• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Oksigenasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Oksigenasi"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan

pada Pasien dengan Gangguan Oksigenasi

Oleh:

NI WAYAN KUNIAWATI 1102105032

Program Studi Ilmu Keperawatan

Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

(2)

1. Konsep Dasar Kebutuhan Dasar Manusia Gangguan Oksigenasi 1. Pengertian

Oksigenasi merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling mendasar.Keberadaan oksigen merupakan salah satu komponen gas dan unsur vital dalam proses metabolisme dan untuk mempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel-sel tubuh ( Andarmoyo, sulistyo, 2012). Oksigen adalah salah satu komponen gas dan unsur vital dalam proses metabolisme untuk mempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel tubuh. Oksigen akan digunakan dalam metabolisme sel membentuk ATP (Adenosin Trifosfat) yang merupakan sumber energi bagi sel tubuh agar berfungsi secara optimal. Terapi oksigen merupakan salah satu terapi pernafasan dalam mempertahankan oksigenasi. Tujuan dari terapi oksigen adalah untuk memberikan transpor oksigen yang adekuat dalam darah sambil menurunkan upaya bernafas dan mengurangi stress pada miokardium( Potter & Perry, 2006).

Anatomi Pernapasan a. Hidung

Hidung terdiri dari hidung eksterna dan rongga hidung di belakang hidung eksterna. Hidung eksterna terdiri dari tulang kartilago sebelah bawah dan tulang hidung di sebelah atas ditutupi bagian luarnya dengan kulit dan pada bagian dalamnya dengan membran mukosa.Rongga hidung memanjang memanjang dari nostril pada bagian depan ke apertura posterior hidng, yang keluar ke nasofaring bagian belakang.Septum nasalis memisahkan kedua rongga hidung. Septum nasalis merupakan struktur tipis yang terdiri dari tulang kartigo, biasanya membengkok ke satu sisi atau salah satu sisi yang lain, dan keduanya dilapisi oleh membran mukosa. Dinding Lateral dari rongga hidung sebagian dibentuk oleh maksila, palatum dan os sphenoid.Konka superior, Inferior dan media (turbinasi hidung) merupakan tiga buah tulang yang melengkung lembut melekat pada dinding lateral dan menonjol ke dalam rongga hidung. Ketiga tulang tersebut tertutup oleh membran mukosa. Sinus paranasal merupakan ruang pada tulang kranial yang berhubungan melalui ostium ke dalam rongga hidung. Sinus tersebut ditutupi oleh membran mukosa yang berlanjut dengan rongga hidung. Ostium ke dalam rongga hidung. Lubang hidung, sinus sphenoid, diatas konkha superior.

(3)

b. Faring,

Faring atau tenggorok merupakan struktur sperti tuba yang menghubungkan hidung dan rongga mulut ke laring. Adenoid atau tonsil faring terletk dalam langit-langit nasofaring . Fungsi faring adalah untuk menyediakan saluran pada traktus respiration dan digestif (Brunner & Suddarth. 2002)

c. Laring

Laring merupakan pangkal tenggorok merupakan jalinan tulang rawan yamg dilengkapi dengan otot, membrane, jaringan ikat, dan ligamentum . Sebelah atas pintu masuk laring membentuk tepi epiglottis, lipatan dari epiglottis ariteroid dan piat intararitenoid, dan sebelah tepi bawah kartilago krikoid. Fugsi laring sebagai vokalalisasi yang menilabtaknsistem pernapasan yang meliputi pusat khusus pengaturan bicara dalam kortek serebri, pusat respirasi di dalam batang otak, artikulasi serta resonansi dari mulut dan rongga hidung

d. Trakea

Trakea adalah tabung berbentuk pipa seperti huruf C yang dibentuk oleh tulang-tulang rawan yang disempurnakan oleh selaput, terletak di antara vertebrae servikalis VI sampai ke tepi bawah ketilago krikoidea vertebra torakalis V. Panjangnya kira-kira 13 cm dan diameter 2,5 cm dilapisi oleh otot polos, mempunyai dinding fibroealitis yang tertanam dalam balok-balok hialin yang mempertahankan trakea tetap terbuka. e. Bronkus

Bronkus merupakan lanjutan dari trakea. Bronkus terdapat pada ketinggian vertebra torakalis IV dan V. Bronkus mempunyai struktur sama dengan trakea dan dilapisi oleh sejenis sel yang sama dengan trakea dan berjalan ke bawah kearah tumpuk paru. Bagian bawah trakea mempunyai cabang 2, kiri dan kanan yang dibatasi oleh garis pembatas.

f. Pulmo (Paru-paru)

Pulmo atau paru merupakan salah satu organ pernapasan yang berada didalam kantong yang dibentuk oleh pleura parietalis dan pleura viseralis. Kedua paru sangat lunak, elastic, dan berada dalam rongga torak. Sifatnya ringan dan terapung di dalam air. Paru berwarna biru keabu-abuan dan berbintik-bintik karena partikel-partikel debu yang masuk termakan oleh fagosit. Fungsi utama paru-paru adalah untuk

(4)

pertukaran gas antara udara atmosfer dan darah. Dalam menjalankan fungsinya, paru-paru ibarat sebuah pompa mekanik yang berfungsi ganda, yakni menghisap udara atmosfer ke dalam paru (inspirasi) dan mengeluarkan udara alveolus dari dalam tubuh (ekspirasi)( Syafudin, 2011)

Fisiologi Pernafasan

Ada tiga langkah dalam proses oksigenasi, yakni : ventilasi, perfusi dan difusi( Potter & Perry, 2006).

a. Ventilasi

Ventilasi merupakan proses untuk menggerakan gas kedalam dan keluar paru-paru. Ventilasi membutuhkan koordinasi otot paru dan throak yang elastic dan persarafan yang utuh. Otot pernapasan yang utama adalah diagfragma(Potter & Perry, 2006). Ventilasi adalah proses keluar masuknya udara dari dan ke paru-paru, jumlahnya sekitar 500 ml. Udara yang masuk dan keluar terjadi kare.na adanya perbedaan tekanan antara intrapleural lebih negative (752 mmHg) daripada tekanan atmofer (760 mmHg) sehingga udara akan masuk ke alveoli.

1. Kerja Pernapasan

Pernafasan adalah upaya yang dibutuhkan untuk mengembangkan dan membuat paru berkontraksi. Kerja pernafasan ditentkan oleh tingkat kompliansi paru, tahanan jalan nafas, keberadaan ekspirasi yang aktif, dan penggunaan otot-otot bantu pernafasan.

Kompliansi menurun pada penyakit, seperti edema pulmonar, interstisial, fibrosis pleura, dan kelainan struktur traumatic, atau congenital seperti kifosis atau fraktur iga.

Tahanan jalan nafas dapat mengalami peningkatan akibat obstruksi jalan nafas, penyakit di jalan nafas kecil (seperti asma), dan edema trakeal. Jika tahanan meningkat, jumlah udara, jumlah udara yang melalui jalan nafas anatomis menurun. Ekspirasi merupakan proses pasif normal yang bergantung pada property recoil elastic dan membutuhkan sedikit kerja otot atau tidak sama sekaliVolume Paru

Volume paru normal diukur melalui pemeriksaan fungsi pulmonary. Spirometer mengukur volume paru yang memasuki atau yang meninggalkan paru-paru.

(5)

Variasi volume paru dapat dihubungkan dengan status kesehatan, seperti kehamilan, latihan fisik, obesitas, atau kondisi paru yang obstruktif. Jumlah surfaktan, tingkat kompliansi, dan kekuatan otot bantu pernafasan mempengaruhi tekanan dan volume di dalam paru-paru.

2. Tekanan

Gas bergerak ke dalam dan keluar paru karena ada perubahan tekanan. Tekanan intrapleura bersifat negative atau kurang dari tekanan atmosfer yakni 760 mmHg pada permukaan laut. Supaya udara mengalir ke dalam paru-paru, maka tekanan intrapleura harus lebih negative dengan gradient tekanan antara atmosfer dan alveoli

b. Perfusi

Perfusi paru adalah gerakan darah yang melewati sirkulasi paru untuk dioksigenasi, di mana pada sirkulasi paru adalah darah dioksigenasi yang mengalir dalam arteri pulmonaris dri ventrikel kanan jantung. Darah ini memperfusi paru bagian respirasi dan ikut serta dalam proses pertukaran oksigen dan karbon dioksida di kapiler dan alveolus. Sirkulasi paru merupakan 8-9% dari curah jantung. Sirkulasi paru bersifat fleksibel dan dapat mengakodasi variasi volume darah yang besar sehingga dapat dipergunakan jika sewaktu-waktu terjadi penurunan volume atau tekanan darah sistemik.

c. Difusi

Difusi merupakan gerakan molekul dari suatu daerah dengan konsentrasi yang lebih tinggi kedaerah degan konsentrasi yang lebih rendah. Difusi gas pernafasan terjadi di membrane kapiler alveolar dan kecepatan difusi dapat dipegaruhi oleh ketebalan membrane(Potter & Perry, 2006).

2. Epidemiologi

Menurut WHO, setiap tahunnya 120 juta bayi lahir di dunia, 4 juta bayi lahir mati dan 4 juta lainnya meninggal dalam usia 30 hari. Sebanyak 3,6 juta (3%) dari 120 juta bayi lahir mengalami asfiksia, hampir 1 juta bayi ini meninggal. Sebanyak 98 % dari kematian bayi terjadi di negara-negara yang sedang berkembang. Kematian bayi sangat memprihatinkan, yang dikenal dengan fenomena 2/3. Penyebab kematian neonatal utama asfiksia neonatorum (27%) setelah (29%) (WHO, 2005). Menurut hasil riset kesehatan

(6)

dasar tahun 2007, tiga penyebab utama kematian perinatal di Indonesia adalah gangguan pernapasan/respiratory disorders (35,9%), prematuritas (32,4%) dan sepsis neonatorum (12.0%) (Departemen Kesehatan RI, 2008).

Hipoksia janin yang menyebabkan asfiksia neonatorum terjadi karena gangguan pertukaran gas serta transport O2 dari ibu ke janin sehingga terdapat gangguan dalam persediaan O2 dan dalam menghilangkan CO 2. Perubahan pertukaran gas dan transport oksigen selama kehamilan dan persalinan akan mempengaruhi oksigenasi sel–sel tubuh yang selanjutnya dapat mengakibatkan gangguan fungsi sel. Gangguan ini dapat berlangsung secara menahun akibat kondisi ibu selama kehamilan, atau secara mendadak karena hal-hal yang diderita ibu dalam persalinan. Gangguan menahun dalam kehamilan dapat berupa gizi ibu yang buruk, penyakit menahun seperti anemia, hipertensi, penyakit jantung, dan lain-lain. Pada gangguan yang terakhir ini pengaruh terhadap janin disebabkan oleh gangguan oksigenasi serta kekurangan pemberian zat-zat makanan berhubungan dengan gangguan fungsi plasenta.

3. Faktor Yang Mempengaruhi Oksigenasi

Keadekuatan sirkulasi, ventelasi, perfusi, dan transport gas – gas pernapasan kejaringan dipengaruhi oleh empat tipe factor :

a. Faktor fisiologis

Tabel 1. Proses Fisiologis yang Mempengaruhi Oksigenasi (Potter & Perry, 2006)

PROSES PENGARUH PADA OKSIGENASI

Anemia Menurunkan kapasitas darah yang

membawa oksigen

Racun inhalasi Menurunkan kapasitas darah yang

membawa oksigen

Obstruksi jalan nafas Membatasi pengiriman oksigen yang diinspirasi ke alveoli

(7)

Dataran tinggi Menurunkan konsentrasi oksigen inspirator karena konsentasi oksigen atmosfer yang lebih rendah.

Demam Meningkatkan frekuensi metabolism dan

kebutuhan oksigen di jaringan. Penurunan pergerakan dinding dada

(kerusakan muskulo)

Mencegah penurunan diafragma dan menurunkan diameter anteroposterior thoraks pada saat inspirasi, menurunkan volume udara yang diinspirasi.

Adapun kondisi yang mempengaruhi gerakan dinding dada : 1. Kehamilan

Ketika fetus mengalami perkembangan selama kehamilan, maka uterus maka uterus yanb berukuran besar akan mendorong isi abdomen ke atas diagfragma. 2. Obesitas

Klien yang obese mengalami penurunan volume paru. Hal ini dikarenakan thorak dan abdomen bagian bawah yang berat.

3. Kelainan musculoskeletal

Kerusakan muskulosetal di region thorak menyebabkan penurunan oksigenasi. 4. Konfigurasi structural yang abnormal

5. Trauma 6. Penyakit otot

7. Penyakit system persarafan 8. Perubahan system saraf pusat 9. Pengaruh penyakit kronis. b. Faktor Perkembangan

1. Bayi Prematur

Bayi premature : berisiko terkena penyakit membrane hialin, yang diduga disebabkan defisiensi surfaktan.

(8)

Bayi dan toddler : berisiko mengalami infeksi saluran pernafasan atas (ISPA) hasil pemaparan dari anak-anak lain dan pemaparan asap dari rokok. Selain itu, selama proses pertumbuhan gigi, beberapa bayi berkembang kongesti nasal yang memungkinkan pertumbuhan bakteri dan meningkatkan potensi terjadinya ISPA. ISPA yang sering doalami adalah nasofaringitis, faringitis, influenza, dan tonsillitis.

3. Anak usia sekolah dan remaja

Anak usia sekolah dan remaja terpapar pada infeksi pernapasan dan factor-faktor resiko pernafasan, misalnya asap rokok dan merokok.

4. Dewasa muda dan dewasa pertengahan

Individu pada usia pertengahan dan dewasa muda terpapar pada banyak factor resiko kerdiopulmonar seperti diet yang tidak sehat, kurang latihan fisik, obat-obatan.

5. Lansia

Kompliansi dinding dada menurun pada klien lansia yang berhubungan dengan osteoporosis dan kalsifikasi tulang rawan kosta. Otot – otot pernapasan melemah dan sirkulsi pemubuluh darah pulmonar menurun.

c. Faktor Perilaku 1. Nutrisi

Nutrisi mempengaruhi fungsi kardiopulmonar dalam beberapa cara. Klien yang mengalami kekurangan gizi mengalami kelemahan otot pernafasan. Kondisi ini menyebabkan kekekuatan otot dan kerja pernapasan menurun.

2. Latihan Fisik

Latihan fisik meningkatkan aktivitas metabolism tubuh dan kebutuhan oksigen. Frekuensi dan kedalaman pernapasan meningkat, memampukan individu untuk mengatasi lebih banyak oksigen dan mengeluarkan kelebihan karbondoksida. 3. Merokok

Dikaitkan dengan sejumlah penyakit termasuk penyakit jantung, penyakit paru obstrukti kronis, dan kanker paru.

(9)

Penggunaan alcohol dan obat-obatan secara berlebihan akan menggganggu oksigenasi jaringan. Kondisi ini sering kali memiliki asupan nutrisi yang buruk.Kondisi ini menyebabkan penurunan asupan makanan kaya gizi yang kemudian menyebabkan penurunan prosuksi hemoglobin.

d. Faktor Lingkungan

Abestosis merupakan penyakit paru yang memperoleh di tempat kerja dan berkembang setelah individu terpapar asbestosis.

a. Ansietas

Keadaan yang terus-menerus pada insietas beat akan meningkatkan laju metabolisme tubuh dan kebutuhan oksigen akan meningkat(Potter & Perry, 2006).

4. Patofisologi

Spora C. tetani masuk ke dalam tubuh melalui luka. Spora yang masuk ke dalam tubuh tidak berbahaya sampai dirangsang oleh beberapa faktor (kondisi anaerob), sehingga berubah menjadi bentuk vegetatif dan berbiak dengan cepat tetapi hal ini tidak mencetuskan reaksi inflamasi. Gejala klinis sepenuhnya disebabkan oleh toksin yang dihasilkan oleh sel vegetatif yang sedang tumbuh. C. tetani menghasilkan dua eksotoksin, yaitu tetanospasmin dan tetanolisin. Tetanolisin menyebabkan hemolisis tetapi tidak berperan dalam penyakit ini. Gejala klinis tetanus disebabkan oleh tetanospasmin. Tetanospasmin melepaskan pengaruhnya di keempat sistem saraf: (1) motor end plate di otot rangka, (2) medula spinalis, (3) otak, dan (4) pada beberapa kasus, pada sistem saraf simpatis. Setalah pelapasan toksik yang mengakibatkan regitasi otot rangka, sehingga menurunkan ekspansi dada yang mengakibatkan peningkatan RR sehingga terjadi gangguan oksigenasi.

Trauma pada tulang rangka yang multiple yang menyebabkan hail chest sehingga menyebabkan pernapsan paradoksal terjadi gangguan oksigenasi jika tidak terasai maka akan terjadi hipoksia tubuh mengonpensasi dengan perpasan yang dalam dan freakuensi yang cepat serta dipnea.

(10)

Trauma

Fraktur tulang rangka mutiple

Fail Chest

Px mengalami pernapasan paradoksal

Gangguan Oksigenasi

Penurunan kadar oksigen yang diinspirasi, penurunan

kadar hemoglobin dan ketidakmampuan jaringan untuk mengambil oksigen

Peningkatan Frekuensi dan kedalaman pernapasan Dipsnea Invasi Clostridium Tetani Pelepasan tetanuspasmik dan tetanolisin Rigiditas otot pernafasan Penurunan ekspansi dada RR meningkat, , penggunaan otot bantu

pernafasan

(11)

5. Perubahan Fungsi Pernapasan

Perubahan dalam fungsi pernapasan disebabkan penyakit dan kondisi-kondisi yang mempengaruhi ventelasi dan transport oksigen.

a. Hiperventilasi

Hiperventilasi meerupakan suatu kondisi ventilasi yang berlebihan yang dibutuhkan untuk mengeleminasi kerbondioksida normal di vena yang diproduksi melalui metabolism seluler. Hieprventilasi bisa disebabkan oleh ansietas, infeksi, obat-obatan, ketidakseimbangan asam-basadan hipoksia yang dikaitkan dengan embolus paru atau syok. Hiperventilasi juag dapat ketika tubuh berusaha mengompensasi asidosis metabolic dengan memproduksi alkalosis repiratorik. Tanda dan gejala hiperventilasi adlaah takikardi, nafas pendek, nyeri dada, pusing, disorientasi, tinnitus dan penglihatan yang kabur.

b. Hipoventilaasi

Tertjai ketika ventilasi alveolar tidak adekuat memenuhi kebutuhan oksigen tubuh atau mengeliminasi karbon dioksida secara adekuat. Tanda dan gejala hipoventilasi adalah pusing, nyeri kepala, letargi, disorientasi, koma dan henti jantung. Terapi umtuk penanangan hiperventilasi dan hipoventilasi dimulai dengan mengobati penyebab yang mendasaro gangguan tersebut, kemudian ditingkatkan oksigenasi jaringan, perbaikan fungsi ventilasi, dan upaya keseimbangan asam basa.

c. Hipoksia

Hipoksia adalah oksigenasi yang tidak adekuat pada tingkat jaringan Kondisi ini terjadi akibat defesiensi pengahantaran oksigen atau penggunaan oksigen diseluler.

Ketidakefektipan pola nafas

(12)

Hipoksia disebabkan oleh penuruanan kadar hemoglobin dan penuruna kapasitas darah yang membawa oksigen, penuruan konsentrasi oksigen yang diinspirasi, ketidakmampuan jaringan untuk mengambil oksigen dari darah seperti terjadi pada kasus keracunan sianida. Penurunan difusi oksigen dari alveoli ke darah, seperti terjadi pada pada kasus

Pegpneumonia, perfusi darah yang mengandung oksigen jaringan yang buruk, sperti pada syok dan keruskan vemtilasi. Tanda dan gejala hipoksia termsuk rasa cemas, gelisah, tidak mampu berkonsentrasi, penurunan tingkat kesadaran, pusing perubahan prilaku, pucat dan sianosis.

6. Pemeriksaan Fisik a. Inspeksi

Saat melakukan inspeksi perawat melakukan oservasi dari ujung kepala sampai kaki klien untuk mengkaji kulit dan warna membarn mukosa, penampilan umum, tingkat kesadaran, keadekuatan sirkulasi sistemik, pola pernapasan dan gerakan dinding dada. b. Palpasi

Palpasi dilakukan untuk mengkaji beberapa daerah. Dengan palpasi, jenis dan jumlah kerja thorak, daearah nyeri, tekan dapat diketahui dan perawat dapat mengidentifikasi taktil fremitis, getaran dada, angkatan dada dan titik impuls maksimal.

c. Perkusi

Perkusi adalah tindakan mengetuk-ngetuk suatu objek untuk menentukan adanya udara, cairan, atau benda padat di jaringan yang berada di bawah objek tersebut. d. Auskultasi

Penggunaan auskultasi memampukan perawat mengidentifikasi bunyi paru dan jantung yang normal maupun yang tidak normal.

7. Pemeriksaan Diagnostik a. Elektrokardiogram

Elektrokardiogram ( EKG ) menghasilkan rekaman grfaik aktivitas listrik jantung, mendeteksi transmisi impuls dan posisi listrik jantung.

b. Pemeriksaan fungsi paru

Untuk mengetahui kemampuan paru dalam melakukan pertukaran gas secara efisien. c. Pemeriksaan gas darah arteri

(13)

Untuk memberikan informasi tentang difusi gas melalui membrane kapiler alveolar dan keadekuatan oksigenasi.

d. Oksimetri

Untuk mengukur saturasi oksigen kapiler e. Pemeriksaan sinar x dada

Untuk pemeriksaan adanya cairan, massa, fraktur, dan proses-proses abnormal. f. Bronkoskopi

Untuk memperoleh sampel biopsy dan cairan atau sampel sputum/benda asing yang menghambat jalan nafas.

8. Tindakan Penanganan a. Penatalaksanaan medis

1. Pemantauan Hemodinamika 2. Pengobatan bronkodilator

3. Melakukan tindakan delegatif dalam pemberian medikasi oleh dokter, misal: nebulizer, kanula nasal, masker untuk membantu pemberian oksigen jika diperlukan.

4. Penggunaan ventilator mekanik 5. Fisoterapi dada

b. Penatalaksanaan keperawatan 1. Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif

a. Pembersihan jalan nafas b. Latihan batuk efektif c. Pengisafan lender d. Jalan nafas buatan 2. Pola Nafas Tidak Efektif

a. Atur posisi pasien ( semi fowler ) b. Pemberian oksigen

c. Teknik bernafas dan relaksasi 3. Gangguan Pertukaran Gas

a. Atur posisi pasien ( posisi fowler ) b. Pemberian oksigen

(14)

c. Pengisapan lender 9. Komplikasi

a. Penurunan Kesadaran b. Hipoksia

c. Cemas dan gelisah

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian

a. Data Objektif

1. Dispnea : kesulitan bernapas dan merupakan persepsi subjektif kesulitan bernapas, yang mencakup komponen fisiologis dan kognitif.

2. Mengi : Mengi dihasilkan ketika udara mengalir melalui jalan napas yang sebagian tersumbat atau menyempit pada saat inspirasi atau ekspirasi.

3. Nyeri : Menggunakan visual pain

4. Terlihat penggunaan otot bantu pernapasan 5. Klien tanpak gelisah

b. Data Subjektif

1. Klien mengatakan nyeri pada dadanya 2. Klien mengeluhkan sulit bernapas c. Pemeriksaan Fisik

Kondisi dan warna kulit klien diperhatikan selama pemeriksaan toraks (pucat, biru, kemerahan). Kaji tingkat kesadaran klien dan orientasikan selama pemeriksaan untuk menentukan kecukupan pertukaran gas.

1. Inspeksi. Perhatikan manifestasi distres pernapasan saat ini: posisi yang nyaman, takipnea, mengap-mengap, sianosis, mulut terbuka, cuping hidung mengembang, dispnea, warna kulit wajah dan bibir, dan penggunaan otot-otot asesori pernapasan.

2. Palpasi dilakukan dengan menggunakan tangan untuk meraba struktur di atas atau di bawah permukaan tubuh. Dada dipalpasi untuk mengevaluasi kulit dan dinding

(15)

dada. Palpasi dada dan medula spinalis adalah teknik skrining umum untuk mengidentifikasi adanya abnormalitas seperti inflamasi.

3. Perkusi : Perkusi adalah teknik pengkajian yang menghasilkan bunyi dengan mengetuk dinding dada dengan tangan. Pengetukan dinding dada antara iga menghasilkan berbagai bunyi yang digambarkan sesuai dengan sifat akustiknya-resonan, hipeakustiknya-resonan, pekak, datar, atau timpanik.

4. Auskultasi : mendengarkan bunyi dengan menggunakan stetoskop. Dengan mendengarkan paru-paru ketika klien bernapas melalui mulut, pemeriksa mampu mengkaji karakter bunyi napas, adanya bunyi napas tambahan, dan karakter suara yang diucapkan atau dibisikan.

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul

a. Ketidakefektifan Pola Napas berhubungan dengan Deformitas tulang 1. Rencana Asuahan Keperawatan

No Diagnosa

Keperawatan

Tujuan dan Kriteria Hasil Rencana Intervensi Rasional

1 Ketidakefektifan

Pola Napas

Setelah … x 24 jam,

pasien dapat

mendapatkan asupan oksigen yang baik melalui ventilasi yang optimal dengan criteria hasil :

NOC label

a. Respiratory Status : Airway Patency

Dengan criteria hasil : 1. Kecepatan

pernapasan 2. Ritme pernapasan 3. Kedalaman

NIC label : Airway Management 1. Membuka saluran udara menggunakan chinlift atau teknik jawthrust sesuai dengam kebutuhan 2. Posisi pasien untuk memaksimalkan potensial ventilasi 1. Untuk memudahkan klien berbafas 2. Untuk memasaksimalkan masukan udara

(16)

inspirasi 4. Kegelisahan 5. Takut

6. Dipnea saat tidur b. Respiratory status : Ventilation 1. Perkusi suara 2. Vital kapasitas 3. Penggunaan otot bantu 4. Dada retraksi 5. Asimetris dada 3. Menghilangkan sekret dengan mendorong batuk atau penyedotan 4. Posisi untuk mengurangi dyspnea NIC label : Mechanical Ventilation 1. Memantau kelelahan otot pernapasan 2. Memantau kegagalan pernafasan. 3. Melakukan fisioterapi dada sesuai NIC label : Oxygen Therapy 1. Bersihkan oral, hidung, dan 3. Untuk mengatasi dispnea klien 1. Untuk mengetahui penggunaan otot bantu pernafasan 2. Untuk mengetahui adanya kegagalan pernafasan 3. Untuk mengetahui pola pernafasan klien 4. Untuk mensimetriskan dada 1. Untuk memudahkan pernafasan klien

(17)

trakheal sesuia kebutuhan 2. Mempertahankan patensi jalan napas 3. Menyiapkan peralatan oksigen 4. Memonitor aliran oksigen 5. Memantau kecemasan pasien yang berhubungan dengan kebutuhan terapi oksigen 2. Untuk memaksimalkan pernafasan klien 3. Untuk kebutuhan oksigenasi klien 4. Agar klien dapat

mendapatkan oksigen yang tepat 5. Agar klien merasa

nyaman dengan

pemasangan oksigenasi

4.Evaluasi

S : Klien mengatakan nyaman setelah diberikan terapi oksigen

O : Klien tidak menggunakan otot bantu pernapsan serta tidak terdengar suara mengi dank lien tidak tampak dipnea.

A : Ketidakefektifan Pola Napas berhubungan dengan Deformitas tulang P : Lanjutkan intervensi untuk oksigen therapy

(18)

DAFTAR PUSTAKA

Dochterman, Bulecheck. 2004. Nursing Intervention Classification. United States of America : Mosby.

Moorhead S, Johnson M, Maas M, Swanson, E. 2006. Nursing Outcomes Classification. United States of America : Mosby

North American Nursing Diagnosis Association (NANDA). 2010. Diagnosis Keperawatan 2009-2011. Jakarta : EGC.

Potter, Perry. 2006. Fundamental Keperawatan Volume 2. Jakarta :EGC.

Brunner & Suddart (2002). Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Jakarta: EGC.

Andarmoyo, Sulistyo. 2012. Kebutuhan Dasar Munusia ( Oksigenasi ).Yogyakarta : Graha Ilmu Syaifuddin.2011. Anatomi Fisiologi. Jakarta : EGC

Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah edisi 8. Jakarta: EGC

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31055/5/Chapter%20I.pdf di akses pada tgl 5 Desember 2012

Gambar

Tabel 1. Proses Fisiologis yang Mempengaruhi Oksigenasi (Potter & Perry, 2006)

Referensi

Dokumen terkait

Asuhan Keperawatan Pada Pasien Efusi Pleura dengan Prioritas Masalah Gangguan Pemenuhan Kebutuhan.. Oksigenasi di

Keperawatan Pada Pasien Efusi Pleura dengan Prioritas Masalah Gangguan Pemenuhan. Kebutuhan Oksigenasi di

Oksigenasi merupakan kebutuhan dasar manusia yang digunakan untuk kelangsungan metabolisme di dalam sel tubuh, agar dapat mempertahankan hidup dan aktivitas berbagai organ

Kebutuhan oksigen adalah salah satu komponen gas dan unsur vital dalam proses metabolisme untuk mempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel-sel tubuh. Secara normal elemen

Berdasarkan pengelolaan asuhan keperawatan pada pasien asma dalam pemenuhan kebutuhan oksigenasi dengan masalah keperawatan pola napas tidak efektif berhubungan

KESIMPULAN Berdasarkan pengelolaan asuhan keperawatan pada pasien asma dalam pemenuhan kebutuhan oksigenasi dengan masalah keperawatan pola napas tidak efektif berhubungan dengan

KESIMPULAN Berdasarkan pengelolaan asuhan keperawatan pada pasien asma dalam pemenuhan kebutuhan oksigenasi dengan masalah keperawatan pola napas tidak efektif berhubungan dengan

Hasil studi kasus menunjukkan bahwa pengelolaan asuhan keperawatan pada pasien Tuberkulosis Paru dalam pemenuhan kebutuhan oksigenasi yang dilakukan tindakan keperawatan terapi