• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PENENTUAN SLUG SIZE DAN KONSENTRASI POLIMER TERHADAP DESAIN MODEL POLYMER FLOODING PADA LAPISAN Z

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH PENENTUAN SLUG SIZE DAN KONSENTRASI POLIMER TERHADAP DESAIN MODEL POLYMER FLOODING PADA LAPISAN Z"

Copied!
63
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PENENTUAN SLUG SIZE DAN

KONSENTRASI POLIMER TERHADAP DESAIN

MODEL POLYMER FLOODING PADA LAPISAN Z

LAPORAN TUGAS AKHIR

Oleh:

Dewi Sabrina Safitri

101316105

FAKULTAS TEKNOLOGI EKSPLORASI DAN PRODUKSI

PROGRAM STUDI TEKNIK PERMINYAKAN

UNIVERSITAS PERTAMINA

2020

(2)

P

E

NG

AR

UH

P

E

N

E

NT

UA

N

S

L

UG

SI

Z

E

DA

N

KO

NSE

NT

R

ASI

P

OL

IM

E

R

De

wi

S

abr

ina

S

af

itr

i

T

E

R

HA

DA

P

D

E

S

AI

N

M

OD

E

L

P

OLY

M

E

R

F

L

OO

DI

N

G

P

AD

A

L

AP

IS

AN

Z

1013

16105

(3)

PENGARUH PENENTUAN SLUG SIZE DAN

KONSENTRASI POLIMER TERHADAP DESAIN

MODEL POLYMER FLOODING PADA LAPISAN Z

LAPORAN TUGAS AKHIR

Oleh:

Dewi Sabrina Safitri

101316105

FAKULTAS TEKNOLOGI EKSPLORASI DAN PRODUKSI

PROGRAM STUDI TEKNIK PERMINYAKAN

UNIVERSITAS PERTAMINA

2020

(4)
(5)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Tugas Akhir

: Pengaruh Penentuan

Slug Size

dan

Konsentrasi Polimer Terhadap Desain

Model

Polymer Flooding

pada Lapisan Z

Nama Mahasiswa

: Dewi Sabrina Safitri

Nomor Induk Mahasiswa

: 101316105

Program Studi

: Teknik Perminyakan

Fakultas

: Fakultas Teknologi Eksplorasi dan

Produksi

Tanggal Lulus Sidang Tugas Akhir

: 28 Agustus 2020

Jakarta,

MENGESAHKAN

MENGETAHUI

Ketua Program Studi

Dr. Astra Agus Pramana D.N., S.Si., M.Sc.

NIP 116111

(6)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa Tugas Akhir berjudul Pengaruh Penentuan

Slug Size

dan Konsentrasi Polimer Terhadap Desain Model

Polymer Flooding

pada

Lapisan Z ini adalah benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri dan tidak

mengandung materi yang ditulis oleh orang lain kecuali telah dikutip sebagai

referensi yang sumbernya telah dituliskan secara jelas sesuai dengan kaidah

penulisan karya ilmiah.

Apabila dikemudian hari ditemukan adanya kecurangan dalam karya ini, saya

bersedia menerima sanksi dari Universitas Pertamina sesuai dengan peraturan yang

berlaku.

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui untuk memberikan

kepada Universitas Pertamina hak bebas royalti noneksklusif (

non-exclusive

royalty-free right

) atas Tugas Akhir ini beserta perangkat yang ada. Dengan hak

bebas royalti noneksklusif ini Universitas Pertamina berhak menyimpan, mengalih

media/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkatan data (

database

), merawat,

dan mempublikasikan Tugas Akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya

sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya

Jakarta, 4 September 2020

Yang membuat pernyataan,

(7)

ABSTRAK

Dewi Sabrina Safitri, 101316105.

Judul Tugas Akhir Pengaruh Penentuan

Slug

Size

dan Konsentrasi Polimer Terhadap Desain Model

Polymer Flooding

pada

Lapisan Z. Perancangan/penelitian ini berisi tentang pengaruh pola injeksi,

slug size

dan konsentrasi polimer terhadap performa

polymer flooding

dalam segi teknis

ataupun segi ekokonomi. Tujuan penelitian ini dilakukan untuk memberikan

referensi atau dasar pertimbangan awal mengenai pengaruh penentuan parameter

pemodelan pada

polymer flooding

. Metode yang dipergunakan adalah pemodelan

simulasi reservoir menggunakan ECLIPSE dengan injeksi

polymer flooding

dan

skenario pengembangan sensitivitas mulai tahap

polymer flooding

sampai tahap

post-flush

. Hasilnya menunjukkan pola injeksi tidak terlalu berpengaruh dalam

peningkatan

sweep efficiency

fluida injeksi, adapun peningkatan

incremental

recovery

dipengaruh oleh

slug size

dan konsentrasi polimer yang diinjeksikan

dimana pengaruh polimer terlihat dengan adanya penurunan

water cut

. Sedangkan

nilai

incremental recovery

serta kumulatif air produksi pada pola injeksi yang

berbeda akan mempengaruhi penilaian model dalam segi ekonomi berupa NPV,

POT, IRR dan DPI.

Kata kunci (

sentence case)

: ECLIPSE,

Polymer Flooding,

Pola Injeksi

, Slug Size,

Konsentrasi Polimer, Keekonomian.

(8)

ABSTRACT

Dewi Sabrina Safitri, 101316105.

The title of this Final Project is The Effect of

Determining the Slug Size and Polymer Concentration on Polymer Flooding Model

Design at Layer Z. This design / research contains the effect of injection patterns,

slug size and polymer concentration on polymer flooding performance in technical

and economic terms. The purpose of this study was to provide a reference or basis

for initial considerations regarding the effect of determining the modeling

parameters on polymer flooding. The method used is reservoir simulation modeling

using ECLIPSE with polymer flooding injection and sensitivity development

scenarios from the polymer flooding stage to the post-flush stage. The results

showed that the injection pattern did not significantly increase the sweep efficiency

of the injection fluid, while the increase in incremental recovery was influenced by

the slug size and the concentration of the injected polymer where the effect of the

polymer was seen with a decrease in water cut. Meanwhile, the value of incremental

recovery and cumulative production of water at different injection patterns will

affect the model's assessment from an economic perspective in the form of NPV,

POT, IRR and DPI.

Keywords (

sentence case)

: ECLIPSE, Polymer Flooding, Injection Pattern, Slug

Size, Polymer Concentration, and Economics.

(9)

Universitas Pertamina - i

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis hingga dapat melaksanan penelitian tugas akhir ini dengan baik. Selanjutnya penulis juga ingin mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada pihak-pihak berikut yang telah membantu penulis selama melaksanakan penelitian tugas akhir ini.

1. Mba Dara Ayuda Maharsi, selaku dosen pembimbing di Universitas Pertamina atas

segala ilmu, bantuan serta saran yang diberikan.

2. Pak Astra Agus Pramana, selaku Ketua Jurusan Teknik Perminyakan Universitas

Pertamina yang telah menyediakan fasilitas untuk mendukung penelitian tugas akhir ini.

3. Orang tua, atas dukungan moral maupun materil yang selalu diberikan dan membantu

penulis dalam menyelesaikan penelitian ini.

4. Pihak-pihak lain yang tidak tercantum di sini namun telah berkontribusi besar dalam

penelitian tugas akhir ini.

Melalui Laporan Tugas Akhir ini, penulis berharap dapat menemukan keterkaitan antara dasar teori yang telah dipelajari selama masa kuliah dengan penelitian yang dilakukan. Dan juga semoga Laporan Tugas Akhir ini dapat memberikan informasi yang jelas kepada para pembaca agar bisa dijadikan sumber pengetahuan maupun sebagai referensi terutama bagi yang akan mengambil penelitian dengan tema yang sama pada periode selanjutnya.

Jakarta, 4 September 2020

Dewi Sabrina Safitri

(10)

Universitas Pertamina - ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ...1 1.2 Rumusan Masalah ...2 1.3 Batasan Masalah ...2 1.4 Tujuan Penelitian ...3 1.5 Manfaat Penelitian ...3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1 Polymer Flooding ...4 2.2 Viskositas Polimer ...8 2.3 Rheology Polimer ... 10 2.4 Parameter Polimer ... 11 2.5 Recovery Efficiency ... 11 2.6 Pola Injeksi... 13

2.7 Keekonomian Polymer Flooding ... 14

BAB III METODE PENELITIAN ... 16

3.1 Metodologi Penelitian... 16

3.2 Persiapan dan Pengumpulan Data... 16

3.3 Analisa Waterflooding dan Polymer Flooding ... 20

3.4 Analisa Skenario Pengembangan... 22

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 24

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 38

5.1 Kesimpulan ... 38

5.2 Saran ... 38

(11)

Universitas Pertamina - iii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1

Screening criteria

untuk

polymer flooding

…...6

Tabel 3.1 Data

input

model grid...18

Tabel 3.2 Data

input

waterflood

...19

Tabel 3.3 Data

input

polimer...19

Tabel 4.1 Rangkuman hasil simulasi skenario pertama per pola injeksi...25

Tabel 4.2 Rangkuman hasil simulasi skenario kedua per pola injeksi...26

Tabel 4.3 Rangkuman hasil simulasi skenario ketiga per pola injeksi...28

Tabel 4.4 Rangkuman hasil simulasi sensitivitas per pola injeksi...29

Tabel 4.5 Asumsi biaya yang dikeluarkan dan

market values

...32

Tabel 4.6 Perhitungan NPV pola injeksi

5-spots

...32

Tabel 4.7 Perhitungan NPV pola injeksi

7-spots

…...33

Tabel 4.8 Perhitungan NPV pola injeksi

9-spots

...34

Tabel 4.9 Rangkuman NPV, IRR, dan DPI setiap pola injeksi...36

Tabel 4.10 Rangkuman biaya dan pemasukan setiap pola injeksi...36

(12)

Universitas Pertamina - iv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Proses

polymer flooding

…...…...4

Gambar 2.2 Proyek

polymer flooding

di dunia…...…...5

Gambar 2.3 Implementasi dan desain

polymer flooding…...

…...7

Gambar 2.4 Efek polimer yang meningkatkan viskositas larutan injeksi…...9

Gambar 2.5 Distribusi berat molekul larutan polimer-HPAM...9

Gambar 2.6 Rheology polimer dalam polimer flooding...10

Gambar 2.7 Perkembangan viskositas pada polimer sintetik selama mengalir melewati

media berpori...11

Gambar 2.8 Pola Injeksi...13

Gambar 3.1 Alur kerja penelitian…...16

Gambar 3.2 Pola injeksi model reservoir (

5-spots, 7-spots, 9-spots

)...18

Gambar 3.3 Kurva permeabilitas relatif awal

waterflooding

...18

Gambar 3.4 Plot viskositas terhadap konsentrasi polimer...20

Gambar 3.5 Alur kerja simulasi reservoir…...21

Gambar 3.6 Water cut (WC) masing-masing pola injeksi...22

Gambar 4.1 Profil

water cut

setiap pola injeksi…...24

Gambar 4.2 Pengaruh polimer terhadap

incremental recovery

lapangan...25

Gambar 4.3 Perbedaan WC pada sensitivitas

slug size

0.3 PV per pola injeksi...27

Gambar 4.4

Incremental recovery

pada sensitivitas

slug size

...27

Gambar 4.5

Incremental recovery

pada sensitivitas konsentrasi polimer...28

Gambar 4.6 Perbedaan WC pada sensitivitas konsentrasi polimer 680 ppm...29

Gambar 4.7 Perbedaan WC terhadap sensitivitas pada pola injeksi

9-spot

...30

Gambar 4.8 Pengaruh sensitivitas pada

incremental recovery...

30

Gambar 4.9 Kumulatif PV

cash flow 5-spots

...33

Gambar 4.10 Kumulatif PV

cash flow

7-spots

...34

Gambar 4.11 Kumulatif PV

cash flow 9-spots

...34

Gambar 4.12 Kumulatif PV cash flow

semua pola injeksi...35

Gambar 4.13 IRR & DPI

semua pola injeksi...35

Gambar 4.14 Perbandingan porsi

semua pola injeksi...36

(13)
(14)

Universitas Pertamina - 1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang

Upaya eksplorasi dan eksploitasi yang efektif dan efisien dalam industri minyak dan gas merupakan hal yang mutlak dilakukan untuk memenuhi kebutuhan pasar serta menekan harga produksi yang mahal. Salah satu perwujudan dari eksploitasi yang efektif dan efisien yaitu meninjau dan memproduksikan kembali zona-zona yang diharapkan masih tersisa cadangan atau potensi minyak dan/atau gas. Memproduksi zona-zona tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan metode EOR (Enhance Oil Recovery). EOR merupakan metode untuk meningkatkan jumlah minyak yang dapat

diproduksi dari suatu reservoir. EOR dibagi menjadi 3 jenis, yaitu Thermal EOR, Gaseous EOR dan

Chemical EOR. Polymer flooding merupakan salah satu contoh dari C-EOR (Chemical EOR) yang diterapkan secara luas di seluruh dunia selama beberapa dekade terakhir. Polimer yang dilarutkan

pada polymer flooding digunakan dengan tujuan untuk meningkatkan viskositas fluida pendorong

hidrokarbon, mengurangi permeabilitas efektif air serta mengubah mobilitas fluida yang diinjeksi.

Polymer flooding meningkatkan efisiensi kontak dan meningkatkan perpindahan minyak ke sumur

sehingga produksi hidrokarbon yang ada meningkat. Polymer flooding dengan rasio mobilitas yang

lebih baik akan meningkatkan sweep efficiency dibandingkan dengan waterflooding konvensional

(Skauge et al, 2014)

Alur kerja untuk mengimplementasikan polymer flooding meliputi screening polimer dan pemilihan

lapangan yang cocok, tes laboratorium, pilot test, dan pengaplikasian skala lapangan. Implentasi

polymer flooding memerlukan sejumlah langkah untuk mengurangi ketidakpastian ekonomi dan teknis serta untuk meningkatkan kemampuan operasi perusahaan yang menerapkan metode EOR (Hite et al, 2014 ; Teletzke et al, 2010). Dalam pengaplikasian skala lapangan diperlukan penentuan pola injeksi yang bertujuan untuk menentukan pola injeksi yang layak serta mampu menyediakan kontak maksimum yang dapat terjadi pada fluida injeksi dengan minyak mentah (Tarek Ahmed, 2010). Adapun pola sumur yang digunakan harus dapat digunakan semaksimal mungkin pada waktu

berlangsungnya pengimplementasian polymer flooding. Pola injeksi tergantung terhadap

sumur-sumur yang sudah ada sebelum injeksi ataupun mengubah sumur-sumur produksi yang sudah ada menjadi

sumur injeksi, selain itu dapat dilakukan pengeboran sumur infill untuk injeksi. Pola injeksi yang

sering digunakan contohnya adalah peripheral dan regular.

Dalam proses implementasi polymer flooding, banyak faktor atau parameter yang harus diperhatikan

dalam menginjeksikan polimer. Analisis parameter polymer flooding menjadi wajib dilakukan,

pendekatan analitik maupun simulasi, eksperimen, mempelajari perilaku polimer dalam kondisi

reservoir, mengetahui pengaruh shearing atau metode lainnya yang mampu mempengaruhi sifat

rheologi polimer, mengetahui pola injeksi, serta mengetahui pengaruh sumur vertikal dan sumur horizontal terhadap efisiensi penyapuan. Mengevaluasi dan menentukan akar permasalahan atau parameter yang ada sehingga menghasilkan solusi yang tepat untuk menurunkan kondisi dari permasalahan tersebut merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengoptimalkan

performa polymer flooding. Semakin berkembangnya zaman, maka diperlukan langkah yang efektif

untuk mendapatkan efisiensi penyapuan yang optimum pada polymer flooding secara intensif.

Maka dari itu, skenario pengembangan yang disimulasikan menggunakan pola injeksi. Selain pola

(15)

Universitas Pertamina - 2 skenario paling efektif dalam segi teknis maupun ekonomis. Maka dari itu, Tugas Akhir ini akan membahas pola injeksi yang dapat mengoptimalkan kontak fluida injeksi dengan minyak yang

mempengaruhi sweep efficiencies dari segi ekonomis dan teknis dengan menggunakan simulator.

Dengan mengetahui pengaruh teknis dan ekonominya, diharapkan dapat memberi gambaran

mengenai pengaruh pola injeksi terhadap slug size dan konsentrasi polimer kepada efisiensi

penyapuan pada polymer flooding.

1.2

Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut dengan penelitian dilakukan dengan

menggunakan waterflooding sebagai baseline yang difokuskan pada lapisan yang ingin diproduksi

yaitu lapisan Z.

1. Seberapa besar pengaruh sensitivitas slug size terhadap performa polymer flooding dalam

segi teknis?

2. Seberapa besar pengaruh sensitivitas konsentrasi polimer terhadap performa polymer

flooding dalam segi teknis?

3. Bagaimana pengaruh pemilihan slug size, konsentrasi polimer, dan pola injeksi

mempengaruhi performa polymer flooding?

4. Mengapa pemilihan slug size, konsentrasi polimer, dan pola injeksi berpengaruh terhadap

keekonomian?

5. Apa skenario terbaik yang dapat digunakan untuk mengoptimalkan performa polymer

flooding dalam segi teknis ataupun segi ekonomi?

1.3

Batasan Masalah

Dalam pembuatan model simulasi reservoir diperlukan batasan-batasan untuk memperjelas kondisi yang ada. Adapun batasan masalah dalam Tugas Akhir ini sebagai berikut:

1. Grid. Bentuk grid pada lapisan pay zone berupa cartesian dengan susunan yang teratur.

Berdasarkan fakta bahwa oil leases dibagi menjadi mil persegi dan seperempat mil persegi,

maka lapangan dikembangkan dalam pola yang sangat teratur (Tarek Ahmed, 2010).

2. Pola Injeksi. Pola injeksi regular yang sering digunakan di beberapa lapangan yaitu direct

line drive, staggered line drive, two-spot, three-spot, five spot, seven-spot dan nine-spot.

Biasanya, pola two-spot dan three-spot digunakan untuk tujuan pilot test. Adapun batasan

masalah yang ditetapkan yaitu pola injeksi regular berupa five-spot, seven-spot, dan

nine-spot dengan slug size dan konsentrasi polimer sebagai sensitivitas.

3. Polimer. Polimer yang disimulasikan tidak dipengaruhi oleh salinitas, suhu reservoir

ataupun mechanical degradation.

4. Kriteria Polymer Flooding. Parameter pada waterflooding sudah dilakukan history

matching sebelumnya agar menyesuaikan dengan screening criteriapolymer flooding pada beberapa jurnal penelitian.

(16)

Universitas Pertamina - 3

1.4

Tujuan Penelitian

Tugas Akhir ini bertujuan sebagai berikut.

1. Mengetahui seberapa besar pengaruh sensitivitas slug size terhadap performa polymer

flooding dalam segi teknis.

2. Mengetahui seberapa besar pengaruh sensitivitas konsentrasi polimer terhadap performa

polymer flooding dalam segi teknis.

3. Mengetahui penyebab pemilihan slug size, konsentrasi polimer, dan pola injeksi dapat

mempengaruhi performa polymer flooding.

4. Mengetahui mengapa pemilihan slug size, konsentrasi polimer, dan pola injeksi dapat

mempengaruhi keekonomian.

5. Menentukan skenario terbaik yang dapat digunakan untuk mengoptimalkan performa

polymer flooding dalam segi teknis ataupun segi ekonomi.

1.5

Manfaat Penelitian

Tugas Akhir ini diharapkan dapat digunakan sebagai dasar pertimbangan awal dalam melakukan

pemilihan pola injeksi, slug size, dan konsentrasi polimer dalam polymer flooding, dimana pemilihan

langkah yang tepat pada polymer flooding dapat secara efektif meningkatkan efisiensi penyapuan

pada polymer flooding sehingga kontrol mobilitas pada fluida injeksi dapat tetap dipertahankan

sesuai dengan target desain perolehan minyak serta mengurangi biaya yang dikeluarkan selama

(17)
(18)

Universitas Pertamina - 4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisi penjelasan singkat mengenai landasan teori dan studi literatur yang diperlukan sebagai

pijakan dalam penelitian yang dilakukan. Adapun cakupan yang di bahas contohnya yaitu polymer

flooding secara detail, recovery efficiency, dan pola injeksi.

2.1

Polymer Flooding

Polymer flooding merupakan salah satu metode untuk meningkatkan perolehan minyak pada

lapangan yang sudah melewati batas primary recovery dengan cara meningkatkan viskositas fluida

pendorong. Perolehan hidrokarbon dalam reservoir dapat dibagi menjadi tiga fase yaitu pemulihan awal (primer) dengan mekanisme ekstraksi minyak secara alami, pemulihan sekunder dengan teknik yang digunakan untuk mempertahankan tekanan reservoir melalui injeksi air atau gas, dan terakhir yaitu pemulihan tersier (EOR) yang diperoleh dengan beragam teknik lanjutan tertentu. Ketika sumur berproduksi, hanya 20-40% minyak yang dapat diekstraksi melalui dua fase pertama (A. Z. Abidin, 2012). Penerapan EOR memberikan peluang untuk mengekstraksi hingga 30% cadangan minyak asli

di dalam sumur.

Metode polymer flooding sudah diterapkan secara luas di seluruh dunia selama beberapa dekade

terakhir setelah waterflood. Mekanisme kerjanya adalah dengan menginjeksikan larutan polimer ke

dalam formasi yang berfungsi untuk mendesak minyak menuju sumur produksi sehingga produksi minyak meningkat, selain itu fluida injeksi juga berfungsi untuk mempertahankan tekanan reservoir.

Proses polymer flooding biasanya dimulai dengan memompa air yang mengandung surfaktan untuk

mengurangi tegangan antarmuka antara fase minyak dan air serta untuk mengubah wettability batuan

reservoir agar perolehan minyak meningkat. Polimer kemudian dicampur dengan air dan diinjeksi secara terus menerus untuk jangka waktu yang lama (bisa memakan waktu beberapa tahun). Ketika sekitar 30% hingga 50% dari volume pori reservoir di area tersebut telah diinjeksi, injeksi polimer

berhenti dan air sebagai pendorong polimer dipompa ke sumur injeksi untuk menggerakkan polymer

slug dan minyak di depannya menuju sumur produksi (A.Z. Abidin, 2012).

Gambar 2.1 Proses polymer flooding. (G. Zerkalov, 2015)

Polymer flooding sering diterapkan ketika rasio mobilitas selama waterflood tidak menguntungkan

sehingga injeksi polimer secara berkelanjutan dapat meningkatkan sweep efficiency di reservoir.

Selain itu jika reservoir memiliki derajat heterogenitas yang beragam dengan rasio mobilitas yang baik, injeksi polimer dapat membantu mengurangi mobilitas air pada lapisan dengan permeabilitas tinggi dan mendukung perpindahan minyak dari lapisan yang memiliki permeabilitas rendah.

(19)

Universitas Pertamina - 5

Polimer juga dapat menunda water breakthrough serta meningkatkan sweep efficiency dengan cara

meningkatkan viskositas larutan yang diinjeksi. Polymer flooding telah diterapkan di banyak negara

seperti Argentina, Australia, Brazil, China, India, Indonesia dan USA, dengan proyek polymer

flooding terbesar di dunia diimplementasikan di lapangan Daqing, China pada tahun 1996 (Wang et al, 2009). Pada 2004, lebih dari 31 proyek komersial dilaksanakan, melibatkan sekitar 2427 sumur injeksi dan 2916 sumur produksi di lapangan Daqing, China. Injeksi polimer di lapangan Shengli

dan Daqing menghasilkan incremental oil recoveries mulai dari 6 hingga 12%, memberikan

kontribusi hingga 250.000 barel per hari pada tahun 2004. Pada akhir 2006, produksi air telah menurun sebesar 21,8 per meter kubik minyak yang diproduksi, dengan pengurangan

satu-seperempat water-cut, dihasilkan penghematan dalam hal pengolahan dan pembuangan air yang

diproduksi.

Gambar 2.2 Proyek polymer flooding di dunia (Saleh et al, 2014)

Adapun kelemahan utama penggunaan polimer adalah biayanya yang tinggi. Biaya rata-rata polimer per incremental barel berkisar antara $ 1 hingga $ 4. Biaya polimer per incremental barel minyak

yang diproduksi pada polymer flooding lapangan minyak Daqing diperkirakan sekitar $2,7/barel.

Dalam kasus ini, ditunjukkan bahwa injeksi polimer lebih murah daripada injeksi air mengingat biaya modal rata-rata per sumur dan volum cairan yang diinjeksikan dan diproduksi yang secara signifikan lebih sedikit untuk injeksi polimer daripada injeksi air. Selain biaya yang tinggi, kelemahan lainnya terdapat pada laju injeksi yang rendah disebabkan oleh viskositas yang tinggi yang berdampak pada tingkat pengembalian ekonomi, degradasi pada suhu yang lebih tinggi, intoleransi terhadap salinitas

tinggi, kerusakan polimer akibat shear stress yang diberikan saat pemompaan dan saat melalui pipa

dan perforasi, serta ketidakstabilan polimer pada jangka panjang di lingkungan reservoir.

Injektivitas merupakan bagian penting dalam polymer flooding. Proyek injeksi polimer yang besar

yang telah berhasil menginjeksi viskositas polimer yang tinggi adalah lapangan minyak di Daqing, Suriname, dan Kazakhstan. Sangat sedikit kasus injeksi yang buruk yang dilaporkan dalam literatur

selama polymer flooding. Kegagalan injeksi selama injeksi polimer biasanya terkait dengan desain

polymer flooding yang kurang cocok termasuk sistem disolusi polimer yang tidak tepat atau perlindungan polimer terhadap degradasi (degradasi kimia, mekanis, dan termal), masalah dengan kualitas air, injeksi larutan polimer yang memiliki viskositas sangat rendah, dan / atau injeksi polimer keluar dari zona target. Alasan lain yang mungkin adalah efek lubang bor dekat. Jika area dekat sumur bor tidak dimodelkan dengan benar, atau tidak dipahami sama sekali, akan mudah untuk mengabaikan area ini dan salah menafsirkan apa yang sebenarnya terjadi di zona ini (A. Thomas, 2016).

(20)

Universitas Pertamina - 6

Namun di antara semua metode C-EOR, polymer flooding memiliki hasil yang terbukti. Teknologi

pada polymer flooding jauh melebihi teknologi C-EOR lainnya dengan risiko penerapan polymer

flooding yang sangat rendah dimana penerapannya telah berkembang selama beberapa tahun terakhir dengan contoh kasus pada lapangan di reservoir bersuhu tinggi dan salinitas tinggi. Pemilihan polimer yang terbaik dapat dilakukan dengan memilih area reservoir yang sesuai, termasuk geologi dan parameter utama lainnya. Sebagian besar polimer yang digunakan untuk EOR terbagi dalam dua kelompok yaitu polimer sintetik dan biopolimer. Yang paling umum digunakan di antaranya adalah polimer sintetis (PAM dan HPAM), Xanthan, dan beberapa polimer alami yang dimodifikasi, termasuk HEC (hidroksil etil selulosa), dan guar gum. Adapun setiap polimer memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing untuk reservoir tertentu.

Tabel 2.1 Screening criteria untuk polymer flooding (Sorbie, 2013)

Screening criterion Viscosity control polymer flood Heterogeneity control polymer flood Comment

Oil viscosity Usually 5 cP < μo < 30 cP Max 70 cP Usually 0.4 cP < μo < 10 cP Max 20 cP

The indicator in both cases is early water breakthrough and low sweep efficiency Level of large -scale heterogeneity Low formation should be as homogeneous as possible Some heterogeneity by definition 4 < horizontal perm. /average permeability/ kav < 30

For heterogeneity control less severe contrast does not require polymer and more severe is too high for normal polymer

Absolute permeability

>20 mD To avoid excessive polymer

retention

Temperature Lower temperature best Best <80°C

Max <95°C

Polymers degrade at higher temperatures

Water injectivity Should be good preferably with some

spare injection capacity— fracturing

may help

If there are some problems with water, they will be worse with polymer

(21)

Universitas Pertamina - 7

Aquifer/oil/water contact

Injection not deep in aquifer or far

below oil/water contact

Additional retention losses in transport to oil leg

Clays Should be generally low Tend to give high polymer retention

Injection brine salinity/hardness

Not critical but determine which polymer can be used

High salinity/hardness biopolymer Low salinity/hardness = PAM

Gambar 2.3 Implementasi dan desain polymer flooding (A. Thomas, 2016)

Kondisi yang sesuai untuk polymer flooding juga penting diperhatikan demi kesukesan dan keektifan

penyapuan minyak. Karena sifatnya yang berbeda, polimer cenderung bekerja lebih baik atau lebih

buruk dalam kondisi yang berbeda. Kondisi lapangan yang cocok untuk kriteria seleksi polymer

(22)

Universitas Pertamina - 8

dengan lithologi yang cenderung sandstone, serta mempunyai aquifer dan gas cap yang lemah.

Pemilihan polimer yang cocok dilakukan dengan menganalisa 3 parameter utama yaitu: suhu

reservoir, permeabilitas, dan salinitas brine yang digunakan untuk injeksi polimer. Suhu diperlukan

untuk memilih polimer yang dapat tetap stabil selama di reservoir. Permeabilitas diperlukan untuk perbaikan berat molekul agar memastikan injeksi yang terjadi baik dan melewati pori-pori.

Komposisi brine diperlukan untuk mengetahui tingkat hidrolisis agar memungkinkan uncoiling pada

rantai polimer dalam air sehingga memaksimalkan viskositas fluida injeksi. Selain itu water cut

adalah salah satu parameter terpenting untuk menganalisa riwayat injeksi polimer (Wang et al, 2009).

2.2

Viskositas Polimer

Polymer flooding merupakan salah satu metode yang digunakan untuk mendapatkan perolehan

minyak yang disebabkan oleh menaiknya rasio mobilitas. Rasio mobilitas pada polymer flooding

meningkat dengan cara meningkatkan viskositas dari fluida pendorong (air) dan mengurangi permeabilitas air di dalam media berpori, sehingga fluida yang terdorong (minyak) dapat berpindah lebih bebas melewati pori-pori (Sandiford, 1964; Pye, 1964; Gogarty, 1967; Jennings et al, 1971).

Minyak yang tertinggal saat menggunakan waterflooding disebabkan oleh terperangkapnya minyak

karena capillary force (minyak residual) atau karena terlewati. Polymer flooding dirancang untuk

secara langsung memindahkan minyak dari zona dengan permeabilitas yang lebih rendah. Larutan polimer yang kental lebih baik diinjeksi sebanyak mungkin ke dalam zona dengan permeabilitas yang lebih rendah untuk menggantikan minyak dari daerah yang tersapu dengan buruk pada saat

waterflooding. Untuk memastikan minyak tidak terlewati maka sapuan dilakukan secara homogen

di reservoir, injeksi dilakukan secara slug dengan viskositas yang besar. Polymer flooding sering kali

diterapkan dalam dua kasus yaitu jika rasio mobilitas selama waterflood tidak menguntungkan,

injeksi polimer secara berkelanjutan dapat meningkatkan efisiensi sapuan di reservoir. Bahkan dengan rasio mobilitas yang menguntungkan, jika reservoir memiliki tingkat heterogenitas tertentu, injeksi polimer dapat membantu mengurangi mobilitas air pada lapisan permeabilitas tinggi yang mendukung perpindahan minyak dari lapisan permeabilitas rendah. Umumnya, viskositas yang diinginkan dapat diketahui dengan menganalisa persamaan berikut:

𝑀 = 𝐷𝑖𝑠𝑝𝑙𝑎𝑐𝑖𝑛𝑔 𝑃ℎ𝑎𝑠𝑒 𝑀𝑜𝑏𝑖𝑙𝑖𝑡𝑦 𝐷𝑖𝑠𝑝𝑙𝑎𝑐𝑒𝑑 𝑃ℎ𝑎𝑠𝑒 𝑀𝑜𝑏𝑖𝑙𝑖𝑡𝑦 = 𝑘𝑟𝑤⁄𝜇𝑤 𝑘𝑟𝑜⁄𝜇𝑜 = 𝐾𝑟𝑤𝜇𝑜 𝐾𝑟𝑜𝜇𝑤 Keterangan: 𝑀 = Rasio mobilitas 𝜇 = Viskositas (cp) 𝑘 = Permeabilitas efektif (mD)

Permeabilitas efektif dipertimbangkan dalam persamaan tersebut dikarenakan kemungkinan

terjadinya reduksi secara selektif pada (biasanya) permeabilitas air dengan polymer retention dan

mekanisme pore-blocking. Rasio mobilitas yang baik memiliki nilai kurang dari 1 (M < 1). Pada

rasio mobilitas (M) <1, injeksi fluida menurun seiring peningkatan areal sweep efficiency. Pada rasio

(23)

Universitas Pertamina - 9 Gambar 2.4 Efek polimer yang meningkatkan viskositas larutan injeksi (G. Zerkalov, 2015)

Secara umum, rasio mobilitas yang lebih rendah akan meningkatkan 𝐸𝐴dan rasio mobilitas yang

lebih tinggi akan menurunkan 𝐸𝐴. Agar nilai rasio mobilitas kurang dari 1 maka viskositas air harus

besar untuk mendapatkan hasil yang semakin baik sehingga efisiensi dapat dimaksimalkan dan

membatasi terjadinya early fingering. Nilai viskositas akhir dari larutan polimer yang akan diinjeksi

sering ditentukan oleh keekonomisan dan harga minyak pada saat persetujuan proyek. Keberadaan

channels dengan permeabilitas tinggi atau reservoir layering berskala besar dan heterogenitas dapat

mengganggu areal dan vertical sweep efficiency selama proses injeksi, bahkan jika rasio mobilitas

sama atau di bawah 1. Kehadiran lapisan dengan permeabilitas tinggi akan menyebabkan water

breakthrough lebih awal. Untuk mengurangi water breakthrough lebih awal, viskositas air dapat ditingkatkan dengan cara menambah konsentrasi polimer pada air injeksi.

Viskositas dari suatu larutan polimer dapat diukur melalui alat seperti rheometer. Viskositas pada

larutan polimer dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu laju geser, berat molekul, dan konsentrasi larutan. Berat molekul polimer sintetik yang digunakan umumnya memiliki ukuran di rentang 2–10 Mega Dalton. Distribusi berat molekul pada polimer dapat ditentukan salah satunya dengan hamburan cahaya, namun tidak selalu memberikan hasil yang akurat. Untuk polimer yang memiliki berat molekul yang besar, tantangan pengukuran distribusi berat molekul akan semakin bertambah.

Semakin besar berat molekul maka menambah jumlah bonding site dan menyebabkan penambahan

viskositas pada larutan polimer.

(24)

Universitas Pertamina - 10

2.3

Rheology Polimer

Perubahan pada laju geser dapat dialami polimer ketika melewati fasilitas permukaan, proses selama

injeksi dan dalam aliran melalui media berpori. Pada laju geser yang rendah, perilaku Newtonian

dapat terjadi, sedangkan pada laju geser yang lebih tinggi, terjadi perilaku non-Newtonian (Gambar

2.5). Perilaku non-Newtonian dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu perilaku pseudoplastic dan

dilatant. Biopolimer seperti xanthan hanya mengalami perilaku pseudoplastic dikarenakan struktur

kimia polimer yang berbentuk kumparan yang kaku dan tidak memungkinkan aliran elongational

yang menyebabkan perilaku dilatant, sedangkan polimer sintetik seperti HPAM, menunjukkan

perilaku pseudoplastic dan dilatant (Sorbie, 1991). Viskositas pada larutan polimer sintetik memiliki

regime yang dibagi menjadi tiga yaitu newtonian, pseudoplastic, dan dilatant. Regime newtonian

terjadi pada kecepatan rendah dengan laju geser yang rendah, di mana gerakan pada rantai polimer kecil, sehingga viskositas memiliki nilai yang stabil dan tidak tergantung terhadap laju geser.

Gambar 2.6 Rheology polimer dalam polimer flooding. (A. Thomas, 2016)

Pada titik kritis tertentu, laju geser polimer mulai berperilaku seperti fluida non-Newtonian dimana

aliran geser mendominasi di atas aliran elongational yang disebut sebagai shear thinning atau

perilaku pseudoplastic (Gambar 2.7). Selama injeksi polimer terjadi, viskositas berkurang terhadap

meningkatnya laju geser. Perilaku ini terjadi akibat pelepasan rantai-rantai polimer yang menyelaras

terhadap arah aliran. Selama proses injeksi di dalam media berpori, shear thinning menambah

performa injektivitas dari larutan polimer selama tidak terjadi kerusakan permanen pada polimer

(Sheng, 2010; Sorbie, 1991). Shear thickening ditunjukkan pada tingkat laju geser yang tinggi dalam

media berpori, hal itu disebabkan oleh struktur fleksibel dari polimer sintetik. Perilaku dilatant ini

terjadi ketika ‘relaxation time’ polimer terlalu rendah, yang berarti bahwa polimer tidak memiliki

cukup waktu untuk mengubah strukturnya ketika mengalir pada laju geser tinggi melalui saluran pori yang sempit, sehingga menyebabkan viskositas meningkat (Sorbie, 1991). Seringkali, injektivitas

menjadi salah satu faktor penting. Oleh karena itu larutan polimer sebaiknya berupa non-Newtonian

dan shear thinning, yaitu viskositas berkurang dengan meningkatnya laju geser. Tindakan preventif

yang dapat dilakukan untuk mengurangi shear thickening pada polimer yaitu dengan melakukan

(25)

Universitas Pertamina - 11 Gambar 2.7 Perkembangan viskositas pada polimer sintetik selama mengalir melewati media

berpori (Chauveteau, 1986 ; Sheng, 2010)

2.4

Parameter Polimer

Salah satu bagian penting dalam polymer flooding yaitu adsorpsi batuan. Adsorpsi dapat terjadi

karena adanya interaksi antara polimer dengan permukaan batuan, interaksi ini menyebabkan molekul polimer mengikat ke permukaan batuan, hal ini disebabkan oleh adanya adsorpsi fisik, gaya

van-der-Waals, dan ikatan hidrogen (Sheng, 2010). Pada umumnya, adsorpsi pada polimer memiliki

sifat irreversible (tidak dapat kembali ke bentuk awal), sehingga nilainya tidak akan menurun seiring

dengan menurunnya konsentrasi polimer (Szabo, 1979). Sifat irreversible disebabkan oleh adsorpsi

polimer pada batuan. Nilai adsorpsi polimer berkisar antara 0 sampai dengan kapasitas maksimum

adsorpsi/admaxt (harus positif) atau lebih dari 0 yang menunjukan sifat irreversible, sedangkan nilai

0 menunjukan sifat polimer reversible. Model adsorpsi dapat diketahui dengan menggunakan

persamaan Langmuir Isotherm. Persamaan tersebut terdapat hubungan non linear dengan persen

salinitas (xNaCl) dan fraksi mol polimer (ca) pada fasa cair (Goudarzi dkk, 2013).

Parameter lain yang berpengaruh dalam model simulasi yaitu IPV (Inaccessible Pore Volume). IPV

terjadi ketika ukuran molekul polimer lebih besar dari pori batuan sehingga molekul polimer tidak

dapat melalui pori tersebut. Selain itu RF (Retention Factor) dan RRF (Residual Retention Factor)

merupakan parameter yang menentukan keefektifan model simulasi. RF merupakan perbandingan

antara mobilitas brine terhadap mobilitas polimer. Sedangkan RRF merupakan tingkat retensi

polimer setelah dilakukannya polymer flooding.

2.5

Recovery Efficiency

Metode perolehan minyak tahap secondary atau tertiary memiliki nilai keseluruhan RE dari

kombinasi tiga faktor efisiensi seperti berikut:

𝑅𝐸 = 𝐸𝐷𝐸𝐴𝐸𝑉

Dalam bentuk kumulatif minyak terproduksi, persamaan diatas bisa ditulis sebagai berikut:

(26)

Universitas Pertamina - 12 Keterangan:

RF = faktor perolehan keseluruhan

𝑁𝑆 = initial oil in place at the start of the flood, STB

𝑁𝑃 = minyak kumulatif yang diproduksi, STB

𝐸𝐷 = displacement efficiency 𝐸𝐴 = areal sweep efficiency 𝐸𝑉 = vertical sweep efficiency

Displacement efficiency (𝐸𝐷) adalah bagian dari movable oil yang telah dipindahkan dari zona sapuan

pada waktu tertentu atau volume pori yang diinjeksikan. Karena injeksi gas atau air yang tidak larut

akan selalu meninggalkan sisa minyak, nilai 𝐸𝐷 akan selalu kurang dari 1. Nilai 𝐸𝐷 akan terus

meningkat secara bertahap sesuai dengan tahapan yang dilalui. Secara matematis, displacement

efficiency dinyatakan sebagai berikut:

𝐸𝐷=𝑆𝑜𝑖− 𝑆̅𝑜 𝑆𝑜𝑖

Dimana:

𝑆𝑜𝑖 = 1 − 𝑆𝑤𝑖− 𝑆𝑔𝑖 𝑆̅𝑜 = 1 − 𝑆̅𝑤

Areal sweep efficiency (𝐸𝐴) adalah area bagian dari pola yang tersapu oleh fluida pemindahan.

Adapun faktor utama yang menentukan areal sweep efficiency yaitu mobilitas fluida, jenis pola

injeksi, heterogenitas area, dan total volume fluida yang diinjeksi. Vertical sweep efficiency (𝐸𝑉)

adalah bagian vertikal dari zona produksi yang terkena kontak dengan fluida injeksi yang merupakan

fungsi dari heterogenitas vertikal, degree of gravity segregration, mobilitas fluida, dan total volume

yang diinjeksi. Pada bagian yang memiliki permeabilitas lebih tinggi, larutan yang diinjeksikan akan

bergerak lebih cepat daripada zona dengan permeabilitas yang rendah. Gabungan dari 𝐸𝐴 dan 𝐸𝑉

disebut dengan volumetric sweep efficiency yang merupakan keseluruhan bagian yang terkena kontak

dari fluida injeksi. Nilai 𝐸𝐴 akan meningkat secara bertahap mulai dari diawal injeksi sampai

terjadinya breakthrough, selanjutnya nilai 𝐸𝐴 akan terus meningkat dengan laju yang lebih lambat.

Secara matematis, volumetric sweep efficiency dinyatakan sebagai berikut:

𝐸𝑣𝑜𝑙 = 𝐸𝐴× 𝐸𝑉 Dimana: 𝐸𝐴= 𝑠𝑤𝑒𝑝𝑡 𝑎𝑟𝑒𝑎 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑎𝑟𝑒𝑎 𝐸𝑉 = 𝑠𝑤𝑒𝑝𝑡 𝑛𝑒𝑡 𝑡ℎ𝑖𝑐𝑘𝑛𝑒𝑠𝑠 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑛𝑒𝑡 𝑡ℎ𝑖𝑐𝑘𝑛𝑒𝑠𝑠

Polymer flooding menghasilkan minyak tambahan dengan cara meningkatkan efisiensi perpindahan dan meningkatkan volume reservoir yang terkena kontak dengan meningkatkan viskositas fluida pendorong atau air. Hal ini dapat mengurangi kemungkinan adanya fluida injeksi yang menembus

(27)

Universitas Pertamina - 13

sumur produksi saat memproduksi minyak pada rate yang lebih tinggi. Polymer flooding memiliki

potensi perolehan minyak yang jauh lebih tinggi daripada waterflooding, biasanya 6% -12% lebih

tinggi sehingga memberikan faktor perolehan sekitar 40% -50% dari minyak awal di tempat (IOIP).

2.6

Pola Injeksi

Salah satu cara untuk meningkatkan faktor perolehan minyak adalah dengan membuat pola sumur injeksi-produksi, yang bertujuan untuk mendapatkan pola penyapuan yang seefisien mungkin. Pola injeksi untuk satu lapangan atau bagian dari suatu lapangan didasarkan pada lokasi sumur yang ada, ukuran dan bentuk reservoir, biaya sumur baru dan peningkatan perolehan terkait dengan berbagai pola injeksi. Pola injeksi dapat diubah selama umur lapangan dengan maksud menyapu minyak yang tidak terkena kontak dengan cara mengubah arah aliran di reservoir. Selain itu, mengurangi ukuran

pola dengan melakukan pengeboran infill guna meningkatkan perolehan minyak dengan cara

meningkatkan kontinuitas reservoir antara injektor dan produser merrupakan hal yang umum

dilakukan. Pola injeksi yang ada pada pola regular adalah direct line drive, staggered line drive,

two-spot, three-two-spot, four-two-spot, five-two-spot, seven-two-spot, dan nine-spot. Biasanya, pola two-spot dan

three-spot digunakan untuk tujuan pilot test. Pola sumur produksi-injeksi dimana sumur injeksi cenderung

lebih banyak daripada sumur produksi maka disebut pola regular atau normal. Sedangkan bila

sebaliknya yaitu jumlah sumur produksi cenderung lebih banyak daripada sumur injeksi disebut

dengan pola inverted (Gambar 2.8). Masing-masing pola mempunyai sistem jaringan tersendiri yang

mana memberikan jalur arus berbeda-beda sehingga memberikan luas daerah penyapuan yang berbeda-beda.

Pada prinsipnya, sumur sumur yang ada pada pola tersebut harus dipergunakan secara maksimal pada waktu berlangsungnya injeksi nanti. Jika masih diperlukan sumur-sumur baru maka perlu ditentukan lokasinya. Untuk memilih lokasi sebaiknya digunakan peta distribusi cadangan minyak tersisa. Pada daerah yang sisa minyaknya masih besar maka mungkin diperlukan lebih banyak sumur produksi daripada daerah yang minyaknya tinggal sedikit. Peta isopermeabilitas juga membantu dalam

memilih arah aliran supaya breakthrough fluida injeksi tidak terjadi terlalu awal.

(28)

Universitas Pertamina - 14 Tujuan dari pemilihan pola injeksi-produksi adalah untuk memilih pola yang tepat yang akan memberikan fluida injeksi kontak maksimum terhadap minyak. Pada dasarnya terdapat 4 jenis pola yang digunakan dalam injeksi fluida yaitu:

1. Pola injeksi irregular

2. Pola injeksi peripheral

3. Pola injeksi crestal dan basal

4. Pola injeksi regular

Pola injeksi peripheral memiliki sumur injeksi yang terletak di batas eksternal reservoir sehingga

minyak akan tersapu ke bagian dalam reservoir. Pola peripheral umumnya menghasilkan perolehan

minyak dengan nilai maksimum dibandingkan pola lainnya dengan jumlah minimum air yang

diproduksi. Sedangkan pola injeksi crestal dan basal menggunakan injeksi melalui sumur yang

terletak di bagian atas struktur.

Pola yang paling umum pada pola injeksi regular adalah sebagai berikut: • Direct line drive. Sumur injeksi dan produksi berhadapan secara langsung.

Staggered line drive. Sumur-sumur tersebut berada dalam garis seperti pada garis langsung, tetapi injektor dan produser tidak lagi secara langsung berhadapan tetapi secara lateral yang memiliki jarak a/2 dimana a = jarak antara sumur dengan jenis yang sama.

Five spot. Memiliki jarak antara semua sumur yang sama adalah konstan, yaitu, a = 2d. Dimana

empat sumur injeksi membentuk persegi dengan sumur produksi di tengah pada bentuk five-spot

regular dengan d = jarak antara injektor dan produser.

Seven spot. Sumur injeksi terletak di sudut seperti segi enam dengan sumur produksi di tengahnya (pola regular).

Nine spot. Pola ini mirip dengan pola five-spot dengan perbedaan pada sumur tambahan di tengah-tengah sisi kedua sumur. Pola tersebut berisi delapan injektor yang mengelilingi satu produser (pola regular).

2.7

Keekonomian Polymer Flooding

Parameter keekonomian suatu proyek dapat dilihat dari hasil perhitungan NPV, POT, IRR dan DPI.

NPV (Net Present Value) merupakan hasil pengurangan antara pemasukan (cash in) dengan

pengeluaran (cash out) yang telah di diskon oleh sebuah faktor. Perhitungan NPV membutuhkan data

seperti biaya operasi dan perkiraan biaya investasi. IRR (Internal Rate of Return) merupakan

indikator tingkat efisiensi dari suatu investasi. IRR digunakan dalam menentukan apakah investasi layak dilaksanakan atau tidak. Suatu proyek/investasi dapat dilakukan apabila laju pengembaliannya lebih besar dari pada laju pengembalian apabila melakukan investasi di tempat lain (bunga deposito bank, reksadana dan lain-lain). IRR dapat dihitung salah satunya dengan rumus berikut:

POT (Pay Out Time) merupakan jangka waktu yang diperlukan untuk mengembalikan semua

(29)

Universitas Pertamina - 15 investasi, sebaliknya suatu investasi tidak menguntungkan jika POT>umur ekonomis investasi. POT dapat dihitung salah satunya dengan rumus berikut:

DPI (Discounted Profitability Index) adalah nilai sekarang dari arus kas masa depan dibagi dengan

investasi awal. DPI adalah versi yang diperluas dari indeks profitabilitas (PI) dan diskon juga investasi awal, yang mungkin tidak selalu terjadi pada periode pertama proyek dilakukan. Biasanya, proyek investasi dapat diterima jika DPI lebih besar dari 1.

Biaya yang dikeluarkan untuk melakukan suatu proyek terbagi atas CAPEX dan OPEX. Adapun perbedaan antara CAPEX dan OPEX yang digunakan seperti berikut:

Capital Expenditure (CAPEX): Biaya awal yang dikeluarkan dan bersifat seperti asset, contohnya yaitu sumur produksi dan sumur injeksi dimana biaya yang dikeluarkan tergantung dari jumlah sumur pada pola tersebut.

Operational Expenditure (OPEX): Biaya yang dikeluarkan selama projek polymer flooding berjalan atau biaya operasional, contohnya yaitu biaya material polimer serta operasi dan pemeliharaan

(30)
(31)

Universitas Pertamina - 16

BAB III

METODE PENELITIAN

Bab ini berisi penjelasan singkat mengenai proses penelitian yang diperlukan dalam keberlangsungan penelitian mencapai tujuan. Adapun cakupan yang di bahas berupa prosedur pengumpulan data, pemilihan data, dan menganalisis informasi berupa data dalam rangka membuktikan validitas dan reliabilitas penelitian.

3.1

Metodologi Penelitian

Dengan dilakukannya peninjauan kembali zona-zona yang diharapkan masih tersisa cadangan oleh pemerintah serta peralihan perusahaan menuju metode EOR, maka dibutuhkan cara produksi yang

efektif. Implementasi yang dapat dilakukan yaitu dengan menggunakan C-EOR berupa polymer

flooding yang sudah secara luas diterapkan di dunia dan low risk. Adapun untuk implementasi

polymer flooding dibutuhkan screening terlebih dahulu agar polymer flooding berjalan secara efektif.

Beberapa parameter screening criteria polymer flooding yaitu viskositas minyak, saturasi minyak

rata-rata, permeabilitas rata-rata, porositas rata-rata, densitas minyak dan kedalaman reservoir (Tabel 3.1, Tabel 3.2, Tabel 3.2). Adapun bentuk penelitian yang dilakukan pada tugas akhir ini berupa

simulasi reservoir dengan menggunakan simulator reservoir ECLIPSE sesuai dengan judul tugas

akhir yang dipilih. Berikut merupakan metodologi dan tahap penelitian dari tugas akhir ini yang

dijabarkan dengan flow chart serta pembahasan secara detail pada subbab selanjutnya.

Gambar 3.1 Alur kerja penelitian

3.2

Persiapan dan Pengumpulan Data

3.2.1

Pengujian Larutan Polimer

Pengolahan data larutan polimer diambil dengan melakukan uji laboratorium di Laboratorium Fluida

Reservoir Universitas Pertamina dengan menggunakan campuran antara polimer jenis Flopaam

3630S dengan brine sintetik. Pengujian larutan polimer dilakukan dalam beberapa tahap yaitu sebagai berikut:

1. Persiapan bahan uji, yang terdiri dari bubuk polimer sintetis HPAM serta brine dengan konsentrasi 2000 ppm sebagai pelarut polimer. Jenis polimer sintetis yang digunakan yaitu HPAM dikarenakan harga polimer yang lebih terjangkau dan penggunaan HPAM yang

sudah sering digunakan di industri polymer flooding. Untuk pelarut digunakan brine NaCl

dengan tingkat salinitas rendah.

Uji Polimer Laboratorium •Viskositas •Shear rateShear stress Persiapan Data & Pembuatan Model Reservoir •Data Batuan •Data Fluida •Data Sumuran Simulasi Model Reservoir •Sensitivity (Slug Size) •Sensitivity (Konsentrasi Polimer) Analisa Pengolahan Data •Segi Teknis (Incremental Recovery, WC) •Segi Ekonomi (IRR, POT, DPI)

(32)

Universitas Pertamina - 17 2. Pengujian viskositas, shear stress, dan shear rate pada larutan polimer dengan konsentrasi

2000 ppm, 1000 ppm, 500 ppm, dan 250 ppm menggunakan alat Rheometer FANN

RheoVADR (Variable Automated Digital Rheometer). Pembuatan larutan polimer dilakukan

dengan cara mengaduk larutan dengan magnetic stirrer hingga bubuk polimer dan perlarut

brine tercampur sempurna. Pengujian polimer dilakukan dalam suhu ruang. Pengujian laruan polimer dalam suhu ruang tidak akan mempengaruhi hasil simulasi (adanya batasan masalah). Adapun jika batasan masalah dihapus (polimer tidak dipengaruhi suhu) maka terdapat perbedaan hasil viskositas pada polimer yang diperoleh, dimana viskositas polimer akan menjadi kecil seiring dengan peningkatan suhu.

3.2.2

Persiapan Data Simulasi

Pengumpulan data dilakukan dengan mengambil data dari sejumlah jurnal penelitian terdahulu

mengenai keberhasilan penerapan polymer flooding dan menyortir data sesuai screening criteria dan

batasan masalah yang tersedia. Data yang tidak didapat dari jurnal penelitian akan menggunakan data

template polymer flooding yang sudah ada untuk memenuhi kebutuhan data pada simulator. Adapun data yang dikumpulkan akan digabungkan dengan data yang berasal dari jurnal penelitian serta data lab. Berikut merupakan data-data yang dibutuhkan secara rinci:

 Data fluida reservoir (saturasi, permeabilitas relatif, PVT, densitas minyak, dll.)

 Data batuan reservoir (permeabilitas, porositas, ketebalan zona produksi)

 Data sumuran (total jumlah sumur dan status sumur, kumulatif air injeksi, rate injeksi, data

produksi per sumur dan lapangan, data tekanan, dll.)

Model yang disimulasikan memiliki model cartesian (x,y,z) dengan karakteristik permeabilitas

horizontal rata-rata batuan yaitu 400 mD dan porositas rata rata sebesar 24 % (Abirov, 2015). Model simulasi dalam penelitian ini memiliki luas area yaitu 28 acres dengan dan ketebalan 65 ft (Chiotoriu, 2017) yang dibagi menjadi dimensi 11 X 11 X 5. Batuan reservoir tersebut dimodelkan dengan

kedalaman mulai dari 3800 ft (Chiotoriu, 2017). Fluida yang terdapat pada pore volume berupa

minyak dan connate water tanpa adanya gas di dalam reservoir. Data yang di masukkan dalam

simulasi (Tabel 3.1 dan Tabel 3.2) disimulasikan selama 6 tahun untuk tahap waterflooding dan

dilanjutkan dengan menambahkan data (Tabel 3.3) untuk tahap polymer flooding dan post-flush.

Tahap waterflooding sampai post-flush dimulai pada tahun 2000 dan selesai pada tahun 2017.

Adapun data tersebut berlaku pada semua pola injeksi (Gambar 3.2). Berikut data reservoir yang digunakan dalam model reservoir.

Data berupa permeabilitas relatif (Gambar 3.3) digunakan untuk mengetahui mobilitas fluida pada

tahap waterflood. Viskositas minyak yang digunakan sebesar 19 cp sedangkan viskositas air yaitu

0.6 cp (Chiotoriu, 2017). Mobilitas fluida pada tahap waterflood mempunyai nilai lebih dari 1 (M >

1) yaitu 14,25. Dengan mobilitas fluida injeksi yang tidak optimal maka dilakukan polymer flooding

dengan target mobilitas sama dengan 1 (M = 1) agar mobilitas fluida injeksi menjadi lebih optimal. Adapun nilai viskositas polimer didapat dari hasil perhitungan yaitu 14.25 cp. Nilai konsentrasi larutan polimer yang digunakan dalam simulasi diperoleh dengan melakukan plot data lab larutan

polimer dengan viskositas larutan polimer pada shear rate 7 1/s (Gambar 3.4). Nilai konsentrasi

(33)

Universitas Pertamina - 18

Gambar 3.2 Pola injeksi model reservoir (5-spots, 7-spots, 9-spots).

Tabel 3.1 Data input model grid.

Model Properties Screening Criteria Reference: Pattern 5-spot 7-spot 9-spot

Grid dimension 11 X 11 X 5 -

Block Size (ft) 100 X 100 X 13 -

Area (acres) 28 -

Thickness (ft) 65 Chiotoroiu, 2017

Rock Properties

Avg perm horizontal (mD) 400 Abirov, 2015

Avg perm vertical (mD) 40 0.1*kh

Avg porosity (%) 24 Abirov, 2015

Pore volume (MMRB) 3.42 -

Gambar 3.3 Kurva permeabilitas relatif awal waterflooding.

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 Kr Sw

(34)

Universitas Pertamina - 19

Tabel 3.2 Data inputwaterflood.

Model Properties Screening Criteria Reference: Pattern 5-spot 7-spot 9-spot

Initialization

OOIP (MMSTB) 2.75 -

Initial Pressure (psia) 2000 -

Top layer depth (ft) 3800 Chiotoroiu, 2017

Oil density (lb/ft3) 58 Chiotoroiu, 2017

Oil viscosity (cp) 19 Chiotoroiu, 2017

Water viscosity (cp) 0.6 Chiotoroiu, 2017

Initial oil saturation 0.78 -

Well Status

Total injector 4 6 8 -

Total producer 1 -

Max injection rate (bbl/d) *) 750 500 375 -

Max liquid production rate (bbl/d) 2500 -

Max Injector BHP (psia) 4000 -

Min Producer BHP (psia) 100 - *) jumlah rate per pola injeksi lapangan sama

Dalam tahap polymer flooding, polimer diinjeksi sebesar 0.5 PV (Seright, 2008) di setiap pola injeksi.

Adorpsi pada ECLIPSE berjenis Langmur Isotherm (Szabo, 1979) dengan RRF (Residual Resistance

Factor) dan IPV (Inaccessible Pore Volume) berturut-turut 2, dan 0.2 (Chiotoriu, 2017)

Tabel 3.3 Data input polimer.

Model Properties Screening Criteria Reference: Pattern 5-spot 7-spot 9-spot

Polymer Model

RRF (Residual resistance factor) 2 Chiotoroiu, 2017

Adsorption Langmuir Isotherm Szabo, 1979

IPV (inaccessible pore volume) 0.2 Chiotoroiu, 2017

PV (pore volume) 0.5 Seright, 2008

M (mobility ratio) 1 -

Polymer viscosity (cp) 10.87 -

Concentration (ppm) 600 -

Reservoir Model

Reference Pressure (psia) 3118 Abirov, 2015

Oil viscosity (cp) 19 Chiotoroiu, 2017

Water viscosity (cp) 0.6 Chiotoroiu, 2017

Initial oil saturation (before WF) 0.78 -

(35)

Universitas Pertamina - 20 Gambar 3.4 Plot viskositas terhadap konsentrasi polimer.

3.3

Analisa Waterflooding dan Polymer Flooding

Tahapan yang dilakukan pada model reservoir dengan pola injeksi yang berbeda yaitu sebagai berikut:

1. Tahap Waterflood, dilakukan dalam jangka waktu 6 tahun hingga mencapai WC > 80%

dengan mengikuti alur simulasi (Gambar 3.5). Dalam tahap ini didapat nilai water cut pada

setiap pola injeksi. Dengan nilai mobilitas lebih dari 1 (M > 1) dan nilai WC > 80% (Gambar 3.6) serta rata-rata saturasi minyak 0.53 (Saleh, 2014) maka lapangan telah melewati kriteria

untuk dilakukannya polymer flooding sebagai tahap selanjutnya. Adapun tahap waterflood

ini digunakan sebagai baseline.

2. Tahap Polymer Flooding, dilakukan dalam jangka waktu 4 tahun dengan slug size 0.5 PV.

Pada tahap ini akan dilakukan analisa sensitivitas slug size dan konsentrasi polimer untuk

memperoleh incremental recovery dan water cut sebagai pembanding. Adapun constraint

untuk pola injeksi yang berbeda yaitu liquid production rate lapangan adalah 3000 bbl/d

dengan minimal BHP producer yaitu 100 psia.

3. Tahap Post-Flush (Waterflooding), dilakukan dalam jangka waktu 7 tahun pada pola

injeksi 5-spots, 7-spots, dan 9-spots dengan 0.5 PV dan konsentrasi polimer yaitu 600 ppm.

Tahap ini dilakukan dengan tujuan menganalisa proyek dalam segi parameter ekonomi yaitu NPV, IRR, POT, dan DPI.

0 30 60 90 120 150 180 210 240 270 0 500 1000 1500 2000 2500 V isk o si ta s, c P Konsentrasi, ppm

Viskositas vs Konsentrasi Polimer

(at shear rate : 7 1/s)

(36)

Universitas Pertamina - 21 Mulai Selesai Data Fluida Res. Data Batuan Res. Data Sumuran Persiapan dan Evaluasi Data Menentukan Kondisi Awal yang akan dimodelkan Pembuatan Grid Model Input

Parameter LimitBHP SumuranData Rate

Target WOC > 80% InjeksiPola Simulasi dengan Simulator ECLIPSE Simulasi Berhasil? Cek dan Analisa Hasil Simulasi

Cek dan Ubah Parameter Input Sesuai keinginan? Tidak Ya Tidak Ya

(37)

Universitas Pertamina - 22 Gambar 3.6 Water cut (WC) masing-masing pola injeksi.

3.4

Analisa Skenario Pengembangan

Metode analisis skenario yang dilakukan dalam penelitian ini berupa kuantitatif, dimana hasil yang

akan dianalisa adalah incremental recovery dan water cut (WC) dari semua pola injeksi. Skenario

pengembangan disimulasikan menggunakan simulator ECLIPSE berjenis black oil. Pengembangan

ini dilakukan dengan skala grup pada sebuah lapisan pay zone ‘Z’ di suatu lapangan. Skenario

pengembangan yang dilakukan pada pola injeksi yaitu 0.5 PV dan konsentrasi polimer 600 ppm

dimana M = 1. Sensitivitas yang digunakan yaitu slug size dan konsentrasi polimer sebagai

pembanding. Hasil skenario pada pola injeksi akan mempengaruhi sweep efficiency dengan hasil

akhir mempengaruhi nilai incremental recovery. Skenario dilakukan pada pola injeksi bentuk regular

dan tidak dilakukan pada pola injeksi inverted. Pola injeksi inverted tidak digunakan dikarenakan

jumlah sumur produksi yang lebih banyak sehingga cenderung mempengaruhi hasil akhir. Adapun skenario pengembangan yang dilakukan sebagai berikut:

1. Skenario 1: Konsentrasi polimer 600 ppm dimana M = 1, slug size 0.5 PV, jangka waktu simulasi 11 tahun (Skenario utama)

2. Skenario 2: Variasi slug size polimer, konsentrasi polimer 600 ppm, jangka waktu simulasi

4 tahun. Variasi slug size berupa 0.3 PV dan 0.7 PV yang dibandingkan dengan skenario

utama yaitu slug size 0.5 PV.

3. Skenario 3: Variasi konsentrasi polimer, slug size 0.5 PV, jangka waktu simulasi 4 tahun. Variasi konsentrasi polimer yang dibagi berdasarkan mobilitas rasio, mobilitas rasio yang disimulasikan yaitu M = 0.5 (konsentrasi 680 ppm) dan M = 1.5 (konsentrasi 510 ppm) dan skenario utama yaitu M = 1 (konsentrasi 600 ppm).

Berdasarkan hasil simulasi selama 4 tahun waterflooding dengan menggunakan simulator ECLIPSE

yang telah dilimitasi BHP dan rate injeksi, terdapat adanya perbedaan penyapuan minyak pada

visualisasi 3D pola injeksi 5-spots, 7-spots, dan 9-spots (Gambar 3.7).

Water flooding

5-spots

7-spots

(38)

Universitas Pertamina - 23

(39)
(40)

Universitas Pertamina - 24

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Bagian ini memuat hasil analisa penelitian setelah dilakukan tahap simulasi dengan menggunakan 3

skenario dengan sensitivitas berupa slug size dan konsentrasi polimer. Skenario pola injeksi

disimulasikan menggunakan pola regular. Dalam analisa hasil simulasi, dibandingkan nilai

water-cut dan incremental recovery pada semua skenario sebagai bagian dari segi teknis dan segi

keekonomian untuk skenario utama. Salah satu masalah pada polymer flooding yaitu terdapat pada

karakteristik reservoir, slug size, dan konsentrasi polimer yang mengakibatkan kurang optimalnya

kinerja polimer. Maka dari itu, untuk mengurangi masalah yang terjadi perlu dilakukannya

pemodelan simulasi reservoir pada polymer flooding. Adapun hasil akhir pemodelan ini bertujuan

untuk mengetahui pengaruh pola injeksi, slug size, dan konsentrasi polimer injeksi pada polymer

flooding sehingga didapatkan pilihan yang paling efektif atau optimal dalam segi teknis maupun ekonomis untuk diterapkan di kedepannya.

4.1

Pengaruh Injeksi Polimer

Kondisi awal yaitu waterflood sebagai baseline dimana sebelum dilakukan skenario utama memiliki

water cut sebesar 80% pada pola injeksi 5-spots sedangkan pada pola injeksi 7-spots dan 9-spots

memiliki nilai berturut-turut yaitu 83.9% dan 83% dalam jangka waktu 6 tahun (Tabel 4.1). Dengan menginjeksikan polimer, maka mengakibatkan nilai mobilitas rasio menjadi 1 dan injeksi menjadi

lebih optimal. Fluida injeksi yang optimal akan mengurangi nilai perolehan water-cut. Viskositas

fluida injeksi meningkat dengan dilakukannya injeksi sehingga mengurangi nilai water cut sumur

produksi (Gambar 4.1).

Gambar 4.1 Profil water cut setiap pola injeksi.

Water flooding Polymer flooding Post-flush (WF) 7-spots 9-spots 5-spots

(41)

Universitas Pertamina - 25

Skenario utama yang disimulasikan sampai tahap post-flush memiliki incremental recovery sebesar

40% pada pola injeksi 5-spots dalam jangka waktu 17 tahun (Gambar 4.2). Water cut selama tahap

post-flush meningkat melewati angka water-cut pada tahap waterflood. Adapun kumulatif produksi

minyak terbesar yang diperoleh sebesar 1.65 MMSTB pada pola injeksi 5-spot dari tahap awal

sampai tahap post-flush dengan recovery factor sebesar 59.9%. ROIP pada tahap post-flush dalam

pola injeksi 5-spots, 7-spots, dan 9-spots berturut-turut yaitu 1.11 MMSTB, 1.28 MMSTB, dan 1.25

MMSTB. Nilai viskositas fluida injeksi yang meningkat mempengaruhi incremental recovery hingga

19% dalam jangka waktu 4 tahun dari penginjeksian polimer dimulai. Tabel 4.1 Rangkuman hasil simulasi skenario pertama per pola injeksi.

OOIP (STB) 2755100

Waterflood (> 80%), 6 th

Pattern 5-spot 7-spot 9-spot

WC (%) 80 83.9 83 RF (%) 19.9% 19.1% 19.5% ROIP (MMSTB) 2.21 2.23 2.22 Polymer flooding (0.5 PV, 4 th) WC (%) 22.9 37.8 34.1 RF (%) 38.9% 38.0% 37.0% ΔRF (%) 19.0% 18.8% 17.5% ROIP (MMSTB) 1.68 1.71 1.74 Post-flush (7 th) WC (%) 86.8 93.4 84.6 RF (%) 59.9% 53.5% 54.6% ΔRF (%) 40.0% 34.3% 35.1% ROIP (MMSTB) 1.11 1.28 1.25

Gambar 4.2 Pengaruh polimer terhadap incremental recovery lapangan.

0.0% 5.0% 10.0% 15.0% 20.0% 25.0% 30.0% 35.0% 40.0% 45.0%

5-spot 7-spot 9-spot

Δ

RF

Pengaruh Polymer Flooding

Gambar

Gambar 2.2 Proyek polymer flooding di dunia (Saleh et al, 2014)
Tabel 2.1 Screening criteria untuk polymer flooding (Sorbie, 2013)  Screening  criterion    Viscosity control  polymer  flood  Heterogeneity control  polymer flood    Comment
Gambar 2.3 Implementasi dan desain polymer flooding (A. Thomas, 2016)
Gambar 2.8 Pola Injeksi (T. Ahmed, 2010)
+7

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Hence, this project report is intended to illustrate an overview operation of an anti-theft application device.. This project will illustrate how external data is

Maka dari itu, macapatan merupakan suatu kegiatan kesenian dalam masyarakat budaya Jawa yang menyayikan (kidung) tembang atau lagu yang tidak diringi oleh alat

a) Tes Potensi Akademik yaitu seleksi akademik berbasis CBT yang diselenggarakan bagi peserta didik terbaik lulusan MI/SD negeri dan swasta yang memenuhi persyaratan

Data yang dikumpulkan adalah katakteristik peternak anggota FMA yang terlibat, data menyangkut partisipasi petani berdasarkan komponen aktivitas pada introduksi

Berpedoman pada latar belakang penelitian di atas, peneliti tertarik untuk melaksanakan penelitian yang lebih mendalam tentang pengaruh budaya organisasi dan

Dari latar belakang yang sudah peneliti jelaskan, maka peneliti ingin mengetahui bagaimana kondisi lingkungan lokalisasi prostitusi KM.10, mengetahui bagaimana

Kemudian kewajiban dari Pihak Grand Artos Hotel &amp; Convention adalah memberikan barang sewa yaitu Gedung pertemuan dan fasilitas yang disepakati dalam keadaan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui manfaat ES (Electrical Stimulation) serta terapi latihan berupa pasif exercise dan aktif assisted untuk peningkatan kekuatan