembangan perkebunan karet ditentukan banyak faktor antara lain ketersediaan bahan tanam,tenaga pembina dan dukungan perbankan. Menurut Hardjoamidjojo (2002), melalui analisis prospektif ada beberapa tahap kegiatan yang harus dilakukan yaitu : a. Menentukan faktor-faktor kunci untuk masa depan sistem yang di kaji b. Menentukan tujuan strategis dan kepentingan pelaku utama
16
c. Mendefinikasikan/mendreskipsikan hasil evaluasi kemungkinan masa depan
d. Menentukan nilai faktor yang mempengaruhi. Tabel 2.4 Produksi rata-rata klon anjuran ( Kg/ha/thn )
Klon Tahun 1 Tahun 2 Tahun 3 Tahun 4 Tahun 5 Rata-rata PB 260 765 1.192 1.531 1.658 1.922 1.413 PB 340 894 1.355 1.561 1.873 1.892 1.515 RRIM 717 1.115 1.541 1.746 1.681 1.464 1.509 RRIM 728 927 1.177 1.553 1.793 1.767 1.443 RRIC 100 710 1.278 1.645 1.788 1.907 1.466 RRIC 101 1.068 1.323 1.449 1.328 1.623 1.358 PR 314 629 986 1.104 1.578 1.939 1.227 AVROS 2037 344 716 1.219 1.587 2.167 1.207 BPM 1 739 1.050 1.449 1.520 1.700 1.292 Sumber : (Sabarman, 2012).