• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendokumentasian Proses dan Hasil Konsultasi Publik

Dalam dokumen DOKUMEN DRAFT OUTLINE BUSINESS CASE (Halaman 72-78)

Dokumentasi merupakan media untuk mendorong akuntabilitas proses konsultasi publik. Setidaknya terdapat 3 (tiga) jenis pendokumentasian yang diperlukan dalam proses konsultasi publik, yakni dokumentasi proses, dokumentasi sebagai reportase, dan dokumentasi hasil.

Dokumentasi proses merupakan transkrip dari seluruh proses kegiatan. Dokumentasi proses dapat dijadikan alat verifikasi suatu masukan terhadap proyek KPBU. Melalui dokumentasi ini dapat diketahui proses diskusi sebagai latar belakang suatu masukan. Selanjutnya dokumen ini dapat menjadi penjelasan tentang suatu kondisi dalam pelaksanaan proyek KPBU. Dokumentasi sebagai bentuk reportase diperlukan sebagai publikasi sekaligus akuntabilitas mengenai perkembangan aktual dalam pembahasan proyek KPBU. Oleh karenanya dokumentasi yang dilakukan dalam bentuk reportase diperlukan untuk menekankan isu-isu yang mencuat dalam suatu proses pembahasan.

Sementara itu, pendokumentasian hasil diskusi dimaksudkan untuk mempercepat elaborasi masukan terkait pelaksanaan proyek KPBU. Dokumentasi ini hanya mencatat hasil-hasil yang disepakati, bukan mencakup isu-isu yang masih dipermasalahkan.

2.5.7 Dukungan Kelayakan atas Proyek

Menteri Keuangan telah mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan No. 223/2012 dan Peraturan Menteri Keuangan No. 143/2013 yang bertujuan untuk mengatur lebih lanjut Pasal 16 Perpres No. 38/2015 yang mengatur tentang dukungan pemerintah untuk proyek-proyek pemerintah-swasta dalam bentuk kontribusi fiskal, fasilitas perizinan, pengadaan tanah, dan pembiayaan sebagian biaya konstruksi. PMK hanya menetapkan dukungan pemerintah dalam bentuk pembiayaan sebagian biaya konstruksi.

Dalam rangka memperoleh dukungan pemerintah tersebut, PJPK untuk proyek KPBU harus mendapat persetujuan Menteri Keuangan. Persetujuan ini menentukan jumlah besaran dukungan pemerintah yang diberikan untuk menutupi biaya konstruksi, yang umumnya dikenal sebagai dukungan kelayakan dalam bentuk kontribusi fiskal ("Dukungan Kelayakan").

Dukungan Kelayakan adalah alat yang digunakan untuk menyerap biaya konstruksi dan pada dasarnya berbentuk uang tunai yang diberikan kepada proyek KPBU oleh pemerintah selama tidak ada alternatif lain untuk memenuhi pembiayaan proyek, dan bahwa anggaran tersebut telah dialokasikan dalam APBN. Biaya konstruksi yang akan dicakup oleh Dukungan Kelayakan adalah: biaya konstruksi dan peralatan, biaya bunga jaminan, dan biaya konstruksi terkait lainnya. Perlu menjadi catatan bahwa biaya pengadaan tanah dan insentif pajak tidak tercakup dalam Dukungan Kelayakan ini.

Dukungan Kelayakan dapat diberikan kepada Proyek KPBU yang memenuhi kriteria sebagai berikut:

1. Proyek KPBU yang telah memenuhi kelayakan ekonomi tetapi belum memenuhi kelayakan finansial;

2. Proyek KPBU sebagaimana dimaksud dalam huruf a berlaku prinsip pengguna membayar; 3. Proyek KPBU sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b dengan total biaya

investasi tidak kurang dari Rp 100.000.000.000,00 (seratus milyar Rupiah);

4. Proyek KPBU sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c dilakukan oleh Badan Usaha KPBU sebagai penandatangan Perjanjian Kerjasama yang didirikan oleh konsorsium Pemenang Lelang, yang ditentukan melalui proses lelang yang terbuka dan kompetitif sesuai dengan Peraturan KPBU;

5. Proyek KPBU sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d dilaksanakan berdasarkan Perjanjian KPBU yang mengatur skema pengalihan aset dan/atau manajemen dari Badan Usaha KPBU sebagai penandatangan Perjanjian KPBU pada akhir periode kerjasama; dan

6. Hasil Pra-Studi Kelayakan Proyek KPBU sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e:

a. Termasuk alokasi optimal dari risiko antara pemerintah sebagai salah satu pihak dan Badan Usaha KPBU sebagai penandatangan Perjanjian KPBU/Badan Usaha Pemenang Lelang sebagai pihak lain;

b. Merangkum bahwa Proyek KPBU layak secara ekonomis, yang juga meliputi teknis, hukum, lingkungan, dan aspek sosial; dan

c. Menunjukkan bahwa Proyek KPBU tersebut layak secara finansial dengan pemberian Dukungan Kelayakan.

Dokumen yang diperlukan untuk Dukungan Kelayakan:

Tahap Isi Dokumen Lampiran

Permohonan Persetujuan Prinsip

Permohonan Persetujuan Prinsip wajib sekurang-kurangnya berisi:

a. Informasi mengenai Perjanjian KPBU; b. Pengajuan nilai Dukungan Kelayakan; c. Jadwal dan kebutuhan pencairan

untuk Dukungan Kelayakan; dan d. Skema kontribusi Pemerintah Daerah.

a. Dokumen Pra-Studi Kelayakan:

1. Aspek studi kelayakan ekonomi, teknis, hukum, dan keuangan sebagaimana disyaratkan dalam Peraturan KPBU;

2. Analisis biaya dan manfaat sosial; 3. Model keuangan Proyek KPBU; 4. Metode penghitungan permintaan,

tarif, kesediaan pengguna untuk membayar, dan kemampuan pengguna untuk membayar;

5. Rancangan pendahuluan Perjanjian KPBU antara PJPK and Badan Usaha KPBU sebagai penandatanganan Perjanjian KPBU, yang melekatkan rancangan awal dokumen persetujuan pemberian Dukungan Kelayakan;

6. Hasil konsultasi publik dengan pemangku kepentingan; dan 7. Hasil analisa yang menunjukkan

Tahap Isi Dokumen Lampiran

meningkatkan kelayakan keuangan dari Proyek KPBU seperti peningkatan tarif, perpanjangan masa konsesi, dan pengurangan jumlah biaya investasi tidak dapat meningkatkan kelayakan keuangan Proyek KPBU, maka dari itu Dukungan Kelayakan perlu diberikan. b. Surat Pernyataan dari PJPK kepada

Menteri Keuangan yang berisi pernyataan-pernyataan sebagai berikut:

1. Dokumen Pra-Studi Kelayakan sebagaimana dimaksud pada huruf a dibuat secara benar, dan seluruh lampiran dan isinya dapat dipertanggungjawabkan; dan

2. PJPK bersedia untuk tunduk pada mekanisme pemberian Dukungan Kelayakan yang ditentukan dalam PMK No. 223/2012. Permohonan Persetujuan Nilai Dukungan Kelayakan

Permohonan untuk persetujuan nilai Dukungan Kelayakan harus memuat sekurang-kurangnya:

a. Penunjukkan dasar hukum dalam penyerahan permohonan persetujuan nilai Dukungan Kelayakan dan seluruh dokumen rujukan dengan menyebutkan angka yang lengkap dan tanggal dokumen;

b. Penjelasan singkat terhadap kemajuan pengadaan Badan Usaha setelah Persetujuan Prinsip untuk Dukungan Kelayakan sudah diperoleh, di mana PJPK sudah berhasil melaksanakan fase Pra-Kualifikasi;

c. Pengumuman mengenai perubahan terhadap dokumen-dokumen yang sudah diajukan sebagai lampiran Permohonan Persetujuan Prinsip Dukungan Kelayakan (apabila ada) dan dokumen terkait yang dilampirkan;

d. Pengajuan perubahan waktu dan/atau persyaratan pencairan Dukungan Kelayakan yang sudah diajukan dalam Permohonan Persetujuan Prinsip terhadap Dukungan Kelayakan (apabila ada), beserta alasannya;

e. Pernyataan bahwa Permohonan

a. Dokumen pemberitahuan hasil pra-kualifikasi;

b. Perubahan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3) huruf a PMK No. 223/2012 (jika ada); dan c. Surat Pernyataan dari PJPK yang

menyatakan bahwa dokumen-dokumen yang disebutkan dalam huruf a dan huruf b sudah dibuat secara benar dan semua isinya dapat dipertanggungjawabkan.

Tahap Isi Dokumen Lampiran Persetujuan Prinsip terhadap nilai

Dukungan Kelayakan sudah memenuhi kriteria Proyek KPBU yang mungkin diberikan Dukungan Kelayakan dan persyaratan terkait dengan jumlah pembagian sebagaimana diatur di dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai pemberian Dukungan Kelayakan untuk bagian dari biaya pembangunan Proyek KPBU dalam ketentuan infrastuktur; dan

f. Permohonan kepada Menteri Keuangan untuk memperoleh Persetujuan Nilai Dukungan Kelayakan.

Permohonan Persetujuan Akhir

Permohonan Pertujuan Akhir harus mencakup sekurang-kurangnya:

a. Dasar hukum terhadap pengajuan Permohonan Persetujuan Akhir Dukungan Kelayakan;

b. Seluruh dokumen yang menjadi acuan terhadap Permohonan Persetujuan Akhir Dukungan Kelayakan, bersamaan dengan penunjukan lengkap nomor dan tanggal dokumen;

c. Informasi singkat bahwa PJPK sudah melaksanakan pengadaan Badan Usaha, dimana PJKP sudah berhasil memutuskan Badan Usaha Pemenang Lelang;

d. Pengumuman perubahan dokumen-dokumen yang sudah diserahkan sebagai lampiran Permohonan Persetujuan Prinsip Dukungan Kelayakan dan/atau Permohonan Persetujuan Nilai Dukungan Kelayakan (apabila ada) dan dokumen terkait yang dilampirkan; e. Permohonan perubahan waktu

dan/atau persyaratan pembayaran Dukungan Kelayakan (apabila ada), beserta alasannya;

f. Pernyataan bahwa Permohonan Persetujuan Akhir Dukungan Kelayakan yang diajukan sudah sesuai dengan ketentuan dan syarat yang berlaku; dan

g. Permohonan ke Menteri Keuangan

a. Salinan Berita Acara Hasil Lelang; b. Surat Pernyataan PJPK yang menyatakan

bahwa lelang telah dilaksanakan sesuai dengan Peraturan KPBU;

c. Salinan Surat Penunjukan Pemenang Lelang;

d. Jadwal Penyelenggaraan Proyek KPBU yang disetujui PJPK dan Badan Usaha Pemenang Lelang, sekurang-kurangnya mengenai:

1. Jadwal Pendirian Badan Usaha KPBU sebagai penandatangan Perjanjian KPBU dengan Badan Usaha Pemenang Lelang; dan 2. Jadwal penandatanganan perjanjian

KPBU antara PJPK dan Badan Usaha KPBU sebagai penandatangan Perjanjian KPBU.

Tahap Isi Dokumen Lampiran untuk memberikan Persetujuan Akhir

terhadap Dukungan Kelayakan. Surat

Dukungan Kelayakan

Berdasarkan Pasal 17 PMK No. 223/2012, PJPK mengajukan laporan kepada Menteri Keuangan, sedangkan dalam Pasal 30 PMK No. 143/2013, pihak yang seharusnya menajukan laporan adalah Badan Usaha. Laporan yang diajukan harus melampirkan: a. Akta Pendirian Badan Usaha

Penandatangan Perjanjian KPBU; b. Bukti Penyetoran dari total saham Badan

Usaha Pemenang Lelang kepada Badan Usaha Penandatangan Perjanjian KPBU; dan

c. Rancangan Akhir Perjanjian KPBU dengan melampirkan rancangan akhir dari Dokumen Persetujuan Pemberian Dukungan Kelayakan untuk Proyek KPBU.

Dukungan Kelayakan akan menjadi komitmen mengikat dan dapat dilaksanakan setelah Surat Dukungan Kelayakan tersebut di atas ditandatangani, sebagai contoh, kecuali seluruh empat persetujuan secara kumulatif telah disahkan, maka Dukungan Kelayakan tidak akan mengikat. Dukungan Kelayakan untuk biaya pembangunan akan dicairkan untuk angsuran proyek KPBU. PMK No. 223/2012 mengatur dua metode dalam menerima angsuran57:

1. Pencairan selama masa pembangunan dalam setiap tahap yang disepakati berdasarkan perjanjian KPBU; dan/atau

2. Pencairan setelah tanggal jatuh tempo operasi komersial, berdasarkan perjanjian KPBU. Di dalam Proyek ini, Menteri Perhubungan harus bertindak sebagai perwakilan dari Menteri Keuangan untuk mencairkan Dukungan Kelayakan58.

2.5.8 Penjaminan Infrastruktur 1. Penjaminan Infrastruktur

Peraturan KPBU mengatur Pemerintah untuk memberikan jaminan kepada Proyek yang dilaksanakan berdasarkan Peraturan KPBU. Jaminan Pemerintah tersebut akan diberikan dengan mempertimbangkan prinsip-prinsip manajemen dan mitigasi risiko keuangan di dalam APBN yang dilakukan oleh Menteri Keuangan.

Sebagai pertimbangan untuk ketentuan Jaminan Pemerintah, Menteri Keuangan berwenang untuk:

a. Menetapkan ketentuan kriteria dari Jaminan Pemerintah yang akan diberikan untuk Proyek;

b. Meminta dan memperoleh data dan informasi yang dibutuhkan dari pihak yang terkait dengan Proyek;

57 Pasal 20 PMK No. 223/2012.

c. Menyetujui atau menolak Permohonan untuk pemberian jaminan;

d. Menetapkan bentuk dan jenis Jaminan Pemerintah yang akan diberikan untuk Proyek. Berdasarkan Perpres No. 78/2010 dan PMK No. 260/2010, jaminan infrastruktur hanya hanya dapat diberikan untuk proyek KPBU yang memenuhi persyaratan di dalam Perpres No. 78/2010 dan PMK No. 260/2010. Oleh karena itu, mengingat Proyek adalah proyek KPBU berdasarkan Peraturan KPBU, Proyek tersebut dianggap memenuhi syarat untuk mengajukan permohonan jaminan infrastruktur, dengan tunduk pada persyaratan, prosedur, dan mekanisme sebagaimana diatur Perpres No. 78/2010 dan PMK No. 260/2010.

Berdasarkan Peraturan KPBU, Jaminan Pemerintah harus ditentukan sebelum tahap Pelelangan. Setiap Jaminan Pemerintah harus ditetapkan berdasarkan dokumen-dokumen Pelelangan. Jaminan Pemerintah dapat diberikan oleh BUMN yang khusus didirikan untuk tujuan ini, yaitu PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero) (“PII”). PII dapat memberikan jaminan untuk Badan Usaha KPBU untuk melindungi kewajiban PJPK berdasarkan alokasi risiko sebagai berikut:59

No Risiko Penjelasan

1. Lisensi, izin, dan

persetujuan Cakupan terhadap risiko akibat keterlambatan atau kegagalan dalam memberikan lisensi, izin atau persetujuan (keterlambatan yang berdampak negatif terhadap biaya konstriksi, biaya pendanaan dan dimulainya perolehan pendapatan).

2. Keterlambatan/Kegagalan Pemenuhan Pembiayaan (Financial Close)

Cakupan terhadap risiko keterlambatan atau kegagalan pemenuhan pembiayaan yang diakibatkan tindakan/tidak bertindaknya PJPK (selain isu lahan dan isu perijinan).

3. Perubahan regulasi dan peraturan perundang-undangan

Cakupan terhadap kerugian sebagai dampak dari perubahan regulasi/peraturan perundang-undangan yang berdampak negatif terhadap proyek, seperti peraturan pajak, struktur tarif, atau peraturan yang mempengaruhi spesifikasi teknis proyek dan menyebabkan perubahan biaya. Berlaku hanya jika kontrak secara eksplisit terhadap dan terikat dengan regulasi/peraturan perundang-undangan yang berlaku (melindungi terhadap perubahan regulasi/peraturan perundang-undangan), dimana lazim bagi PJPK untuk menanggung risiko perubahan regulasi/peraturan perundang-undangan yang bersifat diskriminatif. 4. Wanprestasi Cakupan terhadap tindakan/tidak bertindaknya PJPK

yang melanggar kontrak, atau merubah kontrak secara sepihak.

5. Integrasi dengan Jaringan Cakupan terhadap tindakan/tidak bertindaknya PJPK (atau otoritas yang berwenang) yang mempengaruhi operasional/pendapatan proyek karena kegagalan (atau tidak memadainya) integrasi dengan jaringan yang tersedia atau yang direncanakan.

6. Risiko Fasilitas Pesaing Cakupan terhadap risiko adanya fasilitas/infrastruktur sejenis yang dibangun dan akan bersaing dengan penyediaan layanan yang diperjanjikan.

7. Risiko Pendapatan Cakupan terhadap pemenuhan/penerapan kewajiban PJPK terhadap pendapatan proyek. Cakupan berlaku

59 Dana Jaminan Infrastuktur Indonesia, Berdasarkan Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha di Indonesia: Ketenuan PedomanJaminan Infrastruktur, Maret 2011.

No Risiko Penjelasan

hanya jika PJPK secara kontraktural menyetujui pembayaran atas layanan infrastruktur/proyek (anuitas/dukungan fiskal terhadap kesenjangan kelayakan/pendapatan minimum).

8. Risiko Permintaan Cakupan terhadap perubahan, yang ditanggung Badan Usaha KPBU akibat tindakan PJPK, yang mempengaruhi permintaan layanan proyek.

9. Risiko Harga Cakupan terhadap pemenuhan tingkat pendapatan yang tidak tercapai akibat perubahan tarif secara sepihak 10. Risiko Ekspropriasi Cakupan terhadap tindakan pengambilalihan proyek

oleh PJPK atau otoritas lainnya yang menyebabkan berakhirnya kontrak proyek.

11. Risiko Tidak Dapat dilakukannya Konversi dan Transfer Mata Uang

Cakupan terhadap risiko pendapatan/profit dari proyek tidak dapat dikonversi ke mata uang asing dan/atau tidak dapat direpatriasi ke negara asal investor.

12. Risiko Parastatal atau

Sub-nasional Cakupan terhadap risiko suatu entitas sub-nasional atau parastatal yang bertindak sebagai PJPK pada suatu

proyek yang gagal memenuhi pembayaran kontraktual atau kewajiban materil lainnya (karena keputusan sepihak).

13. Risiko Keadaan Kahar yang Mempengaruhi PJPK

Cakupan terhadap risiko bahwa suatu kejadian diluar kendali kedua belah pihak (bencana alam atau akibat tindakan manusia) yang akan terjadi dan dapat menyebabkan keterlambatan atau kegagalan PJPK untuk memenuhi kinerja kewajiban kontraktual.

14. Risiko Antarmuka

(Interface) Cakupan terhadap risiko bahwa metode atau standar layanan sektor publik akan menghambat layanan kontraktual atau sebaliknya. Risiko ini termasuk jika kualitas pekerjaan oleh pemerintah tidak sesuai dengan apa yang telah dikerjakan Badan Usaha KPBU.

Dalam rangka menyediakan jaminan, PII akan membuat perjanjian jaminan dengan Badan Usaha KPBU, yang akan menjamin kewajiban keuangan PJPK berdasarkan Perjanjian KPBU yang telah disetujui PII. Dalam hal ini, PII mensyaratkan PJPK untuk membuat Perjanjian Regres (Recourse Agreement) dengan PII.

Dalam hal PJPK gagal memenuhi kewajibannya berdasarkan Perjanjian KPBU, Badan Usaha KPBU dapat mengajukan klaim ke PII selama memenuhi persyaratan untuk mengklaim sebagaimana diatur dalam perjanjian penjaminan. Pengajuan klaim dan proses evaluasi, serta klaim pembayaran jaminan, wajib diatur di dalam perjanjian penjaminan. PII harus memiliki hak regres terhadap P|JPK untuk mendapatkan penggantian pembayaran klaim jaminan, sesuai dengan syarat dan ketentuan yang disetujui dalam perjanjian regres.

Dalam dokumen DOKUMEN DRAFT OUTLINE BUSINESS CASE (Halaman 72-78)