LAPORAN AKHIR
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN Tn “ S ” DENGAN DIAGNOSA MEDIS CKS ( CEDERA KEPALA SEDANG ) DIRUANG BEDAH
RUMAH SAKIT UMUM DR. R. SOEDJONO SELONG
OLEH
DEDI AGUS SANTOSO NIM. 032001D08112
AKADEMI PERAWAT KESEHATAN DINAS KESEHATAN
PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT SAKRA
LAPORAN AKHIR
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN Tn “ S ” DENGAN DIAGNOSA MEDIS CKS ( CEDERA KEPALA SEDANG ) DIRUANG BEDAH
RUMAH SAKIT UMUM DR. R. SOEDJONO SELONG
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk mengikuti Ujian Akhir Program Pada Akademi Perawat Kesehatan Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat
Tahun Akademi 2010/2011
OLEH
DEDI AGUS SANTOSO NIM. 032001D08112
AKADEMI PERAWAT KESEHATAN DINAS KESEHATAN
PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT SAKRA
KATA PENGANTAR
Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan limpahan Rahmat, Maghfirah dan Hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Akhir ini dengan judul “ Asuhan Keperawatan pada klien Tn ” S ” dengan diagnosa medis CKS ( Cedera Kepala Sedang ) diruang bedah Rumah Sakit Umum Dr. R. Soedjono Selong ”.
Selama penyusunan Laporan Akhir ini, penulis banyak menerima bantuan baik moril maupun materil dari berbagai pihak maka dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Drs. Rusmawardi, SH.,MH, selaku Kepala Akademi Keperawatan Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat. Yang telah memberikan izin kepada penulis dalam penyusunan Laporan Akhir ini.
2. Dr. H. M. Hasbi Santoso, M.Kes, selaku direktur RSU Dr. R. Soedjono Selong beserta staf yang telah memberikan izin pengambilan data guna menyelesaikan Laporan Akhir
3. Sri Endang Kusrini, S, Kep.Ns, selaku Pembimbing I yang telah meluangkan waktu untuk memberikan arahan dan bimbingan dalam penyelesaian dan penyusunan Laporan Akhir
4. Sri Wahyuningsih, S, Kep. Ns., selaku Pembimbing II yang telah memberikan banyak waktu dan pengetahuan dalam bimbingan penulisan.
5. Staf dan dosen beserta seluruh karyawan dan karyawati Akademi Perawat Kesehatan Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat yang telah membantu dalam proses perkuliahan dan penyusunan Laporan Akhir.
6. Kedua Orang Tua serta saudaraku tercinta yang selalu memberikan dukungan dan Do’a yang tiada henti selama penulis mengikuti pendidikan di Akademi Perawat Kesehatan Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat.
7. Rekan-rekan seangkatan yang selalu memberikan motivasi selama penulis mengikuti pendidikan di Akademi Perawat Kesehatan Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat.
Semoga amal diterima di sisi Tuhan Yang Maha Esa dan mendapat imbalan pahala dari-Nya. Dalam penyusunan Laporan Akhir ini penulis menyadari masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran untuk perbaikan dimasa mendatang.
Akhir kata semoga Laporan Akhir ini dapat bermanfaat bagi pembaca umumnya dan khususnya bagi penulis serta bagi perkembangan ilmu pengetahuan di bidang keperawatan.
Sakra, Desember 2010
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL DEPAN...……… i
HALAMAN SAMPUL DALAM……… ii
HALAMAN PERSETUJUAN……… ii
HALAMAN PENGESAHAN……… iii
KATA PENGANTAR……….iv DAFTAR ISI ... vi DAFTAR TABEL………vii DAFTAR GAMBAR………..ix DAFTAR LAMPIRAN………x DAFTAR ISTILAH……….xi BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1 B. Tujuan Penulisan ... 3 C. Metode Penulisan ... 4 D. Sistematika Penulisan ... 4
BAB 2 TINJAUAN TEORITIS ... 6
A. Konsep Dasar Cidera Kepala ... 6
1. Pengertian ... 6
2. Anatomi Fisiologi persarafan ... 7
a. Anatomi persarafan ... 7
3. Etiologi ... 15
4. Patofisiologi Cidera Kepala ... 15
5. Klasifikasi Cidera Kepala ... 18
6. Pathways………...19
7. Tanda dan gejala………...20
8. Pemeriksaan Penunjang………20
9. Penatalaksanaan………21
10. Komplikasi………30
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawawtan Klien dengan Cidera Kepala 1. Pengkajian ... 32
2. Diagnosa Keperawatan ... 42
3. Rencana Keperawatan ... 43
4. Implementasi ... 48
5. Evaluasi ... 48
BAB 3 TINJAUAN KASUS 1. Pengkajian ………51
2. Diagnosa Keperawatan ………62
3. Intervensi Keperawatan ………...65
4. Implementasi Keperawatan ……….70
5. Evaluasi ………79
BAB 4 KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan ………..88
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Pengkajian………51
Table 2.2 Diagnosa Keperawatan……….62
Tabel 2.3 Perencanaan Keperawatan………43
Tabel 2.4 Implementasi Keperawatan………..88
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Izin Pengambilan Data
Lampiarn 2 Format Pengkajian Keperawatan Medikal Bedah Lampiran 3 Lembar Konsul / Bimbingan Laporan Akhir
DAFTAR ISTILAH
MRI ( Pencitraan resonans magnetic ) : Alat untuk mendapatkan gambaran daerah yang berbeda pada tubuh. CSS ( Cairan serebrospinal ) : Cairan yang berisi dan tidak
berwarna dengan berat 1,007, diproduksi didalam ventrikel dan di sekitar otak dan medulla spinalis melalui system vaskuler.
TIK ( Tekanan intracranial ) : Hasil dari sejumlah jaringan otak, volume darah intracranial, dan cairan serebrospinal CSS di dalam tengkorak pada saat satuan waktu. CT Scan ( Computed Temografhy ) : Mengidentifikasi adanya hemoragik
menentukan ukuran ventrikuler dan pergeseran jaringan otak.
EEG ( Elektroensefalografi ) : Uji yang bermanfaat untuk mendiagnosis gangguan kejang seperti epilepsi
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang masalah
Pada era globalisasi yang pesat saat ini, adanya kepadatan penduduk serta mobilisasi tidak diimbangi dengan meningkatnya sarana dan prasarana transportasi yang baik serta kendaraan berlalu-lintas. Hal ini di ikuti dengan berkembangnya Negara kita menuju Negara industrialisasi maka terjadinya kecelakaan semakin meningkat setiap bulannya. Semakin meningkatnya kendaraan dijalan dan meningkatnya mobilitas penduduk mengakibatkan terjadinya cedera karena kecelakaan dapat menimbulkan luka disemua bagian tubuh termasuk kepala baik yang ringan ( comusio cerebri ) ataupun yang berat ( contusio cerebri ). Cedera kepala adalah gangguan fungsi otak normal karena trauma ( trauma tumpul atau trauma tusuk ). Defisit neurologis terjadi karena robeknya subtansi alba, iskemia dan pengaruh masa karena hemoragi, serta edema serebral disekitar jaringan otak.( Sandra M.Nettina.2001).
Berdasarkan data yang diproleh dari rekam medik di RSUD Dr.R.Soedjono Selong terdapat angka kejadian cedera kepala 3 tahun terakhir yaitu sebagai berikut: Pada tahun 2008 sebanyak 515 klien, terdiri dari 141 ( 27,4 % ) pasien prempuan dan 374 ( 72,6 % ) pasein laki-laki, Pada tahun 2008 pasien meninggal dunia sebanyak 11 orang.
Pada tahun 2009 sebanyak 576 klien, terdiri dari 121 ( 21 % ) pasien prempuan dan 455 ( 79 % ) pasien laki-laki, pada tahun 2009 pasien yang meninggal dunia sebanyak 13 orang. Pada tahun 2010 dari bulan januari sampai dengan oktober sebanyak 554 klien, terdisi dari 104 ( 18,7 % ) pasien perempuan dan 450 ( 81,3 % ) pasien laki-laki, pada tahun 2010 pasien yang meninggal dunia sebanyak 10 orang.
Berdasarkan uraian diatas kasus cedera kepala semakin meningkat yang disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas, benda tumpul, benda tajam, maupun akibat kekerasan. dampak dari cedera kepala dapat mengakibatkan penurunan kesadaran, perdarahan otak, bahkan kematian. maka tenaga keperawatan sebagai bagian dari pelayanan kesehatan diharapkan dapat memberikan asuhan keperawatan secara komprehensif dengan memandang manusia sebagai bio-psiko-sosio-spiritual, baik pelayanan keperawatan yang bersifat mandiri maupun kolaboratif.
Mengingat dampak yang ditimbulkan cedera kepala dapat mengancam jiwa, perlu adanya penanganan yang lebih komprehensif dari petugas kesehatan, terutama dalam upaya perawatan dan penanganan dalam pencegahan penyakit melalui upaya-upaya kesehatan melalui pencegahan ( preventif ), peningkatan kesehatan ( promotif ), penyembuhan ( kuratif ), pemuliahan( rehabilitative ). upaya preventif yang dilakukan dengan cara menggunakan pengaman seperti helm untuk melindungi kepala dari benturan baik tumpul
maupun tajam. sedangkan kuratif dan rehabilitative melalui penambahan wawasan perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien yang menderita cedera kepala serta bagaimana cara mencegah timbulnya komplikasi-komplikasi dari cedera kepala yang dapat mengancam jiwa.
1.2 Tujuan penulis
1.2.1 Tujuan umum :
Penyusun dapat menerapkan Asuhan Keperawatan pada pasien dengan diagnosa medis cedera kepala sedang melalui pendekatan proses keperawatan sesuai standar
1.2.2 Tujuan khusus :
Di harapkan penulis mampu memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan yang meliputi tahap-tahap sebagai berikut :
a. Menjelaskan tentang pengertian konsep dasar penyakit cedera kepala sedang.
b. Melakukan pengkajian pada klien Tn “ S ” dengan cedera kepala sedang dengan benar.
c. Merumuskan diagnosa keperawatan pada klien Tn “ S ” dengan cedera kepala sedang dengan benar.
d. Menyusun rencana asuhan keperawatan pada klien Tn “ S ” cedera kepala sedang dengan benar.
e. Melaksanakan tindakan asuhan keperawatan pada klien Tn “ S ” dengan cedera kepala sedang dengan benar.
f. Mengevaluasi asuhan keperawatan yang telah di berikan pada klien Tn “ S ” dengan cedera kepala sedang dengan benar.
1.3. Tempat dan waktu 1.3.1 Waktu
Pengambilan kasus direncanakan pada tanggal 02 Juni sampai 06 Juni 2011
1.3.2 Tempat
Ruang Bedah Rumah Sakit Umum Dr. R. Soedjono Selong
1.4. Sistematika penulisan
Guna mempermudah pemahaman atas Laporan Akhir ini, maka penulis menyusun sistematika penulisannya sebagai berikut :
BAB 1 Pendahuluan membahas tentang latar belakang masalah, tujuan penulisan yang ingin di capai, tempat dan waktu serta sitematika penulisan.
BAB 2 membahas tentang tinjauan penyakit cedera kepala sedang dengan sistem persyarafan dampak dari cedera kepala sedang berisi tentang anatomi fisiologi sitem persyarafan, etiologi, patofisiologi, tanda dan gejala, pemeriksaan penunjang, penatalaksanaan, komplikasi, dan konsep dasar asuhan keperawatan pada klien dengan cedera kepala sedang yang terdiri
dari pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan keperawatan, implementasi keperawatan, dan evaluasi keperawatan.
BAB 3 Membahas tentang tinajuan kasus meliputi pengkajian, Diagnosa keperawatan, Intervensi keperawatan, Implementasi, Evaluasi. BAB 4 Penutup meliputi Kesimpulan dan Saran.
BAB II TINJAUAN TEORI
2.1 Konsep Dasar Penyakit 2.1.1 Pengertian
Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian atau kecacatan utama pada kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas ( Arif Mansjoer,2000 ).
Cedera kepala sering disebabkan oleh benturan pada kepala yang menimbulkan berbagai derajat kerusakan, yaitu:
Konkusio, tidak terjadi kerusakan structural, gejalanya berupa pingsan kurang dari 24 jam, paling sering hanya beberapa menit saja.
Kontusio, terjadi kerusakan otak yang lebih serius, juga terjadi perdarahan walaupun sedikit. Gejalanya berupa pingsan yang lama ditambah dengan gangguan neurologis lain.
Laserasi, jaringan otak robek sering disebabkan oleh patah tulang tengkorak atau tertembak, perdarahan biasanya hebat menimbulkan naiknya tekanan dalam tengkorak, juga timbul oedema otak.
Cedera kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala, tulang tengkorak atau yang terjadi akibat injuri baik secara langsung maupun tidak langsung pada kepala dengan GCS ( 9-12 ). ( http://webcache.googleusercontent.com: Selasa Tanggal 14 Desember jam 19.00 )
Cedera kepala adalah gangguan fungsi otak normal karena trauma ( trauma tumpul atau trauma tusuk ). Defisit neurologis terjadi karena robeknya subtansi alba, iskemia dan pengaruh masa karena hemoragi, serta edema serebral disekitar jaringan otak.( Sandra M.Nettina.2001). 2.1.2 Anatomi dan Fisologi
a. Anatomi persarafan
Sistem saraf merupakan jalinan jaringan saraf yang saling berhubungan , sangat khusus, dan kompleks. sistem saraf ini mengkoordinasikan, mengatur, dan mengendalikan interaksi antara seorang idividu dengan lingkungan sekitarnya.( Lorrance Mc Carty Wilson,2005 )
Sistem saraf merupakan jaringan saraf yang terdiri dari neuron. Neuron mempunyai badan sel yang mempunyai satu atau beberapa tonjolan. Dendrite adalah tonjolan yang menghantarkan informasi menuju badan sel. Tonjolan yang tunggal atau kembar yang menghantarkan informasi keluar dari badan sel disebut akson. Bagian ujung akson mengalami sedikit pembesaran yang disebut kancing sinaps atau benjolan sinaps.
Neuron transmitter adalah zat kimia yang disentesis dalam neuron dan disimpan dalam gelembung sinaps pada ujung akson.
Sistem saraf terdiri dari susunan saraf pusat dan saraf tepi. 1. Susunan saraf pusat
a) Otak
Otak merupakan bagian dari sistem saraf pusat. Otak merupakan alat tubuh yang sangat penting karena merupakan pusat komputer dari semua alat tubuh, bagian dari saraf central yang terletak di dalam rongga tengkorak ( cranium ) yang dibungkus oleh selaput otak yang kuat.
Gambar 1.1 Anatomi otak
( http://webcache.googleusercontent.com: Selasa Tanggal 14 Desember Jam 19.00 )
Otak terdiri dari tiga bagian utama yaitu : 1. Cerebrum
Bagian terbesar otak manusia adalah serebrum, yang terdiri dari atas dua hemisfer yang dipisahkan oleh fisura longitudinalis. Pada daerah basal cekungan dalam ini terdapat korpus kalosum, suatu pita yang tertdiri atas 200 juta neuron yang menghubungkan hemisfer kanan dan kiri.
Korteks cerebri menjadi dibagi menjadi lobus yang mempunyai nama yang sama dengan tulang tengkorak yang melingkupinya. Dengan demikian, masing-masing hemisfer mempunyai lobus frontalis, lobus paritalis, lobus temporalis, dan lobus oksipitalis.
a). Lobus frontalis
Didalam lobus frontalis, terdapat motorik yang membangkitkan impuls untuk pergerakan volunteer. Area motorik kiri mengatur pergerakan sisi kanan tubuh, dan area motorik kanan mengatur pergerakan sisi kiri tubuh.
b). Lobus parietalis
Area sensorik umumnya dilobus parietalis meneriam impuls yang berasal dari reseptor
dikulit dan merasakan serta menginterprestasi sensasi kutaneus tersebut. Impuls dari kuncup pengecap melintas menuju area pengecap, yang tumpang tindih antara lobus parietalis dan temporalis.
c). Lobus temporalis
Menerima input dari reseptor yang ada dibagian dalam telinga untuk pendengaran.
d) Lobus oksipitalis
Impuls dari retina mata berjalan melewati nervus optikus ( pengelihatan ) menuju area visul.
( Valerie C. Scanlon Tina Sanders, 2006 )
2. Cerebelum
Cerebelum terletak fosa posterior dan terpisah dari hemisfer serebral, lipatan dura meter, tentorium serebelum.
Fungsi cerebelum pada umumnya adalah mengkoordinasikan gerakan–gerakan otot sehingga gerakan dapat terlaksana dengan sempurna, keseimbangan.
3. Batang otak
Batang otak terletak pada fossa anterior. Bagian-bagian batang otak terdiri dari otak tengah, pons dan medulla oblongata.
Pusat dari batang otak keluar dua belas pasang saraf cranial yaitu : ( Brunner & Suddarth, 2001 ). a) Nervus I ( olfaktorius )
Saraf yang berfungsi untuk penciuman. b) Nervus II ( optikus )
Saraf ini penting untuk fungsi penglihatan dan merupakan saraf eferen sensori khusus.
c) Nervus III ( okulomotorius )
Saraf ini berfungsi sebagai saraf untuk mengangkat bola mata.
d) Nervus IV ( trochlearis )
Berfungsi memutar bola mata ke bawah dan keluar. e) Nervus V ( trigeminus )
Berfungsi mengurus sensasi umum pada wajah dan sebagian kepala, bagian dalam hidung, mulut, gigi dan meningen.
f) Nervus VI ( abdusen )
g) Nervus VII ( facialis )
Berfungsi untuk sensasi umum dan pengecapan sedangkan saraf eferen untuk otot wajah atau mmik.
h) Nervus VIII ( statoakustikus )
Saraf ini terdiri dari dua komponen, ialah saraf pendengaran dan saraf keseimbangan.
i) Nervus IX ( glassofaringeus )
Komponen motoris saraf ini mengurus salivasi, menelan, sensasi tenggorokan dan tonsil, pengecapan ( sepertiga lidah posterior ).
j) Nervus X ( vagus )
Berfungsi untuk menelan, berbicara, denyut jantung, peristaltik usus, sensasi tenggorokan laring dan visera.
k) Nervus XI ( accesorius )
Berfungsi untuk menggerakkan bahu dan rotasi kepala.
l) Nervus XII ( hypoglosus )
Berfungsi untuk pergerakan lidah. 4. Susunan saraf tepi ( perifer )
1. Saraf somatik 2. Saraf otonom
a. Susunan saraf simpatis b. Susunan saraf para simpatis b. Fisiologi sistem persarafan
Neuron adalah suatu sel saraf yang merupakan unit anatomis dan fungsional sistem saraf (Sylvia A. Price dan Lorraine M. Wilson, Patofisiologi2005).
Neuron menyalurkan sinyal saraf keseluruh tubuh. Impuls neuron bersifat listrik disepanjang neuron dan bersifat kimia diantara neuron. Pertemuan diantara dua neuron atau efektor disebut sinaps. Sinaps merupakan tempat satu-satunya dimana suatu impuls dapat lewat dari satu neuron ke neuron lain. Celah sinapstik antar dua neuron. Neuron parasinaps adalah neuron yang menghantarkan impuls saraf menuju sinaps. Neuron yang membawa sinaps disebut neuron post sinapstik. Satu neuron dapat mengadakan kontak sinapstik dengan banyak neuron ( divergensi ) dan dapat menerima kontak sinapstik dari beberpa neuron ( konvergensi ) komponen listrik transmisi saraf. Komponen listrik dari transmisi impuls disepanjang neuron berpermeabilitas membran sel neuron terhadap ion natrioum dan kalium bervariasi dan dipengaruhi oleh perubahan kimia serta listrik di dalam neuron tersebut (terutama neuron transmitter dan stimulus organ reseptor).
Dalam keadaan istirahat permeabilitas membran sel menciptakan kadar kalium intra sel yang cukup kadar natrium intra sel yang rendah, pada kadar natrium ekstra sel yang tingi. Impuls listrik timbul oleh pemindahan muatan akibat perbedaan kadar ion intra sel dan ekstra sel yang dibatasi membran sel.
Bila rangsangan yang menimbulkan perubahan membran sel neuron menyebabkan meningkatnya permeabilitas terhadap ion kalium, maka neuron menjadi hiperpolarisasi dan terhambat. Neuron yang mengalami hiperpolarisasi tidak sanggup meneruskan impuls saraf jika rangsangan menyebabkan perubahan listrik yang menimbulkan peningktan permeabilitas ion natrium, neuron itu dikatakan dalam keadaan terangsang atau depolarisasi. Bila membran mengalami depolarisasi sampai satu tingkatan kritis yang disebut ambang eksitasi maka terjadi perubahan permeabilitas membran dengan influks natrium secara mendadak, depolarisasi cepat, dan pembentukan potensial fisik pada tempat rangsangan.
Potensial aksi bisa disalurkan melalui akson sebagai suatu fenomena “ tuntas atau tidak sama sekali ” dan bukan sebagai respon bertahap. Bila potensial aksi tersebut mencapai ujung ( terminal ) suatu akson maka tejadi pelepasan neurotransmitter
sinapstik. Transmitter itu melekatkan diri pada reseptor neuron post sinapstik atau membran efektor dan dapat atau tidak dapat menimbulkan potensial aksi. Pada membran post sinapstik setiap neuron diliputi oleh banyak sinaps. Apakah potensial aksi akan timbul atau tidak ditentukan oleh keseimbangan antara eksitsa dan inhibisi yang diterima oleh neuron pada saat itu dari semua hubungan sinapstik yang dimilikinya. Kenyataan ini merupakan bukti lain kemajemukan dan interkomunikasi yang luas pada sistem saraf manusia
2.1.3 Etiologi
b. Kecelakaan lalu lintas c. Cedera akibat kekerasan
d. Trauma benda tajam atau trauma tumpul
e. Luka tembus peluru dan cedera tembus lainnya. ( Arif Mansjoer,2000 ).
2.1.4 Pathofisiologi
Kranium merupakan kerangka kaku yang berisi tiga komponen : otak, cairan serebro-spinal dan darah yang masing-masing tidak dapat diperas. Kranium hanya mempunyai sebuah lubang keluar utama yaitu foramen magnum. Ia juga memiliki tentorium kaku yang memisahkan hemisfer serebral dari serebelum. Otak tengah terletak pada hiatus dari
tentorium Fenomena otoregolasi cenderung mempertahankan aliran darah otak (ADO) stabil bila tekanan darah rata-rata 50-160 mmHg (untuk pasien normotensif, dan bergeser kekanan pada pasien hipertensi dan sebaliknya). Dibawah 50 mmHg ADO berkurang bertahap, dan diatas 160 mmHg terjadi dilatasi pasif pembuluh otak dengan akibat peninggian tekanan intrakranial. Otoregulasi dapat terganggu pada cedera otak dengan akibat ADO tergantung secara linear terhadap tekanan darah. Oleh karena hal-hal tersebut, sangat penting untuk mencegah syok atau hipertensi (perhatikan tekanan darah pasien sebelumcedera). Kompensasi atas terbentuknya lessi intrakranial adalah digesernya CSS dan darah vena hingga batas kompensasi, untuk selanjutnya tekanan intrakranial aka naik secara tajam.
Pada lesi yang membesar cepat seperti hematoma, perjalanan klinik dapat diprediksi. Bila fase kompensasi terlewati, tekanan intrakranial meningkat. Pasien nyeri kepala yang memburuk oleh hal yang meninggikan TIK seperti batuk, membungkuk dan terlentang, kemudian mulai mengantuk. Kompresi atau pergeseran batang otak berakibat peninggian tekanan darah, sedang denyut nadi dan respirasi menjadi lambat. Pupil sisi massa berdilatasi, bisa dengan hemiparesisi sisikontralateral massa. Selanjutnya pasien jadi tidak responsif, pupil tidak bereaksi dan berdilatasi, serta refleks batang otak hilang. Akhirnya fungsi batang otak berhenti, tekanan darah merosot, nadi
lambat, respirasi lambat dan tidak teratur untuk akhirnya berhenti. Penyebab akhir kegagalan otak adalah iskemia. Pada kenyataannya, banyak akibat klinis dari peninggian TIK adalah akibat pergeseran otak dibanding tingkat TIK sendiri. Edema otak yang terjadi oleh sebab apapun akan meninggikan TIK yang berakibat gangguan yang berakibat memperberat edema sehingga merupakan lingkaran setan. TIK lebih dari 15 mm Hg harus ditindak. Triad klasik nyeri kepala, edema papil dan muntah ditemukan pada duapertiga pasien. Sisanya hanya dua gejala. Tidak satupun khas untuk peninggian TIK, kecuali edema papil, namun memerlukan waktu yang lama untuk timbulnya. Simtom lebih banyak tergantung penyebab dari pada tingkat tekanan. Tidak ada korelasi konsisten antara tingkat tekanan dengan beratnya gejala.Penurunan kesadaran adalah ciri cedera otak. Dua jenis cedera otak yaitu cedera korteks bilateral serta cedar pada sistem pengaktif retikuler batang otak disamping peninggian TIK dan penurunan ADO dapat menurunkan tingkat kesadaran.
( http://webcache.googleusercontent.com: Selasa Tanggal 14 Desember Jam 19.00 )
Klasifikasi
Cedera kepala Cedera kepala diklasifikasikan berdasarkan mekanisme, keparahan dan morfologi cidera. ( Arif Mansjoer, 2000 ).
1. Mekanisme: berdasarkan adanya peterasi durameter a. Trauma tumpul : kecepatan tinggi ( tabrakan otomobil )
Kecepatan rendah ( terjatuh,dipukul )
b. Trauma tembus (luka tembus peluru dan cedera tembus lainnya) 2. Keparahan cedera
a. Ringan : Skala koma Glasgow ( Glasgow Coma Scale, GCS ) 14-15
b. Sedang : GCS 9-13 c. Berat : GCS 3-8 3. Morfologi
a. Fraktur tulang tengkorak : kranium : linear / stelatum; depresi / non depresi; terbuka / tertutup, basisi : dengan / tanpa kebocoran cairan cerebrospinal, dengan / tanpa kelumpuhan nervus VII.
b. Lesi intra cranial : fokal : epidural, subdural, intra cerebral , difusi: konkusi ringan, konkusi klasik, cidera aksonal difus. ( Arief Mansjoer, 2000 )
2.1.5 Pathways
Cedera Kepala
Tulang Otak
Cedera Otak Primer Cedera Otak Skunder
Kontusio, Laserasi Kerusakan Sel Otak
Ggn Autoregulasi rangsangan simpatis Stress Aliran darah keotak tahanan vaskuler katakolamin
Sistemik & TD sekresi asam lambung O2 ggnmetabolisme Tek. Pem. Darah
pulmonalis Mual, Muntah Asam laktat Tek. Hidrostatik Asupan Nutrisi Kurang
Oedem otak kebocoran cairan kapiler
Oedema paru cardiac out put
Difusi O2 terhambat
Gangguan pertukaran gas
Gangguan pola nafas
( http://webcache.googleusercontent.com: SelasaTanggal 14 Desember Jam 19.00 )
Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Ggn perfusi jaringan Cerebral
2.1.6 Tanda dan gejala
a. penurunan tingkat kesadaran b. nyeri kepala
c. Mual dan muntah d. Pupil edema
e. Dilatasi pupil ipsilateral f. peningkatan suhu.
( http://webcache.googleusercontent.com: Selasa Tanggal 14 Desember Jam 19.00 )
2.1.7 Pemeriksaan penunjang a. CT-Scan
b. MRI ( Magnetik Resonance Imaging ) c. EEG ( Elektroensepalogram )
d. Pemeriksaan tulang belakang: deformitas, pembekakan , nyeri tekan, gangguan gerakan ( terutam leher ). Jangan banyak manipulasi tulang belakang.
e. Pemeriksaan radiologi: foto polos vertebral AP dan lateral. Pada servikal diperlukan proyeksi khusus mulut terbuka ( odontoid ). ( Arief Mansjoer,200 ).
2.1.8 Penatalaksanaan
1. Pedoman Resusitasi dan penilaian awal
a. Menilai jalan nafas: bersihkan jalan nafas dari debris dan muntahan, lepaskan gigi palsu, pertahankan tulang servikal segaris dengan badan dengan memasang kolar servikal, pasang guedel bila dapat ditolerir, jika cedera orofasial mengganggu jalan nafas, bila pasien harus diintubasi.
b. Menilai penafasan: tentukan apakah pasien bernafas sepontan atau tidak. Jika tidak beri oksigen melalui masker oksigen Jika pasien bernafas spontan, selidiki dan atasi cedera dada berat seperti pneumotoraks, pneumotoraks tensif, hemopneumotoraks.Pasang oksimeter nadi,jika tersedia, dengan tujuan menjaga satutasi oksigen minimum 95%. Jika jalan nafas pasien tidak terlindungi bahkan terancam atau memperoleh oksigen yang adekuat ( PaO2 > 95 mmHg dan PaCO2 < 40 mmHg serta saturasi O2 > 95 % ) atau muntah maka pasien harus diintubasi oleh ahli anestesi.
c. Menilai sirkulasi: Otak yang rusak tidak mentolerir hipotensi. Hentikan semua perdarahan dengan menekan arterinya. Perhatikan secara khusus adanya cedera intraabdomen atau dada. Ukur dan catat frekuensi denyut jantung dan tekanan darah, pasang alat pemantau dan EKG bila tersedia. Pasang alur intravena yang besar, ambil darah vena untuk
pemeriksaan darah perifer lengkap, ureum, elektrolit, glukosa, dan analisis gas darah arteri. Berikan larutan koloid. Sedangkan larutan kristaloid ( dekstrosa atau dekstrosa dalam salin ) menimbulkan eksaserbasi edema otak pascacedera kepala. Keadaan hipotensi, hipoksia, dan hiperkapnia memperburuk cedera kepala.
d. Obati kejang: kejang konvulsif dapat terjadi setelah cedera kepala dan harus diobati. Mula-mula berikan diazepam 10 mg intravena perlahan-lahan dan dapat diulangi sampai 3 kali bila masih kejang. Bila tidak berhasil dapat diberikan fenitoin 15 mg/kgBB diberika intravena perlahan-lahan dengan kecepatan tidak melebihi 50 mg/menit.
e. Menilai tingkat keparahan
1. Cedera kepala ringan ( kelompok risiko rendah )
a. Skor skala koma Glasgow 15 ( sadar penuh, atentif, dan orientatif )
b. Tidak ada kehilangan kesadaran (misalnya konkusi) c. Tidak ada intoksikasi alkohol atau obat terlarang d. Pasien dapat mengeluh nyeri kepala dan pusing e. Pasien dapat menderita abrasi, laserasi, atau
hematoma kulit kepala
2. Cedera kepala sedang ( kelompok resiko sedang ) a. Skor skala koma Glasgow 9-14 ( konfusi, latergi,
atau stupor )
b. Konkusi ( tidak terjadi kerusakan struktural ) c. Amnesia pasca-trauma
d. Muntah
e. Tanda kemungkinan fraktur kranium ( tanda Battle, hemotimpanum, otorea ( keluar cairan dari telinga ) atau rinorea ( keluar cairan dari hidung )
f. Kejang
3. Cedra kepala berat ( kelompok risiko berat ) a. Skor skala koma Glasgow 3-8 ( koma ) b. Penurunan derajat kesadaran secara progresif c. Tanda neurologis fokal
d. Cedra kepala penetrasi atau terba fraktur depresi karanium
Tabel 1.1 Skala Koma Glasgow ( Glasgow Coma Scale, GCS ) Buka mata ( E ) Respon motorik terbaik ( M ) Respon verbal terbaik ( V ) 4.Spontan 3.Dengan perintah 2.Dengan rangsangan nyeri 1.Tidak reaksi 6.mengikuti perintah 5.melokalisir nyeri 4.menghindar nyeri 3.fleksi abnormal 2.ekstensi abnormal 1.Tidak ada gerakan
5.orientasi baik dan sesuai
4.disorienasi tempat dan waktu
3.bicara kacau 2.mengerang 1.tidak ada suara ( Brunner & Suddart, 2001 )
2. Pedoman Penatalaksanaan
a. Pada semua pasien dengan cedera kepala dan/atau leher, lakukan foto tulang belakang servikal ( proyeksi antero-posterior, lateral, dan odontoid ), kolar servikal baru dilepas setelah dipastikan bahwa seluruh tulang servikal C1-C7 normal.
b. Pada semua pasien dengan cedera kepalasedang dan berat, lakukan prosedur berikut :
1. Pasang jalur interavena dengan larutan salin normal ( NaCl 0,9% ) atau larutan Ringer laktat: cairan isotonis lebih efektif mengganti volume intravaskuler daripada cairan hipotonis, dan larutan lain tidak menambah edema serebri.
2. Lakukan pemeriksaan: hematokrit, periksa darah perifer lengkap, trombosit, kimia darah: glukosa, ureum, dan kreatinin, masa protrombin atau masa tromboplastin parsial skrining toksikologi dan kadar alkohol bila perlu.
c. Lakukan CT Scan dengan jendela tulang: foto rontgen kepada tidak diperlukan jika CT Scan dilakukan, karena CT Scan ini lebih sensitif untuk mendeteksi fraktur. Pasien dengan cedera kepala ringan, sedang, berat, harus dievaluasi adanya:
1. Hematoma epidural
2. Darah dalam subaranoid dan intraventrikel 3. Kontusio dan perdarahan jaringan otak 4. Edema serebri
5. Obliterasi sisterna perimesensefalik 6. Pergeseran garis tengah
7. Fraktur cranium, cairan dalam sinus, dan pneumosefalus
d. Pada pasien yang koma ( skor GCS < 8 ) atau pasien dengan tanda-tanda herniasi, lakukan tindakan sebagai berikut: 1. Elevasi kepala 30 derajat
2. Hiperventilasi: intubasi dan berikan venlilasi mandatorik intermiten dengan kecepatan 16-20 kali/menit dengan volume tidal 10-12 ml/kg.Atur tekanan CO2 sampai 28-32 mmHg.Hipokapnia berat ( pCO2 < 25 mmHg ) harus dihindari sebab dapat menyebabkan vasokontriksi dan iskemia serebri
3. Berikan manitol 20 % 1 g/kg interavena dalam 20-30 meni. Dosis ulang dapat diberikan 4-6 jam kemudian
yaitu sebesar ¼ dosis semula setiap 6 jam sampai maksimal 48 jam pertama
4. Pasang kateter Foley
5. Konsul bedah saraf bila terdapat indikasi operasi (hematoma epidural yang besar, hematoma, cedera kepala terbuka, dan faktur impresi > 1 diploe )
3. Penatalaksanaan Khusus
a. Cedera kepala ringan: pasien dengan cedera kepala ini umumnya dapat dipulangkan kerumah tanpa perlu dilakukan pemerikasaan CT Scan bila memenuhi kreteria berikut:
1. Hasil pemeriksaan neurologis ( terutama status mini mental dan gaya berjalan ) dalam batas normal
2. Foto servikal jelas normal
3. Adanya orang yang bertanggung jawab untuk mengamati pasien selama 24 jam pertama, dengan intruksi untuk segera kembali kebagian gawat darurat jika timbul gejala perburukan
Kriteria perawatan di rumah sakit:
1. Adanya darah intracranial atau fraktur yang tampak pada CT Scan
2. Konfusi, agitasi, atau kesadaran menurun 3. Adanya tanda atau dan gejala neurologis fokal
4. Intoksikasi obat atau alkohol
5. Adanya penyakti medis komorbid yang nyata
6. Tiadak adanya orang yang dapat dipercaya untuk mengamati pasien dirumah.
b. Cedera kepala sedang: pasien yang menderita konkusi otak (komosio), dengan skala koma Glasgow 15 ( sadar penuh, orientasi baik dan mengikuti perintah ) dan CT Scan normal, tidak perlu dirawat. Pasien ini dapat dipulangkan untuk observasi dirumah. meskipun terdapat nyeri kepala, mual, muntah, pusing atau amnesia. Resiko timbulnya lesi intracranial lanjut yang bermakna pada pasien dengan cedera kepala sedang adalah minimal.
1) Cedera kepala berat: setelah penilaian awal dan stabilisasi tanda vital keputusan segera pada pasien ini adalah apakah terdapat indikasi intervensi bedah saraf segera ( hematoma intracranial yang berat ). Jika ada indikasi, harus segera dikonsulkan ke bedah saraf untuk tindakan operasi. Penatalaksanaan cedera kepala berat seyogyanya dilakukan diunit rawat intensif. Walaupun sedikit sekali yang dapat dilakukan untuk kerusakan primer akibat cedera, tetapi setidaknya dapat mengurangi kerusakan otak sekunder akibat hipoksia, hipotensi, atau tekanan intracranial yang meningkat.
a. Penilaian ulang jalan nafas dan ventilasi: umumnya, pasien dengan stupor atau koma ( tidak dapat mengikuti perintah karena derajat kesadaran menurun ) harus diintubasi untuk proteksi jalan nafas. Jika tidak ada bukti tekanan intrakranial meninggi, parameter ventilasi harus diatur sampai pCO2 40 mmHg dan pO2 90-100 mmHg.
b. Monitor tekanan darah: jika pasien memperlihatkan tanda ketidakstabilan hemodinamik ( hipotensi atau hipertensi ), pemantauan paling baik dilakukan dengan keteter arteri. Karena autoregulasi sering terganggu pada cedera kepal akut, maka tekanan arteri rata-rata harus dipertahankan untuk menghindarkan hipotensi ( < 70 mmHg ) hipertensi ( > 130 mmHg ). Hipotensi dapat menyebabkan iskemia otak sedangkan hipertensi dapat mengeksaserbasi serebri.
c. Pemasangan alat monitor tekanan intracranial pada pasien dengan skor GCS < 8, bila memungkinkan d. Penatalaksanaan cairan: hanya larutan isotonis ( salin
normal atau Ringer laktat ) yang diberikan kepada pasien dengan cedera kepala karena air bebas tambahan dalam salain 0,45% atau dekstrosa 5 % dalam air (D5W) dalam menimbulkan eksaserbasi edema serebri.
e. Nutrisi: cedera kepala berat menimbulkan respons hipermetabolik dan katabolik, dengan keperluan 50-100 % lebih tinggi dari normal. Pemberian makanan enteral melalui pipa nasogastrik atau nasoduodenal harus diberikan sesegera mungkin ( biasanya hari ke 2 perawatan )
f. Temperatur badan: demam ( temperature > 101 derajat F ) mengeksaserbasi cedera otak dan harus diobati secara agresif dengan asetaminofen atau kompres dingin. Pengobatan penyebab ( antibiotik ) diberikan bila perlu.
g. Anti kejang: fenitoin 15-20 mgkg BB bolus intravena, kemudian 300 mg/hari intravena mengurangi frekuensi kejang pascatrauma dini ( minggu pertama ) dari 14 % menjadi 4 % pada pasien dengan perdarahan intracranial traumatik. Pemberian fenitoin tidak mencegah timbulnya epilepsi pascatrauma dikemudian hari. Jika pasien tidak menderita kejang, fenitoin harus dihentikan setelah 7-10 hari. Kadar fenitoin harus dipantau ketat karean kadar subtrapi sering disebabkan hipermetabolisme fenitoin.
h. Steroid: steroid tidak terbukti mengubah hasil pengobatan pasien dengan cedera kepala dan dapat
meningkatkan resiko infeksi, hiperglikemia, dan komplikasi lain. Untuk itu, steroid hanya dipakai sebagai pengobatan terahir pada herniasi serebri akut (deksametason 10 mg interavena setiap 4-6 jam selama 48-72 jam ).
i. Profilaksis thrombosis vena dalam: sepatu bot komprensif pneumatic dipakai pada pasien yang tidak bergerak untuk mencegah terjadinya thrombosis vena dalam pada ekstremitas bawah dan resiko yang berkaitan dengan tromboemboli paru. Heparin 5.000 unit subkutan setiap 12 jam dapat deberikan setelah cedera kepala pasien dengan imobilisasi lama, bahkan dengan adanya perdarahan intracranial.( Arif Mansjoer, 2000 ).
2.1.9 Komplikasi
a. Edema Pulmonalis
Komplikasi paru-paru yang serius pada cedera kepala adalah edema paru. Ini mungkin terutama berasal dari gangguan neurologis atau akibat dari sindrom distress pernapasan dewasa. Edema paru dapat akibat dari cedera otak yang menyebabkan adanya Refleks Cusihing. Peningkatan pada tekanan darah
simtemik terjadi sebagai respons dari system saraf simpatis pada peningkatan TIK.
b. Kejang
Kejang terjadi kira-kira 10% dari pasien cedera kepala selama fase akut. Satu-satunya tindakan medis terhadap kejang adalah terapi obat. Diazepam merupakan obat yang paling banyak dipergunakan dan diberikan secara perlahan melalui intravena. c. Kebocoran Cairan Serebrospinal
Hal yang tidak umum pada beberapa pasien cedera kepala dengan fraktur tengkorak untuk mengalami kebocoran CSS dari telinga atau hidung. Hal ini dapat akibat dari fraktur pada fossa anterior dekat sinus frontal atau dari fraktur tengkorak basilar bagian petrous dari tulang temporal. ( Hudak,1996 )
2.1 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Diagnosa Medis CKS ( Cedera Kepala Sedang )
Proses keperawatan adalah: suatu metode dimana suatu konsep diterapkan dalam prktik keperawatan. Hal ini bisa disebut sebagai suatu pendekatan problem-solving yang memerlukan ilmu, teknik, dan keterampilan intrapersonal dan ditujukan utuk memenuhi kebutuhan klien/keluarga.( Nursalam,2001 )
Asuhan keperawatan adalah factor penting dalam survival pasien dan dalam aspek-aspek, rehabilitasi, dan preventif perawat kesehatan.
( Marilynn E. Doenges, 1999 )
Langkah-langkah dalam penerapan asuhan keperawatan meliputi : pengkajian, diagnose keperawatan, rencana tindakan keperawatan, tindakan keperawatan dan evaluasi keperawatan.
2.2.1 Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap dari proses keperawatan dan merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien ( Nursalam,2001 )
Langkah-langkah dalam pengkajian meliputi: a. Pengumpulan data
Ada 2 tipe data pada pengkajian: 1. Data Subyektif
Data subyektif adalah data yang didapatkan dari klen sebagai suatu pendapat terhadap suatu situasi dan kejadian. Informasi tersebut tidak dapat ditentukan oleh perawat secara independen tetapi melalui suatu interaksi atau komunkasi.
2. Data obyektif
Data obyektif adalah data yang dapat diobservasi dan diukur. Informasi tersebut biasanya diperoleh melalui “ senses “: 2S ( sight,smell ) dan HT ( hearing dan touch atau taste ) selama pemeriksaan fisik.
Pengumpulan data pasien baik subyektif maupun obyektif pada trauma kepala adalah sebagai berikut:
1. Identitas
a. Identitas Klien: nama, umur, jenis kelamin, agama/suku bangsa, status perkawinan, pendidikan, bahasa yang digunakan, alamat, pekerjaan, golongan darah, penghasilan.
b. Identitas penanggung Jawab: nama, umur, jenis kelamin, agama/suku bangsa, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan klein.
2. Keluhan Utama
Umumnya keluhan utama saat klien dirawat/masuk rumah sakit penurunan tingkat kesadaran( GCS 9-12 ), pusing, sakit kepala, gangguan motorik, kejang, gangguan sensorik dan gangguan kesadaran. Format PQRST dapat digunakan untuk mempermudah pengumpulan data, penjabaran dari PQRST adalah :
P (paliatif) : apa yang menjadi hal-hal yang meringankan dan memperberat.
Q (quantitas): seberapa berat keluhan, bagaimana rasanya ? seberapa sering terjadinya ?
R (radiasi) : dimanakah lokasi keluhan ?, bagaimana penyebarannya.
S (skala) : dengan menggunakan GCS untuk gangguan kesadaran, skala nyeri untuk keluhan nyeri. T (timing) : kapan keluhan itu terasa ?, seberapa sering
keluhan itu terasa. 3. Riwayat penyakit sekarang
merupakan rangkaian kejadianmulai dari terjadinya trauma sehingga klien masuk rumah sakit.
4. Riwayat penyakit dahulu
merupakan riwayat penyakit yang pernah diderita klien dan berhubungan dengan sistem persarafan.
5. Riwayat penyakit keluarga
Meliputi susunan anggota keluarga khususnya yang kemungkinan biasa berpengaruh pada kesehatan anggota keluarga yang lain.
6. Pemeriksaan fisik
pada dasarnya dalam pemeriksaan fisik menggunakan pendekatan secara sistematik yaitu : inspeksi, palpasi, auskultasi dan perkusi.
a. Keadaan Umum
Meliputi tanda-tanda vital, BB/TB, b. Kesadaran
Skala Koma Glasgow ( Glasgow Coma Scale, GCS ) 1. Respon membuka mata ( E )
a. Membuka mata dengan spontan ( 4 )
b. Membuka mata dengan perintah ( 3 )
c. Membuka mat dengan rangsangan nyeri ( 2 ) d. Tidak reaksi reaksi apapun ( 1 )
2. Respon motorik ( M ) a. mengikuti perintah ( 6 ) b. melokalisir nyeri ( 5 ) c. menghindar nyeri ( 4 ) d. fleksi abnormal ( 3 ) e. ekstensi abnormal ( 2 )
f. Tidak ada reaksi apapun ( 1 ) 3. Respon verbal ( V )
a. orientasi baik dan sesuai ( 5 ) b. disorienasi tempat dan waktu ( 4 ) c. bicara kacau ( 3 )
d. mengerang ( 2 )
e. tidak ada reaksi papaun ( 1 ) c. Pemeriksaan head to toe
1. Kepala dan rambut
Dikaji bentuk kepala, kesemetrisan, keadaan kulit kepala
2 Wajah
Struktur wajah, warna kulit, ekspresi 3 Mata
Bentuk bola mata,ada tidaknya gerakan kelainan pada bola mata
4 Hidung
Kesemetrisan, kebersihan 5. Telinga
Kesemtrisan, kebersihan dan tidaknya kelainan fungsi pendengaran
6. Mulut dan bibir
Kesemetrisan bibir, kelembaban, mukosa, kebersihan mulut.
7. Gigi
Jumlah gigi lengkap atau tidak, kebersihan, ada tidaknya peradangan pada gusi, ada tidaknya caries.
8. Leher
Posisi trakea ( deviasi trachea ), ada tidaknya pembesaran kelenjar tiroid atau vena jugularis. 9. Integumen
Meliputi warna, kebersihan, turgor, tekstur kulit, dan kelembaban, perubahan bentuk dan warna pada kulit.
10. Thorax
Dikaji kesemetrisannya, ada tidaknya suara redup pada perkusi, kesemetrisan ekspansi dada, ada tidaknya suara ronchi dan whezzing.
11. Abdomen
Ada tidaknya distensi abdomen. Asites, nyeri tekan
12 . Ektremitas atas dan bawah
Kesemetrisannya, ada tidaknya oedema, pergerakan dan tonus otot, serta kebersihan Di dalam pemeriksaan fisik pada gangguan cedera kepala sedang ( Marilynn E. Doenges,1999 )
a. Aktifitas / istirahat
Gejala : merasa lemah, letih, kaku, kehilangan keseimbangan.
Tanda : perubahan kesadarn, letargie, hemiparese, kuadreplegia, ataksia, cara berjalan tak tegap, masalah keseimbangan, cidera atau trauma, orthopedic, kehilangan tonus otot dan tonus spatik.
b. Sirkulasi
Gejala : normal atau perubahan tekanan darah. Tanda : perubahan frekuensi jantung (bradikaria,
tahikardia yang diselingi disritmia. c. Integritas ego
Gejala : perubahan tingkah laku kepribadian (terang atau dramatis)
Tanda : cemas mudah tersinggung, delirium, agitasi, bingung, depresi dan impulsive.
d. Eleminasi
Gejala : inkontinensia kandung kemih / usus atau megalami gangguan fungsi.
e. Makanan / cairan
Gejala : mual, muntah, dan mengalami perubahan selera.
Tanda : muntah kemungkinan muntah proyektil, gangguan menelan (batuk, air liur keluar, disfagia).
f. Neurosensori
Gejala : kehilangan kesadaran, amnesia seputar kejadian, vertigo, sinkope, tinnitus, kehilangan pendengaran, baal pada ekstremitas. Perubahan dalam penglihatan seperti ketajamannya, diplopia, kehilangan sebagian lapang pandang, fotopobia.
Tanda : perubahan kesadaran bisa sampai koma, perubahan status mental (oreintasi, kewaspadaan, perhatian / konsentrasi, pemecahan masalah, pengaruh emosi atau tingkah laku dan memori). Perubahan pupil (respon terhadap cahaya simetris),
deviasi pada mata. Ketidakmampuan kehilangan pengideraan seperti pengecapan, penciuman dan pendengaran. Wajah tidak simetris, gengaman lemah tidak seimbang, reflek tendon dalam tidak ada atau lemah, apaksia, hemiparese, kuadreplegia, postur dekortikasi atau deselebrasi, kejang sangat sensitive terhadap sentuhan dan gerakan.
g. Nyeri dan kenyamanan
Gejala : sakit kepala dengan intensitas dengan lokasi yang berbeda bisaanya sama.
Tanda : wajah menyeringai, respon menarik pada rangsangan nyeri yang hebat, gelisah, tidak bisa istirahat, merintih.
h. Pernafasan
Tanda : perubahan pada napas (apnoe yang diselingi oleh hiperventilasi), napas berbunyi, stridor, tersendak, ronchi, mengi, kemungkinan karena konspirasi.
i. Keamanan
Gejala : trauma baru atau trauma karena kecelakaan.
Tanda : fraktur dislokasi, gangguan penglihtan, kulit aserasi, abrasi, tanda battle disekitar telinga (merupakan tanda adanya trauma), adanya aliran cairan dari telinga / hidung, gangguan kognitif, gangguan rentang gerak, tonus otot hilang, kekuatan secara umum mengalami paralysis, demam, gangguan dalam regulasi suhu tubuh. j. Interaksi sosial
Gejala : apasia motorik atau sensorik, bicara tanpa arti, bicara berulang-ulang, disartria dan anomia.
k. Penyuluhan dan pembelajaran
Gejala : penggunaan alkohol atau obat lain.
1. Rencana pemulangan : membutuhkan bantuan pada perawatan diri, ambulasi, transportasi, menyiapkan makan, belanja perawatan, pengobatan, tugas-tugas rumah tangga, perubahan tata ruang atau fasilitas lainnya di rumah.
2.2.2 Diagnosa Keperawatan ( NANDA )
Diagnosa keperawatan adalah cara mengidentifikasi, memfokuskan dan, mengatasi kebutuhan spesifik psien serta respon terhadap masalah aktual dan resiko tinggi.
( Marilynn E. Doenges, 1999 )
Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan respons manusia ( status kesehatan atau resiko perubahan pola ) dari individu atau kelompok dimana perawat secara akontabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan menurunkan, membatasi, mencegah, dan merubah. ( Carpenito, 2000 )
NANDA menyatakan bahwa diagnose keperawatan adalah “keputusan klinik tentang respon individu, keluarga dan masyarakat tentang masalah kesehatan actual atau potensial, sebagai dasar seleksi intervensi keperawatan untuk mencapai tujuan asuhan keperawatan sesuai dengan kewenangan perawat”. Adapun diagnosa keperawatan yang sering muncul antara lain : a. Ketidakefektifan jaringan serebral berhubungan dengan edema
serebral ( respon local atau umum pada cedera, perubahan metabolik) penurunan tekanan darah/hipoksia hipolemia disritmia jantung
b. Ketidakefektifan Pola Napas berhubungan dengan pertukaran udara eksipirasi dan inspirasi
c. Ketidak seimbangan Nutrisi; lebih sedikit dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake, nutrisi tidak cukup untuk metabolisme tubuh
d. Risiko Infeksi berhubungan dengan kerusakan pada jaringan dan peningkatan risiko masuknya organisme pathogen
2.2.3 Rencana tindakan Keperawatan
Rencana tindakan keperawatan adalah desain spesifik intervensi untuk membantu dalam mencapai kreteria hasil. Rencana tindakan dilaksanakan berdasarkan komponen penyebab dari diagnose keperawatan. Oleh karena itu rencana mendefinisikan suatu aktifitas yang diperlukan untuk membatasi fakto-faktor pendukung terhadap suatu permasalahan. ( Nursalam, 2001 ).
Rencana tindakan keperawatan adalah preskripsi untuk prilaku spesifik yang diharapkan dari pasien dan atau tindakan yang harus di lakukan oleh perawat.( Maritynn E. Doenges, !999 ).
Tabel 2.2 Rencana Tindakan No Diagnosa Keperawatan Rencana Tindakan Tujuan dan Intervensi Rasional kreteria hasil 1 2 3 4 5
1 Ketidakefektifan Setelah dilakukan 1.Monitor status 1.Mengkaji adanya
jaringan serebral tindakan kepera hemodinamik, kecenderungan
berhubungan watan selama 2x neurologi dan pada tingkat kesa
dengan edema 24 jam diharapkan vital sign tiap 4 daran dan potensi
serebral ( respon perfusi jaringan jam peningkatan TIK dan
local Atau umum serebral efektif bermanfaat dalam
pada cedera, dengan kreteria menentukan lokasi,
perubahan metab hasil : perluasan dan perkem
olik ) penurunan a.Tidak ada edema bangan kerusakan
tekanan darah/ perifer SSP
hipoksia b.Pertahankan
Tingkat kesadaran 2.Monitor dan irama 2.Nafas yang tidak terat
pernafasan ur dapat menunjuk
kan lokasi adanya gangguan sereberal/ Peningkatan TIK dan memerlukan inter
vensi yang lebih lanjut termasuk dukungan nafas buatan
3.Monitor,ukur,ben 3.Reaksi pupil diatur tuk,simetrifitasi Oleh saraf cranial oku pupil lomotor ( III ) dan
berguna untuk menentikan apakah batang oatk masih baik
4.Catat intake dan 4.Bermanfaat sebagai output cairan indikator dari cairan
tubuh total tubuh yang
terintegrasi dengan perfusi jaringan
1 2 3 4 5
2 Ketidakefektifan Setelah dilakukan 1.Auskultasi suara 1.Untuk mengidentifika pola nafas berhu tindakan keperaw pernafasan si adanya masalah bungan dengan atan selama 2x24 paru seperti,kongesti, pertukaran udara jam diharapkan atau obstruksi jalan inspirasi dan pola nafas efektif nafas yang membahaya
ekspirasi dengan kreteria kan oksigenasi sereb
hasil : eral atau menandakan
a.Tidak ada terjadinya infeksi
sianosis dan paru.
dyspneu
b.Frekuensi perna 2.Monitor hasil 2.Melihat kembali venti pasan normal rongent lasi dan tanda-tanda komplikasi yang berkembang ( seperti atelektasis atau bronkopneumonia ) 3.Monitor respirasi 3.Memaksimalkan O2
dan status pada darah arteri dan oksigen membantu dalam
pencegahan
hipoksia,jika pusat pernafasan tertekan, mungkin diperlukan ventilasi mekanik. 4.Lakukan suction 4.Pengisapan biasanya
jalan nafas dibutuh jika pasien koma atau dalam keadaan imobilisasi dan tidak dapat membersihkan jalan nafasnya sendiri. 5.Posisikan pasien 5.Untuk mengetahui
untuk memaksi ekspansi paru/ malkan ventilasi ventilasi paru dan
menurunkan adanya kemungkinan lidah
jatuh yang
1 2 3 4 5 6.Pertahakan jalan 6.Mencegah atau nafas yang paten menurunkan
atelektasis
3 Ketidakseimbangan Setelah dilakukan 1.Kaji kemampuan 1.Meningkatkan proses
nutrisi dari kebu tindakan keperawa klien untuk men pencernaan dan tolera
tuhan tubuh ber tan selama 2x24 dapatkan nutrisi nsi pasien terhadap
hubungan dengan jam diharapkan yang dibutuhkan nutrisi yang di
intake nutrisi tidak keseimbangan berikan dan dapat m
cukup untuk meta nutrisi lebih dari meningkatkan kerjasa
bolisme. kebutuhan tubuh ma pasien saat makan
dengan kreteria
hasil : 2. Monitor lingku 2.Meskipun proses a. Adanya peningk ngan selama pemilihan pasien atan BB sesuai makan memerlukan bantuan
dengan tujuan makanan atau mengg
b.BB sesuai unakan alat bantu,
dengan TB sosialisasi waktu
c.Tidak ada tanda- makan dengan orang
tanda malnutrisi terdekat atau teman
dapat meningkatkan pemasukan dan
menormalkan fungsi makan
3.Monitor kadar 3.Mengidentifikasi albumin, total defesiensi nutrisi,
protein, Hb, fungsi organ, dan respon terhadap nutrisi tersebut
4.Kolaborasi 4.Merupakan sumber dengan ahli gizi yang efektif untuk untuk memenuhi mengidentifikasi jumlah kalori kebutuhan kalori/ dan nutrisi yang nutrisi tergantung dibutuhkan pada usia, BB, ukuran pasien penyakit sekarang
( trauma, penyakit jantung/masalah matabolisme
1 2 3 4 5 5.Timbang BB 5.Mengavaluasi sesuai indikasi keefektifan atau
kebutuhan mengubah pemberian nutrisi 6.Catat perubahan 6.Bermanfaat sebagai
BB indicator dari cairan
total tubuh yang terintegerasi dengan perfusi jaringan
4 Resiko infeksi Setelah dilakukan 1.Cuci tangan 1.Cara pertama untuk berhubungan tindakan keperaw sebelum dan mengindari terjadi dengan pening atan selama 2x24 sesudah tinda nya infeksi nosoko katan resiko jam diharapkan kan keperawatan mial
masuknya resiko infeksi
organism tidak terjadi 2.Kaji temperature 2.Dapat mengidentifik patogen dengan kreteria Klien tiap 4 jam asikan sepsis yang
hasil : selanjutnya memerlu
a.Klien bebas dari kan tindakan segera
tanda dan gejala
infeksi 3.Tingkatkan 3.Menurunkan kemung b.Menunjukan intake cairan kinan terjadinya kemampuan tubuh pertumbuhan bakteri untuk mencegah atau infeksi yang
tibulnya infeksi menambah naik
c.Jumlah leokosit
dalam batas 4.Berikan terapi 4.Terapi profilaktif normal antibiotik sesuai digunakan pada klien d.Menunjukkan Instruksi yang mengalami prilaku hidup trauma ( perlukaan ),
sehat kebocoran CSS atau
setelah dilakukan pembedahan untuk menurunkan resiko terjadinya infeksi ( Nanda Diagnosa,Nic & Noc,2008 )
2.2.4 Tindakan keperawatan
Pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik, tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan disusun dan diharapkan pada Nursing aders untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan yang mencangkup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan dan mempalisitai koping. Ada tiga tahap dalam tindakan keperawatan yaitu : Persiapan, intervensi, dan dokumentasi.
( Nursalam, 2001 )
Impelentasi keperawatan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik. ( Nursalam, 2001 )
2.2.5 Evaluasi keperawatn
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnose keperawatan, rencana tindakan, dan pelaksanaannya sudah berhasil dicapai. Melalui evaluasi memungkinkan perawat untuk memonitor “ kealpaan “ yang terjadi selama tahap pengkajian, analisa, perencanaan, dan pelaksanaan tindakan. ( Nursalam,2001 )
Adapun komponen tahap evaluasi adalah pertama pencapaian kreteria hasil, kedua keefektifan tahap-tahap keperawatn, ketiga revisi atau terminasi keperawatn.
Evaluasi perencanaan kreteria hasil tulis pada catatan perkembangan dalam bentuk SOAPIER :
S ( Subyektif ) : Keluhan-keluhan klien
O ( Obyektif ) : Apa yang dilihat, dicium, diraba dan dapat diukur oleh perawat.
A ( Analisa ) : Kesimpulan tentang keadaan klien
P ( Plan of care ) : Rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi diagnosa/masalah keperawatan klien.
I ( Intervensi ) : Tindakan yang dilakukan perawat untuk kebutuhan klien
E ( Evaluasi ) : Respon klien terhadap tindakan perawat R ( Ressesment ) : Mengubah rencana tindakan keperawatan
yang diperlukan.
Tujuan evaluasi ini adalah untuk melihat kemampuan klien dalam mencapai tujuan. Hal ini bias dilaksanakan dengan mengadakan hubungan dengan klien berdasarkan respon klien terhadap tindakan keperawatan yang diberikan, sehingga perawat dapat mengambil keputusan:
a. Mengakhiri rencana tindakan keperawatan ( klien telah mencapai tujuan yang ditetapkan ).
b. Memodifikasi rencana tindakan keperawatan ( klien mengalami kesulitan untuk mencapai tujuan )
c. Meneruskan rencana tindakan keperawatan ( kilen memerlukan waktu yang lebih lama untuk mencapai tujuan )
BAB 3
TINJAUAN KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN Tn “ S ” DENGAN DIAGNOSA MEDIS CKS ( CEDERA KEPALA SEDANG ) DI RUANG BEDAH
RUMAH SAKIT UMUM DR. R. SOEDJONO SELONG
1. Pengkajian a. Identitas Klien
Nama : Tn. S
Umur : 19 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pendidikan : SMP
Suku/Bangsa : Sasak/indonesia
Alamat : Karang Ranjong,Lenek Aikmel
Pekerjaan : Tani
Ruangan : Bedah
Penanggung jawab biaya : JPS
No RM : 157063
Diagnosa medik : CKS ( Cidera Kepala Sedang ) Tanggal masuk : 01 Juni 2011
Keluarga yang bertanggung Jawab
Nama : Tn. R
Hub. dengan keluarga : Kakak kandung
Alamat : Karang Ranjong,Lenek Aikmel
b. Riwayat Kesehatan 1. Keluhan utama
Klien mengatakan sakit kepala 2. Riwayat kesehatan sekarang
Pada tanggal 01 Juni 2011 jam 22.45 WIB, klien mengalami kecelakaan lalu lintas di Lenek, dan terdapat luka robek di dahi kanan + 6 x 3 cm kedalaman + 2 cm, dan klien mendapat pertolongan pertama di Puskesmas Aikmel, setelah mendapat pertolongan klien mengeluh nyeri dengan skala nyeri 5 ( 0-10 ) sehingga klien tidak bisa istirahat dan sulit bernapas, karena klien sulit bernafas klien di rujuk ke Rumah Sakit Dr. R. Soedjono Selong untuk mendapat pertolongan selanjutnya, dan atas instruksi dokter klien harus di rawat inap di ruang bedah untuk mendapat tindakan selanjutnya.
3. Riwayat kesehatan yang lalu
Klien mengatakan tidak pernah mempunyai riwayat penyakit seperti hipertensi, dan klien mengatakan klien hanya sakit batuk pilek.dan sembuh setelah meminum obat.
4. Riwayat penyakit keluarga
Keluarga klien mengataktan ada anggota keluarganya yang mengalami penyakit tumor dan sudah di operasi 15 tahun yang lalu, dan tidak pernah mengalami penyakit yang di derita klien saat ini.
Genogram Keterangan : Laki-laki/Perempuan : Laki-laki/Perempuan meninggal : Klien : Garis perkawinan : Garis keturunan --- : Tinggal serumah
5. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum saat pengkajian : Sedang
Kesadaran : Composmentis
GCS : Respon motorik : 6
Respon verbal : 3 Respon membuka mata : 3 Jumlah : 12 b. Tanda-tanda vital Tekanan darah : 120/80 mmHg Suhu : 36.0 0 C Nadi : 80 x / menit Pernafasan : 20 x / menit c. Pemeriksaan sistematis
1). Kepala : Pada kulit kepala bulat, simetris, terdapat luka robek di dahi kanan + 6 x 3 cm dan kedalaman + 2 cm.
2). Mata : Bentuk simetris, palpebra oedema, conjunctiva tidak anemis, sclera tidak ikterik, pupil isokor.
3). Hidung : Bentuk simetris, fungsi penciuman : klien menghirup sesuatu yang di dekatkan, tidak ditemukan adanya perdarahan di hidung ( rinore ).
4). Telinga : Bentuk simetris, tidak ditemukan serumen dan perdarahan pada kanalis, pendengaran klien normal, tidak di temukan adanya perdarahan di telinga ( otore ).
5). Mulut dan gigi : Lidah tampak bersih, mukosa bibir kering dan gigi tampak kotor, tidak di temukan adanya gigi ompong, terdapat sisa darah yang kering di sekitar mulut.
6). Leher : Tidak ditemukan adanya kaku kuduk, tidak terdapat fraktur, tidak ada pembesaran vena jugularis, deviasi therakea tidak ada.
7). Thorak dan fungsi pernafasan
Inspeksi : Bentuk dada simetris, tidak ada refraksi otot dinding dada saat bernafas, pergerakan dada seirama antara inspirasi dan ekspirasi, respirasi 20 x / menit.
Palpasi : Vocal fremitus teraba diseluruh lapang paru, tidak ditemukan adanya benjolan atau massa dan tidak ditemukan adanya lesi, ditemukan adanya nyeri tekan pada thorak saat klien bernafas.
Perkusi : Terdengar bunyi sonor
Auskultasi : Bunyi napas vesicular disemua lapang paru
8). Pemeriksaan abdomen
Inspeksi : Perut tampak datar, pergerakan sama saat inspirasi dan ekspirasi, tidak terlihat benjolan atau lesi.
Auskultasi : Tidak ada peningkatan bising usus, tidak terdengar bunyi bruit, BU 12 x / menit
Palpasi : Tidak ditemukan nyeri tekan di semua kuadran dan tidak ditemukan adanya massa, tidak ditemukan adanya pembesaran hati dan limpa. Perkusi : bunyi tympani
9). Kulit
Turgor kulit baik, tidak di temukan adanya lesi, tidak sianosis, akral hangat
10).Extremitas atas dan bawah
Ekstremitas atas : Tangan kanan adanya patah tulang,tangan bagian kana terpasang infuse RL 20 tetes/menit, akral hangat, kekuatan otot ekstremitas atas bagian kanan dan kiri masing-masing 4.
Ekstremitas bawah: Kaki kanan tampak pada bagian lutut lecet + 1x 1 cm dan tidak ada udem, kuku kotor. Kaki kiri tidak ditemukan adanya oedema, akral hangat, kekuatan
otot ekstremitas bawah bagian kiri dan kanan masing-masing 5.
Rentang gerak : Tangan kiri bebas bergerak, tangan kanan terpasang infus, kaki kanan dan kiri bebas bergerak.
11). Data psikologis
a. Citra diri/body image : Tanggapan klien dengan anggota tubuhnya baik, tidak ada anggota tubuhnya yang dia tidak sukai, klien mengatakan semua anggota tubuhnya yang dia sukai.
b. Identitas : Status klien dalam keluarga adalah sebagai anak, klien puas terhadap status dan posisinya dalam keluarga.
c. Peran : Klien sanggup melakukan perannya sebagai anak,dan klien puas dengan perannya.
d. Ideal diri : Klien sangat senang dengan dirinya di antara anggota keluarga.
e. Harga diri : Keluarga klien mengatakan klien sangat berharga dalam anggota keluarganya, dan tidak pernah
dibeda-bedakan dengan anggota keluarga yang lain.
Uji saraf cranial
1. Nervus I ( olfaktorius )
Klien mampu mencium bau – bauan seperti kopi dan minyak wangi. 2. Nervus II ( optikus )
Refleks pupil terhadap cahaya : midriasis bila kena cahaya mendekat, miosis bila cahaya menjauh.
3. Nervus III,IV, VI ( abdusen, okulomotorius, abdusen )
Mata klien tidak dapat di gerakan ke segala arah karena klien belum sadar penuh.
4. Nervus V ( trigeminus )
Dapat mebuka mulut dengan spontan. 5. Nervus VII ( vasialis )
Pengecapan klien dapat berfungsi dengan baik. 6. Nervus VIII ( akustikus )
Fungsi pendengaran klien baik mendengar saat dipanggil namanya, fungsi keseimbangan tidak terkaji.
7. Nervus IX ( glosso pharingius )
Letak ovula berada di tengah, klien mampu menelan makanan dan minuman.
8. Nervus X ( vagus )
Klien bisa menelan dengan baik tanpa ada gangguan.
9. Nervus XI ( acsesorius )
Klien bisa menggerakan kepala dan bahu dengan cara pelan-pelan. 10. Nervus XII ( hipoglosus )
Bentuk lidah simetris, lidah tidak jatuh ke belakang mulut.
d. Kebiasaan sehari-hari
Kegiatan Di rumah di rumah sakit Pola makan / minum
Minum Makan Keluarga klien mengatakan minum + 5 – 6 gelas / hari Keluarga klien mengatakan makan 3 x / hari nasi satu porsi dengan lauk pauk dan sayur. Tidak ada pantangan dalam makanan.
Keluarga klien
mengatakan kklien minum 1 – 2 gelas / hari
Keluarga klien
mengatakan hanya makan roti sepotong dan jeruk satu buah, klien makan bubur dan menghabiskan setengah porsi yang telah di siapkan oleh keluarganya
Pola istirahat tidur Keluarga klien mengatakan tidur malam pukul 21.00 WIB sampai 05.00 WIB
Tidur siang jarang
Keluarga klien
mengatakan selama dirawat menurut keluarga klien lebih sering tidur tetapi kalau malam klien gelisah dan sering terbangun.
Pola BAB dan BAK BAK
BAB
Keluarga mengatakan tidak mengetahui kegiatan BAK klien
Keluarga mengatakan tidak mengetahui kegiatan BAB klien
Keluarga klien
mengatakan BAK dalam sehari frekuensi 1x sebanyak 250 cc.
Keluarga klien
mengatakan selama di rumah sakit klien belum BAB
Personal hygiene
Mandi Keluarga klien
mengatakan klien mandi 2 x / hari memakai sabun
Keluarga klien
mengatakan klien tidak pernah mandi selama di rawat hanya di lap oleh keluarganya 2 x / hari.
Sikat gigi
Keramas
1 x / hari memakai sikat gigi dan odol
1 x / minggu
Selama di rawat klien belum pernah menggosok gigi.
Tidak pernah
3). Data penunjang a). Laboratorium
Hasil Normal Satuan
Hb : 13,1 g / dl L : 13 – 16 g / dl P : 12 – 14 g / dl LED : 75 mm / 1 jam L : 0-5 mm / 1 jam
P : 9-15 mm / 1 jam Leucosit : 6.800 4 – 10 ribu / ul Trombosit : 281.000 150 – 450 ribu / ul Hematokrit : 36,2 % L : 42 – 54 % P : 36 – 48 % 4). Therapi Tanggal 01 juni 2011 Infus RL 20 Tetes / menit Injeksi ampicilin 3 x 1 gr ( IV ) Injeksi ketorolak 3 x 1 ampul Injeksi ranitidine 2 x 1 ampul
2. DIAGNOSA KEPERATAWAN Analisa Data.
Data senjang Penyebab Masalah
DS: Keluarga mengatakan klien mengeluh kepalanya sakit dan pusing.
DO :
klien tampak gelisah
kesadran somnolent GCS : 12 ( M 6, V 3, E 3 ) TD : 120 / 90 mm Hg N : 80 x / menit Suhu : 36.0 0 C RR : 20 x / menit
Terdapat luka robek di dahi sebelah kanan
Oedem pada palpebera
Klien muntah
CRT kurang dari 2 detik
Cedera kepala
Kerusakan jaringan otak, perdarahan, oedema
cerebri
Tekanan intra kranial
Perubahan perfusi jaringan cerebral
Perubahan perfusi jaringan cerebral
DS: Keluarga klien mengatakan klien merasa mual setiap makan
DO :
Klien tampak lemah
Porsi makan setengah porsi yang telah di siapkan oleh keluarganya
Bibir klien tampak kering
Cedera kepala
Kerusakan sel otak
Stress
Katakolamin sekresi asam lambung
Mual,muntah
Asupan nutrisi kurang
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh