• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Incest (Studi Putusan Nomor : 1349 Pid.Sus 2015 PN.Mdn)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Tinjauan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Incest (Studi Putusan Nomor : 1349 Pid.Sus 2015 PN.Mdn)"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Anak merupakan sebuah anugerah yang tidak ternilai bagi setiap orang

tua. Kelahiran seorang anak menjadi hal yang paling ditunggu dalam sebuah

keluarga. Setiap perkembangan dan pertumbuhan seorang anak akan menjadi

perhatian orang tua. Seorang anak merupakan potensi yang sangat penting,

generasi penerus masa depan bangsa, penentu kualitas sumber daya manusia

(SDM) Indonesia yang akan menjadi pilar utama pembangunan nasional, sehingga

perlu ditingkatkan kualitasnya dan mendapatkan perlindungan secara

sungguh-sungguh dari semua elemen masyarakat. Anak merupakan sebuah anugerah yang

tidak ternilai bagi setiap orang tua.

Mengenai hak dan kewajiban orang tua diatur dalam Pasal 45

UndangUndang No. 1 Tahun 1974 yang menyatakan :

1. Kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak mereka

sebaikbaiknya.

2. Kewajiban orang tua yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini berlaku

sampai anak itu kawin atau dapat berdiri sendiri, kewajiban mana berlaku terus

meskipun perkawinan antara kedua orang tua putus.1

Namun disayangkan, orangtua yang pada hakekatnya menjadi tempat

anak–anak berlindung justru malah tidak memainkan perannya tersebut. Hal ini

dapat kita liat dari semakin banyaknya kasus kekerasan yang justru pelakunya

1

(2)

adalah orang terdekat sendiri. Hal inilah yang mengundang keperihatinan kita.

Bentuk kekerasan yang dialami anak dapat berupa tindakan-tindakan kekerasan,

baik secara fisik, psikis maupun seksual. Pada dasarnya, alasan anak menjadi

sasaran korban kekerasan oleh orangtuanya adalah karena anak merupakan

makhluk yang lemah dan belum bisa melindungi dirinya sendiri. Ia belum bisa

menentang perlakuan kasar dari orang tua. Selain itu juga adanya rasa hormat

yang dijunjung oleh si anak terhadap orangtuanya.

Melalui informasi dari media massa, baik media cetak maupun media

elektronik setiap harinya selalu saja ada pemberitaan yang marak mengenai tindak

kejahatan. Dalam perkembangan sehari-hari banyak terjadi kejahatan, misalnya

kejahatan terhadap harta kekayaan (pencurian, penggelapan, pemerasan, penipuan

dan lain-lain), kejahatan terhadap tubuh dan nyawa, misalnya pembunuhan,

penganiayaan, dan lain-lain serta berbagai jenis kejahatan dibidang kesusilaan,

dan salah satunya yang saat ini menjadi tindak pidana yang memprihatinkan dan

membutuhkan perhatian yang sangat serius dari semua pihak adalah tindak pidana

perkosaan, lebih tragis lagi apabila perkosaan itu dilakukan di kalangan keluarga

sendiri atau yang disebut inses yang merupakan salah satu kejahatan seksual yang

masih sangat tabu di dalam masyarakat dan merupakan salah satu dari sekian

banyak pelanggaran hak asasi manusia.

Adanya kasus incest yang dilakukan oleh seorang ayah terhadap anaknya

yang terjadi di Indonesia dapat dianggap sebagai salah satu indikator buruknya

kualitas perlindungan anak. Keberadaan anak yang belum mampu untuk hidup

mandiri tentunya sangat membutuhkan orang-orang sebagai tempat

(3)

telah berupaya memberikan perlindungan hukum pada anak sehingga anak dapat

memperoleh jaminan atas kelangsungan hidup dan penghidupannya sebagai

bagian dari hak asasi manusia, dan bagaimana pula para orang tua menyadari

peran mereka untuk mendidik dan melindungi anak yang menjadi tanggung jawab

mereka sebagai orang tua. Padahal, berdasarkan Pasal 20 Undang –Undang

Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, yang berkewajiban dan

bertanggungjawab terhadap penyelenggaraan perlindungan anak adalah negara,

pemerintah, masyarakat, keluarga, dan orang tua.

Tindak pidana terhadap seksualitas itu tidak hanya terjadi pada lingkungan

umum saja namun juga terjadi dalam lingkungan keluarga atau rumah yang

seharusnya menjadi tempat paling aman bagi anggota keluarga untuk berlindung.

Hampir tidak dapat dipercayai bahwa pelaku kekerasan adalah orang yang justru

dicintai dan dipercayai untuk menjaganya: ayah, suami, paman, kerabat dan

orang-orang di dalam rumah sendiri.2

Hal yang cukup memprihatinkan adalah kecenderungan makin maraknya

kejahatan seksual yang tidak hanya menimpa perempuan dewasa, tapi juga

menimpa anak-anak di bawah umur.3

a. Mengasuh, memelihara, mendidik, dan melimdungi anak ;

Menurut ketentuan Pasal 26 ayat (1) Undang-undang Nomor 23 Tahun

2002 tentang Perlindungan Anak menentukan bahwa “orangtua berkewajiban dan

bertanggungjawab untuk:

2

Sulistyowati Irianto (ed), Perempuan dan Hukum : Menuju Hukum yang Berspektif Kesetaraan dan Keadilan, Yayasan Obor Indonesia,Jakarta, 2006, hal.83.

3

(4)

b. Menumbuhkembangkan anak sesuai dengan kemampuan, bakat, dan minatnya ;

dan

c. Mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak-anak.”

Dari ketentuan di atas dapat diketahui peran dan kewajiban orangtua yang

sesungguhnya adalah untuk menjaga dan selalu memberikan perlindungan dalam

hal apapun terhadap anaknya, namun pada kenyataannya masih ada saja orangtua

yang bersikap tidak sesuai pada aturan yang ada. Hal ini tentunya akan menjadi

ancaman terhadap anak dalam sebuah relasi keluarga.

Berdasarkan uraian tersebut diatas, penulis tertarik mengkaji lebih dalam

dan menyusun dalam bentuk skripsi dengan judul Tinjauan Kriminologi

Terhadap Tindak Pidana Incest (Studi Putusan No. 1349/Pid.Sus/2015/PN.Mdn).

B.Permasalahan

Permasalahan adalah kesengajaan antara apa yang seharusnya dengan apa

yang senyatanya, antara apa yang diperlukan dengan apa yang tersedia, antara

harapan dan capaian atau singkatnya antara das sollen dan das sein.4

1. Bagaimana pengaturan hubungan seksual sedarah (incest) dalam berbagai

peraturan perundang-undangan.

Sedangkan

perumusan masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, mengambil beberapa permasalahan yang akan

diurai dalam topik pembahasan, yaitu sebagai berikut :

2. Bagaimana faktor-faktor penyebab, akibat dan upaya penanggulangan

hubungan seksual sedarah (incest).

4

(5)

3. Bagaimana penegakan hukum terhadap pelaku hubungan seksual sedarah

(incest) dalam perkara No. 1349/Pid.Sus/2015/PN.Mdn ?

C.Keaslian Penulisan

Skripsi ini merupakan karya tulis asli yang bisa dibuktikan keasliannya,

skripsi ini membahas tentang TINJAUAN KRIMINOLOGI TERHADAP

TINDAK PIDANA INCEST (Studi Putusan No. 1349/Pid.Sus/2015/PN.Mdn).

Penulisan skripsi ini dibuat dengan tujuan untuk menyelesaikan program S1

Fakultas Hukum USU. Penulisan skripsi ini mencari Referensi dan inforasi dari

buku-buku tentang Hukum Pidana khususnya, situs-situs internet, dan

Narasumber yang berkaitan dengan skripsi penulis. Serta keaslian penulis juga

dapat dibuktikan dari adanya keterangan dari pihak bagian administrasi/ jurusan

Hukum Pidana.

D.Tujuan Penulisan

Tujuan kegiatan penulisan ini dilakukan agar dapat menyajikan data yang

akurat sehingga dapat memberi manfaat dan mampu menyelesaikan masalah.

Berdasarkan hal tersebut, maka penulis mempunyai tujuan sebagai berikut:

1. Dapat mengetahui pengaturan hubungan seksual sedarah (incest) dalam

berbagai peraturan.

2. Dapat mengetahui yang menjadi faktor-faktor penyebab terjadinya incest.

3. Dapat mengetahui bagaimana penegakan hukum terhadap pelaku

hubungan seksual sedarah (incest) dan upaya pada penanggulangan dari

(6)

E.Manfaat Penulisan

Suatu penelitian akan sangat berguna apabila hasilnya memberikan manfaat,

tidak hanya bagi sendiri, tetapi juga bermanfaat bagi orang banyak yang

menggunakannya. Adapun manfaat dari penulisan skripsi ini adalah :

1. Secara teoritis :

a. Memberikan sumbangan bagi pengembangan Ilmu Hukum pada umumnya

dan Hukum Pidana pada khususnya tentang incestdalam perspektif hukum

pidana.

b. Agar dapat membantu menambah bahan bagi aparat penegak hukum.

2. Secara Praktis :

a. Memberikan informasi dalam setiap perkembangan ilmu hukum pada

umumnya dan hukum pidana pada khususnya yang berkaitan dengan

masalah yang dibahas dalam penelitian ini.

b. Menjadi masukan bagi masyarakat pada umumnya dan para penegak

hukum pada khususnya dalam mencegah dan menanggulangi terjadinya

kejahatan pemerkosaan pada anak.

c. para penegak hukum pada khususnya dalam mencegah dan menanggulangi

terjadinya tindak pidana incestterhadap anak.

F. Tinjauan Kepustakaan

1. Pengertian Hubungan Seksual Sedarah (Incest)

Incest berasal dari bahasa latin Incestus yang berarti tidak suci, tidak

senonoh dan Incestare yang berarti menodai atau mengotori. Definisi incest yang

(7)

lainnya antara individu yang mempunyai hubungan dekat, yang perkawinan

diantara mereka dilarang oleh hukum maupun kultur.

Pada umumnya hubungan sumbang adalah hubungan saling mencintai

yang bersifat seksual yang dilakukan oleh pasangan yang memiliki ikatan

keluarga (kekerabatan) yang dekat, biasanya antara ayah dengan anak

perempuannya, ibu dengan anak laki-lakinya, atau antar sesama saudara kandung

atau saudara tiri. Para sarjana memepunyai pendapat sendiri tentang pengertian

incest ini, Soerjono Soekanto dan Pudji Santoso menyebutkan bahwa “Incest atau

hubungan sumbang adalah hubungan seksual yang dilakukan dengan kerabat atau

keluarga”.Yang berarti bahwa tidak ada batasan tertentu siapa yang disebut

sebagai pelaku secara spesifik. Bila telah terjadi hubungan seksual di dalam

keluarga, selain yang sepantasnya, maka ia disebut sebagai pelaku incest.5

Kekerasan seksual terhadap anak dapat terjadi kapan saja dan di mana

saja. Siapa pun bisa menjadi pelaku kekerasan seksual terhadap anak, karena tidak

adanya karakteristik khusus. Pelaku kekerasan seksual terhadap anak mungkin

dekat dengan anak, yang dapat berasal dari berbagai kalangan. Pedofilia tidak

pernah berhenti, pelaku kekerasan seksual terhadap anak juga cenderung

memodifikasi target yang beragam, dan siapa pun bisa menjadi target kekerasan

seksual, bahkan anak ataupun saudaranya sendiri, itu sebabnya pelaku kekerasan

seksual terhadap anak ini dapat dikatakan sebagai predator.6

Menurut Sawitri Supardi Sadarjoen, inses (incest) adalah “hubungan

seksual yang dilakukan oleh pasangan yamg memiliki ikatan keluarga yang kuat,

5

Soerjono Soekanto. Beberapa Catatan Tentang Psikologi Hukum, Jakarta: Citra Aditya

Bakti, 1989hlm.44.

6

(8)

seperti misalnya ayah dengan anak perempuannya, ibu dengan anak laki-lakinya,

atau antar sesama keluarga kandung”.7

Ruth S. Kempe dan C Henry Kempe mendefenisikan incest sebagai

hubungan seksual antara anggota keluarga dalam rumah, baik antara kakak-adik

kandung atau tiri, ayah-anak kandung, ayah-anak tiri, paman-keponakan kandung

atau tiri.8

Incest antara orang dewasa dan anak di bawah umur dianggap sebagai

bentuk pelecehan seksual anak.Kasus ini terbukti menjadi salah satu bentuk

pelecehan masa kanak-kanak paling ekstrim, seringkali menjadi trauma psikologis

yang serius dan berkepanjangan, terutama dalam kasus incestyang dilakukan Sedangkan pengertian yang lebih luas lagi ialah hubungan seksual yang

dilakukan seseorang dalam keluarga atau seseorang yang sudah seperti keluarga,

baik laki-laki ataupun perempuan seperti ayah kandung, ayah tiri, ibu dari pacar,

saudara laki-laki, saudara tiri, guru, teman, pendeta/ulama, paman atau kakek.

Incest yang terjadi tanpa unsur kekerasan, paksaan atau rayuan, tapi

berdasarkan rasa saling mau atau suka baik untuk menyenangkan suatu pihak

maupun untuk memenuhi tujuan seksual kedua belah pihak juga ada.Incest yang

bertujuan menyenangkan suatu pihak biasanya terjadi antara anak dengan ayah

kandung atau tiri maupun antara anak dengan ibu kandung atau tiri. Dalam kasus

ini umumnya anak berada di pihak pemberi atau memperhatikan dan unsur

kasihan atau ingin menyenangkan orangtuanya cenderung menjadi faktor

pendorong, misalnya karena ia tahu ayah dan ibunya tidak lagi dapat berhubungan

seksual dengan ibu atau ayahnya karena alas an medis atau factor usia.

7

Sawitri Supardi Sadarjoen. Bunga Rampai Kasus Gangguan Psikoseksual, Refika Aditama Bandung. 2005.Hal. 44

8

(9)

orangtua. 9

Kekerasan seksual (sexual abuse) merupakan jenis penganiayaan yang

biasanya dibagi dua dalam kategori berdasar identitas pelaku, yaitu:

Orang dewasa yang masa kecilnya pernah menjadi korban incest dari

orang dewasa seringkali menderita rasa rendah diri, kesulitan dalam hubungan

interpersonal, dan disfungsi seksual, serta berisiko tinggi mengalami gangguan

mental, termasuk depresi, kecemasan, reaksi penghindaran fobia, gangguan

somatoform, penyalahgunaan zat, gangguan kepribadian garis-batas, dan

gangguan stres pasca-trauma yang kompleks. Akibat psikologis makin diperparah

dengan adanya stigma dari masyrakat mengenai nilai kehormatan dan

keparawanan seorang perempuan, sehingga anak yang menjadi korban perkosaan

akan merasa dirinya tidak lagi berharga dan membawa aib. Hal inilah yang perlu

menjadi perhatian bagi aparat penegak hukum dalam menjatuhkan pidana bagi

pelakunya.

10

a. Familial Abuse

Termasuk familial abuse adalah incest, yaitu kekerasan seksual dimana

antara korban dan pelaku masih dalam hubungan darah, menjadi bagian dalam

keluarga inti. Dalam hal ini termasuk seseorang yang menjadi pengganti orang

tua, misalnya ayah tiri, atau kekasih, pengasuh atau orang yang dipercaya

merawat anak. incest dalam keluarga dan mengaitkan dengan kekerasan pada

anak, yaitu kategori pertama, penganiayaan (sexual molestation), hal ini meliputi

interaksi noncoitus, petting, fondling, exhibitionism, dan voyeurism, semua hal

yang berkaitan untuk menstimulasi pelaku secara seksual. Kategori kedua,

perkosaan (sexual assault), berupa oral atau hubungan dengan alat kelamin,

akses pada tanggal 10 juli 2017, jam 16.53.

10

(10)

masturbasi, stimulasi oral pada penis (fellatio), dan stimulasi oral pada klitoris

(cunnilingus). Kategori terakhir yang paling fatal disebut perkosaan secara paksa

(forcible rape), meliputi kontak seksual. Rasa takut, kekerasan, dan ancaman

menjadi sulit bagi korban.

b. Extra Familial Abuse

Kekerasan seksual adalah kekerasan yang dilakukan oleh orang lain di luar

keluarga korban. Pada pola pelecehan seksual di luar keluarga, pelaku biasanya

orang dewasa yang dikenal oleh sang anak dan telah membangun relasi dengan

anak tersebut, kemudian membujuk sang anak ke dalam situasi dimana pelecehan

seksual tersebut dilakukan, sering dengan memberikan imbalan tertentu yang

tidak didapatkan oleh sang anak di rumahnya. Sang anak biasanya tetap diam

karena bila hal tersebut diketahui mereka takut akan memicu kemarah dari

orangtua mereka.11

11

Ibid Hal. 17

Tindak pidana incest merupakan perbuatan yang tidak bermoral dimana

seorang ayah terhadap puteri kandungnya sendiri mencerminkan kelainan pada

aktivitas seksual si pelaku yang dikenal dengan dengan istilah incest yaitu

hubungan seksual antara ayah dengan anak kandungnya, ibu dengan anak

kandungnya, kakak dengan adiknya. Incest dapat diartikan hubungan seks

keluarga sedarah (yang tidak boleh dinikahi). Kejahatan incest terhadap anak

sebagai korbannya merupakan salah satu masalah sosial yang sangat meresahkan

mesyarakat sehingga perlu dicegah dan ditanggulangi. Oleh karena itu masalah ini

perlu mendapatkan perhatian serius dari semua kalangan terutama kalangan

(11)

Walaupun secara umum incest pada saat sekarang ini telah dianggap

sebagai sesuatu yang dilarang oleh masyarakat, atau lazim disebut tabu, namun

beberapa bentuk incest di dalam dua puluh masyarakat diakui.Di Amerika Serikat

suatu cult, masyarakat Guyon, menegakkan praktek incest dalam keluarga

inti.Alasan penerimaan mereka terhadap incest ini adalah bahwa mereka yakin

ekspresi seksual tidak perlu ditahan-tahan, dan bahwa suatu hal yang logis,

orangtualah yang memperkenalkan seksualitas terhadap anak. Di Amerika

Serikat, hampir seluruh Negara bagian mempunyai sanksi kriminal terhadap

perilaku incest ini, jadi bukanlah suatu kebetulan kalau keberadaan masyarakat ini

bersifat Rahasia.

2. Ruang Lingkup Hubungan Sedarah

Hubungan Sedarah atau biasa disebut incest adalah hubungan saling

mencintai yang bersifat seksual yang dilakukan oleh pasangan yang memiliki

ikatan keluarga atau kekerabatan yang dekat, biasanya antara ayah dengan anak

perempuannya, ibu dengan anak laki-lakinya, atau antar sesama saudara kandung

atau saudara tiri. Hubungan Sedarah diketahui berpotensi tinggi menghasilkan

keturunan yang secara biologis lemah, baik fisik maupun mental (cacat), atau

bahkan letal (mematikan).

Secara umum ada dua kategori incest. Pertama parental incest, yaitu

hubungan antara orang tua dan anak. Kedua sibling incest, yaitu hubungan antara

saudara kandung. Kategori incest dapat diperluas lagi dengan memasukkan

orang-orang lain yang memiliki kekuasaan atas anak tersebut, misalnya paman, bibi,

(12)

Banyak hal yang tidak dapat diterima oleh akal sehat sebagai manusia

normal yang bermoral, bila kita perhatikan fakta yang ada di sekitar peristiwa

incest.Sebagai contoh bila ditelusuri beberapa bentuk dan jenis incest, juga dilihat

tentang karateristik incest.

lima jenis perilaku incest, yaitu : 12

1. Incest fungsional (atau yang terlembaga).

Sebagai contoh dari incest ini dilihat dari praktek poligami dan

perkawinan dengan putri dan saudara perempuan oleh suku Mormon, yang

menegaskan beberapa rasionalisasi teologis untuk perilaku ini, praktek itu umum

hingga Negara bagian Utah meminta sanksi kriminal terhahap incest dan

poligami.

2. Incest yang tiba-tiba atau tidak diorganisir.

Jenis ini terjadi dalam komunitas-komunitas yang berada dalam keadaan

disorganisasi sosial dan yang terlalu rumit.

3. Incest Patologis.

Dalam jenis ini satu atau kedua pelaku rusak secara mental atau psikotis. Yang

rusak mental adalah ekstrasociental, dalam artian bahwa mereka tidak mampu

menginternalisir aturan moral yang melarang incest.

4. Incest melalui fiksasi objek.

Jenis ini didasarkan pada objek awal kepuasan seksual. Bila fiksasi objek

menimbulkan incest, sumber kepuasan awal selalu anak muda. Dalam usia

kemudian, ayah (atau kurang khusus ibu) mengambil anaknya sebagai mitra

seksual yang paling menggairahkan.

(13)

5. Incest Psikopatic.

Incest ini meliputi kasus-kasus dimana mitra dominan adalah personalitas normal

dan intelijensi, memiliki mitra yang sudah kawin yang akan memberikan saluran

seksual yang normal, akan tetapi masih menghajar anaknya, walaupun sadar

perilaku bejat itu salah. Kemungkinan bahwa beberapa dari kasus ini akan

diklasifikasikan sebagai “fiksasi objek” jika lebih banyak data yang diperoleh

Sebagai contoh kasus incest di masyarakat yang dihimpun Sumut Pos

antara lain:

a. Riswan Ali Amran (36) Tapanuli Tengah (Tapteng) menodai adik

kandungnya sendiri hingga mengandung 6,5 bulan Tidak tahan dengan

perlakuan itu akhirnya korban menceritakan perbuatan abangnya itu

kepada ibunya, lalu warga memboyong Riswan ke Polsek Kolang,

Tapanuli Tengah (Tapteng).

b. Andrika (39) Warga dari Dusun Otorita Desa Sawit Hulu Kecamatan

Sawit Seberang-Langkat tega meniduri Tin (11) putri kandungnya

selama tiga tahun. Ayah itu didapati istrinya menggagahi putri

kandungnya itu, sekira pukul 04.30 WIB Tidak tahan dengan

perbuatan ayahnya tersebut akhirnya ibunya menceritakan kejadian

tersebut kepada warga , dan akhirnya di laporkan langsung ke Unit

Perlindungan Perempuan dan Anak (UPPA) Polres Langkat dan pelaku

sendiri telah di amankan untuk proses hukum lebih lanjut. 13

(14)

3. Batasan Umur Anak

Secara umum dikatakan anak adalah seorang yang dilahirkan dari

perkawinan anatar seorang perempuan dengan seorang laki-laki dengan tidak

menyangkut bahwa seseorang yang dilahirkan oleh wanita meskipun tidak pernah

melakukan pernikahan tetap dikatakan anak.

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), anak adalah

keturunan kedua. Dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang

perlindungan anak, dikatakan bahwa anak adalah amanah dan karunia Tuhan

Yang Maha Esa, yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia

seutuhnya. Lebih lanjut dikatakan bahwa anak adalah tunas, potensi, dan generasi

muda penerus cita-cita perjuangan bangsa, memiliki peran strategis dan

mempunyai ciri dan sifat khusus yang menjamin kelangsungan eksistensi bangsa

dan negara pada masa depan. Oleh karena itu agar setiap anak kelak mampu

memikul tanggung jawab tersebut, maka perlu mendapat kesempatan yang

seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal, baik fisik, mental maupun

sosial, dan berahlak mulia, perlu dilakukan upaya perlindungan serta untuk

mewujudkan kesejahteraan anak dengan memberikan jaminan terhadap

pemenuhan hak-haknya serta adanya perlakuan tanpa diskriminasi. 14

Pengertian anak dapat ditinjau dari usia atau dari aspek kejiwaan.

Seseorang dapat dikategorikan sebagai anak bila ia berumur antara 8 sampai 17

tahun, bila ditinjau dari batasan usia, sementara dari aspek kejiwaan terdapat

pengklasifikasian defenisi yang agak rinci dan mempunyai tingkatan yang lebih

14

(15)

jelas, yaitu anak, remaja dini, remaja penuh. Dewasa muda dan akhirnya

dewasa.15

a. Pengertian anak dari aspek agama.

Anak juga merupakan cikal bakal lahirnya suatu generasi baru yang

merupakan penerus cita-cita perjuangan bangsa dan sumber daya manusia bagi

pembangunan Nasional.Anak adalah assetbangsa.Masa depan bangsa dan Negara

dimasa yang akan datang berada ditangan anak sekarang.Semakin baik

keperibadian anak sekarang maka semakin baik pula kehidupan masa depan

bangsa. Begitu pula sebaliknya, Apabila keperibadian anak tersebut buruk maka

akan bobrok pula kehidupan bangsa yang akan datang.

Untuk mendekati makna yang benar tentang anak itu sendiri, sangatlah

diperlukan suatu pengelompokan pengertian anak, yang dapat kita bagi dari

berbagai sudut pandang, seperti dari aspek religius, sosiologis, ekonomi, dan

hukum.

Dalam sudut pandang yang dibangun oleh agama khususnya dalam hal

ini adalah agama islam, anak merupakan makhluk yang dhaif dan mulia, yang

keberadaannya adalah kewenangan dari kehendak Allah SWT dengan melalui

proses penciptaan. Oleh karena anak mempunyai kehidupan yang mulia dalam

pandangan agama islam, maka anak harus diperlakukan secara manusiawi seperti

diberi nafkah baik lahir maupun batin, sehingga kelak anak tersebut tumbuh

menjadi anak yang berakhlak mulia seperti dapat bertanggung jawab dalam

mensosialisasikan dirinya untuk mencapai kebutuhan hidupnya dimasa

mendatang.

15

(16)

b. Pengertian dari aspek ekonomi.

Dalam pengertian ekonom, anak dikelompokan pada golongan non

produktif.Apabila terdapat kemampuan yang persuasive pada kelompok anak, hal

itu disebabkan karena anak mengalami transpormasi financial sebagai akibat

terjadinya interaksi dalam lingkungan keluarga yang didasarkan nilai

kemanusiaan. Fakta-fakta yang timbul dimasyarakat anak sering diproses untuk

melakukan kegiatan ekonomi atau produktivitas yang dapat menghasilkan

nilai-nilai ekonomi. Kelompok pengertian anak dalam bidang ekonomi mengarah pada

konsepsi kesejahteraan anak sebagaimana yang ditetapkan oleh UU no.4 tahun

1979 tentang kesejahteraan anak yaitu anak berhak atas kepeliharaan dan

perlingdungan, baik semasa dalam kendungan , dalam lingkungan masyarakat

yang dapat menghambat atau membahayakan perkembanganya, sehingga anak

tidak lagi menjadi korban dari ketidakmampuan ekonomi keluarga dan

masyarakat.

c. Pengertian dari aspek sosiologis

Dalam aspek sosiologis anak diartikan sebagai makhluk ciptaan Allah

SWT yang senantiasa berinteraksi dalam lingkungan masyarakat bangsa

dan negara.Dalamhal ini anak diposisikan sebagai kelompok sosial yang

mempunyai status sosial yang lebih rendah dari masyarakat dilingkungan tempat

berinteraksi. Makna anak dalam aspek sosial ini lebih mengarah pada

perlindungan kodrati anak itu sendiri. Hal ini dikarenakan adanya

keterbatasan-keterbatasan yang dimiliki oleh sang anak sebagai wujud untuk berekspresi

(17)

tersebut berada pada proses pertumbuhan, proses belajar dan proses sosialisasi

dari akibat usia yang belum dewasa.

d.Pengertian anak dari aspek hukum

Dalam hukum kita terdapat pluralisme mengenai pengertian anak.Hal ini

adalah sebagai akibat tiap-tiap peraturan perundang-undangan yang mengatur

secara tersendiri mengenai peraturan anak itu sendiri.Pengertian anak dalam

kedudukan hukum meliputi pengertian anak dari pandangan system hukum atau

disebut kedudukan dalam arti khusus sebagai objek hukum. Kedudukan anak

dalam artian dimaksud meliputi pengelompokan kedalam subsistem sebagai

berikut:

1).Pengertian Anak Menurut Hukum Perdata.

Pasal 330 KUHPerdata memberikan pengertian anak adalah orang yang

belum dewasa dan seseorang yang belum mencapai usia batas legitimasi hukum

sebagai subjek hukum atau layaknya subjek hukum nasional yang ditentukan oleh

perundang-undangan perdata. Dalam ketentuan hukum perdata anak mempunyai

kedudukan sangat luas dan mempunyai peranan yang amat penting, terutama

dalam hal memberikan perlindungan terhadap hak-hak keperdataan anak,

misalnya dalam masalah pembagian harta warisan, sehingga anak yang berada

dalam kandungan seseorang dianggap telah dilahirkan bilamana kepentingan si

anak menghendaki sebagaimana yang dimaksud oleh pasal 2 KUHPerdata.

Kedudukan seorang anak akibat belum dewasa, menimbulkan hak-hak

anak yang harus direalisasikan dengan ketentuan hukum khusus yang menyangkut

urusan hak-hak keperdataan anak tersebut. Hak-hak keperdataan anak dijelaskan

(18)

“Anak yang ada dalam kandungan seorang perempuan, dianggap telah dilahirkan,

bilamana kepentingan si anak menghendaki”.16

Pasal 45 KUHP, mendefinisikan anak yang belum dewasa apabila belum

berumur 16 (enam belas) tahun. Oleh karena itu, apabila ia tersangkut dalam

perkara pidana hakim boleh memerintahkan supaya si tersalah itu di kembalikan

kepada orangtuanya; walinya atau pemeliharanya dengan tidak dikenakan suatu

hukuman. Atau memerintahkannya supaya diserahkan kepada pemerintah dengan

tidak dikenakan sesuatu hukuman. Ketentuan pasal 35, 46, dan 47 KUHP ini

sudah di gantikan dengan Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 lalu diganti dengan

Undang-Undang No 11 tahun 2012.

2).Pengertian Anak Menurut Hukum Pidana.

17

Pasal 1(1) Undang-undang Pokok Perburuhan (Undang-undang No.13

Tahun 2003) mendefenisikan, anak adalah orang laki-laki atau perempuan

berumur 14 tahun ke bawah.

3).Pengertian Anak Dalam Hukum Perburuhan.

18

Pasal 7(1) Undang-undang Pokok Perkawinan (Undang-undang No. 1

Tahun 1974) mengatakan, seorang pria hanya diizinkan kawin apabila telah

mencapai usia 19 (sembilan belas) tahun dan pihak wanita telah mencapai umur

16 (enam belas) tahun. Hanya dapat dimintakan dispensasi kepada Pengadilan

Negeri.

4).Pengertian Anak Menurut Undang-undang Perkawinan.

19

16

R. Subekti dan R Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,(Jakarta:Pradnya Paramitha,1992). Hal 3.

17

Darwan Prinst, S.H., Hukum Anak Indonesia, (Bandung: Citra Aditya Bakti,1997)hal.3 18

Ibid, hal.3 19

(19)

5) Pengertian anak dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2002

Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun,

termasuk anak yang masih dalam kandungan.

4. Pengertian Perlindungan Hukum Terhadap Anak

Yang dimaksud Perlindungan Hukum dalam skripsi ini adalah

Perlindungan hukum terhadap anak, maka sebelum sampai pada pengertian

Perlindungan Hukum terhadap anak, harus pula diketahui apakah yang dimaksud

dengan Perlindungan Anak.

Perlindungan anak adalah meletakkan hak anak ke dalam status sosial

anak dalam kehidupan masyarakat, sebagai bentuk perlindungan terhadap

kepentingan-kepentingan anak yang mengalami masalah sosial. Perlindungan

dapat diberikan pada hak-hak dalam berbagai proses edukasional terhadap

ketidakpahaman dan ketidakmampuan anak dalam suatu tugas-tugas sosial

kemasyarakatan. Perlindungan anak adalah suatu usaha mengadakan kondisi dan

suatu usaha mengadakan kondisi dan situasi yang memungkinkan pelaksanaan

hak dan kewajiban anak secara manusiawi positif.20

Salah satu orang di antara para aktvis perempuan itu adalah Eglantyne

Jebb, yang kemudian mengembangkan butir-butir pernyataan tentang hak anak

pada tahun 1923 di adopsi menjadi save the children fund international union

yang antara lain berupa:21

1. Anak harus dilindungi di luar dari segala pertimbangan ras, kebangsaan dan

kepercayaan;

2. Anak harus dipelihara dengan tetap menghargai keutuhan keluarga;

20

Romli Atmasasmita, Peradilan Anak di Indonesia, (Bandung: Mandar Maju. 1997).Hal.14

21

(20)

3. Anak harus disediakan sarana-sarana yang di perlukan untuk perkembangan

secara normal, baik material, moral dan spritual;

4. Anak yang lapar harus diberi makan, anak yang sakit harus dirawat, anak cacat

mental atau cacat tubuh harus dididik, anak yatim piatu dan anak terlantar harus

diurus/diberi pemahaman;

5. Anaklah yang pertama-tama harus mendapatkan bantuan/pertolongan pada saat

terjadi kesengsaraan;

6. Anak harus menikmati dan sepenuhnya mendapat manfaat dari program

kesejahteraan dan jaminan sosial, mendapat pelatihan agar pada saat diperlukan

nanti dapat dipergunakan untuk mencari nafkah, serta harus mendapat

perlindungan dari segala bentuk ekploitasi; dan

7. Anak harus diasuh dan dididik dengan suatu pemahaman bahwa bakatnya

dibutuhkan untuk pengabdian kepada semua umat.

Kegiatan perlindungan anak merupakan suatu tindakan hukum yang

membawa akibat hukum. Oleh sebab itu perlu adanya jaminan hukum bagi

kegiatan perlindungan anak tersebut. Kepastian hukumnya perlu diusahakan demi

kelangsungan kegiatan perlindungan anak dan mencegah penyelewengan yang

membawa akibat negatif yang tidak diinginkan dalarn pelaksanaan kegiatan

perlindungan anak.

Dalam arti luas Perlindungan anak adalah semua usaha yang melindungi

anak melaksanakan hak dan kewajibannya secara manusiawi positif.Setiap anak

dapat melaksanakan haknya, ini berarti dilindungi untuk memperoleh dan

(21)

bertumbuh kembang dan perlindungan dalam pelaksanaan hak dan kewajibannya

sendiri dan atau bersama para pelindungnya.22

Indonesia sendiri sebagai anggota PBB, meratifikasi konvensi hak anak

melalui Kepres No. 36 TahuN 1990 yang menandakan bahwa indonesia secara

nasional memiliki perhatian khusus terhadap hak-hak anak. Berkaitan dengan

penjabaran hak-hak anak dalam konvensi hak anak, telah dijabarkan sebelumnya

yang pada prinsipnya memuat empat kategori hak anak, yakni hak terhadap

kelangsungan hidup, hak terhadap perlindunga , hak untuk tumbuh kembang, dan

hak untuk berpartisipasi.

Selanjutnya, upaya perlindungan anak akhirnya membuahkan hasil nyata

dengan di deklarasikan Konvensi Hak Anak (convention on the right of the child)

secara bulat oleh majelis umum PBB pada tanggal 20 November 1989 (Resolusi

PBB No. 44/25 tanggal 5 Desember 1989). Sejak saat itu, maka anak-anak seluruh

dunia memperoleh perhatian khusus dalam standar international.

23

e. Perlindungan anak dari segala bentuk eksploitasi (perbudakan, perdagangan, anak

pelacuran, pornografi, perdagangan/penyalahgunaan obat-obatan, memperalat anak

dalam melakukan kejahatan dan sebagainya)

Perlindungan hukum bagi anak dapat mencakup berbagai bidang, antara lain:

a. Perlindungan terhadap hak-hak asasi dan kebebasan anak

b. Perlindungan anak dalam proses peradilan

c. Perlindungan kesejahteraan anak (dalam lingkungan keluarga, pendidikan

dan lingkungan sosial)

d. Perlindungan anak dalam masalah pemahaman dan perampasan kemerdekaan

22

Ibid, hal.167. 23

(22)

f. Perlindungan terhadap anak jalanan

g. Perlindungan anak dari akibat-akibat peperangan dan konflik bersenjata

h. Perlindungi anak terhadap tindakan kekuasaan24

1. UU No.1 Tahun 1974 tentang perkawinan, mensyaratkan usia perkawinan 16

tahun bagi perempuan dan 19 tahun bagi laki-laki.

Betapa pentingnya posisi anak bagi bangsa ini, menjadikan kita harus

bersikap responsif dan progresif dalam menata peraturan perundang-undangan

yang berlaku. Apabila kita melihat defenisi anak sebagaimana diungkapkan

diatas, kita dapat bernafas lega karena dipahami secara komprehensif. Namun,

untuk menetukan batas usia dalam hal defenisi anak, maka kita akan mendapatkan

berbagai macam batasan usia anak dalam beberapa Undang-undang, misalnya:

2. UU No.35 Tahun 2015 tentang kesejahteraan anak mendefenisikan anak

berusia 21 tahun dan belum pernah kawin

3. UU No.39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia menyebutkan bahwa anak

adalah seorang yang belum berusia 18 tahun dan belum pernah kawin.

4. UU No.13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan membolehkan usia bekerja 15

tahun

5. UU No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional memberlakukan

wajib belajar 9 tahun, yang dikonotasikan menjadi anak usia 7 sampai 15

tahun.

Berbagai macam defenisi tersebut, menunjukkan adanya disharmonisasi

perundang-undangan yang ada. Sehingga, pada praktiknya di lapangan, akan

banyak kendala yang terjadi akibat dari perbedaan tersebut.

24

(23)

Hadi Supeno mengungkapkan bahwa semestinya setelah lahir

Undang-undang perlindungan anak yang dalam strata hukum dikategorikan sebagai lex

specialist, semua ketentuan lainnya tentang defenisi anak harus disesuaikan,

termasuk kebijakan yang dilahirkan serta berkaitan dengan pemenuhan hak

anak.25

G.Metode Penelitian

Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan analisa

dan kontruksi, yang dilakukan secara metodologis, sistematis dan konsisten untuk

memperoleh gambaran dan data keterangan suatu objek yang diteliti. Metodologis

berarti sesuai dengan metode atau cara tertentu; sistematis adalah berdasrkan

suatu sistem, sedangkan konsisten berarti tidak ada nya hal-hal yang bertentangan

dalam suatu kerangka tertentu.

Adapun Metode Penulisan yang dipergunakan dalam pembuatan skripsi ini

adalah dengan menetapkan:

1.Jenis Penelitian

Ronny Hanitijo Soesumitro di dalam buku Dualisme Penelitian Hukum

Normatif dan Empiris karangan Mukti Fazar ND dan Yulianto Achmad,

menyatakan bahwa:”penelitian hukum dapat dibedakan antara” penelitian hukum

normatif atau penelitian hukum doktrinal, yaitu penelitian hukum yang

menggunakan sumber data skunder atau data yang diperoleh melalui bahan-bahan

kepustakaan, dan penelitian hukum empiris atau penelitian hukum sosiologis yaitu

25

(24)

penelitian hukum yang memperoleh datanya dari data primer atau data yang

diperoleh langsung dari masyarakat.26

Adapun jenis penelitian yang dilakukan dalam penulisan skiripsi ini adalah

penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum

yang meletakkan hukum sebagai sebuah bangunan sistem norma. Sistem norma

yang dimaksud adalah mengenai asas-asas, norma, kaidah dari peraturan

perundangan, putusan pengadilan, perjanjian serta doktrin (ajaran).27

Penelitian hukum normatif mencakup penelitian terhadap asas-asas

hukum, penelitian terhadap sistematika hukum, penelitian terhadap taraf

sinkronisasi hukum, penelitian sejarah hukum dan penelitian perbandingan

hukum.

Penulisan ini

disebut juga merupakan penelitian kepustakaan atau studi dokumen.

28

Jenis Penelitian yang dilakukan adalah penelitian normatif. Jenis penelitian

normatif dilakukan dengan menelaah undang-undang atau regulasi yang

bersangkut paut dengan permasalahan hukum. Hasil dari telaah tersebut dapat 2.Sifat Penelitian

Penelitian yang dilakukan dalam penulisan skrpsi ini adalah penelitian

deskriftif, penelitian deskriptif adalah salah satu jenis penelitian yang tujuannya

untuk menyajikan gambaran lengkap mengenai setting sosial atau dimaksudkan

untuk eksplorasi dan klarifikasi mengenai suatu fenomena kenyataan sosial.

3.Data dan Sumber data

a. Data

26

Mukti Fazar ND, Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, Yogyakarta, Pustaka Belajar:2010, hal.154

27

Ibid, hal. 34. 28

(25)

dipergunakan untuk memecahkan permasalahan hukum yang diteliti.29 Jenis penelitian normatif meliputi kajian terhadap penelitian dilakukan menggunakan

peraturan perundang-undangan, asas-asas hukum, dan teori-teori hukum.30Melalui pendekatan secara normatif maka penelitian ini dilaksanakan dengan

menginvetarisasi, memaparkan, menginterprestasikan dan mensistematisasi serta

mengevaluasi hukum positif yang berlaku dalam masyarakat yang keseluruhan

kegiatannya diarahkan untuk upaya menemukan penyelesaian yuridis terhadap

masalah hukum yang terjadi dalam masyarakat.31

1. Bahan hukum sekunder b.Sumber data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, data

tersier, dan data primer. Adapun bahan hukum yang digunakan dalam data

sekunder adalah sebagai berikut :

bahan hukum yang memberi penjelasan terhadap bahan hukum primer,

meliputi :

a. Buku-buku yang berhubungan dengan tema penelitian

b. Artikel, jurnal, majalah, dan makalah yang membahas tentang Tindak

pidana incest.

2. Bahan hukum tersier

Bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan

hukum primer maupun sekunder yang meliputi :

29

Zainuddin Ali, 2009, Metode Penelitian Hukum,(Jakarta:Sinar Grafika, 2009) hal.105.

30

Bahder johan Nasution, 2008, Metode Penelitian Hukum , (Bandung: Mandar Maju, 2008) Hal. 26.

31

(26)

a. Kamus Hukum

b. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)

c. Kamus Bahasa Inggris

3.Bahan hukum primer

Bahan hukum yang terdiri atas peraturan perUndang-undangan, yurisprudensi

atau putusan pengadilan dan perjanjian internasional(traktat). Dalam penulisan ini,

adapun jenis bahan hukum primer yang dipergunakan adalah Undang-undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Kitab Undang-undang Hukum

Pidana (KUHP), Undang-undang No.34 2015 tentang Perlindungan Anak. Serta

peraturan perUndang-undangan lain yang terkait dengan masalah yang dibahas

dalam penulisan ini.

3. Tehnik pengumpulan data

Tehnik pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah

penelitian kepustakaan (library research) yaitu menghimpun data dengan

melakukan penelaahan bahan kepustakaan atau data sekunder yang meliputi bahan

hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier yang digunakan

untuk itu.

4. Analisis data

Analisis data adalah sesuatu yang harus dikerjakan untuk memperoleh

pengertian tentang situasi yang sesungguhnya, disamping itu juga harus

dikerjakan untuk situasi yang nyata.32

32

Bonnie H. Erikson dan T.A. Nosanchuk,1996, Memahami Data Statistik Untuk Ilmu Sosial,(Jakarta: LP3ES, 2011) hal. 1.

Metode analisis yang digunakan dalam

penelitian ini metode kualitiatif, dimana setelah semua data terkumpul, maka

(27)

menyeluruh, sistematis dengan menjelaskan hubungan antara berbagai jenis data.

Selanjutnya semua data diseleksi dan diolah, kemudian dianalisis secara

deskriftif.33

H.Sistematika Penulisan

Data yang telah di analisis secara kualitatif dan selanjutnya dilakukan

penarikan kesimpulan dengan menggunakan metode deduktif dan induktif.

Metode deduktif adalah metode penarikan kesimpulan dengan cara berpikir yang

dimulai dari hal yang umum untuk selanjutnya menarik ke hal-hal yang khusus

sebagai kesimpulan, sedangkan metode induktif adalah metode penarikan

kesimpulan dengan cara berfikir yang dimulai dari hal yang khusus untuk

selanjutnya menarik ke hal-hal yang umum sebagai suatu kesimpulan.

Untuk menghasilkan karya ilmiah yang baik, maka pembahasannya harus

diuraikan secara sistematis. Untuk memudahkan penulisan skripsi ini, oleh karena

itu diperlukan suatu sistematika penulisan yang teratur yang terbagi dalam bab per

bab, dimana masing-masing bab ini saling berkaitan antara satu dengan yang lain.

Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah :

BAB I PENDAHULUAN

Berisikan pendahuluan yang merupakan pengantar, didalamnya

diuraikan mengenai latar belakang skripsi, perumusan masalah,

yang seterusnya dilanjutkan dengan tujuan dan manfaat penulisan,

keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penulisan skripsi,

dan diakhiri dengan sistematika penulisan.

33

(28)

BAB II PENGATURAN INCEST DALAM BERBAGAI PERATURAN

HUKUM

BAB III FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB DAN AKIBAT DARI

TERJADINYA HUBUNGAN SEKSUAL SEDARAH (INCEST)

BAB IV PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PELAKU HUBUNGAN

SEKSUAL SEDARAH (INCEST) DAN UPAYA PADA

PENANGGULANGAN DARI TERJADINYA DARI

TERJADINYA KASUS INCEST

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini merupakan bab terakhir dalam penulisan karya ilmiah ini

yang berisikan kesimpulan dan saran. sehingga dapat bermanfaat

bagi penulis secara pribadi dan kepada pembaca dan juga untuk

perkembangan hukum terkhusus hukum pidana dan dalam skripsi

ini akan turut pula dimasukkan daftar bacaan dan

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan fakta-fakta dipersidangan dengan keterangan saksi dan alat bukti yang begitu banyak bahwa tepat dikenakan Terdakwa Yudi hasmir Siregar dengan pasal 112 ayat (2) UU No

indikasi yang ada hubungan dengan Narkotika sebagai Tindak Pidana kejahatan.. dengan bisnis

penjara paling lama 20 tahun sebagai pengganti pidana denda yang tidak

Berdasarkan uraian tersebut diatas maka penulis berpendapat bahwa penerapan hukum terhadap tindak pidana secara tanpa hak membawa atau menyimpan senjata tajam yang dilakukan oleh

Pada saat ini Terdakwa Anak masih muda, yaitu berumur 16 (enam belas) tahun yang masih perlu bimbingan dan pengawasan yang lebih intensif agar Terdakwa Anak tidak mengulangi

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, nikmat dan karunia-Nya yang telah diberikan kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini dari awal sampai

Dalam putusan pengadilan negeri Tenggarong Nomor: 104/Pid.Sus/2018/PN Trg, penjatuhan sanksi terhadap pelaku tindak pidana perkosaan bila ditinjau dari sisi hukum

Dalam perkara ini hal-hal atau keadaan-keadaan yang memberatkan tersebut dapat dilihat dari perbuatan terdakwa meresahkan masyarakat, yaitukelakuan si pelaku