• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kriteria Desain

Dalam dokumen DOKUMEN DRAFT OUTLINE BUSINESS CASE (Halaman 153-168)

B.1 Segmen Kawasan Nagoya

3.2.2 Kriteria Desain

Monorel dibandingkan dengan kereta api, secara teknologi, monorel memiliki kemampuan menanjak dengan sudut kemiringan yang lebih besar dan radius putar yang lebih kecil. Sehingga kebutuhan lahan yang diperlukan lebih sedikit dan relatif mampu menyesuaikan dengan lingkungan yang sempit dan menanjak, serta lebih nyaman. Selain itu pada sistem monorel ini tidak terdapat persilangan karena lintasan jalur monorel secara keseluruhan berada di atas (elevated).

Selain itu, keunggulan lainnya dari monorel ini yang perlu dipertimbangkan, sebagai salah satu moda yang perlu dikembangkan pada kawasan perkotaan, antara lain :

1. Relatif lebih murah dibandingkan teknologi kereta api modern bawah tanah (subway).

2. Sistem kereta layang yang ramah lingkungan, dimana jalur lintasan tidak menggangu jalan dan vegetasi (pepohonan).

3. Sangat nyaman digunakan untuk wisata kota, sehingga dapat melihat sekitar wilayah kota dengan jelas karena jalur lintasan berada relatif tinggi dari jalan (sekitar 8-12 meter dari muka jalan).

A Perencanaan Teknis

Perencanaan struktur jalur monorel yang ekonomis dan memenuhi syarat teknis ditinjau dari segi keamanan serta rencana penggunaannya, merupakan suatu hal yang sangat penting untuk diupayakan. Dalam perencanaan teknis perlu dilakukan identifikasi yang menyangkut beberapa hal antara lain :

1. Kondisi tata guna lahan, baik yang ada pada jalan pendukung maupun yang berkaitan dengan ketersediaan lahan yang ada.

2. Struktur tanah, geologi dan topografi serta kondisi sungai dan perilakunya.

3. Pemilihan jenis struktur dan bahan konstruksi yang sesuai dengan kondisi medan, ketersediaan material dan sumber daya manusia yang ada.

4. Penguasaan tentang teknologi perencanaan, metode pelaksanaan, peralatan, material/ bahan mutlak dibutuhkan dalam perencanaan.

5. Analisis Struktur yang akurat dengan metode analisis yang tepat agar diperoleh hasil perencanaan yang optimal.

Metode perencanaan struktur yang digunakan ada dua macam, yaitu

1. Metode perencanaan ultimit (Load Resistant Factor Design, LRFD), dimana perhitungan struktur atas umumnya dilakukan dengan metode ultimit dengan pemilihan faktor beban ultimit sesuai peraturan yang berlaku.

2. Metode perencanaan tegangan ijin (Allowable Stress Design, ASD), dimana metoda perencanaan tegangan ijin dengan beban kerja umumnya digunakan untuk perhitungan struktur bawah (pondasi).

B Kaidah Perencanaan

Acuan dalam pekerjaan pembuatan rencana jalur monorel Pulau Batam mengacu kepada peraturan-peraturan dan ketentuan-ketentuan berikut ini:

1. Jenis konstruksi yang kuat/stabil, ekonomis dan efisien biaya dengan mempertimbangkan: a. Keadaan kondisi setempat (topografi, geologi dan sebagainya);

b. Kemudahan dalam pelaksanaan dan pemeliharaan;

c. Material bangunan yang mudah diperoleh di sekitar lokasi pekerjaan; d. Peralatan dan kemampuan teknis pelaksana lapangan.

2. Keamanan dalam pelaksanaan konstruksi. 3. Memenuhi standar dan persyaratan yang berlaku.

C Konsep Dasar

Rencana pembuatan jalur monorel ini seluruhnya direkomendasikan menggunakan konstruksi beton prategang. Hal ini disebabkan karena beton lebih kuat dalam kondisi tekan, namun lemah dalam kondisi tarik. Tegangan kuat tarik beton bervariasi antara 8 sampai 14 persen dari kuat tekannya. Kekurangan material beton yang lemah dalam tarik ini dapat diatasi dengan memberi tegangan tekan untuk mengimbangi/mengurangi tegangan tarik yang timbul pada bagian penampang akibat beban yang bekerja.

Pemberian tegangan tekan ini dilakukan dengan memasukan kabel dari material jenis baja mutu tinggi ke dalam beton sebesar gaya penegangan tertentu, kemudian setelah beton mengeras gaya ditransfer ke beton tersebut. Penampang beton yang terjadi bisa seluruhnya tertekan atau hanya sebagian saja yang tertekan tergantung kebutuhan syarat keamanan dan pelayanan atau ketentuan perencanaan lainnya, misalnya: faktor ekonomi. Aplikasi prategang dapat ditunjukkan dengan ilustrasi sebagai berikut :

Gambar 3.24 Kelayakan Aplikasi Prategang pada Balok Bentang Sederhana

D Keuntungan Beton Prategang

Struktur beton prategang mempunyai beberapa keuntungan sebagai berikut:

1. Lebih kedap air, sehingga air pada penampang monorel tidak mudah meresap.

2. Dapat diperoleh defleksi struktur yang lebih kecil, dengan terbentuknya lawan lendut (chamber) dari konfigurasi layout kabel prategang sepanjang elemen.

3. Penampang struktur lebih kecil/langsing, karena seluruh luas penampang dapat digunakan secara efektif.

4. Memungkinkan bentang yang lebih panjang dibandingkan beton bertulang.

5. Karena kabel prategang menggunakan mutu baja tinggi, sehingga kapasitas penampangnya jauh lebih besar dari besi tulangan biasa dengan luas tulangan yang sama.

E Penampang Beton Prategang

Beton yang digunakan untuk membuat elemen struktur beton prategang harus mempunyai kuat tekan yang tinggi. Kekuatan dan tahan lama yang dicapai melalui kontrol kualitas dan jaminan kualitas pada tahap produksi adalah dua faktor penting dalam mendesain struktur beton prategang.

Terdapat beberapa jenis penampang beton yang biasa digunakan untuk penampang monorel. Pemilihan jenis penampang tergantung dari kebutuhan panjang bentang, kerumitan alinyemen dan metoda pelaksanaan. Adapun jenis penampang AASHTO yang umum digunakan dalam perencanaan, yaitu:

F Penampang I-Girder

Penampang I-girder dan T-bulb AASHTO dapat digunakan untuk bentang antara 9,1 m sampai dengan 42 m.

Gambar 3.25 Penampang Girder Beton AASHTO (I dan T-bulb) Tabel 3.16 Detail Geometris Penampang AASHTO

Penampang bf (in) x1(in) x2(in) b2(in) x3(in) x4(in) bw (in) h (in)

AASHTO 1 12 4 3 16 5 5 6 28 AASHTO 2 12 5 3 18 6 6 6 36 AASHTO 3 16 7 4.5 22 7.5 7 7 45 AASHTO 4 20 8 6 26 9 8 8 54 AASHTO 5 42 5 7 28 10 8 8 63 AASHTO 6 42 5 7 28 10 8 8 72

Tabel 3.17 Modulus Penampang AASHTO

Penampang Span (ft) A (in2) I (in4) Yb (in) Sb (in3) St (in3)

AASHTO 1 30-45 276.0 22,744.1 12.6 1,806.6 1,475.9 AASHTO 2 40-60 369.0 50,978,7 15.8 3,220.5 2,527.4 AASHTO 3 55-80 559.5 125,390.4 20.3 6,185.0 5,071.1 AASHTO 4 70-100 789.0 260,740.6 24.7 10,541.9 8,909.3 AASHTO 5 90-120 1,013.0 521,162.6 32.0 16,308.5 16,788.2 AASHTO 6 110-140 1,085.0 733,320.3 36.4 20,156.9 20,587.7

G Penampang Box Girder

Box-girder sangat baik menahan pengaruh momen torsi dan secara tipikal tidak memerlukan elemen bracing. Penampang box girder juga dapat digunakan untuk bentang yang lebih panjang. Adapun penampang box girder standar yang biasa digunakan di Indonesia seperti disampaikan pada Gambar

3.26.

Gambar 3.26 Penampang Box Girder Beton AASHTO

3.2.3 Perencanaan Geometrik

Untuk rencana jalur monorel yang akan dibangun digunakan rel sebesar 850 mm, sedangkan lebar badan kereta sebesar 2980 mm, seperti disampaikan pada Gambar 3.27 dan Gambar 3.28.

CL

Potongan Melintang Potongan Melintang

Kabel Power Supply Kabel Sinyal

Pilecap Pile Ground Level Reinforced Concrete Precast Box Girder

Bar Kabel Power Supply

Kabel Sinyal Pilecap Pile Ground Level Reinforced Concrete Bar

Mono Rail (Jalur) Mono Rail (Stasiun)

CL

Gambar 3.28 Standar Penampang Monorel

A Lengkung Horizontal

Dua bagian lurus pada penampang monorel yang membentuk sudut harus dihubungkan dengan lengkung yang berbentuk lingkaran dengan atau tanpa peralihan. Jari-jari minimum ditentukan oleh kecepatan rencana yang telah ditentukan. Berdasarkan spesifikasi teknis, jari-jari lengkung horizontal minimum yang diizinkan sebesar 70 m. (lihat Tabel 3.18)

Perencanaan kebutuhan akan jenis dan tipe kendaraan yang akan digunakan, disesuaikan berdasarkan kondisi topografi dan tata guna lahan eksisting. Hasil analisis alinyemen horizontal memberikan gambaran dan informasi mengenai detail perencanaan jalur monorel khususnya pada detail kebutuhan pembangunan infrastruktur jalur monorel seperti panjang, lebar, jari-jari tikungan, peninggian dan sebagainya.

Tabel 3.18 Spesifikasi Teknis Monorel

B Lengkung Vertikal

Alinyemen vertikal dipergunakan bila terdapat perbedaan kelandaian sehingga dengan adanya lengkung vertikal peralihan dapat terjadi secara berangsur-angsur dari suatu kelandaian ke kelandaian berikutnya. Kriteria desain alinyemen vertikal:

a. Beberapa kelandaian yang berlainan dalam jarak pendek disederhanakan menjadi satu kelandaian.

b. Jika penurunan beralih ke pendakian atau pendakian beralih ke penurunan, disediakan bagian mendatar dengan panjang minimum 200 m.

c. Sedapat mungkin ketinggian dasar penampang monorel pada perlintasan sebidang dengan jalan raya merupakan titik-titik penentu (titik tetap).

Gambar 3.29 Alinyemen Vertikal

Hasil perencanaan geometrik jalur monorel disampaikan dalam album gambar. Pada Gambar 3.30 sampai dengan Gambar 3.37 disampaikan mengenai jalur, tipikal sarana dan ilustrasi potongan melintang monorel.

Dalam dokumen DOKUMEN DRAFT OUTLINE BUSINESS CASE (Halaman 153-168)