• Tidak ada hasil yang ditemukan

VALIDASI METODE KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS (KLT)- DENSITOMETRI PADA PENETAPAN KADAR NIKOTIN DALAM EKSTRAK ETANOLIK DAUN TEMBAKAU (Nicotiana tabacum L.) SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "VALIDASI METODE KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS (KLT)- DENSITOMETRI PADA PENETAPAN KADAR NIKOTIN DALAM EKSTRAK ETANOLIK DAUN TEMBAKAU (Nicotiana tabacum L.) SKRIPSI"

Copied!
94
0
0

Teks penuh

(1)

i

VALIDASI METODE KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS (KLT)-DENSITOMETRI PADA PENETAPAN KADAR NIKOTIN DALAM

EKSTRAK ETANOLIK DAUN TEMBAKAU ( L.)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)

Program Studi Farmasi

Oleh : Citra Dewi Ariani NIM : 088114115

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)

ii

Persetujuan Pembimbing

VALIDASI METODE KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS (KLT)-DENSITOMETRI PADA PENETAPAN KADAR NIKOTIN DALAM

EKSTRAK ETANOLIK DAUN TEMBAKAU ( L.)

Skripsi yang diajukan oleh :

Citra Dewi Ariani

NIM : 088114115

telah disetujui oleh

Pembimbing

(3)
(4)

iv

Halaman Persembahan

(5)

v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini

tidak memuat karya atau bagian karya dari orang lain, kecuali yang telah

disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Apabila dikemudian hari ditemukan indikasi plagiarisme dalam naskah

ini, maka saya bersedia menanggung segala sanksi sesuai peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

Yogyakarta, 19 Desember 2011

Penulis,

(6)

vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma : Nama : Citra Dewi Ariani

Nomor mahasiswa : 088114115

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :

VALIDASI METODE KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS (KLT)-DENSITOMETRI PADA PENETAPAN KADAR NIKOTIN DALAM

EKSTRAK ETANOLIK DAUN TEMBAKAU ( L.)

beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal : 19 Desember 2011 Yang Menyatakan

(7)

vii PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan atas berkat, penyertaan,

lindungan, dan perkenananNya sehingga proses penulisan skripsi ini dapat

berjalan dengan lancar dari awal hingga akhir dan pada akhirnya penulis dapat

menyelesaikan skripsi yang berjudul Validasi Metode Kromatografi Lapis Tipis

(KLT)-Densitometri pada Penetapan Kadar Nikotin dalam Ekstrak Etanolik Daun

Tembakau ( L.). Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat

untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.).

Dalam kegiatan perkuliahan, penelitian, serta proses penyusunan skripsi

ini, penulis telah mendapatkan banyak bantuan berupa bimbingan, perhatian,

semangat, dan juga kritik maupun saran yang membangun dari berbagai pihak,

sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Oleh karena itu, penulis

mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Ipang Djunarko, M.Si, Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Sanata Dharma.

2. Jeffry Julianus, M.Si., selaku dosen pembimbing skripsi sekaligus dosen

pembimbing akademik, atas bimbingan, masukan, perhatian, dan semangat

yang diberikan baik selama perkuliahan maupun penyusunan skripsi ini.

3. Yohanes Dwiatmaka,M.Si. selaku dosen penguji sekaligus dosen pembimbing

akademik atas segala arahan, perhatian, masukan, kritik maupun saran yang

telah diberikan kepada penulis.

4. Prof. Dr. Sudibyo Martono, M.S., Apt. selaku dosen penguji sekaligus dosen

pembimbing akademik atas segala arahan, perhatian, masukan, kritik maupun

(8)

viii

5. Christine Patramurti, M.Si., Apt. selaku dosen pembimbing akademik, atas

segala arahan, perhatian, kritik dan saran yang diberikan selama perkuliahan

dan selama penelitian skripsi ini berlangsung.

6. Mas Bimo, Pak Parlan, Mas Otok, Mas Kunto, dan Pak Timbul atas bantuan

yang telah diberikan selama penulis bekerja di laboratorium.

7. Segenap dosen dan karyawan atas segala ilmu dan pengalaman yang telah

diberikan sehingga sangat membantu dalam penyusunan skripsi ini.

8. Novi dan Cure, sebagai rekan kerja penulis atas segala bantuan, semangat,

kebersamaan, selama melakukan penelitian maupun selama perkuliahan.

9. Ayesa, Amel, Dina, sebagai teman satu tim penelitian nikotin atas semangat,

bantuan, dukungan, dan kebersamaan selama melakukan penelitian maupun

selama perkuliahan.

10. Felis, Sasa, Lele, Susi, Susan, Nona, Sari, Tere, dan Wiwi sebagai teman

seperjuangan di Laboratorium Kimia Analisis Instrumental atas semangat,

keceriaan dan kebersamaannya.

11. Ko Tony, atas dukungan, perhatian, saran, dan semangat yang telah

diberikan selama penyusunan skripsi ini.

12. Cik Yunita, Ko Beny, Mbak Tiwi, atas ilmu, pengalaman, dan semangat

yang telah diberikan sehingga sangat membantu penulis dalam penyusunan

skripsi ini.

13. Teman-teman kelompok praktikum B, atas keceriaan, pengalaman, dan

(9)

ix

14. Teman-teman FST B 2008 atas kebersamaan, pengalaman, suka duka, dan

kekompakan yang akan penulis kenang selalu.

15. Teman-teman Kos Amakusa atas kebersamaan, keceriaan, semangat dan

pengalaman yang telah dibagikan kepada penulis.

16. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu oleh penulis, atas

segala bantuan yang diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan.

Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari

semua pihak. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat berguna bagi perkembangan

ilmu pengetahuan selanjutnya.

Penulis

(10)

x DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

(11)

xi

B. Tembakau ... 6

C. Ekstrak Tembakau ... 7

D. Kromatografi Lapis Tipis ...

1. Tinjauan umum ...

BAB III METODE PENELITIAN ...

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ...

B. Variabel Penelitian ...

C. Definisi Operasional ...

D. Bahan Penelitian ...

E. Alat Penelitian ...

F. Tata Cara Penelitian ...

1. Pembuatan fase gerak ...

2. Pembuatan larutan baku ...

3. Penetapan panjang gelombang pengamatan ...

4. Pembuatan kurva baku nikotin dan pengamatan nilai Rf ...

(12)

xii

5. Akurasi pengukuran baku dalam matriks sampel ...

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ...

A. Pembuatan Fase Gerak ...

B. Preparasi Sampel ...

C. Pembuatan Larutan Baku ...

D. Penetapan Panjang Gelombang Pengamatan Nikotin ...

E. Pengamatan Nilai (Rf) dan Pembuatan Baku

Nikotin ...

F. Validasi Metode Analisis ...

1. Selektivitas ...

2. Linearitas ...

3. Akurasi ...

4. Presisi ...

G. Penentuan Akurasi dan Presisi Baku Nikotin dalam Sampel ...

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...

(13)

xiii

B. Saran ...

DAFTAR PUSTAKA ...

LAMPIRAN ...

BIOGRAFI PENULIS ...

44

45

48

(14)

xiv

Parameter analisis validasi metode ...

Kriteria rentang yang dapat diterima ...

Kriteria CV yang dapat diterima ...

Data replikasi kurva baku nikotin...

Perbandingan nilai Rf baku dan sampel, serta nilai resolusi ....

(15)

xv

Alkaloid utama dalam tembakau ...

Tanaman tembakau ...

Ilustrasi model refleksi dan transmisi ...

CAMAG’s 3 densitometer ...

Reaksi penggaraman nikotin dengan larutan HCl ...

Reaksi pembentukan molekul nikotin basa ...

Kromofor pada nikotin ...

Densitogram baku nikotin dengan konsentrasi 3 ppm dalam

pelarut etanol ...

Kromatogram baku nikotin konsentrasi 3 ppm (Rf = 0,52) ...

Interaksi hidrogen nikotin dengan fase diam silika gel 60 F254

Interaksi nikotin dengan fase gerak (n-heksan : toluen :

dietilamin) ...

Hubungan antara konsentrasi nikotin dengan AUC ...

Kromatogram baku nikotin konsentrasi 5 ppm (Rf = 0,53) ...

Kromatogram sampel replikasi I (Rf = 0,55) ...

Kromatogram sampel tanpa penambahan baku nikotin ...

Kromatogram sampel dengan penambahan baku nikotin ...

(16)

xvi

Surat keterangan keaslian baku nikotin ( ) ...

Sistem KLT-densitometri yang digunakan ...

Surat determinasi tembakau jenis dan

! ...

Data pengamatan tembakau VBN dan NO ...

Densitogram baku nikotin dengan konsentrasi 3 ppm

dalam pelarut etanol ...

Tabel data densitogram pada panjang gelombang

pengamatan nikotin (λmaks = 261 nm)...

Kromatogram seri baku nikotin replikasi III ...

Kromatogram validasi metode ...

Data penimbangan sampel dan perhitungan kadar nikotin..

Persamaan kurva baku dan gambar kurva baku nikotin ...

Nilai AUC dan contoh perhitungan nikotin ...

Contoh perhitungan CV nikotin ...

Kromatogram pemisahan sampel dan perhitungan resolusi

Kromatogram sampel tanpa penambahan baku ...

Kromatogram sampel dengan penambahan baku ...

Nilai AUC sampel dan sampel yang diadisi baku nikotin...

Contoh perhitungan baku nikotin dalam sampel..

(17)

xvii INTISARI

Nikotin merupakan senyawa alkaloid yang banyak terdapat dalam tanaman tembakau ( L.). Dewasa ini nikotin berpotensi sebagai agen terapetik. Oleh karena itu, diperlukan analisis kuantitatif melalui penetapan kadar nikotin dalam ekstrak etanolik daun tembakau dengan metode KLT - densitometri. Sebelum dilakukan penetapan kadar perlu dilakukan validasi metode untuk mengetahui apakah metode yang digunakan memberikan hasil yang dapat dipercaya.

Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental deskriptif. Dalam penelitian ini, sistem yang digunakan yaitu fase diam silika gel 60 F254 dan fase

gerak n-heksan : toluen : dietilamin (15,25 : 5,75 :4). Setelah pemisahan dengan KLT kemudian dilakukan analisis kuantitatif menggunakan densitometer. Parameter validasi yang diteliti adalah selektivitas, linearitas, akurasi, dan presisi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa metode ini memiliki selektivitas yang baik dengan resolusi pada 3 kali replikasi sampel berturut-turut adalah 1,58; 1,89; dan 1,88; linearitas yang baik pada konsentrasi 1-5 ppm dengan r = 0,999, nilai dan CV berturut-turut untuk konsentrasi nikotin 1 ppm, 3 ppm, dan 5 ppm yaitu 98,72-102,46% dan 1,50%; 99,90-101,80% dan 0,78%; 98,23-100,55% dan 0,96%. Berdasarkan hasil tersebut, maka metode KLT-densitometri ini memiliki validitas yang baik untuk menetapkan kadar nikotin dalam ekstrak etanolik daun tembakau.

(18)

xviii ABSTRACT

Nicotine is an alkaloid compound that is widely available in tobacco plants ( L.). Nowadays, nicotine potentialy become a therapeutic agent. Therefore, quantitative analysis is required through the determination of nicotine levels in the ethanolic extract tobacco’s leaves by the method of TLC - densitometry. Prior to the assay method validation needs to be done to determine whether the methods used to give reliable results.

This study is a non-experimental descriptive studies. In this study, the system used the stationary phase silica gel 60 F254 and the mobile phase n-hexane

: toluene : diethylamine (15,25:5,75:4). After separation by TLC then performed quantitative analysis using a densitometer. Validation parameters studied were selectivity, linearity, accuracy, and precision.

The results showed that this method has good selectivity with resolution of three sample replications consecutively are 1,58; 1,89, and 1,88; good linearity at concentrations of 1-5 ppm with r = 0,999; the value of and CV for the nicotine concentrations of 1 ppm, 3 ppm and 5 ppm consecutively are 98,72 – 102,46% and 1,50%; 99,90 – 101,80% and 0,78%; 98,23 – 100,55% and 0,96%. Based on these results, the TLC-densitometry method has good validity to establish the levels of nicotine in the ethanolic extract tobacco’s leaves.

(19)

1 BAB I PENGANTAR

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang kaya akan biodiversitasnya. Obat

berbasis tumbuhan telah melekat di dalam kehidupan masyarakat sejak dahulu

kala sehingga peran tanaman berkhasiat obat sangat besar bagi kesehatan

masyarakat. Berbagai tanaman obat dan ribuan tanaman berpotensi obat di

Indonesia mengandung beraneka ragam jenis senyawa kimia alami. Salah satunya

yaitu tanaman tembakau ( L.). Tembakau biasa digunakan

sebagai bahan baku dalam pembuatan rokok, pestisida, selain itu juga berpotensi

sebagai obat. Kandungan kimia yang paling besar dalam tembakau yaitu nikotin.

Nikotin adalah senyawa organik kelompok alkaloid yang dihasilkan secara alami

pada berbagai macam tumbuhan, terutama suku terung-terungan ( )

seperti tembakau dan tomat.

Nikotin tidak hanya memberikan dampak negatif bagi kesehatan karena

keberadaannya dalam rokok, namun nikotin dapat memberikan dampak positif

karena nikotin memiliki potensi sebagai agen terapetik, yaitu sebagai obat

parkinson, obat alzheimer, serta obat (Domino, 1999). Simplisia

daun tembakau dengan kandungan nikotinnya dapat lebih bermanfaat dengan

dikembangkannya menjadi obat herbal dalam bentuk sediaan farmasetis. Obat

herbal memiliki peran penting dalam bidang kesehatan bahkan bisa menjadi

(20)

Pada tahap pengembangan simplisia menjadi obat herbal perlu diketahui

dosis yang efektif untuk pengobatan, sehingga perlu dilakukan analisis kuantitatif

berupa penetapan kadar terlebih dahulu. Penetapan kadar nikotin dalam ekstrak

etanolik daun tembakau perlu dilakukan untuk mengetahui jumlah zat aktif yang

nantinya akan berpengaruh terhadap khasiat obat herbal tersebut. Metode yang

dipilih untuk penetapan kadar nikotin dalam ekstrak etanolik daun tembakau yaitu

metode kromatografi lapis tipis (KLT)-densitometri. KLT cocok untuk analisis

obat di laboratorium farmasi karena metodenya sederhana, cepat dalam

pemisahan, sensitif, dan memerlukan jumlah cuplikan yang sangat sedikit

(Khopkar, 1990). Nikotin dapat ditetapkan kadarnya dengan metode

KLT-densitometri karena terdapat perbedaan interaksi antara nikotin dan

senyawa-senyawa lain dalam ekstrak dengan fase diam dan fase gerak yang digunakan.

Untuk dapat menetapkan kadar nikotin dalam ekstrak etanolik daun

tembakau diperlukan serangkaian penelitian terdahulu yaitu optimasi dan validasi

metode. Dalam hal ini, peneliti mengambil bagian pada tahap validasi metode

KLT-densitometri pada penetapan kadar nikotin dalam ekstrak etanolik daun

tembakau. Tahapan validasi metode ini menggunakan sistem yang telah

dioptimasi pada penelitian sebelumnya yaitu menggunakan fase diam silika gel 60

F254 dan fase gerak n-heksan: toluen: dietilamin (15,25:5,75:4). Optimasi metode

penting dilakukan sebelum melakukan validasi metode karena akan memberikan

jaminan kepada proses validasi yaitu pemisahan yang optimal dengan nilai

resolusi 3 kali replikasi sampel berturut-turut adalah 1,58; 1,89; dan 1,88;

(21)

dengan bentuk " kromatogram yang runcing dan simetris yang dilihat dari

nilai " dari 3 kali replikasi pada konsentrasi rendah, sedang,

dan tinggi adalah 1, serta reprodusibilitas nilai Rf dan dengan CV

berturut-turut adalah 1,79% dan 0%. Suatu metode analisis harus divalidasi ketika suatu

metode menggunakan sistem baru yang belum divalidasi sebelumnya. Tujuan dari

validasi yaitu untuk memberikan jaminan bahwa metode analisis yang digunakan

memenuhi parameter-parameter validasi yang meliputi selektivitas, linearitas,

akurasi, dan presisi. Oleh karena itu, tahapan validasi metode merupakan tahapan

yang penting untuk dilakukan dalam suatu penetapan kadar senyawa untuk dapat

memberikan hasil yang dapat dipercaya.

1. Permasalahan

Apakah metode KLT-densitometri pada penetapan kadar nikotin dalam

ekstrak etanolik daun tembakau memenuhi parameter-parameter validasi yaitu

selektivitas, linearitas, akurasi, dan presisi?

2. Keaslian Penelitian

Penelitian mengenai penetapan kadar nikotin dengan metode

KLT-densitometri yang pernah dilakukan yaitu penentuan kadar nikotin dalam asap

rokok (Susanna, Hartono, dan Fauzan, 2003), #

$ % & ' ( (Tyrpien, Dobosz,

Chrosciewicz, ,Ciolecka, Wielkoszyński, dan Janoszka, 2003), analisis nikotin

dalam asap dan filter rokok (Fidrianny, Supradja, dan Soemardji, 2004).

Berdasarkan penelitian di atas, penelitian validasi metode penetapan

(22)

KLT-densitometri fase diam silika gel 60 F254 dan fase gerak n-heksan: toluen:

dietilamin (15,25:5,75:4) ini belum pernah dilakukan sebelumnya.

3. Manfaat Penelitian

a. Manfaat metodologis. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan

sumbangan ilmiah tentang penggunaan metode KLT-densitometri fase diam silika

gel 60 F254 dan fase gerak n-heksan: toluen: dietilamin (15,25:5,75:4) pada

penetapan kadar nikotin dalam ekstrak etanolik daun tembakau.

b. Manfaat praktis. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan

informasi mengenai selektivitas, linearitas, akurasi, dan presisi metode penetapan

kadar nikotin dalam ekstrak etanolik daun tembakau secara KLT-densitometri

yang dapat digunakan untuk penetapan kadar nikotin sebagai langkah awal untuk

penetapan dosis terapetik.

B. Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui validitas metode penetapan

kadar nikotin secara KLT-densitometri dengan fase diam silika gel 60 F254 dan

fase gerak n-heksan: toluen: dietilamin (15,25:5,75:4) apakah memenuhi

parameter-parameter validasi yaitu selektivitas, linearitas, akurasi, dan presisi

sehingga dapat digunakan untuk penetapan kadar nikotin dalam ekstrak etanolik

daun tembakau.

(23)

5

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Nikotin

Nikotin merupakan suatu alkaloid dari daun tanaman tembakau,

L. Berwarna kekuningan, bersifat volatil, sangat higroskopis,

dapat berubah warna menjadi cokelat apabila terpapar cahaya atau udara. Titik

didih 247°C, dengan dekomposisi. Indeks refraktif 1,5280. Nikotin larut dalam

air, etanol, eter, dan kloroform. Nikotin dapat diekstraksi dengan pelarut organik

dari larutan yang bersifat alkalis (Clarke, 1969).

Gambar 1. Struktur nikotin

Jumlah nikotin sekitar 2-8% dari berat kering daun tembakau, sedangkan

alkaloid lainnya seperti anabasin, anatabin, dan nornikotin jumlahnya lebih rendah

dibandingkan nikotin. Namun, jumlah masing-masing jenis alkaloid relatif

berbeda dari semua alkaloid pada berbagai spesies (Domino, 1999).

Nikotin mengandung dua jenis gugus amin tersier yang bersifat basa

dengan pKa cincin piridin adalah 3,04 sedangkan pKa pada cincin pirolidin

adalah 7,84. Nilai pKa pada cincin aromatik piridin lebih rendah dikarenakan efek

hibridisasi sp2 yang menyebabkan orbital s bertambah sehingga elektron-elektron

(24)

Alkaloid utama dalam tanaman tembakau meliputi nikotin, nornikotin,

anabasin dan anatabin. Struktur dari masing-masing senyawa dapat dilihat pada

gambar di bawah ini.

a b

c d

Gambar 2. Alkaloid utama dalam tembakau, a = nikotin, b = nornikotin, c = anabasin, d = anatabin (Bush, Hempfling, dan Burton, 1999)

Penelitian menunjukkan bahwa kandungan nikotin dalam tembakau dapat

digunakan untuk sebagai agen terapi untuk penyakit Parkinson dan Alzheimer

karena nikotin dapat meningkatkan reseptor nikotinat yang berpengaruh pada

peningkatan asetilkolin dalam otak. Asetilkolin berperan penting untuk fungsi

otak dan memori (Hamilton, 2011).

B. Tembakau

Tembakau ( L.) merupakan tanaman yang termasuk

dalam famili . Tanaman ini dapat tumbuh sampai dengan 3 m. Daun

tanaman tembakau berbentuk bulat lonjong (oval) atau bulat, tergantung pada

varietasnya. Daun yang berbentuk bulat lonjong ujungnya meruncing, sedangkan

(25)

bagian tepi daun agak

tanaman sekitar 28 - 32 helai (Anonim, 2011).

Gambar 3. Tanaman tembakau

au Vorstenlanden adalah produk dari daun tembak

Vorstenlanden yang ditanam di Surakarta dan Yo

saat musim penghujan, dikeringkan di los pe

disortasi (Standar Nasional Indonesia, 1995).

bakau dibagi dua berdasarkan waktu tanam dan m

musim kemarau dan tembakau musim penghuj

dalah tembakau yang ditanam pada akhir mus

usim kemarau, sedangkan tembakau ! ad

ada musim kemarau dan dipanen pada awal mus

C. Ekstrak Tembakau

tembakau adalah sediaan pekat yang dipe

aun kering yang diperoleh dari tanaman

zat aktif dari tanaman tembakau ini menggunaka

(26)

sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau

serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah

ditetapkan (Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan RI, 1995).

Ekstraksi atau penyarian merupakan pemindahan massa zat aktif yang

semula berada dalam sel, ditarik oleh cairan penyari tertentu sehingga terjadi

pelarutan zat aktif dalam cairan penyari. Metode penyarian dipilih berdasarkan

zat aktif yang terkandung dalam simplisia dan stabilitas zat aktif tersebut dalam

cairan penyari (Anonim, 1986).

Terutama pada ekstraksi cair-cair, sedapat mungkin terdapat perbedaan

kerapatan yang besar antara pelarut dan bahan ekstraksi. Hal ini dimaksudkan

agar kedua fase dapat dengan mudah dipisahkan kembali setelah pencampuran

(pemisahan dengan gaya berat). Bila beda kerapatannya kecil, seringkali

pemisahan harus dilakukan dengan menggunakan gaya sentrifugal (misalnya

dalam ekstraktor sentrifugal).

Ekstrak dan pelarut biasanya dipisahkan dengan cara penguapan maupun

destilasi, maka titik didih kedua bahan itu tidak boleh terlalu dekat, dan keduanya

tidak membentuk aseotrop. Ditinjau dari segi ekonomi, akan menguntungkan jika

pada proses ekstraksi titik didih pelarut tidak terlalu tinggi atau dengan panas

(27)

D. Kromatografi Lapis Tipis 1. Tinjauan Umum

Kromatografi lapis tipis (KLT) merupakan bentuk kromatografi planar,

selain kromatografi kertas dan elektroforesis. Pada kromatografi lapis tipis, fase

diamnya berupa lapisan yang seragam ( ) pada permukaan bidang datar

yang didukung oleh lempeng kaca, pelat aluminium, atau pelat plastik (Gandjar

dan Rohman, 2007).

Kromatografi lapis tipis merupakan metode pemisahan

komponen-komponen atas dasar perbedaan adsorpsi atau partisi oleh fase diam di bawah

gerakan pelarut pengembang atau pelarut pengembang campur (Mulja dan

Suharman, 1995).

Kromatogram pada KLT merupakan noda-noda yang terpisah setelah

visualisasi dengan cara fisika atau kimia. Visualisasi secara fisika yaitu dengan

melihat noda kromatogram yang mengabsorpsi radiasi ultraviolet atau

berfluoresensi dengan radiasi ultraviolet. Visualisasi dengan cara kimia adalah

dengan mereaksikan kromatogram dengan pereaksi warna lewat pemberian uap

zat kimia atau pencelupan ke dalam pereaksi penampak warna yang memberikan

warna atau fluoresensi yang spesifik (Mulja dan Suharman, 1995).

Parameter karakteristik pada KLT yaitu harga Rf ( )

yang didefinisikan sebagai perbandingan antara jarak senyawa dari titik awal dan

jarak tepi muka pelarut dari titik awal (Roth, 1994). Angka Rf berjangka antara

(28)

Rf =

(Dean, 1995)

Pemisahan pada kromatografi lapis tipis yang optimal akan diperoleh

hanya jika menotolkan sampel dengan ukuran bercak sekecil dan sesempit

mungkin, jika terlalu banyak maka akan menurunkan resolusi. Penotolan sampel

yang tidak tepat akan menyebabkan bercak yang menyebar dan puncak ganda

(Gandjar dan Rohman, 2007).

Kromatografi lapis tipis (KLT) bersama-sama dengan kromatografi

kertas dengan berbagai macam variasinya dirujuk sebagai kromatografi planar.

Dibandingkan dengan kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) dan kromatografi

gas (KG), KLT mempunyai beberapa keuntungan yaitu :

a. Kromatografi lapis tipis memberikan fleksibilitas yang lebih besar, dalam hal

memilih fase gerak.

b. Berbagai macam teknik untuk optimasi pemisahan seperti pengembangan 2

dimensi, pengembangan bertingkat, dan pembaceman penjerap dapat dilakukan

pada KLT.

c. Proses kromatografi sederhana dan dapat dihentikan kapan saja.

d. Semua komponen dalam sampel dapat dideteksi (Rohman, 2009).

2. Sistem KLT

a. Fase diam. Penjerap yang paling sering digunakan pada KLT adalah

silika dan serbuk selulosa, sementara mekanisme sorpsi-desorpsi (suatu

mekanisme perpindahan solut dari fase diam ke fase gerak atau sebaliknya) yang

(29)

sebagai penjerap juga dapat dibuat dari silika yang telah dimodifikasi, resin

penukar ion, gel eksklusi, dan siklodekstrin yang digunakan sebagai pemisahan

kiral (Rohman, 2009).

Silika gel memiliki permukaan yang terdiri atas gugus Si-O-Si dan gugus

silanol (Si-OH). Gugus silanol bersifat sedikit asam dan polar karenanya gugus ini

mampu membentuk ikatan hidrogen dengan solut-solut yang agak polar sampai

sangat polar. Adanya air dari atmosfer yang diserap oleh permukaan silika gel

sedikit afinitas terhadap adsorben polar, sementara solut-solut yang terpolarisasi

memiliki afinitas yang kecil terhadap adsorben polar disebabkan adanya interaksi

dipol atau interaksi-interaksi yang diinduksi oleh dipol (Gandjar dan Rohman,

2007).

b. Fase gerak. Pemilihan pelarut yang digunakan untuk senyawa yang

akan dianalisis dengan metode KLT harus dapat melarutkan analit dengan

sempurna, mudah menguap, serta dapat membasahi lapisan penyerap (Sherma dan

Fried, 1996).

Fase gerak adalah medium angkut yang terdiri atas satu atau beberapa

pelarut. Fase gerak bergerak di dalam fase diam yaitu lapisan berpori karena

(30)

gerak dan bila diperlukan sistem pelarut multikomponen, maka harus berupa suatu

campuran sederhana mungkin terdiri atas maksimum tiga komponen (Stahl,

1985).

Pemilihan sistem pelarut untuk mencapai sistem pemisahan yang

diperlukan mungkin melibatkan beberapa percobaan, tetapi pilihan pelarut cukup

terbatas dengan pertimbangan interferensi respon detektor atau kerusakan yang

mungkin terjadi dari fase diam (Dean, 1995).

Berikut adalah beberapa petunjuk dalam memilih dan mengoptimasi fase

gerak:

1) fase gerak harus mempunyai kemurnian yang sangat tinggi karena KLT

merupakan teknik yang sensitif

2) daya elusi fase gerak harus diatur sedemikian rupa sehingga harga Rf solut

terletak antara 0,2-0,8 untuk memaksimalkan pemisahan (Rohman, 2009).

E. Densitometri

Densitometri merupakan metode analisis instrumental yang mendasarkan

pada interaksi radiasi elektromagnetik dengan analit yang merupakan bercak pada

KLT. Densitometri lebih dititikberatkan untuk analisis kuantitatif analit-analit

dengan kadar kecil, yang mana diperlukan pemisahan terlebih dahulu dengan

KLT (Rohman, 2009).

Untuk evaluasi bercak hasil KLT secara densitometri, bercak di

dengan sumber sinar dalam bentuk celah ( ) yang dapat dipilih baik panjangnya

maupun lebarnya. Sinar yang dipantulkan diukur dengan sensor cahaya

(31)

dengan daerah yang mengandung bercak dihubungkan dengan banyaknya analit

yang ada melalui kurva kalibrasi yang telah disiapkan dalam lempeng yang sama.

Pengukuran densitometri dapat dibuat dengan absorbansi atau dengan fluoresensi

(Rohman, 2009).

Kromatografi lapis tipis densitometri merupakan salah satu dari metode

analisa kuantitatif. Penetapan kadar suatu senyawa dengan metode ini dilakukan

dengan mengukur kerapatan bercak senyawa yang dipisahkan dengan cara KLT.

Pada umumnya pengukuran kerapatan bercak tersebut dibandingkan dengan

kerapatan bercak senyawa standar yang dielusi bersama-sama (Hardjono, 1983).

Densitometer dapat bekerja secara serapan atau fluoresensi. Kebanyakan

densitometer mempunyai sumber cahaya, monokromator untuk memilih panjang

gelombang yang cocok, sistem untuk memfokuskan sinar pada lempeng,

pengganda foton, dan rekorder (Gandjar dan Rohman, 2007).

Noda yang kecil dan intensif akan menghasilkan suatu puncak yang

sempit dan tajam, sebaliknya noda yang lebar dan kurang intensif akan

menghasilkan puncak yang lebar maupun tumpul. Penelusuran bercak dapat

dilakukan secara horizontal maupun vertikal (Mintarsih, 1990).

Terdapat dua model pembacaan pada densitometri yaitu model

pemantulan ( ) dan transmitan. Model refleksi mengukur jumlah cahaya

yang dipantulkan dari permukaan dengan menggunakan lampu yang berbeda

sebagai lampu UV/VIS. Lampu halogen dan tungsten cocok digunakan untuk

sinar tampak, sedangkan lampu xenon dan deuterium digunakan pada sinar UV.

(32)

yang dihamburkan diukur dengan ") " , ") , dan ") .

Hasil dari detektor dikonversikan ke dalam sinyal tertentu. Kekurangan model ini

adalah pengaruh posisi bercak terhadap sinyal yang dihasilkan. Kesalahan yang

signifikan disebabkan karena perbedaan konsentrasi profil sampel dengan baku.

(Sherma dan Fried,1996).

Gambar 4. Ilustrasi model (a) refleksi (b) transmisi. L= , D= ,

F= ( ), P= plate, MF= , MC= (Sherma dan Fried,1996)

Pengukuran dengan model transmitan adalah mengukur absorbansi

substansi dalam rentang cahaya tampak. Detektor fotometrik mengukur intensitas

cahaya yang ditransmisikan pada sisi plat yang tidak berfluoresensi. Sinyal yang

dihasilkan merupakan fungsi dari jumlah molekul yang mengabsorbsi cahaya dari

lampu. Kelebihan model ini adalah fluktuasi transmisi akibat perbedaan posisi

bercak maupun gradien konsentrasi yang diabaikan. Model ini lebih sensitif

dibandingkan model refleksi karena semua molekul dalam bercak mempengaruhi

sinyal, tidak hanya molekul yang berada pada permukaan dalam model refleksi.

Kekurangan model ini adalah adanya interferensi latar yang dominan (Sherma dan

Fried,1996).

(33)

Pada umumnya sumber radiasi pada densitometer memberikan rentang

gelombang penentuan 200-630 nm. Lampu D2 (Deuterium) dipakai untuk

pengukuran pada daerah ultraviolet dan lampu tungstein untuk pengukuran pada

daerah sinar tampak. Untuk penentuan pendar fluor dan pemadaman pendar fluor

dipakai lampu busur Hg bertekanan tinggi. Sama seperti pada spektrofotometri,

pada densitometri juga dilakukan penentuan transmisi atau absorpsi dan refleksi

pada panjang gelombang maksimal (Mulja dan Suharman, 1995).

Gambar 5. CAMAG's TLC 3 densitometer (Camag, 2005)

Ada dua cara penetapan dengan alat densitometer. Pertama, setiap kali

penetapan ditotolkan sediaan baku dari senyawa yang bersangkutan dan dielusi

bersama dalam satu lempeng, kemudian Area Under Curve (AUC) sampel

dibandingkan dengan AUC zat baku. Yang kedua, dengan membuat kurva

hubungan antara jumlah zat baku dengan AUC. Kurva baku diperoleh dengan

membuat totolan zat baku pada pelat KLT dengan bermacam-macam konsentrasi

(minimal tiga macam konsentrasi). Bercak yang diperoleh dicari AUC dengan

densitometer. Berdasarkan kurva baku diperoleh persamaan: y = bx + a, di mana x

adalah banyaknya zat yang ditotolkan dan y adalah AUC (Supardjan, 1987).

Alat densitometri mempunyai sumber sinar yang bergerak di atas bercak

(34)

Lempeng digerakkan menyusuri berkas sinar yang berasal dari sumber sinar

tersebut. Bercak yang kecil dan intensif akan menghasilkan suatu puncak kurva

absorbsi yang sempit dan tajam, sebaliknya bercak yang lebar akan menghasilkan

puncak kurva absorbsi yang melebar dan tumpul (Sudjadi, 1988).

Metode densitometri mempunyai cara kerja yang sederhana dan cepat.

Pada metode densitometri diperlukan adsorben dan fase gerak yang murni. Untuk

memperoleh hasil yang baik umumnya digunakan adsorben siap pakai yang telah

mengalami pra pencucian (Gritter, 1991).

F. Validasi Metode 1. Tinjauan Umum

Validasi metode menurut * $) " (* $) dilakukan

untuk menjamin bahwa metode analisis bersifat akurat, spesifik, reprodusibel, dan

tahan pada kisaran analit yang akan dianalisis. Secara singkat, validasi merupakan

aksi konfirmasi bahwa metode analisis yang akan digunakan sesuai dengan tujuan

yang diinginkan (Rohman, 2009).

Tujuan utama validasi metode adalah untuk menghasilkan hasil analisis

yang paling baik. Untuk memperoleh hasil tersebut, semua variabel yang terkait

dengan metode analisis harus dipertimbangkan seperti prosedur pengambilan

sampel, tahap penyiapan sampel, jenis penyerap yang digunakan pada

kromatografi, fase gerak, dan sistem deteksinya. Banyaknya parameter yang harus

(35)

Metode analisis menurut ) * $) " +,) tahun

2007 dibedakan menjadi 4 kategori, yaitu :

a. Kategori I, mencakup prosedur analisis kuantitatif, untuk menetapkan kadar

komponen utama bahan obat atau zat aktif dalam sediaan farmasi.

b. Kategori II, mencakup prosedur analisis kualitatif dan kuantitatif yang

digunakan untuk menganalisis " dalam ruahan obat ( ) atau produk

degradasi dalam produk obat akhir.

c. Kategori III, mencakup prosedur analisis yang digunakan untuk menentukan

karakteristik penampilan suatu sediaan farmasi, misalnya disolusi dan

pelepasan obat.

d. Kategori IV, mencakup uji identifikasi.

Setiap kategori metode analisis memiliki persyaratan validasi yang berbeda-beda

seperti yang tercantum pada tabel di bawah ini.

Tabel I. Parameter analisis validasi metode (United States Pharmacopeial Convention, 2007) Parameter

kinerja analisis

Kategori I Kategori II Kategori III Kategori IV

Kuantitatif Batas Tes

* = Mungkin diperlukan (tergantung sifat spesifik tes)

2. Parameter Validasi

a. Selektivitas. Selektivitas suatu metode analisis untuk mengukur analit

yang dituju secara tepat dan spesifik dengan adanya komponen-komponen lain

(36)

analit yang dituju dengan pengganggu lainnya harus > 1,5 (Swartz dan Krull,

1997).

b. Linearitas. Linearitas merupakan kemampuan suatu metode (pada

rentang tertentu) untuk mendapatkan hasil uji yang secara langsung proporsional

dengan konsentrasi (jumlah) analit di dalam sampel. Persyaratan data linearitas

yang bisa diterima jika memenuhi nilai koefisien korelasi (r) ≥ 0,999 (Ermer dan

Miller, 2005).

c. Akurasi. Akurasi atau kecermatan metode analisis adalah kedekatan

hasil analisis yang diperoleh dengan menggunakan metode tersebut dengan nilai

yang sebenarnya. Penentuan kecermatan metode analisis biasanya dinyatakan

dengan persen perolehan kembali terhadap sampel yang kadarnya telah diketahui

dengan pasti (Mulja dan Suharman, 1995).

Tabel II. Kriteria rentang yang dapat diterima (Garfield, ., Harmita, 2004) Analit pada matriks sampel

(%)

d. Presisi. Presisi suatu metode analisis merupakan sejumlah pencaran

hasil yang diperoleh dari analisis berulang kali pada suatu sampel homogen.

(37)

dapat dinyatakan memiliki presisi yang baik apabila memiliki nilai CV ≤ 2%

(Harmita, 2004).

Tabel III. Kriteria CV yang dapat diterima (Garfield, ., Harmita, 2004) Kadar analit (%) CV (%)

dedefinisikan sebagai konsentrasi analit terendah dalam sampel yang masih dapat

dideteksi, meskipun tidak selalu dapat dikuantifikasi. LOD merupakan batas uji

yang secara spesifik menyatakan apakah analit di atas atau di bawah nilai tertentu.

Sebagai contoh, batas deteksi merupakan banyaknya sampel yang menunjukkan

respon (S) 3 kali terhadap derau (N) atau LOD = 3 S/N (Swartz dan Krull, 1997).

f. Batas Kuantifikasi (& - atau LOQ). Batas

kuantifikasi didefinisikan sebagai konsentrasi analit terendah dalam sampel yang

dapat ditentukan dengan presisi dan akurasi yang dapat diterima pada kondisi

operasional metode yang digunakan. Rasio 10 : 1 digunakan untuk

menentukan LOQ (Rohman, 2009).

g. Kisaran. Menurut definisi ICH, kisaran suatu prosedur analisis adalah

interval antara konsentrasi (jumlah) analit pada level atas dan pada level bawah

dalam suatu sampel, yang mana dapat ditunjukkan bahwa prosedur analisis

mempunyai level akurasi, presisi dan linearitas yang sesuai (Rohman, 2009).

h. Kekasaran ( ). Kekasaran ( ) merupakan tingkat

(38)

yang diekspresikan sebagai persen standar deviasi relatif (% RSD).

Kondisi-kondisi ini meliputi laboratorium, analis, alat, reagen, dan waktu percobaan yang

berbeda (Rohman, 2009).

i. Ketahanan ( ). Ketahanan merupakan kapasitas metode untuk

tetap tidak terpengaruh oleh adanya variasi parameter metode yang kecil.

Ketahanan dievaluasi dengan melakukan variasi parameter-parameter metode

seperti presentase pelarut organik, pH, kekuatan ionik, dan suhu (Gandjar dan

Rohman, 2007).

G. Landasan Teori

Nikotin banyak terdapat dalam tanaman tembakau. Di dalam suatu

ekstrak etanolik daun tembakau banyak terdapat senyawa lain selain nikotin,

seperti nornikotin, anabasin, dan anatabin. Nikotin dan senyawa lain dalam

ekstrak etanolik daun tembakau dapat dipisahkan dengan metode KLT karena

adanya perbedaan interaksi antara nikotin dengan senyawa-senyawa lain dalam

ekstrak dengan fase diam dan fase gerak yang digunakan. Setelah pemisahan

dengan KLT, bercak analit dapat dianalisis kuantitatif dengan metode

densitometri. Penetapan kadar dilakukan dengan mengukur kerapatan bercak

senyawa.

Suatu metode baru yang dikembangkan harus melalui tahapan validasi

metode untuk memberikan jaminan bahwa metode analisis yang digunakan

bersifat akurat, spesifik, reprodusibel, dan tahan pada kisaran analit yang akan

(39)

dipercaya. Sebelum melakukan validasi metode dilakukan optimasi metode

terlebih dahulu untuk mengoptimalkan kondisi awal analisis berupa resolusi,

bentuk " , faktor asimetri, dan reprodusibilitas nilai Rf dan . Parameter

kondisi optimum metode telah terpenuhi dengan menggunakan fase diam silika

gel 60 F254 dan fase gerak n-heksan: toluen: dietilamin (15,25:5,75:4) sehingga

diperoleh hasil bentuk " kromatogram yang simetris dan runcing yang dilihat

dari nilai " dari 3 kali replikasi pada konsentrasi rendah,

sedang, dan tinggi adalah 1, nilai resolusi 3 kali replikasi sampel berturut-turut

adalah 1,58; 1,89; dan 1,88; serta reprodusibilitas nilai R dan dengan CV

berturut-turut adalah 1,79% dan 0%.

Melalui adanya proses optimasi metode analisis, maka akan memberikan

jaminan kondisi yang optimum terhadap sistem yang digunakan dalam melakukan

proses validasi metode. Parameter validasi yang diteliti meliputi selektivitas,

linearitas, akurasi, dan presisi. Suatu metode dinyatakan valid apabila memenuhi

persyaratan parameter validasi yang ditetapkan.

H. Hipotesis

Metode KLT-densitometri pada penetapan kadar nikotin dalam ekstrak

etanolik daun tembakau memenuhi parameter-parameter validasi, yaitu

(40)

22

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian yang dilakukan bersifat non eksperimental deskriptif karena

tidak terdapat manipulasi dan perlakuan terhadap subjek uji.

B. Variabel Penelitian

1. Variabel bebas adalah sistem KLT yang telah dioptimasi, yaitu fase diam silika

gel 60 F254 dan fase gerak n-heksan: toluen: dietilamin (15,25 : 5,75 : 4).

2. Variabel tergantung adalah parameter validasi yaitu selektivitas, linearitas,

akurasi, dan presisi.

3. Variabel pengacau terkendali adalah :

a. Pelarut, untuk mengatasinya digunakan pelarut " analisis yang memiliki

kemurnian tinggi.

b. Larutan baku nikotin yang bersifat mudah teroksidasi oleh udara atau

cahaya, untuk mengatasinya digunakan untuk menutupi

alat-alat gelas.

c. Paparan cahaya dan udara terkait dengan sifat nikotin yang fotosensitif dan

mudah teroksidasi, untuk mengatasinya pada saat preparasi semua peralatan

gelas yang akan digunakan dilapisi dengan serta dalam

pengerjaannya dilakukan dalam ruangan dengan intensitas cahaya yang

(41)

C. Definisi Operasional

1. Nikotin merupakan suatu alkaloid dari ekstrak tanaman tembakau.

2. Ekstrak tembakau yang digunakan merupakan sediaan pekat yang diperoleh

dengan mengekstraksi daun kering yang berasal dari tanaman tembakau

dengan pelarut etanol menggunakan metode ekstraksi soxhletasi.

3. Sistem KLT yang digunakan dalam penelitian adalah fase diam silika gel 60

F254 dan fase gerak n-heksan : toluen : dietilamin (15,25 : 5,75 : 4).

4. Densitometri merupakan salah satu dari metode analisa dengan mengukur

kerapatan bercak senyawa yang dipisahkan secara KLT.

5. Kadar nikotin dinyatakan dalam " " (ppm).

6. Parameter validasi yang digunakan adalah selektivitas, linearitas, akurasi, dan

presisi.

D. Bahan Penelitian

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini merupakan bahan

berkualitas " analisis (" ) kecuali dinyatakan lain, yaitu baku nikotin (

), ekstrak etanolik daun tembakau, etanol, n-heksan, toluen, dietilamin,

NaOH 4M, HCl encer (22,6%), aquadest, kloroform, metanol, amonia, etanol

(42)

E. Alat Penelitian

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat alat

densitometer . ' & + CAT. No. 027.6485 SER. No.160602/,

autosampler ( ' & 0 CAT. No. 027.7808. SER. No. 170610),

indikator pH, mikropipet 1 ACURA 825 (100-1000 µL), neraca analitik

( SBC 22 max 60/210 g; min 0,001 g; d=0,01/0,1mg; e=1mg),

ultrasonikator ( )tipe T460 no V935922013 Ey), stirer (2 ") MR 2002),

dan alat-alat gelas yang umum digunakan dalam analisis ($ 1).

F. Tata Cara Penelitian 1. Pembuatan fase gerak

Fase gerak yang digunakan dalam penelitian menggunakan campuran

heksan : toluen : dietilamin (15,25:5,75:4). Komponen fase gerak terdiri atas

n-heksan sebanyak 15,25 mL, toluen sebanyak 5,75 mL, dan dietilamin sebanyak 4

mL. Masing-masing komponen fase gerak dimasukkan ke dalam labu takar 25 mL

kemudian digojog sehingga campuran homogen.

2. Pembuatan larutan baku

a. Pembuatan larutan stok nikotin 50 ppm. Larutan induk (baku) nikotin

sebanyak 248 µL dipipet kemudian dimasukkan ke dalam labu takar 5 mL dan

dilarutkan dalam etanol hingga tanda.

b. Pembuatan seri larutan baku nikotin. Larutan stok nikotin sebanyak

(43)

mL kemudian diencerkan dengan etanol hingga tanda, sehingga diperoleh

konsentrasi 1, 2, 3, 4, dan 5 ppm.

3. Penetapan panjang gelombang pengamatan

Seri larutan baku konsentrasi 1 ppm, 3 ppm, dan 5 ppm masing-masing

ditotolkan dengan volume penotolan 1 µL pada plat KLT dengan fase diam silika

gel 60 F254 dan setelah kering dikembangkan dalam bejana kromatografi yang

telah dijenuhi dengan fase gerak dengan jarak pengembangan 10 cm. Setelah

mencapai jarak rambat 10 cm, plat dikeluarkan dari bejana dan dikeringkan. Plat

hasil pengembangan kemudian secepatnya di pada panjang gelombang

pengamatan (200-300 nm) menggunakan & pada densitometer.

4. Pembuatan kurva baku nikotin dan pengamatan nilai (Rf) nikotin

Seri larutan baku konsentrasi 1, 2, 3, 4, dan 5 ppm masing-masing

ditotolkan dengan volume penotolan 1 µL pada plat KLT dengan fase diam silika

gel 60 F254 dan setelah kering dikembangkan dalam bejana kromatografi yang

telah dijenuhi dengan fase gerak. Setelah mencapai jarak rambat 10 cm, plat

dikeluarkan dari bejana dan dikeringkan. Plat hasil pengembangan kemudian

secepatnya diukur AUC dan tinggi " nya dengan densitometer pada λ

pengamatan 261 nm. Replikasi dilakukan sebanyak 3 kali dan pilih persamaan

kurva baku yang paling baik. Selain itu dilihat pula nilai Rf dari masing-masing

(44)

5. Penentuan dan (CV) baku

Seri larutan baku konsentrasi 1 ppm, 3 ppm, dan 5 ppm diberi perlakuan

seperti pada poin F.4. Replikasi dilakukan sebanyak 5 kali. Selanjutnya dihitung

kadar terukur dengan menggunakan persamaan kurva baku yang telah dibuat pada

poin F.4. Berdasarkan data ini dapat ditentukan dan CVnya.

6. Penentuan dan (CV) baku dalam

matriks sampel

a. Preparasi larutan sampel (LS). Ekstrak kental daun tembakau sejumlah

1 g ditimbang seksama kemudian ditambahkan 10 mL HCl encer (22,6%) dan

diultrasonifikasi selama 30 menit. Setelah itu kloroform 10 mL ditambahkan dan

dimasukkan ke dalam corong pisah dan dilakukan penggojogan selama 5 menit

hingga terbentuk dua lapisan, kemudian diambil fase polar di bagian atas. Pada

fase tersebut NaOH 4M sebanyak 8 mL ditambahkan sambil diaduk dengan stirer

hingga larutan bersifat basa, dan dicek pH-nya dengan menggunakan pH

indikator. Setelah pH basa (pH ± 12) kemudian kloroform 10 mL ditambahkan

dan kembali digojog selama 5 menit dan didiamkan hingga terbentuk dua lapisan,

kemudian diambil fase non polar pada bagian bawah. Kloroform diuapkan di

dalam lemari asam dan setelah seluruh kloroform menguap kemudian

ditambahkan sedikit etanol dan larutan tersebut dimasukkan ke dalam labu takar 5

mL dan diencerkan dengan etanol hingga tanda.

b. Pembuatan larutan sampel dengan adisi (LSN). Larutan sampel nikotin

sebanyak 1,125 mL diambil dan dimasukkan ke dalam labu takar 5 mL. Larutan

(45)

dengan konsentrasi 50 ppm dan diencerkan dengan etanol hingga tanda, sehingga

diperoleh kadar kurang lebih 4 ppm. Replikasi dilakukan sebanyak lima kali.

c. Pengembangan dan pengukuran. LS dan LSN diberi perlakuan seperti

pada poin F.4. Setelah itu dihitung kadar baku nikotin dalam sampel

menggunakan persamaan kurva baku yang telah dibuat pada poin F.4. Kadar baku

nikotin dalam sampel adalah selisih kadar LSN dengan kadar LS. Selanjutnya

dihitung dan CVnya.

G. Analisis Hasil 1. Selektivitas

Selektivitas ditentukan dengan membandingkan nilai Rf baku dan Rf

sampel. Selain itu, selektivitas juga ditunjukkan dengan nilai resolusi > 1,5.

Resolusi (Rs) =

2. Linearitas

Linearitas dilihat dari nilai r (koefisien korelasi) hasil pengukuran seri

baku nikotin. Suatu metode memiliki linearitas yang baik jika r ≥ 0,999.

3.Akurasi

Akurasi metode analisis dinyatakan dengan yang dapat dihitung

dengan cara berikut:

(46)

4.Presisi

Presisi metode analisis dinyatakan dengan

(CV), yang dapat dihitung dengan cara berikut:

CV = " !

5. Akurasi pengukuran baku dalam matriks sampel

= "

(47)

29 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pembuatan Fase Gerak

Fase gerak yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari hasil

optimasi yang dilakukan pada rangkaian penelitian ini, yaitu n-heksan : toluen :

dietilamin (15,25:5,75:4) (Chairio, 2011). Tujuan pembuatan fase gerak dengan

jenis dan komposisi tersebut adalah untuk menghasilkan polaritas fase gerak yang

sesuai sehingga dapat memisahkan nikotin secara optimal. Oleh karena itu,

dibutuhkan fase gerak yang mampu berinteraksi dengan nikotin sehingga mampu

mengelusi nikotin dari fase diam silika gel 60 F254. Sistem kromatografi pada

penelitian ini merupakan kromatografi fase normal, karena fase gerak pada

penelitian ini bersifat lebih non polar daripada fase diamnya.

B. Preparasi Sampel

Sampel yang digunakan yaitu larutan ekstrak etanolik daun tembakau.

Daun tembakau dikeringkan, diserbuk dan dilakukan ekstraksi dengan metode

soxhletasi menggunakan pelarut etanol 96%, karena nikotin larut dalam etanol.

Prinsip ekstraksi adalah pemisahan senyawa dari campuran senyawa dengan

pelarut yang sesuai. Metode soxhletasi ini menggunakan pemanasan yang

dilakukan terus-menerus, nikotin termasuk senyawa yang stabil terhadap

pemanasan, titik didih nikotin cukup tinggi yaitu 247°C, sehingga metode

(48)

metode soxhletasi karena pada soxhletasi proses penyarian simplisia berlangsung

secara berkesinambungan dan pelarut selalu baru sehingga lebih efektif dalam

penyarian nikotin, serta jumlah pelarut yang dibutuhkan lebih sedikit. Ekstrak

kental hasil soxhletasi kemudian dipreparasi dengan menambahkan HCl encer

(22,6% v/v) dan dilakukan ultrasonifikasi untuk membantu pelarutan.

+ HCl

Cl

nikotin hidroklorida nikotin

Gambar 6. Reaksi penggaraman nikotin dengan larutan HCl

Berdasarkan gambar 6, dengan adanya penambahan HCl maka nikotin

akan terprotonasi menjadi nikotin hidroklorida. Langkah selanjutnya yaitu

penambahan kloroform di dalam corong pisah dan digojog selama 5 menit

sehingga akan terjadi pemisahan. Pemisahan ini bertujuan untuk memisahkan

nikotin dari senyawa-senyawa non polar yang mungkin terikut seperti senyawa

hidrokarbon, minyak, zat lilin, dan steroid pada daun tembakau.

Senyawa-senyawa non polar tersebut dapat mengganggu proses elusi nikotin ketika

ditotolkan karena bobot molekul yang besar. Nikotin yang terprotonasi akan

berada dalam fase polar atau pada bagian atas, sedangkan senyawa-senyawa non

polar akan berada di bagian bawah. Fase polar diambil dan ditambah dengan

NaOH sehingga nikotin kembali ke bentuk molekul basanya, kemudian ditambah

(49)

+ NaOH

nikotin

+ NaCl

nikotin hidroklorida

Cl

Gambar 7. Reaksi pembentukan molekul nikotin basa

Berdasarkan gambar 7, nikotin hidroklorida bereaksi dengan NaOH

membentuk nikotin basa, maka nikotin akan berada di fase non polar (bagian

bawah) karena telah berada dalam bentuk molekulnya dan nikotin larut dalam

kloroform. Fraksi kloroform diuapkan sehingga hanya tersisa nikotin dan alkaloid

lain yang memiliki kemiripan sifat dengan nikotin, yaitu nornikotin, anabasin, dan

anatabin. Nikotin memiliki titik didih yang tinggi sehingga tidak ikut menguap

bersama kloroform. Setelah kloroform diuapkan kemudian nikotin dilarutkan

dalam etanol

Selama proses preparasi sampel, semua peralatan gelas yang digunakan

dilapisi dengan dikarenakan sifat dari nikotin yang tidak stabil

terhadap paparan cahaya dan udara. Apabila larutan nikotin dibiarkan dalam

keadaan terpapar dengan udara, maka nikotin akan teroksidasi dan berubah

menjadi warna coklat. , ) , dan nikotin N-1 oksida adalah

produk degradasi yang terbentuk akibat proses oksidasi pada nikotin.

C. Pembuatan Larutan Baku

Larutan baku nikotin dibuat dengan melarutkan baku nikotin dengan

(50)

3, 4, dan 5 ppm. Pemilihan seri konsentrasi ini disesuaikan dengan respon

detektor terhadap sinyal (" ) yang dihasilkan, sehingga tidak terganggu oleh

yang dihasilkan alat. Selain itu pemilihan seri konsentrasi ini juga bertujuan

agar respon analit dalam sampel dapat masuk dalam respon seri larutan baku yang

dibuat, sehingga persamaan kurva baku yang diperoleh dapat digunakan untuk

penetapan kadar analit dalam sampel.

D. Penetapan Panjang Gelombang Pengamatan Nikotin

Tujuan dari penetapan panjang gelombang pengamatan yaitu untuk

mendapatkan panjang gelombang analisis yang dapat memberikan serapan

nikotin. Pada penelitian ini hanya nikotin yang dianalisis, sehingga panjang

gelombang pengamatan yang digunakan adalah panjang gelombang dimana

nikotin memberikan serapan maksimum. Alasan penggunaan panjang gelombang

maksimum adalah pada panjang gelombang maksimum analit memberikan respon

yang maksimum, perubahan respon untuk setiap konsentrasi zat adalah yang

paling besar, sehingga kepekaan analisis maksimal dan dapat meminimalkan

kesalahan sewaktu pengukuran.

Gambar 8. Kromofor pada nikotin

(51)

Berdasarkan gambar 8, nikotin memiliki kromofor yang pendek pada

cincin piridinnya. Ikatan terkonjugasi yang pendek menyebabkan panjang

gelombang maksimalnya kecil, sehingga nikotin menyerap radiasi pada daerah

ultraviolet. Oleh karena itu, panjang gelombang maksimum nikotin

dilakukan pada 200-300 nm menggunakan alat densitometer.

Gambar 9. Densitogram baku nikotin dengan konsentrasi 3 ppm dalam pelarut etanol

Panjang gelombang teoritis nikotin yaitu 262 nm (Popl, Fanhrich, dan

Tatar, 1990). Berdasarkan gambar 9, hasil percobaan menunjukkan panjang

gelombang maksimum nikotin pada λ 261 nm. Jika dibandingkan dengan panjang

gelombang nikotin teoritis maka terjadi pergeseran sebesar 1 nm. Pergeseran ini

masih memenuhi ketentuan yang ditetapkan dalam Farmakope Indonesia edisi IV

(1995) karena dimaknai memenuhi syarat jika tepat atau dalam batas 2 nm dari

(52)

maksimum nikotin sesuai dengan panjang gelombang teoritis, sehingga dapat

dipastikan senyawa tersebut adalah nikotin. Menurut Moffat, Osselton, dan

Widdop (2011), pada pelarut asam dan panjang gelombang 259 nm, nikotin

memiliki # !$ sebesar 338a , maka nilai absorptivitas molarnya (ε) adalah

5482,36 M-1cm-1. Berdasarkan nilai absorptivitas molarnya, nikotin cukup sensitif

diukur dengan detektor UV pada alat densitometer.

E. Pengamatan Nilai (Rf) dan Pembuatan Baku Nikotin

Nilai Rf merupakan parameter analisis kualitatif yang nantinya digunakan

untuk mengetahui ada tidaknya analit dalam sampel. Pengamatan nilai Rf

menggunakan konsentrasi tengah seri baku nikotin, yaitu 3 ppm. Berdasarkan

pengamatan, nilai Rf baku nikotin yaitu 0,52.

Gambar 10. Kromatogram baku nikotin konsentrasi 3 ppm (Rf = 0,52)

Nilai Rf nikotin dipengaruhi oleh interaksi nikotin dengan fase diam dan

fase gerak. Interaksi nikotin dengan fase diam dan fase gerak dapat dilihat pada

(53)

H

Gambar 11. Interaksi hidrogen nikotin dengan fase diam silika gel 60 F254

Interaksi Van der Waals

Transfer muatan

Interaksi hidrogen

Gambar 12. Interaksi nikotin dengan fase gerak ( n-heksan : toluen : dietilamin)

Berdasarkan gambar 11 dan 12, nampak bahwa interaksi nikotin dengan

fase gerak lebih dominan dibandingkan dengan fase diamnya. Adanya interaksi

hidrogen antara nikotin dan fase diam menyebabkan nikotin tertambat pada fase

diam namun hanya pada permukaannya (adsorpsi), sedangkan dengan fase gerak

terjadi interaksi hidrogen, transfer muatan, dan interaksi Van der Waals. Interaksi

yang sesuai antara nikotin dengan fase diam dan fase gerak akan menghasilkan

pemisahan yang maksimal.

Fase gerak yang digunakan yaitu n-heksan : toluen : dietilamin (15,25 :

5,75 : 4). Indeks polaritas campuran dari fase gerak tersebut yaitu 1,248.

Penggunaan fase gerak tersebut menghasilkan nilai R nikotin diantara 0,2-0,8

Interaksi hidrogen

(54)

yaitu 0,52 yang menunjukkan terjadinya interaksi kesetimbangan dinamis antara

analit dengan fase diam dan fase gerak. Fase diam yang digunakan yaitu silika gel

60 F254 yaitu fase diam silika yang mengandung indikator fosforesensi sehingga

bercak nikotin akan lebih mudah terlihat dan terdeteksi di bawah sinar UV. Gugus

kromofor nikotin akan menyerap cahaya dari sinar UV sehingga sinar UV tidak

dapat mencapai indikator fosforesensi dan tidak ada cahaya yang dipancarkan

pada bercak tersebut. Oleh karena itu, terjadi peredaman bercak atau - )

dengan latar belakang fosforesensi dengan warna hijau.

Pembuatan kurva baku nikotin dilakukan 3 kali replikasi untuk

mendapatkan koefisien korelasi yang paling baik, yaitu nilainya ≥ 0,999; karena

menunjukkan adanya korelasi yang linier antara konsentrasi dan respon

pengukuran yang dihasilkan, yaitu berupa * (AUC). Respon

yang menunjukkan nilai koefisien korelasi paling baik yang digunakan dalam

pembuatan kurva baku.

Tabel IV. Data replikasi kurva baku nikotin

Baku Nikotin

Replikasi I Replikasi II Replikasi III Seri baku

Kurva baku yang digunakan adalah kurva baku yang memiliki linearitas

(55)

proporsional terhadap konsentrasi (jumlah) analit. Berdasarkan tabel IV, koefisien

korelasi paling baik ditunjukan pada replikasi III dengan r = 0,999; sehingga

persamaan kurva baku inilah yang digunakan dalam penetapan kadar. Persamaan

kurva bakunya yaitu y = 2778,69x + 2911,17.

Gambar 13. Hubungan antara konsentrasi nikotin dengan AUC (replikasi III)

F. Validasi Metode Analisis

Validasi metode analisis bertujuan untuk membuktikan bahwa metode

analisis yang digunakan telah memenuhi persyaratan validitas sehingga dapat

memberikan hasil analisis yang dapat dipercaya. Parameter validasi pada

penelitian ini meliputi selektivitas, linearitas, akurasi, dan presisi. Validasi

dilakukan dengan 3 seri konsentrasi sebanyak 5 replikasi. Konsentrasi yang

digunakan merupakan konsentrasi rendah, sedang, dan tinggi dari konsentrasi seri

baku, yaitu 1, 3, dan 5 ppm. Tiga konsentrasi tersebut yang digunakan karena

telah mewakili konsentrasi seri baku lainnya.

(56)

1. Selektivitas

Penentuan selektivitas dari metode KLT-densitometri ini dapat dilihat

dengan membandingkan nilai Rf baku dan nilai Rf analit dalam sampel. Namun,

nilai Rf merupakan parameter kualitatif, parameter kuantitatif dapat dilihat dari

nilai resolusi (Rs). Syarat selektivitas yang baik apabila memiliki nilai Rs > 1,5

(Swartz dan Krull, 1997).

Tabel V. Perbandingan nilai Rf baku dan sampel, serta nilai resolusi

Konsentrasi seri

dalam sampel menunjukkan nilai yang identik, sehingga " analit dalam sampel

tersebut merupakan " nikotin, namun harus lebih dipastikan dengan

penambahan baku nikotin dalam matriks sampel pada prosedur kerja selanjutnya.

Berdasarkan data resolusi yang diperoleh pada tabel, dapat diketahui bahwa

resolusi antara " analit dan " terdekat telah memenuhi persyaratan resolusi

(57)

Gambar 14. Kromatogram baku nikotin konsentrasi 5 ppm (Rf = 0,53)

Gambar 15. Kromatogram sampel replikasi I (Rf = 0,55)

Berdasarkan gambar 15, dapat dilihat bahwa nilai resolusi antara "

analit (peak nomor 3) dengan " terdekat (peak nomor 2) adalah 1,58. Hal ini

menunjukkan bahwa metode KLT-Densitometri ini memenuhi parameter

selektivitas dalam menetapkan kadar nikotin.

2. Linearitas

Linearitas suatu metode menunjukkan proporsionalitas nilai kadar

terhadap respon (absorbansi, luas area, tinggi puncak). Linearitas ditunjukkan oleh

nilai koefisien korelasi (r). Suatu metode dikatakan memenuhi parameter

(58)

Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil pembuatan kurva baku pada

tabel IV, didapat nilai r untuk replikasi I = 0,998, replikasi II = 0,998, dan

replikasi III = 0,999. Nilai r yang memenuhi syarat linearitas yang baik yaitu pada

replikasi III, dengan nilai r = 0,999. Oleh karena itu, metode KLT-densitometri ini

telah memenuhi syarat linearitas yang baik dalam menetapkan kadar nikotin.

3. Akurasi

Akurasi suatu metode analisis dinyatakan dengan nilai . Suatu

metode dikatakan memiliki akurasi yang baik apabila memiliki nilai %

antara 98-102% (Garfield, ., Harmita, 2004).

Tabel VI. Data % Kadar

nikotin (ppm)

(%)

Replikasi I Replikasi II Replikasi III Replikasi IV Replikasi V

1 99,78 101,84 98,72 100,69 102,46

3 101,80 99,90 101,09 100,99 100,06

5 98,23 100,44 100,55 100,23 99,64

Berdasarkan hasil yang diperoleh pada tabel VI, nilai yang

masuk pada rentang akurasi yang baik yaitu 98-102% adalah konsentrasi level

sedang hingga tinggi. Pada level konsentrasi rendah (1 ppm), metode ini memiliki

nilai antara 98,72 - 102,46%, nilai yang diperoleh tidak

memenuhi persyaratan akurasi yang baik. Oleh karena itu, metode ini memiliki

akurasi yang baik pada kadar 3 ppm hingga 5 ppm, sehingga dapat digunakan

(59)

4. Presisi

Presisi merupakan parameter dalam mengukur suatu metode dalam

mendapatkan hasil yang reprodusibel. Presisi dinyatakan dengan nilai

(CV). Syarat presisi yang baik yaitu nilai CV≤ 2% (Harmita, 2004).

Tabel VII. Data (CV)

Berdasarkan data pada tabel VII, dapat dilihat bahwa pada konsentrasi 1

ppm, 3 ppm, dan 5 ppm telah memenuhi syarat presisi yang baik, karena nilai CV

kurang dari 2%. Oleh karena itu, metode ini memiliki presisi yang baik dalam

menetapkan kadar nikotin pada level konsentrasi tersebut.

G. Penentuan Akurasi dan Presisi Baku Nikotin dalam Sampel

Tujuan dari penentuan akurasi dan presisi baku nikotin dalam sampel

yaitu untuk memastikan bahwa " dengan nilai Rf yang identik terhadap baku

nikotin memang merupakan " senyawa nikotin. Cara mengetahuinya adalah

dengan menambahkan baku nikotin ke dalam matriks sampel. Apabila luas area

pada " tersebut bertambah ketika baku nikotin ditambahkan, maka dapat

dipastikan bahwa " tersebut merupakan " nikotin. Tujuan lain yaitu untuk

melihat apakah metode ini apabila diaplikasikan pada matriks sampel memberikan

hasil yang memenuhi akurasi dan presisi yang baik atau tidak. Metode ini

dilakukan apabila tidak memungkinkan membuat sampel plasebo karena pada

(60)

senyawa endogen (metabolit sekunder) sehingga dipakai metode adisi ini untuk

menyesuaikan matriks baku dengan matriks sampel.

Gambar 16. Kromatogram sampel tanpa penambahan baku nikotin

Gambar 17. Kromatogram sampel dengan penambahan baku nikotin

Berdasarkan gambar 16 dan 17, terjadi penambahan luas area pada "

yang memiliki Rf identik dengan baku nikotin. Maka dapat disimpulkan bahwa

" tersebut merupakan nikotin.

Setelah dapat dipastikan bahwa " dengan nilai Rf yang identik

tersebut merupakan " dari nikotin, maka selanjutnya dilakukan penentuan

(61)

ditambahkan pada matriks sampel adalah 3,1 ppm, maka nilai yang

dapat diterima yaitu 80-110% dan nilai CV ≤ 16% (Garfield, ., Harmita, 2004).

Tabel VIII. dan CV baku nikotin dalam matriks sampel Replikasi (%) CV (%)

I 90,65

3,32

II 88,71

III 86,77

IV 88,39

V 82,90

Berdasarkan tabel VIII, dapat disimpulkan bahwa metode

KLT-Densitometri ini dapat mengukur kadar analit dalam matriks sampel secara akurat

dan seksama karena memiliki nilai CV dan yang memenuhi persyaratan.

(62)

44 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Metode KLT-densitometri dengan instrumen ' & +

CAT. No. 027.6485 SER. No.160602, fase diam silika gel 60 F254, fase gerak

n-heksan : toluen : dietilamin (15,25 : 5,75 : 4), volume penotolan 1,0 µL, dan jarak

pengembangan 10 cm memiliki selektivitas yang baik dengan resolusi pada 3 kali

replikasi sampel berturut-turut adalah 1,58; 1,89; dan 1,88; linearitas yang baik

pada konsentrasi 1-5 ppm dengan r = 0,999; nilai dan CV berturut-turut

untuk konsentrasi nikotin 1 ppm, 3 ppm, dan 5 ppm yaitu 98,72-102,46% dan

1,50%; 99,90-101,80% dan 0,78%; 98,23-100,55% dan 0,96%. Berdasarkan hasil

tersebut, maka metode KLT-densitometri ini memiliki validitas yang baik untuk

menetapkan kadar nikotin dalam ekstrak etanolik daun tembakau.

B. Saran

Metode analisis yang telah divalidasi ini perlu diaplikasikan pada

Gambar

Tabel I.  Parameter analisis validasi metode .........................................
Tabel data densitogram pada panjang gelombang
gambar di bawah ini.
Gambar 3. Tanaman tembakau
+7

Referensi

Dokumen terkait

Apabila pemerintah kabupaten tidak melakukan penyesuaian kembali maka peraturan daerah yang mengatur tentang retribusi akan batal demi hukum berdasarkan ketentuan Pasal

bahwa Peraturan Daerah Kabupaten Klungkung Nomor 6 Tahun 2000 tentang Retribusi Tempat Rekreasi dan Olah Raga sudah tidak sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan

Secara umum, hasil validasi masing-masing lokasi survei berdasarkan harga komponen pada tahun yang bersangkutan menunjukkan bahwa estimasi dengan menggunakan model HST BGN

Penelitian ini di latar belakangi oleh Pendidikan Agama Islam yang memerlukan pembelajaran yang menarik agar peserta didik mudah memahami isi materi pelajaran karena

Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui seberapa besar pencapaian SPM khususnya di 12 Sekolah Dasar Negeri di Kecamatan Mangkubumi yakni SDN Cibanjaran; SDN I

publik, serta turut berpartisipasi aktif dalam proses politik sesuai dengan Pancasila. dan UUD

Pada 12 Mei, Trump harus memutuskan apakah akan menunda atau memberlakukan sanksi terhadap ekspor minyak Iran. Namun, pemberlakuan sanksi akan mengancam kesepakatan

classroom when teaching argumentative essay at the high school level, there are. some suggestions given as