• Tidak ada hasil yang ditemukan

DOKUMEN DRAFT OUTLINE BUSINESS CASE

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DOKUMEN DRAFT OUTLINE BUSINESS CASE"

Copied!
243
0
0

Teks penuh

(1)

KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL

REPUBLIK INDONESIA

JALAN TAMAN SUROPATI NOMOR 2 JAKARTA 10310 TELEPON (021) 31936207, 3905650; FAKSIMILE (021) 3145374

www.bappenas.go.id

DOKUMEN

DRAFT OUTLINE BUSINESS CASE

Paket Pekerjaan :

Penyiapan Dokumen

Proyek Investasi Outline Business Case and

Project Readiness Monorail Batam

(2)

Pendahuluan

Laporan Draft Outline Business Caseini dibuat sebagai realisasi Perjanjian Kerja antara Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) dengan PT. Marga Graha Penta, tentang pekerjaan “Penyiapan Dokumen Proyek Investasi Outline Business Case and Project Readiness Monorail Batam”.

Laporan Rancangan Kajian Akhirini terdiri dari 7 (tujuh) Bab, yaitu:  Bab 1 Pendahuluan;

 Bab 2 Kajian Hukum dan Kelembagaan;  Bab 3 Kajian Teknis;

 Bab 4 Kajian Kelayakan Ekonomi;  Bab 5 Kajian Lingkungan dan Sosial;

Harapan kami, Laporan Draft Outline Business Case ini telah memenuhi kriteria yang ditentukan oleh Pihak Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas)untuk pekerjaan ini, dan dapat dipergunakan sebagai bahan pertimbangan dalam rencana implementasi penyelenggaraan dan pengusahaan monorel di Pulau Batam.

Jakarta,Agustus2015

PT. MARGA GRAHA PENTA

K

K

a

a

t

t

a

a

P

(3)

1 Pendahuluan

BAB 1 PENDAHULUAN ...1-1

1.1 Latar Belakang ...1-1 1.2 Maksud Tujuan...1-2 1.3 Ruang Lingkup Kegiatan ...1-2 1.4 Keluaran ...1-4 1.5 Lokasi Kegiatan...1-4

BAB 2 KAJIAN HUKUM DAN KELEMBAGAAN ... 2-1

2.1 Pendahuluan ... 2-1 2.2 Ringkasan Umum... 2-4 2.2.1 Rekomendasi dan Rencana Tindak Lanjut... 2-4 2.2.2 Kajian Kelembagaan... 2-4 2.2.3 Kajian Hukum ... 2-5 2.3 Rekomendasi dan Rencana Tindak Lanjut... 2-6 2.3.1 Bentuk KPBU... 2-6 2.3.2 Kriteria Utama dalam Pemilihan Badan Usaha... 2-7 2.3.3 Rencana Jadwal Kegiatan Penyiapan dan Transaksi KPBU... 2-8 2.3.4 Penyediaan Area Komersial untuk Pengusahaan Badan Usaha KPBU... 2-11 2.4 Kajian Kelembagaan ... 2-16 2.4.1 Kewenangan BP Batam Untuk Bertindak Sebagai PJPK... 2-16 2.4.2 Kesesuaian Rencana Pengembangan Proyek dengan RPJMN, Rencana

Kerja Pemerintah dan Rencana Strategis BP Batam ... 2-19 2.4.3 Pemetaan Pemangku Kepentingan yang Tekait dengan Proyek ... 2-21 2.4.4 Kesesuian Lokasi KPBU dengan RTRW... 2-34 2.4.5 Keterkaitan Antar Sektor Infrastruktur dan Antar Wilayah ... 2-34 2.5 Kajian Hukum... 2-35

2.5.1 Ketentuan Peraturan Perundang-undangan dalam Kegiatan Usaha

Perkeretapian ... 2-35 2.5.2 Bentuk KPBU... 2-44 2.5.3 Skema Pembiayaan KPBU dan Sumber Dana... 2-46 2.5.4 Penawaran KPBU kepada Badan Usaha ... 2-51 2.5.5 Aspek Lingkungan Hidup... 2-53

(4)

2.5.6 Konsultasi Publik ... 2-55 2.5.7 Dukungan Kelayakan atas Proyek... 2-57 2.5.8 Penjaminan Infrastruktur... 2-61

BAB 3 KAJIAN TEKNIS...3-1

3.1 Penyiapan Rencana Jalur Monorel ...3-1 3.1.1 Kesesuaian Rencana Jalur Monorel Dengan RTRW...3-1 3.1.2 Kesesuaian Rencana Jalur Monorel Dengan Kebutuhan Operasional...3-51 3.2 Rancang Bangun Awal Jalur Monorel ...3-62 3.2.1 Karakteristik Jalur Monorel...3-62 3.2.2 Kriteria Desain ...3-74 3.2.3 Perencanaan Geometrik...3-77

BAB 4 KAJIAN KELAYAKAN EKONOMI DAN FINANSIAL ... 4-1

4.1 Analisis Permintaan Perjalanan Angkutan Penumpang Monorel ...4-1 4.1.1 Survei Wawancara Pelaku Perjalanan...4-1 4.1.2 Analisis Pertumbuhan Permintaan Perjalanan...4-22 4.2 Analisis Struktur Pendapatan ...4-24 4.2.1 Kajian Sumber Pendapatan Non-Operasi Monorel...4-24 4.3 Analisis Biaya Manfaat Sosial ...4-40 4.3.1 Penghematan Biaya Operasi Kendaraan...4-40 4.3.2 Penghematan Nilai Waktu Perjalanan ...4-41 4.3.3 Evaluasi Kelayakan Ekonomi...4-42 4.4 Analisis Keuangan...4-43 4.4.1 Analisis Biaya Modal...4-43 4.4.2 Analisis Keuangan ...4-44

BAB 5 KAJIAN LINGKUNGAN DAN SOSIAL ... 5-1

5.1 Kajian Lingkungan Bagi KPBU Yang Wajib Andal... 5-1 5.1.1 Umum ... 5-1 5.1.2 Maksud dan Tujuan ... 5-1 5.1.1 Dasar Kajian Lingkungan... 5-1 5.1.2 Penapisan Kegiatan Wajib Andal... 5-3 5.2 Pelingkupan... 5-4 5.2.1 Deskripsi Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang Akan Dikaji... 5-4 5.2.2 Deskripsi Rona Lingkungan Hidup Awal...5-13 5.2.3 Dampak Penting Hipotetik...5-13 5.2.4 Hasil Proses Pelingkupan...5-17 5.2.5 Batas Wilayah Studi dan Batas Waktu Kajian...5-17 5.2.6 Rekomendasi Hasil Kajian Lingkungan...5-18 5.3 Perkiraan Biaya...5-18 5.4 Persiapan Rencana dan Jadwal...5-18

(5)

2 Pendahuluan

Gambar 1.1 Rencana Koridor Monorel Pulau Batam ...1-5 Gambar 3.1 Wilayah Administrasi Kota Batam...3-1 Gambar 3.2 Sistem Pusat Perkotaan ...3-9 Gambar 3.3 Sistem Transportasi Darat ...3-14 Gambar 3.4 Sistem Transportasi Laut...3-16 Gambar 3.5 Sistem Transportasi Udara ...3-18 Gambar 3.6 Sistem Jaringan Energi...3-20 Gambar 3.7 Rencana Pengembangan Struktur Tata Ruang Kota Batam ...3-24 Gambar 3.8 Rencana Pemanfaatan Lahan ...3-27 Gambar 3.9 Rencana Pengembangan Sistem Transportasi Darat di Kota Batam ...3-34 Gambar 3.10 Rencana Pengembangan Sistem Transportasi Laut Kota Batam...3-41 Gambar 3.11 Lokasi Survei Lalulintas ...3-54 Gambar 3.12 Proporsi Kendaraan di Kota Batam ...3-56 Gambar 3.13 Model Jaringan Jalan Pulau Batam ...3-57 Gambar 3.14 Bangkitan dan Tarikan di Pulau Batam Tahun 2013...3-59 Gambar 3.15 Desire Line MAT di Pulau Batam Tahun 2013...3-60 Gambar 3.16 Pembebanan Jaringan Jalan di Pulau Batam Tahun 2013...3-61 Gambar 3.17 Koridor Rencana Jalur Monorel di Pulau Batam...3-62 Gambar 3.18 Jalur 1: Tanjung Uncang-Batam Centre (Tanjung Ucang-Simpang Base Camp)...3-63 Gambar 3.19 Jalur 1: Tanjung Uncang-Batam Centre (Simpang Base Camp-Dam Muka

Kuning) ...3-63 Gambar 3.20 Koridor 1: Tanjung Uncang-Batam Centre (Dam Muka Kuning-Simpang Muka

Kuning) ...3-64 Gambar 3.21 Koridor 1: Tanjung Uncang-Batam Centre (Simpang Muka Kuning-Batam Centre)...3-64 Gambar 3.22 Koridor 2: Segmen Kawasan Nagoya...3-65 Gambar 3.23 Koridor 2: Segmen Bandara Hang Nadim – Nagoya ...3-66 Gambar 3.24 Kelayakan Aplikasi Prategang pada Balok Bentang Sederhana ...3-75 Gambar 3.25 Penampang Girder Beton AASHTO (I dan T-bulb)...3-76 Gambar 3.26 Penampang Box Girder Beton AASHTO ...3-77 Gambar 3.27 Potongan Melintang Jalur Monorel ...3-77 Gambar 3.28 Standar Penampang Monorel...3-78 Gambar 3.29 Alinyemen Vertikal...3-80 Gambar 3.30 Jalur 1: Tanjung Uncang-Batam Centre ...3-81 Gambar 3.31 Jalur 2: Bandara Hang Nadim-Kawasan Nagoya ...3-82

(6)

Gambar 3.32 Ukuran Sarana dan Prasarana Monorel ...3-83 Gambar 3.33 Tipikal Pada Ruas Jalan ...3-84 Gambar 3.34 Ilustrasi Pada Ruas Jalan Brigjend Katamso...3-85 Gambar 3.35 Ilustrasi Pada Ruas Jalan A. Yani Utara...3-86 Gambar 3.36 Ilustrasi Pada Ruas Jalan A. Yani Selatan...3-87 Gambar 3.37 Ilustrasi Pada Ruas Jalan A. Yos Sudarso ...3-88 Gambar 4.1 Karakteristik Responden Pengguna Angkutan Umum Berdasarkan Umur... 4-2 Gambar 4.2 Karakteristik Responden Pengguna Angkutan Umum Berdasarkan Jenis Kelamin... 4-3 Gambar 4.3 Karakteristik Responden Pengguna Angkutan Umum Berdasarkan Tingkat

Pendidikan ... 4-3 Gambar 4.4 Karakteristik Responden Pengguna Angkutan Umum Berdasarkan Pekerjaan... 4-3 Gambar 4.5 Karakteristik Responden Pengguna Angkutan Umum Berdasarkan Pendapatan... 4-4 Gambar 4.6 Karakteristik Responden Pengguna Mobil Pribadi Berdasarkan Umur ... 4-4 Gambar 4.7 Karakteristik Responden Pengguna Mobil Pribadi Berdasarkan Jenis Kelamin... 4-5 Gambar 4.8 Karakteristik Responden Pengguna Mobil Pribadi Berdasarkan Tingkat Pendidikan 4-5 Gambar 4.9 Karakteristik Responden Pengguna Mobil Pribadi Berdasarkan Pekerjaan... 4-5 Gambar 4.10 Karakteristik Responden Pengguna Mobil Pribadi Berdasarkan Pendapatan... 4-6 Gambar 4.11 Karakteristik Responden Pengguna Sepeda Motor Berdasarkan Umur ... 4-6 Gambar 4.12 Karakteristik Responden Pengguna Sepeda Motor Berdasarkan Jenis Kelamin... 4-7 Gambar 4.13 Karakteristik Responden Pengguna Sepeda Motor Berdasarkan Tingkat

Pendidikan ... 4-7 Gambar 4.14 Karakteristik Responden Pengguna Sepeda Motor Berdasarkan Pekerjaan... 4-7 Gambar 4.15 Karakteristik Responden Pengguna Sepeda Motor Berdasarkan Pendapatan... 4-8 Gambar 4.16 Karakteristik perjalanan Responden Pengguna Angkutan Umum Berdasarkan

Frekuensi Perjalanan Tiap Minggu... 4-8 Gambar 4.17 Karakteristik Perjalanan Responden Pengguna Angkutan Umum Berdasarkan

Maksud Perjalanan ... 4-9 Gambar 4.18 Karakteristik Perjalanan Responden Pengguna Angkutan Umum Berdasarkan

Biaya Transportasi Tiap Bulan ... 4-9 Gambar 4.19 Karakteristik Perjalanan Responden Pengguna Angkutan Umum Berdasarkan

Biaya Menggunakan Angkutan Umum Tiap Bulan... 4-10 Gambar 4.20 Karakteristik Perjalanan Responden Pengguna Angkutan Umum Berdasarkan

Alternatif Moda Lain ... 4-10 Gambar 4.21 Karakteristik perjalanan Responden Pengguna Mobil Pribadi Berdasarkan

Frekuensi Perjalanan Tiap Minggu... 4-11 Gambar 4.22 Karakteristik Perjalanan Responden Pengguna Mobil Pribadi Berdasarkan Maksud

Perjalanan... 4-11 Gambar 4.23 Karakteristik Perjalanan Responden Pengguna Mobil Pribadi Berdasarkan Biaya

Transportasi Tiap Bulan... 4-12 Gambar 4.24 Karakteristik Perjalanan Responden Pengguna Mobil Pribadi Berdasarkan Biaya

Menggunakan Mobil Pribadi Tiap Bulan... 4-12 Gambar 4.25 Karakteristik Perjalanan Responden Pengguna Mobil Pribadi Berdasarkan

Alternatif Moda Lain ... 4-13 Gambar 4.26 Karakteristik perjalanan Responden Pengguna Sepeda Motor Berdasarkan

Frekuensi Perjalanan Tiap Minggu... 4-13 Gambar 4.27 Karakteristik Perjalanan Responden Pengguna Sepeda Motor Berdasarkan

(7)

Gambar 4.28 Karakteristik Perjalanan Responden Pengguna Sepeda Motor Berdasarkan Biaya

Transportasi Tiap Bulan... 4-14 Gambar 4.29 Karakteristik Perjalanan Responden Pengguna Sepeda Motor Berdasarkan Biaya

Menggunakan Angkutan Umum Tiap Bulan... 4-15 Gambar 4.30 Karakteristik Perjalanan Responden Pengguna Sepeda Motor Berdasarkan

Alternatif Moda Lain ... 4-15 Gambar 4.31 Indikasi Lokasi Stasiun KA Lintas Utama Pulau Batam ... 4-16 Gambar 4.32 Bangkitan-Tarikan Pergerakan Potensi Penumpang KA-1 ... 4-16 Gambar 4.33 Bangkitan-Tarikan Pergerakan Potensi Penumpang KA-2 ... 4-17 Gambar 4.34 Loading Profile Perjalanan Responden Calon Penumpang KA ... 4-17 Gambar 4.35 Persepsi Responden Pengguna Mobil Pribadi Terhadap Pelayanan Rencana KA

Batam... 4-19 Gambar 4.36 Persepsi Responden Pengguna Mobil Pribadi Terhadap Pelayanan Rencana KA

Batam... 4-20 Gambar 4.37 Persepsi Responden Pengguna Sepeda Motor Terhadap Pelayanan Rencana KA

Batam... 4-21 Gambar 4.38 Proyeksi Demand Monorel Jalur 1: Tanjung Uncang-Batam Center... 4-23 Gambar 4.39 Proyeksi Demand Monorel Jalur 2: Bandara Hang Nadim-Nagoya ... 4-24 Gambar 4.40 Peta Lokasi Lahan Untuk Pengembangan Property ... 4-26 Gambar 4.41 Komplek Pelabuhan Batu Ampar ... 4-27 Gambar 4.42 Komplek Pelabuhan Feri Batam... 4-28 Gambar 4.43 Komplek Bandara Hang Danim... 4-29 Gambar 4.44 Jumlah Penduduk Kota Batam... 4-30 Gambar 4.45 Pertumbuhan Ekonomi Kota Batam (%) ... 4-30 Gambar 4.46 Nilai PDRB Kota Batam ... 4-31 Gambar 4.47 Nilai PDRB Kota Batam (%)... 4-31 Gambar 4.48 Jumlah Wisatawan di Kota Batam... 4-32 Gambar 4.49 Stasiun Tipe A... 4-36 Gambar 4.50 Stasiun Tipe B... 4-37 Gambar 4.51 Stasiun Tipe C... 4-37 Gambar 4.52 Formulasi BOK untuk Satuan Mobil Penumpang... 4-41 Gambar 4.53 Manfaat Ekonomi dengan Pendekatan Consumer Surplus... 4-42 Gambar 4.54 Ilustrasi Net Cash Flow Penyelenggaraan Monorel Batam... 4-46 Gambar 4.55 Sensitivitas FIRR terhadap Perubahan Time Horizon... 4-47 Gambar 4.56 Sensitivitas FIRR terhadap Perubahan Biaya Konstruksi ... 4-47 Gambar 4.57 Sensitivitas FIRR terhadap Perubahan Volume Penumpang... 4-48 Gambar 4.58 Net Cash Flow (milyar Rp) dan FIRR (%) untuk Beragam Nilai Tarif... 4-49 Gambar 5.1 Peta Tata Ruang Wilayah KPBPB Batam... 5-5 Gambar 5.2 Rencana Koridor 1 Monorel Batam... 5-7 Gambar 5.3 Rencana Koridor 2 Monorel Batam... 5-9 Gambar 5.4 Bagan Alir Pelingkupan...5-16 Gambar 5.5 Prosedur Dalam Melakukan Kajian Dampak Lingkungan...5-20

(8)

3 Pendahuluan

Tabel 3.1 Pertumbuhan Penduduk Kota Batam 1998 – 2011...3-2 Tabel 3.2 PDRB Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha di Kota Batam (Juta

Rupiah) ...3-3 Tabel 3.3 PDRB Atas Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha di Kota Batam (Juta

Rupiah) ...3-3 Tabel 3.4 PDRB dan Angka Per Kapita Atas Harga Berlaku Kota Batam ...3-3 Tabel 3.5 PDRB dan Angka Per Kapita Atas Harga Konstan Kota Batam ...3-4 Tabel 3.6 Rencana Pengembangan Pelabuhan Utama Sekunder ...3-36 Tabel 3.7 Rencana Pengembangan Pelabuhan Tersier...3-37 Tabel 3.8 Rencana Pengembangan Pelabuhan Barang di Kota Batam...3-39 Tabel 3.9 Rencana pengembangan fasilitas Bandara Hang Nadim ...3-42 Tabel 3.10 Panjang Jalan Menurut Kondisi Jalan (dalam Km) ...3-51 Tabel 3.11 Panjang Jalan Menurut Jenis Permukaan (dalam Km)...3-51 Tabel 3.12 Panjang Jalan Menurut Kelas Jalan (dalam Km)...3-52 Tabel 3.13 Rekapitulasi Volume Lalulintas Jam Puncak pada Jaringan Jalan di Kota Batam...3-55 Tabel 3.14 Pembagian Sistem Zona Pemodelan Transportasi di Wilayah Studi...3-58 Tabel 3.15 Koridor 2: Bandara Hang Nadim – Kawasan Nagoya...3-67 Tabel 3.16 Detail Geometris Penampang AASHTO ...3-76 Tabel 3.17 Modulus Penampang AASHTO ...3-76 Tabel 3.18 Spesifikasi Teknis Monorel ...3-79 Tabel 4.1 Jumlah Responden di Masing – Masing Lokasi... 4-1 Tabel 4.2 Nilai ATP dan WTP...4-22 Tabel 4.3 Model Perilaku Pilihan Moda dan Indikator Kesesuaian Data ...4-22 Tabel 4.4 Korelasi Tarif Monorel dan Proporsi Peluang Pilihan Monorel...4-23 Tabel 4.5 Kondisi Lokasi Lahan Untuk Pengembangan Property...4-26 Tabel 4.6 Implikasi Terhadap Pengembangan Properti...4-33 Tabel 4.7 Harga Jual Kondominium/ Apartment...4-33 Tabel 4.8 Kompetitor hotel existing...4-34 Tabel 4.9 Rencana Pengembangan Yang Sesuai...4-35 Tabel 4.10 Pendapatan Kondominium/ Apartemen Tower A...4-35 Tabel 4.11 Pendapatan Kondominium/ Apartemen Tower B...4-35 Tabel 4.12 Stasiun Jalur 1...4-37 Tabel 4.13 Stasiun Jalur 2...4-38 Tabel 4.14 Pendapatan Stasiun Tipe B ...4-39

(9)

Tabel 4.15 Pendapatan Stasiun Tipe C...4-39 Tabel 4.16 Perhitungan Biaya Pengembangan Kondominium / Apartment Batu Ampar...4-39 Tabel 4.17 Pentahapan Pengembangan Monorel Pulau Batam...4-42 Tabel 4.18 Hasil Perhitungan Parameter Kelayakan Ekonomi Monorel Pulau Batam...4-42 Tabel 4.19 Rekapitulasi Kebutuhan Biaya Pembangunan Prasarana Monorel Batam - Jalur 1...4-44 Tabel 4.20 Rekapitulasi Kebutuhan Biaya Pembangunan Prasarana Monorel Batam - Jalur 2...4-44 Tabel 4.21 Hasil Perhitungan Parameter Kelayakan Finansial Monorel Pulau Batam – Skenario 1 4-44 Tabel 4.22 Hasil Perhitungan Parameter Kelayakan Finansial Monorel Pulau Batam – Skenario 2 4-45 Tabel 4.23 Hasil Perhitungan Parameter Kelayakan Finansial Monorel Pulau Batam – Skenario 3 4-45 Tabel 4.24 Net Cash Flow (milyar Rp) dan FIRR (%) untuk Beragam Nilai Tarif...4-48 Tabel 5.1 Lokasi Stasiun Monorel Batam - Jalur 1 ... 5-6 Tabel 5.2 Lokasi Stasiun Monorel Batam - Jalur 2 ... 5-7 Tabel 5.3 Matriks Identifikasi Dampak dan Alternatif Penanganan...5-12 Tabel 5.3 Matriks Interaksi Tahapan Kegiatan dan Komponen-komponen Lingkungan Prastudi

Kelayaan Monorel Batam...5-15 Tabel 5.5 Rekapitulasi Perkiraan Biaya Studi Amdal...5-18 Tabel 5.6 Waktu Pelaksanaan Studi ANDAL dan RKL/RPL...5-19

(10)

1 Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Batam merupakan pintu gerbang wilayah Barat Indonesia. Semenjak ditetapkan sebagai kawasan perdagangan bebas (free trade zone), laju pertumbuhan penduduk dan perekonomian terus mengalami peningkatan. Dampak dari pertumbuhan penduduk dan peningkatan perekonomian tersebut adalah semakin tingginya pergerakan barang maupun manusia. Untuk mengakomodir kebutuhan tersebut, maka diperlukan ketersediaan sarana dan prasarana transportasi yang memadai, efektif dan efisien. Kereta api merupakan pilihan moda terbaik yang memiliki keunggulan daya angkut yang besar, hemat energi, ramah lingkungan, serta kebutuhan lahan yang kecil. Pemerintah, dalam hal ini Ditjen Perkeretaapian, Kementerian Perhubungan, telah melakukan kegiatan penyusunan “Masterplan Perkeretaapian di Pulau

Batam” pada tahun anggaran 2009, penyusunan “Studi Kelayakan Pembangunan Jaringan Kereta Api Lintas Utama Pulau Batam” pada tahun anggaran 2010, dan penyusunan “Studi Penetapan Trase Jalan Kereta Api Lintas Utama Pulau Batam” pada tahun anggaran 2012.

Berdasarkan hasil studi yang telah dilakukan tersebut, dapat diketahui bahwa prioritas pembangunan jaringan kereta api di Pulau Batam adalah Batam Center-Tanjung Uncang (±17,7 Km) dan Batu Ampar-Bandara Hang Nadim (±19,6 Km). Pada lintas tersebut diperkirakan besaran permintaan perjalanan dapat mencapai 10.499 pnp/hari dan 8.328 pnp/hari pada tahun pertama operasi (2016) dan mencapai 48.820 pnp/hari dan 38.725 pnp/hari pada akhir tahun tinjauan (2065). Potensi perjalanan tersebut mayoritas berasal dari kawasan komersial, kawasan pelabuhan, dan kawasan permukiman padat. Hasil rancangan awal rencana jalur KA lintas utama Pulau Batam adalah dengan menggunakan kereta monorel. Jalur monorel Pulau Batam direncanakan eleveted dengan ketinggian ± 8 m di atas permukaan jalan.

Dalam rangka memulai langkah implementasi pembangunan proyek monorel di Pulau Batam ini, Sesuai dengan Peraturan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan

Perencanaan Pembangunan Nasional No. 4 tahun 2015 tentang TataCara Pelaksanaan Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur, diperlukan penyiapan proyek kerjasama investasi, khususnya Kajian Awal Prastudi Kelayakan (Outline Business Case)dan Rancangan Kajian Akhir. Keluaran kegiatan ini digunakan sebagai dasar bagi pelaksanaan tahap

(11)

1.2 Maksud Tujuan

Maksud dari pekerjaan ini adalah memastikan kesanggupan penanggung jawab proyek kerjasama (PJPK) dan siap untuk dilanjutkan ke tahap transaksi proyek (kerjasama) pembangunan Monorel di Pulau Batam. Dalam hal perkerjaan ini PJPK dibantu oleh Konsultan yang mempunyai kompetensi dalam penyusunan dokumen penyiapan Proyek Kerjsama di sektor Transportasi, khususnya Transportasi Darat, terutama mengenai Angkutan Massal Cepat.

Tujuan dari kegiatan ini adalah menyusun dokumen penyiapan proyek Kerjasama Pemerintah dan Swasta dalam penyelenggaraan Angkutan Massal Cepat (Monorel) di Pulau Batam. Dalam hal ini adalah membuat dokumen tersebut terdiri dari: Dokumen Kajian Awal Prastudi Kelayakan (Outline Business Case), Dokumen Rancangan Dasar (Basic Design), Dokumen Rancangan Kajian Akhir, dan

Termsheet Perjanjian Investasi. dalam rangka penyelenggaraan monorail di Pulau Batam.

Adapun, secara spesifik, tujuan kegiatan ini adalah: 1. Menentukan sasaran dan kendala proyek kerjasama;

2. Mengkaji pilihan teknis serta ketersediaan teknologi dan barang/jasa yang dibutuhkan;

3. Menentukan berbagai permasalahan pokok dan hambatannya, usulan mengatasi permasalahan serta bentuk dan besarnya Dukungan Pemerintah dan/atau Jaminan Pemerintah;

4. Mengidentifikasi pilihan bentuk kerjasama terbaik;

5. Mengidentifikasi resiko dan upaya mitigasi yang diperlukan;

6. Mengidentifikasi persyaratan pelaksanaan Proyek Kerjasama, termasuk landasan hukum yang diperlukan dan pelaksanaan pengadaan tanah; dan

7. Menyusun rencana komersial yang mencakup alokasi resiko dan mekanisme pembayaran. Sedangkan kajian kesiapan dilakukan dengan memperhatikan hal-hal berikut:

1. Persetujuan para pemegang kepentingan mengenai konsep proyek kerjasama

2. Permohonan untuk memperoleh persetujuan prinsip Dukungan Pemerintah dan/atau jaminan pemerintah dalam hal diperlukan

3. Tim pengelola Proyek Kerjasama telah dibentuk disahkan dan berfungsi sesuai dengan peran dan tanggungjawab yang telah ditentukan dan

4. Penyusunan rancangan anggaran serta rencana jadwal pelaksanaan kesiapan tapak/tanah, permukiman kembali, kepatuhan lingkungan hidup, dan penyelesaian permasalahan hukum serta isu kritis lainnya.

1.3 Ruang Lingkup Kegiatan

Lingkup kegiatan ini, secara umum, terdiri dari substansi sebagai berikut:

1. Pengumpulan data di sektor transportasi, khususnya transportasi darat, terutama mengenai Angkutan Massal Cepat, baik data sekunder maupun data primer dari lapangan maupun wawancara. 2. Penyiapan Kajian Awal Prastudi Kelayakan di sektor Transportasi khususnya Transportasi Darat

terutama mengenai Angkutan Massal Cepat yang terdiri dari: a. Kajian Hukum dan Kelambagaan, meliputi:

• Analisis Peraturan Perundang-undangan; • Analisis Kelembagaan.

b. Kajian Teknis, meliputi: • Analisis Teknis;

(12)

• Penyiapan Tapak; • Rancang Bangun Awal; • Lingkup Proyek Kerjasama; dan • Spesifikasi Keluaran.

c. Kajian/Evaluasi Kelayakan Proyek, bersumber dari studi kelayakan yang telah dilakukan sebelumnya (Ditjen KA, Kemenhub, 2010), meliputi:

• Analisis Biaya Manfaat Sosial (ABMS); • Analisis Pasar;

• Analisis Keuangan; • Analisis Resiko; dan • Analisis Struktur Tarif.

d. Kajian Lingkungan dan Sosial, meliputi:

• Kajian lingkungan hidup untuk Proyek Kerjasama yang wajib AMDAL atau wajib UKL-UPL; • Analisis sosial; dan

• Rencana Pengadaan Tanah dan Rencana Pemukiman Kembali.

e. Kajian Bentuk Kerjasama dalam Penyediaan Infrastruktur, mengikuti ketentuan sebagai berikut: • Karakteristik dasar bentuk kerjasama harus mencerminkan alokasi resiko, penanggung

jawab pembiayaan, dan status pengelolaan aset kerjasama; • Bentuk-bentuk kerjasama yang ditawarkan diantaranya adalah:

a) Bangun-milik-guna-serah (build-own-operate-transfer); b) Bangun-guna-serah (build-operate-transfer);

c) Bangun-serah-guna (build-transfer-operate);

d) Rehabilitasi-guna-serah (rehabilitate-operate-transfer); e) Kembangkan-guna-serah (develop-operate-transfer); dan f) Bentuk-bentuk kerjasama lainnya.

• Pemilihan bentuk kerjasama dilakukan dengan mempertimbangkan faktor-faktor sebagai berikut:

a) Kepastian kertersediaan infrastruktur tepat pada waktunya; b) Optimalisasi investasi oleh Badan Usaha;

c) Memaksimalkan investasi oleh Badan Usaha;

d) Kemampuan Badan Usaha untuk melakukan transaksi; dan

e) Kepastian adanya pengalihan keterampilan manajemen dan teknis sektor swasta ke sektor publik.

f. Kajian Kebutuhan Dukungan Pemerintah dan/atau Jaminan Pemerintah

Dukungan Pemerintah yang bertujuan untuk meningkatkan kelayakan keuangan Proyek Kerjasama, dapat diberikan dalam bentuk:

• Perizinan;

• Pengadaan tanah;

• Dukungan sebagian konstruksi;

• Kontribusi fiskal dalam bentuk tunai dan/atau dalam bentuk non-tunai dan/atau non fiskal; dan/atau

(13)

Jaminan Pemerintah yang bertujuan untuk mengurangki risiko Badan Usaha diberikan oleh Menteri Keuangan dan/atau Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

3. Penyiapan Kajian Kesiapan (Project Readiness) di sektor Transportasi khususnya Transportasi Darat terutama mengenai Angkutan Massal Cepat yang terdiri dari:

a. Ringkasan Eksekutif

b. Kesiapan Kelembagaan yang meliputi:

• Pembentukan Tim Pengelola Proyek Kerjasama • Penyusunan Rencana Kerja

c. Kesiapan Tapak

• Program untuk mengatasi hambatan dalam penyiapan tapak • Program Pengadaan Tanah

d. Kesiapan rencana pemukiman kembali • Rencana pemukiman kembali

• Lembaga yang terlibat dalam rencana pemukiman kembali e. Kesiapan perolehan izin lingkungan

• Status kemajuan AMDAL

• Identifikasi hambatan-hambatan yang perlu ditelaah lebih lanjut. f. Kajian Hukum

Status pengurusan perizinan sehubungan dengan proyek kerjasama g. Kesiapan perolehan dukungan pemerintah dan/atau jaminan pemerintah:

• Status perolehan dukungan pemerintah, sehubungan dengan apakah permohonan untuk memperoleh persetujuan prinsip sudah diajukan kepada pemerintah dan bagaimana stasus pengajuan usulan tersebut pada saat penyusunan Laporan Kesiapan Proyek

• Status perolehan Jaminan Pemerintah, sehubungan dengan apakah BUPI sudah menerbitkan confirmation to proceed untuk PJPK.

h. Kesimpulan dan Rekomendasi i. Lampiran

1.4 Keluaran

Keluaran yang diharapkan dari kegiatan ini adalah tersedianya:

1. Dokumen Kajian Awal Prastudi Kelayakan atau Outline Business Case rencana penyelenggaraan Monorail di Pulau Batam

2. Dokumen Kajian Kesiapan (Project Readiness) Monorail di Pulau Batam yang terdiri dari: a. Laporan Kajian Kesiapan

b. Dokumen studi LARAP

c. Dokumen lingkungan (KA-Andal/UKL-UPL)

1.5 Lokasi Kegiatan

Kegiatan ini berlokasi di Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau pada trase yang telah ditetapkan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 1.1.

(14)
(15)

Table of Contents

1 Pendahuluan... 1-1 1.1 Latar Belakang... 1-1 1.2 Maksud Tujuan ... 1-2 1.3 Ruang Lingkup Kegiatan ... 1-2 1.4 Keluaran ... 1-4 1.5 Lokasi Kegiatan ... 1-4 Gambar 1.1 Rencana Koridor Monorel Pulau Batam... 1-5

(16)

2 Kajian Hukum Dan Kelembagaan

2.1 Pendahuluan

Berdasarkan Kerangka Acuan Kerja untuk pekerjaan Penyusunan Dokumen Studi Pendahuluan Proyek Monorail di Batam yang diterbitkan pada tanggal 9 Maret 2015, disebutkan bahwa Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam (“BP Batam”) sebagai satu-satunya instansi Pemerintah yang memiliki tugas dan tanggung jawab dalam mengelola Batam sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam (“KPBPB”), saat ini sedang merencanakan pembangunan jaringan kereta api lintas utama pulau Batam dengan menggunakan kereta monorel dengan ketinggian ± 8 m di atas permukaan jalan dengan rute Batam Center- Tanjung Uncang ( ± 17,7 Km) dan Batu Ampar- Bandara Hang Nadim (±19,6 Km) (“Proyek”) melalui skema Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (“KPBU”), dan BP Batam akan bertindak sebagai Penanggung Jawab Proyek Kerjasama (“PJPK”) untuk Proyek yang diusulkan tersebut.

Dokumen laporan kajian hukum dan kelembagaan ini disusun sesuai dengan tujuan dari penyelenggaraan Proyek hal mana berdasarkan Kerangka Acuan Kerja yang diterbitkan oleh BP Batam, tahapan yang sedang dilakukan saat ini adalah tahapan perencanaan yaitu dengan melakukan penyusunan dokumen Studi Pendahuluan atas Proyek. Adapun pendekatan dan metodologi yang digunakan dalam penyiapan laporan kajian hukum dan kelembagaan sebagai bagian dari dokumen Studi Pendahuluan terbagi menjadi beberapa tahap, yaitu:

1. kajian peraturan perundang-undangan yang berlaku terhadap kegiatan usaha ataupun struktur transaksi yang terkait dengan penyelenggaraan Proyek, hal mana juga akan terkait dengan kajian kelembagaan terhadap setiap institusi yang relevan dengan Proyek1;

2. analisa terhadap setiap dokumen-dokumen yang telah ada sehubungan dengan rencana penyelenggaraan Proyek2;

3. identifikasi kekosongan hukum (regulatory gap) terkait peraturan perundang-undangan yang perlu disempurnakan untuk tujuan penyelenggaraan Proyek;

4. identifikasi resiko dalam Proyek yang mungkin timbul dan penentuan alokasi resiko kepada pihak yang paling mampu untuk menanggung resiko tersebut;

5. audiensi serta konsultasi yang diselenggarakan dengan setiap pihak terkait untuk mendapatkan masukan sebagaimana diperlukan; dan

6. penyusunan laporan kajian hukum dan kelembagaan yang dilakukan secara pararel dengan kegiatan konsultasi bersama BP Batam dan konsultan lainnya dalam merumuskan kesimpulan dan rekomendasi kajian hukum.

1 Peraturan Perundang-Undangan yang digunakan dalam kajian hukum dan kelembagaan adalah sebagaimana yang dijabarkan dalam daftar yang dilampirkan dalam laporan ini.

2 Dokumen-dokumen yang diperiksa adalah sebagaimana dijabarkan dalam daftar yang dilampirkan dalam laporan ini.

(17)

Dengan menggunakan pendekatan dan metodologi sebagaimana di atas, kajian kelembagaan dan hukum kemudian diuraikan sesuai dengan ruang lingkup sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Perencanaan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor 4 Tahun 2015 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur (“Permen Bappenas No. 4/2015”) sebagai berikut:

1. Rekomendasi dan Rencana Tindak Lanjut

Tujuan dari pembahasan ini adalah memberikan rekomendasi dan rencana tindak lanjut terkait pelaksanaan Proyek. Bagian ini akan membahas hal-hal sebagai berikut:

a. Bentuk KPBU

Dalam praktiknya terdapat beberapa bentuk pilihan KPBU seperti Bangun-Serah-Guna, Bangun-Guna-Serah, Konsesi atau Bangun-Guna-Milik. Dalam bagian ini hanya akan membahas mengenai bentuk KPBU yang paling tepat untuk digunakan dalam pelaksanaan Poyek. Pemilihan bentuk KPBU sangatlah penting demi menjamin efektifitas dan efisiensi Proyek.

b. Kriteria Utama dalam Pemilihan Badan Usaha

Bagian ini akan membahas kriteria-kriteria utama yang perlu diperhatikan dan dijadikan acuan oleh PJPK dalam memilih Badan Usaha untuk pelaksanaan Proyek.

c. Rencana Jadwal Kegiatan Penyiapan dan Transaksi KPBU

Bagian ini akan membahas mengenai rencana kegiatan-kegiatan yang harus dilakukan oleh PJPK dan pihak terkait lainnya baik dalam tahap penyiapan KPBU maupun dalam tahap transaksi KPBU.

d. Penyediaan Area Komersial untuk Pengusahaan Badan Usaha KPBU

Pada bagian ini akan membahas mengenai kewenangan BP Batam atas area komersial dalam kaitannya dengan Proyek, bentuk pengusahaan yang dimungkinkan atas area komersial tersebut, proses pembebasan area komersial untuk dapat diusahakan oleh Badan Usaha KPBU, serta isu-isu yang mungkin akan muncul dalam kaitannya dengan penyediaan area komersial tersebut.

2. Kajian Kelembagaan

Kajian kelembagaan dipersiapkan untuk memastikan keabsahan dari penyelenggaraan Proyek. Ruang lingkup atas kajian kelembagaan mencakup 5 (lima) aspek sebagai berikut:

a. Kewenangan BP Batam untuk Bertindak sebagai PJPK

Kajian mengenai kewenangan BP Batam untuk bertindak sebagai PJPK sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Mengingat bahwa BP Batam adalah suatu badan khusus yang didirikan oleh Pemerintah yang kewenangannya dibatasi oleh tujuan dan wilayah tertentu, maka perlu diuraikan mengenai ketetentuan peraturan perundang-undangan yang mendasari kewenangan BP Batam untuk melakukan pembangunan jaringan monorel lintas utama pulau Batam dengan rute Batam Center- Tanjung Uncang dan Batu Ampar- Bandara Hang Nadim. Dengan demikian, penting untuk memastikan apakah Proyek akan dilaksanakan sesuai dengan jenis kegiatan pengusahaan yang dapat dilakukan oleh BP Batam, dan apakah lokasi penyelenggaraan Proyek merupakan bagian dari wilayah pengusahaan BP Batam yang termasuk dalam KPBPB.

b. Kesesuaian Rencana Pengembangan Proyek dengan RPJMN, Rencana Kerja Pemerintah dan Rencana Strategis BP Batam

(18)

Bagian ini akan membahas kesesuaian antara rencana pengembangan Proyek dengan RPJMN, Rencana Kerja Pemerintah dan Rencana Strategis BP Batam.

c. Pemetaan Pemangku Kepentingan yang Tekait dengan Proyek

Tujuan dari kegiatan mengidentifikasi setiap kewenangan institusi yang terkait dengan Proyek adalah untuk memastikan bahwa dalam tahap penyiapan dan pelaksanaan Proyek, setiap kewenangan tersebut dapat direalisasikan untuk kepentingan Proyek. Dengan demikian diharapkan BP Batam sejak dini dapat melakukan koordinasi yang diperlukan dengan para instansi terkait tersebut. Adapun kewenangan yang terkait dapat berupa suatu persetujuan perizinan, kerjasama dalam pelaksanaan penyiapan Proyek, serta memberikan kebijakan yang sesuai dengan tujuan penyelenggaraan Proyek.

d. Kesesuian Lokasi KPBU dengan RTRW

Dalam bagian ini akan dibahas mengenai kesesuaian lokasi Proyek dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Batam. Hal ini penting untuk dibahas sebab dalam peraturan perundang-undangan terdapat ketentuan yang menyatakan bahwa dalam KPBPB jika dilakukan kegiatan-kegiatan di bidang ekonomi, seperti sektor perdagangan, maritim, industri, perhubungan, perbankan, pariwisata dan bidang lainnya maka kegiatan-kegiatan tersebut dilakukan sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Batam.

e. Keterkaitan Antar Sektor Infrastruktur dan Antar Wilayah

Bagian ini akan menguraikan mengenai keterkaitan antar sektor infrastruktur dan antar wilayah dalam kaitannya dengan pelaksanaan Proyek.

3. Kajian Hukum

Tujuan dari dilakukannya kajian hukum adalah untuk merumuskan hal-hal sebagai berikut: a. Ketentuan peraturan perundang-undangan dalam kegiatan usaha perkeretapian; b. Bentuk KPBU (seluruh opsi-opsi struktur transaksi yang ada);

c. Skema pembiayaan KPBU dan sumber dananya;

d. Penawaran KPBU kepada Badan Usaha (proses dan tata cara penilaian); e. Aspek lingkungan hidup;

f. Konsultasi publik (rencana dan proses pelaksanaan); g. Dukungan Kelayakan atas Proyek; dan

h. Penjaminan infrastruktur.

Lebih lanjut dalam penyusunan laporan kajian kelembagaan dan hukum, terdapat asumsi-asumsi dan pembatasan yang digunakan yaitu antara lain bahwa semua dokumen yang diberikan dalam bentuk fotokopi dalam rangka pemberian kajian hukum ini adalah sesuai dengan aslinya, bahwa kajian diberikan berdasarkan hukum Negara Republik Indonesia sehingga karenanya kajian ini tidak dimaksudkan untuk berlaku atau ditafsirkan menurut hukum atau yurisdiksi selain hukum Negara Republik Indonesia, dan kajian kelembagaan dan hukum diberikan berdasarkan pemeriksaan dokumen-dokumen sebagaimana dirinci dalam daftar terlampir sehingga karenanya terdapat kemungkinan bahwa kajian hukum ini dapat berubah, sebagian atau seluruhnya, apabila ditemukan dokumen-dokumen tambahan selain dari yang diuraikan pada laporan kajian kelembagaan dan hukum ini.

(19)

2.2 Ringkasan Umum

2.2.1 Rekomendasi dan Rencana Tindak Lanjut

Bentuk KPBU yang tepat untuk Proyek adalah Bangun-Guna-Serah (Build-Operate-Transfer/”BOT”). Keuntungan menggunakan skema BOT bagi BP Batam adalah BP Batam tidak perlu mengeluarkan biaya yang sangat besar untuk pelaksanaan Proyek karena biaya ditanggung oleh Badan Usaha KPBU atau dapat ditanggung secara bersama-sama (besarannya sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati) demikian juga terkait denga risiko proyek dan pada akhir masa kontrak BP Batam akan memperoleh bangunan serta fasilitas lainnya seperti sarana dan prasarana kereta monorel.

Sementara itu terkait kriteria utama dalam pemilihan Badan Usaha KPBU, merujuk pada Lampiran Permen Bappenas No. 4/2015 pada Bab IV tentang Transaksi KPBU huruf D, BP Batam dapat mengacu pada Peraturan Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah No. 19 Tahun 2015 tentang Tata Cara Pengadaan Badan Usaha Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur (“Perkap LKPP No. 19/2015”).

Terkait rencana jadwal kegiatan pada tahap penyiapan KPBU terdiri dari penyiapan kajian Prastudi Kelayakan, Pembentukan Tim KPBU, Konsultasi Publik, Penjajakan Minta Pasar, dan Kegiatan Pendukung sementara untuk kegiatan pada tahapan transaksi KPBU terdiri dari Penjajakan Minat Pasar, Penetapan Lokasi KPBU, Pengadaan Badan Usaha KPBU, Penandatanganan Perjanjian KPBU dan Pemenuhan Pembiayaan (Financial Close).

Dalam hal transaksi KPBU telah dilaksanakan, maka hal yang perlu diperhatikan lebih lanjut ialah mengenai penyediaan area komersial di wilayah Proyek untuk pengusahaan Badan Usaha KPBU. BP Batam selaku pemegang hak pengelolaan atas tanah di wilayah KPBPB Batam, memiliki kewenangan atas pengelolaan area komersial di sekitar wilayah Proyek. Adapun bentuk pengusahaan yang dapat dilakukan atas area komersial di wilayah sekitar Proyek didasarkan pada ketentuan Peraturan Menteri Keuangan No. 33/PMK.06/2012 tentang Tata Cara Pelaksanaan Sewa Barang Milik Negara sebagaimana terakhir diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan No. 174/PMK.06/2013 (“PMK No. 33/2012”) dan Peraturan Menteri Keuangan No. 78/PMK.06/2014 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pemanfaatan Barang Milik Negara (“PMK No. 78/2014”). Dalam hal BP Batam akan melakukan pembebasan area komersial dari pelaku usaha yang sudah terlebih dahulu mengusahakan area tersebut dilakukan dengan mekanisme pengadaan tanah bagi kepentingan umum sesuai dengan Undang-Undang No. 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum (“UU No. 2/2012”) serta dengan mempertimbangkan mekanisme ganti kerugian sebagaimana yang telah diatur dalam perjanjian antara BP Batam dengan pelaku usaha sebelumnya.

2.2.2 Kajian Kelembagaan

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2007 sebagaimana yang telah diubah dnegan Peraturan Pemerintah No. 5 Tahun 2011 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam (“PP No. 46/2007”), kawasan Batam ditetapkan sebagai KPBPB untuk jangka waktu 70 (tujuh puluh) tahun sejak tanggal 20 Agustus 2007. Kawasan Perdagangan yang dimaksud meliputi Pulau Batam, Pulau Tonton, Pulau Setokok, Pulau Nipah, Pulau Rempang, Pulau Galang Pulau Galang Baru, dan Pulau Janda Berias dan gugusannya. Dengan demikian, Batam Center, Tanjung Uncang, Batu Ampar, Bandara Hang Nadim adalah bagian dari Pulau Batam sehingga termasuk dalam KPBPB. Oleh karena itu, BP Batam memiliki kewenangan tunggal untuk bertindak sebagai PJPK untuk Proyek ini. Setelah mengkaji Peraturan Presiden No. 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2015-2019 (“PP No. 2/2015”), Peraturan Presiden No. 60 Tahun 2015 tentang Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2016 (“Perpres No. 60/2015”) dan Rencana Strategis BP Batam 2015-2019 dapat disimpulkan bahwa pembangunan jalur kereta api lintas utama pulau Batam dengan menggunakan kereta monorel telah sesuai dan searah dengan RPJMN, RKP dan Renstra BP Batam.

(20)

Dari informasi yang diperoleh hingga saat ini, pemerintah Kota Batam belum menerbitkan Peraturan Daerah mengenai Rencana Tata Ruang dan Wilayah Kota Batam (RTRW). Peraturan Daerah mengenai RTRW Kota Batam sebelumnya telah diatur dalam Peraturan Daerah Kota Batam No. 2 Tahun 2004 tentang RTRW Kota Batam tahun 2004-2014 (“Perda No. 2/2004”), keberlakuan Perda ini berakhir pada tahun 2014.

2.2.3 Kajian Hukum

1. Ketentuan Peraturan Perundang-undangan dalam Kegiatan Usaha Perkeretaapian

Undang-undang No. 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian (“UU No. 23/2007”) menggolongkan pengaturan mengenai monorel ke dalam rezim perkeretaapian sehingga ketentuannya mengacu pada ketentuan yang berlaku dalam bidang perkeretaapian. Untuk dapat menyelenggarakan kegiatan usaha prasarana perkeretaapian monorel, Badan Usaha KPBU diwajibkan untuk terlebih dahulu ditetapkan sebagai penyelenggara prasarana perkeretaapian umum oleh BP Batam (mengacu pada pendelegasian wewenang pemberian perizinan penyelenggaraan perkeretaapian umum di KPBPB Kota Batam dari Walikota Batam kepada BP Batam). Penetapan ini dapat dituangkan dalam Perjanjian KPBU.

Untuk menyelenggarakan prasarana perkeretaapian umum, Badan Usaha KPBU wajib memiliki izin usaha, izin pembangunan, dan izin operasi prasarana perkeretaapian umum. Sementara dalam hal Badan Usaha KPBU juga akan menyelenggarakan sarana perkeretaapian umum, maka Badan Usaha KPBU juga perlu memperoleh izin usaha dan izin operasi sarana perkeretaapian umum.

Terkait dengan tarif dan mekanisme penyesuaiannya, perlu diketahui bahwa pertimbangan politik dapat mempengaruhi perkembangan tarif pada masa mendatang yang dapat mengurangi tingkat tarif yang diperlukan untuk pengembalian biaya secara penuh. Pada dasarnya perjanjian KPBU akan mengatur bagaimana tarif ditetapkan dan disesuaikan sejalan dengan waktu, dan Pemerintah dapat memberikan jaminan untuk menutupi kewajiban ini.

2. Bentuk KPBU

KPBU dapat dilakukan dalam berbagai bentuk kerjasama. Dalam bagian ini akan dibahas berbagai bentuk KPBU yang dapat diterapkan dalam Proyek.

3. Skema Pembiayaan KPBU

Pembiayaan KPBU harus diperoleh oleh Badan Usaha KPBU dalam waktu paling lambat 12 (dua belas) bulan setelah penandatangan perjanjian kerjasama. Pembiayaan dapat diperoleh dari lembaga keuangan Indonesia maupun pinjaman luar negeri. Dalam bagian ini juga akan diuraikan mengenai isu-isu relevan terkait dengan pembiayaan Proyek.

4. Penawaran KPBU kepada Badan Usaha

Penawaran KPBU kepada Badan Usaha dilakukan dalam beberapa tahap pelelangan yang kompetitif hingga kemudian pemenang lelang ditetapkan oleh PJPK sesuai dengan usulan Panitia Pelelangan.

5. Aspek Lingkungan Hidup

Badan Usaha KPBU sebagai pihak yang bertanggung jawab atas usaha dan/atau kegiatan yang akan dilaksanakan terkait dengan Proyek, wajib memperoleh AMDAL untuk melaksanakan Proyek. Untuk itu Peraturan Bappenas No. 4/2015 membebankan tanggung jawab kepada PJPK untuk menyusun dokumen AMDAL yang terdiri dari (i) Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan (KA-ANDAL); (ii) Analisis Dampak Lingkungan Hidup (ANDAL); dan (iii) Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RKL-RPL) sebagai dasar penilaian untuk memperoleh Izin Lingkungan dari Menteri/Kepala Daerah sesuai kewenangannya.

(21)

6. Konsultasi Publik

Konsultasi publik adalah proses interaksi antara PJPK dengan pemangku kepentingan untuk meningkatkan transparansi, efisiensi, akuntabilitas dan efektivitas Proyek. Konsultasi publik meliputi kegiatan komunikasi informasi, identifikasi dan pembahasan terhadap berbagai isu strategis antara instansi pemberi kontrak dengan pemangku kepentingan dalam perencanaan dan penyiapan Proyek.

Konsultasi publik harus dipahami sebagai salah satu bentuk partisipasi publik yang bertujuan untuk meningkatkan akuntabilitas publik. Partisipasi publik tidak daoat terlaksana tanpa adanya transaparansi informasi.

Konsultasi publik mencakup isu akuntabilitas Pemerintah Pusat/Daerah, risiko, dampak lingkungan dan dampak sosial yang harus dibahas pada saat tahap seleksi dan penetapan prioritas Proyek dan pada tahap penyiapan pra-studi kelayakan.

7. Dukungan Kelayakan atas Proyek

Dukungan kelayakan diberikan kepada Proyek yang layak secara ekonomi berdasarkan Analisis Biaya Manfaat Sosial. Pemberian dukungan pemerintah antara lain diberikan dalam bentuk perizinan, pelelangan tanah, dukungan sebagian konstruksi, dan/atau bentuk lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

8. Penjaminan Infrastruktur

Jaminan Pemerintah adalah kompensasi finansial dan/atau kompensasi dalam bentuk lain yang diberikan oleh Menteri Keuangan kepada Badan Usaha melalui skema pembagian risiko untuk Proyek KPBU.

Jaminan Pemerintah akan diberikan dengan mempertimbangkan prinsip-prinsip manajemen dan mitigasi risiko keuangan di dalam APBN yang dilakukan oleh Menteri Keuangan.

2.3 Rekomendasi dan Rencana Tindak Lanjut

2.3.1 Bentuk KPBU

Sehubungan dengan proyek pembangunan monorel di Kota Batam bentuk KPBU BOT merupakan bentuk yang paling tepat untuk digunakan. BOT dalam konteks pengadaan infrastruktur dapat diartikan sebagai sebuah kontrak atau perjanjian antara pemilik proyek (PJPK) dengan pihak lain sebagai operator atau pelaksana proyek (Badan Usaha KPBU). Dalam hal ini PJPK memberikan hak kepada operator atau pelaksana untuk membangun sebuah sarana dan prasarana serta mengoperasikannya untuk selama jangka waktu tertentu dan dapat menarik iuran selama jangka waktu tertentu tersebut untuk memperoleh pengembalian modal investasi dan keuntungan yang wajar dan pada akhir masa kontrak harus mengembalikan proyek tersebut kepada pemilik proyek (PJPK). Apabila semuanya berjalan sesuai dengan rencana maka pada akhir masa kontrak , atau pada saat proyek tersebut harus dikembalikan pada PJPK maka Badan Usaha KPBU telah dapat mengembalikan semua biaya yang telah dikeluarkan ditambah dengan sejumlah keuntungan yang diharapkan dari proyek tersebut.

Dengan demikian paling tidak terdapat tiga ciri BOT, yaitu: 1. Pembangunan (Build)

Pemilik Proyek (PJPK) sebagai pemberi hak pengelolaan memberikan kuasanya kepada Badan Usaha KPBU untuk membangun sebuah proyek dengan dananya sendiri (dalam beberapa hal dimungkinkan didanai bersama/participating interest). Desain dan spesifikasi bangunan umumnya merupakan usulan Badan Usaha KPBU yang harus mendapat persetujuan dari pemilik proyek (PJPK).

2. Guna (Operate)

Merupakan masa atau tenggang waktu yang diberikan PJPK kepada Badan Usaha KPBU selama jangka waktu tertentu mengoperasikan dan mengelola proyek untuk diambil manfaat ekonominnya.

(22)

Bersamaan dengan itu Badan Usaha KPBU berkewajiban melakukan pemeliharaan terhadap proyek tersebut. Apabila diperjanjikan maka pada masa ini PJPK dapat juga menikmati sebagian keuntungan yang diperoleh.

3. Penyerahan (Transfer)

Badan Usaha KPBU menyerahkan hak pengelolaan dan fisik proyek kepada pemilik proyek (PJPK) setelah akhir masa kontrak. Pembebanan biaya penyerahan umumnya telah ditentukan dalam perjanjian mengenai pihak yang menanggungnya.

Sementara itu keuntungan menggunakan skema BOT bagi BP Batam adalah BP Batam tidak perlu mengeluarkan biaya yang sangat besar untuk pelaksanaan Proyek karena biaya ditanggung oleh Badan Usaha KPBU atau dapat ditanggung secara bersama-sama (besarannya sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati) demikian juga terkait denga risiko proyek dan pada akhir masa kontrak BP Batam akan memperoleh bangunan serta fasilitas lainnya seperti sarana dan prasarana kereta monorel.

2.3.2 Kriteria Utama dalam Pemilihan Badan Usaha

Dalam pemilihan Badan Usaha untuk pelaksanaan Proyek terdapat beberapa kriteria utama yang harus diperhatikan oleh BP Batam selaku PJPK. Dalam Lampiran Permen Bappenas No. 4/2015 pada Bab IV tentang Transaksi KPBU huruf D disebutkan bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai pengadaan Badan Usaha KPBU diatur melalui peraturan kepala lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang kebijakan pengadaan barang/ jasa pemerintah dalam hal ini adalah Perkap LKPP No. 19/2015. Dalam peraturan tersebut disebutkan bahwa Pelaksanaan Pengadaan Badan Usaha KPBU meliputi kegiatan (i) Prakualifikasi dan (ii) pemilihan. Pasal 22 Perkap LKPP No.9/2015 menyebutkan bahwa persyaratan peserta Prakualifikasi pengadaan Badan Usaha sekurang-kurangnya sebagai berikut:

1. Badan Usaha memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan untuk menjalankan kegiatan/usaha;

2. Badan Usaha memiliki pengalaman dan kemampuan dalam pembiayaan dan pelaksanaan Proyek KPBU;

3. Dalam hal peserta berbentuk konsorsium :

a. Pengalaman dan kemampuan dalam pelaksanaan proyek KPBU sekurang-kurangnya dimiliki oleh salah satu anggota konsorsium; dan

b. Pengalaman dan kemampuan pembiayaan dinilai secara agregat 4. Memenuhi kewajiban perpajakan

5. Badan Usaha tidak dalam pengawasan pengadilan, tidak pailit, kegiatan usahanya tidak sedang dihentikan;

6. Tidak memiliki pertentangan kepentingan;

7. Dalam hal peserta berbentuk badan hukum asing, maka dokumen yang diterbitkan Negara lain, yang akan digunakan di Indonesia dilegalisasi oleh notaries public di Negara dimana dokumen tersebut diterbitkan dan dilegalisasi oleh kedutaan besar atau konsulat Indonesia;

8. Dalam hal peserta adalah badan usaha internasional atau lembaga/institusi/organisasi internasional dengan tetap mengedepankan prinsip pengadaan yang baik, serta memnuhi kewajiban perpajakan sesuai dengan peraturan perundangundangan Negara yang bersangkutan;

9. Peserta dapat berbentuk sebagai badan usaha tunggal atau konsorsium;

10. Dalam hal peserta melakukan konsorsium, peserta harus memiliki perjanjian konsorsium yang memuat sekurang-kurangnya:

(23)

b. Penunjukan pimpinan konsorsium yang mewakili konsorsium; c. Kewajiban dan tanggung jawab pimpinan konsorsium; d. Pimpinan konsorsium dapat lebih dari satu badan usaha;

e. Pimpinan konsorsium harus menguasai mayoritas ekuitas dari badan usaha KPBU yang dibentuk apabila ditetapkan sebagai pemenang atau ditunjuk dalam pemilihan; dan

f. Dalam hal pimpinan konsorsium lebih dari satu maka ditunjuk peewakilan resmi (authorized

representative) konsorsium.

11. Bukan badan usaha atau lembaga/institusi/organisasi nasional atau internasional yang melakukan penyiapan dan/atau transaksi pada proyek KPBU yang sama kecuali bagi badan usaha pemrakarsa KPBU pada proyek unsolicited;

12. Selama proses pengadaan badan usaha KPBU anggota konsorsium yang menjadi peserta tidak boleh menjadi anggota atau berpartisipasi atau terlibat dengan cara apapun, secara langsung atau tidak langsung , dalam konsorsium lainnya pada seluruh tahapan atau menjadi calon peserta badan usaha tunggal pada proyek KPBU yang sama.

Sehubungan dengan penilaian kualifikasi badan usaha KPBU dalam tahapan Prakualifikasi maka kriteria utama penilaian panitia pengadaan di dasarkan pada dokumen kualifikasi yang disampaikan peserta sekurang-kurangnya meliputi:

a. Pemenuhan syarat administrasi; b. Kemampuan teknis; dan c. Kemampuan keuangan.

Setelah tahapan prakualifikasi selesai maka proses selanjutnya adalah pemilihan Badan Usaha KPBU. Dalam tahap ini peserta lelang akan menyampaikan Dokumen Penawaran kepada panitia pengadaan sesui jadwal yang ditetapkan dalam Dokumen Permintaan Proposal. Dokumen Penawaran ini akan menjadi kriteria penilaian. Dalam evaluasi Dokumen Penawaran terdapat tiga aspek yang dinilai yaitu (i) evaluasi administrasi,(ii) evaluasi teknis dan (iii) evalusi finasial dimana Nilai Dukungan Kelayakan akan dijadikan parameter finansial yang dikompetisikan pada Proyek yang mendapatkan Dukungan Kelayakan.

2.3.3 Rencana Jadwal Kegiatan Penyiapan dan Transaksi KPBU 1. Tahap Penyiapan KPBU

Tahap penyiapan KPBU bertujuan untuk mengkaji kelayakan KPBU untuk dapat dikerjasamakan dengan Badan Usaha. Dalam tahapan ini terdapat beberapa kegiatan yang harus dilakukan, yaitu sebagai berikut:

a. Penyiapan Kajian Prastudi Kelayakan

Penyiapan kajian Prastudi Kelayakan terdiri dari penyiapan kajian awal Prastudi Kelayakan dan penyiapan kajian akhir Prastudi Kelayakan. Kajian awal Prastudi Kelayakan terdiri dari:

(a) Kajian hukum dan kelembagaan; (b) Kajian teknis;

(c) Kajian ekonomi dan komersial; (d) Kajian lingkungan dan sosial;

(24)

(f) Kajian risiko;

(g) Kajian kebutuhan Dukungan Pemerintah dan/atau Jaminan Pemerintah; dan (h) Kajian mengenai masalah yang perlu ditindaklanjuti

Sementara itu Kajian akhir Prastudi Kelayakan, terdiri dari penyempurnaan data dengan kondisi terkini dan pemutakhiran atas kelayakan dan kesiapan KPBU yang sebelumnya telah tercakup dalam kajian awal Prastudi Kelayakan, termasuk penyelesaian hal-hal yang perlu ditindaklanjuti.

b. Pembentukan Tim KPBU

PJPK membentuk Tim KPBU dalam tahap penyiapan KPBU dan dapat dibantu oleh Badan Penyiapan. Tim KPBU memiliki peran dan tanggung jawab:

(a) melakukan kegiatan tahap penyiapan KPBU meliputi, kajian awalPrastudi Kelayakan dan kajian akhir Prastudi Kelayakan;

(b) melakukan kegiatan tahap transaksi KPBU hingga tercapainya pemenuhan pembiayaan (financial close), kecuali kegiatan pengadaan Badan Usaha KPBU; (c) menyampaikan pelaporan kepada PJPK secara berkala melalui Simpul KPBU; dan (d) melakukan koordinasi dengan Simpul KPBU dalam pelaksanaan tugasnya.

c. Konsultasi Publik

PJPK menetapkan Konsultasi Publik yang dapat dilakukan pada setiap tahap penyiapan KPBU untuk melakukan penjelasan dan penjabaran terkait dengan KPBU dan sekurang-kurangnya menghasilkan hal-hal sebagai berikut: 1) Penerimaan tanggapan dan/atau masukan dari pemangku kepentingan yang menghadiri Konsultasi Publik; dan 2) Evaluasi terhadap hasil yang didapat dari Konsultasi Publik danvimplementasinya dalam KPBU.

d. Penjajakan Minat Pasar (Market Sounding)

PJPK melakukan Penjajakan Minat Pasar (Market Sounding) antara lain melalui kegiatan pertemuan dua pihak (one-on-one meeting) dan promosi KPBU dengan calon investor, lembaga keuangan nasional dan internasional, serta pihak lain yang memiliki ketertarikan terhadap pelaksanaan KPBU. Penjajakan Minat Pasar dapat dilakukan lebih dari satu kali.

e. Kegiatan Pendukung

Kegiatan pendukung yang dapat dilakukan pada tahap penyiapan diantaranya yaitu kegiatan untuk mendapatkan Dukungan Pemerintah dan/atau Jaminan Pemerintah, kegiatan yang berkaitan dengan pengadaan tanah, kegiatan yang berkaitan dengan lingkungan hidup (bagi KPBU yang diwajibkan memiliki AMDAL, maka pada tahap penyiapan KPBU, PJPK melakukan proses kajian lingkungan hidup dengan mengikuti mekanisme AMDAL

2. Tahap Transaksi KPBU

a. Penjajakan Minat Pasar (Market Sounding)

Penjajakan Minat Pasar (Market Sounding) bertujuan untuk memperoleh masukan, tanggapan dan mengetahui minat terhadap KPBU. PJPK melakukan Penjajakan Minat

(25)

Pasar (Market Sounding) antara lain melalui kegiatan pertemuan dua pihak (one-on-one

meeting) dan promosi KPBU dengan calon investor, lembaga keuangan nasional

daninternasional, serta pihak lain yang memiliki potensi dalam pelaksanaan KPBU. Penjajakan Minat Pasar dapat dilakukan lebih dari satu kali, berdasarkan hasil dari Penjajakan Minat Pasar tersebut Panitia Pengadaan dapat melakukan perubahan terhadap rancangan Dokumen Pengadaan.

b. Penetapan Lokasi KPBU

PJPK memastikan kesesuaian dokumen perencanaan pengadaan tanah dan pemukiman kembali berkaitan dengan rencana KPBU untuk mendapatkan penetapan lokasi dan juga memastikan KPBU telah mendapatkan Izin Lingkungan. PJPK mengajukan permohonan penetapan lokasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Penetapan lokasi untuk KPBU dilakukan sebelum tahap Prakualifikasi pengadaan Badan Usaha Pelaksana KPBU. Pengadaan Badan Usaha Pelaksana dilaksanakan setelah penetapan lokasi untuk tanah yang belum tersedia, sedangkan untuk tanah milik negara/daerah untuk pelaksanaan KPBU yang sudah tersedia mengikuti mekanisme Pengelolaan Barang Milik Negara/Barang Milik Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

c. Pengadaan Badan Usaha KPBU

Pengadaan Badan Usaha KPBU mencakup persiapan dan pelaksanaan pengadaan Badan Usaha KPBU, Ketentuan mengenai Pengadaan Badan Usaha KPBU diatur melalui peraturan kepala lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang kebijakan pengadaan barang/jasa pemerintah.

d. Penandatanganan Perjanjian KPBU

Pemenang lelang harus mendirikan Badan Usaha KPBU yang akan menandatangani Perjanjian KPBU. Badan Usaha KPBU harus telah didirikan secara sah selambat-lambatnya dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak dikeluarkannya Surat Penetapan Pemenang Lelang oleh PJPK. Perjanjian KPBU ini akan ditandatangani oleh PJPK dan Badan Usaha KPBU, selambat-lambatna 40 (empat puluh) hari kerja setelah terbentuknya Badan Usaha KPBU.

Perjanjian KPBU mengatur ketentuan mengenai manajemen pelaksanaan KPBU dalam empat masa yaitu masa prakonstruksi, konstruksi, operasi komersial dan masa berakhirnya Perjanjian KPBU. Perjanjian KPBU akan berlaku efektif setelah semua persyaratan pendahuluan yang ditetapkan dalam Perjanjian KPBU telah dipenuhi oleh masing-masing pihak antara lain misalnya terdapat persetujuan Jaminan Pemerintah dan terdapat perizinan perizinan yang diperlukan oleh Badan Usaha Pelaksana untuk melaksanakan bidang usahanya. Perlu diketahui bahwa pemenuhan pembiayaan (financial close) bukan merupakan persyaratan pendahuluan agar Perjanjian KPBU menjadi efektif. Dalam hal semua persyaratan pendahuluan tersebut telah dipenuhi, maka PJPK akan menerbitkan berita acara yang menyatakan bahwa perjanjian KPBU telah berlaku efektif.

e. Pemenuhan Pembiayaan (Financial Close)

Pemenuhan Pembiayaan yang bersumber dari pinjaman dinyatakan telah terlaksana apabila telah ditandatanganinya perjanjian pinjaman untuk membiayai seluruh KPBU dan sebagian pinjaman sebagaimana telah dapat dicairkan untuk memulai pekerjaan konstruksi. Dalam hal KPBU terbagi dalam beberapa tahapan, pemenuhan pembiayaan dinyatakan terlaksana apabila telah ditandanganinya perjanjian pinjaman untuk membiayai salah satu tahapan KPBU dan sebagian pinjaman telah dapat dicairkan untuk memulai pekerjaan konstruksi.

(26)

2.3.4 Penyediaan Area Komersial untuk Pengusahaan Badan Usaha KPBU 1. Kewenangan BP Batam atas Area Komersial terkait Proyek

Area komersial terkait Proyek dapat dibedakan menjadi area komersial di dalam wilayah Proyek dan di luar wilayah Proyek. Area komersial dalam wilayah Proyek mencakup area sepanjang jalur, stasiun dan fasilitas operasi monorel, di luar itu maka termasuk ke dalam area komersial di luar wilayah proyek. Proyek akan dilaksanakan di Pulau Batam yang saat ini statusnya adalah sebagai KPBPB.

Penetapan Pulau Batam sebgai KPBPB di diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2007 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2011 (“PP No.

46/2007”) yang menentukan bahwa kawasan Batam ditetapkan sebagai KPBPB untuk jangka

waktu 70 (tujuh puluh) tahun sejak diberlakukannya PP No. 46/2007 yaitu sejak tanggal 20 Agustus 2007. KPBPB yang dimaksud meliputi Pulau Batam, Pulau Tonton, Pulau Setokok, Pulau Nipah, Pulau Rempang, Pulau Galang Pulau Galang Baru, dan Pulau Janda Berias dan gugusannya.

Pada Pasal 2A PP No. 46/2007 disebutkan bahwa, pengelolaan, pengembangan, dan pembangunan KPBPB dilaksanakan oleh Kepala BP Batam. Lebih lanjut, dalam Pasal 4 PP No.46/2007 disebutkan bahwa Hak Pengelolaan atas tanah yang menjadi kewenangan Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam dan Hak Pengelolaan atas tanah yang menjadi kewenangan Pemerintah Kota Batam beralih kepada BP Batam. Perlu dicatat bahwa Hak Pengelolaan yang menjadi kewenangan Pemerintah Kota Batam beralih kepada BP Batam setelah terjadi pelepasan Hak Pengelolaannya oleh Pemerintah Kota Batam.

Oleh karena itu maka dapat disimpulkan bahwa sepanjang Proyek tersebut dilaksanakan di Pulau Batam dimana rencananya area jalur kereta api monorel terdiri dari dua koridor yaitu: (i) Koridor Batu Ampar- Hang Nadim dan (ii) Koridor Batam Center-Batu Aji yang mana masih termasuk dalam cakupan KPBPB maka hak pengelolaan dan pengusahaan area komersial terkait Proyek menjadi kewenangan BP Batam.

2. Bentuk Pengusahaan atas Area Komersial terkait Proyek

Berdasarkan Pasal 2C Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2007 sebagaimana yang telah diubah dengan Peraturan Pemerintah No. 5 Tahun 2011 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam (“PP No. 46/2007”) disebutkan bahwa aset BP Batam adalah aset negara dimana ditetapkan statusnya sebagai Barang Milik Negara (BMN) oleh Menteri Keuangan. Dengan demikian, dikarenakan aset BP batam adalah BMN maka pengelolaanya tunduk pada Peraturan Pemerintah No. 27 tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah dan lebih khusus lagi Peraturan Menteri Keuangan No.4/PMK.06/2013 tentang Tata Cara Pengelolaan Aset Pada Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam (“PMK 4/2013”).

Dalam PMK 4/2013 disebutkan bahwa pemanfaatan asset BP Batam yang terdiri dari aset berupa tanah dan/atau bangunan, sebagian tanah dan/atau bangunan dan/atau selain tanah dan/atau bangunan dapat dilakukan dengan menggunakan tiga cara yaitu:

a. Sewa; b. Pinjam Pakai;

c. Kerjasama Pemanfaatan.

Pemanfaatan asset BP Batam dilaksanakan oleh Kepala BP Batam dan dilaporkan kepada Menteri Keuangan. Pemanfaatan asset tersebut dilaksanakan berdasarkan pertimbangan

(27)

teknis dengan memperhatikan kepentingan umum dimana pemanfaatannya tidak merubah status kepemilikan asset dan perpanjangan jangka waktu pemanfaatan asset dilaksanakan dengan ketentuan jangka waktu tersebut tidak melampaui batas waktu keberadaan KPBPB yaitu 70 tahun sejak tanggal 20 Agustus 2007.

a. Sewa

Sewa dilakukan dalam rangka (i) mengoptimalkan Pemanfaatan BMN yang belum/tidak dipergunakan dalam pelaksanaan tugas dan fungsi penyelenggaraan pemerintahan Negara;(ii) memperoleh fasilitas yang diperlukan dalam rangka menunjang tugas dan fungsi BP Batam; atau (iii)mencegah penggunaan BMN oleh pihak lain secara tidak sah. Sementara itu pihak yang dapat menyewa asset meliputi:

a) Pemerintah Daerah; b) BUMN;

c) BUMD d) Swasta;

e) Unit penunjang kegiatan penyelenggaraan pemerintahan/Negara; dan/atau f) Badan hukum lainnya

Sewa aset dilakukan dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang. Perpanjangan sewa tersebut dilakukan dengan ketentuan jangka waktu tidak melampaui batas waktu keberadaan KPBPB. Permintaan perpanjangan jangka waktu sewa harus disampaikan kepada Kepala BP Batam paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum berakhirnya jangka waktu sewa.

Sementara itu untuk penetapan formula tarif sewa diusulkan oleh Kepala BP Batam untuk mendapat persetujuan Menteri Keuangan dan nantinya penetapan tarif Sewa dilakukan oleh Kepala BP Batam.

Pemanfaatan asset dengan cara sewa harus dituangkan dalam suatu perjanjian yang sekurang-kurangnya memuat:

a) Dasar perjanjian;

b) Para pihak yang terkait dalam perjanjian;

c) Jenis, luas atau jumlah barang , besaran sewa dan jangka waktu sewa d) Hak dan kewajiban para pihak.

b. Pinjam Pakai

Pinjam Pakai aset dilaksanakan antara BP Batam dengan Pemerintah Daerah dengan jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun dan dapat diperpanjang. Pinjam Pakai dilaksanakan berdasarkan perjanjian yang sekurang-kurangnya memuat:

a) Para pihak yang terikat dalam perjanjian;

b) Jenis, luas atau jumlah asset yang dipinjamkan, dan jangka waktu;

c) Tanggung jawab peminjam atas biaya operasional selama jangka waktu pinjam pakai;

(28)

c. Kerjasama Pemanfaatan

Kerjasama Pemanfaatan asset dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:

a) Dilakukan dengan mitra kerjasama yaitu BUMN, BUMD, badan hukum lainnya dan pihak lain;

b) mitra Kerjasama Pemanfaatan harus membayar kontribusi tetap kepada BP Batam setiap tahun selama jangka waktu pengoperasian yang telah ditetapkan dan pembagian keuntungan hasil Kerjasama Pemanfaatan;

c) dalam hal jangka waktu Kerjasama Pemanfaatan kurang dari 1 (satu) tahun, mitra Kerjasama Pemanfaatan membayar kontribusi tetap dan pembagian keuntungan berdasarkan perhitungan yang dilakukan oleh BP Batam;

d) besaran pembayaran kontribusi tetap dan pembagian keuntungan hasil Kerjasama Pemanfaatan ditetapkan dari hasil perhitungan tim yang dibentuk oleh Kepala BP Batam;

e) besaran pembayaran kontribusi tetap dan pembagian keuntungan hasil Kerjasama Pemanfaatan harus mendapat persetujuan Kepala BP Batam.

Perlu diketahui bahwa selama jangka waktu pengoperasian, mitra Kerjasama Pemanfaatan dilarang menjaminkan atau menggadaikan asset yang menjadi obyek Kerjasama Pemanfaatan. Untuk jangka waktu Kerjasama Pemanfaatan dilaksanakan paling lama 30 tahun dan dapat diperpanjang, dikecualikan untuk penyediaan infrastruktur paling lama 50 tahun. Untuk pemilihan mitra Kerjasama Pemanfaatan sendiri dilakukan melaui tender, kecuali untuk asset yang bersifat khusus dapat dilakukan penunjukan langsung. Yang dimaksud dengan asset yang bersifat khusus adalah yang memiliki kriteria sebagai berikut:

a) mempunyai spesifikasi tertentu sesuai dengan peraturan perundang-undangan, seperti investasi didasarkan pada perjanjian hubungan bilateral antar negara; b) bersifat rahasia dalam kerangka pertahanan negara;

c) mempunyai konstruksi dan spesifikasi yang harus dengan perijinan khusus; d) dalam rangka menjalankan tugas negara; atau

e) lainnya berdasarkan penetapan Kepala BP Batam setelah mendapatkan persetujuan Menteri Keuangan.

3. Pembebasan Area Komersial terkait Proyek

Area komersial terkait Proyek dapat dibedakan menjadi area komersial yang berada di dalam wilayah Proyek dan di luar wilayah Proyek. Area komersial dalam wilayah Proyek mencakup area sepanjang jalur, stasiun dan fasilitas operasi monorel. Sementara area komersian di luar wilayah Proyek mencakup aset BP Batam di luar wilayah Proyek yang dapat diusahakan oleh Badan Usaha KPBU.

a. Pembebasan Area Komersial dalam Wilayah Proyek

Area komersial dalam wilayah Proyek mencakup seluruh area yang dapat dimanfaatkan secara komersial yang berada di sepanjang jalur, stasiun dan fasilitas operasi monorel. Pembebasan area komersial dalam wilayah Proyek sejalan dengan pembebasan tanah untuk Proyek yang merujuk pada ketentuan UU No. 2/2012 dan peraturan

(29)

pelaksananya3, mengingat bahwa Proyek termasuk dalam pembangunan untuk kepentingan umum yang pembebasan tanahnya dilaksanakan berdasarkan pada ketentuan pengadaan tanah untuk kepentingan umum.

Adapun prosedur pengadaan tanah berdasarkan UU No. 2/2012 dan peraturan pelaksananya adalah sebagai berikut:

a) Perencanaan

BP Batam selaku PJPK diwajibkan untuk membuat Rencana Pengadaan Tanah dalam rangka pembangunan Proyek. Berdasarkan Pasal 3 Perpres No. 71/2012, Rencana Pengadaan Tanah wajib mempertimbangkan Rencana Tata Ruang Wilayah pada tingkat nasional, provinsi, kabupaten/kota dan Prioritas Pembangunan.

Dalam dokumen Rencana Pengadaan Tanah ini juga dicantumkan mengenai perkiraan nilai tanah yang meliputi tanah, ruangan di atas dan di bawah tanah, bangunan, tumbuhan, obyek yang berkaitan dengan tanah, dan kerugian lainnya yang dapat diperhitungkan.

b) Persiapan

Berdasarkan Pasal 8 Perpres No. 71/2012, setelah menerima Rencana Pengadaan Tanah yang dipersiapkan oleh BP Batam, Gubernur wajib membuat Tim Perencanaan dalam 10 (sepuluh) hari kerja. Langkah yang dilakukan dalam Tim Perencanaan pada tahap ini adalah:

(1) Pemberitahuan Rencana Pembangunan

Pasal 17 UU No. 2/2012 dan Pasal 11 ayat (1) Perpres No. 71/2012 mengatur bahwa Tim Perencanaan wajib melaksanakan pemberitahuan rencana pembangunan kepada masyarakat di lokasi rencana pembangunan dalam 20 (dua puluh) hari kerja sejak Gubernur menerima Rencana Pengadaan Tanah.

(2) Pendataan Awal Lokasi Rencana Pembangunan

Berdasarkan pasal 27 ayat (1) Perpres No. 71/2012, Tim Perencanaan wajib melakukan pendataan awal yang meliputi kegiatan untuk mengumpulkan data awal mengenai Pihak yang Berhak dan obyek pengadaan tanah dalam waktu 30 (tiga puluh) hari kerja sejak diumumkannya rencana pembangunan. (3) Konsultasi Publik Rencana Pembangunan

Berdasarkan Pasal 32 ayat (2) Perpres No. 71/2012 konsultasi publik akan mendiskusikan maksud dan tujuan dari pembangunan untuk kepentingan umum, tahapan dan waktu proses pengadaan tanah, peran penilai dalam menentukan ganti kerugian, insentif yang diberikan kepada pemegang hak atas tanah, obyek yang akan dinilai ganti kerugian, bentuk ganti kerugian, hak dan kewajiban dari Pihak yang berhak. Lebih lanjut, berdasarkan Pasal 33 ayat (5) Perpres No. 71/2012, hasil dari konsultasi publik mengenai lokasi proyek akan dibuat dalam Berita Acara Kesepakatan.

(4) Penetapan Lokasi Pembangunan

Pasal 41 Perpres No. 71/2012 dan Pasal 19 ayat (6) UU No. 2/2012, Penetapan Lokasi pembangunan dilakukan oleh Gubernur dalam 14 (empat belas) hari kerja sejak diterimanya aplikasi dari Instansi. Keputusan untuk

3 Peraturan pelaksana dari UU No. 2/2012 adalah Peraturan Presiden No. 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah

bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum sebagaimana terakhir diubah dengan Peraturan Presiden No. 30 Tahun 2015 (“Perpres No. 71/2012”)

(30)

mengeluarkan Penetapan Lokasi didasarkan kepada diterima atau ditolaknya keberatan Pihak yang Berhak oleh Gubernur.

(5) Pengumuman Penetapan Lokasi Pembangunan

Pengumuman Penetapan Lokasi dilaksanakan paling lambat 3 (tiga) hari kerja sejak dikeluarkannya Penetapan Lokasi pembangunan dan dilakukan selama paling kuran 14 (empat belas) hari kerja.

c) Pelaksanaan

Berdasarkan Pasal 49 dan 50 Perpres No. 71/2012, tahap pelaksanaan pengadaan tanah berada di bawah tanggung jawab Badan Pertanahan Nasional (“BPN”). Berdasarkan Pasal 49 ayat (2) Perpres No.71/2012, pengadaan tanah dilakukan oleh Kepala Kantor Wilayah BPN sebagai Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah. Kepala Kantor Wilayah BPN dapat mendelegasikan lebih lanjut kepala Biro Tanah (BPN di Kota/Kabupaten/tingkat Kantor Pertanahan) di bawah kekuasaannya. Dalam tahap ini juga akan dilaksanakan penetapan nilai ganti kerugian yang sesuai dengan penilaian yang dilakukan oleh penilai. Berdasarkan Pasal 74 Perpres No. 71/2012, nilai ganti kerugian dapat berbentuk uang, tanah pengganti, pemukiman kembali, kepemilikan saham, atau bentuk lain yang disetujui oleh kedua belah pihak. Ganti kerugian, baik dalam salah satu bentuk yang tercantum di atas, atau kombinasi angka dari mereka, harus sama nilainya dengan jumlah yang ditentukan dalam penilaian tersebut. Namun, berdasarkan Pasal 72 ayat (1) Perpres No. 71/2012, ganti kerugian juga harus sesuai dengan kesepakatan dengan Pihak yang Berhak. Kesepakatan ini dilakukan dalam forum musyawarah penetapan bentuk ganti kerugian yang wajib dilaksanakan dalam waktu 30 (tiga puluh) hari kerja sejak hasil penilaian diterima oleh Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah.

Berdasarkan Pasal 41 ayat (2) UU No. 2/2012, pada saat ganti kerugian telah diberikan, Pihak yang Berhak harus melepaskan hak atas tanah dan menyerahkan bukti kepemilikan kepada BP Batam melalui BPN.

d) Pengalihan Tanah yang Dibebaskan

Berdasarkan Pasal 112 ayat (1) Perpres No. 71/2012, setelah ganti kerugian diberikan atau dititipkan, Pelaksana Pengadaan Tanah menyerahkan tanah dan dokumen kepada Instansi dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja dan hak Pihak yang Berhak menjadi hilang. Kemudian, berdasarkan Pasal 112 ayat (4) Perpres No. 71/2012, tanah tersebut kemudian disertifikatkan dan didaftarkan dalam waktu 30 (tiga puluh) hari kerja. Lebih lanjut, menurut Pasal 113 Perpres No. 71/2012 Instansi dapat memulai pembangunan setelah hak atas tanah dialihkan.

Jangka waktu yang diperlukan dalam melaksanakan prosedur pengadaan tanah berdasarkan UU No. 2/2012 dan Perpres No. 71/2012 adalah kurang lebih 11/2 (satu setengah) tahun.

b. Pembebasan Area Komersial di Luar Wilayah Proyek

Pembebasan area komersial di luar wilayah Proyek tidak dapat mengikuti mekanisme pengadaan tanah sebagaimana diatur dalam UU No. 2/2012 dan peraturan pelaksananya. Hal ini dikarenakan dalam Pasal 10 UU No. 2/2012, lingkup tanah untuk kepentingan umum dalam kaitannya dengan pembangunan Proyek terbatas pada tanah di sepanjang jalur, stasiun dan fasilitas operasi kereta api.

Dengan demikian, pembebasan atas area komersial di luar wilayah Proyek mengikuti mekanisme pengakhiran perjanjian sesuai dengan bentuk pemanfaatan aset BP Batam,

Referensi

Dokumen terkait

Pada Bulan Februari 2014 kelompok-kelompok komoditi memberikan andil/sumbangan deflasi adalah: kelompok Bahan Makanan sebesar -0,51 persen; kelompok Makanan Jadi,

Merupakan tool Denial of Service yang dapat dugunakan untuk menyerang Ms.. Windows pada port 139

[r]

[r]

[r]

[r]

400.000 jiwa ÷ 70 jiwa/ha (kepadatan penduduk Kota Makassar pada 2003)≒ 5.700 ha 5.700 ha ÷ 120~130 % (perbaikan efisiensi tata guna lahan)≒ about 4.500 ha Dengan

Ketiga, Memberikan pertanggungjawaban terhadap dilaksanakan Proklamasi 17 Agustus 1945, yaitu bahwa kemerdekaan bangsa Indonesia yang diperoleh melalui perjuangan luhur, disusun