• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Implementasi Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Kawasan Tanpa Rokok Pada Sekolah di Kota Medan Tahun 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Implementasi Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Kawasan Tanpa Rokok Pada Sekolah di Kota Medan Tahun 2014"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun

sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan

ekonomis. Pembangunan kesehatan diselenggarakan dengan berasaskan

perikemanusiaan, keseimbangan, manfaat, pelindungan, penghormatan terhadap

hak dan kewajiban, keadilan, gender dan nondiskriminatif dan norma-norma

agama. Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran,

kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat

kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi

pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis

(Depkes, 2009).

Setiap orang berhak atas kesehatan. Setiap orang berhak mendapatkan

lingkungan yang sehat bagi pencapaian derajat kesehatan. Demikian juga setiap

orang berkewajiban ikut mewujudkan, mempertahankan, dan meningkatkan

derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya (Depkes, 2009). Menurut

Katerina Tomasevski, bahwa hak atas kesehatan terkait dengan upaya

minimalisasi dampak lingkungan bagi kehidupan manusia. Kenyataannya

lingkungan yang sehat masih jauh dari harapan. Salah satu perilaku yang semakin

hari berdampak negatif bagi lingkungan adalah merokok (Darajat, 2012).

Rokok adalah salah satu produk tembakau yang dimaksudkan untuk

(2)

cerutu atau bentuk lainnya yang dihasilkan dari tanaman tembakau (nicotiana tobacum, nicotiana rustica) dan spesies lainnya atau sintetisnya yang asapnya mengandung nikotin dan tar dengan atau tanpa bahan tambahan (Perda, 2014).

Rokok merupakan gabungan dari bahan-bahan kimia. Satu batang rokok yang

dibakar akan mengeluarkan 4000 bahan kimia. Secara umum bahan-bahan ini

dapat dibagi menjadi dua golongan besar yaitu komponen gas (92%) dan

komponen padat atau partikel (8%). Asap rokok yang dihisap atau asap rokok

yang dihirup melalui dua komponen. Pertama, komponen yang lekas menguap

berbentuk gas. Kedua, komponen yang bersama gas terkondensasi menjadi

komponen partikulat. Dengan demikian, asap rokok yang dihisap dapat berupa gas

sejumlah 85 persen dan sisanya berupa partikel. Asap yang dihasilkan rokok

terdiri dari asap utama (main stream smoke) dan asap samping (side stream smoke). Asap utama adalah asap tembakau yang dihisap langsung oleh perokok, sedangkan asap samping adalah asap tembakau yang disebarkan ke udara bebas,

sehingga dapat terhirup oleh orang lain yang dikenal sebagai perokok pasif.

Komponen gas asap rokok adalah karbonmonoksida, amoniak, asam hidrosianat,

nitrogen oksida dan formaldehid. Partikelnya berupa tar, indol, nikotin, karbarzol

dan kresol. Zat-zat ini beracun, mengiritasi dan menimbulkan kanker (karsinogen)

(Tarigan, 2014).

Bahaya terhadap kesehatan tubuh bagi perokok aktif telah diteliti dan

dibuktikan banyak orang. Perokok aktif merupakan setiap orang yang membakar

rokok dan/atau secara langsung menghisap asap rokok yang sedang dibakar.

(3)

penelitian membuktikan kebiasaan merokok meningkatkan resiko timbulnya

berbagai penyakit seperti penyakit jantung dan gangguan pembuluh darah, kanker

paru-paru, kanker rongga mulut, kanker laring, kanker oesofagus, bronchitis,

tekanan darah tinggi, impotensi serta gangguan kehamilan dan cacat pada janin

(Tarigan, 2014).

Kebiasaan merokok sudah meluas di hampir semua kelompok masyarakat

di Indonesia dan cenderung meningkat, terutama di kalangan anak dan remaja

sebagai akibat gencarnya promosi rokok di berbagai media massa. Hal ini

memberi makna bahwa masalah merokok telah menjadi semakin serius,

mengingat merokok berisiko menimbulkan berbagai penyakit atau gangguan

kesehatan yang dapat terjadi baik pada perokok itu sendiri maupun orang lain di

sekitarnya yang tidak merokok (perokok pasif). Perokok pasif adalah orang yang

bukan perokok namun terpaksa menghisap atau menghirup asap rokok yang

dikeluarkan oleh perokok (Kemenkes, 2011).

Masalah rokok pada hakikatnya sudah menjadi masalah nasional bahkan

internasional. Dampaknya menyangkut bidang ekonomi dan kesehatan manusia.

Perilaku merokok tidak hanya merugikan perokok, tetapi juga orang yang ada

disekitarnya yang bukan perokok (perokok pasif) (Aditama, 2001). Orang yang

merokok butuh untuk dihargai (self esteem) dari sesama perokok maupun yang bukan perokok, akan tetapi bagi perokok punya tanggung jawab yang lebih besar

untuk menciptakan lingkungan sekitar yang lebih sehat sehingga orang yang tidak

(4)

Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2008, diperkirakan ada sebanyak 1,26 miliar perokok di seluruh dunia dan sekitar 200 juta diantaranya

adalah perokok wanita. Ada 10 negara dengan jumlah perokok terbesar di dunia,

yaitu Cina (390 juta perokok), India (144 juta perokok), Indonesia (65 juta

perokok), Rusia (61 juta perokok), Amerika Serikat (58 juta perokok), Jepang (49

juta perokok), Brazil (24 juta perokok), Bangladesh (23,3 juta perokok), Jerman

(22,3 juta perokok), Turki (21,5 juta perokok) (Khairunnisa, 2013). Kemudian

menurut WHO 2011, 80% perokok di dunia berdomisili di negara-negara

berkembang (Aisyah, 2014). Menurut penelitian dari Institute for Health Metrics

and Evaluation (IHME) 2012, di bawah Indonesia ada Laos (51,3%), China

(45,1%) dan Kamboja (42,1%), jumlah pria perokok di Indonesia meningkat dan

menempati peringkat kedua di dunia dengan 57% di bawah Timor Leste 61%

(Tarigan, 2014).

Data hasil Global Adult Tobacco Survey (GATS) 2011, persentase perokok aktif di Indonesia mencapai 67% (laki-laki) dan 2,7% (perempuan) dari

jumlah penduduk, terjadi kenaikan 6 tahun sebelumnya perokok laki-laki sebesar

53 %. Data yang sama juga menyebutkan bahwa 85,4% orang dewasa terpapar

asap rokok ditempat umum, di rumah (78,4%) dan di tempat bekerja (51,3%).

Mereka yang merokok di rumah sama dengan mencelakakan kesehatan anak dan

istri (Tarigan, 2014).

Hasil Riskesdas 2013, menunjukkan proporsi perokok pria dari 67% tahun

2011 menjadi 64,9% tahun 2013. Selain itu ditemukan juga 9,9% perokok pada

(5)

terendah. Sedangkan rerata jumlah batang rokok yang dihisap sekitar 12,3 batang,

untuk terendah 10 batang dan tertinggi 18,3 batang (Aisyah, 2014). Perilaku

merokok penduduk 15 tahun ke atas masih belum terjadi penurunan dari 2007 ke

2013, bahkan cenderung meningkat dari 34,2 persen tahun 2007 menjadi 36,3

persen tahun 2013. Dijumpai 64,9 persen laki-laki dan 2,1 persen perempuan

masih menghisap rokok pada tahun 2013. Ditemukan 1,4 persen perokok umur

10-14 tahun, 9,9 persen perokok pada kelompok tidak bekerja, dan 32,3 persen

pada kelompok kuintil indeks kepemilikan terendah (Riskesdas, 2013).Prevalensi

perokok berdasarkan Riskesdas 2013, menurut provinsi terdapat 67,8% perokok

di Bali, 66,3 % di provinsi DI Yogyakarta dan 62,7% di Jawa Tengah. Untuk

provinsi Sumatera Utara perokok yang merokok setiap hari berjumlah 29,7

persen. Untuk nasional prevalensi perokok laki laki sebesar 54,1 persen

Universitas Sumatera Utara, sedangkan perokok saat ini di Sumatera Utara

menurut riskesdas 35,7 persen (Tarigan, 2014).

Kasus-kasus perokok tersebut beberapa disebabkan karena banyak yang

beranggapan bahwa merokok adalah Hak Asasi Manusia. Salah kaprah semacam

ini menimbulkan hal-hal yang kurang baik di tengah masyarakat. Hak Asasi

Manusia adalah relasi warga negara dengan Pemerintah, di mana Pemerintah

harus memberikan perlindungan, penghormatan dan pemenuhan hak asasi

manusia. Adapun hak-hak asasi tergabung dalam hak sipil politik dan hak

ekonomi, sosial dan budaya. Sementara, merokok bukanlah salah satu bagian dari

hak baik hak sipil politik maupun hak ekonomi, sosial dan budaya. Jadi, merokok

(6)

orang. Namun, meskipun sebuah pilihan, ada konsekuensi lain yang harus

dilakukan, yakni menghormati orang lain agar tidak terkena dampak (asap rokok).

Dalam hal ini, negara selaku pemilik otoritas kebijakan dan hukum, wajib

memberikan perlindungan dan pemenuhan hak atas kesehatan dan lingkungan

yang sehat, kepada tiap warga negara, termasuk bebas dari asap rokok ini

(Komnas HAM, 2012). Oleh karena hal-hal tersebut di atas, maka perlu dilakukan

langkah-langkah pengamanan rokok bagi kesehatan, diantaranya melalui

penetapan Kawasan Tanpa Rokok (Kemenkes, 2011).

Penanggulangan masalah rokok di Indonesia memang sangat dilematis. Di

satu sisi, industri rokok dianggap sebagai penghasil pajak paling besar dibanding

sector lain. Misalnya dapat memberikan kontribusi terhadap pemasukan keuangan

negara berupa pembayaran cukai. Singkat kata, industri rokok adalah industri

padat karya dan memberikan sumbangan yang cukup besar dalam perekonomian

bangsa (Tarigan, 2014).

World Health Organization (WHO) mengembangkan kerangka kerja internasional yang disebut Framework Convertion On Tobacco Control (FCTC). Yang merupakan Instrumen Hukum Internasional sebagai sarana untuk

memperkuat kemampuan negara-negara dalam mengendalian tembakau juga

satu-satunya landasan bagi standar global pengendalian tembakau (Supriyadi, 2014).

UU No. 36 tahun 2009 mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 109 tahun

2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk

Tembakau Bagi Kesehatan. Saat ini beberapa provinsi, kabupaten/kota, telah

(7)

ditemukannya orang merokok pada kawasan tanpa asap rokok. Pengaturan

pembatasan terhadap orang yang merokok adalah kewajiban negara agar setiap

warga negara dapat menikmati udara bersih dan lingkungan yang sehat, termasuk

di tempat umum (Darajat, 2012).

Peraturan Gubernur Sumatera Utara Nomor 35 Tahun 2012 Tentang

Kawasan Tanpa Rokok Pada Perkantoran Di Lingkungan Pemerintah Provinsi

Sumatera Utara, menyebutkan tujuan penetapan kawasan tanpa rokok adalah

antara lain menumbuhkan kesadaran bahwa merokok merugikan kesehatan,

menurunkan angka perokok dan menengah perokok pemula, mewujudkan kualitas

udara yang sehat dan bersih bebas dari asap rokok, menurunkan angka kesakitan

dan /atau angka kematian dengan cara mengubah perilaku masyarakat dan staf di

lingkungan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara untuk hidup sehat. Dan sasaran

kawasan tanpa rokok adalah perkantoran atau tempat kerja di lingkungan

Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Pergub, 2012).

Kawasan Tanpa Rokok, yang selanjutnya disingkat KTR adalah ruangan

atau area yang dinyatakan dilarang untuk kegiatan merokok atau kegiatan

memproduksi, menjual, mengiklankan dan/atau mempromosikan produk

tembakau (Perda, 2014). Beberapa daerah di Indonesia telah menerapkan KTR,

seperti Jakarta, Bogor, Palembang, Yogyakarta, dan Padang Panjang (Susanti,

2011). KTR ditetapkan pada, antara lain fasilitas pelayanan kesehatan, tempat

proses belajar mengajar, tempat anak bermain, tempat ibadah, angkutan umum,

(8)

Berdasarkan amanat Undang-Undang Kesehatan No. 36 Tahun 2009 yang

mewajibkan tiap daerah untuk menetapkan Kawasan Tanpa Rokok maka

Pemerintah Kota Medan telah memiliki Peraturan Daerah (Perda) No. 3 Tahun

2014 Tentang Kawasan Tanpa Rokok. Perda KTR tersebut ditetapkan pada

fasilitas pelayanan kesehatan, tempat proses belajar mengajar, tempat anak

bermain, tempat ibadah, angkutan umum, tempat kerja dan tempat umum. Perda

ini bertujuan menciptakan ruang dan lingkungan yang bersih dan sehat,

memberikan perlindungan kepada masyarakat dari dampak buruk rokok baik

langsung maupun tidak langsung dan menciptakan kesadaran masyarakat untuk

hidup sehat. Maka dari itu setiap warga masyarakat berkewajiban memelihara dan

meningkatkan kualitas udara yang sehat dan bersih bebas dari asap rokok.

Masyarakat dapat berperan serta dalam mewujudkan KTR, peran serta masyarakat

tersebut dapat dilakukan oleh perorangan, kelompok, badan hukum atau badan

usaha, dan lembaga atau organisasi yang diselenggarakan oleh masyarakat (Perda,

2014).

Meskipun KTR di Kota Medan telah diwajibkan sebagaimana disebutkan

pada Perda KTR, namun pelaksanaannya masih banyak yang belum menerapkan

KTR dan bagi yang telah melaksanakan KTR pun masih banyak terjadi

pelanggaran, terkhusus pada tempat proses belajar mengajar seperti sekolah. Maka

selain orang tua, instansi yang paling dekat dengan anak-anak adalah sekolah.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Hudriani Jamal dengan Kepatuhan

Mahasiswa Terhadap Penerapan Kawasan Tanpa Rokok Di Kampus Universitas

(9)

maupun responden yangberpengetahuan rendah cenderung tidak patuh, responden yang memiliki sikap positif cenderung patuh sedangkan responden yang bersikap

negatif tidak patuh, responden yang memiliki pengaruh positif dari lingkungan sosialnya lebih patuh sedangkan yang tidak ada pengaruh dari lingkungan

sosialnya cenderung tidak patuh terhadap penerapan kawasan bebasasap rokok di lingkungan kampus Unhas (Jamal, 2012).

Menurut survei pendahuluan serta observasi yang dilakukan peneliti,

sekolah di Kota Medan yaitu SD Negeri 060919 Medan, SMP Negeri 7 Medan,

SMA Negeri 1 Medan telah menerapkan KTR. Pada sekolah-sekolah tersebut juga

terdapat beberapa gambar menyangkut bahaya merokok, poster larangan merokok

dan plakat KTR yang dipasang di area sekolah. Namun masih juga terjadi

pelanggaran seperti menyelinap merokok ke kamar mandi atau di kantin sekolah,

bahkan ada juga satpam yang dengan tenang merokok di pos, dan lainnya, serta

belum ada sanksi yang telah diterapkan pada sekolah tersebut.

Uraian dan fakta di atas menarik minat dan perhatian penulis untuk

mengetahui lebih jauh bagaimana implementasi Perda Kota Medan No. 3 Tahun

2014 tentang KTR pada sekolah di Kota Medan, terkhusus pada SD Negeri

060919 Medan, SMP Negeri 7 Medan dan SMA Negeri 1 Medan.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut maka peneliti merumuskan masalah

pada penelitian ini yaitu “Bagaimana implementasi Peraturan Daerah Kota Medan

No. 3 tahun 2014 tentang Kawasan Tanpa Rokok pada sekolah di Kota Medan”

(10)

1.3 Tujuan Penelitian

Menganalisis implementasi Peraturan Daerah Kota Medan No. 3 tahun

2014 tentang Kawasan Tanpa Rokok pada sekolah di Kota Medan yang telah

terlaksana pada tahun 2014.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini yaitu:

1. Bagi Pemerintah, dapat digunakan sebagai bahan evaluasi dalam

penerapan KTR di Kota Medan terkhusus pada sekolah.

2. Bagi Instansi, sebagai bahan masukan bagi sekolah dalam melihat

implementasi penerapan KTR yang terlaksana di SD Negeri 060919

Medan, SMP Negeri 7 Medan dan SMA Negeri 1 Medan.

3. Bagi ilmu kesehatan masyarakat diharapkan dapat digunakan untuk

Referensi

Dokumen terkait

Kurs spot adalah harga mata uang asing terhadap mata uang domestik. Sedangkan transkasi spot adalah transaksi satu mata uang untuk ditukarkan dengan mata uang asing satu

UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER 2014 DAN 2013 PEMERINTAH KABUPATEN KERINCI.. Urusan Pemerintahan : 1

In this study, the feasibility of time lapse terrestrial photogrammetry for glaciological applications was demonstrated. The cost effectiveness of the technique coupled with

UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER 2014 DAN 2013 PEMERINTAH KABUPATEN KERINCI.. Urusan Pemerintahan : 2

UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER 2014 DAN 2013 PEMERINTAH KABUPATEN KERINCI.. Urusan Pemerintahan : 2

Devi Tirtawirya, M.Or, Ria Lumintuarso, M.Si. Rumpis Agus Sudarko,

Sesuai dengan program dan prioritas dari pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla , maka posisi anggota kabinet juga mengalami beberapa perubahan,

Modul aplikasi ini dibuat sedemikian rupa, sehingga pemakai yang belum pernah menyentuh piano sekali pun akan dapat belajar piano dengan baik. Secara urut, menu utama terdiri