• Tidak ada hasil yang ditemukan

Implementasi UU No.9 Tahun 1995 Tentang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Implementasi UU No.9 Tahun 1995 Tentang"

Copied!
87
0
0

Teks penuh

(1)

Peningkatan Kualitas Perkreditan di Dinas Koperasi dan

UMKM Kabupaten Labuhan Batu Utara”

Disusun

Oleh :

GURUH SYAH PUTRA SIHITE 1403100201 P

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kehidupan sosial masyarakat dapat dilihat dari berbagai aspek, antara lain aspek ekonomi, aspek politik, aspek social dan lain-lain. Salah satu yang paling mempengaruhi kehidupan masyarakat adalah aspek ekonomi, karena aspek ini berkaitan dengan kesejahteraan kehidupan masyarakat. Dalam hal ini pemerintah harus mengembangkan pembangunan di sektor ekonomi. Salah satunya dengan cara meningkatkan perekonomian masyarakat dengan pengembangan sektor usaha mikro kecil menengah (UMKM), karena usaha mikro kecil menengah sendiri salah satu penggerak perekonomian dan sebagai solusi terhadap ekonomi di Indonesia.

(3)

Hal ini menunjukkan bahwa usaha mikro kecil menengah telah berperan besar dalam menciptakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat Indonesia. Hasil nyata yang dihadapi oleh sebagian besar usaha mikro kecil menengah di Indonesia yang paling menonjol adalah rendahnya tingkat produktivitas, rendahnya nilai tambah dan rendahnya kualitas produk. Hal ini diakibatkan kurangnya modal usaha untuk mengembangkan usaha kecil menengah.

(4)

pinjaman dana. Setelah itu keseriusan seseorang tersebut juga dinilai. Selain mendaftar dan keseriusan dalam berwirausaha, penataan tempat usahanya juga dinilai dalam proses tersebut. Setelah itu, persyaratan untuk berga bung di Usaha mikro kecil menengah ini juga ada persyaratannya yang meliputi :

1. Proses pengajuan profosal pendaftaran untuk di ajukan

2. Jaminan dari peminjaman dana (yang berupa barang bergerak atau tidak bergerak)

3. Surat izin usaha tersebut

4. Foto copy KTP dari pemilik usaha

Setelah seseorang tersebut memenuhi persyaratan peminjaman, maka pegawai UMKM baru bisa mengeluarkan dana yang dibutuhkan oleh peminjam.

Berdasarkan uraian di atas tersebut maka penulis merasa tertarik untuk meneliti tentang ”Implementasi UU No.9 Tahun 1995 Tentang Program Pemberian Dana Usaha Mikro Kecil Menengah Terhadap Peningkatan

Kualitas Perkreditan di Dinas Koperasi dan UMKM Kabupaten Labuhan Batu Utara”

B. Perumusan Masalah

(5)

Program Pemberian Dana Usaha Mikro Kecil Menengah Terhadap Peningkatan Kualitas Pelayanan Perkreditan.

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Untuk mengetahui dan mengukur tingkatan program pemberian dana usaha mikro kecil menengah di Dinas Koperasi dan UMKM Kabupaten Labuhan Batu Utara

b. Untuk mengetahui dan mengukur peranan kualitas pelayanan perkreditan di Dinas Koperasi dan UMKM Kabupaten Labuhan Batu Utara.

c. Untuk mengetahui dan mengukur hubungan peranan program pemberian dana terhadap peningkatan kualitas pelayanan perkreditan di Dinas Koperasi dan UMKM Kabupaten Labuhan Batu Utara.

2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

(6)

b. Sebagai bahan masukan, pedoman sekaligus bahan pertimbangan yang mungkin berguna dan bermanfaat untuk pelaksanaan program pemberian dana usaha dalam meningkatkan kualitas pelayanan perkreditan.

c. Sebagai bahan refrensi bagi pengembang atau peneliti selanjutnya. D. Sistematika Penulisan

BAB I : berisikan Pendahuluan yang menguraikan tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, dan sistematika penulisan

BAB II : berisikan tentang program usaha mikro kecil menengah (UMKM), teori Administrasi Negara atau pembangunan, prinsip pelayanan publik, hubungan program pemberian dana usaha terhadap peningkatan kualitas pelayanan perkreditan.

BAB III : berisikan persiapan dan pelaksanaan penelitian yang menguraikan tentang metode penelitian, definisi operasional, populasi dan sampel, teknik pengumpulan data, teknik analisis data dan lokasi penelitian

BAB IV : berisikan analisis data yang menguraikan pengujian data, pembahasan atau analisis data dan pengujian hipotesis

(7)

A. Program

Program adalah unsur pertama yang harus ada demi terciptanya suatu kegiatan. Melalui program maka segala bentuk rencana akan lebih terorganisir dan lebih mudah untuk diopersionalkan. Hal ini sesuai dengan pengertian program yang diuraikan. Program terbaik didunia adalah program yang didasarkan pada model teoritis yang jelas, yakni: sebelum menentukan masalah sosial yang ingin diatasi dan memulai melakukan intervensi, maka sebelumnya harus ada pemikiran yang serius terhadap bagaimana dan mengapa masalah itu terjadi dan apa yang menjadi solusi terbaik (Jones, 1996:295).

Suatu program ditulis untuk memudahkan dalam suatu proses untuk menghasilkan suatu output yang diinginkan oleh pembuat program. Program dapat dipakai berulang-ulang tanpa harus menulis kembali program tersebut (Sugiyono, 2005:21). Pengertian program adalah rancangan mengenai asas serta usaha (Binanto, 2009: 1)

B. Program Pemerintah

(8)

dan Gunn (Binanto, 2009: 8) yang menyebutkan bahwa kebijakan publik adalah seperangkat tindakan pemerintah yang didesain untuk mencapai hasil-hasil tertentu. Dan sebagai suatu instrumen yang dibuat oleh pemerintah, kebijakan publik dapat berbentuk aturan-aturan umum dan atau khusus baik secara tertulis maupun tidak tertulis yang berisi pilihan-pilihan tindakan yang merupakan keharusan, larangan dan atau kebolehan yang dilakukan untuk mengatur seluruh warga masyarakat, pemerintah dan dunia usaha dengan tujuan tertentu.

Pengertian program pemerintah itu sendiri, menurut Jones (1996: 296), program pemerintah adalah cara yang disahkan untuk mencapai tujuan. Dalam pengertian tersebut menggambarkan bahwa program-program adalah penjabaran dari langkah-langkah dalam mencapai tujuan itu sendiri. Dalam hal ini, program pemerintah berarti upaya untuk mewujudkan kebijakan- kebijakan pemerintah yang telah ditetapkan. Program-program tersebut muncul dalam Rencana Strategis Kementerian/Lembaga atau Rencana Kerja Pemerintah (RKP).

C. Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM)

(9)

perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini.

Anoraga (2002: 28) mengatakan bahwa usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perseorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. Usaha mikro menurut Bobo (2003: 68), merupakan kegiatan usaha yang dapat memperluas lapangan pekerjaan serta memberikan pelayanan ekonomi secara luas kepada masyarakat dan dapat berperan dalam proses pemerataan dan peningkatan pendapatan masyarakat, mendorong pertumbuhan ekonomi, serta berperan mewujudkan stabilitas nasional. Selain itu, usaha mikro adalah salah satu pilar utama ekonomi nasional yang medapatkan kesempatan utama, dukungan, perlindungan serta pengembangan yang secara luas sebagai wujud pihak yang tegas kepada kelompok usaha ekonomi rakyat, tanpa harus mengabaikan peranan usaha besar dan badan usaha milik pemerintah.

(10)

Pemberdayaan dan pengembangan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) merupakan upaya yang ditempuh pemerintah untuk mengatasi masalah pengangguran dan kemiskinan. Menurut Rudjito (2003) usaha mikro adalah usaha yang dimiliki dan dijalankan oleh penduduk miskin atau mendekati miskin. Usaha mikro sering disebut dengan usaha rumah tangga. Besarnya kredit yang dapat diterima oleh usaha adalah Rp 50 juta. Usaha mikro adalah usaha produktif secara individu atau tergabung dalam koperasi dengan hasil penjualan Rp 100 juta.

Terdapat beberapa acuan definisi yang digunakan berbagai instansi di Indonesia , yaitu :

1. UU No. 9 Tahun 1995 mengatur tentang criteria usaha kecil berdasarkan nilai aset tetap ( diluar tanah dan bangunan ) paling besar Rp 200 juta dengan omzet per tahun maksimal Rp 1 milyar. Sementara itu berdasarkan Inpres No. 10 tahun 1999 tentang usaha menengah, batasan aset tetap ( di luar tanah dan bangunan ) untuk usaha menengah adalah Rp 200 juta hingga Rp 10 milyar.

2. Kementrian Koperasi dan UKM menggolongkan suatu usaha sebagai usaha kecil jika memiliki omset kurang dari Rp 1 milyar per tahun. Untuk usaha menengah batasan adalah usaha yang memiliki omset antara Rp 1 sampai dengan Rp 50 milyar per tahun.

(11)

dari Rp 200 juta dan omset per tahun kurang dari Rp 1 milyar ( sesuai UU No. 9 tahun 1995 )

4. Bank Indonesia menggolongkan usaha kecil dengan merujuk pada UU no 9/1995, sedangkan untuk usaha menegah BI menentukan sendiri kriteria aset tetapnya dengan besaran yang dibedakan antara industry manufaktur (Rp 200 juta sampai dengan Rp 5 Miliar ) dan manufaktur (Rp 200 - Rp 60).

5. Badan Pusat Statistik (BPS) menggolongkan suatu usaha berdasarkan jumlah tenaga kerja. Usaha mikro adalah usaha yang memiliki pekerja 1-5 orang. Usaha kecil adalah usaha yang memiliki pekerja 6-19 orang. Usaha menengah adalah usaha yang memiliki pekerja 20-99 orang dan usaha besar memiliki pekerja sekurang-kurangnya 100 orang.

Menurut Isono (2001) bahwa Usaha mikro kecil dan menengah dalam perekonomian suatu Negara memiliki peran yang penting. Bukan hanya di Indonesia, tetapi kenyataan menunjukkan bahwa posisi usaha mikro kecil menengah mempunyai peranan strategis di Negara-negara lain juga. Indikasi yang menunjukkan peranan usaha mikro kecil menengah itu dapat dilihat dari kontribusi penyerapan tenaga kerja dan peningkatan kualitas sumber daya yang cukup berarti.

(12)

mendekati miskin. Usaha mikro sering disebut dengan usaha rumah tangga. Besarnya kredit yang dapat diterima oleh usaha adalah Rp 50 juta. Usaha mikro adalah usaha produktif secara individu atau tergabung dalam koperasi dengan hasil penjualan Rp 100 juta.

Ciri-ciri usaha mikro menurut Sartika dan Rachman (2002), yaitu: 1. Jenis barang usahanya tidak tetap,dapat berganti pada periode tertentu; 2. Tempat usahanya tidak selalu menetap, dapat berubah sewaktu-waktu; 3. Belum melaksanakan administrasi keuangan yang sederhana dan tidak

memisahkan antara keuangan keluarga dengan keuangan usaha; Sumber daya manusia (pengusaha) belum memiliki jiwa enterpreuner yang memadai;

4. Tingkat pendidikan rata-rata relatif rendah;

5. Pada umumnya belum akses ke perbankan, namun sebagian dari mereka sudah akses ke lembaga keuangan non bank;

6. Umumnya tidak mempunyai izin usaha atau prasyaratan legalitas lainnya termasuk Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).

Manajemen koperasi mempunyai sifat-sifat yang khusus, yang tidak di temukan pada perseorangan terbatas, yang semuanya ini bersumber pada sifat-sifat khusus dari tujuan dan sasaran yang ingin dicapai oleh koperasi. Sifat-sifat khusus yang tidak ditemukan pada perseorangan terbatas tersebut adalah :

(13)

2. Agar pengendalian koperasi tetap berada ditangan anggota sebagai perwujudan dari sifat demokratis dari koperasi dan menghindari terjadinya konsentrasi kekuasaan berada di beberapa tangan (Bobo, 2003).

Agar para anggota pelanggan mampu melaksanakan kekuasaan pengawasan secara efektif dan berpartisipasi secara aktif dalam kebijaksanaan manajemen dari koperasi yang terkait, mereka harus diberi informasi tentang pengelolaan dan kegiatan usaha. Selain itu, mereka harus mengikuti perkembangan masalah-masalah yang dihadapi koperasi. Di lain pihak, manajemen koperasi harus bisa memberikan kesempatan adanya pertukaran pemikiran secara tetap dan terbuka dengan anggota-anggota dan mendorong agar mereka berani mengemukakan pikiran-pikiran dan pendapatnya demi kepentingan anggota. Sifat yang pertama yaitu :

1. Memberikan pelayanan kepada anggota tersirat dalam tujuan koperasi 2. Pengawasan tetap berada di tangan anggota tersurat dan tersirat dalam

azas koperasi yaitu azas demokrasi koperatif.

UMKM (Usaha Mikro, Kecil dan Menengah) pada masa sekarang telah diakui oleh berbagai pihak sehingga memiliki peran yang cukup besar dalam perekonomian nasional. Menurut Bank Indonesia ada beberapa peran strategis Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) antara lain:

1. Jumlah Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) yang besar dan terdapat dalam tiap-tiap sektor ekonomi;

(14)

3. Memiliki kemampuan untuk memanfaatkan bahan baku lokal dan menghasilkan barang dan jasa yang dibutuhkan masyarakat luas dengan harga terjangkau;

Pentingya peranan usaha mikro di negara Indonesia terkait dengan posisi strategis berbagai aspek yatitu terdiri atas:

1. Aspek permodalan

Usaha mikro tidak memerlukan modal yang besar sehingga dalam pembentukkan usaha tidak akan sesulit perusahaan atau perseroan besar. 2. Tenaga kerja

Tenaga kerja yang diperlukan untuk usaha ini tidak menuntut pendidikan formal atau tinggi tertentu.

3. Lokasi

Sebagian besar usaha mikro berlokasi di pedesaan dan tidak memerlukan infrastruktur sebagaimana perusahaan besar.

4. Ketahanan

Peranan usaha mikro ini terbukti bahwa usaha mikro memiliki ketahanan yang kuat (strong survival) ketika Indonesia dilanda krisis ekonomi (Sukirno, 2004).

(15)

atau sektor yang sama (Tambunan, 2000). Meskipun demikian masalah dasar yang dihadapi oleh usaha mikro menurut Tambunan (2002) adalah :

1. Kesulitan pemasaran

Pemasaran sering dianggap sebagai salah satu kendala yang kritis bagi perkembangan Usaha Mikro dan Kecil. Hasil studi lintas negara yang dilakukan James dan Akrasanee (dikutip Tambunan, 2002) di sejumlah negara ASEAN menunjukkan bahwa termasuk growth constrains yang dihadapi oleh banyak pengusaha kecil menengah (kecuali Singapura). Salah satu aspek yang terkait dengan masalah pemasaran adalah tekanan-tekanan persaingan, baik pasar domestik dari produk serupa buatan usaha besar dan impor, maupun pasar ekspor. Selain itu, terbatasnya informasi banyak usaha kecil menengah, khususnya yang kekurangan modal dan SDM (Sumber Daya Manusia) serta berlokasi di daerah-daerah pedalaman yang relatif terisolir dari pusat informasi, komunikasi, dan transportasi, juga mengalami kesulitan untuk memenuhi standar-standar internasional yang terkait dengan produksi dan perdagangan.

2. Keterbatasan finansial

(16)

urusan administrasi terlalu bertele-tele, dan kurang informasi mengenai skim-skim perkreditan yang ada dan prosedur.

3. Keterbatasan sumber daya alam (SDM)

Keterbatasan SDM juga merupakan salah satu kendala serius bagi banyak usaha mikro di Indonesia, terutama dalam aspek-aspek enterpreunership, manajemen, teknik produksi, pengembangan produk, engineering design, quality control, organisasi bisnis, akuntasi, data processing, teknik pemasaran, dan penelitian pasar. Keterbatasan ini menghambat usaha mikro di Indonesia untuk dapat bersaing di pasar domestik maupun pasar internasional.

4. Masalah Bahan Baku

Keterbatasan bahan baku (dan input-input lainnya) juga sering menjadi salah satu kendala serius bagi pertumbuhan output atau kelangsungan produksi bagi banyak Usaha Mikro di Indonesia. Keterbatasan ini dikarenakan harga baku yang terlampau tinggi sehingga tidak terjangkau atau jumlahnya terbatas.

5. Keterbatasan Teknologi

(17)

banyak faktor, diantaranya keterbatasan modal investasi untuk membeli mesin-mesin baru atau menyempurnakan proses produksi, keterbatasan informasi mengenai perkembangan teknologi atau mesinmesin dan alat-alat produksi baru dan keterbatasan Sumber Daya Manusia (SDM) yang dapat mengoperasikan mesin-mesin baru atau melakukan inovasi-inovasi dalam produk maupun proses produksi.

D. Aministrasi Negara

Tantangan besar yang di hadapi oleh Administrasi Negara adalah mengurangi laju pertumbuhan penduduk, peningkatan kualitas sumber daya manusia, pemberdayaan ekonomi rakyat, pemerataan pembangunan antar wilayah, pengembangan secara konsisten, pembangunan berwawasan lingkungan, serta memelihara dan mengembangkan pranata sosial dan budaya Indonesia agar mampu mengantisipasi dampak pertumbuhan ekonomi yang cepat dan arus globalisasi yang sangat kuat. Untuk menjawab tantangan tersebut diperlukan kebijaksanaan pembangunan yang mantap di berbagai sector kehidupan, yang dimulai dari tahapan perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian hingga tahap penilaian. Semua itu tidak lepas dari kemampuan administrasi Negara/pembangunan dalam melakukan dan memelopori berbagai terobosan dan pembaharuan.

(18)

1. Paradigma Administrasi Negara Lama

Merupakan awal perkembangan dari studi Administrasi Negara dengan tokoh Wodrow Wilson yang terkenal dengan konsepnya yaitu Dikotomi Politik-Administrasi. Proses pembuatan kebijakan adalah proses politik sedangkan pelaksanaan kebijakan adalah proses administrasi.

Istilah publik dalam Administrasi Negara Lama diartikan sebagai Negara, sehinggga membuat Administrasi Negara terfokus pada organisasi dan manajemen internal dari aktifitas-aktifitas pemerintah, seperti anggaran negara, manajemen kepegawaian, dan pelayanan jasa. Perkembangan paradigma Administrasi Negara lama :

a. Paradigma 1: Dikotomi Politik dan Administrasi

Dalam paradigma ini dibedakan dengan jelas antara administras dan politik negara. Fokus dari Administrasi Negara terbatas pada masalah-masalah organisasi, kepegawaian dan penyusunan anggaran dalam birokrasi dan pemerintaha, sedangkan masalah-masalah pemerintahan, politik dan kebijaksanaan merupakan substansi ilmu politik. Lokus dalam paradigma ini adalah mempermaslahkan dimana seharusnya Administrasi Negara ini berada. b. Paradigma 2 : Prinsip-Prinsip Administrasi

(19)

c. Paradigma 3 : Administrasi Negara sebagai Ilmu Politik

Fase paradigma ini merupakan suatu usaha untuk menetapkan kembali hubungan konseptual antara Adminitrasi Negara dan ilmu politik.

d. Paradigma 4 : Administrasi Negara sebagai Ilmu Administrasi

Pada fase ini ilmu administrasi hanya memberikan fokus, tetapi tidak pada lokusnya.

e. Paradigma 5 : Administrasi Negara sebagai Ilmu Administrasi Negara Pada paradigma ini Administrasi Negara telah berkembang menjadi Ilmu Administrasi Negara, yaitu merambah ke teori organisasi, ilmu kebijakan, dan ekonomi politik.

2. Paradigma Administrasi Negara Baru

(20)

administrasi.

3. Paradigma New P ublic Ma na gement (NPM)

Paradigma ini secara umum dipandang sebagai suatu pendekatan dalam administrasi publik yang menerapkan pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh dalam dunia manajemen bisnis dan disiplin yang lain untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas kinerja pelayanan publik pada birokrasi modern. Dalam New P ublic Ma na gement (NPM), publik atau pengguna layanan publik sebagai “customer” (konsep ekonomi liberal

“economic ma n”) yang tindakannya dimotivasi dorongan untuk

memaksimalkan pemenuhan kebutuhan material. Orientasi NPM menurut Ferlie, Ashbuerner, Filzgerald dan Pettgrew dala Keban (2004:25) yaitu : a. Orienta si The Drive yaitu mengutamakan nilai efisiensi dalam

pengukuran kinerja.

b. Orientasi Downsizing a nd Decentra liza tion yaitu mengutamakan penyederhanaan struktur, memperkaya fungsi, dan mendelegasikan otoritas kepada unit-unit yang lebih kecil agar dapat berfungsi secara cepat dan tepat.

c. Orientasi In Sea rch of Exellence yaitu mngutamakan kinerja optimal dengan memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi.

(21)

menekankan socia l lea rning dalam pemberian pelayanan publik dan penekanan pada evaluasi kinerja secara berkesinambungan, partisipasi masyarakat dan akuntabilitas.

4. Paradigma New P ublic Service (NPS)

Dalam New P ublic Service (NPS), publik dianggap sebagai “citizens”

atau warga negara yang mempunyai hak dan kewajiban publik yang sama. “Citizens” adalah pengguna layanan publik dan juga subyek berbagai

kewajiban publik. Karena itu administrasi publik tidak hanya responsif pada “customer” tetapi juga pada pemenuhan hak-hak publik. Denhardt (2003),

The New P ublic Service memuat ide pokok sebagai berikut :

a. Serve Citizen, Not Customers, yaitu aparatur pelayanan tidak hanya merespon keinginan pelanggan (customer), tetapi juga lebih fokus pada pembangunan kepercayaan dan kolaborasi dengan dan antara warga negara (citizen).

b. Seek the P ublic Interest, yaitu administrasi publik harus memberi kontribusi untuk membangun sebuah kebersamaan, membagi gagasan dari kepentingan publik, tujuannya adalah tidak untuk menemukan pemecahan yang cepat yang dikendalikan oleh pilihan-pilihan indivisu. Lebih dari itu, adalah kreasi pembagian kepentingan dan tanggungjawab.

(22)

mereka.

d. Think stra tegica lly, Act Democra ca lly, yaitu pertemuan antara kebijakan dan program agar bisa dicapai lebih efektif dan berhasil secara bertanggungjawab mengikuti upaya bersama dan proses-proses kebersamaan.

e. Recognized tha t Accounta bility is not Simple, yaitu aparatur pelayanan publik seharusnya penuh perhatian yang lebih baik daripada pasar. Mereka juga harus mengikuti peraturan perundangan dan konstitusi, nilai-nilai masyarakat, norma-norma politik, standar-standar profesional dan kepentingan warga negara.

f. Serve ra ther tha n steer, yaitu semakin bertambah penting bagi pelayanan publik untuk menggunakan andil, nilai kepemimpinan mendasar dan membantu warga negara mengartikulasikan dan mempertemukan kepentingan yang menjadi bagian mereka lebih dari pada berusaha untuk mengontrol atau mengendalikan masyarakat pada petunjuk baru.

g. Va lue people, not just productivity, yaitu organisasi publik dan kerangka kerjanya dimana mereka berpartisipasi dan lebih sukses dalam kegiatannya kalau mereka mengoperasikan sesuai proses kebersamaan dan mendasarkan diri pada kepemimpinan yang hormat pada semua orang.

(23)

Selama pelaksanaan pembangunan jangka panjang pertama, administrasi Negara telah memberikan kontribusi yang besar dalam pencapaian keberhasilan pembangunan. Namun bukan berarti administrasi Negara/pembangunan kita tidak memerlukan penyempurnaan dalam menghadapi tantangan pembangunan. Seiring dengan tantangan-tantangan dibidang lainnya, tantangan yang dihadapi di bidang administrasi Negara/pembangunan adalah :

1. Peningkatan kualitas sumber daya manusia dilingkungan aparatur agar dapat memiliki kemampuan profesional dan mampu berperan sebagai abdi Negara dan masyarakat. Peningkatan kualitas ini harus pula ditunjang dengan peningkatan kesejahteraan manusia.

2. Mengurangi penyalahgunaan kewenangan yang antara lain berdampak merugukan masyarakat, seperti korupsi, ekonomi biaya tingggi dan sebagainya

3. Mengembangkan keterbukaan (transparancy) dan kebertanggungan jawaban (accountability) dalam birokrasi pemerintahan.

(24)

kebijaksanaan pembangunan dan dalam pelaksanaan berbagai program pembangunan.

5. Mengembangkan administrasi pemerintahan yang lebih tanggap terhadap pengembangan dan tuntutan masyarakat/pembangunan.

Bagi Negara berkembang, penyempurnaan/ pembaharuan administrasi Negara dilakukan dengan menggunakan pendekatan administrasi pembangunan pada seluruh aspek administrasi Negara, yaitu aspek kelembagaan, ketatalaksanaan atau menajemen dan sumberdaya manusianya.

Goulet (1997) menyatakan Pembangunan adalah salah satu bentuk perubahan social, mosernisasi adalah suatu bentuk khusus (special case) dari pembangunan. Dari pengertian ini dapat disimpulkan, bahwa pembangunan lebih luas sifatnya dari pada modernisasi dan modernisasi lebih luas dari pada industrialisasi.

(25)

Malthus (1798:10) dan Ricardo (1917:10) menyebutkan sebagai aliran klasik, berkembangnya teori pertumbuhan ekonomi modern dengan berbagai variasinya. Pada intinya teori ini dapat dibagi menjadi dua yaitu

1. Akumulasi modal (physical capital formation)

2. Peningkatan kualitas dan investasi sumber daya manusia (human capital) Lewis (1954:11) menjelaskan dengan modal surplus of labornya memberikan tekanan pada peranan jumlah penduduk. Dalam model ini diasumsikan terdapat penawaran tenaga kerja yang sangat elastic. Ini berarti pengusaha dapat meningkatkan produksinya dengan memperkerjakan tenaga kerja yang lebih banyak tanpa harus meningkatkan tingkat upahnya. Sementara itu berkembang sebuah model pertumbuhan yang disebut neo-klasik. Teori pertumbuhan neo-klasik mulai memasukkan unsur teknologi yang diyakini akan berpengaruh dalam pertumbuhan ekonomi suatu Negara.

Solow (1957:11), dalam teori neo-klasik teknologi dianggap sebagai faktot eksogen yang tersedia umtuk dimamfaatkan oleh semua Negara di dunia. Dalam perekonomian yang terbuka, dimana semua faktor produksi dapat berpindah secara leluasa dan teknologi dapat dimamfaatkan oleh setiap Negara, maka pertumbuhan senua Negara didunia akan konvergen, yang berarti kesenjangan akan berkurang.

(26)

(1964:12) peningkatan produktivitas tenaga kerja ini dapat di dorong melalui pendidikan dan pelatihan.

Ketatalaksanaan sebagai upaya penataan atau pengaturan secara tertib dan teratur mengenai cara-cara pelaksanaan seluruh tugas dan fungsi dalam berbagai bidang kegiatan pemerintah merupakan salah satu aspek yang penting dalam penyelenggaraan administrasi Negara. Agar ketatalaksanaan tugas-tugas pemerintah dapat terselenggara dengan baik maka perlu diperhatikan asas-asas yang menjadi landasan pedoman pengaturannya.

1. Didasarkan pada kebijaksanaan yang berlaku

Pengaturan mengenai sistem-sistem kerja dalam rangka pelaksanaan tugas atau kegiatan hendaknya selalu berpedoman pada kebijaksanaan yang lebih tinggi untuk menjamin keserasian antara kebijaksanaan dan pelaksanaannya.

2. Kejelasan wewenang tugas dan tanggung jawab setiap aparatur yang terlibat

Dalam mengatur pelaksanaan tugas dan fungsi yang melibatkan berbagai instansi /pejabat, perlu adanya penjelasan mengenai batas-batas wewenang, tugas dan tanggung jawab masing-masing untuk mencegah perbenturan duplikasi dan kekosongan sehingga dapat kita ketahui dalam hal apa dan dengan siapa saja suatu instansi/pejabat harus berhubungan. 3. Prinsip Koordinasi

(27)

pengawasan agar terdapat kesamaan bahasa, keserasian dan keselarasan serta kesatuan gerak dan ketepatan waktu.

4. Tertulis

Setiap pengaturan sistem kerja perlu ditetapkan secara jelas dan tertulis agar dapat menjadi pegangan dan pedoman secara tetap bagi setiap pelaksanaan kegiatan

5. Dikomunikasikan kepada semua pihak yang berkepentingan

Pengaturan sistem kerja secara tertulis diberitahukan/disebarluaskan kepada semua pihak yang berkepentingan terutama kepada masyarakat yang memerlukan pelayanan dari aparatur pemerintah.

6. Kesederhanaan/tidak berbelit-belit

Pengaturan system kerja yang memuat tata kerja dan prosedur kerja hendaknya disusun secara sederhana untuk menjamin kelancaran dan kecepatan serta ketetapan pelayanan sehingga dapat dicapai efisiensi dalam penggunaan sumber yang tersedia.

E. Pelayanan Publik

1. Pengertian

(28)

kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam hal ini berdasarkan organisasi yang menyelenggarakannnya, pelayanan public atau pelayanan umum dapat dibedakan menjadi dua yaitu :

1. Pelayanan publik atau pelayanan umum yang diselenggarakan oleh organisasi public yang dapat dibedakan lagi menjadi :

a. Yang bersifat primer adalah semua penyediaan barang dan jasa public yang diselenggarakan oleh pemerintah yang didalamnya pemerintah merupakan satu-satunya penyelenggara dan pengguna/klien mau tidak mau harus memamfaatkannya. Misalnya adalah pelayanan perizinan, pelayanan di kantor imigrasi dan sebagainya.

b. Yang bersifat sekunder adalah segala bentuk penyediaan barang/jasa public yang harus diselenggarakan oleh pemerintah, tetapi yang didalamnya pengguna/klien tidak harus mempergunakannya karena adanya beberapa penyelenggara pelayanan.

2. Unsur pelayanan public

Menurut ketetapan Menpan nomor : 81 tahun 1993 didalam ketetapan tersebur terdapat 8 unsur kualitas pelayanan :

a. Kesederhanaan yang meliputi prosedur/tata cara palayanan antara lain : mudah, tidak berbelit-belit dan mudah dilaksanakan

(29)

c. Keamanan yang menyangkut kepastian hukum terhadap apa yang di layangkan oleh organisasi

d. Keterbukaan, yang menyangkut kesederhanaan dan kejelasan pelayanan yang di informasikan kepada masyarakat

e. Efisiensi yang diartikan pelayanan yang diberikan oleh suatu organisasi hendaknya ada pembatasan terhadap persyaratan pada hal-hal yang dianggap penting saja

f. Ekonomis, yang artinya pembiayaan yang dibebankan kepada masyarakat yang dilayani itu sesuai dengan kewajaran, kemampuan masyarakat umum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. g. Keadilan yang menyangkut jangkauan pelayanan yang diberikan oleh

suatu organisasi diharapkan cepat dan seluar mungkin dan merata. h. Ketetapan waktu yang artinya bahwa pelaksanaan yang telah

dijanjikan sesuai dengan standar yang diberikan, sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan.

3. Prinsip pelayanan public

Terdapat beberapa prinsip pelayanan public menurut Skelcher mengungkapkan tujuh prinsip tujuh prinsip pelayanan public kepada masyarakat, yaitu :

(30)

b. Openness, yaitu menjelaskan bagaimana pelayanan masyarakat dilaksanakan berapa biayanya, dan apakah suatu pelayanan sudah sesuai dengan standar yang ditentukan.

c. Information, yaitu informasi yang menyeluruh dan mudah di mengerti tentang suatu pelayanan

d. Choice, yaitu memberikan konsultasi dan pilihan kepada masyarakat sepanjang diperlukan

e. Non Discrimination, yaitu pelayanan diberikan tanpa membedakan ras dan jenis kelamin

f. Accessbility, pemberian pelayanan harus mampu menyenangkan pelanggan atau memberikan kepuasan kepada pelanggan

g. Redress, adanya sistem publikasi yang baik dan prosedur penyampaian komplain yang mudah.

4. Krateria Pelayanan Public

(31)

bahwa tidak semua aspek dari kualitas layanan dapat diukur secara lengkap untuk setiap program sebagaimana dapat diukur secara lengkap untuk setiap program sebagaimana apa yang dikemukakan oleh Hatri.

Untuk dapat menilai sejauh mana mutu pelayanan public yang diberikan oleh aparatur pemerintah, perlu ada criteria yang menunjukkan apakah suatu pelayanan public yang diberikan dapat dikatakan baik atau buruk. Menurut Zethmel (2001) mengemukkan tolak ukur kualitas pelayanan dapat dilihat dari sepuluh dimensi, antara lain meliputi :

a. Tangiable, terdiri dari atas fasilitas, peralatan, personil dan komunikasi b. Reliable, terdiri dari kemampuan unit pelayanan dalam menciptakan

layanan yang dijanjikan dengan tepat

c. Responsiveness, kemampuan untuk membantu konsumen yang bertanggung jawab terhadap mutu layanan yang diberikan

d. Competence, tuntutan yang dimiliki, pengetahuan dan keterampilan yang baik oleh aparatur dalam memberikan layanan.

e. Courtesey, sikap atau prilaku ramah tamah, bersahabat, tanggap terhadap keinginan konsumen serta mau melakukan kontak atau hubungan pribadi f. Credibility, sikap jujur dalam setiap upaya untuk menarik kepercayaan

masyarakat

g. Security, jasa pelayanan yang diberikan harus dijamin bebas dari berbagai bahaya dan resiko

(32)

i. Comunication, kemauan pemberi layanan untuk mendengarkan suara, keinginan atau aspirasi pelanggan, sekaligus kesediaan untuk selalu menyampaikan informasi baru kepada masyarakat

j. Understanding the customer, melakukan segala usaha untuk mengetahui kebutuhan pelanggan.

2. Konsep Dasar Pelayanan Publik

Melayani berarti memenuhi kebutuhan. Melayani publik, berarti melayani kebutuhan/ kepentingan orang banyak. Pelayanan dikatakan baik manakala klien/ pelanggan merasakan ”kecukupan” atas kebutuhannya.

Mempertemukan dua pihak yang berkepentingan bukanlah perkara yang mudah. Problem kepuasan klien atas pelayanan lazimnya berfokus pada pebedaan persepsi, antara pemberi layanan dengan kliennya. Oleh karena itu, bagi lembaga pemberi layanan perlu menyediakan sumber daya manusia yang memiliki kemampuan memahami klien dan sekaligus memiliki ketrampilan di bidang layanan.

Dalam dunia pemerintahan, persoalan pelayanan publik menjadi sorotan semua pihak. Pada masa lalu, posisi aparatur pemerintah cenderung sebagai sosok ”ambtenaar” yang konotasinya lebih sebagai penguasa ketimbang sebagai pelayan publik. Tetapi seiring perkembangan jaman, maka posisi aparatur menjadi sebaliknya bukan minta dilayani, tetapi wajib melayani.

(33)

pelayanan dan sekaligus kualitas sumber daya manusianya. Dan menyikapi kondisi demikian, pihak pemerintah telah melakukan kajian mendalam dan sekaligus perubahan sistem pelayanan. Melakukan sebuah perubahan dalam hubungannya dengan sistem pelayanan publik tidak semudah membalik telapak tangan. Diperlukan sebuah kemauan sungguh-sungguh dari aparatur pemerintah, dan diperlukan perubahan mekanisme yang bisa diterima oleh publik.

3. Konseptual Pelayanan Publik

Esensi pelayanan publik adalah usaha untuk memenuhi kebutuhan orang lain sehingga orang tersebut merasa puas. Puas atau satisfaction, dalam bahasa latin terdiri dari istilah satis (cukup) dan facere (melakukan/ membuat sesuatu). Maka dapat dirumuskan bahwa melayani berarti memberikan sesuatu yang ”memuaskan” dari produk barang atau jasa yang sanggup membuat kriteria ”cukup”.

Kecukupan bagi satu orang dengan orang lainnya tentunya tidaklah sama. Padahal yang dilayani aparatur pemerintahan adalah publik, yang terdiri dari beragam orang. Oleh karena itu, lembaga pemerintah harus menyediakan orang-orang yang memang mumpuni dalam ikhwal melayani kebutuhan publik.

(34)

tanggung jawab petugas, kemampuan petugas, kecepatan pelayanan, dan keadilan mendapat pelayanan.

Standart apapun yang ditetapkan, maka kunci penting dalam pelayanan adalah diorientasikan pada kebutuhan klien/ publik. Rumitnya, lembaga pemerintahan acapkali ”diikat” oleh seperangkat aturan yang ketat, sehingga

kurang memberikan ruang kreasi bagi aparatur. Ini berbeda dengan pengalaman dalam dunia swasta/ non-pemerintahan yang memiliki keleluasaan dalam mengkreasi sistem pelayanan.

Dalam konteks yang dilingkupi aturan ketat dan dengan tuntutan publik memang harus diakui tak mudah bagi aparatur melaksanakan tugas pelayanan kepada publik. Tetapi apapaun alasannya, pelayanan publik yang bagus menjadi sesuatu yang harus dilakukan (keniscayaan), karena memang sudah disuratkan dalam peraturan yang mengikat. Pelayanan bagus harus dilaksanakan, karena memang aparatur diangkat dengan tugas untuk melayani. Maka itu paradigma berpikir aparat pemerintah menjadi ”kunci” penting untuk memepercepat terwujudnya pelayanan yang bagus/ prima.

Prinsip pelayanan yang dikembangkan lembaga pemerintahan, bagaimanapun juga tidak sama persis dengan lembaga non-pemerintah. Catatan berikut semoga dapat menjadi rujukan bagi aparatur pemerintah dalam melaksanakan tugas pelayanan publik: (1) Berorientasi pada kepentingan publik (2) Melakukan pelayanan sesuai dengan prosedur berlaku (3) Menguasai ”product knowledge” / jenis tugas dan fungsi lembaga dimana

(35)

(5) Menyediakan fasilitas pelayanan yang memberikan kenyamanan

Akhirnya, yang paling mendasar dalam proses menuju pelayanan publik yang bagus adalah merubah orientasi berpikir: dari aparatur yang bertindak sebagai penguasa menjadi aparatur yang bertindak sebagai pelayan F. Pelayanan Perkreditan

1. Pelayanan

Pelayanan adalah proses pemenuhan kebutuhan melalui aktivitas orang lain secara langsung. dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, pelayanan adalah menolong menyediakan segala apa yang diperlukan orang lain seperti tamu atau pembeli. Menurut Kotler (1994), pelayanan adalah aktivitas atau hasil yang dapat ditawarkan oleh sebuah lembaga kepada pihak lain yang biasanya tidak kasat mata, dan hasilnya tidak dapat dimiliki oleh pihak lain tersebut. Hadipranata (1980) berpendapat bahwa, pelayanan adalah aktivitas tambahan di luar tugas pokok (job description) yang diberikan kepada konsumen-pelanggan, nasabah, dan sebagainya-serta dirasakan baik sebagai penghargaan maupun penghormatan.

(36)

2. Kredit

Istilah kredit berasal dari bahasa Yunani (credere) yang berarti kepercayaan (truth atau faith). Oleh karena itu, dasar dari kredit ialah kepercayaan. Seseorang atau suatu badan yang memberikan kredit (kreditur) percaya bahwa penerima kredit (debitur) di masa mendatang akan sanggup memenuhi segala sesuatu yang telah dijanjikan. Apa yang telah dijanjikan itu dapat berupa barang, uang, atau jasa.

“Kredit adalah hak untuk menerima pembayaran atau kewajiban untuk

melakukan pembayaran pada waktu diminta, atau pada waktu yang akan datang, karena penyerahan barang-barang sekarang.” (Suyatno dkk, 2007:13).

“Definisi kredit menurut Pedoman Akuntansi Perbankan Indonesia

(PAPI) tahun 2001 mendefinisikan kredit sebagai penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam (debitur) untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan atau pembagian hasil keuntungan.” (Fahmi dan Hadi, 2010:3).

Unsur-unsur kredit adalah sebagai berikut: a. Kepercayaan

Yaitu keyakinan dari si pemberi kredit bahwa prestasi yang diberikannya baik dalam bentuk uang, barang atau jasa, akan benar-benar diterimanya kembali dalam jangka waktu tertentu di masa yang akan datang.

b. Waktu

(37)

kontraprestasi yang akan diterima pada masa yang akan datang. Dalam unsur waktu ini, terkandung pengertian nilai agio dari uang yaitu uang yang ada sekarang lebih tinggi nilainya dari uang yang akan diterima pada masa yang akan datang.

c. Degree of risk (tingkat risiko)

Yaitu suatu tingkat risiko yang akan dihadapi sebagai akibat dari adanya jangka waktu yang memisahkan antara pemberian prestasi dengan kontraprestasi yang akan diterima kemudian hari. Semakin lama kredit diberikan, maka semakin tinggi pula risikonya, karena sejauh kemampuan manusia untuk menerobos hari depan itu, maka masih selalu terdapat unsur ketidaktentuan yang tidak dapat diperhitungkan. Inilah yang menyebabkan timbulnya unsur risiko. Dengan adanya unsur risiko inilah maka timbullah jaminan dalam pemberian kredit.

d. Prestasi

Prestasi tidak saja diberikan dalam bentuk uang, tetapi juga dapat berbentuk barang atau jasa. Namun, karena kehidupan modern sekarang ini didasarkan pada uang, maka transaksi-transaksi kredit yang menyangkut uang lah yang sering kita jumpai dalam praktik perkreditan. (Suyatno dkk, 2007:14).

(38)

G. Hubungan Program Pemberian Dana Usaha Terhadap Peningkatan

Kualitas Pelayanan Perkreditan

Program yaitu unsur pertama yang harus ada di dalam sebuah organisasi pemerintah atau pun organisasi swasta agar terciptanya suatu kegiatan yang di inginkan. Di dalam program ada sesuatu yang harus dijelaskan yaitu :

1. Tujuan kegiatan yang ingin di capai

2. Kegiatan yang diambil dalam mencapai tujuan

3. Aturan yang harus di pegang dan prosedur yang dilalui 4. Pemikiran anggaran yang dibutuhkan.

5. Strategi pelaksanaannya yang ingin di capai.

Jadi, jika pelaksanaan program pemberian dana usaha mikro kecil menengah (UMKM) baik, maka tingkatan kualitas pelayanan perkreditan juga akan baik.

H. Anggapan Dasar dan Hipotesis

1. Anggapan Dasar

(39)

Adapun anggapan dasar dalam penelitian ini adalah: “pelaksanaan program pemberian dana usaha mikro kecil menengah (UMKM) yang dilakukan akan dapat meningkatkan kualitas pelayanan perkreditan.

2. Hipotesis

Hipotesis merupakan suatu bagian yang penting dari penelitian . Rumusan hipotesis mengarahkan peneliti untuk memperkecil jangkauan penelitian, paduan untuk menguji dua atau lebih variable, mencerminkan imajinasi dan ketajaman pengamatan peneliti dalam menganalisa masalah penelitian yang menjadi variabel dalam penelitian.

Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dirumuskan dalam bentuk kalimat pernyataan. Menurut Sugiyono (2005:70) dikatakan sementara karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang eleven, belum didasarkan fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data.

(40)

A. Metode penelitian

Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriftif dengan analisa kuantitatif, yaitu suatu metode yang bertujuan menggambarkan apa yang saat ini terjadi. Didalamnya terdapat upaya mendeskrifsikan, mencatat, menganalisis, dan mempersentasikan data sehingga dapat ditarik kesimpulan. Metode deskriptif ini dilakukan peneliti menggunakan pendekatan kuantitatif.

Kemudian diolah dengan menggunakan metode korelasi product moment. Dimana tujuan dari metode korelasi product moment adalah untuk mencari hubungan antara variabel ataupun seberapa besar kontribusi variabel bebas terhadap variabel terikat serta besarnya arah hubungan yang terjadi.

B. Defenisi Operasional

Definisi operasional adalah batasan tentang tujuan konsep yang telah diklasifikasikan kedalam bentuk variabel yang akan diteliti. Selain itu definisi operasional merupakan unsur penelitian yang memberikan batasan pengukuran suatu variabel.

(41)

1. Variabel bebas (X) adalah peranan program usaha mikro kecil menengah yaitu suatu proses rangkaian kegiatan pemberian dana usaha mikro kecil menengah agar tercapainya suatu hal yang telah ditetapkan.

Adapun yang merupakan indikator-indikatornya adalah :

a. Sosialisasi program adalah proses pemberitahuan kepada masyarakat akan suatu kegiatan yang telah ditetapkan agar proses tersebut dapat berjalan baik dan lancar serta dapat membantu program pemerintah dalam usaha untuk mensejahterakan masyarakat kecil.

b. Prosedur adalah proses serangkaian tatacara untuk melaksanakan kegiatan yang telah ditentukan agar tidak terjadi penyimpangan baik dalam penyaluran maupun dalam pelaksanaan.

c. Besarnya dana atau jumlah dana adalah banyak dana yang diberikan oleh pemerintah dalam usaha untuk memajukan usaha kecil dan menengah di Indonesia.

2. Variabel Y ( Variabel terikat ) : kualitas pelayanan yaitu segala bentuk aktivitas yang dilakukan oleh organisasi Pemerintah atau swasta guna memenuhi harapan konsumen.

Adapun yang menjadi indikator-indikatornya adalah :

a. Keterbukaan, yang menyangkut kesederhanaan dan kejelasan pelayananyang diinformasikan kepada masyarakat.

(42)

c. Ketetapan waktu yang artinya bahwa pelaksanaan yang telah dijanjikan sesuai dengan standar yang diberikan, sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan jumlah subjek yang akan diteliti. Populasi dalam penelitian ini adalah keseluruhan jumlah pegawai yang melaksanakan program pemberian modal usaha di Dinas Koperasi dan UMKM Kabupaten Labuhan Batu Utara yang berjumlah 53 orang.

2. Sampel

(43)

D. Teknik Pengumpulan Data

Dalam melakukan kegiatan penelitian ini teknik pengumpulan data yang digumakan penulis adalah sebagai berikut :

1. Data Primer yaitu pengumpulan data dengan cara turun langsung ke lapangan yang akan diteliti untuk mempermudah dan memperoleh data-data yang di perlukan.

2. Data Sekunder, yaitu pengumpulan data yang diperoleh literature-literatur yang mempunyai reevansi langsung dan masalah yang akan diteliti.

a. Quesioner

Yaitu pengumpulan data dengan cara menyebarkan angket daftar pertanyaan dimana responden memilih salah satu jawaban yang telah disediakan dalam daftar pertanyaan. Bobot nilai angket yang ditentukan yaitu :

1) Untuk jawaban “A” diberi nilai 3

2) Untuk jawaban “B” diberi nilai 2 3) Untuk jawaban “C” diberi nilai 1

b. Dokumentasi

(44)

E. Teknik Analisis Data a. Korelasi product moment

Untuk mengetahui pengaruh antara variabel bebas (x) dan variabel (y), maka penulis menggunakan rumus korelasi product moment dan Karl Pearson yang dikutip oleh Sugiyono(2004:212) sebagai berikut :

    

besar kecilnya hubungan variabel x dan y

x = variabel bebas y = variabel terikat n = jumlah responden

b. Uji Signifikan

Untuk menguji tingkat signifikan antara variabel bebas dengan variabel terikat adalah dengan menggunkan rumus uji Z yaitu :

(45)

c. Uji Determinasi

Untuk mengukur seberapa besar hubungan antara variabel x dan variabel y dengan menggunakan rumus determinasi, yaitu

Sugiyono,( 2004: 216)

d. Uji Regresi Linier

Untuk memprediksikan seberapa jumlah koefisieen variabel bebas (x) dengan variabel terikat (y) maka digunakan uji regresi liner, dengan rumus:

Y= a+bx,dimana

∑ ∑

∑ ∑ ∑

Sugiyono (2010:218)

F. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Dinas Koperasi dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah Kabupaten Labuhanbatu Utara yang mengatur segala Urusan Wajib Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah di Wilayah Kabupaten Labuhanbatu Utara. Adapun Kepala Dinas Koperasi dan UMKM Kabupaten Labuhanbatu Utara adalah Bapak : H. Agus Aman Siregar, SE, MM.

(46)

masyarakat dengan tujuan untuk meningkatkan penyelenggaraan Pemerintahan, Pelaksanaan Pembangunan dan Pelayanan Masyarakat guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat di Wilayah Labuhanbatu Utara.

Kabupaten Labuhanbatu Utara memiliki luas wilayah 3.570.928 km² yang terdiri dari 8 Kecamatan, 8 Kelurahan dan 32 Desa dengan jumlah penduduk berdasarkan hasil pencacahan Sensus Penduduk 2010, jumlah penduduk Labuhanbatu Utara sementara adalah 331.660 orang, yang terdiri atas 167.551 laki-laki dan 164.109 perempuan. Dari hasil Sensus Penduduk 2010 tersebut masih tampak bahwa penyebaran penduduk Labuhanbatu Utara masih bertumpu di Kecamatan Kualuh Hulu yakni sebesar 19,49%, kemudian di ikuti oleh Kecamatan Kualuh Selatan 17,06%, dan Na IX-X sebesar 15,02%, sedangkan Kecamatan lainnya di bawah 15%.

Potensi perekonomian Kabupaten Labuhanbatu Utara adalah : 1. Pertanian

(47)

9..872 hektar (2,78%) dan untuk kebutuhan pangan Kabupaten Labuhanbatu Utara memiliki areal persawahan seluas 39.147 hektar (11,04%).

2. Tanaman Bahan Pangan

Kontribusi Sub sektor Tanaman Bahan Makanan pada Kabupaten labuhanbatu Utara sangat mempengaruhi perekonomian daerah tersebut dan menjadi salah satu lumbung padi di Provinsi Sumatera Utara dengan tingkat produksi padi yang dihasilkannya mencapai 104.480,00 Ton/tahun. Konsentrasi sektor pertanian tanaman pangan lainnya juga menjadi hal khusus seperti pada tanaman ubi kayu dengan hasil produksi yang mencapai 843 ton, dan jagung sebesar 163 ton yang terdapat di beberapa kecamatan seperti : Kecamatan Kualuh Hilir, Leidong, Marbau, Aek Kuo, dan Kecamatan Aek Natas.

Komoditas di Kabupaten Labuhanbatu Utara pada tahun 2009 memanfaatkan lahan seluas 57.769 ha yang menghasilkan 254.334 ton padi, sedangkan padi ladang sebesar 4.453 ton dengan luas panen 1.759 ha. Kabupaten Labuhanbatu Utara sangat berpotensi menjadi salah satu daerah agrarian di Sumatera Utara yang terdapat dibebarapa Kecamatan separti : Kecamatan Kualuh Hilir, Leidong, Marbau, Aek Kuo dan Kecamatan Aek Natas.

(48)

adalah : Kecamatan Kualuh Leidong, Marbau, dan Aek Kuo didukung 8 Kecamatan dengan jumlah petani sebanyak 5.314 kepala keluarga. Jangkauan wilayah pemasaran untuk komoditas jagung adalah antar kabupaten dalam Provinsi dan antar pulau atau tergolong perdagangan besar.

Selain padi, dan jagung Kabupaten labuhanbatu Utara juga sangat potensial dalam pemberdayaan tanaman pangan seperti ubi kayu yang dapat dilihat pada tahun 2008 dengan memanfaatkan lahan seluas 4.963 ha yang menghasilkan 6.721 ton ubi kayu atau senilai Rp. 91.588.700,- dengan tingkat produksi sebesar 101,37 ton/ha. Adapun wilayah pengembangan komoditas ubi kayu pada tahun 2008 di Kabupaten Labuhanbatu Utara adalah : tersebar di 7 Kecamatan dengan jumlah petani sebanyak 167 kepala keluarga. Jangkauan wilayah pemasaran untuk komoditas ubi kayu adalah pasar local, antar dalam Kabupaten.

3. Perkebunan

(49)

Perkembangan sektor perkebunan yang terdapat di Kabupaten Labuhanbatu Utara sangat menopang produksi karet dan kelapa sawit di Provinsi Sumatera Utara, hal tersebut dapat dilihat dari luas daerah keseluruhan kelapa sawit yang mencapai 146.980 ha dan luas lahan karet seluas 53.88 ha. Produksi perkebunan tersebut merupakan pilar utama dalam pengembangan sektor industri pengolahan sawit dan karet. Besarnya potensi dapat terlihat dari pasokan bahan baku untuk industri pengolahan dan hasil tingkat produksi perkebunan kelapa sawit yang mencapai 168.504,00 ton/tahun dan tingkat produksi perkebunan karet yang mencapai 18.656,00 ton/tahun. Hal ini memberikan gambaran bahwa sector perkebunan merupakan salah satu komoditas unggulan di Kabupaten Labuhanbatu Utara. 4. Perikanan

(50)

Pada tahun 2009 jumlah rumah tangga budi daya perikanan yang terdapat di Kabupaten Labuhanbatu Utara sebanyak 192 rumah tangga yang terdiri dari 190 rumah tangga budi daya kolam dan 2 rumah tangga budi daya tambak. Daerah Kabupaten Labuhanbatu Utara merupakan salah satu komoditi unggulan dalam perkembangan sektor ekonomi dalam perikanan, daerah ini memiliki wilayah laut yang cukup luas dengan panjang garis pantai 75 km serta berbatas dengan perairan selat malaka. Disamping itu, juga terdapat tiga sungai besar yang cukup potensial untuk sub sektor perikanan. Potensi tersebut terus dikelola secara tradisional (non teknologi) dan masih ditingkatkan dan dioptimalkan, terutama pada kawasan pantai/laut yang cukup potensial untuk pembudidayaan Udang dan Ikan Kerapu.

5. Kehutanan

Kabupaten Labuhanbatu Utara terdapat kawasan hutan seluas 270.156,35 ha. Dari seluruh hutan tersebut, yang terluas merupakan hutan produksi yaitu seluas 135.827,70 ha, sedangakan yang terkecil merupakan hutan konvensi seluas 1.993 ha. Hutan-hutan tersebut tersebar hamper di seluruh kecamatan. Tiga kecamatan dengan hutan terluas adalah Torgamba dengan hutan seluas 40.155,07 ha, Kualuh Hulu dengan hutan seluas 32.238, 72 ha, dan Aek Natas dengan hutan seluas 31.648,76 ha.

(51)

potensi luas hutan yang terhitung besar dengan lahan yang seluas 73.041 ha sehingga daerah btersebut masih mempunyai potensi dalam pembudidayaan untuk pengembangan sektor kehutanan yang menjanjikan peningkatan perekonomian di kawasan tersebut.

6. Peternakan

Sektor peternakan sangat potensial untuk dikembangkan di Kabupaten Labuhanbatu Utara, hal ini didukung dengan luasnya hamparan lahan perkebunan besar yang dapat dijadikan sumber pakan ternak dan pengembalaan. Peternakan juga memberikan kontribusi yang sangat besar sebagai sumber (pemasok) kebutuhan sembilan bahan pokok dan hal ini dapat menjadi penunjang tersendiri pada peningkatan sektor perekonomian peternakan di Kabupaten Labuhanbatu Utara.

Tahun 2009 jumlah sapi tercatat sebanyak 24.321 ekor. Sedangkan jumlah kerbau sebanyak 553 ekor. Sementara itu jumlah ternak kecil seperti kambing 46.775 ekor, domba 27.116 ekor dan babi 15.703 ekor. Populasi ternak unggas ayam kampung 529.557 ekor, ayam ras petelur 20.000 ekor, dan itik manila 64.407 ekor. Produksi daging ternak pada tahun 2009 tercatat sebanyak 149.991 ton daging sapi, 7.191 ton daging kerbau, 22.050 ton kambing, 11.410 daging domba dan 121.264 ton daging babi. Sedangkan jumlah ternak daging yang dipotong di dalam RPH ada 580 ekor sapi, 25 ekor kerbau, 100 ekor kambing, dan 217 ekor babi.

(52)

peran serta Dinas Koperasi dan UKM dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat Labuhanbatu Utara.

(53)
(54)

A. Penyajian Data

Berbicara tentang penyajian data dimana setelah dilakukan atau diadakan penelitian pengumpulan data, maka diperoleh berbagai data tentang keadaan responden yang berkaitan dengan peranan program pemberian dana usaha mikro kecil menengah terhadap peningkatan kualitas perkreditan di Dinas Koperasi dan UMKM Kabupaten Labuhan Batu Utara yang akan dikupas secara lebih mendalam.

Tabel 4.1

DISTRIBUSI RESPONDEN BERDASARKAN USIA

No Umur Frekuensi Persentase (%)

1 20 – 29 tahun 10 18,87

2 30 – 39 tahun 22 41,51

3 40 – 49 tahun 13 24,53

4 > 50 tahun 8 15,09

Jumlah 53 100 %

Sumber : Ha sil Angket 2015

(55)

Labuhanbatu Utara adalah berusia 30 – 39 tahun dan usia ini adalah usia yang sudah matang dalam memberikan masukan dan saran untuk pengembangan koperasi dan UMKM.

Tabel 4.2

DISTRIBUSI RESPONDEN BERDASARKAN JENIS KELAMIN

No Jenis Kelamin Frekuensi Persentase (%)

1 Laki-Laki 35 66,04 %

2 Perempuan 18 33,96 %

Jumlah 53 100 %

Sumber : Ha sil Angket 2015

Berdasarkan hasil tabel di atas terlihat bahwa jumlah responden laki-laki sebanyak 35 orang (66,04%), sedangkan responden perempuan sebanyak 18 orang (33,96%). Jadi bila dibandingkan dari jumlah tersebut di atas ternyata yang lebih didominasi oleh responden laki-laki.

Tabel 4.3

DISTRIBUSI RESPONDEN BERDASARKAN TINGKAT PENDIDIKAN

No Pendidikan Frekuensi Persentase (%)

1 SMA 8 15,09 %

2 D-III 13 24,53 %

3 S1 23 43,40 %

4 S2 9 16,98 %

Jumlah 53 100 %

Sumber : Ha sil Angket 2015

(56)

orang (24,53%), responden dengan pendidikan S1 sebanyak 23 orang (43,40%) dan dengan pendidikan S2 sebanyak 9 orang (16,98%). Berdasarkan data tersebut di atas dapat dilihat bahwa mayoritas responden pada Dinas Koperasi dan UMKM Labuhanbatu Utara adalah dengan pendidikan S1 sebanyak 9 orang (16,98%).

Tabel 4.4

DISTRIBUSI RESPONDEN BERDASARKAN GOLONGAN

No Golongan Frekuensi Persentase (%)

1 II 15 28,30 %

2 III 22 41,51 %

3 IV 16 30,19 %

Jumlah 53 100 %

Sumber : Ha sil Angket 2015

(57)

Tabel 4.5

DISTRIBUSI RESPONDEN BERDASARKAN MASA KERJA

No Masa Kerja Frekuensi Persentase (%)

1 0 – 5 tahun 4 7,55

2 6 – 10 tahun 17 32,08

3 11 – 20 tahun 25 47,17

4 21 – 30 tahun 5 9,43

5 > 30 tahun 2 3,77

Jumlah 53 100 %

Sumber : Ha sil Angket 2015

Berdasarkan tabel di atas bahwa responden dengan masa kerja 0 – 5 tahun sebanyak 4 orang (7,55%), responden dengan masa kerja 6 – 10 tahun sebanyak 17 orang (32,08%), responden dengan masa kerja 11 – 20 tahun sebanyak 25 orang (47,17%), responden dengan masa kerja 21 – 30 tahun sebanyak 5 orang (9,43%) dan responden dengan masa kerja > 30 tahun sebanyak 2 orang (3,77%).

Berdasarkan data tersebut di atas dapat dilihat bahwa mayoritas responden pada Dinas Koperasi dan UMKM Labuhanbatu Utara adalah dengan masa kerja 11 – 20 tahun sebanyak 25 orang (47,17%).

B. Pembahasan Data

1. Variabel Bebas (x) Peranan program usaha mikro kecil menengah (UMKM)

(58)

Dinas Koperasi dan UMKM Kabupaten Labuhan Batu Utara, maka penulis mengemukakan penyajiannya dalam bentuk tabel tabulasi dan kuantitatif.

Tabel 4.6

SOSIALISASI PROGRAM UMKM SUDAH DILAKSANAKAN

No Kategori Frekuensi Persentase (%)

1 Ya 15 28,30

2 Kadang-Kadang 36 67,93

3 Tidak 2 3,77

Jumlah 53 100 %

Sumber : Pertanyaan No. 1

Berdasarkan hasil tabel yang mengatakan bahwa program UMKM dilaksanakan sebanyak 15 orang (28,30%), yang menyatakan kadang-kadang sebanyak 36 orang (67,93%) dan yang menyatakan tidak sebanyak 2 orang (3,77%). Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa pegawai Dinas Koperasi dan UMKM mengatakan bahwa program kadang-kadang dilaksanakan, akan tetapi masih ditemukan pegawai yang mengatakan bahwa program tidak dilaksanakan.

Tabel 4.7

SOSIALISASI PROGRAM UMKM SUDAH BAIK

No Kategori Frekuensi Persentase (%)

1 Ya 31 58,49

2 Kadang-Kadang 14 26,42

3 Tidak 8 15,09

Jumlah 53 100 %

(59)

Berdasarkan hasil tabel yang mengatakan bahwa sosialisasi program UMKM sudah baik sebanyak 31 orang (58,49%), yang menyatakan kadang-kadang sebanyak 14 orang (26,42%) dan yang menyatakan tidak sebanyak 8 orang (15,09%).

Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa pegawai Dinas Koperasi dan UMKM mengatakan bahwa sosialisasi program UMKM sudah baik mayoritas menjawab ya, akan tetapi masih banyak ditemukan pegawai yang mengatakan bahwa program kadang-kadang dilaksanakan dan tidak dilaksanakan.

Tabel 4.8

ANGGARAN DARI PEMERINTAH JADI PENGHAMBAT SOSIALISASI

No Kategori Frekuensi Persentase (%)

1 Ya 25 47,17

2 Kadang-Kadang 27 50,94

3 Tidak 1 1,89

Jumlah 53 100 %

Sumber : Pertanyaan No. 3

Berdasarkan hasil tabel yang mengatakan bahwa anggaran dari pemerintah jadi penghambat sosialisasi program UMKM yang menyatakan ya sebanyak 25 orang (47,17%), yang menyatakan kadang-kadang sebanyak 27 orang (50,94%) dan yang menyatakan tidak sebanyak 1 orang (1,89%).

(60)

Tabel 4.9

PEMBERIAN PINJAMAN DANA SUDAH SESUAI PROSEDUR

No Kategori Frekuensi Persentase (%)

1 Ya 45 84,91

2 Kadang-Kadang 8 15,09

3 Tidak - -

Jumlah 53 100 %

Sumber : Pertanyaan No. 4

Berdasarkan hasil tabel pemberian pinjaman modal sudah terlaksana dengan baik pegawai Dinas Koperasi dan UMKM mayoritas mengatakan bahwa ya sebanyak 45 orang (84,91%), yang menyatakan kadang-kadang sebanyak 8 orang (15,09%) dan tidak terdapat yang menyatakan tidak.

Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa pegawai Dinas Koperasi dan UMKM mengatakan bahwa penyaluran dana terlaksana dengan baik, akan tetapi masih ditemukan pegawai yang mengatakan bahwa penyaluran dana tidak dilaksanakan dengan baik.

Tabel 4.10

PROSEDUR PEMBERIAN PINJAMAN MEMBERATKAN

No Kategori Frekuensi Persentase (%)

1 Ya 50 94,34

2 Kadang-Kadang 3 5,66

3 Tidak - -

Jumlah 53 100 %

Sumber : Pertanyaan No. 5

(61)

sebanyak 50 orang (94,34%), yang mengatakan kadang-kadang sebanyak 3 orang (5,66%) dan tidak terdapat responden yang mengatakan tidak.

Data di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pegawai Dinas Koperasi dan UMKM mengatakan bahwa prosedur pemberian pinjaman memberatkan masyarakat terkadang memberatkan masyarakat yang ingin meminjam, hal ini dilakukan karena harus sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan, sehingga terkadang masyarakat merasa berat untuk meminjam karena prosedur tersebut, akan tetapi ditemukan juga responden yang mengatakan bahwa prosedur memang berat.

Tabel 4.11

PROSEDUR PEMINJAMAN DANA MENGACU PADA PERATURAN

No Kategori Frekuensi Persentase (%)

1 Ya 30 56,60

2 Kadang-Kadang 23 43,40

3 Tidak - -

Jumlah 53 100 %

Sumber : Pertanyaan No. 6

Berdasarkan hasil tabel yang mengatakan bahwa prosedur peminjaman dana mengacu pada peraturan pemerintah yang mengatakan ya sebanyak 30 orang (56,60%), yang menyatakan kadang-kadang sebanyak 23 orang (43,40%) dan tidak terdapat yang menyatakan tidak.

(62)

jawaban responden yang mayoritas menjawab ya, akan tetapi masih ditemukan responden yang menjawab tidak.

Tabel 4.12

APAKAH DANA CUKUP UNTUK MELAKSANAKAN PROGRAM PEMINJAMAN DANA

No Kategori Frekuensi Persentase (%)

1 Cukup 28 52,83

2 Kurang Cukup 25 47,17

3 Tidak Cukup - -

Jumlah 53 100 %

Sumber : Pertanyaan No. 7

Berdasarkan hasil tabel yang mengatakan bahwa anggaran dari pemerintah jadi penghambat sosialisasi program UMKM yang menyatakan cukup sebanyak 28 orang (52,83%), yang menyatakan kurang cukup sebanyak 25 orang (47,17%) dan yang tidak terdapat yang menyatakan tidak cukup.

(63)

Tabel 4.13

KEKURANGAN DANA MENJADI FAKTOR PENGHAMBAT KERJA DALAM PROSES PEMBERIAN PINJAMAN

No Kategori Frekuensi Persentase (%)

1 Ya 42 79,24

2 Kadang-Kadang 10 18,87

3 Tidak 1 1,89

Jumlah 53 100 %

Sumber : Pertanyaan No. 8

Tabel diatas menunjukkan bahwa kekurangan dana dari pemerintah menjadi faktor penghambat kerja dalam proses pemberian pinjaman, menurut karyawan Dinas Koperasi dan UMKM mengatakan ya sebanyak 42 orang (79,24%), yang mengatakan kadang-kadang sebanyak 10 orang (18,87%) dan yang mengatakan tidak sebanyak 1 orang (1,89%).

(64)

Tabel 4.14

MASYARAKAT MENGELUH AKAN KURANGNYA DANA YANG DIBERIKAN PEMERINTAH

No Kategori Frekuensi Persentase (%)

1 Banyak 41 77,36

2 Lumayan Banyak 10 18,87

3 Tidak Banyak 2 3,77

Jumlah 53 100 %

Sumber : Pertanyaan No. 9

Berdasarkan hasil tabel yang mengatakan masyarakat mengeluh akan kurangnya dana yang diberikan pemerintah untuk program UMKM yang menyatakan banyak sebanyak 41 orang (77,36%), yang menyatakan lumayan banyak sebanyak 10 orang (18,87%) dan yang menyatakan tidak banyak sebanyak 1 orang (3,77%).

(65)

2. Variabel Terikat (y), Kualitas pelayanan

Data tentang data yang diperoleh dari hasil penelitian angket dengan item yang berhubungan dengan kualitas pelayanan merupakan variabel terikat dalam penelitian ini, yaitu dikemukakan dalam tabel berikutnya:

Tabel 4.15

INFORMASI YANG DIBERIKAN JELAS DAN TERBUKA

No Kategori Frekuensi Persentase (%)

1 Ya 21 39,62

2 Kadang-Kadang 29 54,72

3 Tidak 3 5,66

Jumlah 53 100 %

Sumber : Pertanyaan No. 10

Berdasarkan hasil tabel tentang informasi yang diberikan jelas dan terbuka mayoritas mengatakan bahwa kadang-kadang sebanyak 29 orang (54,72%), yang menyatakan ya sebanyak 21 orang (39,62%) dan yang menyatakan tidak sebanyak 3 orang (5,66%).

(66)

Tabel 4.16

MASYARAKAT PEMINJAM MENGERTI TENTANG PENGINFORMASIAN PELAYANAN YANG DIBERIKAN

No Kategori Frekuensi Persentase (%)

1 Mengerti 14 26,42

2 Kurang mengerti 36 67,92

3 Tidak mengerti 3 5,66

Jumlah 53 100 %

Sumber : Pertanyaan No. 11

Berdasarkan hasil tabel yang mengatakan bahwa masyarakat peminjam mengerti tentang penginformasian pelayanan yang diberikan, yang menjawab mengerti sebanyak 14 orang (26,42%), yang menyatakan kurang mengerti sebanyak 36 orang (67,92%) dan yang menyatakan tidak mengerti sebanyak 3 orang (5,66%).

Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa pegawai Dinas Koperasi dan UMKM mengatakan bahwa penginformasian yang diberikan kepada masyarakat tentang layanan sosialisasi program UMKM kurang dimengerti oleh masyarakat peminjam

Tabel 4.17

MASYARAKAT PUAS TENTANG KETERBUKAAN PELAYANAN

No Kategori Frekuensi Persentase (%)

1 Puas 28 52,83

2 Kurang Puas 21 39,62

3 Tidak Puas 4 7,55

Jumlah 53 100 %

(67)

Berdasarkan hasil tabel yang mengatakan bahwa anggaran dari pemerintah jadi penghambat sosialisasi program UMKM yang menyatakan ya sebanyak 28 orang (52,83%), yang menyatakan kadang-kadang sebanyak 21 orang (39,62%) dan yang menyatakan tidak sebanyak 4 orang (7,55%).

Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa pegawai Dinas Koperasi dan UMKM mengatakan bahwa anggaran dari pemerintah jadi penghambat sosialisasi program UMKM sudah baik mayoritas menjawab ya, akan tetapi masih ditemukan pegawai yang mengatakan bahwa anggaran dari pemerintah menjadi penghambat sosialisasi program dinas Koperasi dan UMKM.

Tabel 4.18

EFISIENSI PELAYANAN YANG DIBERIKAN KEPADA MASYARAKAT SUDAH MENGACU PADA PROSEDUR

No Kategori Frekuensi Persentase (%)

1 Ya 29 54,72

2 Kadang-Kadang 21 39,62

3 Tidak 3 5,66

Jumlah 53 100 %

Sumber : Pertanyaan No. 13

Berdasarkan hasil tabel pemberian pinjaman modal sudah terlaksana dengan baik pegawai Dinas Koperasi dan UMKM mayoritas yang menyatakan ya sebanyak 29 orang (54,72%), yang mengatakan bahwa kadang-kadang sebanyak 21 orang (39,66%), dan yang menyatakan tidak sebanyak 3 orang (5,66%).

(68)

tetapi masih ditemukan pegawai yang mengatakan bahwa penyaluran dana kadang-kadang tidak dilaksanakan dengan baik bahkan ada yang mengatakan tidak sama sekali.

Tabel 4.19

MASYARAKAT MENGELUH AKAN PEMBATASAN PERSYARATAN PEMINJAMAN DANA

No Kategori Frekuensi Persentase (%)

1 Ya 18 33,96

2 Kadang-Kadang 28 52,83

3 Tidak 7 13,21

Jumlah 53 100 %

Sumber : Pertanyaan No. 14

Tabel diatas menunjukkan prosedur pemberian pinjaman memberatkan masyarakat, menurut karyawan Dinas Koperasi dan UMKM mengatakan ya sebanyak 18 orang (33,96%), yang mengatakan kadang-kadang sebanyak 28 orang (52,83%) dan yang mengatakan tidak sebanyak 7 orang (13,21%).

Gambar

Tabel 4.1 DISTRIBUSI RESPONDEN BERDASARKAN USIA
Tabel 4.2 DISTRIBUSI RESPONDEN BERDASARKAN JENIS KELAMIN
Tabel 4.4
Tabel 4.5
+7

Referensi

Dokumen terkait

1) Parameter fisis yang disertakan dalam Hukum Green adalah parameter eksternal, yang disebut dengan efek ’shoaling’ karena dipicu oleh perubahan kedalaman lokal laut

Adla Nur Shofa: Ada empat cara yang dapat dilakukan untuk memulai suatu usaha atau memasuki dunia usaha yaitu: Merintis usaha baru, Membeli Perusahaan yang sudah

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa sebagian besar karyawan Jambuluwuk Puncak Resort setuju bahwa pengalaman kerja dari dalam maupun luar perusahaan membantu

Penulis mengucapkan puji syukur ke hadirat Allh SWT yang telah memberikan kemudahan dan kelancaran serta rahmat, karunia dan hidayah-Nya yang selalu terlimpahkan sehingga

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi/karya tulis yang berjudul “Pengaruh Dana Pihak Ketiga (DPK), Inflasi, dan Margin Murabahah terhadap Pembiayaan Murabahah

Pengumpulan data dari penelitian ini pengaruh prinsip Good Corporate Governance (GCG) terhadap peningkatan laba Perusahaan, dilakukan dengan cara kuesioner untuk mendapatkan

Menyusun kubus menyerupai stupa, digunakan untuk , mengenalkan warna mengenalkan jumlah motorik halus konsentrasi Harga Rp.45.000,- Menara Balok Digunakan untuk :

1) Faktor keturunan, unggas yang baik umumnya akan mampu menghasilkan telur yang berkualitas baik pula. 2) Kualitas makanan, kualitas makanan akan mempengaruhi laju pertumbuhan