• Tidak ada hasil yang ditemukan

STRATEGI MENARIK WISATAWAN JEPANG KE INDONESIA MAKALAH NON-SEMINAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "STRATEGI MENARIK WISATAWAN JEPANG KE INDONESIA MAKALAH NON-SEMINAR"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

UNIVERSITAS INDONESIA

STRATEGI MENARIK WISATAWAN JEPANG KE INDONESIA

MAKALAH NON-SEMINAR

ANNISA YULIASTITI 1006714696

FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA PROGRAM STUDI JEPANG

DEPOK JANUARI 2014

(2)
(3)
(4)

Strategi Menarik Wisatawan Jepang ke Indonesia

Annisa Yuliastiti 1006714696 dan Didit Dwi Subagio

Program Studi Jepang Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia Depok

Indonesia

annisayuliastiti@gmail.com

Abstrak

Pariwisata merupakan industri yang dapat diandalkan untuk meningkatkan pendapatan suatu negara. Indonesia merupakan negara yang memiliki keindahan dan keanekaragaman alam, budaya, sosial dan manusia yang berpotensi untuk menjadi objek wisata. Masyarakat Jepang adalah masyarakat yang sangat menyukai wisata berdasarkan karakteristik masyarakat, kebudayaan, dan latar belakang perkembangan sejarah masyarakat. Dengan adanya simbiosis mutualisme antara pariwisata Indonesia dan wisatawan asal Jepang, jurnal ini membahas tentang bagaimana strategi yang baik dalam menarik wisatawan Jepang untuk datang ke Indonesia. Metode yang digunakan dalam penulisan jurnal ini adalah deskriptif analisis yang berasal dari kajian kepustakaan. Hasil penelitian menunjukan bahwa pemahaman tentang karakteristik wisatawan Jepang sebagai target pasar yang akan diraih memiliki peranan penting dalam melaksanakan strategi menarik wisatawan Jepang ke Indonesia.

Kata kunci: karakteristik masyarakat Jepang; pariwisata; strategi

Strategy to Attract Japanese Tourist to Indonesia

Abstract

Tourism is an industry that can be relied upon to increase the income of a country. Indonesia is a country that has the beauty and diversity of nature, culture, social and human potential to become a tourist attraction. Japanese society is a society that is very fond of travel based on the characteristics of the community, cultural, and historical background of the development of society. With the mutual symbiosis between the Indonesian tourism and tourists from Japan, this articel discusses how a good strategy in attracting Japanese tourists to come to Indonesia. The method used in the writing of this paper is a descriptive analysis derived from the study of literature. The results showed that an understanding of the characteristics of Japanese tourists as the target market will have achieved an important role in implementing the strategy attract Japanese tourists to Indonesia.

(5)

Pendahuluan

Globalisasi telah mempengaruhi segala bidang kehidupan manusia di seluruh dunia. Mulai dari perekonomian, politik, teknologi, kebudayaan hingga pariwisata. Dengan adanya globalisasi, interaksi manusia dari satu tempat ke tempat lainnya menjadi semakin cepat meskipun antar wilayah yang cukup jauh. Menurut seorang tokoh antropologi budaya kontemporer, Profesor Arjun Appadurai dari Universitas Chicago, fenomena tersebut termasuk ke dalam aspek etnoscape. Etnoscape merupakan pergerakan manusia secara cepat dan melintasi batas teritorial dan geografis, seperti wisatawan, pelaku bisnis, imigran, pengungsi, dan sebagainya yang membentuk esensi dunia, dan tampil untuk memberikan pengaruh terhadap politik dan antar negara yang belum pernah terjadi sebelumnya (Jason dan Rebecca, 2011:75).

Seiring dengan terus meningkatnya taraf hidup manusia, hal tersebut telah memberikan dampak kepada pariwisata, karena secara finansial memungkinkan setiap orang untuk melakukan wisata baik yang dilakukan dalam negeri ataupun antar negara. Fenomena ini juga dipengaruhi oleh penyebaran informasi yang sangat cepat dan mendunia misalnya melalui internet. Dengan informasi yang telah mendunia tentang tempat wisata di dunia, menjadikan masyarakat di seluruh dunia semakin mudah untuk mengetahui informasi tentang beragam tempat wisata yang diinginkan. Menurut Arjun Appadurai, hal ini termasuk ke dalam aspek

mediascape, yaitu penyebaran dan pembuatan informasi tentang berbagai hal ke berbagai

sudut dunia melalui media cetak maupun elektronik seperti, koran, majalah, televisi dan studio produksi film, sehingga media ini mampu menyedot perhatian individu hingga masyarakat di seluruh dunia (Jason dan Rebecca, 2011:75). .

Pariwisata merupakan sektor yang potensial untuk meningkatkan devisa suatu negara. Indonesia merupakan negara yang memiliki aset pariwisata yang sangat beragam mulai dari alam, budaya, serta manusia, maka sudah seharusnya pemerintah Indonesia memanfaatkan potensi tersebut untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Menurut WTO (World Tourism Organization) di masa sekarang tingginya tingkat pemasaran bisnis pariwisata sama dengan tingginya tingkat pemasaran ekspor minyak, produk makanan, serta kendaraan bermotor. Selain itu, pariwisata dapat menjadi sumber pendapatan utama bagi negara yang sedang berkembang. Karena pentingnya peranan pariwisata dalam pembangunan ekonomi di berbagai negara, pariwisata sering pula disebut sebagai passport development, new kind of

(6)

sugar, tool for regional development, invisible export, non-polluting industry, dan sebagainya

(Gayatri dan Pitana, 2005:4).

Menurut JNTO (Japan National Tourism Organization) masyarakat Jepang yang melakukan perjalanan hampir mengalami peningkatan setiap tahunnya. Diantaranya untuk kepentingan bisnis, pendidikan, serta wisata. Fenomena ini disebabkan oleh faktor demografi, perekonomian serta sejarah pariwisata Jepang. Meskipun adanya peningkatan jumlah populasi lanjut usia di Jepang, akan tetapi tidak memberikan dampak terhadap pariwisata secara langsung, justru penduduk lanjut usia ini menjadi target yang potensial untuk pemasaran pariwisata Indonesia. Penduduk Jepang memilki pendapatan per kapita tertinggi dibandingkan negara-negara Asia lainnya yaitu, sekitar US$ 34,189, dengan demikian masyarakat Jepang merupakan target wisatawan potensial untuk pemasaran pariwisata Indonesia (WTO:2006). Dengan demikian, pihak Indonesia sepatutnya mengetahui bagaimana strategi untuk menarik wisatawan Jepang dengan baik, karena akan meningkatan devisa negara, dan kepuasan wisatawan Jepang dalam berwisata dapat terpenuhi dengan baik.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis strategi apa saja yang harus dilakukan untuk menarik wisatawan khususnya asal Jepang. Selain itu, dengan mengetahui faktor apa saja yang harus dipenuhi untuk menarik wisatawan Jepang, diharapkan juga dapat meningkatkan daya tarik wisatawan dari negara lainnya. Metodologi penelitian yang digunakan pada jurnal ini adalah studi pustaka dengan teknik deskriptif analisis. Untuk sumber-sumber yang digunakan berasal dari buku-buku, artikel, serta jurnal Perpustakaan Pusat Universitas Indonesia, informasi melalui internet dan bahan-bahan kuliah yang telah diikuti.

Definisi Pariwisata

Industri pariwisata pada dasarnya adalah industri jasa pariwista. Menurut Undang-Undang No. 9 tahun 1990 tentang kepariwisataan yang disebutkan pada pasal 1 (5) : Usaha pariwisata adalah kegiatan yang bertujuan menyelenggarakan jasa pariwisata atau menyediakan atau mengusahakan objek dan daya tarik wisata, usaha barang wsiata, dan usaha lain yang berkaitan dengan bidang tersebut. Pariwisata juga didefinisikan sebagai segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata, termasuk pengusahaan objek dan daya tarik wisata serta usaha-usaha terkait di bidang tersebut (Kusdianto, 1996:11).

(7)

Pariwisata seringkali hanya dikaitkan dengan bingkai ekonomi saja, padahal sebenarnya pariwisata merupakan rangkaian dari kekuatan ekonomi, lingkungan sosial budaya yang bersifat global. Walaupun kegiatan pariwisata dapat memberikan dampak negatif terhadap lingkungan alam dan lingkungan sosial budaya, hal ini dapat di kurangi apabila telah terkonsep dan tertata dengan baik. Apalagi dampak positif yang ditimbulkan dari pariwisata lebih banyak dibandingkan dengan dampak negatifnya. Misalnya, pelestarian budaya dan adat istiadat, peningkatan kecerdasan masyarakat, peningkatan kesehatan dan kesegaran, terjaganya sember daya alam dan kelestarian lingkungan, serta terpeliharanya peninggalan kuno dan warisan masa lalu (Yoeti, 2006:13). Oleh karena itu, dengan adanya tujuan untuk menjual suatu objek wisata, maka objek wisata tersebut akan mendapat perhatian lebih untuk terus dijaga dan dilestarikan dengan sebaik mungkin.

Seseorang yang melakukan perjalanan pariwisata disebut sebagai wisatawan. Definisi wisatawan yang digunakan oleh World Tourism Organiation adalah setiap orang yang berpergian ke negara lain dari negara tempat tinggalnya, tujuan kunjungannya bukan untuk melakukan pekerjaan yang dibayar di negara yang dikunjunginya dan dia tinggal di sana selama setahun atau kurang dari setahun. Tujuan wisatawan menurut WTO dapat dikelompokan menjadi beberapa faktor. Faktor pertama adalah untuk kesenangan seperti, liburan, budaya, olahraga, kunjungan ke teman-teman dan sanak saudara, dan tujuan-tujuan menyenangkan lainnya. Faktor kedua adalah untuk profesional seperti, pertemuan, perutusan, usaha. Dan faktor ketiga adalah untuk tujuan-tujuan lainnya seperti, pendidikan, kesehatan, dan ziarah.

Wisatawan juga disebut sebagai visitor. Visitor secara khusus dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu tourist (wisatawan) dan excursionist (pelancong). Wisatawan merupakan pengunjung sementara yang tinggal disuatu negara lebih dari 24 jam. Dan motivasi kunjungannya adalah liburan, bisnis, keluarga, seminar dan konferensi. Sedangkan pelancong adalah pengunjung sementara yang melawat kurang dari 24 jam di daerah tujuan kunjungannya dan tidak menginap, termasuk penumpang kapal pesiar (Kusdianto, 1996: 14). Wistawan dibagi menjadi wisatawan mancanegara dan wisatwan domestik. Wisatawan mancanegara adalah setiap orang yang bukan penduduk Indonesia yang melakukan perjalanan atau persinggahan sementara ke wilayah geografis Indonesia untuk keperluan apa pun kecuali mencari penghasilan atau nafkah. Sedangkan wisatawan domestik adalah setiap orang yang

(8)

merupakan penduduk Indonesia yang melakukan perjalanan dan persinggahan di wilayah Indonesia. (Kusdianto, 1996:14).

Terdapat alasan yang melatarbelakangi seseorang dalam melakukan perjalanan pariwisata. Latarbelakang ini dipengaruhi oleh dua faktor yaitu, faktor pendorong dan faktor penarik. Faktor pendorong adalah faktor yang membuat kita ingin berpergian dan faktor penarik adalah faktor yang mempengaruhi ke mana kita akan pergi setelah ada keinginan awal untuk berpergian (Ross, 1998:31). Selain itu, terdapat pula pendapat yang merupakan hasil dari wawancara terhadap responden yang menyatakan motivasi-motivasi yang membuat seseorang melakukan perjalanan yaitu: Pelarian diri dari lingkungan biasa yang dirasakan, pengenalan dan penilaian diri, mengendurkan saraf, martabat, rekreasi, pengembangan hubungan kekeluargaan, kemudahan interaksi sosial, kebaharuan, dan pendidikan (Crompton:1979).

Pariwisata menurut Hadinoto Kusudianto meliputi 2 Masyarakat yaitu,

Link &Match

Hubungan dan Kecocokan

Gambar 1. Dua jenis masyarakat pada pariwisata

Kedua masyarakat pada gambar tersebut memiliki perbedaan alam, perbedaan lingkungan, perbedaan adat-istiadat, perbedaan sosial, perbedaan budaya dan perbedaan ekonomi. Karena semakin besar perbedaan, maka akan semakin menarik wisatawan dan juga semakin dicari wisatawan (Kusdianto,1996:35). Perbedaan-perbedaan ini sesuai dengan motivasi dari seorang wisatawan untuk melakukan perjalanan atau pariwisata. Karena dengan adanya perbedaan-perbedaan ini didapatkan pendidikan juga hiburan, yang berasal dari informasi yang beraneka ragam di daerah tujuan wisata. Misalnya, penduduk Jepang yang terbiasa dengan lingkungan dengan 4 musimnya atau beriklim subtropis, ingin melakukan wisata ke Indonesia yang hanya memilki 2 musim atau beriklim tropis. Selain itu, perbedaan adat istiadat, misalnya Indonesia dengan keaneka ragaman suku budayanya menjadikan pariwisata budaya sangat di sukai oleh wisatawan asal Jepang yang berpenduduk homogen. Dengan adanya perbedaan musim dan adat istiadat ini menjadi faktor pendorong seorang wisatawan Jepang untuk datang ke Indonesia.

Asal Wisatawan

nwan

Penerima Wisatawan

(9)

Tabel 1. Tabel Kedatangan Wisatawan Internasioanl ke Indonesia Berdasarkan Target Pasar

Sumber: Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Indonesia 2013

Berdasarkan tabel yang bersumber dari kementrian pariwisata dan ekonomi kreatif pada tahun 2013, Jepang menempati urutan ke-5 sebagai wisatawan internasional yang datang ke Indonesia. Fenomena ini dapat disikapi oleh pihak masyarakat maupun pemerintah Indonesia dengan mengetahui bagaimana cara yang baik untuk terus meningkatkan wisatawan asal Jepang untuk datang ke Indonesia. Karena masyarakat Jepang adalah masyarakat yang senang berwisata. Hal ini terlihat dari jumlah masyarakat yang keluar dari Jepang lebih banyak dibandingkan dengan jumlah masyarakat yang masuk ke negara Jepang baik untuk melakukan pariwisata ataupun kegiatan lainnya. Data mengenai fenomena wisatawan tersebut dapat di lihat pada gambar berikut.

Sumber: JNTO (Japan National Tourism Organization)

(10)

Sejarah Pariwisata Jepang

Sejarah wisata yang dilakukan oleh bangsa Jepang bermula ketika masa pemerintahan Tokugawa. Pada saat itu terdapat seorang penyair besar bernama Matsuo Bassho yang meninggalkan catatan-catatan mengenai perjalananan pada karya sastranya yaitu haiku (Ross, 1998:11). Dalam melakukan perjalanannaya Matsuo Bassho bermaksud untuk mencari jati diri sambil menulis karya-karyanya. Hingga sekarang murid-murid di sekolah Jepang telah mempelajari haiku sehingga bagi masyarakat Jepang melakukan perjalanan atau pariwisata sudah tertanam sejak mereka masih kecil.

Sejarah perkembangan pariwisata Jepang menurut Roger March diklasifikasikan ke dalam 3 periode waktu, yaitu sejarah pariwisata sebelum zaman Tokugawa, ketika zaman Tokugawa dan zaman modern. Kebiasaan pariwisata pada zaman sebelum Tokagawa adalah perjalanan atau pelesiran yang dilakukan untuk ritual keagamaan yaitu, berziarah ke kuil-kuil. Sekitar abad ke-17 hingga abad ke-18 ketika munculnya agama Buddha di Jepang mengharuskan para anggotanya untuk mengunjungi tempat peribadahan mereka yaitu, jinja. Kebiasaan ini disebut junrei. Junrei terbagi menjadi tiga jenis tipe, yaitu honjon junrei, soshi junrei, dan

meiseki junrei. Honjon junrei adalah ziarah keagamaan ke kuil khusus agama Buddha. Soshi junrei adalah ziarah keagamaan yang dilakukan untuk beribadah di tempat suci seperti,

pelesiran untuk beribadah di 88 tempat suci di Shikoku. Meiseki junrei adalah ziarah keagamaan yang dilakukan dengan mengunjungi tempat-tempat beribadah yang terkenal seperti, 7 kuil besar di Nara dan 21 kuil yang merupakan kuil dengan sekte Nichiren (March, 2000:1).

Sejarah perkembangan pariwisata masyarakat Jepang selanjutnya yaitu, pada zaman Tokugawa. Ketika para daimyo harus meninggalkan keluarganya di Edo (sekarang Tokyo) sebagai jaminan dan mereka harus pergi ke kedaimyoannya. Hal ini dilakukan pemerintah pada masa itu untuk mengawasi gerak-gerik daimyo. Peristiwa ini dinamakan sankin kotai. Perjalanan para daimyo tersebut menjadikan kebiasaan melakukan perjalanan bagi masyarakat Jepang hingga sekarang. Pada masa itu tidak ada masyarakat Jepang yang melakukan pariwisata ke luar negeri ataupun sebaliknya, karena pada masa itu Jepang sedang menutup negaranya dari pengaruh asing (sakoku). Apabila terdapat seseorang yang melanggar peraturan untuk masuk ataupun keluar dari Jepang akan mendapat hukuman. Kemudian perkembangan selanjutnya adalah pada zaman modern, munculah kebiasaan untuk berwisata

(11)

dengan tujuan lainnya misalnya, bulan madu atau 新婚旅行 (shinkon ryokou), studi wisata atau 就学旅行 (shugaku ryokou), dan kebiasaan berendam di air panas pada musim semi atau 温泉 (onsen) (March, 2000:3).

Karakteristik Wisatawan Jepang

Karakteristik Umum Wisatawan Jepang

Wisatawan Jepang memilki karakteristik yang unik dibandingkan dengan wisatawan dari negara-negara lain. Berikut merupakan beberapa karakteristik umum wisatawan Jepang menurut (Narisawa:1995) :

a. Memiliki keingintahuan : Jepang secara geografis merupakan negara dengan pulau yang terisolasi, dan Jepang telah menutup diri selama 250 tahun hingga tahun 1868. Wisata ke luar negeri telah diutup setelah perang dunia kedua hingga tahun 1964. Dengan demikian masyarakat Jepang memiliki keinginan melakukan wisata untuk mengetahui tempat ataupun sesuatu lainnya di luar negeri.

b. Melakukan wisata secara berkelompok : Masyarakat Jepang jarang melakukan wisata secara individual karena mereka kurang percaya diri untuk berkomunikasi dengan menggunakan bahasa selain bahasa Jepang. Selain itu, masyarakat Jepang telah mendapatkan pengaruh dari ajaran konfusianisme yang mengajarkan ideologi hidup secara kolektif. Dengan demikian budaya melakukan wisata secara berkelompok atau kolektif sangat kuat di Jepang.

c. Kurang memiliki pertahanan diri : Hidup di Jepang pada dasarnya sangat aman karena masyarakatnya yang homogen, sehingga mereka tidak terbiasa untuk memiliki pertahanan diri ketika menghadapi suatu tindak kejahatan seperti pencurian. Dengan demikian, masyarakat Jepang juga sangat sensitif dengan isu-isu mengenai keamanan di lingkungan internasional.

d. Memperhatikan Kebersihan : keamanan dan kebersihan merupakan kebutuhan dasar masyarakat Jepang. Fenomena ini dapat diketahui melalui lingkungan Jepang yang aman dan bersih.

e. Pasif : Masyarakat Jepang merupakan masyarakat yang hidup secara harmonis serta jauh dari konflik.

(12)

Berdasarkan karakteristik umum wisatawan Jepang, pihak Indonesia sebagai daerah tujuan wisata sebaiknya memperbaiki keadaan daerah tujuan tersebut yang memiliki tingkat kebersihan, keamanan, kenyamanan yang tinggi, serta tersedianya penyediaan bahasa Jepang di lingkungan daerah tujuan wisata, misalnya informasi-informasi penunjuk arah dengan menggunakan multi-bahasa yaitu, Indonesia, Inggris dan Jepang, serta tersedianya penerjemah yang dapat membantu selama wisatawan Jepang berwisata di wilayah tersebut. Kesesuaian antara lingkungan daerah tujuan wisata dengan karakteristik masyarakat Jepang merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan arus wisatawan Jepang untuk berwisata ke Indonesia.

Profil Wisatawan Jepang yang Melakukan Wisata Keluar Negeri Berdasarkan Usia dan Gender

Wisatawan Jepang yang melakukan wisata ke luar negeri dapat diklasifikasikan berdasarkan usia dan gender. Karena masing-masing kelompok ini memiliki kebiasaan yang berbeda ketika melakukan wisata, sehingga dalam pengukuran volume wisatawan yang melakukan perjalanan wisata ke luar negeri didapatkan data yang dapat menggambarkan fakta di lapangan secara spesifik dan akurat. Berikut adalah diagram yang memperlihatkan volume wisatawan Jepang yang melakukan wisata ke luar negeri berdasarkan gender.

Sumber: Ministry of Justice

Gambar 3. Orang Jepang yang melakukan wisata ke luar negeri berdasarkan gender

dari tahun 1990-2004

Menurut gambar 3. memperlihatkan bahwa wisatawan Jepang yang melakukan wisata ke luar negeri dari tahun 1990 hingga tahun 2004 lebih banyak dilakukan oleh pria dibandingkan wanita. Fenomena ini terjadi karena para pria Jepang memiliki kesempatan lebih banyak untuk melakukan wisata ke luar negeri ketika mereka sedang bertugas untuk bisnis dan

(13)

konferensi, sedangkan para wanita pada umumnya hanya memiliki kesempatan waktu luang untuk melakukan wisata ketika masa muda atau usia sekolah (WTO:2006).

Tabel 2. Wisatawan Jepang yang Melakukan Wisata Keluar Negeri Berdasarkan Usia dan Gender Pada Tahun 2000 dan 2004

Sumber: Ministry of Justice

Berdasarkan tabel 2, kelompok usia yang memiliki tingkatan tertinggi untuk melakukan wisata ke luar negeri pada tahun 2000 dan 2004, baik oleh perempuan maupun laki-laki rata-rata berada pada usia 30an, 40an serta <60an tahun. Untuk usia 20an tahun meskipun pada gambar menunjukan angka yang tinggi, namun hal ini waktunya tidak berlangsung lama (WTO:2006).

Aktivitas di Daerah Tujuan Wisata

Tabel 3. Aktifitas di Daerah Tujuan Wisata Pada Wisatawan Usia 50an di Tahun 2005

Sumber: Japan Tourism Marketing Co.

Kelompok usia kurang dari 60 tahun merupakan kelompok yang lahir sebelum tahun 1945. Pada usia ini mereka hidup dari uang pensiunan. Selain itu, sebagian besar dari kelompok ini

(14)

memiliki perekonomian yang sangat baik dan menjadi target utama dalam industri pariwisata. Gaya dalam melakukan wisata mereka pada umumnya membutuhkan pemandu wisata berbahasa Jepang, menghindari liburan pada puncak musim liburan, serta didukung dengan perjalanan yang mewah. Kelompok usia ini sangat tertarik pada wisata budaya dan sejarah dibandingkan kelompok usia yang lebih muda (WTO:2006).

Sumber: Japan Tourism Marketing Co.

Gambar 4. Aktivitas yang dilakukan di daerah tujuan wisata dengan segmen pasar pelajar

Aktivitas yang dilakukan di daerah tujuan wisata oleh pelajar laki-laki secara berurutan dari yang tertinggi diminati adalah belanja, menikmati pemandangan alam, mencicipi makanan khas daerah, atraksi kebudayaan dan tempat bersejarah, museum dan gedung kesenian, istirahat dan relaksasi, dan berenang. Untuk pelajar wanita aktivitas tertinggi yang diminati adalah belanja yang tingkatannya lebih tinggi dari pria, menikmati pemandangan alam, atraksi dan tempat bersejarah, mencicipi makanan khas daerah, museum dan gedung kesenian, istirahat dan relaksasi, berenang dan teater atau konser .

Sumber: Japan Tourism Marketing Co.

Gambar 5. Aktivitas yang dilakukan di daerah tujuan wisata dengan segmen pasar wanita belum menikah

(15)

Aktivitas yang dilakukan di daerah tujuan wisata oleh wanita yang belum menikah yang usianya kurang dari 29 tahun sangat tinggi melakukan belanja. Kemudian menikmati pemandangan alam dan mencicipi makanan khas daerah, atraksi kebudayaan dan tempat bersejarah, museum dan gedung kesenian, istirahat dan relaksasi, teater atau konser dan terakhir berenang. Untuk wanita yang belum menikah usia 30 – 44 tahun tidak jauh berbeda dengan wanita belum menikah usia di bawah 29 tahun. Sedangkan aktivitas yang dilakukan oleh pria belum menikah usia dibawah 44 tahun dari yang tertinggi dilakukan adalah menikmati pemandangan alam, belanja dan mencicipi makanan khas daerah, atraksi kebudayaan dan tempat bersejarah, istirahat dan relaksasi, museum dan gedung kesenian, berenang, dan teater atau konser.

Sumber: Japan Tourism Marketing Co.

Gambar 6. Wanita yang sudah menikah (bekerja / Ibu rumah tangga) dan pria yang sudah menikah

Aktivitas yang dilakukan oleh wanita yang sudah menikah dan bekerja usia di bawah 44 tahun dari yang tertinggi adalah belanja, menikmati pemandangan alam, mencicipi makanan khas daerah, istirahat dan relaksasi, atraksi kebudayaan dan tempat bersejarah, museum dan gedung kesenian, berenang, dan teater atau konser. Untuk wanita yang sudah menikah dan menjadi ibu rumah tangga yang berusia di bawah 44 tahun dari yang tertinggi adalah belanja, bahkan tingkatannya lebih tinggi dari wanita yang sudah menikah bekerja yang berusia di bawah 44 tahun. Kemudian menikmati pemandangan alam, mencicipi makanan khas daerah, istirahat dan relaksasi, atraksi kebudayaan dan tempat bersejarah, berenang, museum dan gedung kesenian, dan yang terakhir adalah teater atau konser. Aktivitas yang dilakukan pria yang sudah menikah dari yang tertinggi adalah belanja, namun angkanya paling rendah dibandingkan kedua kelompok wanita sebelumnya. Kemudian, menikmati pemandangan alam, mencicipi makanan khas daerah, istirahat dan relaksasi, atraksi kebudayaan dan tempat bersejarah, berenang, museum dan gedung kesenian, dan teater atau konser.

(16)

Sumber: Japan Tourism Marketing Co.

Gambar 7. Usia antara 45 – 59 tahun

Aktivitas yang dilakukan di daerah tujuan wisata yang dilakukan oleh wanita usia 45-59 tahun dari yang tertinggi adalah belanja, menikmati pemandangan alam, atraksi kebudayaan dan tempat bersejarah, mencicipi makanan khas daerah, museum dan gedung kesenian, berenang, teater atau konser. Untuk pria yang berusia 45-59 tahun aktivitas tertinggi yang dilakukan adalah menikmati pemandangan alam, belanja, atraksi kebudayaan tempat bersejarah, mencicipi makanan khas daerah, museum dan gedung kesenian, istirahat dan relaksasi, berenang, dan teater atau konser.

Sumber: Japan Tourism Marketing Co.

Gambar 8. Usia lebih dari 60 tahun

Aktivitas yang dilakukan wanita ataupun pria Jepang yang usianya di atas 60 tahun, keduanya tidak jauh berbeda, yang tertinggi adalah menikmati pemandangan alam, atraksi kebudayaan dan tempat bersejarah, belanja, museum dan gedung kesenian, mencicipi makanan khas daerah, istirahat dan relaksasi, teater atau konser, dan yang terakhir adalah berenang. Kesimpulan dari beberapa tabel yang menunjukan aktivitas yang dilakukan oleh wisatawan

(17)

Jepang apabila dirata-ratakan terdapat 5 aktivitas tertinggi yang dilakukan yaitu, menikmati pemandangan alam, belanja, mencicipi makanan khas daerah, mengunjungi tempat bersejarah, mengunjungi museum dan gedung kesenian. Serta 40% wisatawan Jepang yang mengunjungi ASEAN menyukai istirahat dan relaksasi. Karena itu, secara khusus mereka melakukan spa di Asia (WTO:2006).

Pemasaran Pariwisata Indonesia

Definisi pemasaran menurut UK Chartered Institute of Marketing adalah proses manajemen yang mengidentifikasi dan mengantisipasi permintaan serta kepuasan pelanggan dengan memperoleh keuntungan, sedangkan definisi pemasaran pariwisata menurut Lumdon (1997) adalah proses manajerial yang mengantisipasi dan memuaskan keinginan pengunjung yang ada dan calon pengunjung secara lebih efektif dari pemasok atau destinasi pesain. Pemasaran dalam pariwisata merupakan peranan yang sangat penting karena pelanggan jarang melihat, merasa atau mencoba produk yang akan dibelinya. Oleh karena itu, dengan adanya pemasaran pariwisata dapat mengkomunikasikan dan menggarisbawahi nilai dari produknya (Vellas dan Becherel, 2008 : 13).

Holloway dan Robinson menjelaskan bahwa terdapat perbedaan di antara pemasaran produk pada pasar domestik dan pemasaran ekspor. Pemasaran ekspor atau pemasaran internasional merupakan bidang khusus dari pemasaran yang harus memperhitungkan sistem hukum iklim bisnis yang beragam, kebudayaan yang berbeda yang mempengaruhi tingkah laku pembeli, dan masalah yang berhubungan dengan angkutan produk ke luar negeri (Holloway dan Robinson, 1995). Keberhasilam suatu usaha pariwisata dapat di raih apabila usaha pariwisata tersebut dapat mengerti kebutuhan dari pelanggan asingnya dan menyediakan fasilitas yang akan meyakinkan mereka untuk memilih menggunakan jasa dan membeli produk mereka, misalnya menyediakan menu dalam berbagai bahasa, surat kabar asing, dan merek yang dikenal wisatawan, dan lain-lani (Vellas dan Becherel, 2008 : 18). Dengan demikian, untuk mencapai keberhasilan pemasaran pariwisata Indonesia dibutuhkan pemahaman mengenai kebudayaan serta kebiasaan tingkah laku dari wisatawan Jepang.

Vellas dan Becherel pada tahun 2008 menjelaskan bahwa evolusi pemasaran dan pemasaran pariwisata telah berkembang melalui lima tahapan yaitu ;

a. Pemasaran berorientasi produk : Fokus dari pemasaran ini berorientasi terhadap produk, sehingga usaha yang dilakukan adalah meningkatkan kualitas dari produk.

(18)

b. Pemasaran berorientasi penjualan: Fokus yang dilakukan adalah bagaimana meyakinkan wisatawan untuk membeli barang atau jasa atau mengunjungi destinasi. Hal ini, dapat dipacu dengan adanya pemanfaatan kemajuan teknologi. Selain dapat digunakan dalam proses penjualan atau pemasaran, teknologi juga mengakibatkan peningkatan daya produksi menjadi lebih tinggi.

c. Pemasaran berorientasi pada konsumen: Fokus pemasaran ini adalah memastikan bahwa konsumen adalah pusat dari usaha pemasaran dan menggunakan teknik untuk mengidentifikasi serta mengantisipasi kebutuhan serta apa yang diinginkan pelanggan. Dengan demikian, sangat ditekankan pelayanan terhadap pelanggan.

d. Pemasaran berorientasi konsumen dengan memperhatikan aspek-aspek lingkungan, sosial, dan budaya: pelaku pemasaran pariwisata menyadari bahwa melindungi destinasi merupakan kepentingan mereka, tanpa adanya destinasi yang terus terjaga maka keberlangsungan usaha pariwisata tidak dapat terus berjalan karena tidak adanya wisatawan yang tertarik untuk berkunjung. Menurut WTO pembangunan berkelanjutan yang memperhatikan lingkungan dilakukan dengan, meningkatkan mutu kehidupan dari penduduk lokal, memberikan wisatawan pengalaman yang bermutu, dan mendukung sumber daya lingkungan yang digunakan sistem pariwisata (WTO 1993,1997).

e. Strategi: Strategi dan taktik saling mengimbangi. Untuk tetap bertahan dan mencapai keberhasilan, harus merencanakan strategi yang efektif dan didukung dengan taktik yang efisien.

Setelah mengetahui tahapan-tahapan dalam pemasaran, baik pemasaran pada umumnya juga pemasaran destinasi pariwisata, maka akan timbul unsur penting dalam pemasaran destinasi pariwisata. Unsur pertama adalah siapa pelanggan destinasi. Karena dalam jurnal ini targetnya adalah wisatawan Jepang, maka dalam pengelolaan destinasi, diantisipasi dengan penyediaan pelayanan yang sesuai dengan kebudayaan dan tingkah laku masyarakat Jepang. Unsur kedua adalah pelaku pemasaran destinasi. Pelaku pemasaran destinasi di sini adalah pihak Indonesia. Pada umumnya semakin luas suatu wilayah maka akan semakin rumit untuk proses pemasarannya. Dengan demikian dibutuhkan kerja sama baik dengan pihak-pihak dalam negeri maupun pihak-pihak secara Internasional. Unsur ketiga adalah citra destinasi. Untuk menjaga citra wisata Indonesia maka diperlukan adanya evaluasi bagaimana citra wisata Indonesia di mata Internasional. Alat pemasaran yang digunakan untuk menjangkau wisatawan Internasional adalah dengan iklan di media massa. Dan unsur keempat adalah pemantauan dan evaluasi. Pemantauan dan evaluasi harus dilakukan untuk terus

(19)

meningkatkan fasilitas pariwisata yang disediakan, sehingga wisatawan dapat terus terpenuhi kebutuhannya. (Vellas dan Becherel, 2008 : 13).

Kesimpulan

Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman objek wisata mulai dari alam, budaya serta manusianya. Dengan menjadikan wisatawan Jepang sebagai target pemasaran merupakan tindakan yang tepat, karena masyarakat Jepang adalah masyarakat yang sangat menyukai wisata apabila dilihat dari sejarahnya. Selain itu, masyarakat Jepang merupakan wisatawan asal luar negeri yang menempati peringkat kelima sebagai wisatawan yang mengunjungi Indonesia. Dengan memanfaatkan potensi wisata Indonesia dan pengelolaan secara maksimal maka akan didapatkan keuntungan yang maksimal bagi masyarakat di Indonesia. Selain meningkatkan devisa negara, pariwisata juga merupakan industri padat karya. Tidak hanya dari sektor ekonomi, akan tetapi sektor sosial dan sektor budaya juga ikut mendapatkan dampak positifnya.

Potensi keanekaragaman wisata di Indonesia dapat dimaksimalkan dengan melaksanakan strategi-strategi yang dilakukan dengan serius. Strategi yang harus dilaksanakan pertama adalah perencanaan yang matang dalam pengelolaan daerah tujuan wisata di Indonesia. Perencanaan yang dilakukan dengan pemasaran yang berorientasi pada produk. Kedua adalah pemasaran yang berorientasi terhadap penjualan. Dengan melakukan pemasaran secara gencar ditambah penggunaan teknologi maka akan meningkatkan wisatawan internasioal untuk mengetahui potensi wisata yang ada di Indonesia. Ketiga adalah pemasaran yang berorientasi terhadap konsumen. Dengan memahami karakteristik, kebudayaan dan latar belakang sejarah perkembangan pariwisata Jepang sebagai segmen pasar yang akan diraih, maka hal ini dapat memenuhi kebutuhan wisatawan Jepang dengan baik. Keempat adalah pemasaran yang berorientasi kepada konsumen dengan memperhatikan aspek lingkungan, sosial dan budaya. Masyarakat di zaman modern sudah semakin sadar akan lingkungan. Tren ‘ramah lingkungan’ telah populer pada awal tahun 1980-an (Berry dan Ladkin, 1997). Dengan demikian, pengelolaan industri pariwisata yang ramah lingkungan selain dapat menarik wisatawan juga dapat menjaga kelangsungan potensi wisata agar tetap lestari. Kelima adalah strategi. Strategi yang dilakukan misalnya dengan melakukan kerjasama dengan pihak-pihak baik dalam negeri maupun pihak internasional. Karena semakin besar kemitraan yang dilakukan maka pasar yang akan dicapai juga akan semakin luas. Selain itu, strategi dalam menjaga citra wisata

(20)

Indonesia. Karena dengan memilki citra yang baik, maka semakin meningkatkan jumlah minat wisatawan untuk berkunjung.

Seluruh strategi yang dilakukan tidak akan dapat bertahan lama, apabila tidak adanya pengawasan dan evaluasi dari pihak pemerintah Indonesia. Dengan terus digalakannya pengawasan dan evaluasi maka keadaan daerah tujuan wisata dapat menjadi wisata yang diminati baik oleh wisatawan Jepang maupun wisatawan dari negara lainnya secara berkelanjutan.

Selain itu, Jepang merupakan salah satu negara yang memiliki perkembangan pariwisata yang baik dari tahun ketahun. Langkah-langkah yang telah dilakukan oleh Jepang dalam meningkatkan angka pariwisata negaranya misalnya:

1. Memasang iklan dan promosi ke negara-negara yang wisatawannya banyak mengunjungi Jepang. 2. Mengundang jurnalis dari surat-surat kabar terkenal dari beberapa negara.

3. Dukungan politik dari pimpinan pemerintah negara Jepang, misal: dukungan dari perdana menteri pada pemerintahan Kuoizumi dan Abe di Jepang.

4. Membuat event di negara-negara yang masyarakatnya memiliki potensi untuk datang ke Jepang. Langkah-langkah tersebut dapat kita contoh dengan mengganti subjek yang menjadi sasaran dari hasil strategi atau langkah-langkah yang akan dilakukan, yaitu Indonesia. Cara-cara tersebut dapat dilakukan, akan tetapi dibutuhkan investasi yang besar untuk mendukung agar program-program tersebut dapat terlaksana.

Daftar Referensi

Buku:

Hadianto, Kusudianto. (1996). Perencanaan Pengembangan Destinasi Pariwisata. Jakarta: Universitas Indonesia

Jason L. Powell dan Rebecca, Steel. (2011). Revisiting Appadurai : Globalizing Scapes in a

Global World – the Pervasiveness of Economic and Cultural Power. 1839-9053.75

Pitana I Gde, Gayatri Putu G. (2005). Sosiologi Pariwisata. Yogyakarta: Andi Ross, Glen. 1998. Psikologi Pariwisata. Jakarta. Yayasan Obor Indonesia

Vellas, Francois dan Becherel, Lionel. (2008). Pemasaran Pariwisata Internasional Sebuah

(21)

Yoeti Oka A. (2006). Pariwisata Budaya Masalah dan Solusinya. Jakarta : PT Pradnya Paramita

Dokument Online:

_________.(2006). Japan - The Asia and The Pasific Intra-Regional Outbound Series. Spain : World Tourism Organization. Diunduh pada tanggal 22 November 2013 dari http://pub.unwto.org/WebRoot/Store/Shops/Infoshop/4552/00E6/A580/C6D0/1DD8/C0A8 /0164/09BA/061205_japan_extract.pdf

March, Roger. The Historical Development Japanese Tourism. 2052.1-3. Diunduh pada tanggal 20 November 2013 dari http://www.inboundtourism.com.au/pdf/japanese-tourism-history.pdf

Shu, MA. (2011). Marketing Strategies to Attract Japanese Tourists to the UNESCO World Natural Heritage Site: Xiannv Mountain in Chongqing, China. Japan : Ritsumeikan Asia

Pacific University. Diunduh pada tanggal 18 November 2013 dari

Gambar

Gambar 1. Dua jenis masyarakat pada pariwisata
Tabel 1. Tabel Kedatangan Wisatawan Internasioanl ke Indonesia   Berdasarkan Target Pasar
Gambar 3. Orang Jepang yang melakukan wisata ke luar negeri berdasarkan gender   dari tahun 1990-2004
Tabel 2. Wisatawan Jepang yang Melakukan Wisata Keluar Negeri Berdasarkan Usia dan  Gender Pada Tahun 2000 dan 2004
+4

Referensi

Dokumen terkait

Setelah input order baru dan data masuk ke daftar order, lalu admin mengumpulkan barang yang akan dipacking.. order-order di daftar order diceklis (dapat satuan / beberapa) dan

Untuk mengetahui karakteristik dari material komposit RAM, maka dilakukan beberapa karakterisasi, yakni pengujian SEM-EDX yang digunakan untuk mengetahui morfologi

Dari berbagai hasil tentang proses komunikasi yang dilakukan oleh guru PAI sudah jelas bahwa di MTs Negeri Kunir, guru PAI sudah melaksanakan penyampaian

Bahwa Pembentukan data spasial 3D harus dapat memberikan gambaran yang jelas menyangkut posisi dan bentuk geometri terhadap obyek HMASRS baik bidang tanah (obyek 2D) maupun obyek

3) Melaporkan hasil pelaksanaan tugas 3. Laporan Kegiatan pengelolaan pelayanan e. Laporan hasil pemeriksaan hasil kerja bawahan f. Kepala Seksi Pelayanan Keperawatan Rawat Jalan

Pengakuan Aktiva Tetap Biaya harga perolehan aktiva tetap adalah jumlah kas atau setara kas yang dibayarkan atau nilai wajar imbalan lain yang diberikan untuk memperoleh suatu

4.2.1 Ada korelasi antara panjang tungkai dan daya ledak otot tungkai terhadap jauhnya hasil tendangan bola permainan sepak bola. Semua gerakan yang dilakukan oleh manusia,

Ruang bisa menjadi kumpulan objek yang menjadi satu kesatuan dan bisa juga sebagai bagian kosong yang memberi jarak dari satu unsur ke unsur yang lain dari sebuah