PENGARUH PENENTUAN SLUG SIZE DAN
KONSENTRASI POLIMER TERHADAP DESAIN
MODEL POLYMER FLOODING PADA LAPISAN Z
LAPORAN TUGAS AKHIR
Oleh:
Dewi Sabrina Safitri
101316105
FAKULTAS TEKNOLOGI EKSPLORASI DAN PRODUKSI
PROGRAM STUDI TEKNIK PERMINYAKAN
UNIVERSITAS PERTAMINA
2020
P
E
NG
AR
UH
P
E
N
E
NT
UA
N
S
L
UG
SI
Z
E
DA
N
KO
NSE
NT
R
ASI
P
OL
IM
E
R
De
wi
S
abr
ina
S
af
itr
i
T
E
R
HA
DA
P
D
E
S
AI
N
M
OD
E
L
P
OLY
M
E
R
F
L
OO
DI
N
G
P
AD
A
L
AP
IS
AN
Z
1013
16105
PENGARUH PENENTUAN SLUG SIZE DAN
KONSENTRASI POLIMER TERHADAP DESAIN
MODEL POLYMER FLOODING PADA LAPISAN Z
LAPORAN TUGAS AKHIR
Oleh:
Dewi Sabrina Safitri
101316105
FAKULTAS TEKNOLOGI EKSPLORASI DAN PRODUKSI
PROGRAM STUDI TEKNIK PERMINYAKAN
UNIVERSITAS PERTAMINA
2020
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Tugas Akhir
: Pengaruh Penentuan
Slug Size
dan
Konsentrasi Polimer Terhadap Desain
Model
Polymer Flooding
pada Lapisan Z
Nama Mahasiswa
: Dewi Sabrina Safitri
Nomor Induk Mahasiswa
: 101316105
Program Studi
: Teknik Perminyakan
Fakultas
: Fakultas Teknologi Eksplorasi dan
Produksi
Tanggal Lulus Sidang Tugas Akhir
: 28 Agustus 2020
Jakarta,
MENGESAHKAN
MENGETAHUI
Ketua Program Studi
Dr. Astra Agus Pramana D.N., S.Si., M.Sc.
NIP 116111
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa Tugas Akhir berjudul Pengaruh Penentuan
Slug Size
dan Konsentrasi Polimer Terhadap Desain Model
Polymer Flooding
pada
Lapisan Z ini adalah benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri dan tidak
mengandung materi yang ditulis oleh orang lain kecuali telah dikutip sebagai
referensi yang sumbernya telah dituliskan secara jelas sesuai dengan kaidah
penulisan karya ilmiah.
Apabila dikemudian hari ditemukan adanya kecurangan dalam karya ini, saya
bersedia menerima sanksi dari Universitas Pertamina sesuai dengan peraturan yang
berlaku.
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui untuk memberikan
kepada Universitas Pertamina hak bebas royalti noneksklusif (
non-exclusive
royalty-free right
) atas Tugas Akhir ini beserta perangkat yang ada. Dengan hak
bebas royalti noneksklusif ini Universitas Pertamina berhak menyimpan, mengalih
media/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkatan data (
database
), merawat,
dan mempublikasikan Tugas Akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya
sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya
Jakarta, 4 September 2020
Yang membuat pernyataan,
ABSTRAK
Dewi Sabrina Safitri, 101316105.
Judul Tugas Akhir Pengaruh Penentuan
Slug
Size
dan Konsentrasi Polimer Terhadap Desain Model
Polymer Flooding
pada
Lapisan Z. Perancangan/penelitian ini berisi tentang pengaruh pola injeksi,
slug size
dan konsentrasi polimer terhadap performa
polymer flooding
dalam segi teknis
ataupun segi ekokonomi. Tujuan penelitian ini dilakukan untuk memberikan
referensi atau dasar pertimbangan awal mengenai pengaruh penentuan parameter
pemodelan pada
polymer flooding
. Metode yang dipergunakan adalah pemodelan
simulasi reservoir menggunakan ECLIPSE dengan injeksi
polymer flooding
dan
skenario pengembangan sensitivitas mulai tahap
polymer flooding
sampai tahap
post-flush
. Hasilnya menunjukkan pola injeksi tidak terlalu berpengaruh dalam
peningkatan
sweep efficiency
fluida injeksi, adapun peningkatan
incremental
recovery
dipengaruh oleh
slug size
dan konsentrasi polimer yang diinjeksikan
dimana pengaruh polimer terlihat dengan adanya penurunan
water cut
. Sedangkan
nilai
incremental recovery
serta kumulatif air produksi pada pola injeksi yang
berbeda akan mempengaruhi penilaian model dalam segi ekonomi berupa NPV,
POT, IRR dan DPI.
Kata kunci (
sentence case)
: ECLIPSE,
Polymer Flooding,
Pola Injeksi
, Slug Size,
Konsentrasi Polimer, Keekonomian.
ABSTRACT
Dewi Sabrina Safitri, 101316105.
The title of this Final Project is The Effect of
Determining the Slug Size and Polymer Concentration on Polymer Flooding Model
Design at Layer Z. This design / research contains the effect of injection patterns,
slug size and polymer concentration on polymer flooding performance in technical
and economic terms. The purpose of this study was to provide a reference or basis
for initial considerations regarding the effect of determining the modeling
parameters on polymer flooding. The method used is reservoir simulation modeling
using ECLIPSE with polymer flooding injection and sensitivity development
scenarios from the polymer flooding stage to the post-flush stage. The results
showed that the injection pattern did not significantly increase the sweep efficiency
of the injection fluid, while the increase in incremental recovery was influenced by
the slug size and the concentration of the injected polymer where the effect of the
polymer was seen with a decrease in water cut. Meanwhile, the value of incremental
recovery and cumulative production of water at different injection patterns will
affect the model's assessment from an economic perspective in the form of NPV,
POT, IRR and DPI.
Keywords (
sentence case)
: ECLIPSE, Polymer Flooding, Injection Pattern, Slug
Size, Polymer Concentration, and Economics.
Universitas Pertamina - i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis hingga dapat melaksanan penelitian tugas akhir ini dengan baik. Selanjutnya penulis juga ingin mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada pihak-pihak berikut yang telah membantu penulis selama melaksanakan penelitian tugas akhir ini.
1. Mba Dara Ayuda Maharsi, selaku dosen pembimbing di Universitas Pertamina atas
segala ilmu, bantuan serta saran yang diberikan.
2. Pak Astra Agus Pramana, selaku Ketua Jurusan Teknik Perminyakan Universitas
Pertamina yang telah menyediakan fasilitas untuk mendukung penelitian tugas akhir ini.
3. Orang tua, atas dukungan moral maupun materil yang selalu diberikan dan membantu
penulis dalam menyelesaikan penelitian ini.
4. Pihak-pihak lain yang tidak tercantum di sini namun telah berkontribusi besar dalam
penelitian tugas akhir ini.
Melalui Laporan Tugas Akhir ini, penulis berharap dapat menemukan keterkaitan antara dasar teori yang telah dipelajari selama masa kuliah dengan penelitian yang dilakukan. Dan juga semoga Laporan Tugas Akhir ini dapat memberikan informasi yang jelas kepada para pembaca agar bisa dijadikan sumber pengetahuan maupun sebagai referensi terutama bagi yang akan mengambil penelitian dengan tema yang sama pada periode selanjutnya.
Jakarta, 4 September 2020
Dewi Sabrina Safitri
Universitas Pertamina - ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... ii
DAFTAR TABEL ... iii
DAFTAR GAMBAR ... iv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ...1 1.2 Rumusan Masalah ...2 1.3 Batasan Masalah ...2 1.4 Tujuan Penelitian ...3 1.5 Manfaat Penelitian ...3BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 4
2.1 Polymer Flooding ...4 2.2 Viskositas Polimer ...8 2.3 Rheology Polimer ... 10 2.4 Parameter Polimer ... 11 2.5 Recovery Efficiency ... 11 2.6 Pola Injeksi... 13
2.7 Keekonomian Polymer Flooding ... 14
BAB III METODE PENELITIAN ... 16
3.1 Metodologi Penelitian... 16
3.2 Persiapan dan Pengumpulan Data... 16
3.3 Analisa Waterflooding dan Polymer Flooding ... 20
3.4 Analisa Skenario Pengembangan... 22
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 24
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 38
5.1 Kesimpulan ... 38
5.2 Saran ... 38
Universitas Pertamina - iii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1
Screening criteria
untuk
polymer flooding
…...6
Tabel 3.1 Data
input
model grid...18
Tabel 3.2 Data
input
waterflood
...19
Tabel 3.3 Data
input
polimer...19
Tabel 4.1 Rangkuman hasil simulasi skenario pertama per pola injeksi...25
Tabel 4.2 Rangkuman hasil simulasi skenario kedua per pola injeksi...26
Tabel 4.3 Rangkuman hasil simulasi skenario ketiga per pola injeksi...28
Tabel 4.4 Rangkuman hasil simulasi sensitivitas per pola injeksi...29
Tabel 4.5 Asumsi biaya yang dikeluarkan dan
market values
...32
Tabel 4.6 Perhitungan NPV pola injeksi
5-spots
...32
Tabel 4.7 Perhitungan NPV pola injeksi
7-spots
…...33
Tabel 4.8 Perhitungan NPV pola injeksi
9-spots
...34
Tabel 4.9 Rangkuman NPV, IRR, dan DPI setiap pola injeksi...36
Tabel 4.10 Rangkuman biaya dan pemasukan setiap pola injeksi...36
Universitas Pertamina - iv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Proses
polymer flooding
…...…...4
Gambar 2.2 Proyek
polymer flooding
di dunia…...…...5
Gambar 2.3 Implementasi dan desain
polymer flooding…...
…...7
Gambar 2.4 Efek polimer yang meningkatkan viskositas larutan injeksi…...9
Gambar 2.5 Distribusi berat molekul larutan polimer-HPAM...9
Gambar 2.6 Rheology polimer dalam polimer flooding...10
Gambar 2.7 Perkembangan viskositas pada polimer sintetik selama mengalir melewati
media berpori...11
Gambar 2.8 Pola Injeksi...13
Gambar 3.1 Alur kerja penelitian…...16
Gambar 3.2 Pola injeksi model reservoir (
5-spots, 7-spots, 9-spots
)...18
Gambar 3.3 Kurva permeabilitas relatif awal
waterflooding
...18
Gambar 3.4 Plot viskositas terhadap konsentrasi polimer...20
Gambar 3.5 Alur kerja simulasi reservoir…...21
Gambar 3.6 Water cut (WC) masing-masing pola injeksi...22
Gambar 4.1 Profil
water cut
setiap pola injeksi…...24
Gambar 4.2 Pengaruh polimer terhadap
incremental recovery
lapangan...25
Gambar 4.3 Perbedaan WC pada sensitivitas
slug size
0.3 PV per pola injeksi...27
Gambar 4.4
Incremental recovery
pada sensitivitas
slug size
...27
Gambar 4.5
Incremental recovery
pada sensitivitas konsentrasi polimer...28
Gambar 4.6 Perbedaan WC pada sensitivitas konsentrasi polimer 680 ppm...29
Gambar 4.7 Perbedaan WC terhadap sensitivitas pada pola injeksi
9-spot
...30
Gambar 4.8 Pengaruh sensitivitas pada
incremental recovery...
30
Gambar 4.9 Kumulatif PV
cash flow 5-spots
...33
Gambar 4.10 Kumulatif PV
cash flow
7-spots
...34
Gambar 4.11 Kumulatif PV
cash flow 9-spots
...34
Gambar 4.12 Kumulatif PV cash flow
semua pola injeksi...35
Gambar 4.13 IRR & DPI
semua pola injeksi...35
Gambar 4.14 Perbandingan porsi
semua pola injeksi...36
Universitas Pertamina - 1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Upaya eksplorasi dan eksploitasi yang efektif dan efisien dalam industri minyak dan gas merupakan hal yang mutlak dilakukan untuk memenuhi kebutuhan pasar serta menekan harga produksi yang mahal. Salah satu perwujudan dari eksploitasi yang efektif dan efisien yaitu meninjau dan memproduksikan kembali zona-zona yang diharapkan masih tersisa cadangan atau potensi minyak dan/atau gas. Memproduksi zona-zona tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan metode EOR (Enhance Oil Recovery). EOR merupakan metode untuk meningkatkan jumlah minyak yang dapat
diproduksi dari suatu reservoir. EOR dibagi menjadi 3 jenis, yaitu Thermal EOR, Gaseous EOR dan
Chemical EOR. Polymer flooding merupakan salah satu contoh dari C-EOR (Chemical EOR) yang diterapkan secara luas di seluruh dunia selama beberapa dekade terakhir. Polimer yang dilarutkan
pada polymer flooding digunakan dengan tujuan untuk meningkatkan viskositas fluida pendorong
hidrokarbon, mengurangi permeabilitas efektif air serta mengubah mobilitas fluida yang diinjeksi.
Polymer flooding meningkatkan efisiensi kontak dan meningkatkan perpindahan minyak ke sumur
sehingga produksi hidrokarbon yang ada meningkat. Polymer flooding dengan rasio mobilitas yang
lebih baik akan meningkatkan sweep efficiency dibandingkan dengan waterflooding konvensional
(Skauge et al, 2014)
Alur kerja untuk mengimplementasikan polymer flooding meliputi screening polimer dan pemilihan
lapangan yang cocok, tes laboratorium, pilot test, dan pengaplikasian skala lapangan. Implentasi
polymer flooding memerlukan sejumlah langkah untuk mengurangi ketidakpastian ekonomi dan teknis serta untuk meningkatkan kemampuan operasi perusahaan yang menerapkan metode EOR (Hite et al, 2014 ; Teletzke et al, 2010). Dalam pengaplikasian skala lapangan diperlukan penentuan pola injeksi yang bertujuan untuk menentukan pola injeksi yang layak serta mampu menyediakan kontak maksimum yang dapat terjadi pada fluida injeksi dengan minyak mentah (Tarek Ahmed, 2010). Adapun pola sumur yang digunakan harus dapat digunakan semaksimal mungkin pada waktu
berlangsungnya pengimplementasian polymer flooding. Pola injeksi tergantung terhadap
sumur-sumur yang sudah ada sebelum injeksi ataupun mengubah sumur-sumur produksi yang sudah ada menjadi
sumur injeksi, selain itu dapat dilakukan pengeboran sumur infill untuk injeksi. Pola injeksi yang
sering digunakan contohnya adalah peripheral dan regular.
Dalam proses implementasi polymer flooding, banyak faktor atau parameter yang harus diperhatikan
dalam menginjeksikan polimer. Analisis parameter polymer flooding menjadi wajib dilakukan,
pendekatan analitik maupun simulasi, eksperimen, mempelajari perilaku polimer dalam kondisi
reservoir, mengetahui pengaruh shearing atau metode lainnya yang mampu mempengaruhi sifat
rheologi polimer, mengetahui pola injeksi, serta mengetahui pengaruh sumur vertikal dan sumur horizontal terhadap efisiensi penyapuan. Mengevaluasi dan menentukan akar permasalahan atau parameter yang ada sehingga menghasilkan solusi yang tepat untuk menurunkan kondisi dari permasalahan tersebut merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengoptimalkan
performa polymer flooding. Semakin berkembangnya zaman, maka diperlukan langkah yang efektif
untuk mendapatkan efisiensi penyapuan yang optimum pada polymer flooding secara intensif.
Maka dari itu, skenario pengembangan yang disimulasikan menggunakan pola injeksi. Selain pola
Universitas Pertamina - 2 skenario paling efektif dalam segi teknis maupun ekonomis. Maka dari itu, Tugas Akhir ini akan membahas pola injeksi yang dapat mengoptimalkan kontak fluida injeksi dengan minyak yang
mempengaruhi sweep efficiencies dari segi ekonomis dan teknis dengan menggunakan simulator.
Dengan mengetahui pengaruh teknis dan ekonominya, diharapkan dapat memberi gambaran
mengenai pengaruh pola injeksi terhadap slug size dan konsentrasi polimer kepada efisiensi
penyapuan pada polymer flooding.
1.2
Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut dengan penelitian dilakukan dengan
menggunakan waterflooding sebagai baseline yang difokuskan pada lapisan yang ingin diproduksi
yaitu lapisan Z.
1. Seberapa besar pengaruh sensitivitas slug size terhadap performa polymer flooding dalam
segi teknis?
2. Seberapa besar pengaruh sensitivitas konsentrasi polimer terhadap performa polymer
flooding dalam segi teknis?
3. Bagaimana pengaruh pemilihan slug size, konsentrasi polimer, dan pola injeksi
mempengaruhi performa polymer flooding?
4. Mengapa pemilihan slug size, konsentrasi polimer, dan pola injeksi berpengaruh terhadap
keekonomian?
5. Apa skenario terbaik yang dapat digunakan untuk mengoptimalkan performa polymer
flooding dalam segi teknis ataupun segi ekonomi?
1.3
Batasan Masalah
Dalam pembuatan model simulasi reservoir diperlukan batasan-batasan untuk memperjelas kondisi yang ada. Adapun batasan masalah dalam Tugas Akhir ini sebagai berikut:
1. Grid. Bentuk grid pada lapisan pay zone berupa cartesian dengan susunan yang teratur.
Berdasarkan fakta bahwa oil leases dibagi menjadi mil persegi dan seperempat mil persegi,
maka lapangan dikembangkan dalam pola yang sangat teratur (Tarek Ahmed, 2010).
2. Pola Injeksi. Pola injeksi regular yang sering digunakan di beberapa lapangan yaitu direct
line drive, staggered line drive, two-spot, three-spot, five spot, seven-spot dan nine-spot.
Biasanya, pola two-spot dan three-spot digunakan untuk tujuan pilot test. Adapun batasan
masalah yang ditetapkan yaitu pola injeksi regular berupa five-spot, seven-spot, dan
nine-spot dengan slug size dan konsentrasi polimer sebagai sensitivitas.
3. Polimer. Polimer yang disimulasikan tidak dipengaruhi oleh salinitas, suhu reservoir
ataupun mechanical degradation.
4. Kriteria Polymer Flooding. Parameter pada waterflooding sudah dilakukan history
matching sebelumnya agar menyesuaikan dengan screening criteriapolymer flooding pada beberapa jurnal penelitian.
Universitas Pertamina - 3
1.4
Tujuan Penelitian
Tugas Akhir ini bertujuan sebagai berikut.
1. Mengetahui seberapa besar pengaruh sensitivitas slug size terhadap performa polymer
flooding dalam segi teknis.
2. Mengetahui seberapa besar pengaruh sensitivitas konsentrasi polimer terhadap performa
polymer flooding dalam segi teknis.
3. Mengetahui penyebab pemilihan slug size, konsentrasi polimer, dan pola injeksi dapat
mempengaruhi performa polymer flooding.
4. Mengetahui mengapa pemilihan slug size, konsentrasi polimer, dan pola injeksi dapat
mempengaruhi keekonomian.
5. Menentukan skenario terbaik yang dapat digunakan untuk mengoptimalkan performa
polymer flooding dalam segi teknis ataupun segi ekonomi.
1.5
Manfaat Penelitian
Tugas Akhir ini diharapkan dapat digunakan sebagai dasar pertimbangan awal dalam melakukan
pemilihan pola injeksi, slug size, dan konsentrasi polimer dalam polymer flooding, dimana pemilihan
langkah yang tepat pada polymer flooding dapat secara efektif meningkatkan efisiensi penyapuan
pada polymer flooding sehingga kontrol mobilitas pada fluida injeksi dapat tetap dipertahankan
sesuai dengan target desain perolehan minyak serta mengurangi biaya yang dikeluarkan selama
Universitas Pertamina - 4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini berisi penjelasan singkat mengenai landasan teori dan studi literatur yang diperlukan sebagai
pijakan dalam penelitian yang dilakukan. Adapun cakupan yang di bahas contohnya yaitu polymer
flooding secara detail, recovery efficiency, dan pola injeksi.
2.1
Polymer Flooding
Polymer flooding merupakan salah satu metode untuk meningkatkan perolehan minyak pada
lapangan yang sudah melewati batas primary recovery dengan cara meningkatkan viskositas fluida
pendorong. Perolehan hidrokarbon dalam reservoir dapat dibagi menjadi tiga fase yaitu pemulihan awal (primer) dengan mekanisme ekstraksi minyak secara alami, pemulihan sekunder dengan teknik yang digunakan untuk mempertahankan tekanan reservoir melalui injeksi air atau gas, dan terakhir yaitu pemulihan tersier (EOR) yang diperoleh dengan beragam teknik lanjutan tertentu. Ketika sumur berproduksi, hanya 20-40% minyak yang dapat diekstraksi melalui dua fase pertama (A. Z. Abidin, 2012). Penerapan EOR memberikan peluang untuk mengekstraksi hingga 30% cadangan minyak asli
di dalam sumur.
Metode polymer flooding sudah diterapkan secara luas di seluruh dunia selama beberapa dekade
terakhir setelah waterflood. Mekanisme kerjanya adalah dengan menginjeksikan larutan polimer ke
dalam formasi yang berfungsi untuk mendesak minyak menuju sumur produksi sehingga produksi minyak meningkat, selain itu fluida injeksi juga berfungsi untuk mempertahankan tekanan reservoir.
Proses polymer flooding biasanya dimulai dengan memompa air yang mengandung surfaktan untuk
mengurangi tegangan antarmuka antara fase minyak dan air serta untuk mengubah wettability batuan
reservoir agar perolehan minyak meningkat. Polimer kemudian dicampur dengan air dan diinjeksi secara terus menerus untuk jangka waktu yang lama (bisa memakan waktu beberapa tahun). Ketika sekitar 30% hingga 50% dari volume pori reservoir di area tersebut telah diinjeksi, injeksi polimer
berhenti dan air sebagai pendorong polimer dipompa ke sumur injeksi untuk menggerakkan polymer
slug dan minyak di depannya menuju sumur produksi (A.Z. Abidin, 2012).
Gambar 2.1 Proses polymer flooding. (G. Zerkalov, 2015)
Polymer flooding sering diterapkan ketika rasio mobilitas selama waterflood tidak menguntungkan
sehingga injeksi polimer secara berkelanjutan dapat meningkatkan sweep efficiency di reservoir.
Selain itu jika reservoir memiliki derajat heterogenitas yang beragam dengan rasio mobilitas yang baik, injeksi polimer dapat membantu mengurangi mobilitas air pada lapisan dengan permeabilitas tinggi dan mendukung perpindahan minyak dari lapisan yang memiliki permeabilitas rendah.
Universitas Pertamina - 5
Polimer juga dapat menunda water breakthrough serta meningkatkan sweep efficiency dengan cara
meningkatkan viskositas larutan yang diinjeksi. Polymer flooding telah diterapkan di banyak negara
seperti Argentina, Australia, Brazil, China, India, Indonesia dan USA, dengan proyek polymer
flooding terbesar di dunia diimplementasikan di lapangan Daqing, China pada tahun 1996 (Wang et al, 2009). Pada 2004, lebih dari 31 proyek komersial dilaksanakan, melibatkan sekitar 2427 sumur injeksi dan 2916 sumur produksi di lapangan Daqing, China. Injeksi polimer di lapangan Shengli
dan Daqing menghasilkan incremental oil recoveries mulai dari 6 hingga 12%, memberikan
kontribusi hingga 250.000 barel per hari pada tahun 2004. Pada akhir 2006, produksi air telah menurun sebesar 21,8 per meter kubik minyak yang diproduksi, dengan pengurangan
satu-seperempat water-cut, dihasilkan penghematan dalam hal pengolahan dan pembuangan air yang
diproduksi.
Gambar 2.2 Proyek polymer flooding di dunia (Saleh et al, 2014)
Adapun kelemahan utama penggunaan polimer adalah biayanya yang tinggi. Biaya rata-rata polimer per incremental barel berkisar antara $ 1 hingga $ 4. Biaya polimer per incremental barel minyak
yang diproduksi pada polymer flooding lapangan minyak Daqing diperkirakan sekitar $2,7/barel.
Dalam kasus ini, ditunjukkan bahwa injeksi polimer lebih murah daripada injeksi air mengingat biaya modal rata-rata per sumur dan volum cairan yang diinjeksikan dan diproduksi yang secara signifikan lebih sedikit untuk injeksi polimer daripada injeksi air. Selain biaya yang tinggi, kelemahan lainnya terdapat pada laju injeksi yang rendah disebabkan oleh viskositas yang tinggi yang berdampak pada tingkat pengembalian ekonomi, degradasi pada suhu yang lebih tinggi, intoleransi terhadap salinitas
tinggi, kerusakan polimer akibat shear stress yang diberikan saat pemompaan dan saat melalui pipa
dan perforasi, serta ketidakstabilan polimer pada jangka panjang di lingkungan reservoir.
Injektivitas merupakan bagian penting dalam polymer flooding. Proyek injeksi polimer yang besar
yang telah berhasil menginjeksi viskositas polimer yang tinggi adalah lapangan minyak di Daqing, Suriname, dan Kazakhstan. Sangat sedikit kasus injeksi yang buruk yang dilaporkan dalam literatur
selama polymer flooding. Kegagalan injeksi selama injeksi polimer biasanya terkait dengan desain
polymer flooding yang kurang cocok termasuk sistem disolusi polimer yang tidak tepat atau perlindungan polimer terhadap degradasi (degradasi kimia, mekanis, dan termal), masalah dengan kualitas air, injeksi larutan polimer yang memiliki viskositas sangat rendah, dan / atau injeksi polimer keluar dari zona target. Alasan lain yang mungkin adalah efek lubang bor dekat. Jika area dekat sumur bor tidak dimodelkan dengan benar, atau tidak dipahami sama sekali, akan mudah untuk mengabaikan area ini dan salah menafsirkan apa yang sebenarnya terjadi di zona ini (A. Thomas, 2016).
Universitas Pertamina - 6
Namun di antara semua metode C-EOR, polymer flooding memiliki hasil yang terbukti. Teknologi
pada polymer flooding jauh melebihi teknologi C-EOR lainnya dengan risiko penerapan polymer
flooding yang sangat rendah dimana penerapannya telah berkembang selama beberapa tahun terakhir dengan contoh kasus pada lapangan di reservoir bersuhu tinggi dan salinitas tinggi. Pemilihan polimer yang terbaik dapat dilakukan dengan memilih area reservoir yang sesuai, termasuk geologi dan parameter utama lainnya. Sebagian besar polimer yang digunakan untuk EOR terbagi dalam dua kelompok yaitu polimer sintetik dan biopolimer. Yang paling umum digunakan di antaranya adalah polimer sintetis (PAM dan HPAM), Xanthan, dan beberapa polimer alami yang dimodifikasi, termasuk HEC (hidroksil etil selulosa), dan guar gum. Adapun setiap polimer memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing untuk reservoir tertentu.
Tabel 2.1 Screening criteria untuk polymer flooding (Sorbie, 2013)
Screening criterion Viscosity control polymer flood Heterogeneity control polymer flood Comment
Oil viscosity Usually 5 cP < μo < 30 cP Max 70 cP Usually 0.4 cP < μo < 10 cP Max 20 cP
The indicator in both cases is early water breakthrough and low sweep efficiency Level of large -scale heterogeneity Low formation should be as homogeneous as possible Some heterogeneity by definition 4 < horizontal perm. /average permeability/ kav < 30
For heterogeneity control less severe contrast does not require polymer and more severe is too high for normal polymer
Absolute permeability
>20 mD To avoid excessive polymer
retention
Temperature Lower temperature best Best <80°C
Max <95°C
Polymers degrade at higher temperatures
Water injectivity Should be good preferably with some
spare injection capacity— fracturing
may help
If there are some problems with water, they will be worse with polymer
Universitas Pertamina - 7
Aquifer/oil/water contact
Injection not deep in aquifer or far
below oil/water contact
Additional retention losses in transport to oil leg
Clays Should be generally low Tend to give high polymer retention
Injection brine salinity/hardness
Not critical but determine which polymer can be used
High salinity/hardness biopolymer Low salinity/hardness = PAM
Gambar 2.3 Implementasi dan desain polymer flooding (A. Thomas, 2016)
Kondisi yang sesuai untuk polymer flooding juga penting diperhatikan demi kesukesan dan keektifan
penyapuan minyak. Karena sifatnya yang berbeda, polimer cenderung bekerja lebih baik atau lebih
buruk dalam kondisi yang berbeda. Kondisi lapangan yang cocok untuk kriteria seleksi polymer
Universitas Pertamina - 8
dengan lithologi yang cenderung sandstone, serta mempunyai aquifer dan gas cap yang lemah.
Pemilihan polimer yang cocok dilakukan dengan menganalisa 3 parameter utama yaitu: suhu
reservoir, permeabilitas, dan salinitas brine yang digunakan untuk injeksi polimer. Suhu diperlukan
untuk memilih polimer yang dapat tetap stabil selama di reservoir. Permeabilitas diperlukan untuk perbaikan berat molekul agar memastikan injeksi yang terjadi baik dan melewati pori-pori.
Komposisi brine diperlukan untuk mengetahui tingkat hidrolisis agar memungkinkan uncoiling pada
rantai polimer dalam air sehingga memaksimalkan viskositas fluida injeksi. Selain itu water cut
adalah salah satu parameter terpenting untuk menganalisa riwayat injeksi polimer (Wang et al, 2009).
2.2
Viskositas Polimer
Polymer flooding merupakan salah satu metode yang digunakan untuk mendapatkan perolehan
minyak yang disebabkan oleh menaiknya rasio mobilitas. Rasio mobilitas pada polymer flooding
meningkat dengan cara meningkatkan viskositas dari fluida pendorong (air) dan mengurangi permeabilitas air di dalam media berpori, sehingga fluida yang terdorong (minyak) dapat berpindah lebih bebas melewati pori-pori (Sandiford, 1964; Pye, 1964; Gogarty, 1967; Jennings et al, 1971).
Minyak yang tertinggal saat menggunakan waterflooding disebabkan oleh terperangkapnya minyak
karena capillary force (minyak residual) atau karena terlewati. Polymer flooding dirancang untuk
secara langsung memindahkan minyak dari zona dengan permeabilitas yang lebih rendah. Larutan polimer yang kental lebih baik diinjeksi sebanyak mungkin ke dalam zona dengan permeabilitas yang lebih rendah untuk menggantikan minyak dari daerah yang tersapu dengan buruk pada saat
waterflooding. Untuk memastikan minyak tidak terlewati maka sapuan dilakukan secara homogen
di reservoir, injeksi dilakukan secara slug dengan viskositas yang besar. Polymer flooding sering kali
diterapkan dalam dua kasus yaitu jika rasio mobilitas selama waterflood tidak menguntungkan,
injeksi polimer secara berkelanjutan dapat meningkatkan efisiensi sapuan di reservoir. Bahkan dengan rasio mobilitas yang menguntungkan, jika reservoir memiliki tingkat heterogenitas tertentu, injeksi polimer dapat membantu mengurangi mobilitas air pada lapisan permeabilitas tinggi yang mendukung perpindahan minyak dari lapisan permeabilitas rendah. Umumnya, viskositas yang diinginkan dapat diketahui dengan menganalisa persamaan berikut:
𝑀 = 𝐷𝑖𝑠𝑝𝑙𝑎𝑐𝑖𝑛𝑔 𝑃ℎ𝑎𝑠𝑒 𝑀𝑜𝑏𝑖𝑙𝑖𝑡𝑦 𝐷𝑖𝑠𝑝𝑙𝑎𝑐𝑒𝑑 𝑃ℎ𝑎𝑠𝑒 𝑀𝑜𝑏𝑖𝑙𝑖𝑡𝑦 = 𝑘𝑟𝑤⁄𝜇𝑤 𝑘𝑟𝑜⁄𝜇𝑜 = 𝐾𝑟𝑤𝜇𝑜 𝐾𝑟𝑜𝜇𝑤 Keterangan: 𝑀 = Rasio mobilitas 𝜇 = Viskositas (cp) 𝑘 = Permeabilitas efektif (mD)
Permeabilitas efektif dipertimbangkan dalam persamaan tersebut dikarenakan kemungkinan
terjadinya reduksi secara selektif pada (biasanya) permeabilitas air dengan polymer retention dan
mekanisme pore-blocking. Rasio mobilitas yang baik memiliki nilai kurang dari 1 (M < 1). Pada
rasio mobilitas (M) <1, injeksi fluida menurun seiring peningkatan areal sweep efficiency. Pada rasio
Universitas Pertamina - 9 Gambar 2.4 Efek polimer yang meningkatkan viskositas larutan injeksi (G. Zerkalov, 2015)
Secara umum, rasio mobilitas yang lebih rendah akan meningkatkan 𝐸𝐴dan rasio mobilitas yang
lebih tinggi akan menurunkan 𝐸𝐴. Agar nilai rasio mobilitas kurang dari 1 maka viskositas air harus
besar untuk mendapatkan hasil yang semakin baik sehingga efisiensi dapat dimaksimalkan dan
membatasi terjadinya early fingering. Nilai viskositas akhir dari larutan polimer yang akan diinjeksi
sering ditentukan oleh keekonomisan dan harga minyak pada saat persetujuan proyek. Keberadaan
channels dengan permeabilitas tinggi atau reservoir layering berskala besar dan heterogenitas dapat
mengganggu areal dan vertical sweep efficiency selama proses injeksi, bahkan jika rasio mobilitas
sama atau di bawah 1. Kehadiran lapisan dengan permeabilitas tinggi akan menyebabkan water
breakthrough lebih awal. Untuk mengurangi water breakthrough lebih awal, viskositas air dapat ditingkatkan dengan cara menambah konsentrasi polimer pada air injeksi.
Viskositas dari suatu larutan polimer dapat diukur melalui alat seperti rheometer. Viskositas pada
larutan polimer dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu laju geser, berat molekul, dan konsentrasi larutan. Berat molekul polimer sintetik yang digunakan umumnya memiliki ukuran di rentang 2–10 Mega Dalton. Distribusi berat molekul pada polimer dapat ditentukan salah satunya dengan hamburan cahaya, namun tidak selalu memberikan hasil yang akurat. Untuk polimer yang memiliki berat molekul yang besar, tantangan pengukuran distribusi berat molekul akan semakin bertambah.
Semakin besar berat molekul maka menambah jumlah bonding site dan menyebabkan penambahan
viskositas pada larutan polimer.
Universitas Pertamina - 10
2.3
Rheology Polimer
Perubahan pada laju geser dapat dialami polimer ketika melewati fasilitas permukaan, proses selama
injeksi dan dalam aliran melalui media berpori. Pada laju geser yang rendah, perilaku Newtonian
dapat terjadi, sedangkan pada laju geser yang lebih tinggi, terjadi perilaku non-Newtonian (Gambar
2.5). Perilaku non-Newtonian dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu perilaku pseudoplastic dan
dilatant. Biopolimer seperti xanthan hanya mengalami perilaku pseudoplastic dikarenakan struktur
kimia polimer yang berbentuk kumparan yang kaku dan tidak memungkinkan aliran elongational
yang menyebabkan perilaku dilatant, sedangkan polimer sintetik seperti HPAM, menunjukkan
perilaku pseudoplastic dan dilatant (Sorbie, 1991). Viskositas pada larutan polimer sintetik memiliki
regime yang dibagi menjadi tiga yaitu newtonian, pseudoplastic, dan dilatant. Regime newtonian
terjadi pada kecepatan rendah dengan laju geser yang rendah, di mana gerakan pada rantai polimer kecil, sehingga viskositas memiliki nilai yang stabil dan tidak tergantung terhadap laju geser.
Gambar 2.6 Rheology polimer dalam polimer flooding. (A. Thomas, 2016)
Pada titik kritis tertentu, laju geser polimer mulai berperilaku seperti fluida non-Newtonian dimana
aliran geser mendominasi di atas aliran elongational yang disebut sebagai shear thinning atau
perilaku pseudoplastic (Gambar 2.7). Selama injeksi polimer terjadi, viskositas berkurang terhadap
meningkatnya laju geser. Perilaku ini terjadi akibat pelepasan rantai-rantai polimer yang menyelaras
terhadap arah aliran. Selama proses injeksi di dalam media berpori, shear thinning menambah
performa injektivitas dari larutan polimer selama tidak terjadi kerusakan permanen pada polimer
(Sheng, 2010; Sorbie, 1991). Shear thickening ditunjukkan pada tingkat laju geser yang tinggi dalam
media berpori, hal itu disebabkan oleh struktur fleksibel dari polimer sintetik. Perilaku dilatant ini
terjadi ketika ‘relaxation time’ polimer terlalu rendah, yang berarti bahwa polimer tidak memiliki
cukup waktu untuk mengubah strukturnya ketika mengalir pada laju geser tinggi melalui saluran pori yang sempit, sehingga menyebabkan viskositas meningkat (Sorbie, 1991). Seringkali, injektivitas
menjadi salah satu faktor penting. Oleh karena itu larutan polimer sebaiknya berupa non-Newtonian
dan shear thinning, yaitu viskositas berkurang dengan meningkatnya laju geser. Tindakan preventif
yang dapat dilakukan untuk mengurangi shear thickening pada polimer yaitu dengan melakukan
Universitas Pertamina - 11 Gambar 2.7 Perkembangan viskositas pada polimer sintetik selama mengalir melewati media
berpori (Chauveteau, 1986 ; Sheng, 2010)
2.4
Parameter Polimer
Salah satu bagian penting dalam polymer flooding yaitu adsorpsi batuan. Adsorpsi dapat terjadi
karena adanya interaksi antara polimer dengan permukaan batuan, interaksi ini menyebabkan molekul polimer mengikat ke permukaan batuan, hal ini disebabkan oleh adanya adsorpsi fisik, gaya
van-der-Waals, dan ikatan hidrogen (Sheng, 2010). Pada umumnya, adsorpsi pada polimer memiliki
sifat irreversible (tidak dapat kembali ke bentuk awal), sehingga nilainya tidak akan menurun seiring
dengan menurunnya konsentrasi polimer (Szabo, 1979). Sifat irreversible disebabkan oleh adsorpsi
polimer pada batuan. Nilai adsorpsi polimer berkisar antara 0 sampai dengan kapasitas maksimum
adsorpsi/admaxt (harus positif) atau lebih dari 0 yang menunjukan sifat irreversible, sedangkan nilai
0 menunjukan sifat polimer reversible. Model adsorpsi dapat diketahui dengan menggunakan
persamaan Langmuir Isotherm. Persamaan tersebut terdapat hubungan non linear dengan persen
salinitas (xNaCl) dan fraksi mol polimer (ca) pada fasa cair (Goudarzi dkk, 2013).
Parameter lain yang berpengaruh dalam model simulasi yaitu IPV (Inaccessible Pore Volume). IPV
terjadi ketika ukuran molekul polimer lebih besar dari pori batuan sehingga molekul polimer tidak
dapat melalui pori tersebut. Selain itu RF (Retention Factor) dan RRF (Residual Retention Factor)
merupakan parameter yang menentukan keefektifan model simulasi. RF merupakan perbandingan
antara mobilitas brine terhadap mobilitas polimer. Sedangkan RRF merupakan tingkat retensi
polimer setelah dilakukannya polymer flooding.
2.5
Recovery Efficiency
Metode perolehan minyak tahap secondary atau tertiary memiliki nilai keseluruhan RE dari
kombinasi tiga faktor efisiensi seperti berikut:
𝑅𝐸 = 𝐸𝐷𝐸𝐴𝐸𝑉
Dalam bentuk kumulatif minyak terproduksi, persamaan diatas bisa ditulis sebagai berikut:
Universitas Pertamina - 12 Keterangan:
RF = faktor perolehan keseluruhan
𝑁𝑆 = initial oil in place at the start of the flood, STB
𝑁𝑃 = minyak kumulatif yang diproduksi, STB
𝐸𝐷 = displacement efficiency 𝐸𝐴 = areal sweep efficiency 𝐸𝑉 = vertical sweep efficiency
Displacement efficiency (𝐸𝐷) adalah bagian dari movable oil yang telah dipindahkan dari zona sapuan
pada waktu tertentu atau volume pori yang diinjeksikan. Karena injeksi gas atau air yang tidak larut
akan selalu meninggalkan sisa minyak, nilai 𝐸𝐷 akan selalu kurang dari 1. Nilai 𝐸𝐷 akan terus
meningkat secara bertahap sesuai dengan tahapan yang dilalui. Secara matematis, displacement
efficiency dinyatakan sebagai berikut:
𝐸𝐷=𝑆𝑜𝑖− 𝑆̅𝑜 𝑆𝑜𝑖
Dimana:
𝑆𝑜𝑖 = 1 − 𝑆𝑤𝑖− 𝑆𝑔𝑖 𝑆̅𝑜 = 1 − 𝑆̅𝑤
Areal sweep efficiency (𝐸𝐴) adalah area bagian dari pola yang tersapu oleh fluida pemindahan.
Adapun faktor utama yang menentukan areal sweep efficiency yaitu mobilitas fluida, jenis pola
injeksi, heterogenitas area, dan total volume fluida yang diinjeksi. Vertical sweep efficiency (𝐸𝑉)
adalah bagian vertikal dari zona produksi yang terkena kontak dengan fluida injeksi yang merupakan
fungsi dari heterogenitas vertikal, degree of gravity segregration, mobilitas fluida, dan total volume
yang diinjeksi. Pada bagian yang memiliki permeabilitas lebih tinggi, larutan yang diinjeksikan akan
bergerak lebih cepat daripada zona dengan permeabilitas yang rendah. Gabungan dari 𝐸𝐴 dan 𝐸𝑉
disebut dengan volumetric sweep efficiency yang merupakan keseluruhan bagian yang terkena kontak
dari fluida injeksi. Nilai 𝐸𝐴 akan meningkat secara bertahap mulai dari diawal injeksi sampai
terjadinya breakthrough, selanjutnya nilai 𝐸𝐴 akan terus meningkat dengan laju yang lebih lambat.
Secara matematis, volumetric sweep efficiency dinyatakan sebagai berikut:
𝐸𝑣𝑜𝑙 = 𝐸𝐴× 𝐸𝑉 Dimana: 𝐸𝐴= 𝑠𝑤𝑒𝑝𝑡 𝑎𝑟𝑒𝑎 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑎𝑟𝑒𝑎 𝐸𝑉 = 𝑠𝑤𝑒𝑝𝑡 𝑛𝑒𝑡 𝑡ℎ𝑖𝑐𝑘𝑛𝑒𝑠𝑠 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑛𝑒𝑡 𝑡ℎ𝑖𝑐𝑘𝑛𝑒𝑠𝑠
Polymer flooding menghasilkan minyak tambahan dengan cara meningkatkan efisiensi perpindahan dan meningkatkan volume reservoir yang terkena kontak dengan meningkatkan viskositas fluida pendorong atau air. Hal ini dapat mengurangi kemungkinan adanya fluida injeksi yang menembus
Universitas Pertamina - 13
sumur produksi saat memproduksi minyak pada rate yang lebih tinggi. Polymer flooding memiliki
potensi perolehan minyak yang jauh lebih tinggi daripada waterflooding, biasanya 6% -12% lebih
tinggi sehingga memberikan faktor perolehan sekitar 40% -50% dari minyak awal di tempat (IOIP).
2.6
Pola Injeksi
Salah satu cara untuk meningkatkan faktor perolehan minyak adalah dengan membuat pola sumur injeksi-produksi, yang bertujuan untuk mendapatkan pola penyapuan yang seefisien mungkin. Pola injeksi untuk satu lapangan atau bagian dari suatu lapangan didasarkan pada lokasi sumur yang ada, ukuran dan bentuk reservoir, biaya sumur baru dan peningkatan perolehan terkait dengan berbagai pola injeksi. Pola injeksi dapat diubah selama umur lapangan dengan maksud menyapu minyak yang tidak terkena kontak dengan cara mengubah arah aliran di reservoir. Selain itu, mengurangi ukuran
pola dengan melakukan pengeboran infill guna meningkatkan perolehan minyak dengan cara
meningkatkan kontinuitas reservoir antara injektor dan produser merrupakan hal yang umum
dilakukan. Pola injeksi yang ada pada pola regular adalah direct line drive, staggered line drive,
two-spot, three-two-spot, four-two-spot, five-two-spot, seven-two-spot, dan nine-spot. Biasanya, pola two-spot dan
three-spot digunakan untuk tujuan pilot test. Pola sumur produksi-injeksi dimana sumur injeksi cenderung
lebih banyak daripada sumur produksi maka disebut pola regular atau normal. Sedangkan bila
sebaliknya yaitu jumlah sumur produksi cenderung lebih banyak daripada sumur injeksi disebut
dengan pola inverted (Gambar 2.8). Masing-masing pola mempunyai sistem jaringan tersendiri yang
mana memberikan jalur arus berbeda-beda sehingga memberikan luas daerah penyapuan yang berbeda-beda.
Pada prinsipnya, sumur sumur yang ada pada pola tersebut harus dipergunakan secara maksimal pada waktu berlangsungnya injeksi nanti. Jika masih diperlukan sumur-sumur baru maka perlu ditentukan lokasinya. Untuk memilih lokasi sebaiknya digunakan peta distribusi cadangan minyak tersisa. Pada daerah yang sisa minyaknya masih besar maka mungkin diperlukan lebih banyak sumur produksi daripada daerah yang minyaknya tinggal sedikit. Peta isopermeabilitas juga membantu dalam
memilih arah aliran supaya breakthrough fluida injeksi tidak terjadi terlalu awal.
Universitas Pertamina - 14 Tujuan dari pemilihan pola injeksi-produksi adalah untuk memilih pola yang tepat yang akan memberikan fluida injeksi kontak maksimum terhadap minyak. Pada dasarnya terdapat 4 jenis pola yang digunakan dalam injeksi fluida yaitu:
1. Pola injeksi irregular
2. Pola injeksi peripheral
3. Pola injeksi crestal dan basal
4. Pola injeksi regular
Pola injeksi peripheral memiliki sumur injeksi yang terletak di batas eksternal reservoir sehingga
minyak akan tersapu ke bagian dalam reservoir. Pola peripheral umumnya menghasilkan perolehan
minyak dengan nilai maksimum dibandingkan pola lainnya dengan jumlah minimum air yang
diproduksi. Sedangkan pola injeksi crestal dan basal menggunakan injeksi melalui sumur yang
terletak di bagian atas struktur.
Pola yang paling umum pada pola injeksi regular adalah sebagai berikut: • Direct line drive. Sumur injeksi dan produksi berhadapan secara langsung.
• Staggered line drive. Sumur-sumur tersebut berada dalam garis seperti pada garis langsung, tetapi injektor dan produser tidak lagi secara langsung berhadapan tetapi secara lateral yang memiliki jarak a/2 dimana a = jarak antara sumur dengan jenis yang sama.
• Five spot. Memiliki jarak antara semua sumur yang sama adalah konstan, yaitu, a = 2d. Dimana
empat sumur injeksi membentuk persegi dengan sumur produksi di tengah pada bentuk five-spot
regular dengan d = jarak antara injektor dan produser.
• Seven spot. Sumur injeksi terletak di sudut seperti segi enam dengan sumur produksi di tengahnya (pola regular).
•Nine spot. Pola ini mirip dengan pola five-spot dengan perbedaan pada sumur tambahan di tengah-tengah sisi kedua sumur. Pola tersebut berisi delapan injektor yang mengelilingi satu produser (pola regular).
2.7
Keekonomian Polymer Flooding
Parameter keekonomian suatu proyek dapat dilihat dari hasil perhitungan NPV, POT, IRR dan DPI.
NPV (Net Present Value) merupakan hasil pengurangan antara pemasukan (cash in) dengan
pengeluaran (cash out) yang telah di diskon oleh sebuah faktor. Perhitungan NPV membutuhkan data
seperti biaya operasi dan perkiraan biaya investasi. IRR (Internal Rate of Return) merupakan
indikator tingkat efisiensi dari suatu investasi. IRR digunakan dalam menentukan apakah investasi layak dilaksanakan atau tidak. Suatu proyek/investasi dapat dilakukan apabila laju pengembaliannya lebih besar dari pada laju pengembalian apabila melakukan investasi di tempat lain (bunga deposito bank, reksadana dan lain-lain). IRR dapat dihitung salah satunya dengan rumus berikut:
POT (Pay Out Time) merupakan jangka waktu yang diperlukan untuk mengembalikan semua
Universitas Pertamina - 15 investasi, sebaliknya suatu investasi tidak menguntungkan jika POT>umur ekonomis investasi. POT dapat dihitung salah satunya dengan rumus berikut:
DPI (Discounted Profitability Index) adalah nilai sekarang dari arus kas masa depan dibagi dengan
investasi awal. DPI adalah versi yang diperluas dari indeks profitabilitas (PI) dan diskon juga investasi awal, yang mungkin tidak selalu terjadi pada periode pertama proyek dilakukan. Biasanya, proyek investasi dapat diterima jika DPI lebih besar dari 1.
Biaya yang dikeluarkan untuk melakukan suatu proyek terbagi atas CAPEX dan OPEX. Adapun perbedaan antara CAPEX dan OPEX yang digunakan seperti berikut:
Capital Expenditure (CAPEX): Biaya awal yang dikeluarkan dan bersifat seperti asset, contohnya yaitu sumur produksi dan sumur injeksi dimana biaya yang dikeluarkan tergantung dari jumlah sumur pada pola tersebut.
Operational Expenditure (OPEX): Biaya yang dikeluarkan selama projek polymer flooding berjalan atau biaya operasional, contohnya yaitu biaya material polimer serta operasi dan pemeliharaan
Universitas Pertamina - 16
BAB III
METODE PENELITIAN
Bab ini berisi penjelasan singkat mengenai proses penelitian yang diperlukan dalam keberlangsungan penelitian mencapai tujuan. Adapun cakupan yang di bahas berupa prosedur pengumpulan data, pemilihan data, dan menganalisis informasi berupa data dalam rangka membuktikan validitas dan reliabilitas penelitian.
3.1
Metodologi Penelitian
Dengan dilakukannya peninjauan kembali zona-zona yang diharapkan masih tersisa cadangan oleh pemerintah serta peralihan perusahaan menuju metode EOR, maka dibutuhkan cara produksi yang
efektif. Implementasi yang dapat dilakukan yaitu dengan menggunakan C-EOR berupa polymer
flooding yang sudah secara luas diterapkan di dunia dan low risk. Adapun untuk implementasi
polymer flooding dibutuhkan screening terlebih dahulu agar polymer flooding berjalan secara efektif.
Beberapa parameter screening criteria polymer flooding yaitu viskositas minyak, saturasi minyak
rata-rata, permeabilitas rata-rata, porositas rata-rata, densitas minyak dan kedalaman reservoir (Tabel 3.1, Tabel 3.2, Tabel 3.2). Adapun bentuk penelitian yang dilakukan pada tugas akhir ini berupa
simulasi reservoir dengan menggunakan simulator reservoir ECLIPSE sesuai dengan judul tugas
akhir yang dipilih. Berikut merupakan metodologi dan tahap penelitian dari tugas akhir ini yang
dijabarkan dengan flow chart serta pembahasan secara detail pada subbab selanjutnya.
Gambar 3.1 Alur kerja penelitian
3.2
Persiapan dan Pengumpulan Data
3.2.1
Pengujian Larutan Polimer
Pengolahan data larutan polimer diambil dengan melakukan uji laboratorium di Laboratorium Fluida
Reservoir Universitas Pertamina dengan menggunakan campuran antara polimer jenis Flopaam
3630S dengan brine sintetik. Pengujian larutan polimer dilakukan dalam beberapa tahap yaitu sebagai berikut:
1. Persiapan bahan uji, yang terdiri dari bubuk polimer sintetis HPAM serta brine dengan konsentrasi 2000 ppm sebagai pelarut polimer. Jenis polimer sintetis yang digunakan yaitu HPAM dikarenakan harga polimer yang lebih terjangkau dan penggunaan HPAM yang
sudah sering digunakan di industri polymer flooding. Untuk pelarut digunakan brine NaCl
dengan tingkat salinitas rendah.
Uji Polimer Laboratorium •Viskositas •Shear rate •Shear stress Persiapan Data & Pembuatan Model Reservoir •Data Batuan •Data Fluida •Data Sumuran Simulasi Model Reservoir •Sensitivity (Slug Size) •Sensitivity (Konsentrasi Polimer) Analisa Pengolahan Data •Segi Teknis (Incremental Recovery, WC) •Segi Ekonomi (IRR, POT, DPI)
Universitas Pertamina - 17 2. Pengujian viskositas, shear stress, dan shear rate pada larutan polimer dengan konsentrasi
2000 ppm, 1000 ppm, 500 ppm, dan 250 ppm menggunakan alat Rheometer FANN
RheoVADR (Variable Automated Digital Rheometer). Pembuatan larutan polimer dilakukan
dengan cara mengaduk larutan dengan magnetic stirrer hingga bubuk polimer dan perlarut
brine tercampur sempurna. Pengujian polimer dilakukan dalam suhu ruang. Pengujian laruan polimer dalam suhu ruang tidak akan mempengaruhi hasil simulasi (adanya batasan masalah). Adapun jika batasan masalah dihapus (polimer tidak dipengaruhi suhu) maka terdapat perbedaan hasil viskositas pada polimer yang diperoleh, dimana viskositas polimer akan menjadi kecil seiring dengan peningkatan suhu.
3.2.2
Persiapan Data Simulasi
Pengumpulan data dilakukan dengan mengambil data dari sejumlah jurnal penelitian terdahulu
mengenai keberhasilan penerapan polymer flooding dan menyortir data sesuai screening criteria dan
batasan masalah yang tersedia. Data yang tidak didapat dari jurnal penelitian akan menggunakan data
template polymer flooding yang sudah ada untuk memenuhi kebutuhan data pada simulator. Adapun data yang dikumpulkan akan digabungkan dengan data yang berasal dari jurnal penelitian serta data lab. Berikut merupakan data-data yang dibutuhkan secara rinci:
Data fluida reservoir (saturasi, permeabilitas relatif, PVT, densitas minyak, dll.)
Data batuan reservoir (permeabilitas, porositas, ketebalan zona produksi)
Data sumuran (total jumlah sumur dan status sumur, kumulatif air injeksi, rate injeksi, data
produksi per sumur dan lapangan, data tekanan, dll.)
Model yang disimulasikan memiliki model cartesian (x,y,z) dengan karakteristik permeabilitas
horizontal rata-rata batuan yaitu 400 mD dan porositas rata rata sebesar 24 % (Abirov, 2015). Model simulasi dalam penelitian ini memiliki luas area yaitu 28 acres dengan dan ketebalan 65 ft (Chiotoriu, 2017) yang dibagi menjadi dimensi 11 X 11 X 5. Batuan reservoir tersebut dimodelkan dengan
kedalaman mulai dari 3800 ft (Chiotoriu, 2017). Fluida yang terdapat pada pore volume berupa
minyak dan connate water tanpa adanya gas di dalam reservoir. Data yang di masukkan dalam
simulasi (Tabel 3.1 dan Tabel 3.2) disimulasikan selama 6 tahun untuk tahap waterflooding dan
dilanjutkan dengan menambahkan data (Tabel 3.3) untuk tahap polymer flooding dan post-flush.
Tahap waterflooding sampai post-flush dimulai pada tahun 2000 dan selesai pada tahun 2017.
Adapun data tersebut berlaku pada semua pola injeksi (Gambar 3.2). Berikut data reservoir yang digunakan dalam model reservoir.
Data berupa permeabilitas relatif (Gambar 3.3) digunakan untuk mengetahui mobilitas fluida pada
tahap waterflood. Viskositas minyak yang digunakan sebesar 19 cp sedangkan viskositas air yaitu
0.6 cp (Chiotoriu, 2017). Mobilitas fluida pada tahap waterflood mempunyai nilai lebih dari 1 (M >
1) yaitu 14,25. Dengan mobilitas fluida injeksi yang tidak optimal maka dilakukan polymer flooding
dengan target mobilitas sama dengan 1 (M = 1) agar mobilitas fluida injeksi menjadi lebih optimal. Adapun nilai viskositas polimer didapat dari hasil perhitungan yaitu 14.25 cp. Nilai konsentrasi larutan polimer yang digunakan dalam simulasi diperoleh dengan melakukan plot data lab larutan
polimer dengan viskositas larutan polimer pada shear rate 7 1/s (Gambar 3.4). Nilai konsentrasi
Universitas Pertamina - 18
Gambar 3.2 Pola injeksi model reservoir (5-spots, 7-spots, 9-spots).
Tabel 3.1 Data input model grid.
Model Properties Screening Criteria Reference: Pattern 5-spot 7-spot 9-spot
Grid dimension 11 X 11 X 5 -
Block Size (ft) 100 X 100 X 13 -
Area (acres) 28 -
Thickness (ft) 65 Chiotoroiu, 2017
Rock Properties
Avg perm horizontal (mD) 400 Abirov, 2015
Avg perm vertical (mD) 40 0.1*kh
Avg porosity (%) 24 Abirov, 2015
Pore volume (MMRB) 3.42 -
Gambar 3.3 Kurva permeabilitas relatif awal waterflooding.
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 Kr Sw
Universitas Pertamina - 19
Tabel 3.2 Data inputwaterflood.
Model Properties Screening Criteria Reference: Pattern 5-spot 7-spot 9-spot
Initialization
OOIP (MMSTB) 2.75 -
Initial Pressure (psia) 2000 -
Top layer depth (ft) 3800 Chiotoroiu, 2017
Oil density (lb/ft3) 58 Chiotoroiu, 2017
Oil viscosity (cp) 19 Chiotoroiu, 2017
Water viscosity (cp) 0.6 Chiotoroiu, 2017
Initial oil saturation 0.78 -
Well Status
Total injector 4 6 8 -
Total producer 1 -
Max injection rate (bbl/d) *) 750 500 375 -
Max liquid production rate (bbl/d) 2500 -
Max Injector BHP (psia) 4000 -
Min Producer BHP (psia) 100 - *) jumlah rate per pola injeksi lapangan sama
Dalam tahap polymer flooding, polimer diinjeksi sebesar 0.5 PV (Seright, 2008) di setiap pola injeksi.
Adorpsi pada ECLIPSE berjenis Langmur Isotherm (Szabo, 1979) dengan RRF (Residual Resistance
Factor) dan IPV (Inaccessible Pore Volume) berturut-turut 2, dan 0.2 (Chiotoriu, 2017)
Tabel 3.3 Data input polimer.
Model Properties Screening Criteria Reference: Pattern 5-spot 7-spot 9-spot
Polymer Model
RRF (Residual resistance factor) 2 Chiotoroiu, 2017
Adsorption Langmuir Isotherm Szabo, 1979
IPV (inaccessible pore volume) 0.2 Chiotoroiu, 2017
PV (pore volume) 0.5 Seright, 2008
M (mobility ratio) 1 -
Polymer viscosity (cp) 10.87 -
Concentration (ppm) 600 -
Reservoir Model
Reference Pressure (psia) 3118 Abirov, 2015
Oil viscosity (cp) 19 Chiotoroiu, 2017
Water viscosity (cp) 0.6 Chiotoroiu, 2017
Initial oil saturation (before WF) 0.78 -
Universitas Pertamina - 20 Gambar 3.4 Plot viskositas terhadap konsentrasi polimer.
3.3
Analisa Waterflooding dan Polymer Flooding
Tahapan yang dilakukan pada model reservoir dengan pola injeksi yang berbeda yaitu sebagai berikut:
1. Tahap Waterflood, dilakukan dalam jangka waktu 6 tahun hingga mencapai WC > 80%
dengan mengikuti alur simulasi (Gambar 3.5). Dalam tahap ini didapat nilai water cut pada
setiap pola injeksi. Dengan nilai mobilitas lebih dari 1 (M > 1) dan nilai WC > 80% (Gambar 3.6) serta rata-rata saturasi minyak 0.53 (Saleh, 2014) maka lapangan telah melewati kriteria
untuk dilakukannya polymer flooding sebagai tahap selanjutnya. Adapun tahap waterflood
ini digunakan sebagai baseline.
2. Tahap Polymer Flooding, dilakukan dalam jangka waktu 4 tahun dengan slug size 0.5 PV.
Pada tahap ini akan dilakukan analisa sensitivitas slug size dan konsentrasi polimer untuk
memperoleh incremental recovery dan water cut sebagai pembanding. Adapun constraint
untuk pola injeksi yang berbeda yaitu liquid production rate lapangan adalah 3000 bbl/d
dengan minimal BHP producer yaitu 100 psia.
3. Tahap Post-Flush (Waterflooding), dilakukan dalam jangka waktu 7 tahun pada pola
injeksi 5-spots, 7-spots, dan 9-spots dengan 0.5 PV dan konsentrasi polimer yaitu 600 ppm.
Tahap ini dilakukan dengan tujuan menganalisa proyek dalam segi parameter ekonomi yaitu NPV, IRR, POT, dan DPI.
0 30 60 90 120 150 180 210 240 270 0 500 1000 1500 2000 2500 V isk o si ta s, c P Konsentrasi, ppm
Viskositas vs Konsentrasi Polimer
(at shear rate : 7 1/s)
Universitas Pertamina - 21 Mulai Selesai Data Fluida Res. Data Batuan Res. Data Sumuran Persiapan dan Evaluasi Data Menentukan Kondisi Awal yang akan dimodelkan Pembuatan Grid Model Input
Parameter LimitBHP SumuranData Rate
Target WOC > 80% InjeksiPola Simulasi dengan Simulator ECLIPSE Simulasi Berhasil? Cek dan Analisa Hasil Simulasi
Cek dan Ubah Parameter Input Sesuai keinginan? Tidak Ya Tidak Ya
Universitas Pertamina - 22 Gambar 3.6 Water cut (WC) masing-masing pola injeksi.
3.4
Analisa Skenario Pengembangan
Metode analisis skenario yang dilakukan dalam penelitian ini berupa kuantitatif, dimana hasil yang
akan dianalisa adalah incremental recovery dan water cut (WC) dari semua pola injeksi. Skenario
pengembangan disimulasikan menggunakan simulator ECLIPSE berjenis black oil. Pengembangan
ini dilakukan dengan skala grup pada sebuah lapisan pay zone ‘Z’ di suatu lapangan. Skenario
pengembangan yang dilakukan pada pola injeksi yaitu 0.5 PV dan konsentrasi polimer 600 ppm
dimana M = 1. Sensitivitas yang digunakan yaitu slug size dan konsentrasi polimer sebagai
pembanding. Hasil skenario pada pola injeksi akan mempengaruhi sweep efficiency dengan hasil
akhir mempengaruhi nilai incremental recovery. Skenario dilakukan pada pola injeksi bentuk regular
dan tidak dilakukan pada pola injeksi inverted. Pola injeksi inverted tidak digunakan dikarenakan
jumlah sumur produksi yang lebih banyak sehingga cenderung mempengaruhi hasil akhir. Adapun skenario pengembangan yang dilakukan sebagai berikut:
1. Skenario 1: Konsentrasi polimer 600 ppm dimana M = 1, slug size 0.5 PV, jangka waktu simulasi 11 tahun (Skenario utama)
2. Skenario 2: Variasi slug size polimer, konsentrasi polimer 600 ppm, jangka waktu simulasi
4 tahun. Variasi slug size berupa 0.3 PV dan 0.7 PV yang dibandingkan dengan skenario
utama yaitu slug size 0.5 PV.
3. Skenario 3: Variasi konsentrasi polimer, slug size 0.5 PV, jangka waktu simulasi 4 tahun. Variasi konsentrasi polimer yang dibagi berdasarkan mobilitas rasio, mobilitas rasio yang disimulasikan yaitu M = 0.5 (konsentrasi 680 ppm) dan M = 1.5 (konsentrasi 510 ppm) dan skenario utama yaitu M = 1 (konsentrasi 600 ppm).
Berdasarkan hasil simulasi selama 4 tahun waterflooding dengan menggunakan simulator ECLIPSE
yang telah dilimitasi BHP dan rate injeksi, terdapat adanya perbedaan penyapuan minyak pada
visualisasi 3D pola injeksi 5-spots, 7-spots, dan 9-spots (Gambar 3.7).
Water flooding
5-spots
7-spots
Universitas Pertamina - 23
Universitas Pertamina - 24
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Bagian ini memuat hasil analisa penelitian setelah dilakukan tahap simulasi dengan menggunakan 3
skenario dengan sensitivitas berupa slug size dan konsentrasi polimer. Skenario pola injeksi
disimulasikan menggunakan pola regular. Dalam analisa hasil simulasi, dibandingkan nilai
water-cut dan incremental recovery pada semua skenario sebagai bagian dari segi teknis dan segi
keekonomian untuk skenario utama. Salah satu masalah pada polymer flooding yaitu terdapat pada
karakteristik reservoir, slug size, dan konsentrasi polimer yang mengakibatkan kurang optimalnya
kinerja polimer. Maka dari itu, untuk mengurangi masalah yang terjadi perlu dilakukannya
pemodelan simulasi reservoir pada polymer flooding. Adapun hasil akhir pemodelan ini bertujuan
untuk mengetahui pengaruh pola injeksi, slug size, dan konsentrasi polimer injeksi pada polymer
flooding sehingga didapatkan pilihan yang paling efektif atau optimal dalam segi teknis maupun ekonomis untuk diterapkan di kedepannya.
4.1
Pengaruh Injeksi Polimer
Kondisi awal yaitu waterflood sebagai baseline dimana sebelum dilakukan skenario utama memiliki
water cut sebesar 80% pada pola injeksi 5-spots sedangkan pada pola injeksi 7-spots dan 9-spots
memiliki nilai berturut-turut yaitu 83.9% dan 83% dalam jangka waktu 6 tahun (Tabel 4.1). Dengan menginjeksikan polimer, maka mengakibatkan nilai mobilitas rasio menjadi 1 dan injeksi menjadi
lebih optimal. Fluida injeksi yang optimal akan mengurangi nilai perolehan water-cut. Viskositas
fluida injeksi meningkat dengan dilakukannya injeksi sehingga mengurangi nilai water cut sumur
produksi (Gambar 4.1).
Gambar 4.1 Profil water cut setiap pola injeksi.
Water flooding Polymer flooding Post-flush (WF) 7-spots 9-spots 5-spots
Universitas Pertamina - 25
Skenario utama yang disimulasikan sampai tahap post-flush memiliki incremental recovery sebesar
40% pada pola injeksi 5-spots dalam jangka waktu 17 tahun (Gambar 4.2). Water cut selama tahap
post-flush meningkat melewati angka water-cut pada tahap waterflood. Adapun kumulatif produksi
minyak terbesar yang diperoleh sebesar 1.65 MMSTB pada pola injeksi 5-spot dari tahap awal
sampai tahap post-flush dengan recovery factor sebesar 59.9%. ROIP pada tahap post-flush dalam
pola injeksi 5-spots, 7-spots, dan 9-spots berturut-turut yaitu 1.11 MMSTB, 1.28 MMSTB, dan 1.25
MMSTB. Nilai viskositas fluida injeksi yang meningkat mempengaruhi incremental recovery hingga
19% dalam jangka waktu 4 tahun dari penginjeksian polimer dimulai. Tabel 4.1 Rangkuman hasil simulasi skenario pertama per pola injeksi.
OOIP (STB) 2755100
Waterflood (> 80%), 6 th
Pattern 5-spot 7-spot 9-spot
WC (%) 80 83.9 83 RF (%) 19.9% 19.1% 19.5% ROIP (MMSTB) 2.21 2.23 2.22 Polymer flooding (0.5 PV, 4 th) WC (%) 22.9 37.8 34.1 RF (%) 38.9% 38.0% 37.0% ΔRF (%) 19.0% 18.8% 17.5% ROIP (MMSTB) 1.68 1.71 1.74 Post-flush (7 th) WC (%) 86.8 93.4 84.6 RF (%) 59.9% 53.5% 54.6% ΔRF (%) 40.0% 34.3% 35.1% ROIP (MMSTB) 1.11 1.28 1.25
Gambar 4.2 Pengaruh polimer terhadap incremental recovery lapangan.
0.0% 5.0% 10.0% 15.0% 20.0% 25.0% 30.0% 35.0% 40.0% 45.0%
5-spot 7-spot 9-spot