• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH KECAMATAN WEDI, KABUPATEN KLATEN. A. Kondisi Geografis Wilayah Wedi-Birit

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH KECAMATAN WEDI, KABUPATEN KLATEN. A. Kondisi Geografis Wilayah Wedi-Birit"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

19

A. Kondisi Geografis Wilayah Wedi-Birit

Wedi merupakan salah satu Kecamatan yang termasuk dalam wilayah Kabupaten Klaten. Wedi terletak di bagian paling selatan dari kabupaten Klaten, yang berbatasan dengan Kecamatan Bayat di sebelah timur, Jogonalan di sebelah barat, Klaten Selatan dan Kalikotes di sebelah utara, dan sebelah selatan berbatasan dengan Gantiwarno.1 Kecamatan Wedi termasuk dalam kategori dataran tinggi, karena memiliki tinggi wilayah yang terletak pada kurang lebih 120-300 meter di atas permukaan laut.2

Wedi merupakan salah satu Kecamatan yang termasuk dalam wilayah Kabupaten Klaten. Wedi terletak di bagian paling selatan dari Kabupaten Klaten. Di sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Bayat, di sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Klaten Selatan dan Kecamatan Kalikotes, untuk sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Jogonalan dan di sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Gantiwarno. Kecamatan Wedi berjarak 4km dari kantor Kabupaten Klaten.3 Kecamatan Wedi

1

Badan Pusat Statistik, Kecamatan Wedi dalam Angka 1992, hlm. 1. 2

R. Sodo Adisewojo, Bertjojok Tanam tembakau (Nocotiana tabacum), (Bandung : Vorkink-Van Hoeven, 1958), hlm. 6.

3

(2)

memiliki luas wilayah 24,38 km2 dengan kepadatan penduduk lebih dari 2.048 jiwa/km2.4 Di wilayah Wedi ini memiliki kepadatan penduduk yang melebihi kepadatan penduduk rata-rata. Kecamatan Wedi memiliki 19 Desa/Kelurahan, dan 175 Dukuh. Sembilan belas desa tersebut yaitu Birit, Brangkal, Canan, Dengkeng, Gadungan, Jiwo Wetan, Kadibolo, Kadilanggon, Kaligayam, Kalitengah, Melikan, Pacing, Pandes, Pasung, Pesu, Sembung, Sukorejo, Tanjung, Trotok.

Dari letak geografisnya, Wedi merupakan wilayah yang strategis bila dilihat dari faktor-faktor yang penting dalam penanaman tembakau yaitu tanah, iklim dan pengairan (irigasi), selain faktor-faktor tersebut, ada beberapa faktor penunjang lainnya seperti jalur transportasi, maupun dari segi tenaga kerja. Untuk segi transportasi, letak Kecamatan Wedi tidak jauh dari jalan raya yang menghubungkan antara kota Yogyakarta dan Surakarta. Jalan ini sangat ramai karena marupakan jalan utama perekonomian Jawa bagian selatan. Selain itu terdapat jalur kereta api yang menghubungkan ke berbagai daerah, di wilayah Kecamatan Wedi ini terdapat sebuah stasiun kereta api yaitu Stasiun Srowot yang terletak di Desa Srowot, stasiun ini berfungsi sebagai jalur transportasi untuk pengiriman hasil perkebunan ke pusat daerah untuk kemudian diekspor ke luar negeri.

Mengenai budidaya tanaman tembakau, keadaan fisik daerah sangat menentukan sekali, karena dalam pertumbuhan dan perkembangannya diperlukan syarat-syarat seperti

4

Djamasri Adenan, dkk., Laporan Penelitian Perwilayahan dan Pembangunan Regional Daerah Tingkat II Se Jawa Tengah,(Pusat Ilmiah pembangunan Regional (P.I.P.R.) Jawa Tengah dan Daerah Istimewa yogyakarta dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Daerah tingkat I Propinsi Jawa Tengah). Hlm.356.

(3)

tanah, iklim yang cocok, dan pengairan agar dapat menghasilkan tembakau dengan produksi yang tinggi serta memiliki kualitas yang bagus.

1. Tanah

Penanaman tanaman tembakau ini harus berada pada tanah yang subur dan gembur serta mengandung humus yang cukup. Namun tanah juga tidak boleh sangat kering, juga tidak boleh terlalu basah (mengandung banyak air) dalam keadaan yang lama, hal ini bisa mempengaruhi pertumbuhan dari tanaman tembakau, karena tanaman tembakau tidak bisa hidup dengan keadaan tanah yang banyak mengandung air. Tembakau bisa di tanam pada beberapa jenis tanah seperti tanah liat yang subur, jenis tanah ini bisa ditanami tembakau dengan pengolahan yang benar, sehingga tanah menjadi gembur. Selain itu jenis tanah lainnya adalah tanah pasir yang subur juga dapat ditanami tembakau, asal tanah itu mengandung banyak humus atau lumpur sehingga tidak cepat mengering.5

Di Kecamatan Wedi umumnya tanaman tembakau di tanam di tanah sawah bekas tanaman padi. Guna pengusahaan tanaman tembakau setelah menanam padi, tanah sawah tersebut harus diolah kembali agar lebih sesuai untuk menanam tembakau. hal ini dikarenakan oleh tanah bekas tanaman padi bersifat padat, sedangkan untuk tanaman tembakau membutuhkan tanah yang mengandung banyak udara, dan tidak lembab atau tidak mengandung banyak air. Guna mengurangi kadar air dalam tanah tersebut maka

5

R.Sodo Adisewojo, Bertjojok Tanam tembakau (Nocotiana tabacum), (Bandung : Vorkink-Van Hoeven, 1958), hlm. 10.

(4)

tanah tadi harus dibuat saluran-saluran untuk membuang air supaya tanah menjadi kering.6

Tanaman tembakau di daerah Klaten dibudidayakan di atas jenis-jenis tanah yang sangat berbeda-beda yang di antaranya memiliki kemudahan untuk diolah yang bervariasi, dari yang sangat ringan hingga sangat berat, serta memiliki geologis yang berbeda-beda. Terdapat 4 daerah utama sesuai dengan bahan-bahan endapan yaitu antara lain:7

1. Daerah yang memiliki endapan-endapan Merapi yang masih muda (di sebelah barat Klaten).

2. Daerah yang memiliki endapan-endapan Merapi yang lebih tua (di sebelah timur Klaten).

3. Daerah yang terdapat tanah-tanah yang terletak di daerah kaki gunung pegunungan selatan (selatan dan barat laut dari Klaten).

4. Daerah yang didapati oleh tufa-tufa yang mempunyai tanah mergel (tidak didapati endapan-endapan Merapi) (selatan tenggara dan timur dari Klaten).

Tanah di daerah Wedi termasuk dalam tipe tanah yang pertama yaitu tanah yang memiliki endapan-endapan Merapi yang masih muda (regosol). Masih banyak mengandung volkan-volkan Merapi yang masih tetap aktif eruptip. Hal ini karena letak dari daerah Wedi dekat dengan gunung Merapi, serta dekat dengan aliran-aliran sungai yang bersumber dari gunung Merapi. tipe tanah regosol hanya bisa untuk ditanami

6

Ibid, hlm. 23. 7

(5)

palawija, tembakau dan buah-buahan, sehingga tanah disana digunakan untuk mengusahakanntanaman palawija dan untuk pembudidayaan tembakau.

2. Iklim

Tanaman tembakau di tanam di tempat yang berbeda-beda iklimnya seperti dataran tinggi dan lereng-lereng gunung. Iklim di daerah perkebunan tembakau Vorstenlands, khususnya di Kabupaten Klaten pada situasi normal cukup baik untuk pertumbuhan tanaman tembakau. Tanaman tembakau merupakan tanaman tropis yang dapat tumbuh atau hidup pada rentang iklim yang luas. Karena responsnya netral terhadap panjang hari, tanaman tembkau dapat tumbuh dari 600 LU-400 LS. Batas suhu minimumnya yaitu 150 C dan suhu maksimumnya 240 C, sedang suhu ideal saat siang hari adalah 270 C. Sejak tanaman tembakau ditanam hingga fase pemasakan daun, tanaman tembakau harus dalam keadaan selalu kering. Curah hujan merupakan faktor penentu hasil dan mutu tembakau. Pengaturan waktu tanam didasarkan periode kering, karena sangat menentukan keberhasilan usaha tani tembakau. Tanaman tembakau harus dalam keadaan selalu kering, jika tanaman tembaku terlalu banyak air atau lembab maka tanaman tersebut akan layu dan tidak bisa di hidupkan kembali.8

Banyaknya hujan yang turun dalam satu tahun besar sekali pengaruhnya terhadap tanaman tembakau. Bukan hanya hasil namun juga kualitas dari tembakau tersebut yang dapat dipengaruhi oleh banyaknya hujan.9 Dalam penanaman tembakau yang disesuaikan

8

Suwarto, Top 15 Tanaman Perkebunan, (Jakarta: Penebar Swadaya, 2014), hlm. 285.

9

(6)

dengan musim hujan yang turun, biasanya dibagi dalam tiga dekade. Musim hujan pada daerah Wedi turun mulai dekade III bulan Oktober sampai dekade I bulan November. Antara bulan Juni sampai Oktober ada kiriman hujan ringan, oleh karena itu pada awal panen diperkirakan antara Oktober dekade III sampai November dekade I, sebab tembakau cerutu ini akan menghasilkan kualitas prima bila dipanen setelah mendapatkan hujan yang cukup dan teratur. Hujan yang dirasa cukup untuk tanaman tembakau ini adalah antara 60-100 mm per dekade, karena jenis ini termasuk jenis tembakau Na Oogst. Namun karena kemajuan teknologi, kemudian dikembangkan tanaman tembakau

Vorstenlands Bawah Naungan (VBN) yang dipanen mulai musim kemarau. Faktor-faktor

tersebut yang memungkinkan daerah Wedi cocok untuk ditanami tembakau.10

Berdasarkan data statistik yang ada, daerah Wedi merupakan daerah yang subur dengan curah hujan sedang. Tahun 1996 Kecamatan Wedi mengalami hari hujan rata-rata 6 dengan curah hujan rata-rata 74 mm3, sedangkan pada tahun 1997 mengalami hari hujan rata-rata 6 dengan rata-rata curah hujan 42 mm3. Untuk mengetahui curah hujan di KecamatanWedi lebih jelasnya bisa dilihat pada tabel berikut:

10

PT. Perkebunan XIX (0Persero), Pedoman Manajemen Operasional Budidaya

(7)

Tabel 1.

Hari Hujan dan Curah Hujan Di Kecamatan Wedi Menurut Bulan

(Mm3)

Bulan Hari Hujan Curah Hujan (Mm3)

Januari 23 161 Februari 18 125 Maret 11 75 Aapril 12 58 Mei 4 22 Juni 1 6 Juli 0 0 Agustus 0 0 September 0 0 Oktober 0 0 November 3 11 Desember 6 56 Rata-rata th 1997 6 74 Rata-rata th 1996 6 42

(8)

Grafik 1.

Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Klaten Tahun 1997.

Berdasarkan data statistik dapat dilihat bahwa curah hujan yang dimiliki Kecamatan Wedi masuk dalam kategori sedang, tidak memiliki curah hujan yang tinggi maupun rendah. Adanya ketersediaan air dan kondisi alamnya mendukung untuk petumbuhan tanaman tembakau. Curah hujan memiliki pengaruh yang penting dalam jadwal penanaman tembakau serta tanaman lainnya. Dengan tingginya curah hujan dapat mempengaruhi proses penanaman tembakau, dan kemudian mempengaruhi menurunnya hasil tanaman tembakau.11

11

Wawancara Dengan Bapak Arjo Sukarno, Pada Tanggal 12 Mei 2016.

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180

(9)

3. Pengairan (Irigasi)

Kegiatan perkebunan memiliki banyak faktor sebagai pendukungnya, diantaranya tentang pengairan atau irigasi. Pengairan berpengaruh terhadap pertumbuhan dari tanaman perkebunan dan juga mengenai kondisi lahan perkebunan. Kondisi irigasi di Kecamatan Wedi didukung oleh beberapa sungai dan anak sungai yang mengalir melewati daerah Wedi. Hal ini disebabkan karena letak dari Kecamatan Wedi dekat dengan gunung Merapi sehingga terdapat beberapa sungai yang melintasi daerah Wedi.

Daerah Vorstenlands pengairan berasal dari beberapa sungai Opak, Dengkeng dan Pepe yang bersumber didaerah lereng-lereng gunung Merapi. Untuk wilayah Wedi sendiri dekat dengan aliran sungai Dengkeng yang merupakan bersumber dari daerah lereng-lereng gunung Merapi. Sungai Dengkeng terbentuk atas beberapa sungai kecil yang berasal dari lereng gunung Merapi bagian selatan, kemudian mengalir ke barat Klaten lalu ke arah selatan. Setelah melewati lembah yang sempit antara pegunungan Jiwo dan pegunungan selatan (muara Bayat) dan menyerap banyak sekali anak-anak sungai yang bersumber dari Merapi.12

Ada beberapa jenis pengairan yang biasa digunakan di daerah Klaten, yaitu cara pengairan teknis, semi teknis dan liar. Air pengairan yang digunakan bersumber dari air sungai yang dibendung dan disalurkan melalui selokan-selokan terbuka yang melintasi tanah pertanian. Pengairan dengan model seperti itu pula yang diterapkan pada

12

(10)

perkebunan di daerah Wedi. Suangi Dengkeng yang melintasi Kecamatan Wedi dialirkan dengan menggunakan slokan-slokan kecil menuju lahan pertanian.13

B. Gambaran Masyarakat Kecamatan Wedi

Berdasarkan data statistik, bahwa kehidupan masyarakat di Kecamatan Wedi memiliki kaitan erat dengan aktifitas pertanian. Hal tersebut dikarenakan Kecamatan Wedi memiliki kesuburan tanah yang cukup bagus untuk area pertanian serta perkebunan. Dengan keadaan alam seperti tanah dan cuaca yang mendukung untuk pertanian atau perkebunan, sehingga mata pencaharian masyarakat sekitar mayoritas adalah petani. Seiring berkembangnya jaman masyarakat Wedi dikategorikan sebagai masyarakat yang homogen, karena terdapat bermacam-macam jenis mata pencaharian.

Pertambahan jumlah penduduk di Kecamatan Wedi ini termasuk dalam kategori yang tinggi. Alasan yang mendasari dari tingginya jumlah pertambahan penduduk ini adalah adanya anggapan dari masyarakat desa bahwa banyak anak banyak rejeki, dengan banyaknya keturunan maka banyak pula tenaga untuk memperoleh penghasilan dan menjadi jaminan di hari tua.14 Guna mengetahui pertambahan penduduk di Kecamatan Wedi dapat dilihat pada tabel berikut:

13

Warner Roll, op.cit, hlm. 18. 14

Normalia Puspitasari, “Ajon-Ajon Perkebunan Tembakau dan Dampaknya terhadap Kehidupan Sosial Ekonomi Petani di Klaten Tahun 1970-1983”, Skripsi, Sarjana Strata Satu Jrusan Pendidikan IPS, FISIP Universitas Sebelas Maret, Hlm. 37.

(11)

Tabel 2.

Jumlah Penduduk Kecamatan Wedi Tahun 1986-1998

Tahun Jumlah 1986 50.533 1987 50.651 1989 50.909 1990 50.910 1991 51.072 1992 51.002 1993 51.423 1994 51.013 1995 51.813 1996 52.680 1997 52.657 1998 52.926

Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Klaten Tahun 1989.

Grafik 2.

Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Klaten Tahun 1989.

50,533 50,651 50,909 50,91 51,072 51,002 51,423 51,013 51,813 52,68 52,657 52,926 1986 1987 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998

Jumlah Penduduk Kecamatan Wedi Tahun

1986-1998

(12)

Berdasarkan data di atas, dapat dilihat bahwa setiap tahunnya Kecamatan Wedi mengalami peningkatan jumlah penduduk yang cukup tinggi. Namun sempat juga mengalami penurunan yang bisa dikatakan cukup banyak pada tahun 1992, yaitu dari jumlah penduduk 51.072 di tahun 1993, kemudian menjadi 51.002 ditahun 1992. Tingginya jumlah penduduk di Kecamatan Wedi ini didasari oleh daerah ini tidak termasuk dalam kategori daerah yang miskin. Hal ini memacu pertumbuhan penduduk yang tinggi pada tiap tahunnya. Namun di Kecamatan Wedi ini masih dijumpai penduduk yang tergolong miskin dan beresiko tinggi menjadi miskin. Hal ini disebabkan oleh rata-rata penduduk di Kecamatan Wedi memiliki mata pencaharian buruh tani dan buruh konveksi.15

Potensi alam di Kecamatan Wedi yang subur telah dimanfaatkan masyarakat untuk memenuhi kesejahteraan masyarakat. Memicu adanya penyerapan tenaga kerja pada bidang perkebunan. Dalam proses pengolahan tembakau dari awal hingga akhir seperti produksi, prosesing dan perdagangan tembakau, memerlukan tenaga kerja yang cukup banyak. Adanya keterkaitan dua hal tresebut yaitu tingginya jumlah penduduk dan kebutuhan tenaga kerja untuk perkebunan sangat berkaitan untuk keberlangsungan usaha perkebunan.

Adanya kegiatan dalam usaha perkebunan tersebut mengakibatkan keterlibatan petani dalam jumlah yang banyak, oleh karena itu sub sektor perkebunan merupakan lapangan kerja bagi penduduk pedesaan serta menjadi sumber utama pendapatan

15

Faturochman, “Krisis Dan Nasib Buruh Di Perdesaan”, Jurnal Populasi, Volume. 1 No. 10, 1999, hlm. 3.

(13)

penduduk.16 Jenis-jenis komoditi perkebunan terutama tembakau, telah memberikan sumbangan yang tidak sedikit bagi perekonomian Indonesia.

Pertumbuhan ekonomi di Kecamatan Wedi tidak lepas dari peran potensi lahan pertanian yang subur. Alasan tersebut yang menyebabkan akivitas pertanian di sana didominasi oleh penyewa, penggarap, dan buruh. Di Kecamatan Wedi lahan milik petani tidak diolah secara pribadi oleh pemiliknya, namun tanah-tanah tersebut disewakan kepada pihak perkebunan sebagai pemilik modal untuk pengusahaan tanaman tembakau. Di sini petani memiliki posisi yang tidak kuat, dalam artian petani sebagai pemilik lahan namun hanya sebagai penggarap atau buruh perkebunan saja, sebab pihak perkebunan telah menunjuk beberapa orang sebagi sinder dan mandor untuk mengawasi perkebunan. Kedudukan petani berada pada status yang paling bawah dalam lingkungan perkebunan.17

Selain bermatapencaharian sebagai petani dan buruh perkebunan, masyarakat juga banyak yang bekerja sebagai buruh sortir daun tembakau di gudang pengolahan. Pekerja di perkebunan tembakau Wedi-Birit ini dibagi menurut jenis pekerjaannya, untuk pengerjaan pembibitan, pengolahan lahan, pengankutan hasil panen ke los-los biasanya dikerjakan oleh buruh laki-laki, sedangkan untuk pekerjaan penyortiran di bagian gudang dikerjakan oleh buruh perempuan.18 Adanya perkebunan Tembakau di daerah Wedi ini

16

Mubyarto.dkk, Tanah dan Tenaga Kerja Perkebunan, (Yogyakarta: Aditya Media, 1992),. Hlm. 187.

17

Faturochman, “Krisis Dan Nasib Buruh Di Perdesaan”, Jurnal Populasi, Volume. 1 No. 10, 1999, hlm. 4.

18

Wawancara dengan ibu Harjo, Mantan Buruh Gudang Pengolahan Perkebunan Tembakau Wedi-Birit, pada 02 Mei 2016.

(14)

dapat membantu pemberdayaan masyarakat sekitar yaitu penyerapan tenaga kerja dengan pemanfaatan masyarakat sekitar sebagai buruh perkebunan.

Hubungan sosial yang terjalin dalam masyarakat desa biasanya masih bersifat feodal. Hubungan yang terjalin antara kepala desa dengan petani menganut sistem sosial

Patron-Client yaitu hubungan antara tuan dengan hamba. Hubungan kepala desa dengan

petani tersebut, merupakan hubungan penguasa tanah dan petani, yang bersifat sama. Hal ini masih tetap terjadi hingga perkebunan memasuki masa Orde Baru, ketika perkebunan Wedi mulai dikelola oleh PNP XIX (Perusahaan Negara Perkebunan XIX), sistem

Patron-Client ini masih tetap berjalan. Hal ini disebabkan oleh lemahnya sikap petani

serta sikap menerima nasib yang dimiliki oleh petani di wilayah pedesaan.19

Dalam menentukan status sosial, tanah merupakan salah satu kriteria untuk menentukan tinggi rendahnya status seseorang. Di lingkungan masyarakat seorang buruh tani memiliki status yang lebih rendah dibandingkan dengan seorang pemilik tanah beserta pekarangan akan memiliki status yang lebih tinggi. Stratifikasi sosial di dalam masyarakat pedesaan di daerah Klaten digolongkan menjadi beberapa lapisan. Lapisan-lapisan masyarakat pedesaan di daerah Klaten dibagi berdasarkan perbedaan hak atas tanah. Untuk lapisan yang pertama kuli kenceng dan kuli gandul, merupakan petani yang memiliki tanah, pekarangan dan rumah, denga kepemilikan tanah persawahan yang berukuran 0,35 ha dan 0,45 ha, dan berkewajiban untuk membayar pajak serta menyerahkan tenaga kerjanya kepada pemerintah. Untuk lapisan yang kedua kuli

19Hendra Try Ardianto & M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S., “Bungai Rampai Interaksi Kaum Marginal dalam Interaksi Patron-Klien Studi Kasusu Perkebunan Tembakau Vortenlanden Klaten Pasca-Orde Baru”, edisi 44/XXIII/2011, hlm. 147.

(15)

setengah kenceng, merupakan petani yang tidak memiliki tanah namun memiliki

pekarangan dan rumah. Lapisan yang ketiga kuli indung atau megersari, petani ini merupakan petani yang rumah namun tidak pada tanahnya sendiri, melainkan di tanah milik orang lain. Terakhir kuli dundhul atau kuli tlosor petani ini tidak memiliki apa-apa dan bekerja serabutan atau kasaran.20

Dalam lapisan masyarakat pedesaan, hak-hak penggunaan tanah yang berbeda-beda menentukan keadaan ekonomi seseorang. Keadaan seperti itu menimbulkan adanya berbagai tingkatan sosial di lingkungan masyarakat pedesaan. Kabupaten Klaten merupakan bekas wilayah Kasunanan Surakarta, sehingga di Klaten semua hak atas seluruh tanah dulunya adalah mutlak di tangan raja. Atas hak tersebut raja memiliki hak untuk membagikan tanah tersebut kepada kerabat kerajaan dan birokrat istana atas pertimbangan status sosaial dan peranannya dalam kerajaan. Tanah yang dibagi-bagikan disebut dengan tanah lungguh. Saat ini masih dikenal dengan istilah tanah bengkok atau tanah kas desa yang dititipkan kepada perangkat desa yang tengah menjabat untuk digarap.21 Selama tanah untuk pertanian tidak digunakan untuk keperluan raja sendiri, tanah diperbolehkan untuk digunakan sebagai gaduhan atau apanage oleh anggota keluarga raja atau kepada pegawai negara yang berdarah ningrat agar mengurus dan

20

Warner Roll, op.cit, hlm. 60.

21Henra Try Ardianto dan M. Lubabun Ni’am Asshibbamal S., “Bunga Rampai Interaksi Kaum Marginal dalam Interaksi Patron-Klien Studi Kasusu Perkebunan Tembakau Vortenlanden Klaten Pasca-Orde Baru”, edisi 44/XXIII/2011, hlm. 146.

(16)

memungut pajak.22 Untuk itu para pemungut pajak (patuh) mendapatkan hadiah dari

bekel sebagai bentuk penghormatan mereka sebesar 1/5 bagian dari bidang tanah kebekelan yang digarap oleh penduduk setempat. Tanah ini merupakan tanah dinas bagi

para pemungut pajak (lungguh). Lahan sisanya 4/5 bagian dari tanah garapan boleh dikerjakan oleh penduduk dengan membayar sewa yang tinggi. Dengan demikian penduduk tidak memiliki tanah dan hanya diperkenankan untuk mengerjakan bidang tanah yang ditunjuk. Sehingga penduduk tidak memiliki hak hukum atas tanah, dan hanya pegawai-pegawai kraton saja yang bisa menikmati tanah-tanah garapan tersebut.

Namun kemudian tanah gaduh diserahkan dan dikelola oleh pihak Belanda, kemudian system mulai berubah. Belanda mengubah sistemnnya yang semula dari penyerahan hasil panen kemudian menjadi penyerahan sebagian areal tanah beserta tenaga yang menggarap tanah tersebut. Pada tiap musim panen para penggarap sawah dipaksa untuk menyerahkan 1/2 atau 1/3 bagian dari hasil produksi yang laku di pasaran dunia ditanam di tanah pertanian selama 16 bulan atau lebih lama sesuai dengan jumlah hasil tanah atau pembayaran uang.23

22

Jati Isnanto, “Pelaksanaan Program Tebu Rakyat Intensifikasi di kabupaten Klaten 1975-1997”, Skripsi, Sarjana Tingkat Satu Program Studi Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta, 2012, Hlm. 37-38.

23

Referensi

Dokumen terkait

Hasil Penelitian menunjukkan bahwa faktor faktor yang mempengaruhi nilai tanah di Kecamatan Wedi Kabupaten klaten adalah Luas tanah tidak berpengaruh signifikan terhadap Nilai

masyarakat yang rendah di daerah dengan jumlah penduduk miskin cukup tinggi.. yang mencapai 54.100 jiwa sekitar 14,48% dari total

(Jogjakarta :Gadjah Mada University Press, 1982), hlm.. Negara-negara yang sedang berkembang, memiliki pertumbuhan penduduk yang cukup signifikan dan menelan sebagian

Dimana Masyarakat Pedesaan,air minum yang di gunakan masih menggunakan air sungai,air sumur dan air hujan yang belum melalui uji standar kelayakan air minum,sedang

Kondisi saat ini pelayanan air bersih di wilayah Kabupaten Banyumas yang ditangani oleh PDAM masih dalam cakupan daerah perkotaan, meliputi: Kota Purwokerto, Kota

Selain telekomunikasi, jalan juga menjadi penilaian wisatawan untuk berkunjung ke objek wisata yang ada di Bawean, untuk mendukung pariwisata pulau Bawean maka

Dapat dilihat tabel diatas bahwa penggunaan tanah untuk fasilitas umum paling luas berupa tanah kas desa, yaitu mencapai 53,43 Ha dari total jumlah 76,18 Ha,

Terkait dengan masalah tanah kelebihan yang ada di bekas Perkebunan PT.Pakisadji Banjumas ini adalah, dimana pada jaman Kolonial Belanda masyarakat sekitar yang memiliki