• Tidak ada hasil yang ditemukan

04. Stroke

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "04. Stroke"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

Pendahuluan

Stroke merupakan masalah

k e s e h a t a n y a n g p e n t i n g . D i

Indonesia, walaupun belum ada

penelitian epidemiologi yang

sempurna, Budiarso

(2000)

melaporkan mortalitas stroke dari

survei rumah tangga sebesar 37,3 per

100.000 penduduk. Sedangkan

Sinta& Sutarni (1997) melaporkan

bahwa stroke merupakan penyebab

kematian No.3 di RSUP Dr. Sardjito

selama tahun 1994-1995, setelah

penyakit keganasan dan penyakit

kardiovaskuler.

et al.

A. Diagnosis Klinis

Stroke diklasifikasikan menjadi

perdarahan subarachnoid (SAH),

perdarahan intraserebral primer

(PICH), atau stroke iskemik. Sebuah

sistem klasifikasi yang telah

digunakan secara luas yaitu

k l a s i f i k a s i

B a m f o r d ,

mengklasifikasikan infark serebral

menurut area vaskularisasi yang

terlibat. Sistem ini menggunakan

gambaran klinis untuk meramal

ukuran dan lokasi lesi iskemik dalam

otak. Lesi digolongkan sebagai

(TACI),

(PACI),

(POCI), dan

(LACI)

(Hajat,

, 2001).

Gejala neurologis yang timbul

t e r g a n t u n g b e r a t r i n g a n n y a

gangguan pembuluh darah dan

lokasinya. Manifestasi klinis stroke

akut dapat berupa kelumpuhan

wajah atau anggota badan (biasanya

h e m i p a r e s i s ) y a n g t i m b u l

mendadak, gangguan sensibilitas

pada satu atau lebih anggota badan

( g a n g g u a n h e m i s e n s o r i k ) ,

perubahan mendadak status mental

(konvusi, delirium, letargi, stupor,

atau koma), afasia (bicara tidak

lancar, kurangnya ucapan, atau

kesulitan memahami ucapan),

disartria (bicara pelo atau cadel),

total

anterior circulation infarct

partial anterior circulation infarct

posterior circulation infarct

lacunar infarct

et al.

1. Tanda dan gejala dini

Manajemen 60 Menit Pertama

Kegawatan Stroke dan Evaluasinya

dr. Abdul Ghofir, Sp.S

Bagian Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran UGM/ Unit Stroke RS Dr.Sardjto Yogyakarta

Emergency Cases in Cardiovascular Emergency Cases in Cardiovascular

(2)

gangguan penglihatan (hemianopia

atau monokuler) atau diplopia,

ataksia (trunkal atau anggota badan),

vertigo, mual dan muntah, atau nyeri

kepala.

Sindroma klinik yang terjadi

pada TIA gangguan sirkulasi

anterior dapat menimbulkan gejala

klinik a

(

), afasia atau problem

gangguan berbahasa lainnya seperti

disleksia atau disgrafia. Sindoma

klinik yang dapat terjadi pada TIA

gangguan sirkulasi posterior

gangguan lapang pandang sesisi,

kombinasi gejala-gejala gangguan

batang otak seperti vertigo, diplopia

dan disfagia, bilateral hemiparesis

atau hemihipestesi. Sindroma klinik

yang dapat terjadi pada TIA

gangguan sirkulasi anterior atau

posterior kelemahan pada otot

wajah, lengan atau tungkai, baik

tersendiri ataupun kombinasi,

gangguan sensoris pada wajah,

lengan atau tungkai tersendiri

ataupun kombinasi

Stroke didiagnosis berdasarkan

hasil anamnesis dan pemeriksaan

fisik neurologis. Berikut ini contoh

s k o r d a n a l g o r i t m a u n t u k

membedakan jenis patologi stroke

berupa stroke infark dan stroke

mourosis fugax

fleeting

blindness

2. Jenis Patologi Stroke

perdarahan:

Rumus skor Stroke Siriraj :

(2,5 x derajat kesadaran) + (2 x

vomitus) + (2 x nyeri kepala) +

(0,1 x tekanan diastolik) - (3 x

petanda ateroma) - 12

Derajat kesadaran :

0 = kompos mentis;

1 = somnolen;

2 = sopor/koma

Vomitus:

0 = tidak ada; 1 = ada

Nyeri kepala:

0 = tidak ada; 1 = ada

Ateroma:

0 = tidak ada;

1= salah satu atau lebih:

diabetes, angina, penyakit

pembuluh darah

Hasil skor Stroke Siriraj :

Skor >1 :

p e r d a r a h a n

supratentorial

Skor -1 s.d. 1 : perlu CT Scan

Skor <-2 : infark cerebri

b.

Algoritma Stroke Gadjah

Mada

U n t u k m e n e g a k k a n

diagnosis dan menentukan

jenis patologi stroke di RS Dr.

S a r d j i t o d i g u n a k a n

Algoritma Stroke Gadjah

Mada (ASGM) (Lamsudin,

2000)

a. Skor Stroke Siriraj

Emergency Cases in Cardiovascular Emergency Cases in Cardiovascular

(3)

C . M a n a j e m e n

U m u m

Kegawatan Stroke

P e n a n g a n a n

6 0

m e n i t

pertama

M e n i t

p e r t a m a

s a m p a i

beberapa

jam

setelah

onset

defisit

neurologis

merupakan

kesempatan

untuk

mencegah

kematian

ataupun

kecacatan

permanen yang serius. Menurut

p e d o m a n

y a n g

d i b u a t

berdasarkan konsensus

(NINDS),

penanganan

stroke

akut

di

rumah

sakit

bertujuan

agar

pasien segera ditangani dokter

dalam

10

menit

pertama,

National

I n s t i t u t e

o f

N e u r o l o g i c a l

Disorders and Stroke

anamnesis,

pemeriksaan

fisik

( t e r m a s u k

p e m e r i k s a a n

neurologis)

dan

pemeriksaan

darah rutin dilakukan sesegera

mungkin, pemeriksaan CT scan

kepala dilakukan dalam 30 menit

pertama, pembacaan CT scan

kepala dilakukan dalam 20 menit

seteleh

selesai

pemeriksaan

pencitraan,

keputusan

terapi

harus dikerjakan dalam 60 menit

pertama. Alur penanganan klinis

penderita

harus

dilakukan

s e c a ra

k o m p r e h e n s i f

d a n

terintegrasi (Gonzalez

2006).

Algoritma penanganan 60 menit

pertama pada stroke perdarahan

adalah sebagai berikut :

et al.,

2008 Clinical Updates Emergency cases

Emergency Cases in Cardiovascular Emergency Cases in Cardiovascular

(4)

D. Evidence based medicine

diagnosis dini dan evaluasi

stroke akut :

Evidence based medicine dalam

pelayanan medik pada diagnosis dini

stroke menurut American Heart

A s s o c i a t i o n / A m e r i c a n S t r o k e

Association (2007)

dan Italian

Guidelines for Stroke Preventian and

Management (2005) adalah sebagai

berikut:

Emergency Cases in Cardiovascular Emergency Cases in Cardiovascular

(5)

Tabel 4. dalam pelayanan medik pada diagnosis dini dan evaluasi stroke akut pada kegawatan

Evidence-based medicine

Pernyataan Rekomendasi

Pedoman yang disusun adalah untuk evaluasi kegawatan pasien dengan kecurigaan stroke. Tujuannya adalah untuk menyelesaikan evaluasi dan memutuskan terapi dalam kurun waktu 60 menit sejak kedatangan pasien di unit gawat darurat (UGD). Pasien dengan stroke seharusnya mendapatkan asesmen klinis yang teliti, termasuk pemeriksaan neurologi

Class I, Level of Evidence A

Rekomendasi penggunaan skala stroke, terutama NIHSS. Rumah sakit harus menyediakan skala tersebut.

Class I, Level of Evidence B Pemeriksaan hematologi, koagulasi dan biokimia

(termasuk kimia darah) dalam jumlah yang terbatas direkomendasikan selama evaluasi dini kegawatan

Class I, Level of Evidence B

Pasien dengan bukti klinis atau lainnya berupa penyakit jantung atau pulmoner akut mungkin memerlukan pemeriksaan radiologis toraks

Class I, Level of Evidence B

Direkomendasikan pemeriksaan EKG (elektrokardiografi) karena insidensi penyakit jantung yang tinggi pada pasien dengan stroke

Class I, Level of Evidence B

Sebagian besar pasien dengan stroke tidak memerlukan pemeriksaan radiologis toraks sebagai bagian dari evaluasi dini pasien

Class III, Level of Evidence B

Sebagian besar pasien stroke tidak memerlukan pemeriksaan cairan serebrospinal. Hasil dari pencitraan otak sangat kuat untuk deteksi perdarahan intrakranial. Pemeriksaan cairan serebrospinal dapat diindikasikan untuk evaluasi pasien stroke yang mungkin karena adanya penyakit infeksi

Class III, Level of Evidence B

Pencitraan otak direkomendasikan sebelum pemberian terapi spesifik pada terapi stroke iskemik akut

Class I, Level of Evidence A

2008 Clinical Updates Emergency cases

Emergency Cases in Cardiovascular Emergency Cases in Cardiovascular

(6)

CT scan akan memberikan informasi untuk pengambilan keputusan manajemen kegawatan stroke

Class I, Level of Evidence A Pembacaan pencitraan otak dikerjakan oleh seorang ahli

dalam pembacaan CT scan atau MRI (radiolog)

Class I, Level of Evidence C Beberapa temuan pada pemeriksaan CT scan, termasuk

adanya gambaran densitas arteri, berhubungan dengan outcome yang jelek setelah stroke

Class I, Level of Evidence A

Berbagai modalitas CT scan dan MRI mungkin memberikan informasi tambahan yang akan memperbaiki diagnosis stroke iskemik

Class I, Level of Evidence A Bagaimanapun, bukti yang ada tidak cukup untuk

menyatakan bahwa (kecuali untuk perdarahan) temuan CT-scan spesifik apapun (termasuk bukti iskemia yang mempengaruhi lebih dari sepertiga hemisfer serebri) harus menghindari pemberian terapi dengan rtPA dalam 3 jam sejak onset stroke

Class II Level of Evidence A

Pencitraan vaskuler penting dikerjakan sebelum tindakan terapi obat intra-arterial, pembedahan, atau intervensi endovaskuler

Class II, Level of Evidence A

Perdarahan intraserebral sebagai kegawatan medis yang sering terjadi secara dini, perdarahan yang berlangsung terus-menerus, perburukan progresif serta tingkat mortalitas dan morbiditas yang tinggi memerlukan deteksi dan diagnosis dini yang tepat

Class I, Level of Evidence A

Pada stroke perdarahan, CT scan dan MRI adalah pilihan awal untuk alternatif pencitraan otak. Pada pasien dengan kontraindikasi MRI, CT scan harus dikerjakan

Class I, Level of Evidence A

Pemantauan jantung (cardiac monitoring) diperlukan untuk skrining fibrilasi atrial dan masalah serius aritmia jantung lainnya yang memerlukan intervensi kegawatan jantung. Pemantuan jantung dilakukan dalam 24 jam pertama onset stroke iskemik Class I, Level of Evidence B Emergency Cases in Cardiovascular Emergency Cases in Cardiovascular

(7)

Direkomendasikan assessmen fungsi menelan sebelum

memulai makan atau minum Class I, Level of

Evidence B Pasien yang tidak mampu makan atau minu m secara oral

harus mendapatkan asupan nasogastrik, nasoduodenal, atau PEG (percutaneous endoscopic gastrotomy) untuk mempertahankan rehidrasi dan nutrisi disertai dengan upaya untuk mengembalikan kemampuan menelan

Class IIa, Level of Evidence B

Pemberian suplemen nutrisi tidak diperlukan Class III Level of evidence B Penggunaan rutin integrator makanan direkomendasikan

pada pasien stroke yang mampu mendapatkan asupan dengan jalur oral. Penggunaan integrator harus dipandu dengan assessmen status nutrisi

Grade B

Pada pasien dengan stroke akut, nutrisi enteral adalah pilihan pertama dalam pemberian nutrisi. Direkomendasikan untuk memulai terapi asupan enteral sejak dini tidak lebih dari 5-7 hari pada pasien dengan status nutrisi normal, tidak lebih dari 24-72 jam pada pasien dengan malnutrisi

Grade B

Pada pasien yang tidak mampu untuk menelan diindikasikan untuk menunggu hingga satu atau dua hari sebelum pemasangan NGT dengan melakukan rehidrasi pasien melalui jalur parenteral

Grade B

Pada pasien dengan disfagia yang disebabkan karena stroke, penempatan PEG (percutaneous endoscopic gastrotomy) t ube harus dipertimbangkan dalam 30 hari jika disfagia diduga akan menetap lebih dari 2 bulan

Grade B

Pada pasien dengan stroke iskemik direkomendasikan pengawasan sistematis kemampuan menelan untuk mencegah komplikasi yang disebabkan karena disfagia.

Grade B

2008 Clinical Updates Emergency cases

Emergency Cases in Cardiovascular Emergency Cases in Cardiovascular

(8)

E . E v i d e n c e b a s e d m e d i c i n e

manajemen dini stroke akut :

A m e r i c a n

H e a r t

A s s o c i a t i o n / A m e r i c a n S t r o k e

Association (2007) telah membuat

standar pelayanan medik pada

manajemen umum stroke menurut

Evidence based medicine seperti

dalam tabel 5.Tindakan ini perlu

d i k e r j a k a n u n t u k m e n c e g a h

perburukan stroke baik karena

perluasan perdarahan maupun

karena perluasan infark serebri.

Tabel 5.Evidence-based medicinedalam pelayanan medik dalam manajemen dini stroke

Pernyataan Rekomendasi

Pemulihan jalan nafas termasuk pemasangan ventilator pada pasien dengan penurunan kesadaran atau yang mengalami disfungsi bulbar untuk membebaskan jalan nafas

Class I, Level of Evidence C

Pasien stroke dengan hipoksia perlu diberi oksigenasi Class I, Level of Evidence C Pengobatan panas pada pasien stroke harus diobati

sumber penyebab panas dan pemberian antipiretik untuk menurunkan panas

Class I, Level of Evidence C

Manajemen hipertensi arterial masih kontroversi. Pendekatan terapi kausatif untuk terapi hipertensi arterial direkomendasikan

Class I, Level of Evidence C

Pasien yang mengalami kenaikan tekanan darah dan memenu hi persyaratan untuk rt-PA dapat diturunkan tekanan darahnya sampai tekanan darah sistolik = 185 mmHg dan tekanan darah diastolik = 110 mmHg sebelum memulai terapi trombolisis

Class I, Level of Evidence B

Sampai tersedia data lain, konsensus yang ada merekomendasikan follow-up tekanan darah yang telah ditentukan sebelumnya pada pasien yang menjalani intervensi akut lain untuk rekanalisasi oklusi pembuluh darah, termasuk trombolisis intra-arteri

Class I, Level of Evidence C Emergency Cases in Cardiovascular Emergency Cases in Cardiovascular

(9)

Secara umum disetujui bahwa penyebab hipotensi arterial pada stroke akut harus dicari. Hipovolemia harus dikoreksi dengan saline normal, dan aritmia jantung (yang mungkin menurunkan output jantung) harus dikoreksi

Class I, Level of Evidence C

Secara umum disetujui bahwa hipoglikemia harus ditangani pada pasien dengan stroke iskemik akut

Class I, Level of Evidence C Tidak ada data yang tersedia sebagai pedoman untuk

pemilihan terapi untuk menurunkan tekanan darah dalam stroke akut

Class IIa, Level of Evidence C

Bukti dari sebuah penelitian klinis mengindikasikan bahwa dimulainya terapi antihipertensi dalam 24 jam pasca stroke relatif aman

Class IIa, Level of Evidence B

Ada bukti yang mengindikasikan bahwa hiperglikemia persisten (>140 mg/dl) selama 24 jam pertama pasca stroke berhubungan dengan outcome yang buruk, dan dengan demikian secara umum disetujui bahwa hiperglikemia pada pasien stroke akut harus ditangani. Ambang batas minimum yang disebutkan dalam pernyataan sebelumnya terlalu tinggi, dan kadar glukosa serum ya ng lebih rendah (kemungkinan >140 hingga 185 mg/ dL) mungkin harus memicu diberikannya insulin, sama dengan prosedur dalam situasi akut lainnya yang disertai hiperglikemia

Class IIa, Level of Evidence C

Pasien stroke iskemik akut tanpa hipoksia tidak memerlukan terapi oskigen tambahan

Class III, Level of Evidence B

Data mengenai penggunaan oksigen hiperbarik tidak konklusif dan beberapa data menunjukkan bahwa intervensi mungkin akan berbahaya. Dengan demikian, , intervensi ini tidak direkomendasikan untuk terapi pasien dengan stroke iskemik akut kecuali untuk stroke yang disebabkan karena emboli udara

Class III, Level of Evidence B

2008 Clinical Updates Emergency cases

Emergency Cases in Cardiovascular Emergency Cases in Cardiovascular

(10)

Meski data yang ada menunjukkan efikasi hipotermia dalam memperbaiki outcome neurologis setelah henti jantung, penggunaan indu ksi hipotermia untuk terapi pasien denga n stroke akut masih belum terbukti

Class III, Level of Evidence B

Terapi kegawatan stroke seharusnya tidak ditunda untuk mendapatkan pemeriksaan pencitraan (imaging) dengan berbagai modalitas

Class III, Level of Evidence C

Pencitraan vaskuler seharusnya tidak menunda terapi pasien dengan gejala yang mulai terjadi <3 jam yang lalu dan memiliki stroke iskemik akut

Class III, Level of Evidence C Selain komplikasi perdarahan, dokter harus mewaspadai

kemungkinan efek samping angioedema yang mungkin menyebabkan obstruksi jalan udara parsial

Class I, Level of Evidence C Pemberian trombolitik intraarterial direkomendasikan

pada pasien dengan kontraindikasi pemberian trombolitik intravena

Class I, Level of Evidence C Pasien dengan tekanan darah yang dapat diturunkan

dengan aman menggunakan obat antihipertensi mungkin memenu hi syarat untuk terapi, dan dokter harus menilai stabilitas tekanan darah sebelum memulai rt-PA

Class IIa, Level of Evidence B

Pasien dengan bangkitan pada saat terjadinya onset stroke mungkin memenuhi syarat untu k terapi selama dokter yakin bahwa gangguan residual tersebut disebabkan karena stroke dan bukan merupakan fenomena post iktal

Class IIa, Level of Evidence C

Pemberian antikonvulsan profilaksis pada pasien stroke

tanpa bangkitan tidak direkomendasikan Class III, Level of Evidence C Pemberian streptokinase intravena untuk terapi stroke

tidak direkomendasikan Class III, Level of

Evidence A Pemberian intravena ancrod, tenecteplase, reteplase,

desmoteplase, atau obat antitrombolitik lainnya di luar lingkup penelitian klinis tidak direkomendasikan

Class III, Level of Evidence C Emergency Cases in Cardiovascular Emergency Cases in Cardiovascular

(11)

Pemberian terapi antikoagulan yang mendesak dengan tujuan untuk mencegah stroke rekuren, menghambat perburukan neurologis, atau memperbaiki outcome setelah stroke iskemik akut tidak direkomendasikan untuk terapi pada pasien dengan stroke iskemik akut

Class III, Level of Evidence A

Pemakaian terapi antikoagulan yang mendesak seharusnya tidak digunakan sebagai pengganti trombolisis intravena untuk terapi pasien stroke iskemik akut yang sebenarnya memenuhi syarat

Class III, Level of Evidence A Pemberian terapi antikoagulan yang mendesak tidak

direkomendasikan bagi pasien degan stroke iskemik derajat moderat sampai berat karena peningkatan risiko komplikasi perdarahan intrakranial yang berat

Dimulainya terapi antikoagulan dalam 24 jam terapi dengan rt-PA yang diberikan secara intravena tidak direkomendasikan

Class III, Level of Evidence B Pemberian aspirin oral (dosis awal 325 mg) dalam 24

hingga 48 jam setelah onset stroke direkomendasikan Class I, Level of Evidence A Aspirin seharusnya tidak dianggap sebagai pengganti

bagi intervensi akut lainnya untuk terapi stroke, termasuk pemberian rt-PA intravena

Class III, Level of Evidence B Pemberian aspirin sebagai terapi adjuvan dalam terapi

trombolitik 24 jam tidak direkomendasikan Class III, Level of Evidence A Pemberian clopidogrel tunggal atau kombinasi dengan

aspirin tidak direkomendasikan u ntuk terapi stroke iskemik akut

Class III, level of Evidence C Di luar lingkungan penelitian klinis, pemberian terapi

anti agregasi trombosit intravena yang menghambat reseptor glikoprotein Ib/IIIa tidak direkomendasikan

Class III, Level of Evidence B Monitoring dan manajemen pasien dengan ICH harus

dilakkan di dalam ICU karena buruknya kondisi, sering terjadinya peningkatan TIK dan tekanan darah yang, sering dibutuhkannya penggunaan intubasi dan ventilasi bantuan, dan banyaknya masalah medis yang mempersulit

Class I, Level of Evidence B

Terapi antiepileptik yang sesuai harus selalu digunakan untuk penanganan bangkitan klinis pada pasien dengan ICH

Class I, Level of Evidence B 2008 Clinical Updates Emergency cases

Emergency Cases in Cardiovascular Emergency Cases in Cardiovascular

(12)

Secara umum disetujui bahwa sumber demam harus ditangani dan pengobatan antipiretik harus diberikan untuk menurunkan temperatur pada pasien demam dengan stroke

Class I, Level Of evidence C

Seperti halnya untuk pasien dengan stroke iskemik, mobilisasi dan rehabilitasi dini direkomendasikan bagi pasien denga n ICH yang secara klinis stabil

Class I, Level of Evidence C

Penanganan kenaikan TIK harus memasukkan pendekatan yang seimbang dan bertahap yang dimulai dengan langkah sederhana, seperti menaikkan posisi kepala dan dengan analgesia dan sedasi. Terapi yang lebih agresif untuk menurunkan IK, seperti diuretik osmotik (mannitol dan larutan saline hipertonik), drainase CSF melalui kateter ventrikuler, blokade neuromuskuler, dan hiperventilasi, umumnya harus disertai dengan monitoring TIK dan tekanan darah dengan tujuan untuk mempertahankan CPP > 70 mmHg

Class IIa, Level of Evidence B

Bukti yang ada mengindikasikan bahwa hiperglikemia persisten (> 140 mg/dL) selama 24 jam pertama setelah stroke berhu bungan dengan outcome yang buruk, dan dengan demikian secara umum disetujui bahwa hiperglikemia harus ditangani pada pasien dengan stroke akut. Ped oman untuk stroke iskemik mengusulkan bahwa peningkatan konsentrasi glukosa (> 185 mg/dL dan kemungkinan > 140 mg/d L) kemu ngkinan harus mendorong pemberian insulin, sama dengan prosedur dalam situasi akut lainnya yang disertai dengan hiperglikemia. Penggunaan pedoman ini untuk ICH juga masuk akal. Hasil dari penelitian yang masih berlangsung seharusnya akan mengklarifikasi manajemen hiperglikemia setelah stroke

Class IIa, Level of evidence C

Hingga penelitian klinis mengenai intervensi tekanan darah untuk ICH selesai, dokter saat ini harus menangani tekanan darah berdasar pada bukti yang masih belum penuh. Rekomendasi yang ada saat ini untuk tekanan darah target di dalam berbagai situasi dan kemungkinan obat yang digunakan ditunjukkan dalam tabel 2 dan 3

Class IIb, Level of Evidence C Emergency Cases in Cardiovascular Emergency Cases in Cardiovascular

(13)

Periode singkat terapi antiepileptik profilaksis segera setelah onset ICH mungkin mengurangi risiko bangkitan dini pada pasien dengan perdarahan lobaris

Class IIb Level of Evidence

C Pasien dengan ICH yang berhubungan dengan warfarin

harus mendapatkan terapi vitamin K untuk membalikkan efek dari warfarin dan terapi untuk menggantikan faktor penjendalan.

Class I, Level of Evidence B

Pasien dengan perdarahan serebelum > 3 cm3yang secara

neurologis mengalami perburukan atau yang memiliki kompresi batang otak dan/atau hidrosefalus karena obstruksi ventrikel, harus menjalani evakuasi perdarahan secepat mungkin

Class I, Level of Evidence B

Meski pemberian infus urokinase dengan alat stereostatik ke dalam kavitas jendalan darah dalam 72 jam setelah iktus tampaknya mengurangi beban jendalan dan risiko kematian serta perdarahan ulang lebih sering terjadi, dan outcome fungsional tidak lebih baik; dengan demikian kegunaannya tidak diketahui

Class I, Level of Evidence B

Pasien dengan jendalan lobaris dalam 1 cm dari permukaan, maka evakuasi perdarahan intraserebral supratentorial dengan kraniotomi standar mungkin dapat dipertimbangkan

Class II b, Level of evidence B

Mobilisasi lebih dini pada pasien yang tidak parah dan follow up untuk mencega h komplikasi stroke subakut direkomendasikan

Class I, Level of Evidence C Pasien dengan kecurigaan pneu monia atau infeksi traktus

urinarius harus diobati dengan antibiotik Class I, Level of Evidence B Terapi untuk kondisi medis lain (ko-insidensi) yang

menyertai stroke direkomendasikan Class I, Level of Evidence C Intervensi lebih dini untu k mencegah terjadinya stroke

rekuren direkomendasikan Class I, Level of

2008 Clinical Updates Emergency cases

Emergency Cases in Cardiovascular Emergency Cases in Cardiovascular

(14)

Pemberian antibiotik profilaksis tidak direkomendasika n

Class II,Level of Evidence C Jika memungkinkan, penempatan indwelling catheter

harus dihindari karena risiko infeksi traktus urinarius. Beberapa pasien memerlukan drainase katheter kandung kemih, dan langkah menurunkan risiko infeksi harus dilakukan Class III Level of Evidence C Daftar Pustaka 1. Johnson R.T., Griffin J.W., 2002. McArthur J.C.Current Therapy in Neurologic Disease., 6 Ed. 2002. Mosby.

2. Lamsudin R. Algoritma Stroke Gadjah Mada. Penyusunan dan validasi untuk membedakan stroke perdarahan intraserebral dengan stroke iskemik akut atau stroke infark [Disertasi]. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada, 1997.

3. Hajat, C., et al. Cerebrovascular Risk Factors and Stroke Subtypes: Differences Between Ethnic Groups. Stroke. 2001;32:37-42.

4. Budiarso LR, Bakri Z, Kartati DS. ,

a v a i l a b l e a t

2000/02-00 /ce-02-00.html.

5. Sinta M, Sutarni S. Mortalitas stroke di RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta Januari 1 9 9 4 – D e s e m b e r 1 9 9 5 . Dipresentasikan pada Pertemuan Regional XIV Perdossi, 19 Juli 1997 di Magelang.

6. Departemen Kesehatan RI. . Jakarta: Departemen Kesehatan RI, 2004. Adams HP, del Zoppo G, Alberts MJ,

th

New avenues in the treatment of stroke

Standar Pelayanan Unit stroke

http://www.pharmacyconnects.com /content/phpractice/

Bhatt DL, Brass L, Furlan A, Robert L. Grubb,

7. Higashida RT, Jauch EC, Kidwell C, Lyden PD, Morgenstern LB, Qureshi AI, Rosenwasser RH, Scott PA, Wijdicks EF , Guideline From the American Heart Association/ A m e r i c a n S t r o k e A s s o c i a t i o n Guidelines for the Early Management of Adults With Ischemic Stroke: A Guideline From the American Heart A s s o c i a t i o n / A m e r i R e s e a r c h Interdisciplinary Working Groups can Stroke Association Stroke Council, Clinical Cardiology Council, Cardiovascular Radiology and Intervention Council, and the Atherosclerotic Peripheral Vascular Disease and Quality of Care Outcomes in. 2007;38:1655-1711.

8. Gonzalez RG, Hirsch JA, Koroshetz WJ,Schaefer MH (Eds.) Acute Ischemic Stroke: imaging and Intervention. 2006. Springer Berlin Heidelberg NewYork. 9. Stroke. Emergency Cases in Cardiovascular Emergency Cases in Cardiovascular

Gambar

Tabel 4. dalam pelayanan medik pada diagnosis dini dan evaluasi stroke akut pada kegawatan
Tabel 5. Evidence-based medicine dalam pelayanan medik dalam manajemen dini stroke

Referensi

Dokumen terkait

STUDI TENTANG PERAN KESATUAN AKSI MAHASISWA MUSLIM INDONESIA (KAMMI) DALAM MEREVITALISASI NILAI-NILAI PANCASILA.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

Setelah dilakukan pemasangan pathok jumat mendatang /maka pada tanggal 15 januari 2009 / pembukaan pasar malam perayaan sekaten akan dilakukan dan sejak senin tanggal Senin

Salah satu contoh, yaitu pemanfaatan Internet untuk menyajikan informasi mengenai suatu Maskapai Penerbangan Bali Air (Bali Air) yang berisi tentang jadwal penerbangan, jenis

penelitian ini dilatarbelakangi hasil observasi dan wawancara dengan pendidik Entang adanya fenomena pengenalan membaca dengan metode yang tidak sesuai

Hasil Uji Relibilitas Keterlibatan Pemakai Dalam Proses Pengembangan SIA. Cronbach's Alpha N

Setelah dilakukan pelapisan, sifat hidrofilik pada permukaan semakin baik yang ditunjukkan dengan berkurangnya nilai sudut kontak dari ubin. Pengaruh jenis basa

Faktor Resiko Terjadinya Penyakit Akibat Buruknya Sarana Sanitasi Buruknya sarana sanitasi yang ada pada tempat umum seperti pasar, akan berdampak bukan hanya pada

Kinerja pekerja merupakan kombinasi dari hasil kerja, perilaku kerja, Kinerja pekerja merupakan kombinasi dari hasil kerja, perilaku kerja, dan sifat pribadi yang ada hubungannya