• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN"

Copied!
106
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

BAB VI

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Gambaran Umum Penelitian 1. Keadaan Geografis

Bengkulu merupakan salah satu Provinsi yang ada di Pulau Sumatera. Provinsi Bengkulu membentang sejajar dengan Bukit Barisan berhadapan langsung dengan Samudera Indonesia dengan panjang garis pantai mencapai 525 km. Secara geografis Provinsi Bengkulu mempunyai batas-batas wilayah sebagai berikut: sebelah utara berbatasan dengan Provinsi Jambi dan Sumatera Selatan; sebelah selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia; sebelah barat berbatasan dengan provinsi Sumatera Barat; dan sebelah timur berbatasan dengan Provinsi Lampung. Provinsi Bengkulu memiliki luas administrasi 19.788,7 km², terdiri dari 10 Kabupaten/Kota yang terdiri dari; (1) Kabupaten Bengkulu Utara dengan Ibukota Argamakmur, (2) Kabupaten Mukomuko dengan Ibukota Mukomuko, (3) Kabupaten Bengkulu Tengah dengan Ibukota Bengkulu Tengah, (4) Kabupaten Kepahiang dengan Ibukota Kepahiang, (5) Kabupaten Rejang Lebong dengan Ibukota Curup, (6) Kabupaten Lebong dengan Ibukota Muara Aman, (7) Kabupaten Seluma dengan ibukota Seluma, (8) Kabupaten Bengkulu Selatan dengan Ibukota Manna, (9) Kabupaten Kaur dengan Ibukota Kaur, dan (10) Kota Bengkulu dengan Ibukota Bengkulu sebagai pusat pemerintahan. (Sumber: Profil Provinsi Bengkulu Tahun 2014).

Kota Bengkulu sendiri yang merupakan kota sekaligus Ibukota Provinsi yang memiliki luas wilayah mencapai 534,47km² terdiri daratan seluas 146,877 km² dan lautan seluas 387,6 km². Secara geografis Kota Bengkulu mempunyai batas-batas wilayah sebagai berikut; sebelah utara berbatas-batasan dengan Kabupaten Bengkulu Utara; sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Seluma; sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Bengkulu Tengah; sebelah barat; Samudra Hindia. Kota Bengkulu memiliki 9 Kecamatan dan 67 Kelurahan yang terdiri dari; (1) Kecamatan Selebar, (2) Kecamatan Kampung Melayu, (3) Kecamatan Gading

(2)

Cempaka, (4) Kecamatan Ratu Agung, (5) Kecamatan Ratu Samban, (6) Kecamatan Teluk Segara, (7) Kecamatan Singaran Pati, (8) Kecamatan Sungai Serut, dan (9) Kecamatan Muara Bangka Hulu. Dari 9 Kecamatan yang tersebar di Kota Bengkulu tersebut, Kecamatan Teluk Segara tepatnya di desa/Kelurahan Pasar Melintang merupakan lokasi yang menjadi fokus penelitian, karena lokasi tersebut merupakan tempat beradanya kaum Sipai yang masih melaksanakan tradisi tabut. (Sumber: Profil Kota Bengkulu Tahun 2014).

Pasar Melintang merupakan salah satu dari 7 desa/Kelurahan di Kecamatan Teluk Segara dengan luas wilayah mencapai 400 hektar atau sekitar 1,80% dari luas Kecamatan Teluk Segara. Adapun batas wilayahnya yakni sebelah utara berbatasan dengan Kelurahan Pintu Batu, sebelah timur berbatasan dengan Kelurahan Sumur Meleleh, sebelah selatan berbatasan dengan Kelurahan Pasar Baru, dan sebelah barat berbatasan dengan Kelurahan Pondok Besi. Lokasi Kelurahan ini terletak di wilayah pantai dan bentuk desanya agak memanjang mengikuti garis pantai. Topografi wilayahnya merupakan dataran rendah dengan ketinggian hanya 1 sampai 2 meter dari atas permukaan air laut. (Sumber: Profil Kota Bengkulu Tahun 2014).

2. Iklim

Provinsi Bengkulu juga mengenal adanya musim angin barat berlangsung dari bulan Desember sampai dengan bulan Maret yang ditandai dengan sering terjadi hujan, sementara itu musim angin timur berlangsung bulan Juni sampai dengan September yang ditandai dengan kondisi laut yang teduh, gelombang tenang, dan jarang terjadi hujan. Peralihan musim yang biasa disebut musim pancaroba bulan Oktober sampai November dan bulan April sampai Mei. Kondisi gelombang laut tidak menentu, sangat tergantung dengan cuaca. Data sepuluh tahun terakhir menyebutkan jumlah curah hujan di Provinsi Bengkulu tidak begitu tinggi. Jumlah curah hujan terendah terjadi pada bulan September (2,5 mm) dan curah hujan tertinggi pada bulan Januari hingga Februari yang dapat mencapai 229,5 mm (Sumber: Monografi Provisi Bengkulu Tahun 2014).

(3)

3. Jumlah Penduduk

Penduduk desa/Kelurahan Pasar Melintang pada akhir tahun 2013 berjumlah 517 jiwa, sedangkan pada akhir penelitian ini (Oktober, 2015), berdasarkan data dari kantor desa/Kelurahan Pasar Melintang, penduduknya telah mencapai jumlah 700 jiwa. Sebagian besar penduduk di Keluruhan Pasar Melintang dihuni oleh suku Sipai yaitu sebanyak 90% dan sisanya adalah pendatang sebanyak 10%. Struktur umur penduduk disuatu wilayah sangat ditentukan oleh tingkat kelahiran, kematian, dan migrasi. Oleh karena itu, jika angka kelahiran disuatu daerah sangat tinggi maka dapat mengakibatkan daerah tersebut tergolong sebagai daerah yang berpenduduk usia muda. Keadaan struktur penduduk di desa/Kelurahan Pasar Melintang berdasarkan umur dan jenis kelamin dapat dilihat dalam tabel 4.1 berikut ini.

Tabel 4.1

Jumlah Penduduk Desa/Kelurahan Pasar Melintang

No Kelompok Umur (Tahun) Laki-Laki (L) Perempuan (P) Jumlah (L+P) 1. 0-4 51 45 96 2. 5-9 51 34 85 3. 10-14 27 27 54 4. 15-19 38 34 72 5. 20-24 35 50 85 6. 24-29 38 43 81 7. 30-34 27 20 47 8. 35-39 25 28 53 9 40-44 13 16 29 10. 45-49 12 15 27 11. 50-54 15 17 32 12. 55-59 7 10 17 13. 60-64 5 7 12 14. 7-74 4 2 6 15. 70-74 2 2 4 Jumlah 350 350 700

(4)

Tabel 4.1 menunjukkan bahwa pada tahun 2015 hampir setengah jumlah penduduk desa/Kelurahan Pasar Melintang, yakni 50% dari jumlah penduduk desa/Kelurahan Pasar Melintang secara keseluruhan atau sebanyak 307 jiwa adalah penduduk usia muda yang berumur di bawah 20 tahun. Tabel di atas, juga menunjukkan bahwa desa/ Kelurahan Pasar Melintang tergolong desa yang berpenduduk usia muda. Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa penduduk desa/Kelurahan Pasar Melintang berjumlah 700 jiwa. Apabila ditinjau dari besarnya jumlah penduduk desa/Kelurahan Pasar Melintang berdasarkan jenis kelamin, maka ternyata bahwa jumlah perempuan dan jumlah laki-laki memiliki komposisi sama rata yaitu masing-masing berpenduduk 350 jiwa. Desa/Kelurahan Pasar Melintang yang memiliki penduduk usia muda berpotensi besar dalam mensosialisasikan (pewarisan dan pengembangan) warisan budaya masyarakat Bengkulu yaitu tabut sebagai tradisi keagamaan yang sangat penting sehingga dapat bertahan dalam keterancamannya akibat arus modernisasi yang semakin terus berkembang dan bisa memanfaatkannya dalam industri budaya kreatif yang bisa memberikan efek positif bagi kebertahanan tabut serta peningkatan ekonomi masyarakat pendukungnya (Sumber: Monografi Kelurahan Pasar Melintang Tahun 2015).

4. Keadaan Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan di desa/Kelurahan Pasar Melintang Kecamatan Teluk Segara relatif maju. Hal tersebut ditandai dengan adanya sikap masyarakat yang relatif terbuka dengan keadaan di sekitar dan kedatangan orang-orang dari luar, sehingga bisa mengikuti perkembangan dalam menyesuaikan dengan situasi yang bisa menguntungkan dirinya. Para orang tua memberi prioritas utama kepada anak-anaknya untuk bersekolah. Kecamatan Teluk Segara desa/Kelurahan Pasar Melintang memiliki beberapa unit Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA), dan jenjang perguruan tinggi. Dari hal tersebut membuktikan bahwa tingkat pendidikan di desa/Kelurahan Pasar Melintang Kecamatan Teluk Segara relatif maju, bahkan hampir 70% masyarakat Sipai mengenyam pendidikan sampai dengan jenjang perguruan tinggi.

(5)

Meskipun tingkat pendidikan masyarakatnya berbeda-beda namun ikatan solidaritasnya tetap terjaga, yang terpenting bagi mereka bisa saling menghargai dan menghormati satu sama lain, sehingga terciptanya kehidupan yang rukun, damai dan tentram. Dalam kaitannya dengan keberadaan tabut di desa/Kelurahan Pasar Melintang, meskipun sebagian telah memiliki pemahaman serta pemikiran yang rasional namun mereka, tetap menghargai tabut sebagai budaya (tradisi leluhur) yang mesti dijaga kelestariannya yang sesungguhnya merupakan bukti nyata bahwa masyarakat suku Sipai merupakan masyarakat yang berbudaya. Efek positifnya yang perlu diterima dan yang dianggap berbenturan dengan pemahaman masyarakatnya tidak begitu dipermasalahkan sehingga terjadi keharmonisan dalam menjaga solidaritas dalam masyarakatnya (Sumber: Monografi Kelurahan Pasar Melintang Tahun 2015).

5. Keadaan Penduduk Menurut Mata Pencaharian

Secara umum sumber mata pencaharian utama masyarakat di desa/Kelurahan Pasar Melintang adalah berprofesi Pegawai Negeri Sipil (PNS). Selain berpropesi sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS), ada beberapa profesi lainnya yang ditekuni oleh masyarakat di desa/Kelurahan Pasar Melintang seperti pedagang, buruh bangunan, dan sebagian kecil berprofesi sebagai nelayan. Komposisi mata pencaharian penduduk di desa/Kelurahan Pasar Melintang dapat dilihat dalam tabel 4.2.

Tabel 4.2

Mata Pencaharian Penduduk Desa/Kelurahan Pasar Melintang

No Mata Pencaharian Jumlah

(Jiwa)

1. Pegawai Negeri Sipil 256

2. Pedagang 47

3. Buruh Bangunan 15

Jumlah 318

Sumber: Kantor Kelurahan Pasar Melintang 2015 1. Pegawai Negeri Sipil

(6)

yang tersebar di Kota Bengkulu. Hal ini dikarenakan sumberdaya manusia dalam komunitas suku Sipai, sudah mengerti dengan pentingnya pendidikan. Seperti yang telah pada subab sebelumnya hampir 70% masyarakat Sipai mengenyam pendidikan sampai dengan jenjang perguruan tinggi. Pegawai Negeri Sipil di desa/ Kelurahan Pasar Melintang terbagi menjadi dua profesi PNS yaitu, Pegawai Negeri Sipil yang berkerja di instansi Pemerintahan dan Pegawai Negeri Sipil yang berkerja di instansi Pendidikan (Guru). Pegawai Negeri Sipil yang berkerja di instansi Pemerintahan biasanya tersebar baik di dalam Kecamatan maupun di luar Kecamatan Teluk Segara, seperti dinas-dinas dan pelayanan publik, sedangkan Pegawai Negeri Sipil yang berkerja di instansi Pendidikan biasanya berprofesi sebagai guru baik guru SD, SMP, SMA, bahkan ada yang berprofesi sebagai Dosen. (Sumber: Monografi Kelurahan Pasar Melintang Tahun 2015). 2. Pedagang

Penduduk desa/Kelurahan Pasar Melintang selain berpropesi sebagai Pegawai Negeri Sipil, sebagian masyarakatnya juga berpropesi sebagai pedagang. Aktivitas bedagang ini biasanya dilakukan oleh ibu-ibu rumah tangga dengan cara membuka kios untuk berjualan di dalam rumah. Umumnya jenis barang yang diperdagangkan adalah barang-barang seperti beras, minyak tanah, minyak goreng, telur ayam, bawang, makanan siap saji, dan makanan-makanan ringan seperti yang terlihat pada gambar 4.1.

Gambar 4.1 : Warung Sembako di Desa/Kelurahan Pasar Melintang

(7)

Pada gambar 4.1 menggambarkan berbagai macam keperluan masyarakat yang dijual oleh pedagang. Pedagang yang ada di desa/Kelurahan Pasar Melintang umumnya dalam kategori pedagang konvensional yang hanya menjual kebutuhan rumah tangga saja. Hal tersebut dilakukan karena faktor modal usaha yang tidak begitu besar sehingga barang-barang yang dianggap keperluan pokoklah yang mereka bisa jual. Bahan-bahan dalam ritual tabut umumnya mereka dapatkan melalui para pedagang tersebut, misalnya beras, minyak kelapa, daun sirih dan buah pinang terkecuali pernak-pernik seperti kain harus membelinya di toko-toko besar yang ada dipusat kota Bengkulu.

3. Tukang Kayu

Keterampilan menjadi buruh bangunan oleh masyarakat Sipai diperoleh secara turun-temurun dari orang tua mereka, karena memang nenek moyang mereka berasal dari suku Benggali India Selatan yang pada waktu itu mereka yang membangun Benteng Malborough di Kota Bengkulu pada masa penjajahan Inggris. Biasanya seorang ayah selalu mengajak anaknya untuk ikut serta di mana dia bekerja. Anak laki-laki membantu dengan kemampuan yang dimilikinya sebagai bukti baktinya terhadap orang tua. Proses tersebut diawali dengan ajakan ayah untuk membuat sesuatu atau memperhatikan apa yang dikerjakan oleh orang tuanya. Pengetahuan akan cara membuat bangunan didapatkan melalui petuah atau perintah sang ayah dalam proses pembuatan rumah.

Oleh karena itu, penduduk senantiasa memiliki ketergantungan pada jasa tukang, bila ingin membangun rumah baru, atau ingin memiliki peralatan rumah. Bahan-bahan pembuatan rumah biasanya disediakan oleh pemesan melalui saran dari tukang. Biasanya bahannya didatangkan dari pengumpul kayu bahan rumah untuk rumah panggung dan dari pengumpul bahan bangunan, seperti batu, pasir, untuk rumah batu. Kehidupan ekonomi masyarakat suku Sipai yang memiliki profesi tukang cukup menjanjikan mengingat profesi tukang tidak begitu banyak yang melakukannya sehingga tiap harinya akan ada selalu pekerjaan yang akan mereka lakukan.

(8)

6. Agama dan Kepercayaan

Masyarakat di desa/Kelurahan Pasar Melintang dahulunya menganut agama

I namun seiring dengan kemajuan zaman dan semakin

berkembangnya pola pikir masyarakat Sipai, membuat kepercayaan ini berangsur mulai ditinggalkan walaupun masyarakat sekitar terutama orang-orang Sipai masih tetap meyakini bahwa cucu Nabi Muhammad S.A.W yang bernama Husain merupakan bagian dari perintah agama yang harus diperingati untuk

mengungkapkan rasa berkabung. Pengaruh I di Bengkulu dibawa oleh

suku Bengali dari India bagian selatan yang kemudian menetap serta menikah dengan orang Bengkulu asli dan menghasilkan keturunan suku Sipai. Hal ini merupakan salah satu faktor yang menyebabkan orang-orang Sipai masih tetap melaksanakan tradisi tabut setiap tahunnya.

Walaupun masyarakatnya mayoritas beragama Islam, namun kepercayaan terhadap benda-benda mistis tetap dijalankan oleh masyarakat Sipai. Hal tersebut terlihat dari prosesi ritual tabut yang masih dilakukan di kuburan dengan menggunakan sesaji-sesaji. Kepercayaan tersebut dimanifestasikan dalam bentuk tindakan dan perilaku dalam kehidupan sehari-hari. Agama dan tradisi tumbuh kembang saling melengkapi sehingga memberikan kesan harmonis dalam menjalankannya. Tradisi budaya orang Sipai bersumber dari ajaran agama Islam sehingga banyak persamaan. Begitupun juga dengan ritual tabut yang masih dilakukan oleh masyarakat suku Sipai namun, mereka lebih mempercayai kekuatan hanya kepada Allah SWT. Mereka menganggap ritual tabut merupakan bagian dari budaya leluhur, oleh karena itu antara budaya dan agama memiliki ruang masing-masing dan berjalan sesuai dengan koridornya.

Indikasi yang menandakan bahwa suku Sipai masih mempercayai benda-benda mistis yang dapat dijumpainya pada praktek ritual tabut seperti ambik tanah, duduk penja, menjara, meradai, arak penja, arak seroban, gham, tabut naik puncak, arak gedang, arak tabut, dan tabut tebuang, yang kesemuanya masih menggunakan sesaji-sesaji. Dalam membangun interaksi dengan benda-benda mistis tersebut, diperlukan seorang dukun untuk memimpin ritual yaitu orang yang memiliki kelebihan di luar jangkauan manusia untuk melakukannya.

(9)

Kepercayaan yang mereka miliki tidak terlepas dari apa yang diwariskan oleh nenek moyang terdahulu. Dalam praktik ritual tabut memiliki nilai yang dijadikan sebagai pedoman hidup yang mengatur hubungan manusia. Sekiranya praktik ritual tabut pun dijadikan acuan sehingga menjadi tradisi orang-orang Sipai. Tradisi adalah sesuatu yang sulit berubah karena sudah menyatu dalam kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, tampaknya tradisi sudah terbentuk sebagai norma yang dibakukan dalam kehidupan masyarakat.

Hubungan kebudayaan dan agama dalam konteks agama dipandang sebagai realitas dan fakta sosial sekaligus juga sebagai sumber nilai dan tindakan-tindakan sosial maupun budaya. Agama, dan kepercayaan lainnya, seringkali terintegrasi dengan kebudayaan. Agama tidak hanya dapat didekati melalui ajaran-ajaran atau lembaga-lembaganya, tetapi juga didekati sebagai suatu sistem sosial, suatu realitas sosial di antara realitas sosial yang lain.

7. Kehidupan Sosial Budaya

Kehidupan sosial budaya masyarakat desa/Kelurahan Pasar Melintang

dahulunya dipengaruhi oleh paham Islam 90%

warga suku Sipai dahulunya

warga pendatang dari suku lain, namun paham Syi dah mulai menghilang

seiring kemajuan pola pikir masyarakat Sipai. Orang-orang Sipai menjalankan tradisi tabut sebagai bentuk untuk menghormati tradisi nenek moyang mereka yang berasal dari keturunan suku Benggali dari India.

Desa/ Kelurahan Pasar Melintang berada di kawasan objek wisata Pantai Panjang Kota Bengkulu yang mengalami perkembangan pesat dalam industri pariwisata, yang menyebabkan banyaknya penduduk pendatang yang masuk, sehingga membawa berbagai macam persoalan serta pola kehidupan sosial budaya global yang masuk ke dalam kehidupan masyarakatnya. Dengan adanya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di segala bidang, pergaulan antar masyarakat lokal yakni suku Sipai dengan pendatang dan wisatawan, mengakibatkan terjadinya perubahan sistem perekonomian ke arah pariwisata. Akibat pengembangan industri pariwisata di Bengkulu yang semakin pesat, tentunya hal ini berdampak pada cepatnya proses interaksi sosial budaya serta perubahan

(10)

pandangan dan pola pikir dalam perilaku kehidupan sosial budaya masyarakat di desa/Kelurahan Pasar Melintang. Perubahan pola pikir ini menyebabkan orang-orang Sipai selalu menilai segala sesuatunya memiliki produk jual yang bernilai ekonomi, salah satunya adalah hasil laut yang mereka dapatkan seperti ikan dan cumi-cumi yang dikeringkan dijadikan produk jual bagi wisatawan yang berkunjung.

8. Kesenian

Kesenian masyarakat di desa/Kelurahan Pasar Melintang masih tetap berlangsung hingga saat ini dan tetap menjunjung tinggi nilai-nilai seni dan budaya peninggalan nenek moyang yang diwariskan dari generasi ke generasi. Masyarakat di desa/Kelurahan Pasar Melintang juga memiliki kesenian yang masih tetap dipertahankan dan dipertunjukan pada saat-saat tertentu, yaitu pada saat tahun baru Islam. Seni yang dipertunjukkan saat tahun baru islam yaitu seni pertunjukan musik dhol yang selalu mengiringi kegiatan ritual tabut. Musik dhol merupakan musik asli masyarakat Bengkulu. Musik ini tergolong musik perkusi yang terbuat dari kulit sapi. Musik dhol dalam perkembanganya menjadi musik pengiring tabut dengan tujuan agar prosesi ritual tidak terlihat sepi. Masuknya kesenian asli Bengkulu yaitu musik dhol kedalam prosesi ritual tabut merupakan kesepakatan bersama antara pelaku tradisi dan pemerintah dengan harapan dapat memeriahkan tradisi tabut menjadi daya tarik wisata budaya Provinsi Bengkulu, seperti yang terlihat pada gambar 4.2.

Gambar 4.2 : Kesenian Musik Dhol

(11)

Gambar 4.2 di atas menunjukan bahwa musik dhol merupakan musik tradisional Provinsi Bengkulu. Selain kesenian musik dhol, masyarakat desa/Kelurahan Pasar Melintang juga memiliki kesenian pertunjukan ikan-ikan. Pertunjukan ikan-ikan juga merupakan kesenian asli masyarakat Bengkulu. Seni pertunjukan ini merupakan simbol dari kesejahteraan masyarakat Bengkulu yang memiliki hasil laut melimpah yang mampu menghidupi masyarakatnya. Kesenian ikan-ikan juga dijadikan sebagai seni pertunjukan yang ikut dikombinasikan dengan tradisi tabut.

4.1.2 Sejarah dan Bentuk Ritual Tabut 1. Sejarah Tabut

Pelaksanaan tabut diartikan sebagai suatu tradisi yang dilakukan suku Sipai di Bengkulu yang merupakan rangkaian kegiatan ritual keagamaan sebagai wujud rasa berkabung atas kematian Husain yang syahid di perperangan, yang berbentuk prosesi-prosesi ritual yang dilakukan secara bertahap selama 10 hari oleh suku

Sipai. Nama tabut t , yang secara

otongan tubuh Husain untuk dibawa dan dimakamkan menuju Padang Karbala, Baghdad Irak.

Tradisi tabut pada awalnya bukanlah tradisi asli orang-orang Sipai, melainkan hasil alkuturasi dengan budaya luar yaitu tradisi berkabung

orang-Irak yang dikenal dengan sebutan hari peringatan Asyura pada tanggal 10 Muharam 61 Hijriah. Tradisi ini awalnya berasal dari Irak. Tradisi berkabung ini kemudian berkembang dan menyebar ke seluruh dunia seiring dengan penyebaran

- ada di Irak tersebut menyebarkan paham

yang mereka anut ke tiap-tiap tempat yang mereka datangi, seperti negara-negara tetangganya yaitu India, Persia, Iran serta negara-negara Jazirah Arab dan beberapa negara lainnya. Tidak ada yang mengetahui secara pasti sejak kapan tradisi tabut masuk ke Bengkulu, namun menurut sejarahnya tradisi ini masuk ke Bengkulu sejak kedatangan suku Bengali

(12)

bangunan Benteng Malborough. Orang-orang suku Bengali ini kemudian menetap di sekitar Benteng Malborough dan berbaur dengan penduduk setempat dan setiap tahunnya mereka melakukan tradisi tersebut. Tradisi ini terus mereka lakukan setiap tahunnya dan mereka wariskan kepada anak cucu mereka yaitu suku Sipai, adapun orang pertama yang mempelopori pelaksanaan tradisi ini di Kota Bengkulu adalah Syekh Burhanuddin, yang lebih dikenal dengan nama Imam Senggolo. Sejak tahun 1990, tradisi tabut ini kemudian dikembangkan menjadi festival tahunan, ini merupakan upaya suku Sipai yang berkerjasama dengan pemerintah untuk melembagakan tabut menjadi kebudayaan khas Provinsi Bengkulu. Tidak hanya itu bahkan, tabut dijadikan sebagai daya tarik wisata budaya di Provinsi Bengkulu seperti, diadakan berbagai macam perlombaan dan peragaan seni budaya, serta pasar malam (Zacky, 2003:40).

Dalam sejarah Islam tercatat bahwa sepeninggalan Nabi Muhammad S.A.W, kepemimpinan umat Islam digantikan oleh empat sahabat besar beliau yaitu Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi Tholib. Semasa pemerintahan Ali bin Abi Tholib terjadi beberapa kendala yang datang dari tiga kelompok, yaitu kelompok istri Rasulullah Aisyah binti Abu Bakar, kelompok sahabat Muawiyah bin Abi Sofyan, dan kelompok Khawarij. Ketiga kelompok ini secara bergiliran melakukan perlawanan yang dikenal dengan perang Jamal dan akhirnya berhasil dipatahkan oleh Ali bin Abi Tholib, kemudian perlawanan berikutnya oleh kelompok Muawiyah bin Abi Sofyan dikenal dengan perang Shiffin, kelompok ini juga berhasil dikalahkan oleh Ali bin Abi Tholib. Kelompok ketiga yang melakukan perlawanan yaitu kelompok Khawarij dan Ali bin Abi Tholib akhirnya gugur pada perperangan melawan kelompok ini. Setelah wafatnya Ali bin Abi Tholib, pasukan Muawiyah bin Abi Sofyan mengukuhkan dirinya sebagai khalifah, sementara pengikut setia Ali bin Abi Tholib ini

bin Abi Tholib yaitu Hasan bin Ali yang menjadi khalifah, dikarenakan mereka beranggapan bahwa putranya yang berhak menggantikan. Pengangkatan Hasan bin Ali ini mendapatkan tantangan besar dari golongan Bani Umayah di bawah kepemimpinan Yazid bin Muawiyah, putra dari Muawiyah bin Muawiyah, putra

(13)

dari Muawiyah bin Abi Sofyan. Hasan bin Ali akhirnya meninggal dunia karena diracun melalui pengkhianatan oleh sebagian pengikut Yazid bin Muawiyah. Kematian Hasan bin Ali ini kemudian menjadi alasan bagi saudaranya yaitu Husain bin Ali untuk membalas dendam dalam usaha mengembalikan kehormatan dan martabat keluarganya. Husain menyusun siasat membina kekuatan untuk merebut kekuasaan dari tangan Yazid bin Muawiyah. Dalam perjalanan untuk merebut kekuasaan yang kala itu berpusat di Damaskus (Irak), pasukan Husain dihadang oleh pasukan Yazid bin Muawiyah di suatu padang pasir bernama Karbala, sehingga terjadilah perperangan besar yang terjadi selama 10 hari, yaitu sejak tanggal 1 sampai dengan 10 Muharam tahun 61 Hijriah. Pertempuran tersebut tidak seimbang, dikarenakan jumlah pasukan Husain jauh lebih sedikit dibandingkan dengan pasukan Yazid bin Muawiyah, hal ini membuat pasukan Husain terdesak sehingga banyak yang gugur, dan pada akhirnya Husein terbunuh. Husein meninggal pada tanggal 10 Muharam dengan kondisi kepala terpenggal dan tangan yang terputus. Peristiwa gugurnya Husein bin Ali

kemudian dijadikan oleh pengikut setianya ( hari peringatan

yang bersejarah (Dahri, 2009:49).

Menurut cerita yang diyakini oleh orang- Sipai,

ketika para prajurit Husain yang selamat dari peperangan sedang mengumpulkan potongan jasad Husain, tiba-tiba dari langit turun suatu bangunan aneh, jasad Husein kemudian diangkat ke udara. Para prajurit tersebut ikut bergantung pada bangunan tersebut, kemudian terdengar suara dan berkata:

Husain, maka buatlah bentuk bangunan seperti ini setiap 10 hari pada bulan

namakan dengan tabut (Zacky, 2003:40).

2. Bentuk Ritual Tabut

Dalam melaksanakan ritual tabut, sebelumnya pihak pemangku tradisi sudah mengetahui lebih dahulu tanggal pelaksanaanya dengan tujuan untuk mempersiapkan berbagai keperluan tabut, karena banyak hal yang harus dipersiapkan suku Sipai mengadakan musyawarah terlebih dahulu antar keluarga tabut. Pada awalnya hanya ada dua tabut yang diritualkan oleh masyarakat Sipai

(14)

yakni tabut sakral yang terdiri dari tabut berkas dan tabut bangsal, namun seiring dengan perkembangan zaman, pihak pemerintah juga menambah jumlah tabut yang diberi nama tabut pembangunan berjumlah 16 buah dan tabut kkt berjumlah 17, sehingga tabut yang diritual berjumlah 33 buah bangunan.

Organisasi Kerukunan Keluarga Tabut (KKT) sendiri di bentuk oleh pemerintah pada tanggal 19 April 1991 yang disahkan berdasarkan surat keputusan Badan Musyawarah Adat Daerah Provinsi Bengkulu Nomor: KEP-14/BMA-PROP/BKL/I/1991 yang berlokasi di Jl. M.Hasan RT.1 NO.68 Kelurahan Pasar Melintang, Kota Bengkulu. Adapun susunan pengurus KKT dapat dilihat dari gambar 4.3 berikut ini

Gambar 4.3 : Struktur Organisasi KKT Masa Bhakti 2013-2016

Sumber: Kerukunan Keluarga Tabut (KKT) 2015

Dari struktur organisasi yang di bentuk oleh Kerukunan Keluaraga Tabut (KKT) tersebut, pada masa bhakti 2013-2016 terdiri dari; (1) Dewan Kehormatan,

Dewan Kehormatan Dewan Pembina Ketua Dewan Asura Ketua Umum

Ir. Syafril Syahbuddin

Sekretaris Umum

Syaiful Hidayat. SE

Bendahara Umum

Rustam Effendi

Anggota

1. Bidang Dhol (Sukri Ramzan)

2. Bidang Pengembangan (Drs. Amril Chandra, M. Si) 3. Bidang Kesenian Rakyat (Chairil Tanjung)

4. Bidang Organisasi (Zainul Arifin)

5. Bidang Tabut KKT (Bambang Hermanto) 6. Bidang Tabut Pembangunan (Syaiful Idris)

(15)

(2) Dewan Pembina, (3) Dewan Asura, (4) Ketua Umum, (5) Seketaris Umum, (6) Bendahara Umum, dan (7) Anggota yang terdiri dari anggota bidang dhol, bidang pengembangan, bidang kesenian rakyat, bidang organisasi, bidang tabut kkt, bidang tabut pembangunan, bidang usaha, bidang promosi. Kesemuanya ini memiliki tugas dalam melaksanakan ritual tabut. Ada beberapa peralatan dan perlengkapan yang harus dipersiapkan, sebelum melaksanakan ritual tabut, untuk mendapatkan keterangan yang lebih jelas maka dapat diuraikan sebagai berikut. 1. Peralatan Pembuatan Tabut

Sebelum adanya campur tangan pemerintah dalam tradisi tabut, peralatan pembuatan tabut masih menggunakan perlengkapan dan perlatan sederhana yakni menggunakan bahan dasar dari bambu dan daun rumbia. Namun, saat ini dalam membuat bangunan tabut, diperlukan alat dan bahan yang lebih modern dan relatif mahal seperti, kayu, rotan, cat, kertas karton, kertas marmer, kertas grip, tali, pisau ukir, lampu senter, alat-alat gambar, lampu hias, bunga kertas, dan bunga plastik. Pembuatan tabut dilakukan oleh orang-orang tertentu dari suku Sipai yang tergabung dalam KKT. Mereka merupakan pengerajin bangunan tabut yang lebih dikenal sebagai kreator tabut. Pembuatan tabut dilakukan jauh hari sebelum pelaksanaan tradisi, dikarenakan pembuatan satu bangunan tabut biasanya memerlukan waktu 7-10 hari. Cara pembuatan tabut dimulai dengan membuat bangunan tabut dengan bahan baku kayu yang telah menjadi papan. Bangunan tersebut kemudian dibentuk dan diukir menjadi pagoda, rumah, dan menara masjid yang kesemuanya disusun secara bertingkat. Setelah proses pembuatan bangunan selesai, tahap selanjutnya dilakukan pengecatan bangunan tabut dengan menggunakan warna dasar putih. Setelah cat mengering, proses selanjutnya yaitu menempelkan kertas karton dan kertas grip pada bangunan tabut. Tahap selanjutnya adalah memasang lampu hias serta menghiasi bangunan dengan dengan aneka bunga plastik, bunga kertas, kertas marmer, dan berbagai macam hiasan-hiasan lainnya. (Sumber:Dokumen Kerukunan Keluarga Tabut Tahun 2014).

(16)

2. Peralatan Kenduri dan Sesaji

Kenduri dan sesaji digunakan sebagai pelengkap proses ritual tabut. Bahan-bahan yang digunakan untuk membuat kenduri dan sesaji antara lain: beras ketan, pisang emas, tebu, jahe, gula aren, gula pasir, kelapa, ayam, daging, bumbu masak, kemenyan, sirih, rokok nipah, kopi, selasih, dan cendana. Persiapan sesaji ini disiapkan oleh ibu-ibu atau para wanita suku Sipai, kenduri dan sesaji ini diperlukan di dua tahapan ritual yaitu, ambik tanah dan duduk penja. Sebelum dua tahapan ritual tersebut dilaksanakan, para wanita bergotong royong membuat serta mempersiapkan sesaji yang berupa nasi kebuli (nasi khas timur tengah), bubur merah, bubur putih yang terbuat dari beras ketan, santan kelapa, dan air kopi pahit. Adapun sesaji yang dipersiapkan tanpa harus dimasak yaitu pisang emas, rokok nipah, sirih yang diletakan dalam wadah yang terbuat dari kuningan, tebu, air susu mentah, gula aren, dan kemenyan yang diletakan pada dupa kecil, seperti terlihat pada gambar 4.4 berikut.

Gambar 4.4 : Kenduri dan Sesaji Ritual Tabut

Sumber: Dokumentasi Yudhi Susanto 2015

Gambar 4.4 adalah bahan-bahan yang digunakan oleh orang-orang Sipai sebagai alat dan bahan perlengkapan kenduri dan sesaji dalam pelaksanaan ritual tabut terutama dalam ritual ambik tanah dan duduk penja. Semua persyaratan seperti beras ketan, pisang emas, tebu, jahe, gula aren, gula pasir, kelapa, ayam, daging, bumbu masak, kemenyan, sirih, rokok nipah, kopi, selasih, dan cendana diyakini oleh masyarakat Sipai sebagai syarat persembahan sesuai dengan

(17)

keinginan roh leluhur. Semua persyaratan ini telah ada secara turun temurun. (Sumber: Dokumen Kerukunan Keluarga Tabut Tahun 2014).

3. Perlengkapan Musik Tabut

Alat-alat musik yang biasanya digunakan dalam upacara tabut adalah alat musik yang bernama dhol dan tassa yaitu alat musik khas dari Bengkulu. Sebelum digunakan sebagai alat musik tabut, dhol dan tassa digunakan sebagai musik pengiring tari pedang yang merupakan tari khas dari Provinsi Bengkulu. dhol merupakan beduk dengan garis tengah sekitar 70-125 cm yang terbuat dari kayu yang tengahnya ditutup dengan kulit lembu yang dikeringkan, alat pemukulnya berdiameter 5 cm dengan panjang mencapai 30 cm. Sedangkan tassa berbentuk seperti rebana yang terbuat dari tembaga, besi plat atau almunium yang ditutup dengan kulit kambing yang telah dikeringkan. Alat musik dhol dan tassa ini dimainkan oleh kaum laki-laki dari suku Sipai yang berusia remaja dan dewasa, mereka dikelompokan dalam grup musik tabut yang dibentuk pemerintah bersama-sama dengan Kerukunan Keluarga Tabut (KKT), seperti pada gambar 4.5 berikut.

Gambar 4.5 : Perlengkapan Musik Tabut Dhol dan Tassa

Sumber: Dokumentasi Yudhi Susanto 2015

Gambar 4.5 di atas merupakan alat musik dhol dan tassa yang digunakan oleh orang-orang Sipai sebagai perlengkapan musik pengiring tabut. Cara memainkan alat musik ini yaitu dengan cara dipukul-pukul dengan alat pemukulnya yang

(18)

terbuat dari kayu. dhol dan tassa ini ditampilkan dalam hampir setiap tahapan ritual tabut seperti ambik tanah, duduk penja,menjara, arak penja, arak seroban, arak gedang, meradai dan tabut terbuang. Hanya pada rituan gham yang tidak menggunakan alat musik dhol maupun tassa, karena pada ritual tersebut tidak diperkenankan membunyikan suara apapun termasuk alat musik dhol dan tassa, karena gham merupakan ritual masa berkabung. (Sumber: Dokumen Kerukunan Keluarga Tabut Tahun 2014).

4. Pelaksanaan Ritual Tabut

Setelah segala persiapan telah dilakukan, tradisi tabut kemudian dilaksanakan selama 10 hari awal tahun Hijriah pada bulan Muharam mulai dari tanggal 1-10 Muharam. Tempat pelaksanakan ritual tabut ini dilakukan di tempat-tempat yang telah ditentukan oleh pemerintah bersama dengan anggota KKT. Banyak tempat yang dijadikan sebagai tempat ritual, dikarenakan tradisi tabut ini memiliki banyak kegiatan. Adapun tempat yang sering dijadikan kegiatan ritual tabut yaitu: Tapak Paderi, Keramat Anggut, jalan-jalan utama Kota Bengkulu, Lapangan Merdeka Kota Bengkulu (View Tower) Kelurahan Berkas, Kelurahan Bangsal, Kelurahan Pasar Melintang, dan Kelurahan Padang Jati (Kompleks Pemakaman Syekh Burhanuddin di Padang Karbala).

Tata cara pelaksanaan ritual tabut ini terdiri atas 11 ritual yang dilakukan secara bertahap selama 10 hari 10 malam, dimulai sejak tanggal 1-10 Muharam secara berturut-turut. Adapun ke sebelas ritual yang dilaksankan dalam tradisi Tabut yaitu meliputi: (1) ambik tanah, (2) duduk penja, (3) menjara, (4) meradai, (5) arak penja, (6) arak seroban, (7) gham, (8) tabut naik puncak, (9) arak gedang, (10) arak tabut, dan (11) tabut tebuang. Untuk lebih jelasnya mengenai prosesi ritual tabut dapat dilihat dalam penjelasan berikut ini.

1. Ambik Tanah

Ritual ambik tanah dilaksanakan pada malam tanggal 1 Muharam pada pukul 22.00 WIB. Tanah yang diambil bukan tanah sembarangan akan tetapi tanah yang dianggap oleh orang Sipai sebagai tanah yang mengandung nilai magis, oleh sebab itu pengambilan tanah harus dilakukan di lokasi yang telah ditentukan oleh orang-orang Sipai yang tergabung dalam anggota Kerukunan Keluarga Tabut

(19)

(KKT). Lokasi pengambilan tanah hanya ada dua tempat di Kota Bengkulu yaitu (1) Tanah Keramat Tapak Paderi, yang terletak di tepi laut pantai panjang berjarak sekitar 100 meter ke utara dari Benteng Marlborough, (2) Tanah Keramat Anggut, terletak tidak jauh dari perkuburan umum di Pasar Tebek dekat Tugu Hamilton dekat Hotel Grage Horison Bengkulu. Di dua lokasi inilah ritual ambik tanah dilakukan oleh orang-orang Sipai. Proses ritual ambik tanah dilakukan secara serentak, dengan cara membagi anggota pelaksanaan menjadi dua kelompok. Kelompok pertama dilakukan oleh keluarga tabut bangsal di Tanah Keramat Anggut, sedangkan kelompok kedua dilakukan oleh keluarga tabut berkas di Tanah Keramat Tapak Paderi. Berikut adalah salah satu pelaksanaan ritual ambik tanah oleh kelompok keluarga tabut bangsal, seperti terlihat pada gambar 4.6 berikut.

Gambar 4.6 : Ritual Ambik Tanah

Sumber: Dokumentasi Yudhi Susanto 2015

Gambar 4.6 merupakan ritual ambik tanah, terlihat bahwa para pemangku sedang memilah-milah tanah yang cocok untuk dijadikan ritual. Ritual ambik tanah dilakukan pada malam hari di tanah yang dianggap keramat oleh orang Sipai. Untuk mendukung itu semua dalam ritual mengambil tanah dilengkapi dengan sesajen berupa bubur merah, bubur putih, gula merah, daun sirih, rokok nipah tujuh batang, kopi pahit satu gelas, susu sapi murni satu gelas, air cendana satu gelas, dan air selasih satu gelas sebagai ritual persembahan untuk diberikan kepada roh-roh halus disekitar lokasi pengambilan tanah tersebut. Tanah yang diambil akan dibentuk seperti boneka manusia dan dibungkus dengan kain kafan

(20)

bewarna putih, lalu diletakan di gerga (pusat kegiatan/markas kelompok tabut). Ritual ambik tanah memiliki makna yaitu untuk mengenang asal kejadian manusia yang berasal dari tanah dan akan kembali ke tanah.

2. Duduk Penja

Ritual duduk penja merupakan ritual kedua dalam tradisi tabut, ritual ini dilakukan pada tanggal 4 Muharam pada pukul 17.00 WIB. Kata penja sendiri adalah benda berbentuk telapak tangan manusia lengkap dengan jari-jarinya, oleh karena itu nama lain dari penja ini adalah jari-jari. Dalam setiap kelompok keturunan keluarga tabut terdapat sepasang penja, yang terbuat dari kuningan dan perak. Menurut suku Sipai, penja merupakan benda keramat yang dipercaya mengandung kekuatan magis, oleh sebab itu penja harus dirawat, dicuci dengan air bunga dan air jeruk nipis setiap tahunnya, seperti terlihat pada gambar 4.7 berikut.

Gambar 4.7 : Ritual Duduk Penja

Sumber: Dokumentasi Yudhi Susanto 2015

Gambar 4.7 di atas merupakan ritual duduk penja yang merupakan ritual untuk mencuci jari-jari. Prosesi ritual duduk penja ini dilakukan di gerga (pusat kegiatan/markas kelompok tabut) yang mana proses ritualnya dipimpin oleh sesepuh keluarga tabut. Seperti halnya ritual ambik tanah, pada ritual duduk penja juga dilengkapi sesaji seperti, satu porsi nasi kebuli, satu piring emping beras, satu sisir pisang emas, satu potong tebu, satu gelas kopi pahit, dan satu kelas susu sapi murni. Ritual duduk penja memiliki makna, yaitu sebagai simbol dalam menegakkan pilar agama Islam.

(21)

3. Menjara

Ritual menjara merupakan kegiatan berkunjung dengan mendatangi antar sesama kelompok keluarga tabut untuk beruji tanding alat musik dhol dan tassa demi menjalin tali silahturahmi antar kelompok keluarga tabut. Kegiatan ini merupakan ritual ketiga dalam tabut yang dilaksanakan pada tanggal 5-6 Muharam, pada pukul 20.00 WIB sampai dengan pukul 00.00 WIB. Pada tanggal 5 Muharam kelompok tabut bangsal mendatangi kelompok tabut berkas Acara ini dilakukan di gerga masing-masing kelompok tabut. Ritual menjara juga memiliki makna khusus yaitu, sebagai perjalanan panjang di malam hari yang diibaratkan seperti perjalanan dari Madinah menuju Karbala yang dipadukan dengan musik dhol, tassa, bendera, dan panji-panji kebesaran, seperti terlihat pada gambar 4.8 berikut.

Gambar 4.8 : Ritual Menjara

Sumber: Dokumentasi Yudhi Susanto 2015

Pada gambar 4.8 di atas merupakan ritual menjara. Dari gambar tersebut terlihat bahwa seluruh masyarakat Sipai yang tergabung dalam Kerukunan Keluarga Tabut (KKT) melakukan uji tanding alat musik dhol yaitu antara keluarga tabut bangsal pada gambar sebelah kiri dan keluarga tabut berkas pada gambar sebelah kanan. Hal ini dilakukan keduanya sebagai bentuk untuk menjaga dan meningkatkan hubungan silahturahmi antar keluarga tabut sakral.

(22)

4. Meradai

Ritual meradai merupakan salah satu ritual dari tabut yang merupakan kegiatan ritual yang dilakukan untuk memberitahu kabar/berita duka kepada masyarakat setempat kala itu, bahwa cucu Nabi Muhammad yang bernama Husain mati syahid di medan perperangan. Kegiatan ritual meradai biasanya dilakukan oleh anak-anak dari Kerukunan Keluarga Tabut (KKT) yang rata-rata berusia 10-12 tahun. Ritual meradai ini dilakukan selama tiga hari berturut-turut yang terhitung dari tanggal 6 sampai dengan tanggal 8 Muharam, yaitu pada pukul 07.00-17.00 WIB. Pada ritual ini diwajibkan anak-anak membunyikan musik berirama swena yaitu irama musik yang keluar dari alat musik pukul bernama tassa yang artinya irama berduka cita untuk mengiringi pemberitahuan wafatnya cucu Nabi Muhammad S.A.W yang bernama Husain, seperti terlihat pada gambar 4.9 berikut.

Gambar 4.9 : Ritual Meradai

Sumber: Dokumentasi Yudhi Susanto 2015

Gambar 4.9 di atas merupakan ritual meradai. Dari gambar tersebut terlihat anak-anak Kerukunan Keluarga Tabut (KKT) rata-rata berusia antara 10-12 tahun sedang menjalankan ritual meradai dengan menggunakan alat musik tassa dan dhol berukuran kecil. Ritual ini biasanya dilakukan 4-5 orang tanpa di dampingi oleh orang dewasa. Selain untuk memberitahu berita duka kepada masyarakat setempat bahwa cucu Nabi Muhammad S.A.W yang bernama Husain mati syahid dalam perperangan, ritual ini secara tidak langsung juga dapat mengajarkan kepada anak-anak untuk mulai mencintai tradisi tabut sejak dini.

(23)

5. Arak Penja

Ritual arak penja merupakan kegiatan membawa jari-jari yang telah dicuci pada ritual duduk penja. Ritual arak penja dilaksanakan malam hari pada tanggal 7 Muharam, yaitu pada pukul 20.00 WIB. Penja-penja yang telah dicuci bersih pada saat ritual duduk penja yang disimpan di gerga (pusat kegiatan/markas kelompok tabut) kemudian dimasukan ke dalam coki (tabutKecil) dengan diringi pembacaan do a oleh masing-masing ketua kelompok tabut untuk di bawa menuju ke lapangan terbuka. Setelah sampai di lapangan, masing-masing sub kelompok keluarga tabut memberikan rasa penghormatan kepada tabut bangsal dan tabut berkas. Ritual arak penja memiliki makna yaitu sebagai simbol untuk menjunjung tinggi 5 pilar Islam yaitu 5 rukun Islam dan kewajiban sholat 5 waktu, seperti terlihat pada gambar 4.10 berikut.

Gambar 4.10 : Ritual Arak Penja

Sumber: Dokumentasi Yudhi Susanto 2015

Gambar 4.10 merupakan ritual arak penja. Pada gambar tersebut, terlihat bahwa dalam ritual arak penja ini terdapat coki (tabut kecil) yang berisi penja (jari-jari) yang telah dihiasi oleh bunga-bunga dari plastik yang kemudian akan dibawa menuju panggung yang disediakan oleh pemerintah. Prosesi ritual arak penja dihadiri oleh pejabat pemerintah seperti Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Bengkulu, Wali Kota Bengkulu, Gubenur Provinsi Bengkulu, segenap masyarakat, dan wisatawan yang hadir dalam acara malam festival tabut yang dilaksanakan di Lapangan Merdeka Kota Bengkulu.

(24)

6. Arak Seroban

Ritual arak seroban adalah kegiatan membawa sorban yang pelaksanaanya sama persis dengan ritual arak penja akan tetapi benda yang di arak selain penja, terdapat juga sorban putih yang diletakan pada coki (tabut kecil). Selain itu pada ritual arak seroban ini terdapat juga bendera-bendera yang digunakan untuk mengiringi bangunan tabut, yaitu bendera bewarna putih, hijau, dan biru yang dengan kaligrafi huruf Arab yang indah. arak seroban dilaksanakan malam hari pada tanggal 7 Muharam setelah selesai dilakukan arak penja, yaitu pukul 21.00 WIB dengan lokasi pelaksanaan sama dengan ritual arak penja yaitu dilapangan Merdeka Kota Bengkulu. Ritual ini memiliki makna yaitu sebagai simbol untuk menjunjung kemuliaan Al-Husain, seperti terlihat pada gambar 4.11 berikut.

Gambar 4.11 : Ritual Arak Seroban

Sumber: Dokumentasi Yudhi Susanto 2015

Gambar 4.11 merupakan ritual arak seroban. Dari gambar tersebut terlihat bahwa coki (tabut kecil) berisikan penja (jari-jari) yang telah dicuci bersih dimasing-masing gerga (pusat kegiatan/markas kelompok tabut) kemudian dibungkus dengan sorban berwarna putih. Coki yang berisi sorban tersebut, kemudian diarak menuju panggung sama halnya seperti ritual arak penja dengan tujuan yaitu untuk diperlihatkan kepada Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Bengkulu, Wali Kota Bengkulu, Gubenur Provinsi Bengkulu, segenap

(25)

masyarakat, dan wisatawan yang hadir dalam acara malam festival tabut yang dilaksanakan di Lapangan Merdeka Kota Bengkulu.

7. Gham

Ritual gham adalah ritual tabut yang sangat penting dilakukan, karena gham merupakan masa tenang untuk bersedih dan merenung. Nama gham sendiri

ghum

saat pelaksanaan ritual gham diwajibkan bagi seluruh keluarga tabut untuk tidak melakukan aktivitas yang berkaitan dengan tabut, termasuk membunyikan musik dhol dan tassa. Ritual gham dilaksanakan pada tanggal 9 Muharam di kediaman masing-masing kelompok keluarga tabut, pada pagi hari sampai dengan sore hari dari pukul 07.00-16.00 WIB atau sampai dengan pelaksanaan ritual tabut naik puncak seperti terlihat pada gambar 4.12 berikut.

Gambar 4.12 : Ritual Gham

Sumber: Dokumentasi Yudhi Susanto 2015

Gambar 4.12 menunjukan suasana saat ritual gham berlangsung di kantor Kerukunan Keluarga Tabut (KKT) Jl. M.Hasan RT.1 NO.68 Kelurahan Pasar Melintang, Kota Bengkulu. Dari gambar tersebut tampak bahwa, jalanan dan suasana di lokasi kantor KKT sangat sepi, tidak ada orang yang lalu lalang, maupun kendaraan yang melintas. Hal ini dikarenakan semua pelaku tradisi yakni masyarakat Sipai sedang melaksanakan ritual gham yaitu merupakan masa tenang dan merenung.

(26)

8. Tabut Naik Puncak

Ritual tabut naik puncak merupakan proses memindahkan puncak tertinggi tabut menuju badan bangunan, agar menjadi satu kesatuan tabut yang utuh. Ritual tabut naik puncak merupakan prosesi paling sulit dan mengandung resiko yang cukup besar, maka dari itu sebelum tabut naik puncak dilakukan, dukun terlebih

dahulu untuk memohon kepada Tuhan agar diberi kelancaran

dan kemudahan dalam proses tabut naik puncak. Prosesi ini dilakukan oleh beberapa orang dari pihak Kerukunan Keluarga Tabut (KKT) baik dari keluarga tabut berkas maupun keluarga tabut bangsal yang bertugas membantu memindahkan puncak tabut. Pelaksanaan ritual tabut naik puncak dilakukan pada tanggal 9 Muharam di sore hari yaitu, setelah pelaksanaan ritual gham dilaksanakan, sekitar pukul 16.00-18.00 WIB dengan diiringi pukulan musik dhol dan tassa, seperti terlihat pada gambar 4.13 berikut.

Gambar 4.13 : Ritual Tabut Naik Puncak

Sumber: Dokumentasi Yudhi Susanto 2015

Gambar 4.13 merupakan ritual tabut naik puncak. Dari gambar tersebut terlihat bahwa, para pelaku tradisi tabut sedang melakukan prosesi tabut naik

(27)

puncak yaitu memasang bagian atas bangunan tabut agar menjadi satu-kesatuan bangunan yang utuh. Ritual ini memiliki makna yaitu sebagai simbol perjuangan cucu nabi Muhammad S.A.W bernama Husain dalam membela agama Islam. 9. Arak Gedang

Ritual arak gedang adalah upacara pawai besar yang ditunggu-tunggu oleh masyarakat Bengkulu. Sebelum arak gedang dilakukan masing-masing kelompok tabut terlebih dahulu melaksanakan ritual pelepasan tabut di masing-masing gerga (pusat kegiatan/markas kelompok tabut). Ritual arak gedang dilaksanakan pada tanggal 9 Muharam malam setelah pelaksanaan ritual arak gedang yaitu, pada pukul 18.00-00.00 WIB. Setelah ritual selesai, kelompok-kelompok tabut bergerak dari gerga (pusat kegiatan/markas kelompok tabut) menuju Lapangan Merdeka Kota Bengkulu. Setelah sampai di lokasi bangunan-bangunan tabut tersebut kemudian dibariskan sejajar satu sama lain membentuk shaf-shaf atau

tabut besanding

mencapai 33 bangunan tabut yang terdiri dari 17 tabut kkt dan 16 tabut tabut pembangunan, seperti terlihat pada gambar 4.14 berikut.

Gambar 4.14 : Ritual Arak Gedang

Sumber: Dokumentasi Yudhi Susanto 2015

Gambar 4.14 merupakan ritual arak gedang. Dari gambar tersebut, terlihat bahwa bangunan-bangunan tabut ditampilkan secara rapi pada malam terakhir ritual. Bangunan tabut yang di arak gedang merupakan tabut yang berasal dari pemerintah yakni tabut kkt dan tabut pembangunan. Ritual arak gedang memiliki

(28)

makna sebagai pengumpulan potongan tubuh Husain ketika wafat di medan perang.

10. Arak Tabut

Ritual arak tabut merupakan kegiatan membawa bangunan tabut dari lapangan merdeka menuju ke pembuangan di objek wisata ziarah Padang Karbala. Sebelum melakukan arak tabut, pihak Kerukunan Keluarga Tabut (KKT ) terlebih dahulu melaksanakan upacara pelepasan tabut sekaligus menutup secara resmi acara tabut yang dihadiri oleh Gurbenur Provinsi Bengkulu. Setelah upacara penutupan selesai, bangunan-bangunan tabut yang berjumlah 20 buah yakni 10 tabutkkt dan 10 tabut pembangunan yang kemudian dikumpulkan dan dibariskan sejajar satu sama lain untuk dibawa ke pembuangan yang berjarak sekitar 4 km. Kegiatan membawa tabut dinilai cukup sulit karena para pembawa tabut harus bisa melewati kabel-kabel listrik yang melintas dan menghadang jalannya tabut. Ritual arak tabut ini dilaksanakan pada tanggal 10 Muharam sekitar pukul 14.00-16.00 WIB seperti terlihat pada gambar 4.15 berikut.

Gambar 4.15 : Ritual Arak Tabut

Sumber: Dokumentasi Yudhi Susanto 2015

Gambar 4.15 di atas merupakan ritual arak tabut. Dari gambar tersebut terlihat bahwa bangunan tabut dibawa menuju ke pembuangan. Proses membawa tabut ini dilakukan oleh anak-anak muda dari Kerukunan Keluarga Tabut (KKT) yang masing-masing didampingi oleh ketua kelompok. Dalam satu bangunan tabut terdiri dari 15 orang yang membantu membawa tabut menuju makam

(29)

Syekh Burhanuddin di Padang Karbala. Ritual arak tabut memiliki simbol membawa potongan tubuh Husain untuk di makamkan.

11. Tabut Tebuang

Ritual tabut tebuang merupakan kegiatan terakhir dari keseluruhan rangkaian ritual tabut. Ritual tabut tebuang adalah kegiatan membuang bangunan tabut pada tempat khusus yang telah ditentukan. Kegiatan ini dilakukan pada tanggal 10 Muharam, semua bangunan tabut yang telah dikumpulkan di Lapangan Merdeka yang berjumlah 20 yakni 10 tabutkkt dan 10 tabut pembangunan yang kemudian dibawa menuju Keluruhan Padang Jati dan berakhir di komplek pemakaman umum Karbala. Tempat ini menjadi lokasi ritual tabut tebuang, karena disini merupakan makam dari Syekh Burhanuddin yang merupakan pelopor tradisi tabut di Bengkulu, di makam tersebut, diadakan ritual yaitu dengan membaca doa-doa khusus, dimana ritual ini hanya bisa dipimpin oleh seorang dukun tabut atau orang yang paling berpengaruh besar dalam kelompok masyarakat Sipai. Setelah doa-doa ritual selesai dilakukan di makam Syekh Burhanuddin, bangunan-bangunan tersebut kemudian dibuang. Pembuangan tersebut hanya sebagai simbol saja. Dengan terbuangnya tabut maka seluruh rangkaian upacara tabut berakhir, seperti terlihat pada gambar 4.16 berikut.

Gambar 4.16 : Ritual Tabut Tebuang

Sumber: Dokumentasi Yudhi Susanto 2015

Gambar 4.16 di atas merupakan ritual tabut tebuang. Dari gambar tersebut, terlihat bahwa para pelaku tradisi sedang melaksanakan ritual dan memohon do a

(30)

di makam Syekh Burhanuddin. Proses ritual tabut tebuang dihadiri oleh dukun tabut dengan membakar sesaji di atas makam dan diiringi dengan do

Ritual tabut tebuang dilakukan sebagai ungkapan rasa hormat orang Sipai terhadap Syekh Burhanuddin.

4.1.3 Proses Komodifikasi Tabut

1. Proses Komodifikasi Tabut Pada Masa Orde Baru

Dari hasil temuan di lapangan menunjukan bahwa, Dinas Pariwisata adalah institusi resmi yang ditunjuk oleh pemerintah pusat yang bertugas dalam melakukan pengembangan tabut menjadi daya tarik wisata budaya di Provinsi Bengkulu. Program yang dilakukan pemerintah tersebut, bertujuan untuk mengangkat tradisi ini menjadi sebuah aset produk wisata khas Bengkulu yang memiliki nilai jual bagi wisatawan. Komodifikasi tabut sebagai daya tarik wisata

budaya di Provinsi B Visit

Indonesia Year pemerintah Indonesia pada masa Orde Baru

tahun 1990-an. Pada saat itu, banyak investor asing yang menanamkan saham dan modalnya di Indonesia. Dari hal tersebut, pemerintah provinsi Bengkulu begitu tertarik untuk mengangkat tabut yang dimiliki oleh suku Sipai menjadi sebuah aset produk wisata yang memiliki nilai jual bagi wisatawan.

Hal ini sesuai dengan ungkapan yang dikemukakan oleh Kepala Bidang Pengelolaan, Perencanaan, dan Pengembangan Wisata (P3W) Provinsi Bengkulu Bapak Suparhim.S.E (56 tahun). Hasil kutipan wawancaranya sebagai berikut:

-an pemerintah Bengkulu ikut berpartisipasi Visit Indonesia Year tabut kami pilih sebagai daya tarik wisata khas Bengkulu, karena memang tradisi ini memang sangat unik dan tentunya memiliki

Dari penuturan informan di atas mengungkapkan bahwa, tradisi tabut mulai dikomodifikasi menjadi daya tarik wisata oleh pemerintah melalui program Visit

Indonesia Year Tradisi tabut dikomodifikasi oleh pemerintah

(31)

tradisi budaya yang memiliki nilai jual dan sebagai modal berharga bagi pengembangan ekonomi masyarakat Bengkulu dimasa mendatang.

Keikutsertaan pemangku tradisi yakni suku Sipai dalam mendukung kebijakan pemerintah menjadikan tabut sebagai daya tarik wisata budaya di Provinsi Bengkulu, merupakan perkara yang sulit karena hal ini menyangkut masalah tradisi nenek moyang yang dilakukan secara turun temurun oleh masyarakat pendukungnya, bahkan akibat dari kebijakan tersebut menimbulkan konflik antara pemerintah dan pemangku tradisi. Pemangku tradisi yaitu, orang-orang Sipai awalnya menolak dengan dijadikannya tabut sebagai daya tarik wisata budaya ke dalam bentuk festival, karena hal ini secara tidak langsung dapat menghilangkan keaslian dan kesakralan dari tabut itu sendiri.

Ungkapan tersebut di atas senada dengan apa yang disampaiakan oleh Bapak Rustam Effendi. S.Sos (54 tahun) selaku pewaris budaya tabut. Hasil kutipan wawancaranya sebagai berikut:

tersebut, sampai-sampai diantara dari kami dan termasuk saya sendiri kala itu merasa adanya unsur politik dibalik program itu yang justru dapat menghilangkan nilai kesakralan tabut, sehingga adanya sedikit konflik antara kami dengan

Dari penuturan informan di atas menunjukan bahwa, terjadinya konflik antara masyarakat lokal yaitu suku Sipai dengan pemerintah yaitu Dinas Pariwisata. Suku Sipai menolak terhadap perubahan kesakralan tabut ke arah profan menuju komersialisai tradisi melalui pengembangan tabut menjadi daya tarik wisata budaya. Pemangku tradisi yakni suku Sipai mengiginkan tradisi ini jangan dikomersialkan ke dalam bentuk daya tarik wisata, mereka tetap mengiginkan tabut tetap pada fungsi utamanya untuk menjaga nilai kesakralannya. Maka dari itu untuk mengatasi perkara yang sulit tersebut, dilakukan proses negosiasi antara pemerintah dan pemangku tradisi tabut.

Negosiasi dipilih dengan tujuan untuk menyelesaikan sengketa antara Dinas Pariwisata dan pemangku tradisi yakni suku Sipai, yaitu dengan cara melibatkan dua kelompok mediasi yaitu pemerintah pusat dan kelompok adat yang diwakili

(32)

oleh Rajo Bengkulu yaitu Datuk Malaban. Kedua kelompok ini menjadi penengah dari konflik kedua belah pihak dengan cara mempertemukan keduanya dalam seminar terbuka pada awal tahun 1991 guna membahas mengenai rencana pegembangan tabut sebagai daya tarik wisata budaya. Dalam proses negosiasi yang dilakukan, Drs. Agus Sumarno selaku Kepala Dinas Pariwisata kala itu mengkomunikasikan program yang mereka buat kepada pimpinan adat Rajo Bengkulu dan segenap para pelaku tradisi.

Proses negosiasi dilakukan di Balai Adat Provinsi Bengkulu dihadiri oleh sejumlah elit pemerintah, pelaku tradisi, pemangku adat, dan tokoh masyarakat. Ketua Dinas Pariwisata Drs. Agus Sumarno mengutarakan maksud dan tujuan dijadikannya tabut sebagai daya tarik wisata budaya, yaitu sebagai sebuah strategi untuk meningkatkan pendapatan ekonomi masyarakat Bengkulu dari sektor pariwisata yang secara tidak langsung sebagai bentuk penyelamatan tradisi budaya Bengkulu dari kepunahan. Proses negosiasi kala itu dilakukan secara terbuka dengan tanya jawab satu sama lain, sehingga tidak ada hal-hal yang ditutup-tutupi baik dari pihak pemerintah yaitu Dinas Pariwisata maupun dari pihak pemangku tradisi yaitu masyarakat Sipai.

Hal ini sejalan dengan apa yang dituturkan oleh Bapak Rustam Effendi. S.Sos (54 tahun) selaku pewaris budaya tabut. Hasil kutipan wawancaranya sebagai berikut:

u terjadinya rundingan antara pemerintah dan pelaku tradisi tabut di Gedung Balai Adat. Mereka berbicara saling terbuka satu sama lain dalam membahas dijadikanya tabut sebagai daya tarik wisata budaya. Dari hasil pertemuan yang dilakukan, di sepakati dibentuknya KKT dan ditetapkanya tabut menjadi bagian dari kinerja pemerintah menjadi festival budaya yang

Dari penuturan informan di atas menunjukan bahwa, proses negosiasi yang dilakukan kedua belah pihak berlangsung dengan baik. Hal ini dikarenakan pemerintah terus melakukan komunikasi dan pendekatan yang baik dengan pemangku tradisi dalam terus mensosialisasikan tabut sebagai daya tarik wisata budaya. Adapun kesepakatan yang di ambil oleh masing-masing pihak baik pemerintah dan pemangku tradisi, yaitu sebagai berikut: (1) dari pihak pemangku

(33)

tradisi sendiri, diputuskan untuk dibentuknya organisasi Kerukunan Keluarga Tabut (KKT) pada tanggal 19 April 1991 dengan Bapak Mulyono sebagai Ketua. Adapun tujuan dibentuknya Kerukunan Keluarga Tabut (KKT) yaitu, sebagai wadah pemersatu seluruh masyarakat keturunan Sipai dalam menjalankan tradisi tabut dan sekaligus sebagai organisasi yang dapat memantau seluruh kebijakan-kebijakan pemerintah dalam pengembangan tabut. (2) dari pihak pemerintah sendiri, ditetapkannya tabut menjadi festival budaya tahunan yang juga merupakan bagian dari kinerja pemerintah.

Dalam rangka mewujudkan tujuan dan sasaran tersebut, implementasinya tidak dapat dilepaskan dari ketatalaksanaan program/kegiatan, dimana secara konseptual program diformulasikan untuk rancangan pengembangan tabut menjadi daya tarik wisata budaya yang selanjutnya diimplementasikan dalam kegiatan dan pelatihan. Dari hasil kesepakatan tersebut pada tanggal 7 Mei 1994 dibentuklah kerja sama atau MoU (Mutual of Understanding) antara Dinas Pariwisata Provinsi Bengkulu dengan Kerukunan Keluarga Tabut (KKT) secara resmi sesuai dengan Perda No 15 Tahun 1994 tentang pengembangan budaya tabut yang secara langsung di tanda tangani oleh Gubernur Bengkulu.

Beberapa program/kegiatan kerjasama diantaranya adalah (1) memodifikasi tampilan bangunan tabut menjadi produk yang lebih menarik, maka dari itu disepakati bahwa bangunan tabut dibuat dengan menggunakan bahan dasar dari kayu, (2) malam sebelum dan sesudah ritual, diwajibkan dilakukan pembukaan dan penutupan secara resmi upacara ritual tabut oleh Gubernur atau Wali Kota Bengkulu, agar secara tidak langsung dapat menarik minat media untuk meliput tabut, (3) untuk memeriahkan acara, tabut dikombinasikan dengan pameran dan pasar malam selama 10 hari berturut-turut, (4) pemerintah memfasilitasi sarana dan prasarana dalam kegiatan pesta rakyat yang dikemas dalam acara festival budaya tabut, dan (5) pemerintah menyelenggarakan berbagai kegiatan seni budaya daerah seperti lomba telong-telong (lampion), ikan-ikan, lomba tari, dan lomba musik dhol.

Untuk mencapai program itu semua, pemerintah sebagai pemangku kepentingan secara signifikan berpengaruh atau memiliki posisi yang sangat

(34)

penting atas keberlangsungan kegiatan pengembangan tabut menjadi daya tarik wisata budaya di Provinsi Bengkulu. Maka dari itu, pemerintah melalui Dinas Pariwisata secara implisit berperan sebagai aktor yang bertanggung jawab secara penuh dalam program tersebut, yaitu pemerintah berperan sebagai penyandang dana, pelaksana kegiatan, organisasi pengawas, dan advokasi. Hal tersebut dilakukan dengan tujuan agar dapat menarik keikutsertaan pemangku tradisi dalam mendukung kebijakan pemerintah tersebut.

2. Proses Komodifikasi Tabut Pada Masa Reformasi

Pada masa Reformasi tradisi tabut tidak lagi dilakukan sebagai kewajiban untuk memenuhi wasiat leluhur mereka, tetapi lebih dianggap sebagai sebuah hiburan semata. Program pemerintah telah mengubah paradigma masyarakat Sipai menjadi masyarakat ekonomi yang selalu memandang segala sesuatu dalam bentuk materi. Pada masa Reformasi negosiasi lebih dilakukan secara terbuka, dengan dikeluarkannya Perda No 4 Tahun 1999 tentang pengembangan potensi budaya Bengkulu yang meliputi: (1) realisasi pengembangan tabut sebagai daya tarik wisata budaya, (2) realisasi pengembangan sarana dan prasarana tabut, dan (3) realisasi pengembangan promosi tabut.

1. Realisasi Pengembangan Tabut Sebagai Daya Tarik Wisata Budaya

Pengembangan tabut sebagai daya tarik wisata budaya dikembangkan dalam bentuk festival tahunan. Peraturan yang dikeluarkan pemerintah melalui Perda No 4 Tahun 1999 membuat semakin eratnya jalinan kerjasama antara Dinas Pariwisata dan Kerukunan Keluarga Tabut(KKT), maka dari itu pada tahun 2000 direalisasikannya pengembangan tabut menjadi dua daya tarik wisata, yaitu tabut kkt dan tabut pembangunan adalah tabut yang dibuat oleh pemerintah dengan tujuan untuk menambah daya tarik tabut ketika di festivalkan, sebab jika hanya mengandalkan tabut sakral dirasa masih sangat kurang jika harus ditampilkan dalam sebuah festival budaya, maka dari itu dibuatlah tabut pembangunan berjumlah 16 buah dan tabut kkt berjumlah 17 buah bangunan yang kemudian ditampilkan secara bersamaan dalam festival budaya tabut.

(35)

Ungkapan tersebut di atas senada dengan apa yang disampaikan oleh Bapak Rustam Effendi. S.Sos (54 tahun) selaku pewaris budaya tabut. Hasil kutipan wawancaranya sebagai berikut:

tabut menjadi daya tarik wisata budaya. Ketika itu dibuatnya tabut pembangunan oleh pemerintah dengan tujuan untuk menambah jumlah daya tarik tabut yang semula hanya berjumlah 2 tabut sakral menjadi 33 buah bangunan tabut (wawancara, 17 Oktober 2015).

Dari penuturan informan di atas, menunjukan bahwa pengembangan tabut yang dilakukan pemerintah bersama Kerukunan Keluarga Tabut (KKT) pada tahun 2000 dalam praktiknya sudah terealisasikan dengan baik, dapat dilihat dari adanya pembuatan tabut pembangunan dan tabut kkt oleh pemerintah sebagai bentuk penambahan daya tarik tabut agar terlihat lebih menarik, sehingga layak ditampilkan sebagai sebuah festival budaya. Untuk mewujudkan itu semua dalam pengembangan tabut ini tentu diperlukanya dukungan semua kalangan tidak hanya dukungan itu berasal dari KKT dan Dinas Pariwisata saja, tetapi dukungan seluruh masyarakat Bengkulu. Oleh sebab itu, pada tahun 2001 ditetapkanlah kebijakan oleh pemerintah untuk setiap intansi pemerintah maupun swasta dapat menampilkan bangunan tabut di kantor-kantor pemerintahan.

Ungkapan tersebut di atas senada dengan apa yang disampaikan oleh Ibu Elina Mahjudin. S.Sos (56 tahun) selaku Kepala Seksi Pengelolaan, Perencanaan, dan, Pengembangan Wisata (P3W) Provinsi Bengkulu. Hasil kutipan wawancaranya sebagai berikut.

tabut di Bengkulu ini telah menyentuh seluruh lapisan masyarakat. tabut tidak hanya dimiliki oleh masyarakat keturunan suku Sipai saja, melainkan milik seluruh rakyat Indonesia. Hal ini dapat saya katakan karena, pada tahun 2003 sampai dengan sekarang ini seluruh instansi baik pemerintah maupun swasta diwajibkan membangun replika bangunan tabut sebagai bentuk rasa memilikinya tradisi tabut

Dari penuturan informan di atas menunjukan bahwa, tabut kini sudah menjadi bagian dari budaya masyarakat Bengkulu. Tidak heran jika di pusat Kota Bengkulu banyak gedung-gedung pemerintah, jalanan-jalan utama, dan fasilitas

(36)

umum banyak ditampilkan bentuk replika bangunan tabut. Pembangunan replika tabut tersebut dilakukan dengan tujuan untuk mempublikasikan kepada seluruh masyarakat Bengkulu bahwa, tradisi tabut kini tidak hanya tradisi milik masyarakat Sipai saja akan tetapi, telah menjadi budaya dan tradisi seluruh masyarakat Bengkulu yang layak untuk dipromosikan dan dikembangkan. Tidak hanya itu dengan membangun replika tabut, justru hal ini menunjukan bahwa pemerintah ikut peduli dalam menjaga tardisi tabut dari kepunahan yaitu, melalui pengembangan tardisi tabut menjadi daya tarik wisata budaya di Provinsi Bengkulu. Berikut adalah gambar 4.17 yaitu, replika tabut di gedung pemerintahan dan fasilitas publik di Kota Bengkulu.

Gambar 4.17 : Replika Tabut di Gedung Pemerintahan dan Fasilitas Publik

Sumber: Dokumentasi Yudhi Susanto 2015

Gambar 4.17 merupakan bentuk replika bangunan tabut di gedung pemerintahan dan fasilitas publik di Kota Bengkulu. Dari gambar tersebut terlihat bahwa replika bangunan tabut sudah dibangun di gedung-gedung pemerintahan seperti perkantoran, bahkan bangunan tabut dibangun di fasilitas-fasilitas umum seperti rambu lalu lintas di perempatan ataupun pertigaan jalan utama di Kota Bengkulu. Pengembangan tabut tidak hanya sebatas itu saja, pemerintah dan pihak Kerukunan Keluarga Tabut (KKT) juga menyelenggarakan berbagai kegiatan seni budaya daerah seperti yang telah negosiasi yang telah disepakati pada masa orde baru yaitu meliputi lomba telong-telong (lampion), ikan-ikan,

(37)

lomba tari, dan lomba musik dhol dengan harapan semakin memeriahkan malam festival budaya tabut.

2. Realisasi Pengembangan Sarana dan Prasarana Tabut

Dalam mendukung terlaksananya tabut sebagai produk wisata budaya di Provinsi Bengkulu, pemerintah melalui Dinas Pariwisata, berkewajiban secara penuh menyediakan sarana dan prasarana tabut. Oleh sebab itu pada tahun 2003 dilakukanya negosiasi kembali antara Dinas Pariwisata dan pemangku tradisi yaitu suku Sipai yang tergabung dalam KKT, terkait pengembangan sarana dan prasarana tabut. Dari hasil negosiasi yaitu (1) disepakatinya perbaikan lapangan merdeka Kota Bengkulu sebagai lokasi pergelaran seni budaya budaya seperti lomba telong-telong (lampion), ikan-ikan, lomba tari, dan lomba musik dhol (2) disepakatinya mengubah lokasi pembuangan tabut yang semula dibuang di laut (Pantai Panjang) kini dibuang di makam Syekh Burhanuddin. Hal tersebut dilakukan atas pertimbangan apabila tabut di buang di laut dapat mengotori objek wisata alam Pantai Panjang.

Hasil dari negosiasi yang dilakukan disambut baik oleh pihak Kerukunan Keluarga Tabut (KKT), karena memang sebelumnya sudah adanya tanda tangan kontrak antara ketua KKT dengan pihak Dinas Pariwisata dalam menjadikan tabut sebagai daya tarik wisata budaya di Provinsi Bengkulu. Realisasi pengembangan sarana dan prasarana tabut yang telah disepakati tersebut di atas, tentu menggunakan dana yang tidak sedikit, oleh sebab itu tidak tanggung-tanggung pemerintah mengeluarkan dana APBD dalam mendukung pengembangan sarana dan prasarana tabut. Pada tahun 2004 dilakukannya perbaikan lapangan merdeka sebagai tempat prosesi ritual tabut serta pemindahan lokasi pembuangan tabut dan pembangunan beberapa fasilitas pendukung makam Syekh Burhanuddin di Padang Karbala.

Pengembangan sarana dan prasarana tabut meliputi perbaikan lapangan merdeka dan pemindahan lokasi pembuangan tabut, pembangunan beberapa fasilitas pendukung makam Syekh Burhanuddin yang memakan dana hampir dari Rp 3,5 Miliar. Dana tersebut berasal dari dana APBD tahun 2004-2005 meliputi pembangunan panggung, pembangunan tribun penonton di lapangan merdeka,

Gambar

Gambar 4.1 : Warung Sembako di Desa/Kelurahan Pasar Melintang  Sumber: Dokumentasi Yudhi Susanto 2015
Gambar 4.3 : Struktur Organisasi KKT Masa Bhakti 2013-2016  Sumber: Kerukunan Keluarga Tabut (KKT) 2015
Gambar 4.4 : Kenduri dan Sesaji Ritual Tabut  Sumber: Dokumentasi Yudhi Susanto 2015
Gambar 4.5 : Perlengkapan Musik Tabut Dhol dan Tassa  Sumber: Dokumentasi Yudhi Susanto 2015
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan, pada bagian belakang kartu matching cards menggunakan warna kontras dari biru tua yaitu merah marun dengan warna emas yang melambangkan pekerjaan

Pengujian kinerja traktor tangan Huanghai DF-12L dengan berbagai campuran bahan bakar dalam mengolah tanah pada penelitian ini dilakukan di lahan kering (lahan

Saya selalunya menyediakan latihan yang sama untuk setiap murid walaupun saya tahu ada yang pastinya tidak boleh melakukannya serta ada yang akan merasa bahawa latihan

Berdasarkan hasil analisis terhadap kelimpahan perifiton dengan logam berat baik Pb maupun Cd yang tercampur pada penempelan keduanya di daun lamun menunjukkan bahwa

Sinarmas Multifinance Cabang Bima dan umumnya pada organisasi atau perusahan agar dapat membantu karyawan dalam mengatasi stres kerja, karena kalao karyawan mengalami

Kepolisian.. Keberadaan pelatihan di lingkungan kepolisian merupakan suatu kebutuhan yang harus dipenuhi. Pelatihan dalam pembahasan ini adalah pelatihan dalam penggunaan kekuatan

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa intensifikasi produksi anak domba dengan aplikasi metode beranak dua kali setahun dipengaruhi oleh beberapa faktor, di

Metode penelitian yang digunakan adalah socio-legal yang melakukan studi tekstual dan menganalisis secara kritikal kebijakan lokalisasi data dalam Peraturan Pemerintah Nomor 82