• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Karsinoma Serviks RSUP. H. Adam Malik Tahun 2011 - 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Karakteristik Karsinoma Serviks RSUP. H. Adam Malik Tahun 2011 - 2014"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Serviks

2.1.1 Anatomi Serviks

Gambar 2.1 Anatomi Serviks

(2)

Serviks uteri atau serviks merupakan jaringan berbentuk silinder, dengan panjang

2,5 – 3 cm dan merupakan penghubung vagina dan uterus . Serviks uteri terbentuk

dari jaringan ikat, pembuluh darah, otot polos, dengan konsistensi kenyal. Ada dua

bagian utama serviks yaitu bagian ektoserviks dan bagian endoserviks. Bagian dari

serviks yang dapat dilihat dari dalam vagina selama pemeriksaan ginekologi dikenal

sebagai ektoserviks. Endoserviks, atau kanal endoserviks adalah bagian yang

merupakan terusan dari os eksternal yang menghubungkan serviks dan rahim. Os

eksternal adalah pembukaan kanal yang ada diantara endoserviks dan ektoserviks

(Huang, 2013).

Serviks dan vagina berasal dari duktus Mulleri yang pada awalnya berada dalam

barisan yang terdiri dari 1 lapis epitel kolumnar. Pada saat usia kehamilan 19 – 20

minggu, epitel kolumnar pada daerah vagina akan mengalami kolonisasi dan tumbuh

ke atas. Hubungan antara epitel skuamosa pada vagina dan daerah ektoserviks dengan

epitel kolumnar pada daerah kanalis endoserviks disebut hubungan skuamokolumnar

original. Posisi sambungan skuamokolumnar original sangat bervariasi. 66% terletak

di daerah ektoserviks, 30% di daerah forniks terutama pada bayi. Posisi sambungan

skuamokolumnar menentukan daerah perluasan metaplasia skuamosa serviks.

Metaplasia skuamosa adalah proses yang penting dalam terjadinya kanker pada

serviks (Putra, 2006)

Permukaan pars vaginalis diselimuti epitel skuamosa, dan pars kanalis serviks

uteri dilapisi oleh epitel kolumnar. Perbatasan antara epitel skuamosa dan kolumnar

terdapat di ostium serviks, sambungan skuamo-kolumnar (SSK) atau zona

(3)

2.1.2 Histologi Serviks

Gambar 2.2 Histologi Serviks

SS = Skuamosa Berlapis ; J = Junction ; SC = Simpel Kolumnar

(Sumber : Mescher Al :Junqueira’s Basic Histology : Text and Atlas, 12th Edition: http://www.accessmedicine.com)

Serviks adalah bagian terbawah dari uterus yang berbentuk seperti silinder dan

berbeda secara histologi dengan bagian uterus lainnya. Lapisan mukosa endoserviks

adalah epitel selapis kolumnar penghasil mukus pada lamina propia yang tebal.

Bagian dari serviks dimana kanal endoserviks terhubung ke vagina disebut os

eksternal, yang menonjol ke bagian vagina dan ditutupi mukosa eksoserviks yang

dilapisi oleh epitel skuamosa berlapis. Zona transformasi terjadi dimana epitel

(4)

lapisan tengah dari serviks memiliki sedikit otot polos dan mengandung lebih banyak

jaringan ikat padat. Dibagian ini terdapat banyak limfosit dan leukosit lainnya

menembus epitel berlapis untuk memperkuat pertahanan tubuh terhadap

mikroorganisme.

2.2 Prakanker Serviks 2.2.1 Lesi prakanker

Sejak tahun 1908, Schauenstein sudah mulai memperkenalkan bahwa

terminologi karsinoma sel skuamosa serviks dimulai dari lesi prainvasif. Istilah

karsinoma insitu digunakan untuk menggambarkan perubahan lokal epitel kearah

keganasan. Karsinoma insitu disebut juga displasia. Menurut World Health

Organization (WHO), displasia didefinisikan sebagai sebuah lesi yang di tandai

dengan terjadinya perubahan atipik pada permukaan epitel. Berdasarkan tingkat dan

ketebalan perubahan epitel ini, displasia dibagi menjadi tiga yaitu : displasia ringan,

sedang dan berat. Dan untuk lebih mengarah semua bentuk lesi prekursos kanker

serviks, oleh Richart tahun 1973 dalam syahbani (2007) dikenalkan istilah neoplasia

intraepithelial serviks (NIS), termasuk didalamnya displasia dan karsinoma insitu

pada serviks.

Untuk mencapai suatu keadaan kanker serviks invasif, diperlukan proses

panjang dan biasanya didahului oleh penyakit preinvasif. Penyakit preinvasif ini

dikarakteristikan secara mikroskopis dari berkembangnya sel-sel atipik dari berbagai

tingkatan displasia ataupun NIS sebelum berkembang menjadi karsinoma invasif

(Syahbani, 2007).

Lesi prakanker sering juga disebut NIS, Cervical Intraepithelial Neoplasia

(CIN), atau Servikal Intraepithelial Lesion (LIS). NIS adalah pertumbuhan sel

abnormal yang mencakup berbagai lesi epitel yang secara histologi maupun sitologi

berbeda dibanding epitel normal tetapi belum menunjukkan kriteria keganasan. Yang

termasuk kedalam kriteria keganasan adalah peningkatan selularitas, abnormalitas

(5)

Broders (1932) dalam Syahbani (2007) memperkenalkan istilah karsinoma

insitu (CIS) yang berarti suatu lesi epitel yang tidak mengalami invasif kedalam

stroma, dan seluruh ketebalan epitelnya tidak mengalami diferensiasi. Perubahan

epitel serviks dengan gambaran diantara karsinoma insitu dan epitel normal disebut

sebagai displasia oleh Reagan dan Hamonic (1956) dalam Syahbani (2007).

2.2.2 Sambungan Skuamokolumnar Baru

Stimulasi hormonal memberi respon berupa perubahan volume serviks.

Peningkatan sekresi estrogen saat pubertas dan kehamilan pertama, menyebabkan

peningkatan volume serviks dan merupakan suatu eversi dari epitel kolumnar

endoserviks ke penempatan ektoserviks. Eversi dari epitel kolumnar menjadi

ektoserviks dikenal dengan ektropion, dan kesalahan dari ektropion disebut erosi

(Putra, 2006).

Gelombang estrogen dari pubertas menetapkan lactobacilli sebagai bagian

dari flora normal vagina. Mikroorganisme ini menghasilkan asam laktat, yang

menurunkan PH vaginal menjadi 4 atau kurang. Epitel kolumnar endoserviks

terekspos setelah pubertas pada kadar keasaman dari lingkungan vagina. Kerusakan

pada epitel kolumnar yang tereversi disebabkan oleh kadar keasaman yang dihasilkan

oleh proliferasi dari cadangan sel stroma epitel kolumnar dasar, dan hal ini akan

menggantikan epitel dengan epitel imatur, undifferentiated, stratified, skuamosa dan

epitel metaplastik. Metaplasia skuamosa yang imatur mengalami proses maturasi,

produksi maturasi berupa pelapisan epitel metaplastik skuamosa yang sulit dibedakan

dengan epitel skuamosa original. Hubungan awal linier original antara epitel

skuamosa dan kolumnar tergantikan oleh zona metaplasia skuamosa yang mengalami

maturasi. Bagian tepi atas dari bagian ini merupakan suatu demarkasi atau garis yang

jelas antar epithelium, yang memperlihatkan morfologi skuamosa, dan vili epitel,

serta kolumnar jika diliat dengan kolposkopi. Hubungan ini dikenal dengan

(6)

2.2.3 Zona Transformasi

Zona transformasi adalah area datar antara original sambungan

skuamokolumnar dengan sambungan skuamokolumnar yang baru. Zona transformasi

yang sudah matang, tidak bisa digambarkan atau dibedakan dengan sambungan

skuamokolumnar original. Proses perubahan terjadi karena pengaruh hormonal tetapi

pada akhirnya menghasilkan suatu epitel dewasa yaitu epitel skuamosa yang

terglikogenasi(Putra, 2006).

Kalposkopi dapat mendiskripsikan dengan baik keadaan prakanker jika

keseluruhan sambungan skuamokolumnar yang baru dapat terlihat. Kolposkopi

dianggap tida adekuat jika keseluruhan sambungan skuamokolumnar tidak dapat

terlihat. Zona transformasi juga dapat menggambarkan batas distal dari neoplasia

intraepital glandular dengan lesi tinggi yang menjadi prekursor ke arah

adenokarsinoma serviks (Putra, 2006).

2.2.4 Batas Atas Metaplasia Skuamosa

Sambungan skuamokolumnar yang baru merupakan daerah yang tidak stabil.

Penilaian kolposkopi serviks secara serial memperlihatkan sambungan

skuamokolumnar baru bergerak ke arah cephal. Studi histologi dari spesimen biopsi

kolposkopi secara langsung memperlihatkan adanya sel hiperplasia dan metaplasia

skuamosa imatur awal yang terjadi di sepanjang epitel. Metaplasia skuamosa imatur

tahap awal dapat meluas sejauh 10 mm di atas sambungan skuamokolumnar yang

baru. (Putra, 2006).

Metaplastik epithelium imatur pada sambungan skuamokolumnar baru tidak

termasuk dalam pengertian zona transformasi tetapi adanya epitel tersebut

memberikan risiko terbesar dalam transformasi neoplastik pada masa yang akan

datang. Selama fase dinamis metaplasia, terutama masa pubertas dan kehamilan

(7)

Usia koitus pertama merupakan variabel epidemiologi penting dalam menentukan

risiko terjadinya neoplasia serviks. Risiko terkena kanker serviks akan meningkat 26

kali jika usia awal hubungan antara setahun menstrual pertama dan berbeda pada usia

23 tahun atau yang lebih tua (Putra, 2006).

2.2.5 Patogenesis Lesi Prakanker

Cow dan Cox, dkk dalam Syahbani (2007) faktor risiko displasia sesuai dengan

kanker serviks, karena kanker serviks merupakan perkembangan lanjutan dari

displasia. Sekita 15 % displasia ringan menjadi displasia sedang, 30% displasia

sedang menjadi displasia berat, 45% displasia berat menjadi kanker serviks insitu,

dan selanjutnya 90% kanker serviks insitu menjadi kanker serviks invasif.

Sebaliknya, 20% displasia berat menjadi displasia sedang, 40% displasia sedang

menjadi displasia ringan, dan 75% displasia ringan mejadi metaplasia-normal.

2.2.6 Klasifikasi Lesi Prakanker

Pada tahun 1980, British Society of Clinical Cytology (BSCC) membuat

pembagian berdasarkan korelasi antara sitologik dengan histopatologik diskariosis

ringan, sedang dan berat dimana dipakai istilah CIN. Tetapi displasia berat dan

kanker serviks insitu susah dibedakan. Istilah CIN ini juga belum mendapat

kesepakatan dikarenakan tidak seluruh neoplasia berkembang menjadi kanker seviks.

Pada tahun 1980-an, secara patologi ditemukan sel koilositik atau condylomatous

atypia yang dihubungkan dengan infeksi HPV. Koilosit adalah suatu sel atipik di

ruang perinuklear atau gambaran pada sitplasma,perubahan sitologi pada sel ini

merupakan petanda adanya infeksi HPV. Dengan adanya petanda tersebut

disederhanakan pembagian lesi prakanker menjadi dua grup secara histologi yaitu :

1. Low-grade CIN yang meliputi sel-sel koilosit atipik dan CINI

(8)

Gambar 2.3 CIN 1 – Low-grade Squamouse Intraepithelial Lesion

Gambar 2.4 CIN 2 – High-grade Squamous Intraepithelial Lesion (HSIL)

(9)

2.3 Kanker Serviks

2.3.1 Definisi Kanker Serviks

Kanker serviks adalah salah satu jenis keganasan atau neoplasma yang

lokasinya terletak di daerah serviks, daerah leher rahim atau mulut rahim (Rasjidi,

2010). Karsinoma sel skuamosa pada serviks menggambarkan hasil dari

perkembangan displasia atipik yang progresif pada epitel metaplastik di zona

transformasi (Putra, 2006).

2.3.2 Etiologi Kanker Serviks

Pada awalnya sel kanker serviks berasal dari epitel serviks yang mengalami

mutasi genetik sehingga mengubah perilakunya. Sel yang bermutasi ini melakukan

pembelahan sel yang tidak terkendali, immortal dan menginvasi jaringan stroma di

bawahnya. Keadaan yang menyebabkan mutasi genetic yang tidak dapat diperbaiki

akan menyebabkan terjadinya pertumbuhan kanker ini (Edianto, 2006)

Penyebab utama kanker serviks adalah infeksi virus HPV. Lebih dari 90%

kanker serviks jenis skuamosa mengandung deoxyribose-nucleic acid (DNA) virus

HPV dan 50% kanker serviks berhubungan dengan HPV tipe 16. Penyebaran virus ini

terutama melalui hubungan seksual. Dari banyak tipe HPV, tipe 16 dan 18

mempunyai peranan penting melalui sekuensi gen E6 dan E7 dengan mengkode

pembentukan protein-protein yang penting dalam replikasi virus (Edianto, 2006).

Onkoprotein dari E6 akan mengikat dan menjadikan gen penekan tumor (p53)

menjadi tidak aktif, sedangkan onkoprotein E7 akan berikatan dan menjadikan produk

(10)

2.3.3 Faktor Risiko Kanker Serviks Faktor risiko perilaku

Sebagian besar pasien kanker serviks uteri adalah wanita yang sudah

menikah, sedangkan pada wanita yang belum menikah khususnya biarawati, sangat

jarang ditemukan (Edianto, 2013). Aktivitas seksual terlalu muda ( < 16 tahun), serta

jumlah pasangan seksual yang tinggi ( > 4 orang) juga merupakan faktor risiko

terjadinya kanker serviks. Karena hubungannya yang erat dengan infeksi HPV,

wanita yang mendapat atau menggunakan penekanan kekebalan (immunosuppessive)

dan penderita HIV berisiko menderita kanker serviks (Edianto, 2006 ).

Peranan HPV (Human Papilloma Virus)

Virus HPV termasuk family papovavirus suatu virus DNA yang bersifat

mutagen. HPV berbentuk ikosahedral dengan ukuran 55 nm, memiliki 72 kapsomer

dan 2 protein kapsid. Infeksi virus HPV sudah terbukti menjadi penyebab lesi

prakanker, kondiloma akuminata dan kanker. Meskipun HPV ini pada umumnya

menyerang wanita, tetapi virus ini juga memiliki peranan dalam timbulnya kanker

pada anus, vulva, vagina, penis dan beberapa kanker orofaring (Putra, 2006).

Terdapat 138 strain HPV yang sudah dapat diidentifikasi, 30 di antaranya

dapat ditularkan lewat hubungan seksual. Walaupun umumnya HPV ditulakan

melalui kontak seksual, tidak seorang dokter pun dapat memperkirakan kapan infeksi

itu terjadi. Kebanyakan infeksi HPV juga dapat mengalami remisi setelah beberapa

tahun. Beberapa diantaranya akan menetap tanpa atau dengan menyebabkan

abnormalitas pada sel (Putra, 2006).

Penelitian yang ada menunjukkan bahwa lebih dari 90% kanker serviks

disebabkan oleh HPV, yang 70% -nya disebabkan oleh tipe 16 dan 18 sesuai dengan

yang dipublikasikan dalam Lancet Oncology bulan April 2005. Dari kedua tipe ini,

(11)

terkena virus HPV tipe 16 memiliki kemungkinan terkena kanker serviks sebesar 5%.

Kanker serviks yang disebabkan oleh HPV umumnya berjenis karsinoma sel (Putra,

2006).

Virus ini menginfeksi membran basalis pada daerah metaplasia dan zona

transformasi serviks. Setelah menginfeksi sel epitel serviks sebagai upaya untuk

berkembang biak, virus ini akan meninggalkan sekuensi genomnya pada sel inang.

Genom HPV berupa episomal (bentuk lingkaran dan tidak terintegrasi dengan DNA

inang) dijumpai pada CIN dan berintegrasi dengan DNA inang pada kanker invasive.

Pada percobaan in vitro HPV terbukti mampu mengubah sel menjadi immortal

(Edianto, 2006).

Hubungan antara infeksi HPV dengan kanker serviks pertama kali dicetuskan

oleh Harold zur Hassen pada tahun 1980. Hubungan anatara infeksi HPV dengan

kejadian kanker serviks terlihat jauh lebih kuat di banding faktor pencetus lainnya

seperti merokok dan metastasis dari kanker pada organ lain (Edianto, 2006).

Dikarenakan terus meningkatnya infeksi HPV dilakukan usaha-usaha untuk

mengidentifikasi tipe dari virus ini. Dari hasil pemeriksaan sekuensi DNA yang

berbeda hingga saat inidikenal lebih dari 200 tipe HPV. Kebanyakan dari virus ini

bersifat jinak. Tiga puluh diantaranya ditularkan melalui hubungan seksual dengan

masing-masing kemampuan mengubah sel epitel serviks. Tipe risiko rendah seperti

tipe 6 dan 11 berhubungan dengan kondiloma dan displasia ringan. Sebaliknya, tipe

risiko tinggi seperti tipe 16, 18, 31,33 dan 35 berhubungan dengan displasia sedang

sampai karsinoma in situ (Edianto, 2006)

Infeksi terjadi melalui kontak langsung. Pemakaian kondom tidak cukup aman

untuk mencegah penyebaran virus ini karena kondom hanya menutupi sebagian organ

genital saja, sementara labia, skrotum, dan daerah anal tidak terlindungi (Edianto,

(12)

Tipe virus risiko tinggi menghasilkan protein yang dikenal dengan protein E6

dan E7 yang mampu berikatan dan menonaktifkan protein p53 dan pRb epitel serviks.

P53 dan pRb adalah protein penekan tumor yang berperan menghambat kelangsungan

siklus sel. Dengan tidak aktifnya p53 dan pRb, sel yang telah bermutasi akibat infeksi

HPV dapat meneruskan siklus sel tanpa harus memperbaiki kelainan DNA-nya.

Ikantan E6 dan E7 serta adanya mutasi DNA merupakan dasar utama terjadinya

kanker (Edianto,2006).

Faktor lainnya

Merokok juga sering dikaitkan dengan terjadinya keganasan. Terdapat data

yang mendukung rokok sebagai penyebab kanker serviks dan hubungannya dengan

kanker sel skuamosa pada serviks. Mekanisme kerjanya bisa secara langsung melalui

aktivitas mutasi mukus serviks (cairan pada permukaan mulut rahim) pada perokok

atau melalui efek imunosupresive (mengurangi daya tahan tubuh) yang muncul dari

kebiasaan merokok. Tembakau pada rokok juga mengandung bahan-bahan

karsinogenik (penyebab kanker) baik yang dihisap sebagai rokok maupun cigarette

yang dikunyah. Asap rokok sendiri menghasilkan polycyclic aromatic hidrocarbons

heterocyclic amine yang sangat karsinogen (penyebab kanker) dan mutagen

(penyebab mutasi). Bahan yang berasal dari tembakau yang diisap terdapat pada

mukus serviks wanita perokok dan dapat menjadi ko-karsinogen infeksi virus.

Bahan-bahan tersebut juga terbukti dapat menyebabkan kerusakan epitel DNA serviks

(13)

2.3.4 Patogenesis Kanker Serviks

Gambar 2.6 Ilustrasi virus HPV

(Sumber : Nobel committee for physiology or medicine 2008)

Penyebab utama terjadinya kanker serviks adalah virus HPV. Hubungan

seksual yang terlalu dini dan berganti-ganti pasangan dapat meningkatkan risiko

terkena virus HPV. Terdapat banyak jenis virus HPV, tetapi hanya beberapa yang

bersifat persisten di tubuh dan akan menyebabkan terjadinya lesi prakanker yang

menyababkan terjadinya kanker serviks.

Terjadinya karsinoma serviks yang invasif berlangsung dalam beberapa tahap.

Tahapan pertama dimulai dari lesi pre-invasif, yang ditandai dengan adanya

abnormalitas dari sel yang biasa disebut dengan displasia. Displasia ditandai dengan

adanya anisositosis (sel dengan ukuran yang berbeda-beda), poikilositosis (bentuk sel

yang berbeda-beda), hiperkromatik sel, dan adanya gambaran sel yang sedang

bermitosis dalam jumlah yang tidak biasa. Displasia memilik 3 pembagian yaitu

displasi ringan, sedang dan berat. Sedangkan pada tahap invasif, gejala yang

dirasakan lebih nyata seperti perdarahan intermenstrual dan post koitus, discharge

(14)

nekrotik, berbau dan dapat bercampur dengan darah, sistisis berulang, dan gejala akan

lebih parah pada stadium lanjut di mana penderita akan mengalami cachexia,

obstruksi gastrointestinal dan sistem renal(Edianto, 2006).

2.3.5 Stadium kanker serviks

Penentuan stadium dilakukan setelah ditegakkannya diagnosis kanker serviks

dengan pemeriksaan histologi jaringan biopsi. Penentuan stadium harus diikuti

dengan kondisi klinis, didukung oleh bukti-bukti klinis dan sederhana. Penentuan

stadium menurut FIGO ( International Federation of Gynecology Obstetrics) tahun

2014 dilihat berdasarkan lokasi tumor primer, ukuran besar tumor dan adanya

penyebaran keganasan. Staging ini dibuat untuk mempermudah perancangan terapi

dan memperkirakan prognosis pasien.

2.1 Klasifikasi Stadium Kanker Serviks menurut FIGO 2008

Stadium FIGO

Keterangan

Tidak ada dugaan tumor primer Tidak ada bukti tumor primer

0 Karsinoma in situ (karsinoma pervasif)

I Karsinoma masih terbatas diserviks (penyebaran ke korpus

uteri diabaikan)

IA Karsinoma invasif hanya dapat didiagnosa secara mikroskopis.

Lesi telah menembus membran basalis dengan kedalaman < 5

(15)

IIA1 Lesi berukuran < 4 cm

IIA2 Lesi berukuran > 4 cm

IIB Lesi meluas hingga ke parametrium

III Lesi terbatas pada dinding serviks melibatkan sepertiga bawah

vagina sehingga menyebabkan hidronefrosis atau gagal ginjal

IIIA Lesi mencapai sepertiga bawah vagina

IIIb Lesi terbatas pada dinding pelvis sehingga menyebabkan

hidronefrosis atau gagal ginjal

IVA Lesi mencapai mukosa kantung kemih atau rektum atau terbatas

pada pelvis

IVB Metastasis jauh

Sumber : World Health Organization (WHO), Breast and Female Genital, 2014

2.3.6 Jenis histopatologis pada kanker serviks Epithelial tumours

 Cervical intraepithelial neoplasia : prekursor dari karsinoma sel skuamos

serviks

2. Tumor glandular dan prekursor

(16)

o Mucinous adenocarcinoma

3. Uncommon carcinomas and neuroendocrine tumours

(17)

 Angisarcoma

Gejala klinis kanker serviks dalam Huang (2013) berupa:

1. Perdarahan per vagina : pada stadium awal terjadi perdarahan sedikit

sesaat setelah koitus atau saat membersihkan vagina. Perdarahan akan

terus bertambah dalam frekuensi maupun volume perdarahan akan terus

bertambah dan dterkadang dapat menimbulkan hemoragi masif dengan

penyebab eksfoliasi jaringan kanker.

2. Sekret per vagina : pada stadium awal berupa keputihan yang bertambah,

disebabkan iritasi oleh lesi kanker atau peradangan dari glandula serviks

yang mengalami hipersekresi. Dengan progresi penyakit, sekret

bertambah, encer seperti air, berbau amis dan bila terjadi infeksi timbul

(18)

3. Nyeri : umumnya pada stadium sedang, lanjut atau bila disertai infeksi.

Nyeri terasa di lokasi bawah abdomen, regiogluteal atau sakrokoksigeal.

4. Gejala saluran urinarius : sering disertai infeksi, dapat menimbulkan

polakisuria, urgensi dan disuria. Dengan perkembangan kanker dapat

mengenai vesika urinari, dan menimbulkan hematuria, piuria hingga

terbentuk fistel sisto-vaginal.

5. Gejala saluran pencernaan : ketika lesi kanker serviks menyebar ke

ligamen kardinal, ligamen sakral dapat menekan rektum dan menimbulkan

obstipasi. Bila tumor menginvasi rektum dapat menimbulkan

hematokezia, akhirnya timbul fistel rektovaginal.

2.3.8 Deteksi Dini dan Penegakan Diagnosa Kanker Serviks

Deteksi dini untuk kanker serviks bertujuan agar penemuan lebih awal lesi kanker

atau kelainan pada serviks yang beresiko lebih besar dalam terjadinya kanker serviks.

Pemeriksaan sitologi seperti papsmear dan liquid-based cytology (LBC), pemeriksaan

DNA-HPV dan pemeriksaan Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA) merupakan tes

skrining untuk prekanker atau kanker serviks (American Cancer Society, 2014).

Papsmear adalah pemeriksaan sitologi menggunakan spatula yang di usap pada

zona transformasi serviks, dan hasil yang didapatkan diletakkan di gelas objek dan di

teliti di laboratorium patologi anatomi. Lain halnya dengan papsmear, pemeriksaan

LBC tidak menggunakan gelas objek melainkan spatula dimasukkan kedalam tabung

yang berisi cairan khusus. Hasil LBC lebih baik dibandingkan pemeriksaan dengan

papsmear, terbukti dari hasil false-negative yang lebih kecil. Pemeriksaan HPV-DNA

berfungsi untuk melihat apakah pasien terinfeksi HPV, meskipun tidak semua pasien

yang terinfeksi HPV akan mengalami kanker serviks tetapi telah dipastikan bahwa

HPV merupakan penyebab terbesar dalam terjadinya kanker serviks. Pemeriksaan

IVA (Inspeksi Visual dengan Asam Asetat) merupakan metode inspeksi yang sangat

sederhana. Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara mengoleskan larutan asam asetat

(19)

positif abnormal bila terjadi perubahan warna menjadi putih (acetowhite) pada daerah

yang dioleskan asam asetat (WHO, 2006).

Langkah pertama dalam penentuan kanker serviks yang paling sering adalah hasil

dari pemeriksaan papsmear yang abnormal. Papsmear bukanlah tes untuk

menegakkan diagnosis melainkan tes skrining. Hasil papsmear yang abnormal

membutuhkan pemeriksaan lebih lanjut untuk melihat apakah ada tidaknya kanker

atau prakanker di serviks. Riwayat kesehatan dan pemeriksaan fisik juga perlu

diketahui. Hal ini berhubungan dengan faktor resiko dan gejala-gejala kanker serviks

(American Cancer Society, 2014).

Berikut pemeriksaan yang dilakukan untuk penegakan diagnosis kanker serviks

menurut American Cancer Society (2014):

1. Pemeriksaan kolposkopi : di bawah penerangan yang tinggi dan menggunakan

kaca pembesar langsung mengamati lesi di serviks. Merupakan salah satu cara

diagnosa penting untuk diagnosis dini karsinoma serviks. Dapat menemukan

lesi preklinis yang tidak terlihat dengan mata normal. Jika terdapat bagian

yang mencurigakan bisa dilakukan biopsi.

2. Biopsi serviks : untuk memastikan diagnosis CIN dan karsinoma serviks.

Karsinoma serviks stadium dini tidak memperlihatkan lesi yang jelas, untuk

dapat memperoleh jaringan kanker secara akurat, perlu dilakukan biopsi, lalu

dilakukan pemeriksaan patologinya.

3. Kuretase endoserviks : pemeriksaan ini dilakukan jika hasil dari papsmear

positif tetapi tidak terlihat ke abnormalannya melalui kolposkopi.

4. Sistoskopi dan proktoskopi.

Sistoskpoi adalah tabung dengan lensa dan cahaya yang dimasukkan ke dalam

vesika urinari melalui uretra. Pemeriksaan ini berguna untuk melihat

pertumbuhan kanker. Proktoskopi adalah inspeksi rektum melalui tabung

(20)

5. Pemeriksaan radiologi : pemeriksaan ini berguna untuk melihat

perkembangan kanker. Menggunakan x-ray, computerized tomography (CT)

scan dan magnetic resonance imaging ( MRI ) dengan gelombang radio dan

magnet.

2.3.9 Penatalaksanaan Kanker Serviks

Secara umum jenis terapi yang dapat diberikan bergantung pada usia dan

keadaan umum penderita, luasnya penyebaran, dan komplikasi lain yang menyertai

Metode terapi kanker serviks berupa operasi, radioterapi, kemoterapi, imunoterapi

dan lain-lain. Pada umumnya kasus stadium lanjut (stadium IIb, III, dan IV) dipilih

pengobatan radiasi diberikan secara intrakaviter dan eksternal, sedangkan stadium

awal dapat diobati melalui pembedahan atau radiasi.

Terapi tunggal apakah berupa radiasi atau operasi merupakan pilihan bila

kanker serviks dapat didiagnosis dalam stadium dini. Pada dasarnya untuk stadium

lanjut ( IIb, III, dan IV) diobati dengan kombinasi radiasi eksterna dan intrakaviter

(brakhiterapi).

Penatalaksanaan prekanker

1. Cryotherapy : penatalaksanaan dengan cara membekukan daerah abnormal

(21)

Gambar 2.7 Cryotherapy (sumber : WHO cervical cancer control, 2006)

2. LEEP (Loop Electrosurgical Excision Procedure) : pembuangan area serviks

abnormal menggunakan kabel kecil yang sudah di panaskan dengan listrik.

Prosedur ini berhasil untuk 9 dari 10 wanita dengan lesi prakanker.

(22)

3. Konisasi cold-knife : pembuangan berbentuk kerucut pada serviks abnormal.

Gambar 2.9 Metode Konisasi

(sumber : WHO cervical cancer control, 2006)

Penatalaksanaan Kanker Invasif Terapi primer

1. Operasi atau pembedahan

- Trachelectomi adalah pembedahan dengan tujuan untuk membuang serviks.

(23)

Gambar 2.10 Gambaran Pembedahan Trachelectomi (sumber : WHO cervical cancer control, 2006)

- Simpel histerektomi : pembuangan uterus dengan bedah secara keseluruhan

termasuk serviks. Pembedahan bisa dilakukan melalui abdominal bawah

atau pun melalui vagina. Tuba falopi dan ovarium tidak di buang, tetapi

bisa dibuang bila terlihat abnormal.

Gambar 2.11 Gambaran Simpel Histerektomi (sumber : WHO cervical cancer control, 2006)

- Radikal histerektomi : pembedahan dengan tujuan untuk membuang uterus,

(24)

Gambar 2.12 Gambaran Radikal Histerektomi (sumber : WHO cervical cancer control, 2006)

2. Radioterapi : sering digunakan untuk penatalaksanaan kanker serviks stadium

IB, IIA dan IV.

- Teletherapy atau radiasi eksterna : sering juga disebut external beam radiation

therapy (EBRT).

Gambar 2.13Teletherapy

(25)

- Brachytherapy atau radiasi interna : penatalaksanaan untuk kanker stadium

lanjut dengan meletakkan alat radiasi berupa biji ke dalam tubuh mendekati

area tumor.

Gambaran 2.14 Brachytherapy

(sumber : WHO cervical cancer control, 2006)

Kemoterapi : penatalaksanaan dengan pemberian obat melalui infus, tablet atau

intramuskular. Kemoterapi tidak termasuk ke dalam terapi primer, tetapi biasa

digunakan sebagai terapi gabungan bersamaan dengan pembedahan dan radioterapi.

Penatalaksanaan Berdasarkan Stadium

Penatalaksanaan kanker serviks dengan stage IA telah menunjukkan hasil

yang efektif dengan simpel histerektomi, dimana 5 years survival rate berkisar 95%.

Tetapi hanya sedikit penderita kanker serviks yang didiagnosis dini sebelum

terjadinya perjalanan penyakit lebih jauh. Maka dari itu penatalaksanaan yang

dilakukan tidak hanya berupa surgical, diperlukan terapi gabungan untuk

(26)

Stadium Awal ( IA – IIA )

1. NAC (Neo Adjuvant Cemotherapy) + Radikal histerektomi = Partial /

Komplit

2. NAC (Neo Adjuvant Cemotherapy)+ Radiasi = Stable / Progresif

Sejauh ini, adjuvant chemotherapy (kemoterapi yang diberikan setelah terapi

definitif seperti surgical) belum ditemukan berguna dalam penatalaksanaan kanker

serviks. Tetapi, pendekatan lain yang dilakukan berupa neoadjuvant chemotherapy,

pemberian kemoterapi sebelum penatalaksanaan lainnya seperti radioterapi atau

surgical, dikonsiderasi memberi dampak baik. Berdasarkan penelitian yang dilakukan

oleh Sardi et al (1986) dalam Dunlavey (2009) bahwa pemberian neoadjuvant

sebelum pelaksanaan surgical lebih menjanjikan dibanding pemberian surgical saja.

Walaupun demikian, tidak semua hasil dari penatalaksanaan bersifat komplit

dikarenakan tidak semua tumor bersifat kemosensitif (Dunlavey, 2009).

Stadium Lanjut ( > IIB )

1. Kemoterapi + Radioterapi

2. Radioterapi

Penatalaksanaan berupa surgical dikenal sangat efektif untuk kanker serviks

IA, sedangkan radioterapi merupakan penatalaksanaan yang lebih dikenal untuk

stadium lebih lanjut. Radioterapi bisa digunakan bersamaan dengan pelaksanaan

surgery, tetapi hal ini sering dihindari dikarenakan peningkatan toxicity yang dapat

timbul jika dua pengobatan ini dilakukan secara bersamaan.

Pemberian Radioterapi tunggal dilakukan jika sudah terjadi metastasis sampai

ke ginjal atau pun masalah ginjal lainnya yang dimiliki penderita. Hal ini dapat

membahayakan penderita dengan gangguan ginjal jika diberi penatalaksanan

kemoterapi karna dapat memperberat kerja dari ginjal itu sendiri (Dunlavey, 2009).

(27)

Dari tumor yang ada di saluran reproduksi, kanker serviks uteri memiliki

prognosis relatif lebih baik, khususnya karsinoma in situ dan karsinoma invasif

stadium dini. Survival 5 tahun karsinoma serviks in situ hampir 100%. Menurut

FIGO dari laporan gabungan hasil terapi di 137 lembaga, 32.052 kasus kanker serviks

uteri berbagai stadium (Petterson, 1991), survival 5 tahun pasien stadium I,II,III,IV

masing-masing adalah 81,6% , 61,3% , 36,7% , 12,1%. Kanker serviks memiliki

beberapa faktor yang mempengaruhi penilaian prognosisnya seperti stadium klinis,

tipe patologi, metastasis kelenjar limfe, manipulasi operasi dll. Setelah terapi masih

harus dilakukan pemeriksaan ulang berkala (Huang, 2013).

Hasil dibawah ini di publiksikan di 7th edition of the AJCC staging manual

pada tahun 2010. Berdasarkan dari data yang dikumpulkan oleh National Cancer

Data Base dari pasien yang didiagnosa tahun 2000 sampai 2002. Data ini merupakan

data statistik terakhir yang ada untuk kasus survival berdasarkan staging.

(28)

2.3.11 Rekurensi Kanker Serviks

Rekuresi kanker serviks merupakan hal yang patut diwaspadai walaupun

pembedahan dan kemoradioterapi telah mampu mengobati 80 – 95 % lesi kanker

derajat rendah (stadium 1 dan 2) dan 60% stadium 3. Resiko rekurensi lebih rendah

pasien denan CIN I, dan lebih tinggi pada pasien dengan CIN II, CIN III atau kanker.

Namun, untuk CIN I dan CIN II rekurensi lebih sering terjadi kurang dari 20 tahun

setelah pengobatan sedangkan CIN III lebih dari 20 tahun (Clarissa, 2009).

Beberapa penelitian menyatakan bahwa terdapat hubungan yang erat antara

rekurensi kanker serviks dengan persistensi infeksi virus HPV, hal ini dilihat dari

besarnya jumlah virus HPV risiko tinggi sebelum konisasi dan adanya DNA

HPVdalam jaringan serviks setelah diterap (Clarissa, 2009).

2.3.12 Pencegahan Kanker Serviks

Untuk mencegah kanker serviks, yang paling utama adalah menghindari faktor

resiko. Berikut pencegahan terjadinya kanker serviks:

(1) Tunda kontak seksual pertama di umur remaja

(2) Hindari berganti-ganti pasangan seksual

(3) Hindari pasangan seksual yang berganti-ganti pasangan seksual

(4) Hidup sehat dengan cara mengkonsumsi makanan bergizi untuk menjaga

ketahanan imun, serta hindari rokok

(5) Wanita yg sudah menikah dianjurkan untuk melakukan skrining test berupa

Gambar

Gambar 2.1 Anatomi Serviks
Gambar 2.2 Histologi Serviks
Gambar 2.3 CIN 1 – Low-grade Squamouse Intraepithelial Lesion
Gambar 2.6 Ilustrasi virus HPV
+6

Referensi

Dokumen terkait

Distribusi penderita kanker serviks menurut lama dirawat inap Dari tabel 5.8, diperoleh jumlah terbanyak dan paling sedikit berdasarkan lamanya. pasein yang dirawat

Berdasarkan data rekam medis, gambaran histopatologi yang tersering pada penderita kanker serviks adalah tipe Non keratinizing skuamous sel karsinoma yaitu sebanyak 64 kasus

KESIMPULAN: Tipe HPV 16 merupakan tipe yang paling sering ditemui dan ditemukan dominan pada jenis karsinoma sel skuamosa.. KATA KUNCI: Human Papillomavirus; HPV; kanker

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa jumlah usia terbanyak penderita kanker serviks adalah yang berumur 46-55 tahun (42,4%), pekerjaan terbanyak adalah ibu rumah tangga

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa jumlah usia terbanyak penderita kanker serviks adalah yang berumur 46-55 tahun (42,4%), pekerjaan terbanyak adalah ibu rumah tangga

Kanker lambung adalah neoplasma malignan yang berasal dari komponen histologi yang berbeda-beda dari lambung, yang didiagnosis oleh dokter patologi anatomi, dan tercatat

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa jumlah usia terbanyak penderita kanker serviks adalah yang berumur 46-55 tahun (42,4%), pekerjaan terbanyak adalah ibu rumah tangga

Sesuai dengan etiologi infeksinya, wanita dengan pasangan seksual yang banyak dan wanita yang memulai hubungan seksual pada usia muda akan meningkatkan risiko terkena kanker