• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peranan Anti Virus pada Hepatitis B akut

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Peranan Anti Virus pada Hepatitis B akut"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

1

EVIDEN CE-BASED CASE REPORT

Peranan Anti Virus pada Hepatitis B akut

Oleh:

dr. Adeputri Tanesha Idhayu

PROGRAM P ENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I

DIVISI HEP AT OLOGI - DEPART EMEN ILMU PENYAKIT DALAM FAKULT AS KEDOKT ERAN UNIVERSIT AS INDONESIA

RUMAH SAKIT CIPT O MANGUNKUSUMO Januari 2012

(2)

2 Daftar Isi Pendahuluan ………3 Ilustrasi kasus………...5 M asalah klinis ………....………….6 M etode penelusuran……….6

Hasil Penelusuran dan Pembahasan ...……….6

Kesimpulan ………..…..17

(3)

3 PENDAHULUAN

Virus hepatitis B merupakan virus berstruktur DNA terkecil yang dapat menginfeksi manusia, namun virus hepatitis B ini 50-100 kali lipat lebih infeksius dibanding dengan virus HIV. Infeksi virus hepatitis B (HBV) merupakan penyebab utama penyakit hati kronik diseluruh dunia. Sekitar dua miliar individu di seluruh dunia terinfeksi virus hepatitis B dan diperkirakan 600000 orang meninggal setiap tahunnya akibat hepatitis B akut maupun kronik. Namun, insidensi hepatitis B ini menurun sejak tahun 1992 dikarenakan keberhasilan program World

Health Organization di seluruh dunia untuk imunisasi hepatitis B terhadap seluruh bayi baru

lahir. Hepatitis B akut ditandai dengan gejala yang kurang sp esifik, diantaranya yaitu mual, muntah, nyeri perut, lemas, penurunan nafsu makan, demam, kuning dan urin berwarna gelap. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemui hepatomegali dan splenomegali.1

Hepatitis B akut terdiri dari fase ikterik dan fase resolusi. Fase ikterik ditandai dengan sklera menjadi kuning, dengan waktu rata-rata 90 hari sejak terinfeksi sampai menjadi kuning. Pada pasien dengan bilirubin lebih dari 10 mg/dL, keluhan lemas dan kuning biasanya berat dan keluhan dapat bertahan sampai beberapa bulan sebelum resolusi sempurna. M cM ahon dkk, melaporkan hanya sekitar 30-50% orang dewasa mengalami fase ikterik pada hepatitis B akut, sedangkan pada bayi dan anak-anak lebih jarang terjadi ikterik pada hepatitis B akut. Resolusi dari hepatitis B akut berhubugan dengan eliminasi virus dari darah dan munculnya anti-HB

surface (anti-HBs).1

Pasien hepatitis B akut dengan sistem imun yang baik dapat sembuh spontan pada lebih dari 95% pasien, sedangkan sisanya dapat berkembang menjadi infeksi hepatitis B kronis atau hepatitis fulminan walaupun jarang terjadi. Hal ini sesuai dengan sebuah penelitian pada 188 pasien Eskimo dengan hepatitis B akut, di mana hepatitis B menjadi kronik pada 7,7% pasien berusia 30 tahun atau lebih tua dan 28,6% pada anak berusia kurang dari 4 tahun. Sedangkan untuk konversi sp ontan HbsAg setelah infeksi hepatitis B akut terjadi pada 90-97,5% orang dewasa, sesuai dengan laporan studi dari 392 personel An gkatan Darat AS yang mengalami serokonversi sebesar 99,5% dan 99,8% pada 507 pasien di Yunani.2

Variasi konversi sp ontan hepatitis B terjadi karena perbedaan pada status antigen HBVe (HBeAg) dan mutasi precore, serta inokulum virus. Sebuah studi terbaru dari Shanghai melaporkan terjadinya 92% konversi sp ontan yang dihubungkan dengan efek genotipe dari virus

(4)

4

hepatitis B. Efek ini genotipe ini sejalan dengan beberapa studi potong lintang di Amerika yang mengamati perbedaan genotipe dihubungkan dengan hepatitis B akut dan kronis. Pada studi multisenter di Jepang didapatkan 2 dari 23 kasus (9%) genotipe Ae yang menjadi kronik dibandingkan genotipe Bj yang hanya 1 dari 187 kasus (0,53%). Studi ini serupa dengan laporan lain dari Jepang yang lebih kecil dimana melaporkan genotipe A dari HBV lebih banyak menjadi kronik dibandingkan dengan genotipe B atau C.2

Walaupun hepatitis B dapat sembuh sp ontan, hepatitis B akut tetap merupakan salah satu penyebab kematian yang ditakuti. Robert-Koch institut di Jerman melaporkan tiga kematian pada 748 pasien hepatitis B akut. Sako, dkk melaporkan 36 kematian dari 890 pasien hepatitis B akut di Jepang dan Arteaga-Rodriguez, dkk di Spanyol melaporkan 90 kematian pada tahun 2001-2006 dari 2169 kasus hepatitis B akut.2

Transplantasi hati segera terkadang menjadi satu-satunya pilihan terapi untuk hepatitis B akut. Terdapat beberapa obat yang diberikan untuk hepatitis B kronik yang berfungsi dalam menghambat replikasi virus hepatitis B, seperti lamivudine, adefovir, tenofovir, entecavir dan telbivudine. Namun, penggunaan anti virus dalam pengobatan hepatitis B akut belum banyak dibahas.

Berikut ini disampaikan kasus hepatitis B akut sebagai pemicu pencarian bukti-bukti ilmiah manfaat penggunaan anti virus pada pasien hepatitis B akut.

(5)

5 ILUS TRAS I KAS US

Tn. AA, 29 tahun datang ke RSCM dengan keluhan utama demam sejak 3 minggu SM RS. Pasien mengeluh demam tinggi terutama malam hari. Pasien juga mengeluh mual dan terkadang muntah, nyeri ulu hati, rasa tidak nyaman di perut kanan atas, mata terlihat semakin kuning, urine p ekat seperti teh, namun feses dempul disangkal oleh pasien, buang air besar tidak didapatkan keluhan, nafsu makan turun. Tidak didapatkan keluhan batuk pilek, diare dan nyeri berkemih. Pasien sudah berobat ke puskesmas dan diberikan antibiotik, obat lambung dan obat penurun panas. Karena dirasakan tidak ada perubahan, pasien periksa darah dan dinyatakan hepatitis dan pasien dirawat di RSCM . Pasien sebelumnya tidak pernah menderita sakit kuning. Pasien juga menyangkal riwayat operasi, transfusi darah, IVDU, seks bebas, konsumsi obat-obatan/jamu-jamuan. Pasien mengkonsumsi alkohol ± 3x/bulan.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang, compos mentis dengan tekanan darah 120/80, nadi 84x/menit regular, respiratory rate 18x/menit, suhu 36,7oC. Pasien memiliki berat badan 70 kg dengan tinggi 160 cm sehingga didapatkan nilai indeks massa tubuh sebesar 27.34. Pada pemeriksaan mata tidak tampak adanya konjungtiva anemis namun didapatkan sklera ikterik. Pemeriksaan jantung dan paru menunjukan hasil yang normal. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan cembung, lemas, hati teraba 3 jari bawah artus costa, 4 jari bawah processus xyphoideus dengan nyeri tekan (+), limpa tidak teraba, bising usus normal dan tidak ditemukan adanya asites. Tidak ditemukan adanya stigmata sirosis hati

Pada pemeriksaan laboratorium awal didapatkan SGOT 670, SGPT 1359, Hb 15,6, leukosit 8680, trombosit 376000, ureum 11,5, creatinin 0,6, albumin 3,7, bilirubin total 6,74, bilirubin direk 5,33, bilirubin indirek 1,4, GDS 163, HBsAg reaktif 5705.000, HBeAg non reaktif, anti HAV 0,6, anti HBc IgM reaktif 13,4, urinalisis didapatkan warna kuning tua keruh, bilirubin +1, urobilinogen 1. Dari pemeriksaan dengan U SG didapatkan kesan suatu gambaran fatty liver, cholecystitis, multiple cholelitiasis. Rontgen thorax dalam batas normal. Dari hasil pemeriksaan laboratorium evaluasi didapatkan SGOT 439, SGPT 920, Hb 14,5, leukosit 8840, trombosit 415000, ureum 18, creatinin 0,7, bilirubin total 5,38, bilirubin direk 4,16, bilirubin indirek 1,22.

(6)

6 MAS ALAH KLIN IS

Pada hepatitis B akut bagaimanakah peranan obat anti virus dalam kondisi ini, serta pilihan jenis anti virus yang digunakan.

Patient Intervention Comparison Outcome

Acute hepatitis B Anti viral - Improvement

METODE PENELUSURAN

Prosedur pencarian literatur untuk menjawab masalah klinis tersebut adalah dengan menyusuri pustaka secara on-line dengan menggunakan instrumen pencari PubMed dan Science

Direct. Kata kunci yang digunakan adalah acute hepatitis B OR acute HBV AND anti viral.

Penelusuran dibatasi dalam bahasa Inggris namun tidak menerapkan filter metodologi.

HAS IL PENELUSURAN DAN PEMBAHAS AN

Hasil penelusuran didapatkan 306 artikel (222 artikel dari PubMed dan 84 dari

ScienceDirect). Sebanyak 303 artikel dieksklusi karena memiliki perbedaan tujuan penelitian

(292), merupakan review (4), serial kasus (4), dan bukan merupakan artikel berbahasa Inggris (3).

Penelitian pertama dilakukan oleh Kumar dkk, pada 71 pasien di New Delhi, India dalam jangka waktu Januari 2002 sampai M aret 2005 dengan metode uji klinis acak. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi efektivitas lamivudine pada pasien hepatitis B akut. Pada pasien hepatitis B akut dengan serum bilirubin lebih dari 5 mg/dL diberikan secara acak 100 mg lamivudine setiap hari selama 3 bulan (kelompok 1, n= 31) atau diberikan plasebo (kelompok2, n= 40). Pasien dianggap hepatitis B akut berat, bila ditemukan minimal 2 dari 3 kriteria ensefalopati hepatikum, bilirubin total > 10 mg/dL, dan international normalized ratio (INR) >1.6.Pada penelitian, didapatkan 22 pasien (71%) pada kelompok lamivudine dan 25 pasien (62,5%) pada kelompok plasebo masuk dalam kategori hepatitis B berat. Dua pasien (6,5%) pada kelompok lamivudine dan 1 pasien (2,5%) pada kelompok plasebo mengalami ensefalopati hepatikum. Karakteristik pasien dapat dilihat pada tabel 1.1. Semua pasien

(7)

7

penelitian memperlihatkan HBsAg positif dan 60 pasien (84,5%) memiliki HBeA g positif (26 pada kelompok lamivudin (83,9%) dan 34 (85%) pada kelompok plasebo). Sedangkan serum HBeAg negatif didapatkan pada 11 pasien (15,5%) terdiri dari 5 pasien (16,1%) dalam kelompok lamivudine dan 6 pasien (15%) pada kelompok plasebo. Semua pasien didapatkan serum IgM anti-HBc positif dan tak satu pun pasien memperlihatkan anti-HBe positif.

Tabel 1.1 Karakteristik klinis dan demografi pasien

Pada minggu ke 4, HB V DNA pada kelompok lamivudin (median: 3,6721 log

copies/mL) secara signifikan lebih rendah (p= 0,037) dibanding kelompok plasebo (median:

(8)

8

Gambar 1.1. Median HBV DNA pada kedua kelompok

Setelah 4 minggu, tidak didapatkan perbedaan titer HBV DNA di antara 2 kelompok. Gambar 1.2 menunjukkan proporsi pasien dengan HBV DNA positif (600 copies/mL) pada kedua kelompok. Semua pasien (100%) pada awal penelitian memiliki HBV DNA positif (100%) di awal, dan kemudian turun sekitar 20% pada kedua kelompok. setelah 1 tahun.

Gambar 1.2. Proporsi HBV DNA p asien pada kelompok Lamivudin dan placebo

Setelah 1 tahun, 29 pasien (93,5%) pada kelompok lamivudine dan 37 pasien (92,5%) pada kelompok plasebo menunjukkan HbsAg menjadi negatif dan setelah 18 bulan, 30 pasien (96,7%) pada kelompok lamivudine dan 39 pasien (97,5%) pada kelompok plasebo HBsAg menjadi negatif. Pasien dengan HBsAg masih positif setelah 1 tahun digambarkan pada Tabel 1.2. Dua pasien (satu dari setiap kelompok) dengan HBsAg yang tetap positif setelah 18 bulan dinyatakan menjadi hepatitis B kronis. Keduanya menjalani biopsi hati, hasilnya tidak didapatkan fibrosis dan hanya terdapat sedikit peradangan. Pasien yang diobati lamivudine memiliki fibrosis F0 dan hepatic activity index (HAI) 1. Sedangkan pada kelompok plasebo didapatkan fibrosis F0 dan HAI 2.

(9)

9

Tabel 1.2 Pasien dengan HBsAg positif setelah 1 tahun terapi.

Semua pasien dengan HBeAg positif (26 pada kelompok lamivudine dan 34 pada kelompok plasebo) serokonversi menjadi HBeAg negatif. Secara keseluruhan, anti-HBe muncul pada 22 dari 31 pasien (71%) pada kelompok lamivudine dan 35 dari 40 pasien (87,5%) pada kelompok plasebo (p= 0,132). M unculnya anti-HBs yang bersifat protektif pada pasien yang dengan lamivudine sedikit lebih rendah dibanding kelompok plasebo. Setelah 1 tahun, 21 pasien (67,7%) pada kelompok lamivudine dan 34 pasien (85%) pada kelompok plasebo terlihat anti-HBs yang bersifat p rotektif. Namun, perbedaan ini di antara 2 kelompok tidak signifikan dengan p= 0,096. Sedangkan pada kelompok hepatitis B berat, didapatkan 16 (72,2%) pada kelompok lamivudine dan 21 (84,0%) pada kelompok plasebo (p= 0,346) muncul anti-HBs.

Gambar 1.3 Titer Bilirubin dan ALT pada kedua kelompok

Sedangkan untuk marker biokimia, yang ditunjukkan oleh perbaikan dari titer bilirubin, ALT maupun INR, pada kedua kelompok tidak didapatkan perbedaan secara bermakna baik pada kelompok hepatitis B akut maupun pada kelompok Hepatitis B berat. Sedangkan untuk luaran kematian, tidak didaptkan mortalitas pada kedua kelompok. Semua pasien dengan klinis ensefalopati membaik dalam waktu 1 minggu. Pada penelitian ini, tidak didapatkan efek samping yang serius yang dapat dikaitkan dengan lamivudine dan semua pasien dapat metoleransi terapi dengan baik tanpa modifikasi dosis atau penghentian obat.

(10)

10

Kesimpulan penelitian ini, mesk ipun lamivudine menyebabkan penurunan HBV DNA yang lebih besar, namun lamivudin tidak memperlihatkan perbaikan biokimia dan klinis secara signifikan dibandingkan dengan plasebo pada pasien dengan hepatitis B akut

Pada penelitian kedua yang merupakan studi kohort retrospektif oleh M iyake, dkk digunakan 37 pasien hepatitis B fulminan berturut-turut pada RS Okayama Jepang, dengan hepatitis B akut fulminan dan 4 (11%) diantaranya telah mendapat transplantasi hati setelah 3 hari terdiagnosis. Data diambil sejak Januari 1990 sampai Desember 2006. Karakteristik pasien dapat dilihat p ada tabel 2.1. Pada pasien transplantasi sulit untuk menilai efek pengobatan, disini termasuk lamivudine. Dengan demikian, dalam penelitian ini, faktor prognosis hanya dianalisis pada 33 pasien dengan hepatitis B fulminan, terdiri dari 16 laki-laki dan 17 perempuan dengan rata-rata berusia 45 (kisaran, 20-74 tahun). Lamivudine diberikan pada 10 dari 33 pasien (30%) dimulai dalam waktu tiga hari setelah diagnosis. Pada akhir penelitian, 13 pasien (39%) selamat tanpa transplantasi hati dan sisanya 20 (61%) meninggal dunia.

(11)

11

Tabel 2.1 Karakteristik klinis dan demografi pasien

Pada penelitian ini, angka kelangsun gan hidup dibagi berdasarkan usia, pada pasien berusia <45 tahun didapatkan angka kelangsun gan hidup 1 minggu dan keseluruhan pada hepatitis B fulminan sebesar 77% dan 64%, sedangkan pasien pasien berusia >45 tahun sebesar 68% dan 21%. Sedangkan angka kelangsun gan hidup 1 minggu dan keseluruhan pada sindrom respon inflamasi sistemik (SIRS) pada saat diagnosis adalah 39% dan 15%, sedangkan pada pasien tanpa SIRS adalah 95% dan 55%. angka kelangsun gan hidup 1 minggu dan keseluruhan angka pasien yang dirawat dengan lamivudine adalah sebesar 90% dan 70%, sedangkan pasien yang tidak diobati dengan lamivudine adalah 65% dan 26% (Gambar 2). Pada p asien yang sudah

(12)

12

dalam keadaan SIRS pada saat diagnosis, angka kelangsun gan hidup secara keseluruhan pada pasien dengan lamivudine adalah 50% dan 9% pada pasien tanpa lamivudin. Pada pasien tanpa SIRS saat awal diagnosis, tingkat kelangsun gan hidup secara keseluruhan pada kelompok lamivudine adalah 75% dan pada kelompok tanpa lamivudin adalah 41%. Sehingga, pada pasien berusia >45 tahun pada saat diagnosis hepatitis B fulminan, tingkat kelangsun gan hidup keseluruhan dari pasien dengan lamivudine sebesar 50% dan pasien tanpa lamivudin sebesar 8%. Sedangkan, pada pasien berusia <45 tahun tingkat kelangsun gan hidup keseluruhan pasien dengan lamivudine sebesar 100% dan pasien tanpa lamivudin sebesar 50%.

Gambar 2.1 Kurva kelangsungan hidup pada pasien dengan dan tanpa lamivudin

Sebagai kesimpulan, penelitian ini memperlihatkan efektifitas dari lamivudin untuk hepatitis B fulminan.

Pada penelitian ketiga, oleh Tassop oulos dkk, 100 pasien hepatitis B akut secara acak diberi pengobatan dengan recombinant interferon-α2b (rIFN-A2B) dengan dosis 3 juta unit (M U) (n = 34) atau 10 MU (n = 33) rIFN-A2B atau plasebo (n = 33), tiga kali seminggu selama 3 minggu. Karakteristik pasien dapat dilihat p ada tabel 3.1.

(13)

13

Tabel 3.1 Karakteristik klinis dan demografi pasien

Evaluasi klinis dilakukan per minggu pada setiap kunjungan pasien, didapatkan hasil bahwa pasien yang mendapat 3 MU rIFN- α2B memperlihatkan perbaikan secara signifikan lebih cepat terhadap gejala dan tanda-tanda hepatitis B akut dibandingkan mereka yang diobati dengan 10 M U rIFN-α2B atau plasebo (Tabel 3.2). Gejala dikonfirmasi oleh kuesioner yang berhubungan dengan kualitas hidup yang akan dinilai oleh pasien. Secara signifikan (p< 0,05) terjadi perbaikan dalam hal menulis/berbicara/membaca, performa, fatigue/lemas/nyeri otot, suasana hati, nafsu makan dan perbaikan secara keseluruhan.

(14)

14

Titer ALT kembali normal atau mendekati normal (<1. 5 x batas atas normal) secara signifikan lebih cepat p ada pasien yang diberi 10 MU pada akhir minggu pertama (p= 0,040) dan minggu ketiga (p= 0,036) paska pengobatan. Untuk titer albumin, pada ketiga kelompok tidak didapatkan perbedaan. Alkali fosfatase meningkat selama 3 minggu pengobatan pada pasien dengan 10 M U rIFN- α2B. Peningkatan ini berhubungan dengan dosis interferon.

Gambar 3.1 Perubahan fun gsi hati p ada 3 kelompok penelitian

Gambar 3.2 Perubahan alkali fosfatasepada 3 kelompok penelitian

Pada awal penelitian, 55 pasien seropositif untuk HBeAg dan 81 untuk HBV DNA. Dari penelitian, didapatkan bahwa klirens antigen virus (HBsAg, HBeA g) tidak berbeda di antara tiga kelompok (Tabel 3.3). Untuk tidak terdeteksinya HBV DNA juga tidak didapatkan perbedaan pada ketiga kelompok.

(15)

15

Tabel 3.3 Klirens HBsAg pada 3 kelompok penelitian

Untuk efek terapi selama seluruh periode, didapatkan perbedaan jumlah leukosit segmen yang signifikan, namun perubahan ini cepat kembali setelah penghentian dari pemberian obat. Gejala lain yang terjadi seperti flu-like sy ndrome, arthralgias, mialgia, sakit kepala, malaise, muntah dan kelelahan terjadi lebih sering pada pasien dengan rIFN-α2b.

Tabel 3.4 Efek samping interferon

Penelitian ini menyimpulkan bahwa rIFN-α2b aman diberikan pada hepatitis B akut, dan pemberian dengan dosis rendah memperlihatkan perbaikan gejala dan mempersingkat durasi penyakit. Namun, pada penelitian ini belum dapat dievaluasi kronisitas dari HBV.

(16)

16

Tabel 4. Penelitian penggunaan anti virus pada hepatitis B akut

Referen si Subyek Pre parat dosis Durasi Hasil Miyake dkk, 2008, Restropective cohort Kumar dkk, 2006, RCT T assopoulus, dkk, 19 97, RCT 37 pasien dengan hepatitis B fulminan 13 8 pasien hepatitis B akut 10 0 pasien hepatitis B akut Lamivudin 100-150 mg/hari

Pasien dibagi dalam 2 kelompok yaitu kelomok pertama diberikan lamivudin 1x 100 mg dalam 3 bulan

Pasien dibagi dalam 2 kelompok, yang pertam diberikan interferon 3 MU 3x /minggu, kelompok lainnya diberikan interferon 10 MU selama 3 minggu Januari 1990 - Desember 2006 Januari 2002 – Maret 2005 Januari 1988 – Januari 1989

Pemberian lamivudin pada hepatitis B fulminan dapat memperbaiki progno sis penyakit.

Lamivudin dapat menurunkan titer HBV DNA, namun tidak berbeda dengan kelompok kontrol tidak ada perbedaan dalam perbaikan klinis dan biokimia pasien

rIFN-α2b aman diberikan pada hepatitis B akut, dan pemberian dengan dosis rendah memperlihatkan perbaikan gejala dan mempersingkat durasi penyakit

(17)

17 KES IMPULAN

Dari ketiga penelitian diatas dapat disimpulkan :

1. Lamivudine menyebabkan penurunan HB V DNA yang lebih besar, namun lamivudin tidak memperlihatkan perbaikan biokimia dan klinis secara signifikan dibandingkan dengan plasebo pada pasien dengan hepatitis B akut.

2. Lamivudin dapat meningkatkan angka kelangsun gan hidup pada hepatitis B fulminan. 3. Recombinant interferon-α2b aman diberikan pada hepatitis B akut, dan pemberian

dengan dosis rendah memperlihatkan perbaikan gejala dan mempersingkat durasi penyakit.

(18)

18

Daftar Pustaka

1. Shiffman M L. M anagement of Acute Hepatitis B. Clin Liver Dis 2010;14:75–91

2. Tillmann HL, Zachou K, Dalekos GN. M anagement of severe acute to fulminant hepatitis B: to treat or not to treat or when to treat? Liver International. 2011; 1-10.

3. Kumar M, Satapathy S, M onga R, Hissar S, Pande C, A R andomized Controlled Trial of Lamivudine to Treat Acute Hepatitis B. Hepatology 2007; 45(1):97-101.

4. M iyake Y, Iwasaki Y, Takaki A, Fujioka S, Takaguchi K, et al. Lamivudine Treatment Improves the Prognosis of Fulminant Hepatitis B. Inter M ed 2008;47: 1293-9.

5. Tassopoulos NC, Polychronaki H, Paraloglou-Ioannides M , Hadziydnnis J. Recombinanitn interferon-α therapy for acute hepatitis B: a randomized, double-blind, placebo-controlled trial. Viral Hepatitis 1997;4:387-94.

Gambar

Tabel 1.1 Karakteristik klinis dan demografi pasien
Gambar  1.2  menunjukkan  proporsi  pasien  dengan  HBV  DNA  positif  (600  copies/mL)  pada  kedua  kelompok
Gambar 1.3 Titer Bilirubin dan  ALT pada kedua  kelompok
Tabel 2.1 Karakteristik klinis dan demografi pasien
+5

Referensi

Dokumen terkait

EuroCham ( EuroCham Cosmetics Working Group ) meyakini bahwa pembatasan jumlah bahan pewarna rambut untuk digunakan, dapat mengurangi pilihan yang tersedia untuk produk

Daftar Hadir : Pertemuan untuk pemaparan hasil musyawarah untuk pengembangan usaha pengrajin anyaman Desa Sawah Kulon Kecamatan Pasawahan di Aula Desa Sawah Kulon pada :

Piranti-piranti yang ingin dibangun di dalam penelitian ini adalah data leksikal komputasi bahasa Indonesia, koleksi data uji standar, koleksi implementasi metoda, dan koleksi

Sentuhan dengan benda umumnya memberi dampak kehilangan suhu yang kecil karena dua mekanisme, yaitu kecenderungan tubuh untuk terpapar langsung dengan benda relative jauh lebih

Penulisan instrumen penilaian memuat kisi-kisi, master soal, dan kunci jawaban menggunakan format yang dikeluarkan oleh Pengurus KKG dan/atau Tim Editor.. Penulisan

Dalam kajian ini, persamaan kamiran-terbitan Fredholm linear peringkat pertama diterbitkan kepada persamaan penghampiran terlebih dahulu sebelum membentuk sistem persamaan linear

jika dibentuk dalam bentuk jaring-jaring dengan mengambil irisan dan membuang yang tidak mempunyai irisan, sehingga jaring-jaringnya dapat digambarkan sebagai berikut: e h.. 64