• Tidak ada hasil yang ditemukan

laporan salep tetrasiklin

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "laporan salep tetrasiklin"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

Jerawat sering terjadi pada pertengahan usia belasan. Pada masa neonatal, jerawat yang terbatas pada pipi, lazim terdapat selama beberapa bulan dan hilang tanpa pengobatan (Kenneth, 1995). Jerawat sendiri merupakan peradangan kronik folikel pilosebasea yang ditandai dengan adanya komedo, papula, pustula, dan kista pada daerah-daerah predileksi, seperti muka, bahu, bagian atas dari ekstremitas superior, dada, dan punggung (Harahap, 2000). Pembentukan jerawat terjadi karena adanya penyumbatan folikel oleh sel-sel kulit mati, sebum dan infeksi oleh Propionibacterium

acne pada folikel sebasea (West et al., 2005). Pengobatan jerawat dilakukan dengan cara

memperbaiki abnormalitas folikel, menurunkan produksi sebum, menurunkan jumlah koloni Propionibacterium acne dan menurunkan inflamasi pada kulit. Populasi bakteri

Propionibacterium acne dapat diturunkan dengan memberikan suatu zat antibakteri

seperti eritromisin, klindamisin dan benzoil peroksida (Wyatt et al., 2001). Formulasi pada sediaan salep akan mempengaruhi jumlah dan kecepatan zat aktif yang dapat diabsorpsi. Zat aktif dalam sediaan salep masuk ke dalam basis atau pembawa yang akan membawa obat untuk kontak dengan permukaan kulit. Bahan pembawa yang digunakan untuk sediaan topikal akan memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap absorpsi obat dan memiliki efek yang menguntungkan jika dipilih secara tepat. Secara ideal, basis dan pembawa harus mudah diaplikasikan pada kulit, tidak mengiritasi dan nyaman digunakan pada kulit (Wyatt et al., 2001). Pada formulasi sediaan topikal masing-masing pembawa memiliki keuntungan terhadap penghantaran obat. Bentuk sediaan salep dengan basis vaselin dapat digunakan sebagai penutup oklusif yang menghambat penguapan kelembaban secara normal dari kulit. Salep basis lanolin memiliki sifat emolien (pelunak kulit) dan menyimpan lapisan berminyak pada kulit (Lachman et al., 1994).

Menurut FI. IV, salep adalah sediaan setengah padat ditujukan untuk pemakaian topikal pada kulit atau selaput lendir. Salep tidak boleh berbau tengik. Kecuali dinyatakan lain kadar bahan obat dalam salep yang mengandung obat keras atau narkotika adalah 10 %.

(2)

Menurut Efek Terapinya, salep dibagi atas : a. Salep Epidermic (Salep Penutup)

Digunakan pada permukaan kulit yang berfungsi hanya untuk melindungi kulit dan menghasilkan efek lokal, karena bahan obat tidak diabsorbsi. Kadang-kadang ditambahkan antiseptik, astringen untuk meredakan rangsangan. Dasar salep yang terbaik adalah senyawa hidrokarbon (vaselin).

b. Salep Endodermic

Salep dimana bahan obatnya menembus ke dalam tetapi tidak melalui kulit dan terabsorbsi sebagian. Untuk melunakkan kulit atau selaput lendir diberi lokal iritan. Dasar salep yang baik adalah minyak lemak.

c. Salep Diadermic (Salep Serap).

Salep dimana bahan obatnya menembus ke dalam melalui kulit dan mencapai efek yang diinginkan karena diabsorbsi seluruhnya, misalnya pada salep yang mengandung senyawa Mercuri, Iodida, Belladonnae.

Menurut Dasar Salepnya, salep dibagi atas :

(a) Salep hydrophobic yaitu salep-salep dengan bahan dasar berlemak, misalnya: campuran dari lemak-lemak, minyak lemak, malam yang tak tercuci dengan air. (b) Salep hydrophillic yaitu salep yang kuat menarik air, biasanya dasar salep tipe o/w atau seperti dasar hydrophobic tetapi konsistensinya lebih lembek, kemungkinan juga tipe w/o antara lain campuran sterol dan petrolatum.

(3)

C. Dasar Salep

Menurut FI. IV, dasar salep yang digunakan sebagai pembawa dibagi dalam 4 kelompok, yaitu dasar salep senyawa hidrokarbon, dasar salep serap, dasar salep yang dapat dicuci dengan air, dasar salep larut dalam air. Setiap salep obat menggunakan salah satu dasar salep tersebut.

1). Dasar Salep Hidrokarbon

Dasar salep ini dikenal sebagai dasar salep berlemak, antara lain vaselin putih dan salep putih. Hanya sejumlah kecil komponen berair yang dapat dicampurkan kedalamnya. Salep ini dimaksudkan untuk memperpanjang kontak bahan obat dengan kulit dan bertindak sebagai pembalut penutup. Dasar salep hidrokarbon digunakan terutama sebagai emolien, sukar dicuci, tidak mengering dan tidak tampak berubah dalam waktu lama.

2). Dasar Salep Serap

Dasar salep serap ini dibagi dalam 2 kelompok. Kelompok pertama terdiri atas dasar salep yang dapat bercampur dengan air membentuk emulsi air dalam minyak (parafin hidrofilik dan lanolin anhidrat), dan kelompok kedua terdiri atas emulsi air dalam minyak yang dapat bercampur dengan sejumlah larutan air tambahan (lanolin). Dasar salep juga berfungsi sebagai emolien.

3). Dasar Salep yang dapat dicuci dengan air.

Dasar salep ini adalah emulsi minyak dalam air, antara lain salep hidrofilik (krim). Dasar salep ini dinyatakan juga sebagai dapat dicuci dengan air, karena mudah dicuci dari kulit atau dilap basah sehingga lebih dapat diterima untuk dasar kosmetika.

(4)

Beberapa bahan obat dapat menjadi lebih efektif menggunakan dasar salep ini dari pada dasar salep hidrokarbon. Keuntungan lain dari dasar salep ini adalah dapat diencerkan dengan air dan mudah menyerap cairan yang terjadi pada kelainan dermatologik.

4). Dasar Salep Larut Dalam Air

Kelompok ini disebut juga dasar salep tak berlemak dan terdiri dari konstituen larut air. Dasar salep jenis ini memberikan banyak keuntungannya seperti dasar salep yang dapat dicuci dengan air dan tidak mengandung bahan tak larut dalam air, seperti paraffin, lanolin anhidrat atau malam. Dasar salep ini lebih tepat disebut gel. Pemilihan dasar salep tergantung pada beberapa faktor yaitu khasiat yang diinginkan, sifat bahan obat yang dicampurkan, ketersediaan hayati, stabilitas dan ketahanan sediaan jadi. Dalam beberapa hal perlu menggunakan dasar salep yang kurang ideal untuk mendapatkan stabilitas yang diinginkan. Misalnya obat-obat yang cepat terhidrolisis, lebih stabil dalam dasar salep hidrokarbon daripada dasar salep yang mengandung air, meskipun obat tersebut bekerja lebih efektif dalam dasar salep yang mangandung air.

1.2 Perumusan Masalah

1. Bagaimana merancang dan membuat mutu sediaan yang homogen dimana memenuhi spesifikasi persyaratan mutu dan acceptable.

1.3 Tujuan Penelitian

1. Untuk dapat merancang dan membuat suatu sediaan yang homogen dimana memenuhi semua spesifikasi persyaratan mutu dan acceptable.

(5)

II. PEMILIHAN BENTUK SEDIAAN

Target organ yang dituju adalah: lapisan kulit bagian epidermis Tujuan terapi: local

Kemungkinan rute penetrasi yang mungkin dilalui oleh bahan aktif:

Tetrasiklin HCl ditujukan untuk lapisan kulit bagian epidermis yang terdiri dari 5 lapis sel yaitu Stratum Corneum, Stratum Lusidum, Stratum Granulosum, Stratum Spinosum, Stratum Germinativum dilalui bahan aktif (Tetrasiklin HCl) dengan mekanisme absorbs melalui celah-celah folikel rambut sehingga bahan aktif mampu mencapai bagian yang terinfeksi dengan bantuan pembawa (basis) yaitu basis hidrokarbon.

Sediaan yang dipilih: salep basis hidrokarbon Alasan:

1. Basis hidrokarbon bersifat emollient dan dapat mengabsorbsi air sehingga dapat menjaga kelembaban kulit.

2. Dipilih basis hidrokarbon karena tetrasiklin HCl tidak stabil dalam air sehingga dipilih basis yang tidak mengandung air atau bebas dari adanya air. 3. Basis hidrokarbon tidak mudah dicuci dengan air dan tidak mudah

dihilangkan dari kulit, sehingga dapat memperpanjang kontak bahan aktif dengan kulit dan dapat berfungsi sebagai emollient.

4. Basis hidrokarbon bersifat occlusive sehingga menjaga bahan aktif tidak hilang sebelum terpenetrasi kedalam kulit.

(6)

Sediaan harus memenuhi persyaratan yang tertera dalam ketentuan USP dan memperhatikan pendaftaran criteria obat jadi oleh DEPKES RI.

3.1. Aman

Keamana merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi oleh suatu sediaan agar dapat diterima oleh konsumen. Sediaan yang dibuat harus aman secara fisiologis dengan dapat meminimaalisir suatu efek samping sehingga tidak toksik. Bahan sediaan farmasi merupakan suatu senyawa kimia yang mempunyai karateristik fisika imia yang berhubungan dengan efek farmakologis, farmakokinetika yang dengan perubahan sedikit dapat menyebabkan perubahan pasa karakter tersebut, dan farmakodinamika suatu senyawa. Suatu sediaan dikatakan aman jika kadar aktif dalam batas yang ditetapkan.

3.2 Efektif

Suatu sediaan farmasi harus memenuhi criteria efektif yaitu, suatu kondisi dimana dalam dosis kecil dapat memberikan efek terapi yang optimal. Jumlah dosis dalam sekali, sehai, dan selama pengobatan harus mampu mencapai reseptor dan memliki efek yang dikehendaki. Sediaan efektif adalah sediaan yang digunakan sesuai aturan pemakaian dan akan memberika efek terap yang optimal dan efek samping . (USP XII p.34)

3.3 Stabil

3.3.1 stabilitas fisika

Semua sediaan dikatakan stabil secara fisika seperti organoleptis keseragaman, kelarutan dan viskositas tidak berubah. (USP XII p.1703)

3.3.2 Stabilitas kimia

Suatu sediaan dapat dikatakan stabil secara kimia jika tidak menunjukkan perubahan warna, PH, da bentuk sediaan. (USP XII p.1703)

3.3.3 Sabilitas Mikrobiologi

Suatu sediaan dapat dikatakan stabil secara mkrobiologi bila tidak ditemukan mikroorganisme selama waktu edar. Jika mengandung prevensativ sediaan tersebut harus tetap efektif selama waktu edar.

(7)

Selama penyimpanan dan pemakaina efek terapinya harus tetap sama

IV. TAKARAN / DOSIS ZAT AKTIF

1. Takaran / Dosis Zat Aktif Diambil dari dua pustaka:

a. Jurnal Review. I. Chopra I. et al. Tetracyclines Molecular and Clinical Aspects J. Antimicrob Chemother 1992; 245-77 (Pubmed id: 1592696) Penggunaan topikal akibat sensitisasi dan dapat mengkontribusi pengembangan akibat resistensi, dapat digunakan tetrasiklin hidroklorida 3% dalam salep.

b. Martidale ed 36 P 1223 (Achromycin (Laderle, UK))

Penggunaan tetrasiklin hidroklorida untuk topikal dalam salep mengandung 3%.

2. Perhitungan dan Alasan Bobot Tiap Kemasan

Dalam sekali pemakaian salep kurang lebih digunakan 200 mg-300 mg. Dalam sehari digunakan 3-4 kali, jadi dalam sehari dibutuhkan:

200 mg-300 mg x 3x/4x = 600 mg-1200 mg

Jika pemakaiannya dalam 1 minggu (7 hari) dibutuhkan salep sebanyak: (600 mg-1200 mg) x 7 hari = (4200 mg-8400 mg)

Dipilih penggunaan salep 3x sehari, sehingga dibuat salep dengan kemasan 4200 mg-5gr

3. Perhitungan Jumlah Bahan Tiap Kemasan (15 gram) a. Tetrasiklin HCl 3% 3% x15 gram = 0,45 gr  450 mg b. Vaselin album 88,4% 88,4% x 15 gram = 13,26 gr c. Paraffin liquid 3,3% 3,3% x 55 gram = 0,495 gr  495 mg d. Nipagin 0,18% 0,18% x 15 gram = 0,027 gr  27 mg e. Nipasol 0,02%

(8)

0,02% x 15 gram = 0,003 gr  3 mg f. Na EDTA 0,1% 0,1% x 15 gram = 0,015 gr  15 mg g. Propilen glikol 5% 5% x 15 gram = 0,75 gram  750 mg V. RANCANGAN FORMULA Formula I

No. Bahan Fungsi

Jumlah komposisi Prosentase (%)

(15

gram) (50 gram)

1. Tetrasiklin HCl Bahan aktif 3 0,45 1,5

2. Vaselin album Basis 88,4 13,26 44,2

3. Parafin liquid Basis 3,3 0,495 1,65

4. Na EDTA Antioksidant 0,1 0,015 0,05

5. Nipagin Pengawet 0,18 0,027 0,09

6. Nipasol Pengawet 0,02 0,003 0,01

7. Propilen Glikol Humektan 5 0,75 2,5

Formula II

No. Bahan Fungsi

Jumlah komposisi Prosentase (%)

(5

gram) (50 gram)

1. Tetrasiklin HCl Bahan aktif 3 0,15 1,5

2. PEG 400 Basis 52,02 2,601 26,01

3. PEG 4000 Basis 34,68 1,734 17,34

4. Na EDTA Antioksidant 0,1 0,005 0,05

5. Nipagin Pengawet 0,18 0,009 0,09

6. Nipasol Pengawet 0,02 0,001 0,01

7. Propilen Glikol Humektan 10 0,5 5

Prosedur Kerja Skala Laboratorium

1. Siapkan cawan porselin

2. Timbang item (2) dalam cawan porselin, lebur di atas water bath pada suhu 75°C ad leleh sempurna.

(9)

4. Timbang item (5) dan (6), basahkan dengan itenm (7) ad homogeny 5. Timbang item (3) dalam cawan porselen

6. Timbang item (1) dan (4), tambahkan ke dalam item (3) sambil diaduk ad homogeny 7. Tambahkan campuran no (4) ke dalam campuran no (6)

8. Tambahkan campuran no (7) ke dalam hasil leburan item (2) sedikit demi sedikit sambil diaduk pelan sampai homogeny dan terbentuk massa salep yang baik

9. Ditimbang sediaan sebanyak 5 gram, lalu dimasukkan ke dalam wadah salep dan beri etiket

10. Prosedur Kerja Skala Industri

Prosedur Kerja Skala Batch (Niazi,253)

1. Lebur item (2) dalam bejana peleburan lemak (fat-melting vessel) pada suhu 75°C 2. Dalam wadah stainless steel yang cocok, dispersikan item (1), item (4), item (5), item

(6), dan item (7) dalam item (3)

3. Masukkan beberapa bagian (12%) hasil leburan item (2) ke dalam mixer melalui pipa stainless steel. Dinginkan hingga suhu 50°C

4. Masukkan dispersi Tetrasiklin HCl dari tahap (2) ke dalam mixer. Pencampuran dilakukan dengan kecepatan 10 rpm, homogenkan dengan kecepatan tinggi selama 20 menit. Cek keseragaman dan kehalusan dispersi.

5. Masukkan sisa hasil leburan item (2) dengan suhu 50°-55°C ke dalam mixer melalui pipa stainless steel, selama pencampuran dan pendinginan atur kecepatan pengadukan 10 rpm, homogenkan pada kondisi vakum 0,4-0,6 bar selama 30 menit.

6. Hentikan homogenizer (alat pengaduk), lanjutkan pencampuran dengan kecepatan 10 rpm di bawah kondisi vakum 0,4-0,6 bar. Dinginkan hingga suhu 28°C

7. Massa yang telah dingin dipindahkan dalam tangki penyimpanan 8. Dilakukan uji pengontrolan kualitas secara terperinci

9. Dipompakan ke dalam bejana atau corong mesin pengisi

10. Massa salep dipindahkan ke dalam pipa pada saluran keluar pengisi dan dilakukan pengisian pada wadah.

(10)

Spesifikasi Produk

Parameter Spesifikasi yang Diinginkan Hasil yang diperoleh

Bentuk semisolida semisolida

Warna Kuning Kuning

Bau Tidak berbau Tidak berbau

pH 5 5

Viskositas 110-230 mpas 100mpas

Daya sebar 5-7 cm 5 cm

VI. EVALUASI BAHAN  Evaluasi Fisik

1. Pemeriksaan organoleptis

Pemeriksaan organoleptis meliputi bentuk, warna, dan bau yang diamati secara visual.

Prinsip kerja alat:

Dilakukan pengamatan secara kualitatif meliputi warna, bau, serta konsistensi sediaan (secara visual).

2. Pemeriksaan Homogenitas

Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara mengambil salep secukupnya dengan cara sampling pada bagian atas, bawah, dan tengah dari wadah yang kemudian

(11)

dioleskan pada sekeping kaca atau bahan transparan yang cocok. Selanjutnya, diamati susunan partikel salep.

Alat : mikroskop optic Prinsip kerja alat:

Sampel dinaikkan pada suatu slide dan ditempatkan pada pentas mekanik. Dibawah mikroskop tersebut pada tempat dimana partikel terlihat, diletakkan micrometer untuk memperlihatkan ukuran partikel tersebut. Bentuk partikel dalam mikroskop dapat diproyeksikan ke sebuah layar dimana partikel-partikel tersebut lebih mudah diukur. Partikel-partikel-partikel diukur sepanjang garis tetap yang dipilih sembarang. Garis ini dibuat horizontal melewati pusat partikel. (Penentuan Besarnya Partikel, Farmasi Fisik p.1036)

3. Konsistensi (voight p 925) Alat : phenetrometer Prinsip kerja alat:

Digunakan satu bola uji, dimana kedaalaman masuk bola ditentukakan setelah lima detik, dilakukan tiga kali pengukuran, ambil rata-ratanya.

4. Pemeriksaan pH (FI IV p 1039) Alat : pH meter

Alat pH meter dikalibrasi menggunakan larutran dapar pH 7 dan pH 4.sejumlah gran sediaan yang akan diperiksa diemcerkan dengan air suling. Elektroda pHmeter dicelupkan kedalam larutan yang diperiksa, jarum pHmeter dibiarkan bergerak sampai menunujukkanposisi tetap,pH yang ditunjukkan jarum pHmeter dicatat.

Cara kerja :

Sampel ± 1 mg ditambah aquadest add 100 ml, lalu diukur pHnya dengan pHmeter. Angkayang tertera menunujukkanpH sediaan.

Alat kertas uji pH (disarankan tidak dilakukan) Prinsipkerja alat :

Sebagai indicator pH dengan menempelkan kertas indicator pada sediaan, warna yang tampak dicocockkan dengan standar warna yang menunjukkan pHnya. 5. Penentuan viskositas dan sifat alir (Remington p 348)

Alat : viscotester 04(VT 04)

Prinsip kerja alat : sediaan dimasukkan dalam cup, rotor dipasang pada alat pendeteksi, kemudian dimasukkan dalam cup yang berisi sediaan. Alat dinyalakan, rotor berputar (mengukur viskositas dalam sediaan). Angka yang tertera pada jarum penunjuk menunjukkan viskositas sediaan.

(12)

Daya sebar diartikan sebagai kemampuan sediaan untuk disebarkan pada kulit. Prinsipnya, sampel diletakkan di pusat antara dua lempeng gelas, lempeng atas dalam interval waktu tertentu diberi beban dengan meletakkan anak timbangan. Permukaan penyebaran yang dihasilkan dengan menaikkan beban yang menggambarkan suatu karakteristik daya hambur.

Alat: Ekstensiometer Cara Kerja:

Salep ± 0,5 gram diletakkan di tengah – tengah kaca bundar yang telah diberi kertas grafik, tutup dengan kaca lain, biarkan 1 menit, kemudian diukur diameter sebar salep. Lalu tambahkan beban 50 gram, biarkan 1 menit, kemudian ukur diameter sebarnya. Ulangi terus langkah ini dengan penambahan beban 50 gram/menit sampai diperoleh beban (tekanan) terhadap perubahan diameter sebar salep.

 Evaluasi Kimia

Uji penetapan kadar bahan aktif (FI IV p 779)

Bahan aktif di dalam sediaan ditimbang secara seksama dan dilarutkan dalam beberapa ml pelarut (larutan induk). Dari larutan induk dibuat pengenceran hingga kadar tertentu. Kemudian panjang gelombang serapan maksimumnya diukur menggunakan spektrofotometer UV. Kurva kalibrasi dibuat dengan mengukur serapan beberapa larutan standar bahan aktif dalam pelarut tertentu dengan beberapa konsentrasi. Serapan larutan diukur menggunakan spektrofotometer UV pada panjang gelombang serapan maksimum. Kurva kalibrasinya dibuat dan persamaan regresinya dihitung.

Alat : spekrofotometer UV  Evaluasi biologi

Penetapan potensi antibiotic  Uji klinik

Wanita atau pria usia tertentu yang bersedia sebagai relawan uji keparahan lesi. Relawan tidak hipersensitif terhadap bahan aktif. Hal ini dapat diketahui melalui uji hipersensitivitas dengan cara uji hipersensitivitas preventif terbuka yaitu dengan cara:

Sebanyak 0,1 – 0,2 gram sediaan uji dioleskan selama 24 jam di kulit bagian belakang telinga. Reaksi hipersensitif yang timbul berupa hyperemia, eritema, pruritus diamati. Relawan yang digunakan adalah yang tidak memberikan reaksi

(13)

hipersensitif terhadap bahan aktif. Relawan tidak memakai produk lain selama masa uji

BAB III

HASIL PRAKTIKUM

Sediaan yang dibuat memiliki karakteristik sebagai berikut:

No Evaluasi Spesifikasi Hasil Kriteria 1 Bentuk semisolida semisolida

2 Warna kuning kuning +

3 Bau Tidak berbau Tidak berbau + 4 viskositas 110-230 mpas 100 mpas +

(14)
(15)

BAB IV

PEMBAHASAN

Pada praktikum kali ini dibuat sediaan salep Tetrasiklin HCl dan dilakukan pula evaluasi sediaan. Dalam salep yang kami buat ini mengandung bahan aktif tetrasiklin HCl yang ditujukan sebagai antibiotic untuk pengobatan acne (jerawat). Dalam formula ini, pemilihan basis disesuaikan pada tujuan terapi untuk lapisan kulit bagian epidermis yang terdiri dari 5 lapis sel yaitu Stratum Corneum, Stratum Lusidum, Stratum Granulosum, Stratum Spinosum, Stratum Germinativum dilalui bahan aktif (tetrasiklin HCl) dengan mekanisme absorbsi melalui celah-celah folikel rambut sehingga bahan aktif mampu mencapai bagian yang terinfeksi dengan bantuan pembawa (basis) yaitu basis hidrokarbon.

Pemilihan bentuk sediaan salep karena dilihat dari tujuan pemakaiannya yaitu sebagai anti acne dimana hanya digunakan pada area tertentu, sehingga diperlukan suatu sediaan yang memiliki konsistensi yang cenderung padat atau tidak terlalu cair. Dibandingkan dengan sediaan topical lainnya yaitu gel dan krim, salep memiliki konsistensi yang lebih padat daripada gel dan krim. Sediaan yang dipilih adalah salep basis hidrokarbon. Alasan pemilihan salep basis hidrokarbon:

a. Basis hidrokarbon bersifat emulient dan dapat mengabsorbsi air sehingga dapat menjaga kelembaban kulit.

b. Dipih basis hidrokarbon karena tetrasiklin HCl tidak stabil dalam air sehingga dipilih basis yang tidak mengandung air atau bebas dari adanya air.

c. Basis hidrokarbon tidak mudah dicuci dengan air dan tidak mudah dihilangkan dari kulit, sehingga dapat memperpanjang kontak bahan aktif dengan kulit dan dapat berfungsi sebagai emulient.

d. Basis hidrokarbon bersifat occlusive sehingga menjaga bahan aktif tidak hilang sebelum terpenetrasi ke dalam kulit.

Pembuatan salep ini menggunakan formula yang telah terlampir di atas. Langkah pertama yang dilakukan adalah dengan menimbang vasellin album sebagai basis dalam cawan porselen sebanyak 13,26 g, kemudian lebur diatas waterbath pada suhu 75 0C sampai meleleh. Timbang propilen glikol sebagai humectan sebanyak 0,75 g

(16)

dan sisihkan. Timbang nipagin dan nipasol sebanyak masing-masing 0,027 g dan 0,003 g, kemudian dibasahkan dengan propilen glikol sampai homogen. Dimana nipagin dan nipasol berfungsi sebagai pengawet dengan pertimbangan bahwa nipagin dan nipasol merupakan sediaan yang umum digunakan dalam sediaan farmasi dan menurut literature (excipient) bahwa nipagin dan nipasol memiliki rentang pH 4-8. Tujuan penambahan pengawet agar sediaan stabil dalam penyimpanan dan tidak mengalami perubahan fisika maupun kimia. Kemudian timbang paraffin liquid sebagai basis sebanyak 0,495 g dalam cawan porselen. Timbang tetrasiklin HCl sebagai bahan aktif sebanyak 0,45 g. Timbang Na EDTA sebagai antioksidan sebanyak 0,015 g dimana penambahan Na EDTA bertujuan untuk mencegah terjadinya ketengikan pada sediaan dalam penyimpanan yang lama. Masukkan paraffin liquid kedalam campuran tetrasiklin HCl dan Na EDTA sambil diaduk sampai homogen. Tambahkan campuran nipagin dan nipasol yang telah dibasahi propilen glikol ke dalam campuran tetrasiklin HCl dan Na EDTA yang telah dibasahi dengan paraffin liquid, aduk sampai homogen, setelah itu tambahkan dengan vasellin album yang telah dilebur sedikit demi sedikit sambil diaduk pelan sampai homogeny dan terbentuk massa salep yang baik. Timbang sediaan sebanyak 15 g lalu masukkan ke dalam wadah salep.

Evaluasi dalam praktikum pembuatan salep tetrasiklin meliputi viskositas, daya sebar, pH dan homogenitas. Evaluasi yang pertama dilakukan yaitu menentukan viskositas, dengan tujuan untuk mengetahui kekentalan sediaan sehingga nyaman digunakan dan salep memiliki konsistensi yang tepat. Hasil dari uji vikositas salep sebesar 100 mpaS, sedangkan kriteria viskositas menurut literatur 110-230 mpaS. Nilai tersebut tidak sesuai dengan criteria yang ada, dalam hal ini viskositas salep terlalu encer, karena nilai tersebut kurang dari 110 mpaS. Evaluasi selanjutnya yaitu uji pH, pengujiaan ini mennggunakan indicator pH. Hasil uji pH salep tetrasiklin sebesar 5, nilai ini sesuai dengan criteria dalam literature (martindale p.1216) bahwa tetrasiklin tidak aktif pada pH dibawah 2 dan rusak pada pH di atas 7.

Evaluasi selanjunya adalah pengujiaan daya sebar salep tetrasiklin. Uji daya sebar bertujuan untuk melihat kemampuan sediaan untuk disebarkan pada kulit. Prinsip uji tersebut menggunakan alat Ektensiometer, sampel diletakkan dipusat antara dua lempeng gelas, lempeng atas dalam interval waktu tertentu diberi beban dengan meletakkan anak timbangan. Permukaan penyebaran yang dihasilkan dengan menaikkan

(17)

beban yang menggambarkan suatu karakteristik daya sebar. Hasil pengujiaan ini sebesar 5 cm yang menunjukkan diameter penyebaran, nilai tersebut juga sesuai dengan literatur (Garg et al. (2002)) yaitu 5 – 7 cm menunjukkan konsistensi semifluid yang sangat nyaman dalam penggunaan. Evaluasi yang terakhir adalah uji homogenitas yang denagan cara mengambil sampel secukunya kemudian dileskan ke punggung tangan, apabila pada oleskan terasa kasar menunjukkan sampel tersebut tidak homogen. Sampel salep teasiklin dalam percobaan kali ini tersebar merata dan tidak terasa kasar, sehinnga salep dapat dikatan homogen.

(18)

BAB V

PENUTUP

5.1. .Kesimpulan

Pada praktikum ini bertujuan untuk membuat sediaan topikal salep Tetrasiklin. Tetrsiklin dapat berfungsi sebagai antibakteri. Tetrasiklin HCl ditujukan untuk lapisan kulit bagian epidermis yang terdiri dari 5 lapis sel yaitu Stratum Corneum, Stratum Lusidum, Stratum Granulosum, Stratum Spinosum, Stratum Germinativum dilalui bahan aktif (Tetrasiklin HCl) dengan mekanisme absorbs melalui celah-celah folikel rambut sehingga bahan aktif mampu mencapai bagian yang terinfeksi dengan bantuan pembawa (basis) yaitu basis hidrokarbon.

Dalam percobaan, pembuatan sediaan untuk skala batch yaitu 50 g. Formula dibuat dengan cara mendispersikan bahan aktif dalam basis hidrokarbon. Basis hidrokarbon dipilih karena memiliki sifat sebagai emollient dan dapat mengabsorbsi air dan dapat menjaga kelembaban kulit. Basis salep dilelehkan telebih dadulu, setelah itu, bahan aktif dan bahan lainnya dimasukkan dalam basis salep dan diaduk sampai homogen hingga dingin.

Pada formula ini dilakukan uji evaluasi akhir yang meliputi uji organoleptis, uji pH, uji daya sebar, Viskositas, dan homogenitas. Pada uji pH didapatkan pH sediaan 5, sesuai denga spesifikasi yang diinginkan. Untuk uji viskositas diperoleh nilai 100 mpas. Uji daya sebar hasil yang didapatkan adalah cm. Masih masuk rentang persyaratan dalam literatur (Garg et al. (2002)) yaitu 5 – 7 cm menunjukkan konsistensi semisolid yang sangat nyaman dalam penggunaan.

(19)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1979. Farmakope Indonesia III. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.

Anonim. 1995. Farmakope Indonesia IV. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.

Reynolds, James E.F. 1982. Martindale The Extra Pharmacopoeia 28th Edition.

The Pharmaceutical Press. London.

Rowe, Raymond C et al. 2003. Handbook of Pharmaceutical Excipient 4th

Edition. American Pharmaceutical Association. London.

Anief, Moh.2002. Formulasi Obat Topikal dengan Dasar Penyakit Kulit. Yogyakarta: Gajah Mada University Press

Anonim. 2006. Informasi Spesialite Obat (ISO) Indonesia Vol.41. Jakarta : Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia (ISFI).

Anonim. 2008. MIMS Petunjuk Konsultasi Edisi 7. Jakarta : Balai Pengawasan Obat dan Makanan Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Anonim. USP 24 NF 19 US Pharmacopeia and National Formulary Book 2. The official compendia of standards.

Anonim . 2002. United States Pharmacopeia Book 2. United Stated Pharmacopeia Convention Inc. Rockville.

(20)

LAPORAN PRAKTIKUM

FARMASETIKA SEDIAAN SEMISOLIDA

SALEP TETRASIKLIN

Disusun oleh:

Dhunik Lukitasari 072210101059

Iski Weni Pebriarti 072210101060

Dwi Setyo D. 072210101061 Eva Virdi 072210101062 I Made Wisnu J. 072210101063 Luqman H.I. 072210101064 Titah Pamudia 072210101065 Yekti Puspitasari 072210101066 Adhie Ilham S. 072210101067 Firdaus Bahreisy 072210101068

Dosen Pembimbing : Yudi Wicaksono S. Farm, Apt. Tanggal Praktikum : 20 April 2010

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS JEMBER

(21)

Referensi

Dokumen terkait

Korteks batang disebut juga kulit pertama, terdiri dari beberapa lapis sel, yang dekat dengan lapisan epidermis tersusun atas jaringan kolenkim, makin ke dalam tersusun atas jaringan

1) Lapisan basal atau stratum germinativum (lapisan sel basal). Lapisan basal merupakan lapisan epidermis paling bawah dan berbatas dengan dermis. Dalam lapisan basal

Korteks batang disebut juga kulit pertama, terdiri dari beberapa lapis sel, yang dekat dengan lapisan epidermis tersusun atas jaringan kolenkim, makin ke dalam tersusun atas

Korteks batang disebut juga kulit pertama, terdiri dari beberapa lapis sel, yang dekat dengan lapisan epidermis tersusun atas jaringan kolenkim, makin ke dalam tersusun

1) Lapisan basal atau stratum germinativum (lapisan sel basal). Lapisan basal merupakan lapisan epidermis paling bawah dan berbatas dengan dermis. Dalam lapisan basal

1) Lapisan tanduk (stratum korneum), stratum korneum merupakan lapisan paling luar yang tersusun dari sel mati berkreatin dan memiliki sawar kulit pokok terhadap

1) Lapisan tanduk (stratum korneum) yang merupakan lapisan terluar tersusun dari jaringan mati terdiri atas lapis sel pipih dan sering mengelupas. 2) Lapisan Granula

Keratinosit, yang merupakan hasil pembelahan sel pada lapisan epidermis yang paling dalam stratum basale, tumbuh terus ke arah permukaan kulit dan sewaktu bergerak ke atas keratinosit