1
SISTEM IDENTIFIKASI KEBUTUHAN DAN MASALAH SISWA
BERBASIS MICROSOFT EXCEL DALAM MENINGKATKAN
KUALITAS PELAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING
Yuningsih1), Mohamad Surya2), Deni Darmawan3),1) Program Studi Teknologi Pendidikan, Program Pascasarjana Sekolah IPI Garut
Email : Yuningsih@yahoo.com
2) Program Studi Teknologi Pendidikan, Program Pascasarjana STKIP Garut
Email : Mohamadsurya@yahoo.com
3) Program Studi Teknologi Pendidikan, Sekolah Pascasarjana UPI Bandung
Email : deni_darmawan@upi.edu
ABSTRAK
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh kenyataan bahwa berdasarkan pengamatan sementara, guru-guru BK di Kabupaten Garut yang tergabung dalam Musyawarah guru Bimbingan dan Konseling (MGBK) sekitar 25 orang, belum menggunakan sistem identitifikasi kebutuhan dan masalah siswa sebagai landasan dalam memberikan pelayanannya. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, dengan sampel siswa kelas X. MIA. 5 sebanyak 40 siswa dan Informan dalam penelitian ini adalah guru-guru Bimbingan dan Konseling yang tergabung dalam wadah Musyawarah Guru Bimbingan dan Konseling Kabupaten Garut yang terdiri atas kurang lebih 25 orang yang berasal dari utusan dari beberapa sekolah negeri dan swasta yang ikut aktif dalam kegiatan MGBK.
Hasil penelitian diperoleh gambaran bahwa penggunaan instrumen sistem identifikasi kebutuhan dan masalah siswa dapat membantu guru BK dalam menggali semua aspek yang menyangkut karakteristik siswa seperti aspek-aspek fisik (kesehatan), kecerdasan, motif belajar, sikap dan kebiasaan belajar, minat, masalah yang dialami dan kepribadian atau tugas-tugas perkembangannya. Pemberian pelayanan kepada siswa, antara lain layanan orientasi, layanan informasi, layanan penempatan dan penyaluran, layanan penguasaan konten, layanan bimbingan kelompok, layanan konseling kelompok, layanan konseling individu, layanan konsultasi dan layanan mediasi.
Kata Kunci : Identifikasi Kebutuhan, Kualitas Pelayanan Bimbingan dan Konseling Abstract
This research is motivated by the fact that based on interim observations, BK teachers in Garut Regency who are members of the Guidance and Counseling Teacher Council (MGBK) of about 25 people, have not used the system of identifying needs and problems of students as a foundation in providing services. This study uses a qualitative approach, with a sample of class X students. MIA. 5 as many as 40 students and Informants in this study are Guidance and Counseling teachers who are members of the Garut Regency Guidance and Counseling Teacher's Consultative Council consisting of approximately 25 people from envoys from several public and private schools who participated actively in the MGBK activities. The results showed that the use of system instruments for identifying needs and problems of students can help BK teachers in exploring all aspects related to student characteristics such as physical aspects (health), intelligence, learning motives, attitudes and learning habits, interests, problems experienced and personality or tasks of development. Providing services to students, including orientation services, information services, placement and distribution services, content mastery services, group guidance services, group counseling services, individual counseling services, consulting services and mediation services.
Keywords: Need Identification, Guidance and Counseling Service Quality A.PENDAHULUAN
Pendidikan adalah salah satu hal yang penting dalam kehidupan manusia, tanpa pendidikan manusia tidak akan maju. Pada dasarnya segala hal yang kita alami ini
adalah ilmu dan ilmu itu berdasar pendidikan. Berdasarkan perkembangan jaman pendidikanpun berkembang dan sudut pandang manusiapun maju terhadap ilmu pendidikan, timbal balik dari
616
bermunculan alat-alat teknologi yang amat canggih. Sejalan dengan semuanya itu kebudayaan dan jalan pikiran manusiapun berubah dan akhirnya manusia jadi masyarakat modern. Pendidikan SMA berlandaskan pada tercapainya fungsi pendidikan nasional bagi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdasakan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi siswa agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (UUSPN No. 20 Tahun 2003 Bab 1 Pasal 3). Pasal 28 PP No. 17 tahun 2010 menyebutkan bahwa pendidikan menengah umum berfungsi meningkatkan kepekaan dan kemampuan mengapresiasi serta mengekspresikan keindahan, kehalusan dan harmoni.
Dalam mencapai fungsi tersebut pendidikan di SMA dilakukan melalui usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa secara ektif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (UUSPN No. 20 Tahun 2003 Bab 1 Pasal 1 ayat 1, Peraturan Pemerintah No. 17 tahun 2010 pasal 77 menyebutkan bahwa: Pendidikan menengah bertujuan membentuk peserta didik menjadi insan yang: (a) beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia dan berkepribadian yang luhur, (b) berilmu, cakap, kritis, kreatif, inovatif; (c) sehat, mandiri dan percaya diri; dan (d) toleran, peka sosial, demokratis dan bertanggung jawab.
Keberhasilan proses pembelajaran di sekolah sangat dipengaruhi oleh peranan
guru dalam mengantisipasi permasalahan yang muncul pada siswa, dalam
mengidentifikasi kebutuhan dan
mengantisipasi serta mengatasi kesulitan belajar siswa, bimbingan dan konseling merupakan upaya proaktif dan sistematik dalam memfasilitasi individu mencapai tingkat perkembangan yang optimal,
pengembangan perilaku efektif,
pengembangan lingkungan perkembangan, dan peningkatan keberfungsian individu di dalam lingkungannya. Semua perubahan perilaku tersebut merupakan proses perkembangan, yakni proses interaksi antara individu dengan lingkungan perkembangan melalui interaksi yang sehat dan produktif. Bimbingan dan konseling memegang tugas dan tanggung jawab
untuk mengembangkan lingkungan
perkembangan, membangun interaksi
dinamis antara individu dengan
lingkungannya, membelajarkan individu untuk mengembangkan, memperbaiki, dan memperhalus perilaku.
Berdasarkan pengamatan sementara, guru- guru BK di Kabupaten Garut yang tergabung dalam MGBK (Musyawarah guru Bimbingan Dan Konseling) sekitar 25 orang belum menggunakan sistem identitifikasi kebutuhan dan masalah siswa sebagai landasan dalam memberikan pelayanan dan seringkali pelayanan Bimbingan dan Konseling dirasakan
terlambat terutama dalam hal
mengantisipasi permasalahan belajar
siswa, pelayanan baru diberikan setelah siswa bermasalah. Disamping sekarang ini semua layanan sudah seharusnya berbasis web base, sebagaimana ditegaskan oleh Darmawan, D., Kartawinata, H., Astorina, W. (2017), dalam kajiannya tentang web based electronic Learning System yang dapat diadaptasikan dalam proses guding and counseling di sekolah.
Berdasarkan Latar Belakang tersebut di atas, mengingat pentingnya memberikan pelayanan secara maksimal terhadap
617
peserta didik, khususnya yang mempunyai permasalahan, maka peneliti mengambil judul “Sistem Identifikasi Kebutuhan dan Masalah Siswa Berbasis Microsoft Excel dalam Meningkatkan Kualitas Pelayanan Bimbingan dan Konseling”.
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, maka
peneliti merumuskan permasalahan
penelitian dalam bentuk pertanyaan
“Bagaimanakah Sistem Identifikasi
Kebutuhan Siswa Berbasis Microsoft Excel Dalam Meningkatkan Kualitas Pelayanan Bimbingan Dan Konseling dapat diterapkan di sekolah?”. Rumusan masalah tersebut selanjutnya diuraikan menjadi pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana penggunaan instrumen Sistem Identifikasi Kebutuhan Siswa
Berbasis Microsoft Excel dapat
menggali karakteristik siswa?
2. Bagaimana efektivitas identifikasi kebutuhan Siswa Berbasis Microsoft
Excel dapat menunjang dalam
peningkatan kualitas bimbingan dan konseling ?
3. Bagaimana upaya meningkatkan
kualitas pelayanan bimbingan konseling kepada siswa?
Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui sejauhmana efektivitas
penggunaan sistem identifikasi kebutuhan siswa berbasis Microsoft Excel dapat
meningkatkan kualitas pelayanan
bimbingan dan konseling bagi guru-guru BK atau konselor. Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1) Gambaran tentang Pengembangan Sistem Identifikasi Kebutuhan Siswa Berbasis Microsoft Excel dapat diterapkan di sekolah.
2) Efektivitas identifikasi kebutuhan siswa berbasis Microsoft Excel
dapat menunjang dalam
peningkatan kualitas bimbingan dan konseling.
3) Memberi gambaran upaya yang perlu dilakukan guru Bimbingan
dan Konseling dalam
meningkatkan kualitas pelayanan kepada siswa.
Sesuai dengan permasalahan yang dikemukakan di atas, ada beberapa asumsi yang dijadikan titik tolak penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Pendidikan yang bermutu, efektif
atau ideal adalah yang
mengintegrasikan tiga bidang
kegiatan utamanya secara sinergi, yaitu bidang administratif dan kepemimpinan, bidang instruksional
atau kurikuler, dan bidang
bimbingan dan konseling.
Pendidikan yang hanya
melaksanakan bidang administratif
dan instruksional dengan
mengabaikan bidang bimbingan dan konseling, hanya akan menghasilkan peserta didik yang pintar dan terampil dalam aspek akademik, tetapi kurang memiliki kemampuan atau kematangan dalam aspek kepribadian (Depdiknas, 2007). 2. Sistem Identifikasi Kebutuhan Siswa
Berbasis Microsoft Excel merupakan salah satu alat atau instrumen yang
dapat digunakan untuk
mengidentifikasi atau mendeteksi kebutuhan dan permasalahan siswa dan dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan Bimbingan dan Konseling.
3. Peningkatan pelayanan bimbingan dan konseling kepada siswa yang mengalami masalah harus segera dilaksanakan oleh guru BK atau konselor sesuai dengan peranan dan fungsi BK di sekolah.
618 B. KAJIAN LITERATUR
1. Konsep Sistem Identifikasi
Kebutuhan (Need Assessment)
berbasis Microsoft Excel.
Ada beberapa hal yang melekat pada pengertian need assessment. Pertama; need assessment merupakan suatu proses artinya ada rangkaian kegiatan dalam pelaksanaan need assessment. Need assessement bukanlah suatu hasil, akan tetapi suatu aktivitas tertentu dalam upaya mengambil keputusan tertentu.
Kedua; kebutuhan itu sendiri pada hakikatnya adalah kesenjangan antara harapan dan kenyataan. Dengan demikian maka, need assessment merupakan kegiatan mengumpulkan informasi tentang kesenjangan yang seharusnya dimiliki setiap siswa dengan apa yang telah dimiliki. Jangan sampai antara belahan otak kiri yang memikirkan logika selalu bertentangan dengan belahan otak kanan ( Darmawan, 2012) yang memikirkan kesesauaian antara harapan dengan kenyataan
Identifikasi permasalahan siswa dapat dilakukan dengan mengisi jenis-jenis masalah yang biasa dihadapi siswa melalui alat ungkap masalah (problem check list). Problem- problem yang dihadapi siswa merupakan hal penting yang harus diketahui dan difahami guru bimbingan dan konseling karena persoalan- persoalan yang dihadapi siswa dapat mengakibatkan terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan, problem merupakan starting point bagi guru pembimbing untuk melaksanakan konseling ( Walgito, 2010:173).
Assesmen dilakukan untuk mengetahui keadaan siswa pada saat tertentu , baik potensi yang dimiliki maupun berbagai kelemahan siswa sebagai bahan untuk melakukan layanan. Kemdikbud (2014:74-75) bahwa dalam layanan bimbingan dan
konseling asesmen mempunyai fungsi sebagai berikut:
1) Sebagai salah satu sarana yang
digunakan dalam membuat
diagnosis psikologis.
2) Mengenal dan memahami
potensi,kekuatan dan tugas-tugas perkembangannya serta sebagai dasar mengembangkan segala
potensi dan kekuatan yang
dimilikinya secara optimal.
3) Mengenal dan menentukan tujuan dan rencana hidupnya serta rencana pencapaian tujuannya.
4) Mengenal dan memahami potensi atau peluang yang ada di lingkungannya.
5) Hasil asesmen sebagai dasar untuk menyesuaikan diri dengan keadaan dan tuntutan dari lingkungannya. 6) Sebagai dasar perencanaan dan
evaluasi program kegiatan
bimbingan dan konseling.
Metode Need Assessment dibuat untuk bisa mengukur tingkat kesenjangan yang terjadi dalam pembelajaran siswa dari apa yang diharapkan dan apa yang sudah didapat. Dalam pengukuran kesenjangan seorang analisis harus mampu mengetahui seberapa besar masalah yang dihadapi.
Beberapa fungsi Need Assessment sebagai berikut:
a. Mengidentifikasi kebutuhan yang relevan dengan pekerjaan atau tugas sekarang yaitu masalah apa yang mempengaruhi hasil pembelajaran. b. Mengidentifikasi kebutuhan mendesak
yang terkait dengan finansial,
keamanan atau masalah lain yang menggangu pekerjaan atau lingkungan pendidikan.
c. Menyajikan prioritas-prioritas untuk memilih tindakan.
619
d. Memberikan data basis untuk
menganalisa efektifitas pembelajaran.
Dari uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa guru BK diharapkan mempunyai kemampuan dalam menyusun dan mengembangkan instrumen asesmen dan ini merupakan salah satu kompetensi yang harus dimiliki oleh guru bimbingan
dan konseling (konselor) dalam
memberikan pelayanan bimbingan dan konseling. Pemahaman guru BK terhadap hakekat assesmen, teknik dan prosedur
assesmen, pemahaman dan hasil
interpretasi serta penggunaan hasil
assesmen sangatlah esensial untuk
membantu mengarahkan siswa
menyelesaikan permasalahan yang
dihadapinya.
2. Kualitas Pelayanan Bimbingan dan Konseling
a. Pengertian Bimbingan dan Konseling Bimbingan adalah proses pemberian bantuan (process of helping) kepada individu agar mampu memahami dan
menerima diri dan lingkungannya,
mengarahkan diri, dan menyesuaikan diri secara positif dan konstruktif terhadap tuntutan norma kehidupan (agama dan budaya) sehingga mencapai kehidupan yang bermakna (berbahagia, baik secara personal maupun sosial). Donald G. Mortensen dan Alan M. Schmuller (1976)
dalam Syamsu Yusuf (2008:6)
mengemukakan bahwa:
Guidance may be defined as that part of the total educational program that helps provide the personal opportunities and specialized staff services by which each individual can develop to the fullest of his abilities and capacities in terms of the democratic idea.
Bimbingan dapat didefinisikan sebagai
bagian dari program pendidikan
keseluruhan yang membantu menyediakan kesempatan pribadi dan layanan staf khusus dimana setiap individu dapat mengembangkan secara kemampuan dan kapasitas dalam hal gagasan demokrasi.
Shertzer dan Stone dalam Yusuf (2012:40) mengartikan bimbingan sebagai "... process of helping an individual to understand himself and his world (proses pemberian bantuan kepada individu agar
mampu memahami diri dan
lingkungannya). Kartadinata (1998:3)
mengartikannya sebagai "proses
membantu individu untuk mencapai
perkembangan optimal." Sementara
Natawidjaja (1987:37) mengartikan
bimbingan sebagai: suatu proses
pemberian bantuan kepada individu yang
dilakukan secara berkesinambungan,
supaya individu tersebut dapat memahami
dirinya, sehingga dia sanggup
mengarahkan dirinya dan dapat bertindak secara wajar, sesuai dengan tuntutan dan keadaan lingkungan sekolah, keluarga,
masyarakat, dan kehidupan pada
umumnya. Dengan demikian dia akan dapat menikmati kebahagiaan hidupnya, dan dapat memberi sumbangan yang berarti kepada kehidupan masyarakat pada umumnya. Bimbingan membantu individu mencapai perkembangan diri secara optimal sebagai makhluk sosial.
Makna bimbingan sebagai bagian dari program pendidikan yang dikemukakan oleh Tolbert dan Jones dalam oleh Sukmadinata (2007:8) menyatakan bahwa Bimbingan adalah seluruh program atau semua kegiatan dan layanan dalam lembaga pendidikan yang diarahkan pada membantu individu agar mereka dapat menyusun dan melaksanakan rencana serta melakukan penyesuaian diri dalam semua aspek kehidupan sehari-hari.
Berdasarkan pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa bimbingan sebagai suatu proses pemberian bantuan yang terus menerus dan sistematis dari pembimbing kepada yang dibimbing yang
620
sedang berkembang agar tercapai
kemandirian dalam pemahaman diri, penerimaan diri, pengarahan diri dan perwujudan diri dalam mencapi tingkat
perkembangan yang optimal dan
penyesuaian diri dengan lingkungan. b. Kualitas Profesionalisme Konselor.
Menurut Surya (2013:352)
mengemukakan bahwa “guru professional “ adalah guru yang telah mendapat pengakuan secara formal berdasarkan ketentuan yang berlaku, baik dalam kaitan dengan jabatan atau latar belakang pendidikan formalnya. Guru adalah pendidik professional dengan tugas utama
mendidik, mengajar, membimbing,
mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi. Kualitas pelayanan adalah segala bentuk aktivitas yang dilakukan oleh seseorang guna memenuhi harapan konsumen dan keberhasilan seseorang dalam memberikan pelayanan kepada orang lain dalam mencapai tujuan yang diharapkan. Mutu pelayanan dapat dijadikan sebagai salah satu strategi untuk menciptakan kepuasan konsumen. Dalam memberikan pelayanan kepada siswa guru BK senantiasa memenuhi kebutuhan dan harapan siswa dalam mengembangkan potensinya secara optimal. Dengan
memberikan pelayanan semaksimal
mungkin merupakan hal yang sangat
penting dan dapat membuahkan
keberhasilandalam penyelenggaraan
pendidikan. Willis (2009:79-85)
menyatakan bahwa kualitas konselor
adalah semua kriteria keunggulan,
termasuk pribadi, pengetahuan, wawasan,
keterampilan, dan nilai-nilai yang
dimilikinya yang akan memudahkannya dalam menjalankan proses konseling sehingga mencapai tujuan dengan berhasil (efektif).
Salah satu kualitas yang jarang dibicarakan adalah kualitas pribadi konselor. Kualitas pribadi konselor adalah kriteria yang menyangkut segala aspek
kepribadian yang amat penting dan menentukan keefektifan konselor jika dibandingkan dengan pendidikan dan latihan yang ia peroleh.
Kualitas pribadi konselor merupakan faktor yang sangat penting dalam konseling. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas pribadi konselor menjadi faktor penentu bagi pencapaian konseling yang efektif, di samping faktor pengetahuan tentang dinamika perilaku dan keterampilan terapeutik atau konseling.
Cavanagh dalam Yusuf (2012:37) mengemukakan bahwa kualitas pribadi konselor ditandai dengan beberapa karakteristik sebagai berikut : (a) Pemahaman diri; (b) kompeten; (c) memiliki kesehatan psikologis yang baik; (d) dapat dipercaya; (e) jujur; (f) kuat; (g) hangat; (h) responsif; (i) sabar; (j) sensitif; dan (k) memiliki kesadaran yang holistik. a. Pemahaman diri (Self-knowledge)
Self-knowledge ini berarti bahwa konselor memahami dirinya dengan baik, dia memahami secara pasti apa yang dia lakukan, mengapa dia melakukan hal itu, dan masalah apa yang harus dia selesaikan.
b. Kompeten (Competent)
Kompetensi ini dimaksud kompeten disini adalah bahwa konselor itu memiliki kualitas fisik, intelektual, emosional, sosial, dan moral sebagai pribadi yang berguna.
c. Kesehatan Psikologis
Konselor dituntut memiliki kesehatan psikologis yang lebih baik dari kliennya. Hal ini penting karena kesehatan psikologis (psychological health) konselor akan mendasari pemahamannya terhadap perilaku dan
621
keterampilannya. Ketika konselor
memahami bahwa kesehatan
psikologisnya baik dan dikembangkan
melalui konseling, maka dia
membangun proses konseling tersebut secara lebih positif.
Konselor merupakan model dalam berperilaku, apakah dia menyadari atau
tidak. Setiap pertemuan konseling
merupakan suatu periode pengawasan yang begitu intensif terhadap tingkah laku yang adaptif. Ketika konselor kurang memiliki kesehatan psikologis, maka perannya sebagai model berperilaku bagi klien menjadi tidak efektif, bahkan dapat menimbulkan kecemasan bagi klien. d. Dapat Dipercaya (Trustworthiness)
Kualitas ini bahwa konselor itu tidak
menjadi ancaman atau penyebab
kecemasan bagi klien. Kualitas konselor yang dapat dipercaya sangat penting dalam konseling, karena beberapa alasan sebagai berikut.
1) Esensi tujuan konseling adalah mendorong klien untuk
2) mengemukakan masalah dirinya yang paling dalam.
3) Klien dalam konseling perlu mempercayai karakter dan motivasi 4) konselor. Artinya klien percaya
bahwa konselor mempunyai 5) motivasi untuk membantunya.
6) Apabila klien mendapat
penerimaan dan kepercayaan dari 7) konselor, maka akan berkembang
dalam dirinya sikap percaya 8) terhadap dirinya sendiri. e. Jujur (honesty)
Maksud jujur disini adalah bahwa konselor itu bersikap transparan (terbuka), autentik, dan asli (genuine). Sikap jujur ini penting dalam konseling, karena alasan-alasan berikut :
a) Sikap keterbukaan memungkinkan konselor dan klien untuk menjalin hubungan psikologis yang lebih dekat satu sama lainnya di dalma
proses konseling. Kedekatan
hubungan psikologis sangat
penting dalam konseling, sebab dapat menimbulkan hubungan yang langsung dan terbuka antara konselor dengan klien.
b. Kejujuran memungkinkan
konselor dapat memberikan umpan balik secara objektif kepada klien. f. Kekuatan (Strength)
Kekuatan atau kemampuan konselor sangat penting dalam konseling, sebab dengan hal itu klien akan merasa aman. Klien memandang konselor sebagai orang yang (a) tabah dalam menghadapi masalah, (b) dapat mendorong klien untuk mengatasi masalahnya dan, (c) dapat menanggulangi kebutuhan dan masalah pribadi.
g. Bersikap Hangat
Maksud bersikap hangat itu adalah : ramah, penuh perhatian, dan memberikan kasih sayang. Klien yang datang meminta bantuan konselor, pada umumnya yang kurang mengalami kehangatan dalam hidupnya, sehingga dia kehilangan kemampuan untuk bersikap ramah, memberikan perhatian, dan kasih sayang. Melalui konseling, klien ingin mendapat rasa hangat tersebutdan melakukan “sharing” dengan konselor.
h. Actives Responsiveness
Keterlibatan konselor dalam proses konseling bersifat dinamis, tidak pasif. Melalui respon yang aktif, konselor dapat mengkomunikasikan perhatian dirinya terhadap kebutuhan klien. Disini, konselor mengajukan pertanyaan yang tepat,
622
bermanfaat, memberikan informasi yang berguna, mengemukakan gagasan-gagasan baru, berdiskusi dengan klien tentang cara mengambil keputusan yang tepat, dan membagi tanggung jawab dengan klien dalam proses konseling.
i. Sabar (Patience)
Melalui kesabaran konselor dalam proses konseling dapat membantu klien untuk mengembangkan dirinya secara alami. Sikap sabar konselor menunjukkan lebih memperhatikan diri klien dari pada hasilnya. Konselor yang sabar cenderung menampilkan kualitas sikap dan perilaku yang tidak tergesa-gesa.
j. Kepekaan (Sensitivity)
Kualitas ini berarti bahwa konselor menyadari tentang adanya dinamika psikologis yang tersembunyi atau sifat-sifat mudah tersinggung, baik dari pada klien maupun dirinya sendiri. Konselor yang sensitif akan mampu mengungkap atau menganalisis apa masalah yang sebenarnya yang dihadapi klien.
k. Kesadaran Holistik (Holistic Awareness) Pendekatan holistik dalam konseling berarti bahwa konselor memahami klien
secara utuh dengan segala latar
belakangnya, yang meliputi: fisik,
intelektual, emosi, sosial, seksual, dan moral spiritual.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan kepada siswa maka guru bimbingan dan konseling perlu menunjukkan pribadi yang berkualitas dan bertanggungjawab secara profesional. Pelayanan diberikan kepada proses pemahaman, pengarahan dan penyesuaian diri, dengan tujuan terjadinya perubahan tingkah laku pada siswa. Khususnya dalam mengotimalkan proses pembelajaran pada diri anak dengan pendekatan stimulus
berbasis Biological communication untuk
mempercepat pembelajarannya,
(Darmawan, 2012).
C. METODE PENELITIAN
1. Metode
Penelitian ini menggunakan
pendekatan kualitatif. Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna daripada generalisasi. Penelitian kualitatif adalah penelitian tentang riset yang bersifat deskriptif dan cenderung menggunakan analisis Proses dan makna (perspektif subyek) lebih ditonjolkan dalam penelitian kualitatif.
Mengapa kualitatif? Hal ini dikarenakan permasalahan dalam penelitian belum jelas, holistik, kompleks, dinamis dan penuh makna, sehingga tidak mungkin data pada situasi sosial tersebut dijaring dengan metode penelitian kuantitatif. Peneliti bertujuan untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh unit analisis penelitian, seperti perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain secara mendalam, untuk menemukan pola, hipotesis juga teori. Secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah (Moleong, 2010: 6).
Bogdan dan Biklen (Sugiyono, 2009: 9) mengemukakan karakteristik pendekatan kualitatif ditandai dengan mengamati unit analisis pada kondisi yang alamiah (natural setting), lebih bersifat deskriptif, lebih menekankan proses dari pada hasil (outcome), analisis data secara induktif dan lebih menekankan makna (data dibalik yang teramati).
Landasan teori dimanfaatkan sebagai pemandu agar fokus penelitian sesuai
623
dengan fakta di lapangan. Selain itu landasan teori juga bermanfaat untuk memberikan gambaran umum tentang latar penelitian dan sebagai bahan pembahasan hasil penelitian. Peneliti bertujuan untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh unit analisis penelitian, seperti perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan
lain-lain secara mendalam, untuk
menemukan pola, hipotesis juga teori. Secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah (Moleong, 2010: 6).
2. Teknik Pengumpulan data
Penelitian kualitatif, data diperoleh dari berbagai sumber, dengan menggunakan teknik pengumpulan data yang bermacam-macam (triangulasi), dan dilakukan secara terus menerus sampai data jenuh. Dengan pengamatan yang terus menerus tersebut mengakibatkan variasi data tinggi sekali. Data yang diperoleh pada umumnya adalah data kualitatif (walaupun tidak menolak data kuantitatif).
Analisis data dalam penelitian
kualitatif dilakukan sejak sebelum
memasuki lapangan, selama di lapangan, dan setelah selesai di lapangan. Dalam penelitian kualitatif, analisis data lebih difokuskan selama proses di lapangan bersamaan dengan pengumpulan data.
Dalam kenyataannya analisis data
kualitatif berlangsung selama proses pengumpulan data dari pada setelah selesai pengumpulan data
Metode kualitatif menggunakan
beberapa bentuk pengumpulan data seperti: Observasi, Wawancara dan Analisis dokumen lainnya. Data tersebut dianalisis dengan tetap mempertahankan keaslian teks yang memaknainya. Hal ini
dilakukan karena tujuan penelitian
kualitatif adalah untuk memahami
fenomena dari sudut pandang partisipan, konteks sosial dan institusional, sehingga pendekatan kualitatif umumnya bersifat induktif.
Populasi dan Sampel Penelitian ini dilaksananan di SMAN 6 Garut dan di Sanggar MGBK (Musyawarah Guru Bimbingan dan Konseling) Kabupaten Garut yang berpusat di SMAN 1 Garut Jalan Merdeka 91 Garut.
Sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas X. MIA. 5 sebanyak 40 siswa sebagai objek dalam mengidentifikasi kebutuhan dan masalah siswa.
Narasumber, atau partisipan, informan dalam penelitian ini adalah guru-guru yang tergabung dalam wadah Musyawarah Guru Bimbingan dan Konseling Kabupaten Garut yang berjumlah sekitar 25 orang yang berasal dari utusan guru sekolah negeri dan swasta yang ikut aktif dalam kegiatan MGBK.
D. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN.
1. Hasil Penelitian
Dari beberapa pertanyaan yang diajukan mendapat gambaran sebagai berikut: Sebagian besar mengetahui peranan dan fungsi BK di sekolahnya masing- masing, antara lain bahwa:
a. Guru BK mempunyai peranan penting dalam menyelesaikan permasalahan siswa menyangkut upaya memfasilitasi peserta didik yang selanjutnya disebut konseli, agar mampu mengembangkan potensi dirinya atau mencapai tugas-tugas perkembangannya (menyangkut aspek fisik, emosi, intelektual, sosial, dan moral-spiritual).
Konseli sebagai seorang individu yang sedang berada dalam proses berkembang yaitu berkembang ke arah kematangan atau
624
kemandirian. Untuk mencapai kematangan tersebut, konseli memerlukan bimbingan karena mereka masih kurang memiliki pemahaman atau wawasan tentang dirinya dan lingkungannya, juga pengalaman dalam menentukan arah kehidupannya. b. Mengetahui dan memahami tentang
tujuan, prinsip, azas dan bidang Bimbingan dan Konseling seperti yang tercantum dalam program BK masing- masing di tiap sekolah antara lain Bimbingan Dan Konseling merupakan upaya memfasilitasi seluruh peserta didik untuk menjadi siswa yang berprilaku religius, dinamis dalam
mengikuti perkembangan dan
pembaharuan, dapat mencapai prestasi akademik yang optimal, memiliki motivasi yang tinggi dan berani mengambil keputusan karir berdasarkan potensi diri serta memiliki hubungan sosial yang baik .
c. Upaya dalam meningkatkan kualitas pelayanan BK antara lain:
Guru adalah pendidik professional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi. Kualitas pelayanan adalah segala bentuk aktivitas yang dilakukan oleh seseorang guna
memenuhi harapan konsumen dan
keberhasilan seseorang dalam memberikan pelayanan kepada orang lain dalam mencapai tujuan yang diharapkan. Mutu pelayanan dapat dijadikan sebagai salah satu strategi untuk menciptakan kepuasan konsumen. Dalam memberikan pelayanan kepada siswa guru BK senantiasa memenuhi kebutuhan dan harapan siswa dalam mengembangkan potensinya secara optimal. Dengan memberikan pelayanan semaksimal mungkin merupakan hal yang sangat penting dan dapat membuahkan
keberhasilan dalam penyelenggaraan
pendidikan.
a) Meningkatkan profesionalisme
guru BK dengan cara mengikuti dilkat, seminar dan workshop, dan mengikuti kegiatan MGBK
b) Menampilkan pribadi konselor yang berkualitas agar dalam memberikan pelayanan kita merasa percaya diri dapat memenuhi kebutuhan dan harapan siswa dalam mengembangkan potensinya secara optimal.
c) Memberikan pelayanan
semaksimal mungkin agar dapat membuahkan keberhasilan dalam penyelenggaraan pendidikan.
2.Pembahasan
Pada bagian pembahasan ini,
dipaparkan pembahasan hasil penelitian yang berkenaan penggunaan sistem identifikasi kebutuhan dan masalah siswa dan bagaimana upaya guru Bimbingan dan Konseling dalam meningkatkan kualitas pelayanan kepada siswa.
1. Profil hasil Identifikasi Kebutuhan dan Masalah Siswa
Berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan terhadap siswa Kelas X. Mia.5 SMA Negeri 6 Garut memberikan gambaran umum penggunaan instrumen sistem identifikasi kebutuhan dan masalah siswa dapat membantu guru BK dalam menggali semua aspek yang menyangkut karakteristik siswa seperti aspek-aspek fisik (kesehatan dan keberfungsiannya), kecerdasan, motif belajar, sikap dan kebiasaan belajar, minat, masalah yang dialami dan kepribadian atau tugas-tugas perkembangannya, sebagai acuan dasar untuk memberikan pelayanan bimbingan dan konseling sebagaimana yang dikemukakan Walgito (2010:173) bahwa Identifikasi permasalahan siswa dapat dilakukan dengan mengisi jenis-jenis masalah yang biasa dihadapi siswa melalui alat ungkap masalah (problem check list). Jika dapat diujicobakan untuk test
625
kecerdasan hal ini sangat memungkinkan para siswa berhasil dalam mengikuti CBT (Darmawan, D., Harahap, E. (2016). Problem- problem yang dihadapi siswa merupakan hal penting yang harus diketahui dan difahami guru bimbingan dan konseling karena persoalan- persoalan yang dihadapi siswa dapat mengakibatkan terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan. Problem merupakan starting point bagi guru pembimbing untuk melaksanakan konseling.
2. Upaya Meningkatkan Kualitas Pelayanan Bimbingan dan Konseling Dari hasil wawancara terhadap beberapa guru Bimbingan dan Konseling di Kabupaten Garut menunjukkan bahwa dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan terhadap siswa antara lain:
a) Perlu meningkatkan profesionalis me guru melalui dilkat, seminar dan workshop, dan mengikuti kegiatan MGBK
b) Menampilkan pribadi konselor yang berkualitas agar dalam
memberikan pelayanan kita
merasa percaya diri dapat
memenuhi kebutuhan dan harapan siswa dalam mengembangkan potensinya secara optimal.
c) Memberikan pelayanan
semaksimal mungkin agar dapat membuahkan keberhasilan dalam penyelenggaraan
pendidikan.Dalam memberikan pelayanan kepada siswa, guru Bimbingan dan konseling perlu melakukan serangkaian kegiatan atau aktivitas yang dirancang oleh konselor untuk membantu klien
dalam upaya untuk
mengembangkan dirinya
seoptimal mungkin.
Efektivitas pelaksanaan layanan
bimbingan dan konseling dalam upaya mengembangkan potensi yang dimiliki
siswa juga didukung oleh proses pelaksanaan dimana guru bimbingan dan konseling memberikan layanan bimbingan dan konseling tentang pengembangan diri pribadi siswa bukan hanya memberikan dalam bentuk materi layanan yang disajikan melalui teknik pelatihan, tapi juga secara personal guru bimbingan dan konseling menampilkan peran (role), relasi atau human relationship yang mengarah kepada pengembangan diri siswa dalam berinteraksi di lingkungan sekolah. Hubungan dengan peserta (human relationship) yang diwujudkan dalam proses konsultasi, konseling, bimbingan kelompok dan ketika konselor berperan sebagai fasiliator (teaching a class) tidak terlepas dari kemampuan menggunakan menampil-kan pribadi yang perlu diteladani siswa
seperti sikap ramah, saling
menghormati, salam, tersenyum,
penerimaan diri dan sebaginya. Kemampuan ini khususnya diarahkan dalam melakukan analisis dan sintesis
oleh para siswa terhadap
lingkungannya. (Darmawan, D.,
Ruyadi, Y., Abdu, W.J., Hufad, A., (2017).
Aspek-aspek tersebut apabila
ditampilkan oleh guru bimbingan dan konseling akan menjadi model bagi peserta didik.
E.SIMPULAN DAN REKOMENDASI 1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasannya, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut: a) Pengembangan instrumen untuk
mengidentifikasi kebutuhan dan masalah siswa sangat diperlukan untuk mengungkap kondisi atau menggali semua aspek yang
626
menyangkut karakteristik siswa
seperti aspek-aspek fisik
(kesehatan dan keberfungsiannya), kecerdasan, motif belajar, sikap dan kebiasaan belajar, minat,
masalah yang dialami dan
kepribadian atau tugas-tugas
perkembangannya, sebagai acuan dasar untuk memberikan pelayanan bimbingan dan konseling.
b) Upaya- upaya yang dilakukan guru Bimbingan dan Konseling atau konselor dalam meningkatkan kualitas pelayanan terhadap siswa senantiasa diwujudkan dengan menampilkan unjuk kerja secara
professional, memberikan
pelayanan dengan hati, senantiasa
memberikan teladan dengan
menampilkan pribadi sesuai
dengan standar ideal agar semua kriteria keunggulan, termasuk pribadi, pengetahuan, wawasan, keterampilan, dan nilai-nilai yang
dimilikinya yang akan
memudahkannya dalam
menjalankan proses konseling sehingga mencapai tujuan dengan berhasil (efektif).
B. Rekomendasi
Berdasarkan hasil penelitian dan temuan di lapangan diperoleh gambaran bagaimana seharusnya guru Bimbingan
dan Konseling berperan dan
bertanggungjawab dalam melaksanakan tugasnya. Bimbingan dan Konseling merupakan dari dari sistem pendidikan SMA yang berupaya memberikan layanan pada siswa agar dapat mengembangkan potensi yang dimilikinya secara optimal, untuk itu keberhasilan pendidikan tidak terlepas dari peranan guru Bimbingan dan Konseling di sekolahnya masing-masing.
Konselor berusaha menggunakan
keterampilan, kepribadian dan
wawasannya, untuk menciptakan situasi
konseling yang kondusif bagi
pengembangan potensi klien.
Guru bimbingan dan konseling perlu mengembangkan pemahaman tentang pentingnya mengembangkan instrumen untuk mengidentifikasi kebutuhan dan masalah siswa yang akan dijadikan landasan dalam memberikan pelayanan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa instrumen yang digunakan akan efektif
dalam mengembangkan pemberian
bantuan kepada siswa yang memerlukan perhatian dalam penyelesaian masalahnya.
Dengan demikian pihak sekolah,
khususnya guru bimbingan dan konseling atau konselor perlu mengembangkan, memperbaharui, atau menindaklanjuti program bimbingan dan konseling ini dalam pelaksanaan program BK di sekolah-sekolah.
Secara personal guru bimbingan dan konseling perlu menampilkan peran (role), relasi atau human relationship yang mengarah kepada pengembangan diri siswa dalam berinteraksi di lingkungan sekolah. Hubungan dengan peserta (human relationship) yang diwujudkan dalam proses konsultasi, konseling kelompok, bimbingan kelompok dan ketika konselor berperan sebagai fasiliator tidak terlepas
dari kemampuan menggunakan
menampilkan pribadi yang perlu diteladani siswa seperti sikap ramah, saling
menghormati, salam, tersenyum,
penerimaan diri dan sebaginya. Aspek-aspek tersebut apabila ditampilkan oleh guru bimbingan dan konseling akan menjadi model bagi peserta didik.
F. REFERENSI
Andrani, D (2011). Metode Penelitian.
Jakarta: Universitas Terbuka
Kementerian Pendidikan Nasional.
Asrori, M. (2007). Psikologi
Pembelajaran. Bandung : CV Wacana
627
Basrowi dan Suwandi (2008). Memahami
Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rineka
Cipta.
Bungin, B (2010). Analisis Data Penelitian
Kualitatif. Jakarta: PT. Rajagrafindo
Persada.
Creswell, John W. 1994. Research Design:
Qualitative and Quantitative
Approaches. California: Sage
Publications, Inc.
Darmawan, D. (2011). Teknologi
Pembelajaran. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya Offset.
Darmawan, D, (2011). Inovasi
Pendidikan” Pendekatan Praktik Teknologi Multimedia dan
Pembelajaran Online”. Bandung: PT
Remaja
Rosdakarya Offset.
Darmawan, D., Ruyadi, Y., Abdu, W.J., Hufad, A., (2017). Efforts to Know the Rate at which Students Analyze and Synthesize Information in Science and
Social Science Disciplines: A
Multidisciplinary
Bio-Communication Study, OnLine
Journal of Biological Sciences, Volume 17, Number 3 (2017) pp 226-231.
Darmawan, D., Harahap, E. (2016).
Communication Strategy For
Enhancing Quality of Graduates
Nonformal Education Through
Computer Based Test (CBT) in West Java Indonesia, International Journal
of Applied Engineering Research,
Volume 11, Number 15 (2016) pp 8641-8645.
Darmawan, D., Kartawinata, H., Astorina, W. (2017). Development of Web-Based Electronic Learning System
(WELS) in Improving the
Effectiveness of the Study at Vocational High School “Dharma Nusantara. Journal of Computer
Science 2018, 14 (4): 562.573. DOI:
10.3844/jcssp.2018. 562.573.
Darmawan, D.,(2012). Biological
Communication Behavior through
Information Technology
Implementation in Learning
Accelerated. Int. J. Communications,
Network and System Sciences, 2012,
5,
454-462http://dx.doi.org/10.4236/ijcns.20 12.58056.
Darmawan, D. (2012). Biological
Communication Through ICT
Implementation: New Paradigm in Communication and Information Technology for Accelerated Learning.
Germany: Lambert Academic Publishing Germany
David Jary and Julia Jary, (1991)
Dictionary of Sociology, Glasgow:
HarperCollins Publishers
Departemen Pendidikan Nasional, (2003),
Pelayanan Bimbingan dan Konseling,
Jakarta : Pusat Kurikulum Balitbang, Depdiknas
Depdiknas, (2007), Rambu-rambu
Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan
Formal, Jakarta : Departemen
Pendidikan Nasio-nal Republik
Indonesia
Erlangga, B. (2010), Jago Tips Trik
Microsoft Office Excel, Jakarta: PT.
Eahyu Media.
Hidayat, D R, (2013), Bimbingan
Konseling Kesehatan Mental di Sekolah. Bandung: PT. Remaja Rosda
Karya
artadinata, S. (1998). Bimbingan di
Sekolah Dasar dan Menengah,
Bandung: Maulana.
Makmun, A S. (2009). Psikologi
Kependidikan: Perangkat
SistemPengajaran Modul. Penerbit :
Remaja Rosdakarya Bandung.
Natawidjaja. R (2009). Konseling
Kelompok Konsep Dasar dan
628
Prayitno dan Erman A (2004) ,
Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling, Jakarta: Rineka Cipta
Priatna, N. (2013). Pengembangan Profesi
Guru. Bandung: PT. Remaja
Rosda Karya
Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Program Pascasarjana STKIP Garut: Tidak Diterbitkan
Ronnie, D, (2011). Guru Cerdas The
Power Of Emotional & Adversity Qoutient for Techers. Palembang: Alti
Publishing.
Sanjaya, W. (2005). Pembelajaran
Dalam Implementasi Kurikulum
Berbasis Kompetensi. Jakarta:
Kencana Prenada Media Group _____, (2008). Perencanaan dan Desain
Sistem Pembelajaran. Jakarta:
Kencana Prenada Media Group. ---, (2012). Media Komunikasi
Pembelajaran. Jakarta: Kencana
Prenada Media Group.
Sugiono. (2007). Metode Penelitian
Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
______, (2009), Memahami Penelitian
Kualitatif. Bandung: Alfabeta.
Sukmadinata, N S (2007), Bimbingan dan
Konseling Dalam Praktek:
Mengembangkan Potensi dan
Kepribadian Siswa, Bandung:
Maestro
_____, (2008), Metode Penelitian
Pendidikan, Bandung ; Maestro.
_____, (2008), Landasan Psikologi Proses
pendidikan, Bandung: PT. Remaja
Rosda Karya
Surya, M. (2004). Psikologi Pembelajaran
dan Pengajaran, Bandung: Pustaka
Bani Quraisy.
_____, (2009). Psikologi Konseling.
Bandung: Maestro.
_____, (2013). Psikologi Guru. Bandung: Alfabeta.
Walgito. B (2010). Bimbingan dan
Konseling (Studi dan Karir).
Yogyakarta: CV Andy. Yusuf, S dan A. Juntika Nurihsan, (2012),
Landasan Bimbingan dan Konseling,
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
http://id.wikipedia.org/wiki/Microsoft_Ex cel