• Tidak ada hasil yang ditemukan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "V. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Karakteristik Responden 5.1.1 Umur

Umur responden dalam penelitian ini bervariasi, dari umur termuda hingga yang berumur tua. Umur termuda yang menjadi responden adalah 35 tahun, sedangkan yang tertua adalah 60 tahun. Pada Tabel 7 disajikan persentase sebaran umur responden.

Tabel 7. Sebaran umur responden

Umur Jumlah Persentase (%)

35-40 10 29 41-45 9 26 46-50 9 26 51-55 4 11 56-60 3 9 Jumlah 35 100

Berdasarkan Tabel 7 diketahui bahwa umur responden yang terbanyak pada kelompok umur rata-rata 35-40 tahun sebanyak 29%, sedangkan umur responden yang sedikit pada kelompok umur rata-rata 56-60 tahun sebanyak 9%. Hal ini diduga karena Repong Damar diwariskan kepada anak tertua laki-laki, sehingga orang tua tidak lagi merawat Repong Damar. 5.1.2 Tingkat pendidikan responden Sebagaimana umumnya masyarakat di daerah yang jauh dari pusat kota atau pusat pendidikan, maka tingkat pendidikan masyarakat di Desa Penengahan juga masih tergolong rendah. Masyarakat yang pernah menempuh pendidikan bervariasi antara yang terendah yaitu tamat pendidikan SD hingga yang tertinggi tingkat Sarjana. Tabel 8 disajikan persentase sebaran tingkat pendidikan responden. Tabel 8. Sebaran tingkat pendidikan responden. Pendidikan Jumlah Persentase (%) SD 20 57

SLTP 9 26

SLTA 4 11

S1 2 6

(2)

Berdasarkan Tabel 8 diketahui bahwa sebagian besar responden memiliki tingkat pendidikan SD sebanyak 57%, responden yang memiliki tingkat pendidikan SLTP sebanyak 26%, responden yang memiliki tingkat pendidikan SLTA sebanyak 11% dan responden yang memiliki tingkat pendidikan sarjana (S1) sebanyak 6%. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa rata-rata pendidikan responden masih rendah.

5.1.3 Pekerjaan sampingan responden

Pekerjaan sampingan responden sebagian besar adalah sebagai petani sawah yaitu sebanyak 97%, sedangkan sisanya adalah sebagai pedagang yaitu sebanyak 3% (Lampiran 1).

5.1.4 Jumlah anggota keluarga responden

Jumlah anggota keluarga responden sebagian besar berkisar 1-5 orang yaitu sebanyak 63%, sedangkan sisanya adalah jumlah anggota keluarga berkisar 6-7 orang yaitu sebanyak 37% (Lampiran 1). Besar kecilnya jumlah anggota keluarga dapat mempengaruhi distribusi pendapatan yang diperoleh oleh masyarakat dari Repong Damar.

5.2 Sejarah Repong Damar

Menurut de Foresta et al. (2000) bahwa pohon damar (S. javanica) telah dibudidayakan oleh masyarakat Pesisir Krui sejak zaman Belanda sekitar 120 tahun yang lalu dan telah menjadi salah satu bagian dari sistem usaha tani masyarakat lokal melalui budidaya campuran pohon hutan (damar) dengan beberapa komoditas pertanian baik tanaman semusim (seperti padi) dan tanaman tahunan lain (seperti kopi, lada, dan buah-buahan).

Masyarakat setempat (budaya lokal) dalam membangun hutan damar dengan cara menebang (tanaman non-damar tidak bermanfaat/tanaman pengganggu tanaman damar), dan menanam bibit alam damar lokal dan berladang secara simultan (hutan rakyat) atau dengan cara membiarkan hutan terbentuk alami dan penanaman pada sebagian kecil areal (pada kawasan hutan). Kegiatan budidaya ini dilakukan secara teratur sistematik melalui tahapan (dalam tahun) berjenjang jenis (tanaman semusim keras/pertanian-damar) disajikan pada Tabel 9.

(3)

Tabel 9. Tahapan pembentukan Repong Damar

Tahun ke- Perkembangan

1 Pembukaan dan pembakaran vegetasi petak lahan (bisa rimba, belukar, atau alang-alang) dan penanaman padi pertama, juga sayuran dan buah-buahan seperti pisang dan pepaya.

2 Penanaman padi seri kedua, dan penanaman kopi diantara tanaman padi tersebut

3 sampai 7 atau 8 Penanaman padi tidak dilakukan lagi, bibit damar diambil dari petak pembibitan lalu ditanam di sela-sela tanaman kopi. Ladang juga ditanami bibit pepohonan buah-buahan, penghasil kayu dan lain-lain. Panen kopi pertama berlangsung pada tahun keempat dengan hasil sekitar 600 kg/ha, panen kopi berikutnya terus dilakukan hingga tiga atau empat tahun kemudian dan hasilnya menurun menjadi sekitar 100 kg/ha, setelah itu kebun ditinggalkan.

8 sampai 20-25 Pohon-pohon damar berkembang diantara kopi mulai rusak, vegetasi sekunder mulai tumbuh, petani mengendalikan pertumbuhannya dengan penyiangan berkala. Buah-buahan (nangka, durian, duku dan lain-lain) dan kayu (kayu perkakas, kayu bangunan) mulai dipanen seperlunya.

20 ke atas Penyadapan pertama getah pohon damar. Repong Damar dikembangkan terus menerus melalui pengayaan rumpang dan penganekaragaman alami

Sumber: de Foresta et al. (2000)

Secara skematik dari proses/tahapan budidaya Repong Damar yang dilakukan disajikan pada Gambar 4.

(4)

Gambar 4. Pola budidaya Repong Damar di Wilayah Pesisir Krui Kabupaten Lampung Barat (de Foresta et al. 2000)

Dari pengamatan lapangan, hutan damar yang terbentuk dengan pola bertahap dan berselang jarak/waktu dan bertingkat tumbuhan (antara tanaman semusim tanam tahunan damar) sangat sulit dibedakan antara hutan alam damar (pada kawasan) dengan Repong Damar karena kedua-duanya sama-sama membentuk tegakan hutan yang berlapis, sebagai pembeda hanyalah jenis tanaman pencampur (komponen komunitas jenis-jenisnya).

Dalam perkembangannya, sepintas dengan pola tahapan di atas hutan yang terbentuk mempunyai keanekaragaman hayati minimum (hanya damar dan buah-buahan) namun dalam perjalanannya dan perkembangannya melalui keputusan petani muncul dengan pengkayaan jenis (yang bernilai ekonomis) berikutnya kemudian setelah pohon dewasa tegakan terbentuk memberi peluang/menyediakan lingkungan atau celah-celah yang nyaman bagi berkembangnya spesies tumbuhan hutan melalui penyebaran alami (bahkan tidak menutup kemungkinan terjadi pengkayaan alami dengan spesies yang baru yang bernilai ekonomis (menurut pilihan petani berikutnya) dan memberi naungan dan makan bagi satwa hutan yang datang dari hutan sekitar. Oleh karena proses pemeliharaan (pembebasan dari tanaman pengganggu) umumnya dilakukan hanya

(5)

sekitar pohon damar, maka tumbuhan lain yang dianggap tidak mengganggu akan tumbuh dan berkembang biak sehingga setelah beberapa dekade (bisa dalam dekade 20 tahunan pertama atau berikutnya) akan mencapai keseimbangan antara kebebasan (regenerasi) dan pengelolaan terpadu (pilihan/pengkayaan jenis) yang mungkin tidak akan disadari oleh petani bahwa kebun yang dikelola tersebut telah mencapai tingkat keanekaragaman yang tinggi.

Menurut de Foresta dan Michon (1995), kebun damar yang terbentuk bukan merupakan perkebunan monokultur tetapi mempunyai pola ekosistem hutan alam dengan keanekaragaman flora dengan luasan “struktur vertikal berjenjang” dan keanekaragaman fauna dengan pola meniru hutan alam (Gambar 5).

Gambar 5. Repong Damar tua yang terbangun bersama tanaman pertanian lainnya (sawah) di Wilayah Penengahan.

Budidaya Repong Damar ini dilakukan secara turun temurun dan terkait dengan sistem adat setempat. Atas dasar tersebut, maka pengelolaan Repong Damar oleh masyarakat Pesisir merupakan bagian kehidupan yang terkait erat dengan nilai kehidupan sosial-ekonomi masyarakatnya.

(6)

5.3 Aspek Ekologi Pengelolaan Repong Damar 5.3.1 Struktur horizontal

Struktur tegakan horizontal merupakan istilah untuk menggambarkan sebaran jenis pohon dengan dimensi diameter pohon dalam suatu kawasan. Pengetahuan stuktur tegakan memberikan informasi dinamika populasi jenis kelompok baik dari semai, pancang, tiang maupun pohon. Struktur horizontal didefinisikan sebagai banyaknya pohon per satuan luas pada setiap kelas diameternya. Struktur horizontal terkait dengan kerapatan, frekuensi dan dominansi jenis tanaman.

Dengan menggunakan rumus Soerianegara dan Indrawan (1980), penjumlahan ketiga komponen tersebut akan dapat menggambarkan keadaan kuantitatif vegetasi hutan masing-masing jenis yang terdapat di dalam hutan yang dinyatakan dalam bentuk Indeks Nilai Penting (INP). Penguasaan areal oleh jenis tanaman tertentu dilakukan dengan menghitung INP, jenis yang mempunyai INP tertinggi adalah jenis yang menguasai areal tertentu.

Kerapatan jenis yaitu banyaknya individu suatu jenis dalam suatu luasan pengamatan. Besarnya nilai kerapatan suatu jenis tanaman terhadap jenis yang lain dapat dilihat dari kerapatan relatifnya.

Frekuensi suatu jenis menunjukan penyebaran pada suatu areal. Pengetahuan tentang jumlah dan distribusi atau frekuensi dari permudaan jenis-jenis pohon yang penting dapat dijadikan dasar dalam menduga komposisi dan volume tegakan pada masa yang akan datang (Soerianegara dan Indrawan 2002). Nilai frekuensi dipengaruhi oleh nilai kerapatan, jika tinggi nilainya maka kerapatannya juga tinggi asalkan jenis tanaman tersebut tidak mengelompok.

Nilai dominansi suatu jenis tanaman merupakan perbandingan proyeksi tajuk tanaman tersebut terhadap areal tertentu dan bisa dihitung dengan menggunakan luas bidang dasar setinggi dada dan besarnya nilai dominansi suatu jenis terhadap nilai dominansi jenis tanaman yang lain merupakan dominansi relatif (Soerianegara dan Indrawan 1980). Dominansi suatu jenis dapat digunakan untuk mengetahui jenis-jenis yang paling berperan dalam suatu komunitas di suatu area.

Berdasarkan hasil pengamatan dan pencatatan jenis, tinggi dan diameter pada tanaman penyusun komponen Repong Damar dapat dijelaskan lebih lanjut sebagai berikut.

(7)

5.3.1.1 Semai

Semai adalah tumbuhan yang memiliki tinggi maksimal 1,5 m. Hasil penelitian di Repong Damar ditemukan ada 7 jenis tanaman disajikan pada Tabel 10.

Tabel 10. Indeks Nilai Penting (INP) tingkat semai masing-masing jenis di Repong Damar Desa Penengahan (2.000 m3)

No Nama jenis K KR (%) F FR (%) INP (%) 1 Pulai (Alstonia scholaris L R. Br) 50 5 0,2 6,25 11,25 2 Kayu Afrika (Maesopsis eminii) 250 25 0,6 18,75 43,75

3 Damar (S. javanica) 300 30 0,8 25 55

4 Laban (Vitex pubescens Vahl) 50 5 0,2 6,25 11,25 5 Petai (Parkia speciosa Hassk) 150 15 0,6 18,75 33,75 6 Kayu Manis (Cynamomus Spp) 50 5 0,2 6,25 11,25 7 Sungkai (Peronema canescens) 150 15 0,6 18,75 33,75

Jumlah 1000 100 3,2 100 200

Keterangan: K : Kerapatan, KR: Kerapatan Relatif, F: Frekuensi, FR: Frekuensi Relatif, D: Dominansi, DR: Dominansi Relatif, INP: Indeks Nilai Penting

Berdasarkan Tabel 10 di atas dapat diketahui bahwa Damar (S. javanica) merupakan jenis semai yang memiliki Kerapatan Relatif (KR), Frekuensi Relatif (FR) dan Indeks Nilai Penting (INP) yang tertinggi yaitu masing-masing sebesar 30%, 25%, dan 55%. Hal ini menunjukkan bahwa Damar merupakan jenis tanaman yang mendominasi atau menguasai ruang di dalam komunitas tersebut. Hal ini disebabkan karena jenis tersebut mempunyai kesesuaian tempat tumbuh yang baik serta mempunyai daya tahan hidup yang baik pula jika dibandingkan dengan jenis lain yang ada dalam komunitas tersebut.

5.3.1.2 Pancang

Pancang adalah tumbuhan yang memiliki tinggi lebih dari 1,5 m dan diameter 2-10 cm. Hasil penelitian di Repong Damar ditemukan ada 7 jenis tanaman yang termasuk dalam kategori pancang disajikan pada Tabel 11.

(8)

Tabel 11. Indeks Nilai Penting (INP) tingkat pancang masing-masing jenis di Repong Damar Desa Penengahan (2.000 m3)

No Nama jenis K KR

(%)

F FR (%) INP (%)

1 Damar (S. javanica) 120 24 0,8 22,22 46,22

2 Mangga (Mangifera indica L) 40 8 0,4 11,11 19,11

3 Petai (P. speciosa) 160 32 1 27,78 59,78

4 Sungkai (P. canescens) 60 12 0,6 16,67 28,67

5 Rambutan (Nephelium lappaceum) 20 4 0,2 5,56 9,56 6 Kayu Afrika (M. eminii) 60 12 0,4 11,11 23,11 7 Durian (Durio zibethinus) 40 8 0,2 5,56 13,56

Jumlah 500 100 3,6 100 200

Keterangan: K : Kerapatan, KR: Kerapatan Relatif, F: Frekuensi, FR: Frekuensi Relatif, D: Dominansi, DR: Dominansi Relatif, INP: Indeks Nilai Penting

Berdasarkan Tabel 11 di atas dapat diketahui bahwa tanaman Petai (P. speciosa) memiliki nilai Kerapatan Relatif (KR), Frekuensi Relatif (FR) dan Indeks Nilai Penting (INP) tertinggi yang memiliki nilai masing-masing 32%, 27,78% dan 59,78%. Hal ini menunjukkan bahwa tanaman Petai merupakan jenis tanaman yang paling dominan pada tingkat pancang.

5.3.1.3 Tiang

Tiang adalah tumbuhan yang memiliki diameter antara 10-20 cm. Hasil penelitian di Repong Damar ditemukan ada 12 jenis tanaman yang termasuk ke dalam kelompok tiang disajikan pada Tabel 12.

(9)

Tabel 12. Indeks Nilai Penting (INP) tingkat tiang masing-masing jenis di Repong Damar Desa Penengahan (2.000 m3)

No Nama Jenis K KR (%) F FR (%) D DR (%) INP (%) 1 Jengkol (Pithecellobium jiringa Prain) 10 3,85 0,20 4,76 0,13 2,86 11,47 2 Jambu air (Eugenia aquea Burm. F) 10 3,85 0,20 4,76 0,14 3,15 11,76 3 Petai (P. speciosa) 30 11,54 0,60 14,29 0,75 16,83 42,65 4 Damar (S. javanica) 60 23,08 1 23,81 1,10 24,68 71,56 5 Rambutan (N. lappaceum) 70 26,92 0,60 14,29 1,04 23,29 64,50 6 Mangga (M. indica) 20 7,69 0,40 9,52 0,25 5,57 22,79 7 Pulai (A. scholaris) 10 3,85 0,20 4,76 0,17 3,78 12,39 8 Durian (D. zibethinus) 10 3,85 0,20 4,76 0,27 6,02 14,62 9 Jambu bol (Eugenia mallacensis L) 10 3,85 0,20 4,76 0,13 2,86 11,47 10 Laban (V. pubescens) 10 3,85 0,20 4,76 0,20 4,47 13,08 11 Salam (Eguania polyantha Miq) 10 3,85 0,20 4,76 0,19 4,29 12,90 12 Duku (Lansium domesticum Corr) 10 3,85 0,20 4,76 0,10 2,19 10,80

Jumlah 260 100 4.2 100 4.45 100 300

Keterangan: K : Kerapatan, KR: Kerapatan Relatif, F: Frekuensi, FR: Frekuensi Relatif, D: Dominansi, DR: Dominansi Relatif, INP: Indeks Nilai Penting

Berdasarkan Tabel 12 di atas diketahui bahwa jenis Damar (S. javanica) merupakan tanaman yang memiliki nilai Frekuensi Relatif (FR), Dominansi Relatif (DR), dan Indeks Nilai Penting (INP) yang tertinggi dibandingkan dengan jenis tanaman yang lainnya yaitu masing-masing sebesar 23,81%, 24,68% dan 71,56%. Hal ini menunjukkan bahwa Damar merupakan tanaman yang sering dijumpai disetiap petak ukur dan menguasai dalam komunitas tersebut dibandingkan dengan jenis yang lainnya. Besar kecilnya dominansi suatu jenis tergantung besarnya luas bidang dasar (lbds) setinggi dada. Dominansi relatif merupakan penguasaan jenis pohon terhadap jenis pohon lainnya dalam komunitas sehingga populasi jenis lain relatif akan berkurang dalam jumlah dan daya hidupnya.

Tanaman Rambutan (N. lappaceum) memiliki nilai Kerapatan Relatif (KR) yang tertinggi dibandingkan dengan jenis tanaman yang lainnya yaitu sebesar 26,92%. Hal ini menunjukkan bahwa Rambutan merupakan tanaman yang memiliki jumlah yang banyak dibandingkan tanaman yang lainnya.

(10)

5.3.1.4 Pohon

Pohon adalah suatu tanaman yang memiliki diameter lebih dari 20 cm. Hasil penelitian di Repong Damar ditemukan ada 8 jenis tanaman yang termasuk ke dalam kelompok pohon disajikan pada Tabel 13.

Tabel 13. Indeks Nilai Penting (INP) tingkat pohon masing-masing jenis di Repong Damar Desa Penengahan (2.000 m3)

No Nama Jenis K KR (%) F FR (%) D DR (%) INP (%) 1 Pulai (A. scholaris) 35 29,17 0,60 16,67 3,23 25,26 71,10 2 Damar (S. javanica) 25 20,83 1 27,78 4,73 36,96 85,58 3 Duku (L. domesticum) 15 12,50 0,60 16,67 1,27 9,96 39,13 4 Rambutan (N. lappaceum) 10 8,33 0,20 5,56 0,46 3,60 17,48 5 Petai (P. speciosa) 10 8,33 0,40 11,11 1,48 11,60 31,04 6 Manggis (Garsinia mangostana) 5 4,17 0,20 5,56 0,46 3,56 13,29 7 Durian (D. zibethinus) 5 4,17 0,20 5,56 0,32 2,52 12,24 8 Sungkai (P. canescens) 15 12,50 0,40 11,11 0,84 6,54 30,15

Jumlah 120 100 3,6 100 12,79 100 300

Keterangan: K : Kerapatan, KR: Kerapatan Relatif, F: Frekuensi, FR: Frekuensi Relatif, D: Dominansi, DR: Dominansi Relatif, INP: Indeks Nilai Penting

Berdasarkan Tabel 13 di atas diketahui bahwa jenis Damar (S. javanica) merupakan tanaman yang memiliki nilai Frekuensi Relatif (FR), Dominansi Relatif (DR), dan Indeks Nilai Penting (INP) yang tertinggi dibandingkan dengan jenis tanaman yang lainnya yaitu masing-masing sebesar 27,78%, 36,96% dan 85,58%. Pada penelitian Duryat (2006) yang dilaksanakan di Pesisir Krui (Kecamatan Pesisir Utara, Pesisir Tengah, dan Pesisir Selatan) menghasilkan INP tertinggi tingkat pohon juga pada jenis Damar yaitu mencapai 165,051%. Hal ini menunjukkan bahwa Damar merupakan jenis yang mendominasi dibandingkan dengan tanaman yang lainnya.

Menurut Indriyanto (2008), besarnya INP suatu jenis memperlihatkan peranan suatu jenis dalam komunitas. Suatu jenis yang memiliki nilai INP lebih besar dibandingkan dengan jenis lainnya menandakan bahwa suatu jenis pada komunitas tersebut dikatakan mendominasi atau menguasai ruang di dalam komunitas tersebut. Hal ini disebabkan jenis tersebut mempunyai kesesuaian tempat tumbuh yang baik serta mempunyai daya tahan hidup yang baik pula jika dibandingkan dengan jenis lain yang ada dalam komunitas tersebut. Selain itu

(11)

dominansi dari suatu spesies menggambarkan survival suatu jenis dalam suatu komunitas. Jenis-jenis yang selalu dominan pada tiap tingkatan vegetasi relatif dapat dikatakan memiliki daya survival yang tinggi.

INP damar menunjukkan kecendrungan menurun dari fase pohon ke semai, namun permudaan alami damar di Pesisir Krui Tengah cukup baik. Hal ini ditunjukkan oleh kerapatan jenis damar yang cendrung meningkat dari fase pohon (20,83%) ke fase semai (30%). Penurunan INP damar dari fase pohon ke fase semai berkaitan dengan keberadaan jenis campuran. Semakin rendah fase pertumbuhan, maka akan semakin beragam dan semakin banyak jumlah dan jenis tumbuhan campurannya. Semakin tinggi nilai INP suatu jenis, berarti semakin besar dominansi jenis tersebut pada tempat tumbuhnya.

Berdasarkan Tabel 10-13 beberapa jenis tanaman Jengkol (P. jiringa), Jambu air (E. aquea), Jambu bol (E. mallacensis), Salam (E. polyantha), Duku (L. domesticum), Manggis (G. Mangostana ) mengalami persaingan sehingga permudaan alaminya terganggu. Hal ini disebabkan oleh terjadinya persaingan antara individu jenis tanaman baik antarspesies yang sama maupun antarspesies berbeda yang disebabkan kebutuhan yang sama misalnya dalam hal hara mineral, tanah, air, cahaya dan ruang tumbuh (Indriyanto, 2008).

Jenis tanaman Pulai (A. scholaris), Damar (S. javanica), Laban (V. pubescens), Petai (P. speciosa), Sungkai (P. canescens), Mangga (M. indica), Rambutan (N. lappaceum), Durian (D. zibethinus) mampu hidup bersaing dengan jenis tanaman-tanaman lain. Hal ini disebabkan karena jenis tanaman tersebut memiliki pertumbuhan yang kuat, dan menjadi spesies yang dominan atau lebih berkuasa dibandingkan jenis lainnya. Menurut Indriyanto (2008) bahwa pohon-pohon yang tinggi akan menjadi pohon-pohon pemenang dan menguasai pohon-pohon-pohon-pohon lain yang lebih rendah.

5.4 Aspek Sosial Pengelolaan Repong Damar

5.4.1 Persepsi masyarakat tentang pengembangan pengelolaan Repong Damar

Persepsi merupakan suatu pendapat, sikap dan perilaku yang bersifat pribadi dan subyektif namun mempunyai arti penting dan kedudukan yang kuat dalam diri setiap manusia (Adiputro, 1999). Hasil interpretasi jawaban responden

(12)

tentang persepsi masyarakat dalam pengembangan pengelolaan Repong Damar berdasarkan aspek ekologi, sosial dan ekonomi (Lampiran 2, 3, dan 4). Rata-rata interpretasi jawaban responden tentang persepsi masyarakat terhadap pengembangan pengelolaan Repong Damar berdasarkan aspek ekologi, sosial dan ekonomi disajikan pada Tabel 14.

Tabel 14. Rata-rata interpretasi jawaban responden tentang persepsi masyarakat terhadap pengembangan pengelolaan Repong Damar berdasarkan aspek ekologi, sosial dan ekonomi.

No Aspek Skor Persentase Interpretasi

1 Ekologi 145,25 83,25 Sangat setuju 2 Sosial 118,31 67,56 Setuju 3 Ekonomi 152 87 Sangat setuju

Rata-rata 138,52 79,27 Setuju

Berdasarkan Tabel 14 di atas menunjukkan sebagian besar masyarakat memiliki persepsi yang sama yaitu setuju tentang pengembangan Repong Damar. Persepsi ini dapat disebabkan masyarakat masih memiliki anggapan bahwa Repong (kebun) Damar merupakan warisan nenek moyang yang harus dipertahankan. Akan tetapi perlu adanya keterlibatan dari pemerintah dalam membantu masyarakat mengelola Repong Damar. Keterlibatan pemerintah dalam membantu masyarakat dalam mengelola Repong Damar masih kurang yang dapat dilihat dari masyarakat menjawab pertanyaan frekuensi penyuluhan yang diadakan pemerintah masih sangat jarang. Selain itu beberapa masyarakat beranggapan bahwa Repong Damar akan punah yang disebabkan oleh harga getah damar yang relatif rendah jika dibandingkan dengan harga bahan pangan pokok beras.

5.4.2 Permasalahan pengelolaan Repong Damar

Repong Damar merupakan bentuk pemanfaatan lahan pedesaan di Pesisir Krui, Lampung Barat yang relatif mapan. Repong Damar ini tetap dipertahankan sejak dahulu sampai sekarang. Pada saat ini keberadaan Repong Damar memang masih survive karena masyarakat sangat menyadari arti penting Repong Damar sebagai investasi masa depan, tetapi ketika terjadi pertambahan penduduk pada masa yang akan datang keberadaan Repong Damar menjadi terancam. Selain itu harga getah damar yang mengalami penurunan terus dibandingkan dengan harga

(13)

bahan pangan pokok beras. Hal ini disebabkan karena masyarakat beranggapan bahwa getah damar merupakan hasil perkebunan bukan hasil hutan non kayu. Masyarakat Desa Penengahan beranggapan bahwa tanaman damar (S. javanica) merupakan tanaman perkebunan yang ditanam oleh masyarakat bukan tanaman yang tumbuh sendiri seperti halnya tanaman-tanaman hutan.

Keberadaan dan keberlanjutan kawasan hutan damar di Desa Penengahan, Kecamatan Pesisir Krui Tengah sangat bergantung pada upaya-upaya penduduk setempat dalam memelihara dan mempertahankan Repong Damar mereka. Relatif rendahnya penghasilan yang diperoleh dari Repong Damar yang bisa mendorong para petani damar akan meninggalkan Repong Damar mereka pada masa yang akan datang. Bila ini berlangsung terus, maka masyarakat dalam mempertahankan Repong Damar tentunya akan berkurang, apalagi periode menunggu panen cukup lama sekitar 20 tahun, masyarakat (generasi muda) Desa Penengahan akan memilih konversi lahan menjadi perkebunan sawit, kopi ataupun karet.

Dukungan dan kebijakan pemerintah daerah untuk membantu pengembangan Repong Damar sudah ada namun belum optimal. Dukungan dan kebijakan pemerintah hendaknya berorientasi pada upaya untuk memperkuat keberadaan Repong Damar dan mengurangi segala bentuk intervensi terutama dalam hal-hal teknis yang sebenarnya menjadi domain dari masyarakat. Selain itu, proses penyusunan kebijakan yang dibuat harus transparan, partisipatif melalui mekanisme yang bottom-up untuk menampung aspirasi masyarakat. Tabel 15 menyajikan kriteria dan prasyarat kebijakan yang diharapkan.

Tabel 15. Kriteria dan prasyarat kebijakan yang diharapkan

Aspek Kriteria dan Prasyarat

Substansi - Akomodatif terhadap aspirasi dari bawah

- Memperjelas status pelaku subyek lain yang diatur

- Memberikan bentuk insentif ekonomi sehingga tercipta self interest untuk berlangsungnya learning process - Mengurangi bahkan menghilangkan unsur-unsur

ketidakpastian - Tidak diskriminatif - Tidak multi interpretatif

- Tidak mengandung unsur-unsur single perception yang sempit

Proses penyusunan - Menggunakan pendekatan bottom up process

- Memperhatikan perbedaan dan keragaman kondisi lapangan yang ada

(14)

- Menerapkan azas demokrasi

- Menerapkan azas transparansi, partisipasi Sumber: Suharjito et al. 2000

5.4.3 Luas dan status kepemilikan lahan

Luas lahan Repong Damar yang terbentuk pada umumnya berhubungan dengan luas Repong yang menjadi cikal bakal terbentuknya sistem agroforest. Luas lahan Repong Damar yang dimiliki masyarakat berkisar antara 0,5 sampai 1,75 ha. Luas lahan Repong Damar yang dimiliki masyarakat sebagian besar berstatus sebagai tanah waris dalam bentuk penguasaan hak milik perorangan yang dimiliki oleh satu keluarga.

5.4.4 Ketenagakerjaan pengelolaan Repong Damar

Tenaga kerja yang digunakan dalam mengelola Repong Damar sebagian besar berasal dari anggota keluarga (ayah, ibu dan anak). Selain itu, mereka terkadang menggunakan tenaga upahan. Tenaga kerja upahan ini diperlukan pada kegiatan pembersihan gulma, pemanenan getah damar, pengangkutan getah damar, dan pemanenan buah-buahan. Besarnya biaya masing-masing kegiatan tersebut disajikan pada Tabel 16.

Tabel 16. Biaya pengelolaan Repong Damar/KK

Kegiatan Biaya (Rp)

Pembersihan repong (kebun) sebelum panen 175.000

Pemanenan 125.000

Pengangkutan 80.000

Berdasarkan Tabel 16 di atas bahwa biaya pengelolaan Repong Damar dalam kegiatan pembersihan Repong Damar sebelum panen adalah Rp. 175.000, kegiatan ketika panen adalah Rp. 125.000, dan kegiatan pengangkutan getah damar adalah Rp.80.000. Besarnya biaya yang dikeluarkan tergantung pada tenaga upahan yang digunakan, akan tetapi jika anggota keluarga juga membantu dalam memelihara Repong Damar maka biaya yang dikeluarkan juga relatif lebih rendah.

(15)

Kelembagaan formal petani getah Damar sudah terbentuk. Kelompok tani getah damar bergabung dengan kelompok tani tanaman pertanian. Kelompok tani ini berada di bawah bimbingan Dinas Pertanian Kabupaten Lampung Barat.

5.4.6 Manajemen pengelolaan Repong Damar

Manajemen pengelolaan Repong Damar yang dibahas disini menyangkut manajemen untuk sub-sistem Repong Damar. Adapun untuk manajemen pengelolaan Repong Damar dapat dijelaskan sebagai berikut:

5.4.6.1 Manajemen permudaan/penanaman

Penanaman bibit dilakukan dengan tujuan untuk mengganti tanaman yang mati atau tumbang atau untuk ditanam di Repong yang baru. Pada umumnya bibit sangat peka pada saat penanaman, terutama apabila tempat tumbuhnya yang baru kurang cahaya. Ada beberapa cara khusus untuk menanam damar yang biasa dilakukan dengan memperhatikan kondisi lingkungan fisik Repong yaitu:

1. Benih disebarkan langsung ditempat yang miring.

2. Benih disemaikan terlebih dahulu. Penyemaian dilakukan di polybag yang telah diisi dengan tanah dan satu biji damar. Sekitar 28 hari, biji damar menjadi kecambah. Setelah tumbuh sampai setinggi satu jengkal, bibit damar mulai dipindahkan ke Repong.

3. Bibit damar diperoleh dari tanaman damar yang tumbuh sendiri di Repong Damar, langsung dicabut dan ditanam pada tempat yang telah direncanakan.

Diantara cara-cara tersebut, yang dianggap lebih baik adalah cara persemaian, karena kemungkinan hidup akan menjadi lebih besar dan bibit dapat dipilih yang lebih unggul yaitu dari pohon-pohon damar yang banyak menghasilkan getah.

5.4.6.2 Manajemen pemeliharaan

Setelah pohon non damar (buah-buahan) menghasilkan, perawatan terhadap pohon damar lebih rutin dilakukan sambil memetik tanaman yang sudah berbuah. Perawatan pohon damar tersebut dilakukan dengan menyeleksi tanaman keras yang

(16)

tumbuh liar, yaitu jenis pohon-pohon yang dianggap kurang bernilai ekonomi, diganti dengan tanaman keras yang dianggap petani bernilai ekonomi tinggi.

Ada sejenis tanaman parasit yang biasa mengganggu pertumbuhan tanaman kebun. Parasit ini, biasa disebut bayit, melilit batang tanaman dan mengambil sari makanan dari tanaman yang dililitnya melalui akar. Bayit biasanya dihilangkan dengan memangkas bagian ujung bawah atau pangkalnya. Selain parasit, tanaman perkebunan juga terancam oleh penyakit parang yang menyerang batang, ranting dan daun tanaman. Penyakit ini menyerang tanaman damar muda, sekitar 5 tahunan, yang daunnya masih lebar. Parang dihilangkan dengan cara membuang daun yang terserang atau memotong keseluruhan ranting yang sudah terserang.

5.4.6.3 Manajemen pemanenan

Proses pengambilan getah damar mata kucing dilakukan dengan cara menyadap dari pohon sehingga diperoleh getah damar. Pohon damar biasanya mulai diambil getahnya saat mencapai usia 20 tahun. Pada usia demikian getah yang dihasilkan sebenarnya belum mencapai puncak produksi. Puncak itu dapat dicapai ketika pohon damar berusia sekitar 30 tahun.

Untuk memperoleh getah damar batang pohon damar dilubangi permukaannya. Kegiatan ini disebut dengan memepat. Memepat batang damar dilakukan dengan alat kapak. Kedalaman ideal batang yang dilubangi adalah sekitar 4 cm dan luas permukaannya 5 cm. Pohon damar muda (usia 20-25 tahun) jumlah lubang yang dibuat secara horizontal adalah 23 dan bagi damar tua (usia 30 tahun lebih) berjumlah 45 lubang, sedangkan secara vertikal jarak antar lubang kira-kira satu hasta orang dewasa. Jumlah lubang secara vertikal dalam satu pohon adalah sekitar 11-15 buah. Dengan demikian pada setiap pohon damar rata-rata akan dilubangi antara 22-45 pepat (jumlah lubang sadap). Jumlah pepat lebih mencerminkan baik atau tidaknya perawatan yang diberikan. Pohon yang kurang mendapat perawatan yang baik akan mengakibatkan pohon damar sakit, sehingga jumlah pepat yang dibuat menjadi tidak optimal, akibatnya produktivitas pohon akan turun.

Bentuk pepat (Gambar 6) lebih kurang segitiga dengan luas alas sekitar 5 cm dan dalamnya 4 cm. Bentuk segitiga dimaksudkan agar getah yang menetas akan

(17)

tertampung di alasnya, dan menjaga agar lubang yang satu dengan yang lain tidak bertemu.

Gambar 6. Pepat ( lubang getah damar)

Cara mengambil getah damar dari alas lubang dilakukan dengan hati-hati, sehingga tidak memperbesar lubang ke arah samping melainkan ke atas yaitu dengan membuat uring (mengerok sebagian kulit dasar kayu damar pada ujung atas pepat) (Gambar 7).

Gambar 7. Uring (mengerok sebagian kulit dasar kayu damar pada ujung atas pepat)

Lubang yang baru harus dibiarkan selama 3 bulan. Jika sebelum 3 bulan getah damar sudah diambil maka pohon damar tidak akan mengeluarkan getah damar sama sekali atau hanya dalam jumlah yang sedikit. Getah damar yang diambil adalah getah damar yang sudah menggumpal.

Alat-alat (Gambar 8) yang dibutuhkan dalam menyadap getah damar antara lain:

(18)

1. Ambon, yaitu sabuk pengaman yang terbuat dari rotan yang dianyam. Tali tersebut diikat melingkar pada pohon damar yang diambil getahnya

2. Tembilung, adalah wadah yang digunakan untuk menempatkan getah damar yang baru diambil dari pohon atau bisa juga diganti dengan menggunakan ember atau alat penampung lainnya. Alat ini terbuat dari selendang atau pembungkus buah pinang yang berbentuk keranjang dengan ukuran tinggi 30 cm, diameter 25 cm. Cara penggunaannya digantungkan pada tangan kiri penyadap getah damar. 3. Kapak patil, adalah semacam kapak kecil untuk menyadap maupun untuk

mengambil getah damar dari lubang tarik.

4. Babalang, adalah wadah yang digunakan untuk tempat mengumpulkan getah damar dari tembilung. Bentuknya bulat panjang seperti keranjang muatan 60-70 kg. Damar yang digunakan oleh para petani merupakan getah kering bercampur serpihan kayu atau ranting, tanah, dan getah tersebut disebut damar asalan.

Gambar 8. Peralatan dalam menyadap damar (a) Ambon, (b) Kapak patil, (c) Ember, dan (d) Babalang

Teknik memanjat dalam mengambil getah damar adalah dengan cara melilit ambon pada batang damar dan tubuh pengambil (Gambar 9).

(19)

Gambar 9. Cara petani damar melilit ambon pada batang damar

Ambon ini berfungsi sebagai penyanggah berat badan orang yang naik pohon damar. Dengan demikian posisi tubuh si pengambil damar adalah berdiri, lubang pada batang damar digunakan sebagai tumpuan kedua kaki, tubuh disanggah ambon, tangan kanan memegang kapak untuk mengambil getah damar yang sudah mengkristal, dan tangan kiri memegang tembilung tempat getah damar yang baru diambil.

5.4.6.4 Pemilahan kualitas getah damar

Di warung (gudang/tempat penampungan damar) pedagang pengumpul di desa, onggokan damar asalan atau laburan dipilah dengan cara pengayakan, penampian, dan pemilihan/pemungutan tangan ke dalam kategori kualitas (Gambar 10).

(20)

Pemilahan ini, pedagang pengumpul mempekerjakan anggota rumah tangga dan tetangga sekampung maupun sedesa. Cara pemilahan kualitas getah damar (Gambar 11) dengan tahapan sebagai berikut:

1. Getah damar diayak menggunakan ayakan kayu dengan jaring-jaring ayakan yang dibuat dari anyaman bambu sebesar 3x3 cm atau yang disebut ayakan A. Ayakan ini berbentuk bujur sangkar. Pengayakan ini menghasilkan getah damar kualitas A, yaitu getah yang ukurannya besar. Getah damar A ini ditempatkan sendiri dan dipisahkan dari getah damar yang lain yang keluar dari ayakan A tadi.

2. Getah damar yang telah diayak tadi, kemudian diayak lagi dengan ayakan B yang mempunyai luas jaring-jaring 2x2 cm. Hasil ayakan adalah getah damar kualitas B yang memiliki ukuran relatif kecil dibandingkan dengan kualitas A.

3. Getah damar yang keluar dari ayakan B, diayak lagi dengan ayakan C yang mempunyai luas jaring-jaring 1x1 cm. Hasil ayakan adalah damar kualitas C yang memiliki ukuran relatif kecil dibandingkan dengan kualitas B. 4. Getah damar yang keluar dari ayakan C, diayak lagi dengan ayakan abu

atau debu (luas jaring-jaring ayakan 1x1 mm). Hasil ayakan adalah getah damar adalah getah damar kualitas KK/DE, berupa butiran-butiran kecil. Getah damar DE ditempatkan tersendiri dan dipisahkan dari debu yang keluar dari ayakan ini.

(21)

Sortasi dilakukan dan dengan cara mengayak sehingga menghasilkan beberapa kualitas, antara lain:

1. Kualitas A yaitu getah damar dalam bentuk bungkahan, dengan ukuran 2-4 cm, dengan warna kuning bening

2. Kualitas B yaitu getah damar dalam bentuk bungkahan, dengan ukuran 1-2 cm, dengan warna kuning bening

3. Kualitas C, yaitu getah damar ukuran 0,5-1 cm, warna kuning agak kotor dan tidak bening

4. Kualitas KK/DE, yaitu getah damar yang merupakan sisa dari sortasi berupa damar kecil-kecil atau debu.

Pengepakan dilakukan dengan cara membungkus dengan karung goni atau plastik dengan berat bersih masing-masing 50 kg. Damar yang telah dibungkus/di packing siap untuk dijual ke pasar lokal maupun ke pasar luar negeri.

5.4.6.5 Manajemen pengaturan hasil/pemasaran

Damar mata kucing yakni damar yang warnanya jernih, mengkilap, dan bening seperti kaca. Karenanya damar jenis ini juga disebut damar kaca. Sebagai komoditas, damar telah memiliki nilai ekonomis yang tinggi jauh sebelum zaman penjajahan Belanda berlangsung di Indonesia, mengingat manfaatnya yang begitu besar. Pedagang-pedagang Cina dilaporkan telah mencari damar untuk diperdagangkan kembali. Damar banyak dimanfaatkan sebagai bahan baku industri pembuatan vernish, lak, tinta, cat, korek api, plastik, campuran karet, kotak radio, lilin, bahan isolator, obat-obatan, dan bahan peledak (de Foresta et al. 2000).

Jalur pemasaran getah damar di daerah Pesisir Krui dimulai dari petani Repong Damar yang baru menyadap getah damar, kemudian getah damar tersebut dijual kepada pedagang penghadang (tengkulak) yang sudah menanti di daerah perbatasan antara desa dengan Repong Damar, kemudian tengkulak tersebut menjual getah damar ke pedagang pengumpul yang berada di desa. Petani Repong Damar juga dapat menjual langsung kepada pedagang pengumpul yang berada di desa. Dari pedagang pengumpul, getah damar kemudian dijual ke pedagang besar yang berada di Pasar Krui. Dari pedagang besar yang berada di Pasar Krui getah damar tersebut dijual ke pengusaha-pengusaha besar yang ada di Bandar Lampung, Jakarta, dan pedagang kota-kota besar lainnya atau dijual ke eksportir (Gambar 12).

(22)

Gambar 12. Jalur pemasaran damar dari Krui

Petani penjual adalah orang yang mengumpulkan damar dari Repong (pengunduh) dan menjualnya kepada pedagang. Petani pemilik Repong Damar dapat melakukan sendiri pengumpulan, pengangangkutan, dan penjualan damarnya kepada pedagang pengumpul di desa atau lokasi-lokasi penghadangan. Petani pemilik dapat juga mengupah orang untuk mengambil/mengumpulkan damar dan/atau mengangkut damar yang dikumpulkannya dari Repong ke tempat pedagang pengumpul. Petani pemilik Repong dapat juga menyerahkan pekerjaan pengumpulan, pengangkutan, dan penjualan damar kepada orang lain dengan perjanjian bagi hasil.

Pedagang pengumpul sebagian besar adalah penduduk desa setempat. Persaingan antara pedagang pengumpul untuk memperoleh damar dari petani penjual tidak dapat dielakkan karena jumlah mereka relatif besar. Sejumlah pedagang pengumpul secara aktif mencari petani penjual damar dengan mendirikan gubuk-gubuk pembelian damar di tempat-tempat perbatasan antara lokasi kebun-kebun damar dan desa. Ditempat ini pedagang pengumpul menghadang petani damar yang baru kembali mengumpulkan damar dari kebun. Damar yang sudah dibeli dari petani di tempat penghadangan setiap hari diangkut ke tempat pedagang pengumpul di desa. Pengangkutan damar dari tempat penghadangan ke warung (gudang/tempat penampungan damar) di desa, pedagang pengumpul atau

Petani Repong Damar

Pedagang pengumpul (di Desa) Pedagang penghadang (Tengkulak) Eksportir Pedagang kota-kota besar lainnya Pedagang di Bandar Lampung Pedagang besar di Pasar Krui Pedagang di Jakarta

(23)

penghadang menggunakan jasa pengojek damar yang sudah berada di tempat tersebut.

Pedagang besar tidak hanya memiliki usaha membeli dan menjual damar saja akan tetapi juga komoditi lainnya seperti rotan, kopi, lada, cengkeh, pupuk dan pestisida. Selain itu pedagang besar juga memiliki usaha bengkel kendaraan bermotor, toko klontongan dan toko bahan bangunan.

5.5 Aspek Ekonomi Pengelolaan Repong Damar

5.5.1 Kontribusi Repong Damar terhadap pendapatan masyarakat

Pendapatan merupakan selisih antara penerimaan yang diperoleh dari usaha dengan biaya yang dikeluarkan untuk usaha tersebut. Pendapatan dari pengertian ekonomi berhubungan dengan uang, barang dan jasa yang diterima atau diperoleh selama periode tertentu, seperti bulan atau tahun (Hadisapoetra 1973)

Untuk mengetahui kontribusi Repong Damar terhadap pendapatan masyarakat, maka dilakukan telaah pendapatan dari luar Repong Damar seperti petani sawah, PNS. Selain itu juga akan dilakukan analisis pendapatan per kapita sebagai salah satu indikator kesejahteraan masyarakat.

5.5.1.1 Pendapatan masyarakat Desa Penengahan dari Repong Damar

Repong Damar di Pesisir Krui sebagai suatu sistem produksi tentunya memberikan pendapatan baik secara langsung maupun tidak langsung. Pendapatan masyarakat secara lengkap dapat dilihat pada (Lampiran 2), sedangkan pendapatan rata-rata masyarakat berdasarkan luas Repong Damar disajikan pada Tabel 17. Tabel 17. Rata-rata pendapatan masyarakat dari Repong Damar di Desa

Penengahan. Luas Lahan (ha) Biaya Usaha Repong Damar (Ci) (Rp/tahun)

Hasil usaha Repong Damar (PixYi)

(Rp/tahun)

Pendapatan usaha Repong Damar (Lu)

(Rp/tahun) 0.5 300.000 12.440.000 12.140.000 0.75 330.000 14.880.000 14.550.000 1 355.000 17.400.000 17.045.000 1.25 375.000 18.800.000 18.425.000 1.75 400.000 18.840.000 18.440.000 Jumlah 1.760.000 82.360.000 80.600.000 Rata-rata 352.000 16.472.000 16.120.000

(24)

Berdasarkan Tabel 17 di atas dapat diketahui bahwa pendapatan

masyarakat dari Repong Damar memberikan pemasukan berkisar antara Rp. 12.140.000/KK/tahun sampai di atas Rp. 18.440.000/KK/tahun atau rata-rata

sebesar Rp. 16.120.000/KK/tahun. Pendapatan masyarakat yang berasal dari Repong Damar dipengaruhi oleh luas lahan dan jumlah anggota keluarga.

5.5.1.2 Pendapatan masyarakat Desa Penengahan dari luar Repong Damar

Pekerjaan di luar Repong Damar merupakan pekerjaan pokok masyarakat yang terdiri atas PNS, wiraswasta dan petani sawah/kebun. Pendapatan di luar dari Repong Damar berkisar antara Rp 4.200.000/KK/tahun sampai dengan Rp 24.000.000/KK/tahun (Lampiran 5). Ketidakmerataan pendapatan ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain jumlah anggota rumah tangga, jumlah pendapatan, dan sumber pendapatan masyarakat.

5.5.1.3 Pendapatan perkapita masyarakat Desa Penengahan

Pendapatan perkapita mayarakat dihitung berdasarkan pendapatan total masyarakat dibagi dengan jumlah jiwa per kepala keluarga (KK). Pendapatan per kapita masyarakat Desa Penengahan secara lengkap dapat dilihat pada (Lampiran 2), sedangkan rata-rata pendapatan perkapita masyarakat Desa Penengahan disajikan pada Tabel 18.

Tabel 18. Rata-rata pendapatan perkapita masyarakat di Desa Penengahan. Jumlah tanggungan (orang) Pendapatan luar Repong Damar (lnu) (Rp/tahun) Pendapatan usaha Repong Damar (Lu) Pendapatan total (Rp/tahun) Pendapatan per kapita (Rp/tahun) (Rp/tahun) 3 9.000.000 14.650.000 23.650.000 7.883.400 4 9.466.700 13.144.500 22.611.200 5.652.800 5 6.818.200 14.289.100 21.107.300 4.221.500 6 11.940.000 17.689.000 29.629.000 4.938.200 7 6.400.000 15.648.400 22.048.400 3.149.800 Jumlah 43.624.900 75.421.000 119.045.900 25.845.700 Rata-rata 8.725.000 15.084.200 23.809.200 5.169.200

Berdasarkan Tabel 18 di atas dapat diketahui bahwa rata-rata pendapatan per kapita masyarakat di Desa Penengahan adalah sebesar Rp. 5.169.200/orang/tahun atau Rp. 430.800/orang/bulan. Suharjito (2000) menyatakan bahwa masyarakat di

(25)

Desa Sumberejo Kabupaten Wonogiri Jawa Tengah, menghasilkan pendapatan per kapita rata-rata setahun dari hutan rakyat adalah sebesar Rp. 840.000-2.517.949,66/kapita/tahun. Faktor yang mempengaruhi pendapatan per kapita adalah jumlah anggota rumah tangga, luas lahan Repong Damar, dan sumber pendapatan responden. Di Kecamatan Pesisir Tengah Krui masyarakat memiliki sumber pendapatan yang berbeda-beda. Sektor sawah merupakan sumber pendapatan yang paling menentukan selain Repong Damar.

Berdasarkan kriteria kesejahteraan menurut Sajogyo (1974) yang mengatakan bahwa golongan miskin pedesaan diukur berdasarkan banyaknya pengeluaran perkapita per tahun yang setara dengan 240–320 kg beras, maka dengan harga beras di lokasi penelitian sebesar Rp. 6.000/kg, maka nilai ambang batas kemiskinan di lokasi penelitian adalah Rp. 1.920.000/kapita/tahun. Dapat disimpulkan bahwa tingkat kesejahteraan masyarakat Desa Penengahan berada jauh di atas garis kemiskinan dimana kebutuhan pangan dan non pangan sudah terpenuhi dan masih disisakan untuk tabungan karena rata-rata pendapatan perkapita masyarakat sebesar Rp. 5.169.200/orang/tahun.

5.5.1.4 Kontribusi Repong Damar terhadap pendapatan total masyarakat

Kontribusi Repong Damar terhadap pendapatan total masyarakat selengkapnya dapat dilihat pada (Lampiran 2), sedangkan rata-rata kontribusi pendapatan dari Repong Damar disajikan pada Tabel 19.

Tabel 19. Rata-rata kontribusi pendapatan dari Repong Damar di Desa Penengahan.

Jumlah tanggungan (orang) Pendapatan luar Repong Damar (lnu) (Rp/tahun) Pendapatan usaha Repong Damar (Lu) Pendapatan total (Rp/tahun) Pendapatan per kapita (Rp/tahun) Kontribusi Repong Damar (%) (Rp) 3 9.000.000 14.650.000 23.650.000 7.883.400 63 4 9.466.700 13.144.500 22.611.200 5.652.800 61 5 6.818.200 14.289.100 21.107.300 4.221.500 68 6 11.940.000 17.689.000 29.629.000 4.938.200 61 7 6.400.000 15.648.400 22.048.400 3.149.800 71 Jumlah 43.624.900 75.421.000 119.045.900 25.845.700 323 Rata-rata 8.725.000 15.084.200 23.809.200 5.169.200 65

(26)

Berdasarkan Tabel 19 tersebut rata-rata kontribusi Repong Damar terhadap pendapatan total masyarakat memberikan sumbangan antara 61% sampai 71% atau rata-rata sebesar 65%. Jianbo (2006) juga menyatakan bahwa pendapatan petani di Cina Utara dan Selatan dari agroforestri Paulownia dengan sistem tumpang sari sebesar 64,29% lebih tinggi dibandingkan dengan tanpa sistem tumpang sari.

Menurut Pramono (2000), mengatakan bahwa di Desa Penengahan, Repong Damar memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan. Sebagian besar rumah tangga di desa ini sekitar 88% bergantung pada Repong Damar. Selain itu juga menurut Wijayanto (2001) menyebutkan bahwa Repong Damar memberikan kontribusi yang besar terhadap pendapatan total rumah tangga/tahun yaitu sebesar 52% yang mana nilai kontribusi terbesar diberikan oleh pendapatan yang diperoleh dari getah damar, yaitu sebesar 65%. Hal ini menunjukkan bahwa kontribusi Repong Damar pada pendapatan total responden cukup besar atau lebih besar dibandingkan pendapatan di luar Repong Damar. Sehingga hasil dari Repong Damar tersebut sering diinvestasikan dalam bentuk tabungan yang bermanfaat untuk membangun atau memperbaiki rumah, membeli ternak, membuat sarana ibadah, dan lain-lain.

Gambar

Tabel 9. Tahapan pembentukan Repong Damar
Gambar  4.  Pola  budidaya  Repong  Damar  di  Wilayah  Pesisir  Krui  Kabupaten  Lampung Barat (de Foresta et al
Gambar 5. Repong Damar tua yang terbangun bersama tanaman pertanian lainnya  (sawah) di Wilayah Penengahan
Tabel 10. Indeks Nilai Penting (INP) tingkat semai  masing-masing jenis di Repong  Damar Desa Penengahan (2.000 m 3 )
+7

Referensi

Dokumen terkait

Jenis tanaman yang dipilih untuk digunakan dan ditanam di tepi jalan Magelang km 14 sampai 18 ini seharusnya adalah tanaman yang memiliki fungsi peneduh dan

Rata-rata lebar dan panjang tajuk pada pola ini juga menunjukkan nilai yang paling kecil dibandingkan dengan pola lain, sehingga juga dapat mengurangi luasan penyerapan cahaya

1) jenis kemasan yang digunakan, jenis kemasan akan menentukan nilai k/x, dimana semakin kecil nilai k/x akan memberikan umur simpan yang lebih lama, penggunaan kemasan ganda

Tinggi tajuk memiliki pengaruh yang sangat nyata terhadap diameter pangkal, diameter setinggi dada, diameter bebas cabang, tinggi total, dan ditunjukkan dengan besarnya nilai-p

Nilai curah hujan harian yang terjadi selama penelitian dikatakan dapat menjenuhkan tajuk tanaman ini jika dilihat dari hasil plot dan garis yang dibentuk dari curah hujan

Pada tingkat pertumbuhan pohon tipe vegetasi hutan alam primer memiliki jumlah jenis tertinggi dengan 38 jenis, kemudian hutan sekunder bekas tebangan dengan jumlah jenis 34

Nilai frekuensi relatif (FR), kerapatan relatif (KR), dominansi relatif (DR), nilai penting (NP), luas bidang dasar (LBD) dan kerapatan (K) dari 10 jenis pohon dengan NP

Williamson & Hirth (1985) menyatakan bahwa tempat-tempat yang dipilih oleh hewan ungulata (yang merupakan mangsa harimau) adalah areal-areal terbuka dan