• Tidak ada hasil yang ditemukan

KOMODIFIKASI SOSOK PEREMPUAN YANG MENJAD

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "KOMODIFIKASI SOSOK PEREMPUAN YANG MENJAD"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

KOMODIFIKASI SOSOK PEREMPUAN YANG MENJADI KORBAN KRIMINALITAS DALAM PEMBERITAAN MEDIA MASSA Artikel Ilmiah Mengenai Studi Jurnalisme dan Gender dalam Perspektif

Ekonomi Politik Komunikasi dan Jurnalisme Sensitif Gender

Disusun Oleh: Ririn Herlinawaty

210110110432

KAPITA SELEKTA

UNIVERSITAS PADJADJARAN FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI PROGRAM STUDI ILMU JURNALISTIK

(2)

BAB I PENDAHULUAN

Gender merupakan sebuah isu yang sensitif. Di Indonesia sendiri, trend atas perkembangan isu gender kian lama kian meningkat. Banyaknya pihak yang menganggap penting isu gender di Indonesia membuat gender kemudian naik daun sehingga isu ini ramai diperbincangkan dalam forum media massa.

Sebelum itu, kita harus terlebih dahulu membedakan konsep “gender” dengan “seks”. Karena masih banyak pihak yang menganggap gender hanya sebatas perbedaan jenis kelamin, yakni laki-laki dan perempuan. Namun sebenarnya, arti gender lebih luas dari pada itu. Gender merupakan seperangkat sikap, peran, tanggung jawab, fungsi, hak, dan perilaku yang melekat pada diri laki-laki dan perempuan akibat bentukan budaya atau lingkungan masyarakat tempat manusia itu tumbuh dan dibesarkan. Hal-hal tersebut, artinya, merupakan hasil dari sifat belajar seseorang melalui seperangkat prosese sosialisasi panjang di lingkungan masyarakat tempat ia tumbuh dan dibesarkan. Perbedaan sifat, sikap, dan perilaku yang dianggap khas itulah yang popular disebut maskulinitas dan feminitas.

Hal tersebut – maskulin dan feminitas – bukan sesuatu bawaan dari lahir, artinya tidak berpengaruh pada gen seseorang. Maskulinitas dan feminitas adalah hal yang bisa berubah dari waktu ke waktu.

Dari keterangan tersebut, kita mampu menyimpulkan bahwa sebenarnya gender merupakan sebuah konsep yang mengacu pada peran-peran dan tanggung jawab antara laki-laki dan perempuan sebagai hasil konstruksi sosial yang dapat diubah seseuai dengan perubahan zaman.

Di sinilah terdapat peran media yang berkaitan dengan sifat media yang mampu mempengaruhi opini publik. Media, dengan segala beritanya, mampu mengkonstruksi opini masyarakat mengenai konsep gender. Perempuan dianggap feminine, dan begitu juga sebaliknya, laki-laki dianggap maskulin.

(3)

dijadikan sebuah komoditas dalam pemberitaan yang dilakukan. Akhirnya, sosok perempuan yang feminin dibuat komodifikasi untuk menguntungkan media massa tersebut. Kecantikan fisik dan kerapuhan diri perempuan dijual untuk menarik perhatian khalayak sehingga rating atau oplah pemasaran media tersebut meningkat.

Hal ini terlihat dari beragam pemberitaan yang dilakukan media massa. Dalam kasus kriminalitas misalnya, di mana perempuan menjadi korban, sisi feminitas perempuan sangat ditonjolkan – misalnya cantik, seksi, lembut, dan sebagainya. Hal tersebut kemudian membuat terbentuknya opini bahwa ia pantas atau wajar menjadi korban karena ia cantik, seksi, dan lembut.

Tidak jarang, pemberitaan seperti itu akhirnya malah menyudutkan sosok perempuan. Si perempuan yang menjadi korban kekerasan atau kriminalitas, tidak mendapat kedudukan dan perlindungan yang layak. Alih-alih mendapatkah hal tersebut, perempuan justru merasa terintimidasi.

Misalnya pada kasus pembunuhan Sisca Yofie di Bandung, beberapa waktu silam. Berbagai media massa menampilkan sisi Sisca sebagai seorang model. Bahkan ada media massa yang menonjolkan sisi keindahan wajah dan tubuh Sisca sehingga digambarkan bak boneka Barbie. Di media massa lain bahkan secara kontinu mengumbar foto-foto Sisca yang diambil dari akun Facebook pribadi korban. Pembunuhan kejam yang menjadi inti utama pemberitaan seakan tergeser menjadi model cantik yang dibunuh.

Ada lagi kasus pelecehan seksual di halte Busway TransJakarta Harmoni beberapa bulan lalu, di mana YF (29) menjadi korban. YF mengaku diperkosa oleh salah satu pertugas TransJakarta halte Harmoni, sementara rekan-rekan tersangka diam mengetahui hal tersebut. Namun, tersangka menyanggah hal tersebut. Pembelaan tersangka adalah bahwa mereka berdua merupakan seorang kekasih dan perbuatan tersebut didasari suka sama suka.

(4)

massa. YF dikonstruksikan sebagai seorang wanita penggoda di mana tuduhannya terhadap tersangka hanya fitnah yang didasari hubungan pribadi.

Sisca Yofie dan YF merupakan satu dari sekian banyak perempuan yang menjadi korban kriminalitas yang dikomodifikasi media massa. Sosok perempuan digambarkan demikian, ditonjolkan sedemikian rupa, demi menarik perhatian pembeli dan meningkatkan rating atau oplah penjualan.

Masih banyak kasus-kasus serupa terjadi di berbagai media massa. Menurut pantauan Komisi Nasional Perempuan, pada 2010 sendiri ada 151 kasus bentuk eksploitasi dan pelecehan terhadap perempuan dalam pemberitaan di media massa, baik nasional maupun lokal. Topik seperti ini merupakan isu laten – bahwa perempuan dijadikan komoditas dalam media massa lewat penggambaran sosok perempuan yang feminin. Isu ini memang tidak selalu muncul, atau tidak muncul secara rutin dalam pemberitaan media massa. Namun bila ada suatu kasus kriminal di mana perempuan menjadi korbannya, media seakan merasa perlu dan wajib memberitakan sosok feminitas korban – apakah korban cantik, apakah korban mantan model, berapakah pacar korban, dan sebagainya.

(5)

BAB II PEMBAHASAN

Menurut Yasraf A. Piliang dalam makalah Gender Hyper-pornography: Kekerasan Terhadap Perempuan dalam Pemberitaan Pers (2002), di dalam media, idologi beroperasi pada tingkat bahasa, baik bahasa tulisan maupun visual. Ideology pada tingkat bahasa atau linguistik melibatkan pilihan kata-kata, sintaks, grammar, cara pengungkapan, diksi; serta tingkat seleksi yakni penentuan kata atau bahasa berdasarkan pertimbangan ideologis. Di sini, peran media adalah memilih bagaimana menuliskan suatu perkara, apakah dengan penggunaan kata ‘dinodai’ atau ‘diperkosa’ atau ‘dilecehkan’ atau padanan kata lain yang serupa namun memiliki makna berbeda. Sedangkan dalam konsep ideologi visual berkaitan dengan bagaimana sebuah gambar ditampilkan dalam media massa, entah itu pengaturan angle pengambilan gambar, pengaturan tata letak, penempatan dan penggambaran visualisasi, proses cropping, hingga pemilihan gambar. Misalnya mengapa dalam kasus tuna susila, yang digambarkan adalah perempuan pekerja seks, bukan laki-laki yang menjadi konsumen pekerja seks tersebut1

.

Hal-hal tersebut berkaitan dengan tujuan media massa, yakni mendapatkan rating atau oplah penjualan sebesar-besarnya. Maka dari itu, mereka menjual feminitas perempuan sehingga menarik perhatian khalayak. Akhirnya, makna sebenarnya dari berita tersebut – yang tentunya jauh lebih penting dan substansial – menjadi bias dan cenderung hilang atau paling tidak, terlupakan.

Fenomena ini bisa dijelaskan dengan pandangan Vincent Mosco mengenai ekonomi politik komunikasi dalam The Political Economy of Communication: Rethinking and Renewal (1996: 25). Menurut Mosco, ekonomi politim adalah ilmu mengenai hubungan, khususnya hubungan mengenai kekuasaan, yang saling membentuk proses produksi, distribusi, dan konsumsi sumber daya. Sumber daya dalam konteks media merupakan isi atau pesan, khalayak, dan pekerja media. Mosco       

1 http://www.sorotnews.com/berita/view/aji‐jakarta‐ajak‐jurnalis.4916.html#.VFB__FYdu2w 

(6)

menawarkan tiga konsep penting dalam ekonomi politik, yakni komodifikasi, komersialisasi, spasialisasi, dan strukturasi. Dalam kaitannya dengan isu yang diangkat dalam artikel ini, poin komodifikasi tampaknya bisa menjelaskan fenomena ini.

Komodifikasi, menurut Karl Marx adalah kekayaan masyarakat dengan menggunakan produksi kapitalis yang berlaku dan terlihat; kumpulan komoditas yang banyak sekali; dan komoditi milik perseorangan yang terlihat seperti bentuk dasar.

Komodifikasi berhubungan dengan bagaimana proses transformasi dan jasa berserta nilai gunanya berubah menjadi suatu komoditas yang memiliki nilai tukar di pasaran. Ada tiga hal yang bisa dikomodifikasi oleh media, yakni khalayak, isi atau pesan, dan masyarakat. Tiga hal tersebut, dalam perspektif komodifikasi dalam ekonomi politik media, bisa berubah nilai demi keuntungan media. Yang tadinya memiliki nilai guna atau nilai jasa kemudian berubah menjadi nilai tukar.

Dalam kaitannya dengan artikel ilmiah ini, maka komodifikasi yang dilakukan media terhadap pemberitaan mengenai perempuan yang menjadi korban kejahatan atau kriminalitas ialah bentuk komodifikasi isi atau pesan, yang disebut komodifikasi instrinsic.

Komodifikasi isi merupakan proses perubahan pesan dari kumpulan informasi ke dalam sistem makna dalam wujud produk yang dapat dipasarkan sehingga lebih menguntungkan. Dalam kaiatannya dengan fenomena yang diangkat pada artikel ini, kumpulan informasi yang terdapat dalam suatu kasus kejahatan atau kriminalitas di mana perempuan menjadi korban, diubah ke dalam sistem makna (baik verbal maupun tulisan) dalam wujud produk (sesuai dengan jenis media: cetak, televisi, atau bahkan radio – meski kasusnya dalam radio terbilang jarang atau sangat sedikit) sehingga dapat dipasarkan dan menjadi lebih menguntungkan. Perubahan pesan tersebut berkaitan dengan pergeseran substansi yang sebenarnya dari sebuah pemberitaan seperti yang telah disinggung pada bagian sebelumnya.

(7)

Menurut Iman Subono dalam jurnal ilmiah Menuju Jurnalisme yang Berprespektif Gender yang dimuat Jurnal Perempuan No. 28, Maret 2003, jurnalisme berprespektif gender adalah kegiatan atau praktik jurnalistik yang selalu menginformasikan atau bahkan mempermasalahkan dan menguat secara terus menerus, baik dalam media cetak maupun media elektronik, mengenai adanya hubungan yang tidak setara atau ketimpangan relasi antara laki-laki dan perempuan.

Dalam kaitannya dengan komodifikasi isi pesan terhadap sosok perempuan yang menjadi korban kejahatan atau kriminalitas, Subono menawarkan cara-cara aplikasi jurnalisme sensitif gender dalam hal pemberitaan atau pesan, yakni (1) hasil liputan merefleksikan ideologi jurnalis, (2) bersifat “subjektif” karena merupakan bagian dari kelompok-kelompok marginal yang diperjuangkan, (3) memakai bahasa yang sensitive gender dengan pemihakan yang jelas, dan (4) hasil peliputan bersifat kritis, transformative, emansipatif, dan pemberdayaan sosial2.

Memang, sejauh ini, belum banyak media yang menerapkan konsep jurnalisme sensitif gender dalam pembeirtaannya. Masih banyak yang menggunakan sosok perempuan sebagai bahan jual demi keuntungan media. Ini berkaitan juga dengan ideologi media itu sendiri.

      

2 https://bincangmedia.wordpress.com/tag/jurnalisme‐sensitif‐gender/ diakses pada Rabu, 29 

(8)

BAB III

SIMPULAN DAN REKOMENDASI

Meski isu gender secara umum dan isu persamaan gender secara khusus sedang ramai diperbincangkan, namun sayangnya media massa di Indonesia masih mengobral sisi feminitas perempuan dalam pemberitaannya. Ini terlihat dari komodifikasi yang dilakukan media terhadap pemberitaan mengenai kejahatan atau kriminalitas yang menimpa perempuan. Perempuan ditampilkan dalam sosok feminine yang kemudian dijadikan magnet untuk menarik perhatian khalayak.

Hal ini menunjukkan bahwa media masih menganggap sosok perempuan sebagai komoditas jual – artinya perempuan dikomodifikasi media demi keuntungan tertentu. Komodifikasi yang dilakukan, berdasarkan studi ekonomi politik komunikasi oleh Vincent Mosco, adalah komodifikasi pesan.

(9)

DAFTAR PUSTAKA

Mosco, Vincent. The Political Economy of Communication: Rethinking and Renewal. 1996. Lexington Books.

Piliang. A, Yasraf, Gender Hyper-pornography: Kekerasan Terhadap Perempuan dalam Pemberitaan Pers. 2010. Jakarta

Referensi

Dokumen terkait

٢ ( ﻛﺪﻟا ىﺮﻳو ةادأ ﻦﻣ ﺮﺜﻛأو ،تاﻮﺻأ ﺔﻋﻮﻤﳎ ﻦﻣ ﺮﺜﻛأ ﺔﻐﻠﻟا نأ ﺔﳛﺮﻓ ﺲﻴﻧأ رﻮﺘ ﺔﻴﻠﻤﻋ ﺎ او ،ﻲﺣوﺮﻟا نﺎﺴﻧﻹا نﺎﻴﻛ ﻦﻣ ءﺰﺟ ﻲﻫ ذإ ،ﺔﻔﻃﺎﻋ ﻦﻋ اﲑﺒﻌﺗ وأ ﺮﻜﻔﻠﻟ ﺪﻴﻘﻌﺘﻟا ﻦﻣ

Dari hasil pencermatan dan pengawsan langsung yang dilakukan oleh Bawaslu Provinsi Sulawesi Barat, tidak terdapat pelanggaran terhadap jumlah dan sumber penerimaan

Hasil penelitian ini adalah sistem kontrol robot yang dapat mengidentifikasi biometrik wajah dengan Kamera Intel Realsence dalam mendeteksi pengendara, pembacaan

Setelah perusahaan melakukan pelaksanaan semua aktivitas perusahaan, aspek penting lain yang harus diperhatikan dalam mengelola sebuah organisasi perusahaan adalah

Alat ini bekerja dengan memanfaatkan dua buah sensor ultra sonik yang diletakkan sebelum dan sesudah perlintasan, fungsinya untuk mendeteksi kereta api yang akan memasuki

Berdasakan hasil uji data dan analisis data, dapat dinyatakan bahwa alokasi penggunaan dana Otonomi Khusus Pemerintah Aceh baik melalui otonomi khusus provinsi

Berdasarkan hasil penelitian yang berjudul hubungan riwayat hipertensi pada ibu bersalin persalinan dengan kejadian preeklamsia di RSUD Bangkinang tahun 2013, maka

JIka pemilihan dilakukan langsung oleh DPRD, maka yang paling banyak akan diuntungkan adalah partai-partai besar yang memiliki perwakilan yang banyak di DPRD karena mereka