BAB III
METODE PENELITIAN
A. Definisi Operasional
Untuk menghindari perbedaan penafsiran dan memudahkan dalam memahami serta mendapatkan pengertian yang jelas tentang judul Kajian Penggunaan Pembelajaran Bercerita Berpasangan terhadap Keterampilan Kooperatif dan Penguasaan Konsep Siswa SMP Konsep Ekosistem, maka diperlukan adanya penjelasan yang terperinci, yaitu:
1. Keterampilan kooperatif adalah keterampilan-keterampilan kooperatif siswa menurut Lungdren yaitu keterampilan kooperatif tingkat dasar, tingkat terampil dan tingkat mahir. Keterampilan kooperatif tingkat dasar meliputi membangun kesepakatan, menghargai kontribusi, mengambil giliran dan berbagi tugas, berada dalm kelompok, berada dalam tugas, mendorong partisipasi, mengundang anggota kelompok lain untuk berpartisipasi, menyelesaikan tugas tepat waktu dan menghormati perbedaan individu. Sedangkan keterampilan kooperatif tingkat terampil meliputi menunjukkan penghargaan dan rasa simpati, mengungkapkan ketidaksetujuan dengan cara yang dapat diterima, mendengarkan secara aktif, bertanya, menafsirkan, mengatur dan mengorganisir, menerima tanggung jawab dan mengurangi ketegangan. Keterampilan kooperatif tingkat mahir terdiri dari mengelaborasi, memeriksa ketepatan, mengevaluasi kebenaran jawaban, menetapkan tujuan dan berkompromi.
2. Penguasaan konsep berupa tingkat pemahaman siswa yang merupakan tingkatan hasil belajar kognitif siswa. Dalam hal ini, siswa dituntut tidak hanya sebatas mengingat suatu bahan pelajaran tetapi juga mampu menjelaskan bahasan pelajaran tersebut dengan kata-kata sendiri dan mampu menyelesaikan soal-soal komponen penyusun ekosistem setelah teknik pembelajaran bercerita berpasangan dilaksanakan. Ketercapaian penguasaan konsep tersebut dapat dilihat berdasarkan hasil tes siswa yang hasilnya kemudian dikategorisasikan berdasarkan indeks gain ternormalisasi dan dibandingkan dengan KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) yang berlaku di sekolah tempat diadakannya penelitian.
3. Teknik mengajar Bercerita Berpasangan (Paired Storytelling) dikembangkan sebagai pendekatan interaktif antara siswa, pengajar dan bahan pelajaran menggabungkan kegiatan membaca, menulis, mendengarkan dan berbicara (Lie, 2008).
4. Konsep ekosistem meliputi komponen penyusun ekosistem berupa komponen biotik dan abiotik penyusun ekosistem.
B. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif (Riyanto, 2001), karena penelitian ini hanya diarahkan untuk memberikan gambaran berupa gejala-gejala, fakta-fakta atau kejadian-kejadian secara sistematis dan akurat mengenai sifat-sifat populasi atau daerah tertentu. Dalam
jenis penelitian ini, cenderung tidak perlu mencari atau menerangkan saling hubungan dan menguji hipotesis.
C. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII SMP Negeri 29 Bandung tahun ajaran 2009/2010 sebanyak 13 kelas.
2. Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII semester 2 SMP Negeri 29 Bandung yang terdiri dari satu kelas dengan jumlah siswa 34 orang. Pengambilan sampel ini dilakukan dengan teknik Purposive Sampling. Pemilihan kelas dilakukan karena kelas tersebut sudah terbiasa menggunakan pembelajaran kooperatif dan sebagian besar siswanya memiliki nilai penguasaan konsep di bawah KKM.
D. Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di SMP Negeri 29 Bandung tahun ajaran 2009/2010.
E. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari tes penguasaan konsep siswa, lembar observasi dan angket. Penjelasan mengenai masing-masing instrumen adalah sebagai berikut.
1. Tes
Instrumen tes berupa satu set tes penguasaan konsep. Tes ini digunakan untuk mengukur kebermaknaan pemahaman konsep biologi (komponen penyusun ekosistem) yang diperoleh siswa setelah diterapkannya teknik pembelajaran bercerita berpasangan ini disusun berdasarkan pada indikator yang hendak dicapai pada setiap pertemuan pembelajaran. Soal-soal tes yang digunakan berupa soal pilihan ganda tentang pokok bahasan komponen penyusun ekosistem. Instrumen ini mencakup ranah kognitif pada aspek pengetahuan (C1), pemahaman (C2) dan aplikasi (C3). Tes penguasaan konsep ini dilaksanakan sebanyak dua kali, yaitu sebelum (tes awal) dan sesudah pembelajaran (tes akhir).
Tabel 3.1 Kisi-kisi Instrumen Tes
No. Tujuan Pembelajaran No. Soal
1 Siswa dapat menyebutkan pengertian ekosistem setelah melakukan pembelajaran dengan menggunakan metode bercerita berpasangan.
1, 2
2 Setelah melakukan pembelajaran bercerita berpasangan, siswa mampu menyebutkan komponen penyusun
ekosistem
3
3 Setelah melakukan pembelajaran bercerita berpasangan, siswa mampu menjelaskan komponen biotik penyusun ekosistem
4, 5
4 Setelah melakukan pembelajaran bercerita berpasangan, siswa mampu menjelaskan komponen abiotik penyusun ekosistem
6, 7, 8
5 Setelah melakukan pembelajaran bercerita berpasangan, siswa mampu menjelaskan perbedaan produsen,
konsumen dan pengurai
9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16,
17, 18, 19, 20
2. Non Tes
a. Satu set lembar observasi keterampilan kooperatif siswa. Lembar observasi ini digunakan untuk melihat sejauhmana keterlaksanaan pembelajaran bercerita berpasangan dalam proses pembelajaran.
Tabel 3.2 Indikator Keterampilan Kooperatif Keterampilan
Kooperatif Indikator No Pernyataan
Tingkat Dasar
Membangun kesepakatan 1
Menghargai kontribusi 2
Mengambil giliran dan berbagi tugas 3
Berada dalam kelompok 4
Berada dalam tugas 5
Mendorong partisipasi 6
Mengundang anggota kelompok lain untuk
berpartisipasi 7
Menyelesaikan tugas tepat waktu 8
Menghormati perbedaan individu 9
Tingkat Terampil
Menunjukkan penghargaan dan rasa simpati 10 Mengungkapkan ketidaksetujuan dengan
cara yang dapat diterima 11
Mendengarkan secara aktif 12
Bertanya 13
Menafsirkan 14
Mengatur dan mengorganisir 15
Menerima tanggung jawab 16
Mengurangi ketegangan 17
Tingkat Mahir
Mengelaborasi 18
Memeriksa ketepatan 19
Mengevaluasi kebenaran jawaban 20
Menetapkan tujuan 21
Berkompromi 22
b. Angket, merupakan pengumpulan data dengan menggunakan seperangkat daftar pertanyaan yang diajukan secara tertulis dan dijawab secara tertulis pula. Angket digunakan untuk mengetahui respon siswa terhadap pembelajaran yang telah berlangsung dan bersifat sebagai data pendukung dalam penelitian.
Tabel 3.3 Kisi-kisi Angket
No. Aspek No. Pernyataan
1 Menyukai pembelajaran kooperatif tipe bercerita berpasangan
1 2 Pengalaman menggunakan pembelajaran
kooperatif tipe bercerita berpasangan
2 3 Pembelajaran kooperatif tipe bercerita
berpasangan cocok untuk pelajaran biologi (ekosistem)
3
4 Pembelajaran tipe bercerita berpasangan dapat menjawab rasa keingintahuan dalam pelajaran
4 5 Pembelajaran tipe bercerita berpasangan dapat
menunjukkan dan membangkitkan bakat dalam berbagi informasi
5, 6
6 Pembelajaran kooperatif tipe bercerita
berpasangan perlu diterapkan untuk materi lain pada mata pelajaran biologi
7
7 Pembelajaran kooperatif tipe bercerita
berpasangan dapat membuat siswa berperan aktif dalam pembelajaran
8
8 Pembelajaran kooperatif tipe bercerita berpasangan dapat memotivasi belajar
9 9 Pembelajaran kooperatif tipe bercerita
berpasangan dapat memudahkan memahami pelajaran
10
10 Pembelajaran kooperatif tipe bercerita berpasangan dapat mempersulit memahami pelajaran
13
11 Pembelajaran kooperatif tipe bercerita berpasangan tidak dapat memberikan pemahaman konsep secara utuh
14
12 Pembelajaran kooperatif tipe bercerita
berpasangan tidak cocok untuk materi ekosistem
15 13 Pembelajaran kooperatif tipe bercerita
berpasangan menarik perhatian siswa dalam belajar
16
14 Pembelajaran kooperatif tipe bercerita berpasangan tidak menarik perhatian siswa dalam belajar
11
15 Guru yang mengajar sudah baik dalam penyampaian materi
F. Teknik Pengumpulan Data
Langkah-langkah yang dilakukan dalam pengumpulan data adalah sebagai berikut:
1. Sebelum pembelajaran dilaksanakan, dilakukan pretest untuk mengetahui pengetahuan awal siswa.
2. Selama proses pembelajaran berlangsung, siswa diamati keterampilan kooperatifnya oleh observer dengan panduan lembar observasi.
3. Setelah selesai pembelajaran siswa diberi posttest, kemudian hasil tersebut dikumpulkan dan diberi nilai. Nilai yang diperoleh kemudian dikategorisasikan berdasarkan indeks gain ternormalisasi dan dibandingkan dengan KKM yang ditetapkan di sekolah tersebut.
4. Setelah dilakukan posttest, siswa diberi angket yang bertujuan untuk mengetahui respon siswa terhadap pembelajaran bercerita berpasangan.
G. Prosedur Penelitian
Penelitian yang bertujuan untuk mengetahui gambaran dengan cara mengkaji penggunaan pembelajaran bercerita berpasangan (paired storytelling) terhadap kemunculan keterampilan kooperatif dan penguasaan konsep siswa SMP pada konsep ekosistem dilakukan melalui tiga tahapan, yaitu:
1. Tahap Persiapan
a. Melakukan studi pendahuluan, yaitu dengan mengumpulkan informasi yang menunjang penelitian yang akan dilaksanakan, diantaranya melakukan observasi ke sekolah.
b. Pembuatan instrumen penelitian c. Judgment instrumen penelitian d. Uji coba instrumen penelitian e. Revisi instrumen penelitian
2. Tahap Pelaksanaan a. Pemilihan sampel
b. Pelaksanaan pretest untuk mengetahui pengetahuan awal siswa c. Pengenalan pembelajaran bercerita berpasangan kepada siswa
d. Pelaksanaan pembelajaran bercerita berpasangan, selama proses pembelajaran berlangsung, siswa diamati keterampilan kooperatifnya oleh observer dengan panduan lembar observasi.
e. Setelah selesai pembelajaran siswa diberi posttest, kemudian hasil tersebut dikumpulkan dan diberi nilai. Nilai yang diperoleh kemudian dibandingkan dengan KKM yang ditetapkan di sekolah tersebut. Selain dibandingkan dengan KKM, nilai pretest dan posttest dicari gain dan indeks gainnya untuk mengetahui peningkatan penguasaan konsep siswa. f. Setelah dilakukan posttest, siswa diberi angket yang bertujuan untuk
mengetahui respon siswa terhadap pembelajaran bercerita berpasangan.
3. Tahap Pengolahan Data a. Penskoran tiap butir soal
b. Mencari persentase setiap keterampilan kooperatif yang muncul pada siswa
c. Mencari persentase angket, untuk mengetahui respon siswa terhadap pembelajaran yang dilakukan.
H. Analisis Butir Soal
Instrumen soal yang digunakan terlebih dahulu diuji kelayakannya oleh dosen yang berkompeten di bidangnya, kemudian diujicobakan terhadap sekelompok siswa SMP kelas VII yang sudah mendapatkan materi tentang konsep ekosistem (komponen biotik dan abiotik).
Jumlah instrumen yang diujicobakan sebanyak 30 soal dalam bentuk pilihan ganda, kemudian hasil uji coba tersebut dianalisis untuk diketahui tingkat kesukaran, daya pembeda, validitas dan reliabilitasnya. Berdasarkan hasil analisis tersebut diperoleh 27 soal yang boleh dipergunakan. Akan tetapi peneliti hanya membutuhkan 20 soal saja, maka ada 7 soal yang dibuang. Adapun untuk melakukan analisis tersebut dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
1. Validitas
Validitas adalah tingkat keabsahan atau ketepatan suatu tes. Tes yang valid adalah tes yang benar-benar mengukur apa yang hendak diukur. Validitas item dari suatu tes adalah ketepatan mengukur yang dimiliki oleh sebutir item dalam mengukur apa yang seharusnya diukur lewat butir item tersebut. Untuk mengetahui validitas item dari suatu tes dapat menggunakan suatu korelasi
product moment dengan angka kasar yang dikemukakan oleh Pearson. Besarnya koefisien korelasi antara dua variabel dirumuskan:
{
2 2}{
2 2}
) ( ) ( ) )( ( Y Y N X X N Y X XY N rxy ∑ − ∑ ∑ − ∑ ∑ ∑ − ∑ = (Arikunto, 2002:146) Keterangan :r xy = koefisien korelasi antara variabel X dan Y N = jumlah siswa
X = skor tiap siswa pada item tersebut Y = skor total tiap siswa
∑ X= jumlah skor seluruh siswa pada item tersebut
∑ Y = jumlah skor total seluruh siswa pada test.
Untuk menginterpretasikan tingkat validitasnya, maka koefisien korelasinya dikategorikan pada kriteria sebagai berikut :
Tabel 3.4 Kriteria Validitas
Koefisien Korelasi Kriteria Validitas
0,81 – 1,00 Sangat tinggi 0,61 – 0,80 Tinggi 0,41 – 0,60 Cukup 0,21 – 0,40 Rendah 0,00 – 0,20 Sangat rendah (Arikunto, 2006:75) Dari hasil uji coba soal diperoleh berbagai validitas butir soal yang dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 3.5 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Validitas Butir Soal Uji Coba No. Soal Nilai Validitas Kriteria Keterangan
1 0,31 Rendah Diperbaiki, digunakan
2 0,10 Sangat Rendah Tidak digunakan
3 0,70 Tinggi Digunakan
4 0,26 Rendah Diperbaiki, digunakan
5 0,60 Cukup Digunakan
6 0,15 Sangat Rendah Diperbaiki, digunakan 7 -0,01 Sangat Rendah Tidak digunakan
8 0,23 Rendah Diperbaiki, digunakan
9 0,31 Rendah Diperbaiki, digunakan
10 0,33 Rendah Tidak digunakan
11 -0,11 Sangat Rendah Tidak digunakan
12 0,01 Sangat Rendah Digunakan
13 0,74 Tinggi Digunakan
14 0,37 Rendah Diperbaiki, digunakan
15 0,25 Rendah Tidak digunakan
16 0,31 Rendah Diperbaiki, digunakan
17 0,31 Rendah Diperbaiki, digunakan
18 0,49 Cukup Digunakan
19 0,37 Rendah Tidak digunakan
20 0,11 Sangat Rendah Diperbaiki, digunakan
21 0,60 Cukup Digunakan
22 0,43 Cukup Digunakan
23 0,36 Rendah Tidak digunakan
24 0,14 Sangat Rendah Diperbaiki, digunakan
25 0,44 Cukup Digunakan
26 0,08 Sangat Rendah Tidak digunakan 27 0,16 Sangat Rendah Tidak digunakan 28 0,11 Sangat Rendah Tidak digunakan
29 0,76 Tinggi Digunakan
30 0,38 Cukup Digunakan
2. Reliabilitas
Reliabilitas adalah tingkat keajegan (konsistensi) suatu tes, yakni sejauh mana suatu tes dapat dipercaya untuk menghasilkan skor yang ajeg, relatif tidak berubah walaupun diteskan pada situasi yang berbeda-beda. Dalam penelitian ini, pengujian reliabilitas instrumen tes menggunakan rumus KR.20 dari Kuder dan Richardson (Arikunto, 2002) sebagai berikut.
11 1 t t V pq k r k V − = −
∑
Keterangan :r11 = reliabilitas instrumen tes k = banyaknya butir soal Vt = varians total
p = proporsi subjek yang menjawab benar pada suatu butir q = proporsi subjek yang menjawab salah pada suatu butir p = (Jumlah Subjek yang menjawab benar)/N
N = jumlah seluruh peserta tes
q = jumlah subjek yang menjawab salah 1 − p
Untuk menginterpretasikan tingkat reliabilitasnya, nilai r yang didapat melalui rumus di atas dapat diinterpretasikan dengan menggunakan kriteria seperti dalam tabel berikut ini.
Tabel 3.6 Kriteria Reliabilitas Koefisien Korelasi Kriteria Reliabilitas
0,81 ≤ r ≤ 1,00 sangat tinggi 0,61 ≤ r ≤ 0,80 tinggi 0,41 ≤ r ≤ 0,60 cukup 0,21 ≤ r ≤ 0,40 rendah 0,00 ≤ r ≤ 0,20 sangat rendah (Arikunto, 2006) Dari hasil uji coba soal diperoleh reliabilitas tes sebesar 0,68 dengan kriteria reliabilitas tinggi.
3. Daya Pembeda
Arikunto (2002) mengemukakan bahwa daya pembeda adalah kemampuan soal untuk membedakan antara siswa yang pandai (berkemampuan tinggi) dengan siswa yang bodoh (berkemampuan rendah).
Untuk menghitung daya pembeda tiap item soal terlebih dahulu menentukan skor total siswa dari siswa yang memperoleh skor tinggi ke rendah, kemudian diambil 27% dari kelompok atas dan 27% dari kelompok rendah dan dihitung daya pembeda dengan menggunakan rumus (Arikunto, 2006:213):
Keterangan :
D = daya pembeda
BA = jumlah siswa yang menjawab benar dari kelompok tinggi untuk tiap soal BB = jumlah siswa yang menjawab benar dari kelompok rendah untuk tiap soal JA = jumlah siswa kelompok tinggi
JB = jumlah siswa kelompok rendah
Nilai daya pembeda yang diperoleh kemudian diinterpretasikan pada kategori berikut ini.
Tabel 3.7 Kriteria Daya Pembeda Koefisien Korelasi Kriteria Daya Pembeda
0,71 – 1,00 Baik sekali 0,41 – 0,70 Baik 0,21 – 0,40 Cukup 0,00 – 0,20 Jelek - Negatif (buang) (Arikunto, 2006:218) Dari hasil uji coba soal diperoleh daya pembeda yang dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 3.8 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Daya Pembeda No. Soal Nilai Daya Pembeda Kriteria Keterangan
1 0,36 Cukup Digunakan
2 0,19 Jelek Tidak digunakan
3 0,09 Jelek Diperbaiki, digunakan
4 0,19 Jelek Diperbaiki, digunakan
5 0,64 Baik Digunakan
6 0,19 Jelek Diperbaiki, digunakan
7 0,17 Jelek Tidak digunakan
8 0,09 Jelek Diperbaiki, digunakan
9 0,54 Baik Digunakan
10 0,28 Cukup Digunakan
11 0,09 Jelek Tidak digunakan
12 0,26 Cukup Digunakan
13 0,28 Cukup Digunakan
14 0,48 Baik Digunakan
15 0,36 Baik Tidak digunakan
16 0,28 Cukup Digunakan
17 0,28 Cukup Digunakan
18 0,19 Jelek Diperbaiki, digunakan
19 -0,72 Negatif Tidak digunakan
20 0,46 Baik Digunakan
21 0,64 Baik Digunakan
22 0,45 Baik Digunakan
23 0,45 Baik Tidak digunakan
24 0,26 Cukup Digunakan
25 0,36 Cukup Digunakan
26 0,27 Cukup Tidak digunakan
27 0,09 Jelek Tidak digunakan
28 0,09 Jelek Tidak digunakan
29 0,36 Cukup Digunakan
30 0,55 Baik Digunakan
4. Tingkat Kesukaran
Analisis tingkat kesukaran merupakan parameter untuk menyatakan bahwa suatu item termasuk ke dalam taraf mudah, sedang, dan sukar. Adapun soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah dan tidak juga terlalu sukar.
s
J
B
P
=
(Arikunto, 2006:208) Keterangan : P = Indeks kesukaranB = Total responden yang menjawab soal itu dengan benar Js = Jumlah seluruh responden
Bilangan yang menunjukkan sukar dan mudahnya suatu soal disebut indeks kesukaran (difficulty index). Besarnya indeks kesukaran antara 0,00 sampai dengan 1,00.
Tabel 3.9 Interpretasi Indeks Kesukaran
Indeks Tingkat Kesukaran
0,00 – 0,29 sukar
0,30 – 0,69 sedang
0,70 – 1,00 mudah
(Arikunto, 2006:210) Dari hasil uji coba soal diperoleh berbagai tingkat kesukaran yang dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 3.10 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Tingkat Kesukaran No. Soal Indeks Kesukaran Kriteria Keterangan
1 0,79 Sedang Digunakan
2 0,69 Sedang Tidak digunakan
3 0,82 Mudah Digunakan
4 0,87 Mudah Digunakan
5 0,74 Sedang Digunakan
6 0,95 Mudah Digunakan
7 0,62 Sedang Tidak digunakan
8 0,85 Mudah Digunakan
9 0,59,2 Sedang Digunakan
10 0,79 Mudah Tidak digunakan
11 0,97 Mudah Tidak digunakan
12 0,72 Mudah Digunakan
13 0,90 Mudah Digunakan
No. Soal Indeks Kesukaran Kriteria Keterangan
15 0,85 Mudah Tidak digunakan
16 0,41 Sedang Digunakan
17 0,82 Mudah Digunakan
18 0,95 Mudah Digunakan
19 0,15 Sukar Tidak digunakan
20 0,51 Sedang Digunakan
21 0,74 Mudah Digunakan
22 0,77 Mudah Digunakan
23 0,56 Sedang Tidak digunakan
24 0,74 Mudah Digunakan
25 0,90 Mudah Digunakan
26 0,41 Sedang Tidak digunakan
27 0,49 Sedang Tidak digunakan
28 0,33 Sedang Tidak digunakan
29 0,28 Sukar Digunakan
30 0,44 Sedang Digunakan
I.Teknik Analisis Data 1. Penguasaan Konsep
Data yang telah diperoleh dari hasil pretest dan posttest penguasaan konsep siswa, dianalisis melalui tahap berikut:
a. Penskoran pada tiap butir soal.
Tes yang digunakan dalam penelitian ini berupa soal pilihan ganda dengan empat jawaban alternatif. Setiap jawaban yang benar diberi skor 1 dan jawaban yang salah diberi skor 0.
b. Uji Kebermaknaan Konsep Siswa
Uji kebermaknaan konsep siswa dihitung melalui tahapan: 1) Uji Normalitas
Uji normalitas merupakan uji yang dilakukan guna mengetahui data yang telah didapatkan berdistribusi normal atau tidak. Uji statistik normalitas pada
penelitian ini dihitung dengan menggunakan uji chi-square, karena sampelnya berjumlah lebih dari 30. Data yang digunakan dalam uji normalitas ini adalah data gain siswa.
Langkah-langkah yang digunakan dalam uji normalitas adalah sebagai berikut: a) menentukan rentang/jangkauan (r)
b) menentukan banyak kelas (k) c) menentukan panjang interval (p) d) mencari nilai rata-rata ( x )
e) mencari nilai standar deviasi (SD)
f) membuat daftar frekuensi observasi (Oi) dan frekuensi harapan (Ei), melalui langkah-langkah :
(1) mencari db = k – 3 (2)
(3) L (luas interval dari tabel z)
(4) Menentukan frekuensi harapan (Ei) (5) Menentukan frekuensi observasi (Oi)
(6) Menentukan χ2tabel dengan taraf signifikasi 5% atau α = 0,05 (7) Menentukan χ2 hitung
(8) Membuat kesimpulan berdasarkan perbandingan χ2 hitung dengan χ2 tabel. Jika χhitung lebih kecil dari χ2 tabel, maka data berdistribusi normal.
2) Uji Kebermaknaan
Uji kebermaknaan dilakukan setelah terlebih diketahui bahwa data yang digunakan dalam penelitian berdistribusi normal. Apabila data yang akan
digunakan berdistribusi normal maka pengujian kebermaknaan dilakukan dengan uji z. Uji z digunakan untuk menguji kebermaknaan dengana rata-rata tunggal, yaitu dengan rumus:
(Sudjana, 2005: 226) Keterangan :
= rata-rata posttest
µ0 = rata-rata yang ingin dicapai = standar deviasi posttest
jumlah siswa
c. Mencari Indeks Gain
Indeks gain yang dihitung berupa gain ternormalisasi yang diperoleh dengan menggunakan rumus yang dikemukakan oleh Hake (1999:1), yaitu:
Keterangan : T1 = nilai pretest T2 = nilai posttest
Is = skor maksimal pretest atau postest
Tabel 3.11 Interpretasi Gain Ternormalisasi
Nilai Gain Ternormalisasi <g> Interpretasi
≥ 0,7 Tinggi
0,7 > (<g>) ≥ 0,3 Sedang
< 0,3 Rendah
d. Membandingkan data pretest dan posttest hasil penelitian dengan KKM yang ditetapkan di sekolah tersebut.
2. Keterampilan Kooperatif
Keterampilan kooperatif dijaring melalui lembar observasi. Lembar observasi dianalisis secara kuantitatif dengan menghitung persentase kemunculan indikator keterampilan kooperatif. Data tersebut dihitung berdasarkan rumus yang diutarakan oleh Purwanto (2008:102):
Keterangan:
NP = nilai persen yang dicari atau diharapkan R = skor mentah yang diperoleh kelompok siswa SM = skor maksimum ideal dari tes yang bersangkutan 100 = bilangan tetap
Kemudian hasil kriteria di atas dianalisis melalui penafsiran kalimat berdasarkan modifikasi Somantri (Oktaviani, 2009:32) yaitu:
0-19 % = sangat rendah 20-39% = rendah 40-59,2 % = sedang 60-79% = tinggi 80-100 % = Sering 3. Angket
Angket digunakan untuk mengetahui respon siswa. Setiap pernyataan dalam angket memiliki dua pilihan jawaban yaitu “ya” dan “tidak”.
Pengolahan angket dilakukan dengan penskoran untuk semua pilihan dalam pernyataan yang tertera dalam angket. Tiap pilihan diberi skor 1 untuk jawaban “ya” dan 0 untuk jawaban “tidak”, kemudian dijumlahkan untuk setiap indikator dan dicari persentasenya serta ditafsirkan. Penghitungan angket digunakan rumus:
keterangan :
x = nilai persentase yang dicari r = jumlah respon yang muncul R = jumlah respon yang diharapkan
Tabel 3.12 Interpretasi Nilai Angket
Kategori angket (%) Interpretasi
0-19 sangat rendah 20- 39 rendah 40- 59,2 sedang 60- 79 tinggi 80- 100 sangat tinggi (Sulistiowati, 2007)