i
ii i
v
ii
x
i
v i x A
K A T S U P N A I J A K : I I B A B
.
A PerliakuAserit f……….... . 8 .
1 Pengeritanperliakuaserit f……… 8 .
2 Aspek-aspekdalamperliakuaserit f………. 14 .
3 Hambatandalammewujudkanperliakuaserit f……… 16 .
4 Manfaa tperliakuaserit f………... 18 .
5 C -aracarauntukmeningkatkanperliakuaserit f…………... 2 0 .
B BimbinganKlasikal .
1 Pengeritanbimbingan……… . 22 .
2 Pengeritanbimbinganklasika l……….. . 23 .
3 Bidang-bidangbimbinganklasika l……… 24 .
4 Tujuanbimbingan ……… . 25 .
C PeranBKdalamPengembanganPerliakuAserit fSisw i………… . 26
N A I T I L E N E P I G O L O D O T E M : I I I B A B
.
A Jeni sPeneilitan……… 28 .
B SubjekPeneilitan……… . 28 .
C InsrtumenPengumpulanData .
1 Kuesione ritngka tperliakuaserit f……….. 3 0 .
2 Skalapengukurandanpenentuans ko r……… 3 0 .
D Uj iAla tUkur .
1 Uj ivaildtiasis i……… 34 .
v
ii v x
N A R I P M A L R A T F A D
1 n a ri p m a
L :Tabulas iSko rUj iCobaPeneilitan……… 4 8 2
n a ri p m a
L :Sko rBelahanDataGanjli-GenappadaUj iCoba
Peneilitan ...……… 2 9 3
n a ri p m a
L :Kisi- ik is KuesionerPerliakuAsetrfi ... . 94 4
n a ri p m a
L :Kuesione r /Angke tPerliakuAserit f... 99 n
a ri p m a
L 5 :DataPeneilitanPerliakuAserit fSisw iKela sX
SMASantaMairaYogyakatraTahunAjaran2011/2012. .. . 51 0 n
a ri p m a
L 6 :DataPeneilitanpe rAspekPerliakuAsetrfi... . 118 n
a ri p m a
L 7 :ContohSatuanPelayananBimbingan. ... . 14 4 n
a ri p m a
L 8 :SuratI ijnUj iCobaPeneilitan ... . 148 9
n a ri p m a
L :SuratI ijnPeneilitan ... . 149 n
a ri p m a
BAB I
PENDAHULUAN
Bab ini berisi uraian mengenai (1) Latar Belakang Masalah, (2) Rumusan
Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, dan (5) Definisi
Operasional.
A. Latar Belakang Masalah
Secara naluriah, semua manusia membutuhkan manusia lain. Orang
yang sudah merasa tidak butuh orang lain justru mengingkari nalurinya.
Kebutuhan itu direalisasikan dalam bentuk kerjasama, saling tolong
menolong, dan lain-lain. Seperti yang sudah digariskan Tuhan, kita tidak
hanya menjadi makhluk individual, tetapi juga makhluk sosial. Tidak ada
manusia yang sanggup membangun hidupnya sendiri. Dengan kata lain,
manusia membutuhkan orang lain untuk memenuhi kebutuhannya.
Apabila kebutuhan untuk menjadi makhluk sosial itu tidak terpenuhi,
maka kehidupan manusia sebagai makhluk individu akan kesulitan.
Menurut Horney, “kebutuhan manusia dapat digolongkan menjadi
tiga, yaitu bergerak mendekati orang banyak untuk meraih kebutuhan akan
cinta, bergerak menjauhi orang banyak untuk meraih kebutuhannya akan
kebebasan dan kemandirian, dan bergerak menantang orang banyak untuk
memenuhi kebutuhannya akan kekuatan” (Ubaedy, 2008: 23). Salah satu
cara individu memenuhi kebutuhan untuk menjalin relasi cinta yang baik
2
adalah kemampuan berperilaku asertif. Seseorang dikatakan asertif jika ia
mampu secara langsung, terbuka, dan jujur dalam mengekspresikan
perasaan, pikiran, dan pandangannya terhadap pihak lain dengan cara yang
deskriptif tanpa mengabaikan haknya dan hak orang lain. Orang yang
asertif memiliki cara pandang yang realistis, tegas, dan obyektif. Orang
yang asertif juga fleksibel sehingga dapat menjalin dan menjaga hubungan
yang harmonis dengan orang di sekitarnya. Orang yang dapat berperilaku
asertif mudah diterima oleh lingkungan sekitarnya. Ia tidak akan menjadi
korban pihak lain dan tidak akan mengorbankan orang lain demi
kepentingannya.
Sampai sekarang masih ada individu yang sulit untuk berperilaku
asertif, terutama dalam hal yang menyangkut perasaan negatifnya pada
sesuatu atau seseorang. Mengalami suatu perasaan dan
mengungkapkannya kepada orang lain bukan saja merupakan sumber
kebahagiaan, melainkan juga sebagai salah satu kebutuhan demi kesehatan
psikologisnya. Orang enggan berperilaku asertif karena dalam dirinya ada
rasa takut mengecewakan orang lain, takut jika akhirnya ia tidak disukai
atau diterima lagi. Selain itu alasan “untuk mempertahankan kelangsungan
hubungan” juga sering menjadi alasan karena salah satu pihak tidak ingin
membuat pihak lain sakit hati. Dengan keadaan seperti ini, orang dapat
merasa dimanfaatkan, sehingga hubungan menjadi terganggu.
Saat ini siswi kelas X SMA Santa Maria Yogyakarta menginjak masa
remaja. Pada masa remaja, anak mengalami peralihan dari masa anak ke
masa dewasa. Masa remaja yang usianya berkisar antara 12 hingga 23
tahun diwarnai oleh pergolakan. Masa pergolakan itu diwarnai oleh
konflik dan perubahan suasana hati. Berbagai pikiran, perasaan, dan
tindakan remaja berubah-ubah antara kesombongan dan kerendahan hati,
niat yang baik dan godaan, kebahagiaan dan kesedihan. Pada suatu saat
remaja dapat bersikap sangat tidak menyenangkan terhadap kawan-kawan
sebaya, sementara pada saat lain dapat bersikap baik, kadang-kadang
membutuhkan privasi, namun beberapa detik kemudian menginginkan
kebersamaan.
SMA Santa Maria Yogyakarta merupakan sekolah yang para siswinya
adalah perempuan (homogen). Salah satu cara untuk menjaga diri supaya
remaja perempuan terbebas dari kejahatan yang dilakukan oleh lawan jenis
atau sesama jenis adalah mampu berperilaku asertif. Misalnya, berani
berkata tidak jika diajak untuk mengikuti tindakan yang tidak sesuai
dengan pikiran atau perasaannya, berani mengambil keputusan untuk
dirinya sendiri, mengungkapkan perasaan positif dan negatif dengan tegas
dan terbuka, dan sebagainya. Menurut Alberti dan Emmons (2002: 15)
perempuan yang asertif adalah orang asertif yang menunjukkan kualitas
berperilaku asertif, sehingga ia menyukai perilaku asertifnya tersebut dan
orang lain juga menyukai perilaku asertifnya itu. Pelatihan berperilaku
asertif bagi perempuan adalah pertanda yang memberikan harapan bagi
mereka. Mengembangkan kesanggupan untuk membela dirinya sendiri dan
4
SMA Santa Maria Yogyakarta tahun ajaran 2011/2012 mampu
mengurangi tekanan sekaligus meningkatkan harga diri mereka sebagai
manusia.
Pada masa remaja ini, siswi kelas X SMA Santa Maria Yogyakarta
masih dalam pencarian identitas diri dan mengalami pembentukan
kepribadian. Walaupun sedang dalam proses pencarian jati diri tersebut,
peneliti tertarik untuk meneliti siswi kelas X dalam perilaku asertifnya,
peneliti ingin membantu siswi untuk membentuk kepribadian dengan salah
satu cara yaitu meningkatkan perilaku asertif mereka dalam berinteraksi
dengan orang lain yang berada di lingkungan yang baru. Melalui interaksi
tersebut, siswi kelas X SMA Santa Maria Yogyakarta dapat berlatih dan
membiasakan diri berperilaku asertif. Selama peneliti menjalankan PPLBK
di SMA Santa Maria Yogyakarta pada bulan Januari 2011, peneliti
mendapat kesan para siswi kelas X SMA Santa Maria Yogyakarta
memiliki perilaku kurang asertif. Hal ini dirasakan saat peneliti melakukan
konseling dengan siswi, mayoritas masalah yang mereka hadapi adalah
kesulitan berinteraksi dengan teman-temannya karena satu sama lain masih
takut dan enggan untuk mengungkapkan perasaan dan pikirannya secara
tegas dan terbuka. Peneliti juga bertanya pada Guru BK di sekolah
tersebut, ternyata masalah yang dialami siswi selama konseling sama
dengan yang peneliti ungkapkan. Oleh karena itu peneliti terdorong untuk
melakukan penelitian tentang tingkat perilaku asertif. Menurut peneliti,
siswi kelas X perlu dibiasakan sejak awal untuk mampu berperilaku asertif
supaya dapat menjalin relasi yang baik di lingkungan yang baru. Hasil
penelitian ini akan diberikan pada pihak sekolah, terutama guru BK
sebagai gambaran tingkat perilaku asertif siswinya, dan peneliti akan
memberikan usulan topik-topik bimbingan klasikal yang akan diambil dari
butir-butir item yang masuk dalam kategori rendah dan sangat rendah
sebagai implikasi untuk membantu mengembangkan perilaku asertif
mereka.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah hasil penelitian terhadap perilaku asertif siswi kelas
X SMA Santa Maria Yogyakarta tahun ajaran 2011/2012 ?
2. Usulan topik bimbingan klasikal manakah yang diberikan untuk
mengembangkan perilaku asertif siswi kelas X SMA Santa Maria
Yogyakarta ?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang tingkat
perilaku asertif siswi kelas X SMA Santa Maria Yogyakarta tahun ajaran
2011/2012, serta memberikan usulan topik-topik bimbingan klasikal untuk
6
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis
Memberikan gambaran mengenai tingkat perilaku asertif siswi
kelas X SMA Santa Maria Yogyakarta tahun ajaran 2011/2012.
2. Manfaat praktis
a. Bagi guru BK
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi
guru BK dalam upaya mengembangkan perilaku asertif
sekaligus meningkatkannya agar sungguh-sungguh
bermanfaat bagi siswinya.
b. Bagi peneliti sebagai calon konselor
Peneliti dapat menilai diri sendiri dalam berperilaku asertif
dan meningkatkan perilaku asertifnya
c. Bagi peneliti lain
Peneliti lain dapat menambah wawasan dalam bidang
penelitian tentang perilaku asertif dan diharapkan dapat
memperoleh inspirasi untuk melakukan penelitan baru.
E. Definisi Operasional
1. Deskripsi adalah pemaparan atau penggambaran dengan kata-kata
secara jelas dan terperinci (KBBI, 2008: 320). Dalam penelitian ini
berarti penggambaran tingkat perilaku asertif siswi kelas X SMA
Santa Maria Yogyakarta tahun ajaran 2011/2012.
2. Perilaku asertif adalah perilaku mengungkapkan diri dengan
mengembangkan kesetaraan dalam hubungan antar manusia, yang
memungkinkan kita untuk bertindak menurut kepentingan sendiri,
untuk mengungkapkan pikiran dan perasaan dengan jujur, untuk
mempertahankan hak-hak pribadi kita dengan tetap menghargai
hak-hak orang lain (seperti yang dimaksudkan dalam butir-butir
kuesioner yang digunakan).
3. Siswi kelas X SMA Santa Maria Yogyakarta tahun ajaran
2011/2012 adalah semua anak didik yang terdaftar sebagai siswi
kelas X SMA Santa Maria Yogyakarta tahun ajaran 2011/2012 dan
berjumlah 112 orang.
4. Topik bimbingan klasikal merupakan pokok bahasan tertentu yang
direncanakan dan akan diberikan kepada siswi saat bimbingan di
kelas dalam waktu tertentu untuk membantu meningkatkan
8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Bab ini berisi uraian mengenai (1) Perilaku Asertif (pengertian perilaku
asertif, aspek-aspek dalam perilaku asertif, hambatan dalam mewujudkan perilaku
asertif, manfaat perilaku asertif, dan cara-cara untuk meningkatkan perilaku
asertif); (2) Bimbingan Klasikal (pengertian bimbingan, pengertian bimbingan
klasikal, bidang-bidang bimbingan klasikal, dan tujuan bimbingan klasikal); (3)
Peran BK dalam Pengembangan Perilaku Asertif Siswi.
A. Perilaku Asertif
1. Pengertian perilaku asertif
Sebagai makhluk yang dilahirkan untuk dapat berkomunikasi
dengan baik, manusia perlu memiliki keterampilan menyampaikan
pesan kepada sesama dalam kehidupan sehari-hari. Sikap asertif
dibutuhkan supaya komunikasi dapat berjalan efektif.
Asertif berasal dari kata Inggris, “to assert” yang artinya
mengatakan dengan tegas. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
(2008: 92) asertif berarti tegas. Perilaku asertif adalah ekspresi yang
langsung, jujur, dan pada tempatnya dari pikiran, perasaan, kebutuhan,
atau hak-hak individu tanpa kecemasan yang tidak beralasan
(Cawood, 1997: 13). Perilaku asertif juga berarti mengerti apa yang
seseorang lakukan dan inginkan, menjelaskan atau
8
mengungkapkannya pada orang lain, berusaha untuk memenuhi
kebutuhan diri sendiri sambil tetap menunjukkan hormat kepada orang
lain (Adams dan Lenz, 1995: 28). Stein dan Book (2004: 90)
mendefinisikan keterampilan asertif sebagai “kemampuan untuk
berkomunikasi dengan jelas, spesifik, dan tidak taksa (multi tafsir)
artinya harus pasti, sambil sekaligus tetap peka terhadap kebutuhan
orang lain dan reaksi mereka dalam peristiwa tertentu”. Asertif
memiliki tiga komponen dasar, yaitu kemampuan mengungkapkan
perasaan, cinta, kemampuan mengungkapkan keyakinan dan
pemikiran yang kuat (mampu menyuarakan pendapat, menyatakan
ketidaksetujuan dan bersikap tegas), dan kemampuan untuk
mempertahankan hak-hak atau kebebasan pribadi (tidak membiarkan
orang lain mengganggu dan memanfaatkan dirinya).
Perilaku asertif adalah perilaku antar pribadi (interpersonal
behaviour) yang melibatkan aspek kejujuran, keterbukaan pikiran dan
perasaan. Perilaku asertif ini ditandai dengan adanya kesesuaian sosial
dan orang yang mampu berperilaku asertif akan mempertimbangkan
perasaan dan kesejahteraan orang lain. Selain itu, kemampuan dalam
perilaku asertif menunjukkan adanya kemampuan untuk
menyelesaikan diri dalam hubungan antar pribadi. Perilaku asertif
merupakan akibat adanya kebebasan emosional, yang meliputi
pengetahuan akan hak-hak dan kemudian memperjuangkannya tanpa
10
Alberti dan Emmons (2002: 6) mengatakan bahwa perilaku yang
asertif mempromosikan kesetaraan dalam hubungan manusia, yang
memungkinkan kita untuk bertindak menurut kepentingan kita sendiri,
untuk membela diri sendiri tanpa kecemasan yang tidak semestinya,
untuk mengekspresikan perasaan dengan jujur dan nyaman, untuk
menerapkan hak-hak pribadi kita tanpa menyangkali hak-hak orang
lain. Perilaku asertif merupakan kemampuan seseorang untuk dapat
menyampaikan atau merasa bebas untuk mengemukakan perasaan dan
pendapatnya, serta dapat berkomunikasi dengan semua orang.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa perilaku
asertif adalah perilaku mengungkapkan diri dengan mengembangkan
kesetaraan dalam hubungan antar manusia, yang memungkinkan kita
untuk bertindak menurut kepentingan sendiri, untuk mengungkapkan
pikiran dan perasaan dengan jujur, untuk mempertahankan hak-hak
pribadi kita dengan tetap menghargai hak-hak orang lain.
Ada tiga jenis perilaku (respon) yang muncul dalam menghadapi
masalah atau situasi yang menimbulkan kesulitan. Ketiga jenis
perilaku yang dimaksudkan adalah agresif, asertif, dan non-asertif.
Berikut ini akan dijelaskan pengertian perilaku non-asertif dan
perilaku agresif.
Adams dan Lenz (1995: 25) menyatakan perilaku non asertif
adalah perilaku yang tidak menyatakan perasaan, pikiran, kebutuhan,
keinginan, dan pendapat sendiri. Orang yang pasif (non-asertif)
menyangkal diri dengan tidak menunjukkan perasaannya kepada
orang lain. Dia memendam perasaannya demi menghindari konflik.
Orang pasif cenderung tidak berani mengambil inisiatif sendiri untuk
memenuhi kebutuhannya. Dia lebih sering menangguhkan
kebutuhannya demi memenuhi kebutuhan orang lain. Oleh sebab itu,
orang lain sering mengambil keuntungan darinya seperti dengan
membuat keputusan, meremehkan masukan-masukannya atau
memberinya lebih pekerjaan. Dalam keadaan demikian, dia merasa
disakiti dan merasa cemas, benci, dan frustasi. Dia cepat menyerah,
putus asa, dan mengalah pada pendapat orang lain, dan dengan
demikian tujuannya jarang tercapai. Akibatnya dia cenderung kalah
dan tidak bahagia.
Menurut Adams dan Lenz (1995: 27) perilaku agresif merupakan
antonim dari perilaku pasif. Perilaku agresif berarti perilaku
memenuhi kebutuhan sendiri tetapi mengorbankan orang lain,
bersikap tidak peka (acuh) atau berlawanan dengan perasaan, ide, dan
kebutuhan orang lain. Orang agresif terbuka menyatakan perasaan,
pendapat, dan kebutuhannya, tetapi dengan cara menghina,
mengabaikan dan menyakiti orang lain. Dia tidak menghormati
pandangan orang lain dan juga tidak peduli pada kebutuhan dan
perasaan orang lain. Dia memaksakan pendapat atau keinginan supaya
12
Perilaku asertif dapat diungkapkan secara verbal melalui empat
jenis I-messages (Adams dan Lenz, 1995: 36), yaitu :
a. I-messages deklaratif
I-messages deklaratif adalah pengungkapan diri yang
berkaitan dengan keyakinan, ide, kesukaan, sikap, minat, reaksi,
perasaan, dan tujuan. Mitra komunikasi lebih memahami
pengirim, mengetahui apa yang dialami, mengetahui bagaimana
rasanya menjadi orang seperti pengirim, dan bisa lebih jujur
berhubungan dengan pengirim. I-messages yang deklaratif juga
mengundang dan mendorong mitra komunikasi untuk membagi
pengalaman sehingga dapatlah terbina hubungan yang lebih
bermakna. Contoh : “Saya tidak suka ketidakjujuran”.
b. I-messages responsif
I-messages responsif merupakan kecakapan berkomunikasi
untuk menanggapi permohonan dari orang lain (mitra
komunikasi) yang tidak dapat dipenuhi atau permintaan yang
dapat diterima, atau merupakan pernyataan yang dengan jelas
mengkomunikasikan “tidak” atau “ya”. Contoh : “Maaf, saya
tidak bisa memenuhi harapanmu”.
Ada dua bagian dari I-messages responsif yang
mengkomunikasikan “tidak”, yaitu : (1) pengungkapan apa
adanya mengenai diri sendiri (menegaskan apa yang diinginkan).
Bagian ini dengan jelas menyatakan keputusan untuk menolak
permintaan (dengan cermat mengkomunikasikan keputusan atau
pilihan secara sadar). (2) menjelaskan alasan terhadap permintaan
yang tidak dapat diterima. Bagian ini mengungkapkan mengapa
memilih mengatakan “tidak” (mengapa permintaan tidak dapat
diterima). Sebenarnya tidak selalu perlu menjelaskan alasan untuk
menolak permintaan, tetapi dengan mengemukakan alasan mitra
komunikasi tidak mendapat kesan bahwa pengirim kasar atau
agresif, dan memahami bahwa pengirim dengan sadar memilih
kebutuhan lain yang sah.
c. I-messages preventif
I-messages preventif merupakan pengungkapan diri yang
menyebabkan mitra komunikasi tahu lebih awal tentang apa yang
diinginkan dan dibutuhkan, sehingga dapat mencegah timbulnya
konflik dan salah paham. I-messages preventif terdiri dari dua
bagian, yaitu (1) pengungkapan atau penjelasan kebutuhan; (2)
pengungkapan alasan kebutuhan yang bersangkutan. Contoh :
“Saya tidak ingin suasana yang ramai waktu belajar.”
d. I-messages konfrontatif
I-messages konfrontatif merupakan pengungkapan diri yang
mendeskripsikan perasaan negatif yang dialami sesudah
menghadapi tingkah laku orang lain, dan akibat dari tingkah laku
orang lain itu terhadap diri kita. Contoh : “Saya tidak suka
14
Ada tiga unsur penting yang terdapat dalam I-messages
konfrontatif, yaitu :
1) Mengekspresikan perasaan negatif secara jujur, spesifik,
jelas, dan apa adanya. Hal ini memberikan kesempatan
kepada orang lain untuk memahami keadaannya. Dengan
demikian, diberi kesempatan untuk mengubah perilaku yang
tidak dapat diterimanya.
2) Memaparkan perilaku yang tidak diterimanya. Dengan kata
lain mendeskripsikan perilaku orang lain yang tidak dapat
diterimanya, dan yang mengganggunya tanpa menuduh.
3) Menjelaskan bagaimana perilaku tersebut mempengaruhi
dirinya. Hal ini merupakan pernyataan jujur mengenai akibat
perilaku orang lain terhadap diri sendiri.
2. Aspek-aspek dalam perilaku asertif
Alberti dan Emmons (2002: 42) mengemukakan aspek-aspek yang
terdapat dalam perilaku asertif, yaitu:
a. Mengembangkan kesetaraan dalam hubungan antar manusia.
Orang yang asertif adalah orang yang mampu menempatkan diri
dan orang lain secara setara, sehingga mau menerima kekurangan
orang lain dan mengakui kelebihan orang lain. Orang yang asertif
dapat menerima kekurangan yang ada dalam dirinya serta mau
mengakui kelebihan yang dimilikinya.
b. Bertindak menurut kepentingan sendiri
Orang yang asertif adalah orang yang mempunyai kemampuan
untuk membuat keputusan bagi dirinya. Ia juga mampu
berinisiatif untuk memulai pembicaraan dengan orang lain dengan
ikut berpartisipasi dalam beberapa kegiatan dan mengorganisir
kegiatannya. Ia mampu menetapkan tujuan bagi dirinya dan
berusaha untuk mencapainya. Ia juga berpartisipasi dalam
pergaulan di lingkungan sekitarnya dan berani untuk meminta
bantuan dari orang lain.
c. Mengungkapkan pikiran dengan jujur
Orang yang asertif berani mengutarakan pendapatnya dengan
jelas dan tepat. Orang yang asertif dapat mengungkapkan seluruh
isi pikiran dan keyakinan kepada orang lain dengan spontan dan
apa adanya, serta berani untuk mempertahankan pendapatnya.
d. Mengungkapkan perasaan secara jujur
Orang yang asertif mampu mengekspresikan perasaan-perasaan
mereka secara terbuka tanpa rasa cemas atau bersalah, baik
perasaan positif maupun perasaan negatif.
e. Mempertahankan hak-hak pribadi
Orang yang asertif berani mengatakan “tidak” untuk hal-hal yang
merugikan atau tidak sesuai dengan keinginannya. Ia juga
bersedia menerima kritik atau pendapat dari orang lain dan
16
f.Menghargai hak-hak orang lain
Orang yang asertif berusaha berperilaku yang menyenangkan bagi
orang lain, dengan menghormati perasaan mereka dan
menghargai pendapatnya, serta bersedia memberikan bantuan
kepada orang lain.
3. Hambatan dalam mewujudkan perilaku asertif
Hambatan untuk mewujudkan perilaku asertif terutama datang dari
diri sendiri. Aaron Beck (Alberti dan Emmons, 2002: 97-98)
menjabarkan bahwa beberapa pola pikir yang menghambat seseorang
berperilaku asertif, yaitu :
a. Kecenderungan untuk berpikir kurang baik terhadap diri sendiri
(konsep diri yang negatif)
Orang yang selalu menilai dirinya negatif, tidak mampu
mengatakan sesuatu yang benar, karena merasa dirinya tidak
layak yang membuatnya sulit berperilaku asertif. Bila melihat
ketidakadilan di sekitarnya, dia tetap diam saja karena merasa
dirinya tidak pantas.
b. Kecenderungan untuk membesar-besarkan masalah.
Masalah yang sebenarnya terjadi itu bisa tidak sebesar dan
separah apa yang diutarakan orang lain. Kadang-kadang orang
membesar-besarkan masalah hanya karena ingin dikasihani oleh
orang lain atau ingin mendapat pembelaan dari orang lain. Orang
yang demikian sulit berperilaku asertif.
c. Keyakinan bahwa hidup ini kalau tidak begini, pasti begitu.
Ide tentang baik-buruk, hitam-putih, ya-tidak, akan membatasi
pilihan, padahal dalam kenyataannya masih ada sejumlah
alternatif yang lain. Keyakinan yang demikian menghambat
seseorang berperilaku asertif.
d. Pandangan terhadap diri sendiri yang tidak berdaya dan rapuh.
Orang yang mudah putus asa dalam menjalani hidup, tidak akan
melakukan apa-apa dan diam saja serta pasrah tanpa berusaha
karena ia merasa sudah tidak berdaya dan rapuh. Hal inilah yang
menghambat mereka untuk berperilaku asertif.
Alberti dan Emmons (2002: 7) menjabarkan hambatan yang
umumnya dihadapi dalam mewujudkan perilaku asertif, yaitu :
a. Banyak orang tidak percaya bahwa mereka memiliki hak untuk
bersikap asertif.
b. Banyak orang sangat cemas atau takut untuk bersikap asertif.
c. Banyak orang kurang terampil dalam mengekspesikan diri
(mengungkapkan perasaan atau pikiran dalam perilaku) secara
18
4. Manfaat perilaku asertif
Berikut ini akan diuraikan manfaat seseorang berperilaku asertif
menurut Adams dan Lenz (1995: 29-33) :
a. Memahami diri sendiri
Perilaku asertif dapat membantu individu untuk menyampaikan
ide kepada orang lain. Ia akan mengenali dirinya dengan cara
bertindak lebih nyata sesuai dengan apa yang dirasakannya dan
mampu mengungkapkan kebutuhannya pada orang lain, sehingga
memiliki banyak kesempatan untuk mengembangkan dirinya.
b. Hidup dalam kekinian
Melalui perilaku asertif, individu dapat terbantu untuk memenuhi
kebutuhannya saat ini. Ia yang berperilaku asertif tidak
terbelenggu masa lalu dan masa yang akan datang. Ia senantiasa
berjuang untuk mengungkapkan pikiran, perasaan, dan
kebutuhannya yang mengganggu.
c. Kebutuhan pokok dapat terpenuhi
Apabila orang lain mengetahui kebutuhan dan keinginan kita, ia
bersedia bekerja sama dengan kita, serta membantu memenuhi
kebutuhan kita. Perilaku asertif memungkinkannya memenuhi
kebutuhan-kebutuhan pokok pada saat bantuan dan kerja sama
dari orang lain diperlukan.
d. Menjadi pribadi yang lebih menarik
Perilaku asertif akan membantu individu dalam memahami
dirinya, sehingga ia merasa lebih percaya diri dalam
menunjukkan kemampuannya. Ia akan lebih berani menampilkan
diri apa adanya sehingga tidak perlu berpura-pura untuk
menampilkan diri agar terlihat menarik.
e. Harga diri bertambah
Perilaku asertif dapat membantu individu untuk berani bersikap
jujur dan terbuka kepada orang lain, khususnya tentang ide dan
pokok persoalan yang penting bagi dirinya. Semakin tinggi
kemampuan berperilaku asertif, harga diri dan kepercayaan diri
individu akan terus bertambah.
f. Mendorong orang lain untuk berperilaku asertif
Kesediaan individu untuk berperilaku asertif akan membuka jalan
bagi orang lain untuk ikut berperilaku asertif. Hal ini dapat
mencegah timbulnya kesalahpahaman. Semakin terbuka dan
semakin mengenali dirinya, individu tersebut akan lebih
bertanggung jawab atas hidup dan pemenuhan kebutuhannya
yang penting.
g. Mencegah terjadinya keretakan hubungan
Perilaku asertif membantu individu untuk terbuka pada perasaan
dan keinginannya sehingga mampu untuk mengungkapkannya
20
Menurut Stein dan Book (2004: 99) ada beberapa manfaat perilaku
asertif, yaitu :
a. Perilaku asertif dapat membuka kemungkinan baru dan bisa
membuat individu memiliki banyak teman serta dapat
mempengaruhi orang lain untuk berperilaku asertif, sehingga
mereka mampu membina hubungan yang lebih akrab dan jujur.
b. Saat kita berperilaku asertif, orang lain akan merasa dihargai dan
diterima, bukan diremehkan.
c. Berperilaku asertif juga mengajarkan kita untuk dapat belajar
memikirkan orang lain dan reaksi mereka.
5. Cara-cara untuk meningkatkan perilaku asertif
Asertif dapat memampukan kita untuk membangun hubungan
yang lebih baik dengan orang lain. Alberti dan Emmons (2002:
123-129) menjelaskan cara-cara yang perlu ditempuh untuk meningkatkan
perilaku asertif, yaitu :
a. Mengamati perilaku sendiri.
Artinya, memeriksa diri dengan jujur apakah sudah merasa puas
dalam berhubungan antar pribadi dengan orang lain, apakah
dalam menanggapi orang lain sudah asertif atau belum ?
b. Menetapkan tujuan yang realistis bagi diri sendiri.
Artinya, menilai diri sendiri dengan cara menentukan target
khusus bagi perkembangan perilaku asertifnya. Target khusus
yang dimaksudkan adalah menentukan hal apa dan dengan siapa
ingin lebih asertif.
c. Memusatkan perhatian pada situasi tertentu.
Artinya, pertama, mengingat dengan jelas rincian peristiwa yang
sesungguhnya. Kedua, menggunakan informasi aktual dan jika
perlu dijelaskan waktu, tempat, dan tindakan secara spesifik.
Ketiga, mengakui perasaan yang muncul pada pada orang yang
bersangkutan. Keempat, mengungkapkan pendapat dan reaksi
dengan jelas dan tulus, serta memakai bahasa yang dapat
dipahami oleh lawan bicara.
d. Mengamati model (teladan) yang efektif.
Artinya, mengamati orang yang menangani situasi yang sama
dengan baik, khususnya gaya atau cara yang dipakai oleh model
yang bersangkutan karena yang terpenting bukan apa yang
dikatakan tetapi bagaimana cara mengatakannya.
e. Membayangkan diri sedang menangani situasi secara asertif.
Artinya, mencoba menenangkan diri apabila mulai cemas dan
mengganti pikiran negatif dengan pikiran yang positif. Hal ini
dapat diwujudkan dengan mengucapkan kalimat-kalimat positif
atau menampilkan reaksi yang positif pada setiap situasi.
f. Meminta bantuan apabila membutuhkannya.
Artinya, apabila merasa tidak sanggup menangani situasi secara
22
g. Mencoba.
Artinya, berani bermain peran untuk mempraktekkan penanganan
masalah secara asertif kepada teman dan rekan latihan. Dengan
demikian, berperilaku asertif akan menjadi kebiasaan.
h. Meminta umpan balik dari orang lain.
Dengan memperoleh umpan balik yang konstruktif (membangun),
kita dapat menyadari mana yang sudah baik dan mana yang harus
diperbaiki.
i. Menguji diri sendiri dengan tes “dunia nyata”.
Artinya, mulai bergerak dari niat ke tindakan, mempraktekkan
perilaku asertif dalam setiap situasi yang dihadapi, dan yang
paling penting adalah langsung berlatih berperilaku asertif.
j. Mau dan berusaha memperoleh umpan balik dari orang lain, atau
menggunakan rekaman kaset.
B. Bimbingan Klasikal
1. Pengertian bimbingan
Bimbingan di sekolah adalah bantuan yang diberikan kepada
perorangan atau kelompok dalam rangka menemukan pribadi,
mengenal lingkungan, dan merencanakan masa depan. Menurut Jones,
dkk (Prayitno, 1997: 95) bimbingan adalah bantuan yang diberikan
kepada individu dalam membuat pilihan-pilihan dan
penyesuaian-penyesuaian yang bijaksana. Bantuan itu berdasarkan atas prinsip
demokrasi yang merupakan tugas dan hak setiap individu untuk
memilih jalan hidupnya sendiri sejauh tidak mencampuri hak orang
lain. Kemampuan membuat pilihan seperti itu tidak diturunkan
(diwarisi), tetapi dikembangkan.
Bimbingan di sekolah merupakan usaha bersama antara guru
pembimbing atau konselor dengan siswa. Konselor membantu siswa
untuk mengenal, memahami, menerima dirinya dan mengembangkan
keterampilan yang dibutuhkan agar mampu menyesuaikan diri dan
melihat dirinya, mampu mengambil keputusan sendiri dalam berbagai
hal sehingga dapat mengarahkan dan mengaktualisasikan dirinya
sendiri.
2. Pengertian bimbingan klasikal
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1989: 445), kata klasikal
memiliki arti secara bersama-sama di dalam kelas. Bimbingan klasikal
adalah kegiatan bimbingan yang dilakukan oleh pembimbing dan
melibatkan peserta didik yang tergabung dalam suatu kelompok kelas
yang bertujuan untuk membantu perkembangan peserta didik secara
optimal.
Pada dasarnya bimbingan klasikal merupakan bentuk dan sarana
pelayanan bimbingan yang diberikan konselor di dalam kelas dengan
24
perkembangan optimal masing-masing siswa, yang diharapkan dapat
mengambil manfaat dari pengalaman pendidikan bagi dirinya sendiri.
3. Bidang-bidang bimbingan klasikal
Pelayanan bimbingan klasikal yang diberikan kepada siswa
meliputi berbagai bidang bimbingan, yaitu :
a. Bidang bimbingan pribadi
Pelayanan bidang bimbingan pribadi bertujuan membantu siswa
untuk dapat mengenal, memahami, dan mengembangkan dirinya
sendiri menjadi orang yang lebih baik dari sebelumnya dan
memiliki pribadi yang teguh dan beriman serta bertakwa terhadap
Tuhan Yang Maha Esa, mantap dan mandiri serta sehat jasmani
dan rohani.
b. Bidang bimbingan sosial
Pelayanan bimbingan di bidang ini bertujuan membantu siswa
untuk dapat berkomunikasi yang baik dengan orang lain, hidup
bersosialisasi terhadap lingkungan sekitar dengan mengikuti etika
pergaulan sosial yang berdasarkan budi pekerti luhur.
c. Bidang bimbingan belajar
Pelayanan bimbingan di bidang ini bertujuan membantu siswa
untuk dapat melakukan kegiatan dan kebiasaan belajar yang baik,
dan menjadi lebih percaya diri dalam menghadapi ujian dengan
baik sehingga dapat mengembangkan diri untuk mempersiapkan
masa depan.
d. Bidang bimbingan karir
Pelayanan bimbingan di bidang ini bertujuan membantu siswa
untuk dapat mengenal berbagai macam sekolah lanjutan dan
pekerjaan dalam rangka mengembangkan karir di masa depan.
4. Tujuan bimbingan klasikal
Pelayanan bimbingan klasikal bertujuan membantu siswa supaya
berkembang seutuhnya dan semaksimal mungkin. Tujuan bimbingan
klasikal menurut Yusuf dan Nurihsan (2010: 13), yaitu :
a. Membantu siswa untuk mengenal dan memahami potensi,
kekuatan, dan tugas-tugas perkembangannya
b. Membantu siswa untuk mengenal dan memahami potensi atau
peluang yang ada di lingkungannya
c. Siswa dapat mengenal dan menentukan tujuan dan rencana
hidupnya, serta mengetahui rencana untuk mencapai tujuan
tersebut
d. Siswa mampu memahami dan mengatasi kesulitannya sendiri
e. Siswa dapat menggunakan kemampuannya untuk kepentingannya
sendiri, kepentingan lembaga sekolahnya dan masyarakat
f. Siswa dapat menyesuaikan diri dengan keadaan dan tuntutan
26
g. Siswa mampu mengembangkan segala potensi dan kekuatan yang
dimilikinya secara tepat dan teratur dengan optimal
C. Peran BK dalam Pengembangan Perilaku Asertif Siswi
Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 1990 menyebutkan bahwa
bimbingan merupakan bantuan yang diberikan kepada siswa dalam rangka
upaya menemukan pribadi, mengenal lingkungan, dan merencanakan masa
depan (Prayitno, 1997: 30). Bimbingan membantu siswa mengenal
kekuatan dan kelemahannya, agar menerima diri secara positif dan
dinamis sebagai modal pengembangan diri lebih lanjut. Bimbingan juga
membantu siswa merencanakan masa depan agar mampu
mempertimbangkan dan mengambil keputusan untuk masa depannya, baik
pada bidang pendidikan, karir, budaya maupun masyarakat.
Para siswa yang tergolong masa remaja perlu mendapatkan
pendampingan dalam mengembangkan perilaku asertif. Para siswa yang
belum memiliki kesempatan mengembangkan diri dan menyesuaikan diri
dengan tugas perkembangannya akan kehilangan kesempatan untuk dapat
mengembangkan perilaku asertifnya. Hal-hal yang dapat dilakukan oleh
guru pembimbing untuk membantu siswa mengembangkan perilaku
asertifnya yaitu :
1. Guru pembimbing perlu memberikan pengarahan untuk siswa supaya
dapat mengendalikan hidupnya sendiri sehingga mereka tetap dapat
memenuhi kebutuhannya sambil tetap menghargai kebutuhan orang
lain juga, karena hal ini dapat mencegah munculnya sejumlah problem
dan konflik melalui pengungkapan diri mereka.
2. Saat siswa berkonfrontasi dengan orang lain secara efektif dan sensitif
jika perilaku orang lain tersebut mengganggu pemenuhan
kebetuhannya, berarti guru pembimbing telah memberikan
kesempatan pada siswa tersebut supaya siswa dapat menghadapi
kecemasannya untuk bersikap lebih terbuka dan langsung, sehingga
siswa dapat menyelesaikan konfliknya tanpa merusak hubungan.
3. Dengan mengembangkan perilaku asertifnya, guru pembimbing ikut
terlibat dalam perkembangan siswa supaya mereka mampu
menyelesaikan konflik-konflik yang berharga secara efektif.
4. Guru pembimbing mendengarkan dengan selektif / baik bila siswa
mempunyai masalah dengan orang lain dan bersama dengan siswa
dapat menetapkan tujuan serta membuat rencana-rencana untuk
mencapainya. Dengan demikian, siswa juga belajar untuk melakukan
28
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini berisi uraian mengenai (1) Jenis Penelitian, (2) Subjek Penelitian, (3)
Instrumen Pengumpulan Data, (4) Uji Alat Ukur, (5) Prosedur Pengumpulan Data,
dan (6) Teknik Analisis Data.
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian di bidang pendidikan, khususnya
bidang bimbingan dan konseling di sekolah. Penelitian ini termasuk
penelitian deskriptif dengan metode survei. Menurut Furchan (2004:447),
penelitian deskriptif dirancang untuk memperoleh informasi tentang status
gejala pada saat penelitian dilakukan. Peneliti menggunakan penelitian
deskriptif karena peneliti ingin memperoleh gambaran mengenai tingkat
perilaku asertif siswi kelas X SMA Santa Maria Yogyakarta tahun ajaran
2011 / 2012.
B. Subjek Penelitian
Penelitian ini termasuk penelitian populasi karena semua anggota
populasi menjadi subyek penelitian. Populasi penelitian ini adalah siswi
kelas X SMA Santa Maria Yogyakarta tahun ajaran 2011/2012. Peneliti
memilih SMA Santa Maria Yogyakarta sebagai subyek penelitian karena;
1) SMA Santa Maria Yogyakarta memiliki guru pembimbing; 2) Memiliki
28
jam Bimbingan dan Konseling masuk kelas; 3) Belum pernah ada yang
melakukan penelitian mengenai tingkat perilaku asertif; 4) Peneliti
mengadakan uji coba dengan tujuan agar petunjuk dan maksud pertanyaan
benar-benar dimengerti oleh siswi sehingga kuesioner tersebut benar-benar
mampu mengungkap apa yang hendak diungkap. Hasil penelitian ini dapat
menjadi masukan bagi guru BK untuk mendampingi siswi kelas X dalam
mengembangkan perilaku asertifnya.
Untuk subyek uji coba kuesioner, peneliti menggunakan dua kelas,
yaitu kelas XC dan XD. Untuk penelitian sesungguhnya diambil semua
kelas, yaitu kelas XA, XB, XC, XD, dan XE. Kelas XC dan XD (subyek
uji coba) digunakan juga karena jawabannya tidak akan mempengaruhi
kelas lain dan pengalaman dalam mengikuti uji coba dapat mempermudah
siswi dalam memahami arti butir-butir kuesioner. Rincian subjek
penelitian disajikan dalam Tabel 1.
Tabel 1
Subjek Penelitian Siswi Kelas X SMA Santa Maria Yogyakarta
Kelas Jumlah
X A 21
X B 23
X C 24
X D 21
X E 23
30
C. Instrumen Pengumpulan Data
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa kuesioner, yang
disusun sendiri oleh peneliti atas arahan dosen pembimbing dan ahli
(expert judgement). Peneliti terlebih dahulu membuat kisi-kisi dengan
menentukan aspek, indikator dari perilaku asertif. Kemudian peneliti
membuat sejumlah item pernyataan berdasarkan masing-masing indikator
setiap aspek. Berikut ini penjelasan beberapa hal yang berkaitan dengan
kuesioner :
1. Kuesioner tingkat perilaku asertif
Kuesioner ini memuat 106 butir pernyataan yang mengungkapkan
tingkat perilaku asertif siswi. Dipandang dari cara menjawab,
kuesioner ini bersifat tertutup, artinya alternatif jawaban sudah
disediakan sehingga siswi tinggal memilih alternatif jawaban yang
sesuai. Sedangkan dipandang dari bentuknya, kuesioner ini
merupakan skala bertingkat, yaitu sebuah pernyataan lalu diikuti
kolom yang menunjukkan tingkatan (Arikunto, 2002: 129).
2. Skala pengukuran dan penentuan skor
a. Skala pengukuran
Butir-butir kuesioner ini memiliki 4 alternatif jawaban, yaitu
Sangat Sering, Sering, Kadang-kadang, dan Jarang. Alternatif
jawaban dibuat hanya empat dengan maksud untuk
menghilangkan kelemahan yang ada dalam skala lima tingkat,
yaitu alternatif yang ditengah (alternatif ketiga) mempunyai arti
ganda, dengan pengertian belum dapat memutuskan, atau netral,
atau ragu-ragu. Tersedia jawaban yang di tengah (netral) juga
menimbulkan kecenderungan responden memilihnya (central
tendency effect), terutama bagi mereka yang ragu-ragu atas
kecenderungan jawabannya.
Aspek-aspek dalam kuesioner yang dibuat peneliti, didasarkan
pada aspek perilaku asertif menurut Alberti dan Emmons (2002:
42). Rekapitulasi aspek, indikator, dan nomor pernyataan
kuesioner tingkat perilaku asertif disajikan dalam Tabel 2.
Tabel 2
Kisi-kisi Kuesioner Perilaku Asertif (Uji Coba)
No Aspek Indikator Pernyataan
Positif
Pernyataan
Negatif Jumlah
1 Mengembangkan
kesetaraan dalam
hubungan antar
manusia
a. Menempatkan diri
sendiri dan orang
lain adalah setara
b. Mau menerima
kekurangan orang
lain
c. Mau mengakui
kelebihan orang
lain
d. Dapat menerima
kekurangan diri
sendiri
1,45,67
24,46,68
3,47,69
26,70,86,95
23
2
25
4,48
32
e. Mengakui
kelebihan diri
sendiri
5,49,71 27
2 Bertindak
menurut
kepentingan
sendiri
a. Mampu membuat
keputusan bagi
dirinya sendiri
b. Berinisiatif untuk
mengawali
pembicaraan
c. Berpartisipasi
dalam beberapa
kegiatan
d. Menetapkan
tujuan
e. Berusaha untuk
meraih tujuan
tersebut
f. Berpartisipasi
dalam pergaulan
sehari-hari
g. Berani meminta
bantuan dari orang
lain
28,87,96,100
7,51,73,101,
104,106
30,52,74
9,75,89
32,54,76
11,33,55,77
34,78,
6,50,72
29,88,97
8
31,53
10
-
12,56
37
3 Mengungkapkan
pikiran dengan
jujur
a. Berani untuk
berpendapat
b. Berani
mempertahankan
pendapatnya
13,57,90,102
36,80,91
35,79,98
14,58
12
4 Mengungkapkan
perasaan secara
a. Mengekspresikan
perasaan positif
15,37,59,81,92 - 13
jujur b. Mengekspresikan
perasaan negatif
dengan tepat
38,93,99,103,
105
16,60,82
5 Mempertahankan
hak-hak pribadi
a. Berani berkata
“tidak”
b. Mau menerima
kritik dari orang
lain
17,61
40,62,83
39
18
7
6 Menghargai
hak-hak orang lain
a. Berperilaku
menyenangkan
terhadap orang
lain
b. Menghormati
perasaan orang
lain
c. Menghargai
pendapat orang
lain
d. Bersedia
memberikan
bantuan kepada
orang lain
19,63
42,64
21,84,94
22,44,66,85
41
20
43,65
-
15
106
b. Penentuan skor
Skala tingkat perilaku asertif terdiri dari pernyataan positif
dan pernyataan negatif dengan empat alternatif jawaban, yaitu :
Sangat Sering, Sering, Kadang-kadang, dan Jarang. Pemberian
34
untuk item favorable, sedangkan untuk item unfavorable
pemberian skor dimulai dari angka 1 sampai 4.
D. Uji Alat Ukur
1. Uji validitas isi
Validitas isi adalah suatu validitias yang menunjukkan sampai
dimana isi suatu tes atau alat pengukur mencerminkan hal-hal yang
mau diukur atau diteskan (Masidjo, 1995: 243). Untuk itu diperlukan
pemeriksaan kembali terhadap hal-hal atau bahan-bahan yang diteskan
atau telah diajarkan.
Validitas isi skala ini telah mendapat penilaian ahli (expert
judgement) yaitu Drs. R. H. Dj. Sinurat, M.A. Dosen pembimbing
memberikan penilaian berkaitan dengan kesesuaian antara aspek
penelitian, indikator, dan pernyataan penelitian. Selain itu dosen juga
memberikan beberapa perbaikan berkaitan dengan kalimat pernyataan
dari 106 item skala tingkat perilaku asertif yang telah disusun oleh
peneliti.
2. Uji validitas instrumen
“Yang dimaksud dengan validitas suatu tes adalah taraf sampai
dimana suatu tes mengukur apa yang seharusnya diukur” (Masidjo,
1995: 242). Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan
tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen (Arikunto, 1998:
160).
Untuk menghitung validitas ini digunakan teknik korelasi Product
Moment dari Pearson (Masidjo, 1995: 246) dengan rumus sebagai
berikut :
rxy =
2 2
2 2
Y Y
N X X
N
Y X XY
N
Keterangan :
rxy : koefisien korelasi ganjil dan genap
X : skor item ganjil
Y : skor item genap
N : jumlah subjek
Proses penghitungan taraf validitas dilakukan dengan cara
memberi skor pada setiap item dan mentabulasikan ke dalam data uji
coba. Selanjutnya dilakukan penghitungan dengan menggunakan
komputer program SPSS for Windows 12.0. Asumsi yang dipakai
adalah korelasi yang tinggi menunjukkan kesesuaian antara butir
angket dengan fungsi keseluruhan angket (Furchan, 2004: 283).
Menurut Masidjo (1995: 243) taraf validitas empiris suatu tes
dinyatakan dalam suatu koefisien yang disebut koefisien validitas (rxy)
Atas dasar taraf signifikan 5% untuk N 44 diperoleh r tabel sebesar
0,297, maka bila koefisien validitas sama dengan atau di atas r tabel
36
apabila koefisien validitas di bawah r tabel (0,297) maka butir
pernyataan tersebut dikatakan tidak valid / gugur. Rinciannya
disajikan dalam Tabel 3.
Tabel 3
Rincian Item Valid dan Gugur dalam Uji Coba Penelitian
No Aspek Item Valid Item Gugur
1 Mengembangkan kesetaraan
dalam hubungan antar
manusia
1,45,67,23,24,46,2,3,
47,70,86,95,4,5,71
68,25,69,26,48,27,
49
2 Bertindak menurut
kepentingan sendiri
28,96,100,6,72,7,29,
101,104,106,30,9,31,
89,32,76,10,33,77,
78,12,56
87,50,88,51,73,97,
8,52,74,75,53,54,
11,55,34
3 Mengungkapkan pikiran
dengan jujur
13,90,102,79,98,36,
80,14
57,35,58,91
4 Mengungkapkan perasaan
secara jujur
15,37,59,92,38,103,
60,82
81,93,99,105,16
5 Mempertahankan hak-hak
pribadi
17,40,18,62,83 61,39
6 Menghargai hak-hak orang
lain
19,63,42,64,20,21,84
,65,22,85
41,94,43,44,66
68 38
3. Uji reliabilitas instrumen
Masidjo (1995: 209) mengatakan bahwa reliabilitas suatu tes
adalah taraf sampai dimana suatu tes mampu menunjukkan konsistensi
hasil pengukurannya yang diperlihatkan dalam taraf ketepatan dan
ketelitian hasil. Suatu tes yang reliable akan menunjukkan ketepatan
dan ketelitian hasil. Koefisien reliabilitas dinyatakan dalam suatu
bilangan koefisien antara -1,00 sampai dengan 1,00 untuk
memberikan arti terhadap koefisien reliabilitas yang diperoleh.
klasifikasi koefisien disajikan dalam Tabel 4.
Tabel 4
Klasifikasi Koefisien Korelasi Reliabilitas dan Validitas Suatu Alat Tes
Koefisien Korelasi Kualifikasi
0,91 – 1,00 Sangat Tinggi
0,71 – 0,90 Tinggi
0,41 – 0,70 Cukup Tinggi
0,21 – 0,40 Rendah
negatif – 0,20 Sangat Rendah
Pengujian tingkat reliabilitas alat ukur ini ditempuh dengan
menggunakan metode belah dua (split-half method). Metode ini
digunakan untuk menguji reliabilitas suatu tes untuk satu kali
pengukuran pada sekelompok siswi. Metode belah dua yang dipakai
berdasarkan urutan item bernomor ganjil dan genap. Proses
penghitungan taraf reliabilitas alat ukur ini dilakukan dengan cara
memberi skor pada masing-masing item dan mentabulasikan skor-skor
tersebut. Selanjutnya, skor-skor yang bernomor ganjil dijadikan
belahan pertama (X) dan skor-skor yang bernomor genap dijadikan
38
Penghitungan reliabilitas uji coba sebagai berikut:
rXY=
2 2
2 2
Y Y
N X X
N
Y X XY
N
rxy = 44 x 1306072 – (7575 x 7548)
(44 x 1310187) – (7575)2(44 x 1303644) – (7548)2
= 57467186 – 57176100
5(7648228 – 57380625)(57360336 – 56972304)
= 291068
267603 x 388032
= 291068
103838527296
= 291068
322239,85
= 0,903
Selanjutnya koefisien korelasi tersebut dikoreksi dengan
menggunakan formula koreksi dari Spearmen-Brown, dengan rumus :
rtt = 2 x rgg
1 + rgg
Keterangan :
rtt = koefisien reliabilitas
rgg = koefisien korelasi item ganjil dan item genap
Hasil penghitungan reliabilitas alat ukur uji coba adalah sebagai
berikut :
rtt = 2 x 0,903
1 + 0,903
= 1,806
1,903
= 0,949
Dengan demikian taraf reliabilitas kuesioner uji coba tingkat
perilaku asertif siswi kelas X SMA Santa Maria Yogyakarta tahun
ajaran 2011/2012 termasuk kualifikasi sangat tinggi.
E. Prosedur Pengumpulan Data
1. Tahap persiapan
Pada tahap ini dilakukan berbagai persiapan, yaitu :
a. Peneliti menyusun instrumen penelitian
Hal-hal yang dilakukan dalam menyusun instrumen adalah :
1) Menentukan variabel
2) Menentukan aspek-aspek perilaku asertif
3) Menentukan indikator dari aspek perilaku asertif
4) Merumuskan indikator tersebut dalam butir-butir pernyataan
5) Mengkonsultasikan instrumen yang sudah disusun kepada
40
6) Peneliti menghubungi pihak sekolah yang hendak dipakai
untuk uji coba dan penelitian
b. Uji coba alat pengumpul data
Uji coba kuesioner bertujuan mengetahui tingkat validitas dan
reliabilitas instrumen, sehingga diperoleh kelayakan
penggunaannya sebagai alat yang benar-benar handal dan dapat
mengungkapkan hal yang ingin diteliti. Uji coba kuesioner
dilaksanakan pada hari Sabtu 13 Agustus 2011 di SMA Santa
Maria Yogyakarta. Jumlah responden 44 siswi, ada 1 siswi yang
tidak masuk sekolah pada saat uji coba penelitian dilakukan.
2. Tahap pelaksanaan
Sebelum melakukan pengumpulan data, peneliti menghubungi
pihak SMA Santa Maria Yogyakarta. Setelah ada ijin penelitian secara
informal, peneliti meminta surat ijin penelitian pada Sekretariat
Program Studi Bimbingan dan Konseling, Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta, lalu peneliti menghubungi pihak sekolah untuk
menyerahkan surat penelitian serta membuat kesepakatan jadwal
pengambilan data penelitian di SMA Santa Maria Yogyakarta.
Pengambilan data dilaksanakan selama 3 hari sesuai dengan jadwal
bimbingan masing-masing kelas yang hendak diteliti, dengan
perincian dalam Tabel 5.
Tabel 5
Jadwal Penelitian
Kelas Hari/Tanggal
X A Selasa/20 September 2011
X B Kamis/22 September 2011
X C Selasa/20 September 2011
X D Rabu/21 September 2011
X E Selasa/20 September 2011
Langkah-langkah pelaksanaan data :
a. Peneliti bersama guru BK mempersiapkan diri di ruang BK
sebelum waktu penelitian
b. Peneliti memperkenalkan diri dan memberikan penjelasan umum
tentang maksud dan tujuan diadakannya penelitian
c. Peneliti membagikan lembar kuesioner
d. Peneliti menjelaskan tentang petunjuk umum cara mengerjakan
dan mengisi kuesioner dan memberikan kesempatan pada siswi
untuk bertanya tentang hal-hal yang belum dimengerti
e. Selama pengisian kuesioner berlangsung, peneliti memberi
kesempatan kepada responden untuk menanyakan item-item
kuesioner yang belum dipahami
f. Peneliti memeriksa kembali kelengkapan lembar kuesioner
42
Proses pengumpulan data berjalan lancar. Para siswi mengisi
kuesioner dengan sungguh-sungguh. Setelah data terkumpul, peneliti
mengolah data tersebut.
F. Teknik Analisis Data
1. Tahap-tahap analisis data yang dilaksanakan dengan cara :
a. Menentukan skor dari setiap alternatif jawaban. Alternatif
jawaban untuk item positif yaitu : Sangat Sering diberi skor 4,
Sering diberi skor 3, Kadang-kadang diberi skor 2, dan Jarang
diberi skor 1. Alternatif jawaban untuk item negatif yaitu : Sangat
Sering diberi skor 1, Sering diberi skor 2, Kadang-kadang diberi
skor 3, dan Jarang diberi skor 4.
b. Menghitung jumlah skor dari masing-masing subjek
c. Membuat tabulasi data
d. Menghitung frekuensi berdasarkan skor untuk tiap item
e. Menghitung persentase berdasarkan frekuensi yang telah
diperoleh untuk setiap item
f. Menentukan penggolongan tingkat masing-masing aspek
perilaku asertif siswi kelas X SMA Santa Maria Yogyakarta tahun
ajaran 2011/2012 berdasarkan Penilaian Acuan Patokan tipe I.
Penilaian Acuan Patokan adalah suatu penilaian yang
memperbandingkan skor riil dengan skor yang seharusnya dicapai
oleh siswi (Masidjo, 1995: 151). Penggolongan pencapaian
tingkat perilaku asertif siswi kelas X SMA Santa Maria
Yogyakarta tahun ajaran 2011/2012 digolongkan menjadi lima,
yaitu sangat tinggi, tinggi, cukup, rendah, dan sangat rendah.
Penggolongan ini akan disajikan dalam Tabel 6.
Tabel 6
Kualifikasi Tingkat Perilaku Asertif
Patokan Kategori
90% - 100% Sangat Asertif
80% - 89% Asertif
65% - 79% Cukup Asertif
55% - 64% Kurang Asertif
di bawah 55% Sangat Kurang Asertif
2. Mengusulkan topik-topik bimbingan klasikal yang sesuai untuk
mengembangkan perilaku asertif siswi kelas X SMA Santa Maria
Yogyakarta tahun ajaran 2011/2012
Topik-topik bimbingan klasikal yang hendak diusulkan
berdasarkan pada hasil olah data penelitian tentang tingkat perilaku
asertif siswi kelas X SMA Santa Maria Yogyakarta tahun ajaran
2011/2012. Dari hasil olah data penelitian tersebut akan dibuat
topik-topik bimbingan klasikal berdasarkan item pernyataan yang sangat
44
BAB IV
PEMBAHASAN
Bab ini memuat pembahasan mengenai hasil penelitian dari siswi kelas X
SMA Santa Maria Yogyakarta tahun ajaran 2011/2012 terhadap perilaku
asertifnya, serta mengusulkan topik bimbingan klasikal yang ditujukan pada SMA
Santa Maria Yogyakarta untuk pengembangan perilaku asertif siswinya.
A. Tingkat Perilaku Asertif Siswi Kelas X SMA Santa Maria Yogyakarta
Tahun Ajaran 2011/2012
Untuk melihat tingkat perilaku asertif siswi kelas X SMA Santa Maria
Yogyakarta tahun ajaran 2011/2012 berdasarkan tingkatan subjek secara
keseluruhan maka dihitung dengan menggunakan Penilaian Acuan
Patokan. Penilaian Acuan Patokan (PAP) Tipe I digunakan untuk
memperbandingkan skor riil dengan skor yang seharusnya. Hasil
perhitungan tersebut disajikan dalam Tabel 7.
44
Tabel 7
Tingkat Perilaku Asertif Siswi Kelas X SMA Santa Maria Yogyakarta Tahun
Ajaran 2011/2012
Norma
Kategori Rentangan Skor Frekuensi % Perilaku Asertif
90 % - 100 % 266 – 296 1 0,9 % Sangat Asertif
80 % - 89 % 237 – 265 23 20,53 % Asertif
65 % - 79 % 192 – 236 74 66,07 % Cukup Asertif
55 % - 64 % 163 – 191 14 12,5 % Kurang Asertif
< 55 % < 163 0 0 Sangat Kurang Asertif
Tabel 7 menunjukkan bahwa :
1. Ada 1 siswi (0,9 %) yang berperilaku sangat asertif
2. Ada 23 siswi (20,53 %) yang berperilaku asertif
3. Ada 74 siswi (66,07 %) yang berperilaku cukup asertif
4. Ada 14 siswi (12,5 %) yang berperilaku kurang asertif
5. Tidak ada siswi yang perilaku asertifnya sangat kurang.
Tampak bahwa sebagian besar siswi kelas X SMA Santa Maria
Yogyakarta tahun ajaran 2011/2012 berperilaku cukup asertif. Perilaku
siswi yang cukup asertif dalam penelitian ini peneliti pandang masih
kurang ideal, seharusnya perilaku mereka sangat asertif atau asertif. Oleh
karena itu hal ini menegaskan alasan penelitian dilaksanakan, karena
dugaan awal peneliti bahwa siswi kelas X SMA Santa Maria Yogyakarta
46
mereka membutuhkan dukungan dan bimbingan untuk mengembangkan
dan meningkatkan perilaku asertif mereka.
B. Butir-butir Kuesioner yang Menunjukkan Perilaku Kurang Asertif
dan Sangat Kurang Asertif
Untuk membantu mengembangkan perilaku asertif siswi kelas X
SMA Santa Maria Yogyakarta tahun ajaran 2011/2012, peneliti akan
memberikan usulan topik-topik bimbingan klasikal berdasarkan butir
kuesioner yang menunjukkan perilaku kurang asertif dan sangat
kurang asertif pada siswi. Dalam pengolahan data ini peneliti
menggunakan penghitungan Penilaian Acuan Patokan (PAP) Tipe I
yang disajikan dalam Tabel 8.
Tabel 8
Item yang Menunjukkan Perilaku Kurang Asertif dan Perilaku Sangat
Kurang Asertif
Kategori Aspek No.
Item
Item Pernyataan %
Sangat
Rendah
Bertindak menurut
kepentingan sendiri
32 Saya membuat rencana kegiatan
sehari-hari
51,11%
Mengungkapkan
pikiran dengan jujur
44 Saya aktif berpendapat dalam
diskusi di kelas
52,90%
46 Saya berani mempertahankan 53,34%
pendapat saya yang benar
walaupun orang lain kurang
setuju
47 Saya berusaha mempertahankan
pendapat saya dalam rapat
dengan menjelaskan alasannya
54,91%
Mengungkapkan
perasaan secara jujur
52 Saya mudah menangis bila
sedang bersedih
37,72%
Mempertahankan
hak-hak pribadi
56 Saya berani menolak saat teman
meminta jawaban ketika ulangan
54,68%
Rendah Mengembangkan
kesetaraan dalam
hubungan antar
manusia
5 Saya dapat menerima kesalahan
yang dilakukan oleh orang lain
61,16%
16 Saya merasa yakin dapat
menyelesaikan tugas dengan
baik
61,16%
Bertindak menurut
kepentingan sendiri
23 Walaupun sedang bertengkar
dengan salah satu anggota
keluarga, saya tetap menegurnya
64,73%
26 Saya berinisiatif mengusulkan
kegiatan untuk mengisi liburan
sekolah
58,03%
30 Saya cenderung menunda-nunda
mengerjakan tugas
48
34 Saya menggunakan waktu
dengan baik untuk mencapai
cita-cita saya
61,83%
35 Saya mendiskusikan
kepengurusan kelas bersama
teman-teman.
60,49%
Mengungkapkan
pikiran dengan jujur
41 Saya berani memberikan saran
untuk kemajuan kelas
57,58%
43 Saya terbuka dalam
mengungkapkan pendapat saya
di depan orang lain
62,50%
Mengungkapkan
perasaan secara jujur
54 Saya mau mengatakan terus
terang pada orang lain kalau
saya sedang marah
64,50%
Mempertahankan
hak-hak pribadi
57 Saya mau menolak ajakan teman
untuk bermain apabila saya
sedang belajar
57,36%
∑ 17 item
C. Pembahasan
Hasil penelitian tingkat perilaku asertif yang dimiliki siswi kelas X
SMA Santa Maria Yogyakarta tahun ajaran 2011/2012 menunjukkan
bahwa :
1. Siswi yang berperilaku sangat asertif ada 1 orang (0,9 %)
2. Siswi yang berperilaku asertif ada 23 orang (20,53 %)
3. Siswi yang berperilaku cukup asertif ada 74 orang (66,07 %)
4. Siswi yang berperilaku kurang asertif ada 14 orang (12,5 %)
5. Tidak ada siswi yang berperilaku sangat kurang asertif dalam
penelitian ini.
Siswi diharapkan memiliki perilaku yang asertif. Mereka yang
memiliki perilaku asertif mampu mengembangkan kesetaraan dalam
hubungan antar manusia, bertindak menurut kepentingan sendiri,
mengungkapkan pikiran dengan jujur, mengungkapkan perasaan secara
jujur, mempertahankan hak-hak pribadi, dan menghargai hak-hak orang
lain. Perilaku asertif semacam ini dapat membantu siswi untuk menjalin
relasi yang baik di lingkungan baru.
Siswi yang memiliki perilaku kurang asertif cenderung belum mampu
sepenuhnya dalam mengembangkan kesetaraan hubungan antar manusia,
bertindak menurut kepentingan sendiri, mengungkapkan pikiran dengan
jujur, mengungkapkan perasaan secara jujur, mempertahankan hak-hak
pribadi, dan menghargai hak-hak orang lain. Oleh karena itu, perilaku
50
sejak awal sehingga dapat beradaptasi pada lingkungan yang baru.
Perilaku kurang asertif pada siswi disebabkan oleh beberapa hal, antara
lain kebudayaan siswi dari daerah yang berbeda, sikap orang tua siswi
yang pasif maupun agresif dalam mendidik mereka, serta kurangnya rasa
percaya diri siswi untuk berperilaku asertif.
Berikut ini akan dibahas item pernyataan yang menunjukkan perilaku
kurang asertif dan sangat kurang asertif pada siswi yang akan dijadikan
usulan topik bimbingan klasikal.
1. Item pernyataan yang menunjukkan perilaku sangat kurang
asertif
a. Aspek : bertindak menurut kepentingan sendiri
Ada satu item pernyataan pada aspek ini yang menunjukkan
perilaku siswi sangat kurang asertif, yaitu : saya membuat rencana
kegiatan sehari-hari (51,11%). Berikut ini akan dibahas mengenai
item tersebut.
Dalam hal ini siswi sangat kurang asertif dalam membuat
rencana kegiatan sehari-hari. Hal ini disebabkan beberapa faktor
antara lain, siswi belum dapat bertindak untuk kepentingannya
sendiri, siswi tidak berusaha untuk meraih tujuan yang telah
ditetapkannya, pengaruh negatif yang menimbulkan rasa malas
pada siswi untuk membuat rencana kegiatannya sehari-hari, siswi
sedang mengalami masalah pribadi, dan siswi belum terbiasa
dengan mengatur waktunya dengan kegiatan yang bermanfaat.