• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMODELAN STATISTICAL DOWNSCALING MENGGUNAKAN REGRESI LINIER DENGAN PERSENTIL L1 DAN PERSENTIL L2 UNTUK PENDUGAAN CURAH HUJAN MOH.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEMODELAN STATISTICAL DOWNSCALING MENGGUNAKAN REGRESI LINIER DENGAN PERSENTIL L1 DAN PERSENTIL L2 UNTUK PENDUGAAN CURAH HUJAN MOH."

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

PEMODELAN

STATISTICAL DOWNSCALING

MENGGUNAKAN

REGRESI LINIER DENGAN PERSENTIL L

1

DAN PERSENTIL L

2

UNTUK PENDUGAAN CURAH HUJAN

MOH. IRVAN

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2017

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul “Pemodelan Statistical Downscaling menggunakan Regresi Linier dengan Persentil L1 dan Persentil L2

untuk Pendugaan Curah Hujan” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2017 Moh. Irvan NIM G152140091

* pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerjasama dengan pihak luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerjasama yang terkait

(4)

RINGKASAN

MOH. IRVAN. Pemodelan Statistical Downscaling menggunakan Regresi Linier dengan Persentil L1 dan Persentil L2 untuk Pendugaan Curah Hujan. Dibimbing

oleh AJI HAMIM WIGENA dan ANIK DJURAIDAH.

Salah satu fenomena perubahan iklim yang berdampak besar bagi manusia dan makhluk hidup lainnya adalah curah hujan ekstrim. Dampak kerugian dari curah hujan ekstrim mempengaruhi hampir semua aspek pertanian. Sebagai upaya untuk mengantisipasi akibat permasalahan tersebut perlu dibangun satu model peramalan curah hujan di suatu wilayah tertentu. Peramalan curah hujan ini memberikan informasi yang sangat berguna khususnya pada bidang pertanian.

Statistical downscaling (SDS) merupakan teknik analisis statistik yang menggambarkan hubungan antara data curah hujan (berskala lokal) dengan data presipitasi (berskala global) yang merupakan luaran dari data General Circulation Model (GCM). Data luaran GCM memiliki karakteristik berdimensi tinggi dan terdapat multikolinieritas. Metode untuk mengatasi masalah multikoliniertas dapat diatasi antara lain dengan analisis komponen utama (AKU), regresi gulud, lasso, dan elastic net.

Pada regresi gulud dan lasso nilai parameter λ berperan dalam mengontrol besarnya penyusutan koefisien regresi. Salah satu cara untuk mencari nilai λ yang optimal adalah metode validasi silang. Metode validasi silang ini memiliki kelebihan ketika jumlah data amatan sedikit, namun metode ini menunjukkan adanya ketidakstabilan pada saat proses validasi silang apabila diulang sampai k kali. Oleh sebab itu berdasarkan hasil kajian, metode persentil L1 memberikan

nilai akurasi yang lebih stabil dibandingkan regularisasi L1. Persentil merupakan

suatu teknik validasi silang yang dipertimbangkan untuk prosedur kestabilan pemilihan λ dalam dugaan koefisien regresi. Tujuan penelitian ini adalah menerapkan model SDS menggunakan regresi linier dengan persentil L1 dan

persentil L2 untuk menduga curah hujan. Kemudian, kedua metode tersebut akan

dipilih model yang terbaik berdasarkan nilai RMSEP terkecil dan korelasi terbesar.

Data respon yang digunakan adalah data curah hujan bulanan 11 pos hujan dari Kabupaten Indramayu dan sekitarnya pada periode 1981-2013. Penelitian ini menggunakan ZOM 79 yang mencakup 4 pos hujan yaitu Gegesik, Karangkendal, Krangkeng dan Sukadana. Data peubah bebas diperoleh dari data presipitasi CMIP5 (multi-model ensemble Phase 5 Couple Model Intercomparisson Project). Tahapan analisis data adalah (1) Menentukan pergeseran waktu untuk data pada tiap grid data GCM; (2) Analisis dengan teknik persentil L1 dan persentil L2 untuk

mengatasi masalah multikolinieritas pada peubah bebas yang merupakan data presipitasi dari luaran GCM; (3) Menentukan parameter pengontrol (λ) persentil L1 dan persentil L2 yang optimum diperoleh dari Cross Validation Error (CVE)

terkeci; Nilai λ optimum yang terpilih dari teknik persentil L1 dan persentil L2

digunakan dalam model SDS dengan respon menyebar normal; Pemilihan model terbaik dilakukan berdasarkan nilai RMSEP terkecil; (4) Menguji konsistensi model penduga pada beberapa tahun.

(5)

Prediksi curah hujan menggunakan teknik persentil L1 dengan penambahan

peubah dummy (RMSEP=18.87 mm/bulan; r=0.99) lebih baik daripada dengan persentil L1 tanpa peubah dummy (RMSEP=72.42 mm/bulan; r=0.76). Demikian

juga, prediksi curah hujan menggunakan teknik persentil L2 dengan dummy

(RMSEP=26.64 mm/bulan; r=0.97) lebih baik daripada menggunakan persentil L2

tanpa dummy (RMSEP=71.11 mm/bulan; r=0.79). Pendugaan prediksi curah hujan menggunakan model dengan peubah dummy lebih konsisten daripada menggunakan model tanpa dummy. Pengujian konsistensi model tersebut, berdasarkan hasil simpangan baku dari nilai korelasi pada setiap waktu.

Secara umum, hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Prediksi curah hujan dengan persentil L1 dan persentil L2 lebih baik daripada validasi silang hanya satu

kali; (2) Penambahan peubah dummy pada teknik persentil L1 dan persentil L2

memperbaiki hasil prediksi curah hujan; (3) Model SDS persentil L1 merupakan

model terbaik untuk prediksi curah hujan.

Kata kunci : general circulation model, gulud, lasso, peubah dummy, persentil, statistical downscaling

(6)

SUMMARY

MOH. IRVAN. Statistical Downscaling Modeling using Linear Regression with Percentile L1 and Percentile L2 to Predict Rainfall. Supervised by AJI HAMIM

WIGENA and ANIK DJURAIDAH.

One of the climate change phenomena that has major implication for humans and other living things is the extreme rainfall. The impact of losses from extreme rainfall affects almost all aspects of agriculture. In an effort to anticipate the result of these problems, it is necessary to build one model of rainfall prediction in a certain region. The rainfall prediction provides very useful information, especially in agriculture.

Statistical downscaling (SDS) is a statistical analysis technique that describes the relationship between rainfall data (local scale) and precipitation data (global scale) which are the output of General Circulation Model (GCM). Output data of GCM has a high dimension characteristic and there is multicollinearity. Some of methods that resolve multicollinearity problems are principal component analysis (PCA), ridge regression, lasso, and elastic net.

In lasso and ridge regression, parameter values (λ) have a role to control the amount of regression coefficient shrinkage. One way to find the optimal λ value is cross-validation method. This cross-validation method has advantages when the number of data observations is small, however this method shows an instability when the cross-validation process is repeated until the k times. Therefore based on the results of study, percentile method L1 provides more stable accuration value

than regularization L1. Percentile is a cross-validation technique that is considered

for the stability procedures of λ selection in regression coefficient estimation. The purpose of this study was to apply SDS model using linear regression with percentile L1 and percentile L2 to predict rainfall. Then, both of methods were

compared and the best model was selected based on the smallest RMSEP value and the largest correlation.

Response data used in this study were the monthly rainfall data of 11 rain sites from Indramayu regency and surrounding areas in the period of 1981-2013. This study used ZOM 79 including four rain sites, namely Gegesik, Karangkendal, Krangkeng and Sukadana. Independent variable data were the precipitation data from CMIP5 (multi-model ensemble Intercomparisson Model Couple Phase5 Project). The steps of data analysis are (1) Determine the time lag for the data in each data grid of GCM; (2) Data analysis using percentile L1 and percentile L2

technique to overcome the problem of multicollinearity in independent variable which is the precipitation data from GCM outputs; (3) Determine the controller parameter (λ) of optimum percentile L1 and percentile L2 based on the smallest

Cross Validation Error; optimum value λ that selected from percentile L1 and

percentile L2 technique was used in SDS model with the response of normal

distribution; selection of the best model was based on value of smallest RMSEP; (4) Test the consistency of the estimator model in several years.

Rainfall prediction using percentiles L1 technique with dummy variables

(RMSEP=18.87 mm/month; r=0.99) was better than percentile L1 without dummy

variables (RMSEP=72.42 mm/month; r=0.76). Therefore, rainfall prediction using percentiles L2 technique with dummy variables (RMSEP=26.64 mm/month; r=0.97)

(7)

was better than percentile L2 without dummy variables (RMSEP=71.11 mm/month;

r=0.79). The estimation of rainfall prediction using dummy variables was more consistent than without dummy variables. The consistency test of the model was based on standard deviation of correlation value at any time.

Generally, the results show that (1) Prediction of rainfall with percentile L1

and percentile L2 was better than using only one time cross-validation; (2)

Addition of dummy variables in percentile L1 and percentile L2 technique

improved the rainfall prediction; (3) SDS model using percentile L1 is the best

model for rainfall prediction.

Keywords: dummy variables, general circulation model, lasso, percentile, ridge, statistical downscaling

Kata kunci : general circulation model, statistical downscaling, persentil, regularisasi lasso, regularisasi gulud.

(8)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2017

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

(9)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Statistika Terapan

PEMODELAN

STATISTICAL DOWNSCALING

MENGGUNAKAN

REGRESI LINIER DENGAN PERSENTIL L

1

DAN PERSENTIL L

2

UNTUK PENDUGAAN CURAH HUJAN

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2017

MOH. IRVAN

(10)
(11)
(12)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan ridho-Nya, kesempatan, dan kesehatan yang dikaruniakan-Nya sehingga tesis yang berjudul “Pemodelan Statistical Downscaling menggunakan Regresi Linier dengan Persentil L1 dan Persentil L2 untuk Pendugaan Curah Hujan” ini dapat

terselesaikan.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir Aji Hamim Wigena, MSc dan Ibu Dr Ir Anik Djuraidah, MS selaku pembimbing, atas kesediaan dan kesabaran untuk membimbing dan membagi ilmunya kepada penulis dalam penyusunan tesis ini. Selanjutnya, ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada bapak Dr Agus Mohamad Soleh, MT selaku penguji luar komisi pembimbing, atas kesediaan dan kesabaran dalam memberikan banyak masukan berharga untuk tesis ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan sebesar-besarnya kepada seluruh Dosen Departemen Statistika IPB yang telah mengasuh dan mendidik penulis selama di bangku kuliah hingga berhasil menyelesaikan studi, serta seluruh staf Departemen Statistika IPB atas bantuan, pelayanan, dan kerjasamanya selama ini.

Ucapan terima kasih yang tulus dan penghargaan yang tak terhingga juga penulis ucapkan kepada Ayahanda dan Ibunda tercinta Shohib dan Umi Kulsum yang telah membesarkan dan mendidik penulis dengan penuh kasih sayang demi keberhasilan penulis selama menjalani proses pendidikan, juga adikku tersayang Istiqamah, Ahmad fatoni, Ahmad Ihyak, Milatul Hamilah, dan Muzakky Azizi serta keluarga besarku atas doa dan semangatnya.

Terakhir tak lupa penulis juga menyampaikan terima kasih kepada seluruh mahasiswa Pascasarjana Departemen Statistika dan rekan-rekan Asrama NTB atas segala bantuan dan kebersamaannya selama menghadapi masa-masa terindah maupun tersulit dalam menuntut ilmu, serta semua pihak yang telah banyak membantu dan tak sempat penulis sebutkan satu per satu.

Semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Bogor, Maret 2017 Moh. Irvan

(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi DAFTAR GAMBAR vi DAFTAR LAMPIRAN vi 1 PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Tujuan Penelitian 2 2 TINJAUAN PUSTAKA 2

General Circulation Model (GCM) 2

Analisis Regresi Linier 3

Regresi Gulud 4

Regresi Lasso 5

Persentil Lasso dan gulud 6

3 METODE PENELITIAN 7

Data 7

Metode Analisis 7

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 9

Deskripsi Data Curah Hujan 9

Pergeseran Waktu data Presipitasi GCM 10

Model Statistical Downscaling dengan Teknik Persentil L1 dan

Persentil L2 11

Prediksi Curah Hujan 2013 15

Konsistensi Model 17 5 SIMPULAN 18 Simpulan 18 DAFTAR PUSTAKA 19 LAMPIRAN 22 RIWAYAT HIDUP 25

(14)

DAFTAR TABEL

1 Deskripsi data curah hujan Kabupaten Indramayu tahun 1981-2013 10 2 Hasil RMSEP dan korelasi data pemodelan SDS persentil L1 11

3 Hasil RMSEP(Persentil %) setiap prediksi tahun (persentil L1) 12

4 Hasil RMSEP dan korelasi data pemodelan SDS persentil L1 dengan

peubah dummy 13

5 Hasil RMSEP(Persentil %) setiap prediksi tahun (persentil L1 dengan

peubah dummy) 13

6 Hasil RMSEP dan korelasi data pemodelan SDS persentil L2 13

7 Hasil RMSEP(Persentil %) setiap prediksi tahun (persentil L2) 14

8 Hasil RMSEP dan korelasi data pemodelan SDS persentil L1 dengan

peubah dummy 14

9 Hasil RMSEP(Persentil %) setiap prediksi tahun (persentil L2 dengan

peubah dummy) 14

10 Nilai RMSEP dan korelasi setiap model teknik persentil L1 15

11 Nilai RMSEP dan korelasi setiap model teknik persentil L2 16

12 Nilai RMSEP dan korelasi model SDS persentil L1 dan persentil L2 17

DAFTAR GAMBAR

1 Ilustrasi proses statistical downscaling 3

2 Contoh validasi silang lipat-5 saat anak gugus data ke-1 dijadikan data

prediksi 6

3 Pola curah hujan Kabupaten Indramayu pada wilayah ZOM 79 tahun

1981-2013 9

4 Plot model SDS persentil L1 periode 2013 dengan data GCM-lag 16

5 Plot model SDS persentil L2 periode 2013 dengan data GCM-lag 17

DAFTAR LAMPIRAN

1 Tabulasi data curah hujan dan presipitasi GCM periode 1981-2013

ZOM 79 22

2 Penentuan time_lag data presipitasi 23

3 Time_lag data presipitasi GCM dan korelasi sebelum dan sesudah

(15)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Curah hujan merupakan salah satu faktor iklim yang berdampak besar bagi manusia dan makhluk hidup lainnya. Sehingga informasi tentang curah hujan sangat berguna bagi petani untuk mengantisipasi kejadian-kejadian curah hujan ekstrim (Wigena 2006). Curah hujan ekstrim adalah kondisi curah hujan di atas atau di bawah rata-rata kondisi normalnya. Kondisi curah hujan dengan intensitas di atas rata-rata normalnya disebut curah hujan ekstrim basah yang berdampak kebanjiran dan intensitas curah hujan di bawah rata-rata normalnya disebut curah hujan ekstrim kering yang berdampak kekeringan.

Dampak kerugian dari curah hujan ekstrim dirasakan oleh petani yang sering menimbulkan kegagalan produksi pertaniannya. Khususnya di Kabupaten Indramayu sebagai daerah produsen padi nomor satu se Propinsi Jawa Barat. Luas wilayah Kabupaten Indramayu adalah 204.011 hektar dan 41.90% merupakan tanah sawah. Rata-rata produksi padi pertahun sekitar 1.2 juta ton per tahun (Haryoko 2015). Wilayah Indramayu sering dilanda banjir yang merendam puluhan ribu hektar sawah. Akibat banjir tersebut, daerah Indramayu mengalami penurunan produksi pertaniannya.

Sebagai upaya untuk mengantisipasi akibat permasalahan tersebut perlu dibangun satu model peramalan curah hujan di suatu wilayah tertentu (skala lokal). Model peramalan curah hujan pada skala lokal dapat memanfaatkan informasi sirkulasi atmosfer global yang dapat diperoleh dari data luaran General Circulation Model (GCM). Pengembangan model peramalan curah hujan menggunakan SDS sudah banyak dilakukan di antaranya menggunakan regresi kuantil dengan analisis komponen utama (Mondiana 2012), pemodelan linier dengan regularisasi L1 pada respon yang sebarannya Gamma dan Terampat (Soleh

et al. 2015), pemodelan linier sebaran pareto untuk pendugaan curah hujan ekstrim (Kinanti 2015), dan regresi kuantil dengan regularisasi L1 untuk

pendugaan curah hujan (Santri 2016).

Data berskala global merupakan data luaran GCM yang digunakan sebagai peubah bebas. Data luaran GCM memiliki karakteristik kovariat yang berskala besar, non linier, berdimensi tinggi dan terdapat multikolinieritas (Wigena 2011). Sehingga adanya multikolinieritas pada salah satu dari karakteristik data luaran GCM dapat mempengaruhi ragam dari penduga kuadrat terkecil cenderung lebih besar dan pendugaan model yang dihasilkan tidak unik (Inzenman 2008). Pada penelitian ini, untuk masalah multikolinieritas dapat diatasi antara lain dengan regresi gulud, lasso dan gabungan dari regresi gulud dan lasso (elastic net).

Regresi gulud menambahkan penalti pada koefisien parameter dalam regresi dengan regularisasi L2. Pemilihan parameter pengontrol (𝜆) tersebut dapat

diperoleh dengan menggunakan validasi silang atau Cross Validation (CV). Pemilihan parameter pengontrol (𝜆) yang berdasarkan dari hasil validasi silang terkecil merupakan pendugaan koefisien yang paling optimal (Montgomery & Peck 1992). Meskipun pendugaan model yang diperoleh regresi gulud berbias, tetapi ragam yang dihasilkan cenderung lebih kecil, sehingga diharapkan pemodelannya baik (Chatterjee & Hadi 2006). Akan tetapi, regresi gulud tidak

(16)

2

dapat melakukan seleksi peubah bebas untuk memperoleh model yang terbaik. Oleh karena itu, Tibshirani memperkenalkan metode least absolute shrinkage and selection operator (lasso) yang dapat menyusutkan koefisien parameter serta melakukan seleksi peubah pada model regresi linier dengan mengubah penalti dalam regresi gulud dengan regularisasi L1.

Nilai parameter pengontrol (λ) berperan dalam mengontrol besarnya penyusutan koefisien parameter pada regresi gulud dan lasso. Salah satu cara untuk mencari nilai λ yang optimal adalah dengan menggunakan metode validasi silang. Metode validasi silang ini memiliki kelebihan ketika jumlah data amatan sedikit, selain kelebihan metode validasi silang juga memiliki kekurangan. Kekurangan metode ini menunjukkan adanya ketidakstabilan pada proses validasi silang apabila diulang sampai k kali. Oleh sebab itu, regularisasi L1 dikembangkan

dalam teknik persentil L1 oleh Roberts & Nowak (2013). Berdasarkan hasil kajian

yang telah dikembangkan, metode persentil L1 memberikan nilai akurasi lebih

stabil dibandingkan regularisasi L1. Oleh karena itu, pada penelitian ini akan

diterapkan model SDS menggunakan regresi linier dengan persentil L1 dan

persentil L2 untuk menduga curah hujan.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menentukan metode pada pemodelan statistical downscaling yang terbaik antara persentil L1 dengan persentil L2.

2. Memilih model terbaik untuk pendugaan curah hujan di Kabupaten Indramayu.

2 TINJAUAN PUSTAKA

General Circulation Model dan Statistical Downscaling

Model iklim pada saat ini yang paling canggih digunakan untuk jenis perubahan iklim adalah General Circulation Model (GCM) (Auffhammer et al. 2011). GCM adalah sistem persamaan matematika untuk mensimulasikan massa dan energi dari satu bagian atmosfer yang lain untuk memprediksi cuaca kedepannya (Hannah 2011). Sedangkan menurut Soleh et al. (2015) mendefinisikan GCM merupakan model numerik yang memberikan hasil sejumlah data dari berbagai komponen-komponen iklim seperti presipitasi, temperatur, dan kelembaban untuk meramalkan pola iklim pada waktu kedepannya. Sejumlah data dari hasil model GCM terbentuk dari grid-grid atau petak yang memiliki luas penampang wilayah di peta 2.5o atau ± 300 km2. Data yang diperoleh dari GCM berbentuk sketsa grid yang memberikan gambaran bahwa data GCM merupakan data spasial yang berkaitan dengan tata ruang. Data luaran GCM ini tidak dapat menduga perubahan iklim pada skala lokal, karena GCM hanya mampu menggambarkan perubahan iklim pada skala global (Huth dan Keysely 2000). Luaran GCM belum dapat mempertimbangkan kawasan yang

(17)

3 berskala lokal dengan resolusi lebih tinggi daripada luaran GCM, sehingga diperlukan suatu proses Downscaling (Wigena 2011).

Downscaling adalah teknik menginterpolasi peubah-peubah bebas dari data hasil simulasi GCM yang skalanya besar terhadap data berskala lokal. Informasi yang diperoleh dari hasil data GCM bermanfaat untuk melihat korelasi dari kedua peubah tersebut dan menduga nilai peubah dalam selang interval waktu tertentu. Statistical Downscaling dikenal sebagai suatu teknik yang sangat diperlukan untuk menganalisis hubungan dari data berskala global (GCM) dengan data berskala lokal (Bergant et al. 2002).

Statistical Downscaling (SDS) merupakan teknik analisis statistik untuk melihat hubungan antara skala lokal dengan skala global dari hasil simulasi data GCM (Busuioc et al. 2001). Statistical Downscaling memiliki persamaan seperti analisis statistik lainnya. Persamaan umum SDS adalah sebagai berikut:

y(t×1)=f(Χ(t×p)) (1)

dengan,

y(t×1)

= vektor peubah iklim lokal (curah hujan)

Χ(t×p) = matriks peubah bebas luaran data GCM t = amatan dalam satuan waktu (bulanan) p = banyaknya grid domain GCM

Gambar 1 Ilustrasi proses statistical downscaling

Analisis Regresi Linier

Mattjik & Sumertajaya (2013), mendefinisikan regresi linier sederhana merupakan persamaan regresi yang menggambarkan hubungan antara satu peubah bebas (X) dan satu peubah tak bebas (Y). Sedangkan Draper & Smith (1992), mendefinisikan model regresi linier adalah linier dalam parameter. Regresi linier melibatkan satu peubah bebas, sedangkan regresi linier berganda melibatkan p peubah bebas. Hubungan antara peubah-peubah tersebut dapat dirumuskan dalam bentuk persamaan:

(18)

4

Yi=β01X1i+β2X2i+…+βkXki+εi (2) Persamaan (2) dapat dituliskan dengan menggunakan persamaan matriks yaitu:

Y=+ε (3)

Metode yang digunakan untuk menduga nilai koefisien regresi linier adalah metode kuadrat terkecil (MKT). Tujuan dari MKT adalah meminimumkan jumlah kuadrat dari sisaan (error sum of square). Untuk mendapatkan pendugaan parameter MKT bagi β, Persamaan hasil dugaan dari persamaan (3) dapat ditulis sebagai:

y=̂+e atau

e=y-̂ (4)

Karena tujuan dari MKT adalah meminimumkan jumlah kuadrat dari sisaan, yaitu

∑ki=1ei2= minimum maka: ∑ei2 = k i=1 eTe = (y-̂)T(y-̂) jadi, eTe=yTy-2β̂TXTy+β̂TXT̂ (5) Untuk dugaan 𝛃 akan menghasilkan solusi unik, didapatkan dengan cara mendiferensialkan eTe terhadap 𝛃̂𝑻 sebagai berikut:

XT̂ =XTy

𝛃

̂ = (ΧTΧ)-1ΧTy (6) Dalam bentuk matriks, multikolinieritas adalah suatu kondisi buruk atau ill condition dari matriks ΧTΧ yaitu suatu kondisi yang menyalahi asumsi klasik pada regresi linier. Draper & Smith (1992) mengatakan dalam kaitan dengan regresi, jika menginginkan invers dari matriks ΧTΧ namun matriks ini singular maka matriks inversnya tidak ada. Hal ini akan tercermin bahwa sebagian dari persamaan normal itu merupakan kombinasi linier dari persamaan lainnya. Akibatnya, nilai dugaan yang unik tidak dapat diperoleh, kecuali ada syarat tambahan yang dikenakan pada parameter.

Regresi Gulud

Regresi gulud (ridge regression) merupakan metode penyusutan koefisien parameter regresi yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah multikolinieritas. Hoerl Pada tahun 1962 memperkenalkan regresi gulud pertama kali untuk mengurangi ketidakstabilan penduga metode kuadrat terkecil (Hoerl dan Kennard dalam Draper & Smith 1992). Regresi gulud ini dirujuk untuk

(19)

5 mengatasi peubah bebas di dalam model yang memiliki korelasi tinggi sehingga menimbulkan (ΧTΧ) hampir singular. Secara spesifik menduga β pada regresi gulud merupakan kombinasi linier dari penduga-penduga metode kuadrat terkecil yakni meminimumkan jumlah kuadrat sisaan, dilakukan dengan menambahkan penalti pada kuadrat terkecil yang menyebabkan nilai koefisiennya menyusut mendekati nol. Berikut pemberian penalti pada regresi gulud dengan kendala:

∑βj2≤t, t≥0

p

j=1

(5) dengan t merupakan suatu besaran yang mengontrol besarnya penyusutan dengan nilai t≥0. Secara struktural regresi gulud dapat ditulis dengan persamaan lain dengan meminimumkan jumlah kuadrat sisaan terkendala:

β̂gulud= argmin β {∑ (yi-β0+∑xijβj p j=1 ) 2 +λ n i=1 ∑βj2 p j=1 }, λ≥0 (6) Pada persamaan unik pendugaan koefisien pada regresi gulud diperoleh sebagai berikut:

β̂gulud=(ΧTΧ+λΙ)-1

ΧTy (7)

Keterangan:

Ι : matriks identitas berukuran p×p λ : parameter gulud dengan nilai λ≥0

Regresi Lasso

Metode least absolute shrinkage and selection operator (lasso) mulai dikenal setelah Effron menemukan metode algoritma LAR (Least Angle Regression) tahun 2004. Lasso diperkenalkan pertama kali oleh Tibshirani pada tahun 1996 dengan cara mengubah penalti dalam regresi gulud dengan norm L1

(regularisasi L1). Berikut pemberian penalti pada lasso dengan kendala :

∑ |βj|≤t,

p

j=1

t≥0 (8)

Nilai t merupakan suatu besaran yang mengontrol besarnya penyusutan pada pendugaan koefisien lasso dengan t≥0. Jika β̂jmerupakan penduga kuadrat terkecil dan t0=∑ |β̂

j| p

j=1 , maka nilai t<t0 akan menyebabkan solusi MKT

menyusut kearah nol, dan memungkinkan beberapa koefisien menyusut tepat nol. Pendugaan koefisien menggunakan metode lasso dapat ditulis dalam persamaan lagrange untuk meminimumkan:

β̂lasso= argmin β {∑ (yi-β0+∑xijβj p j=1 ) 2 +λ n i=1 ∑ |βj| p j=1 }, λ≥0 (9)

(20)

6

dengan λ adalah parameter pengontrol lasso dengan nilai λ≥0. Efek yang ditimbulkan dengan penambahan regularisasi L1 mampu menyusutkan nilai

koefisiennya kearah nol dan beberapa koefisiennya menghasilkan tepat sama dengan nol (Soleh 2015). Perhitungan nilai solusi penduga koefisiennya mesti menggunakan pemrograman kuadratik, karena tidak dapat dicari dalam bentuk tertutup (Tibshirani 1996).

Persentil Lasso dan Gulud

Cross Validation (CV) adalah metode paling umum dan sederhana yang digunakan untuk memilih parameter pengontrol ( λ) pada regresi. Parameter pengontrol ini berperan dalam mengontrol untuk menyusutkan nilai koefisien parameter kearah nol untuk regularisasi gulud, sedangkan penyusutan beberapa nilai koefisien tepat nol untuk regularisasi lasso sehingga dapat berfungsi sebagai seleksi peubah. Salah satu metode tipe validasi silang adalah k-fold (k lipatan). Metode ini baik digunakan ketika jumlah data amatannya sedikit. Jumlah lipatan pada validasi silang standarnya yang digunakan adalah 5-fold atau 10-fold (Hastie et al. 2008). Dalam validasi silang tipe k-fold, semua data amatan dipartisi secara acak kedalam k anak gugus data.

1 2 3 4 5 Data Prediksi Data Pemodelan Data Pemodelan Data Pemodelan Data Pemodelan Gambar 2 Contoh validasi silang lipat-5 saat anak gugus data ke-1 dijadikan

data prediksi

Sebagai contoh, jika k=5 maka contoh tahapan validasi silang dalam pembagian data akan terlihat pada Gambar 2. Pemodelan pertama anak gugus data ke-1 ditahan untuk data prediksi dan anak gugus data ke 2,3,4,5 selanjutnya dijadikan data pemodelan. kemudian tentukan dugaan galat prediksi dari model terbaik ketika memprediksi anak gugus data ke-1. Hal ini dilakukan untuk k= 1,2,3,4,5, hingga diperoleh semua penduga galat prediksinya. Bedasarkan contoh tahapan di atas, validasi silang membagi data menjadi dua bagian untuk diseleksi sebagai data pemodelan dan data prediksi. Lipatanpertama sebagai data prediksi yang digunakan untuk menguji kebaikan prediksi dari Χβ̂ , sedangkan sisa lipatannya sebagai data pemodelan yang digunakan untuk mengepas nilai β̂. Nilai sisaan prediksi diduga oleh validasi silang dengan menggunakan persamaan sebagai berikut: CV=1 k∑ ∑ (yi-ŷ-k(xi)) 2 (xiyi) k k=1

dengan ŷ-k(xi) adalah dugaan y untuk xi pada saat lipatan ke-k, dan yi merupakan

peubah respon ke-i. Pemodelan dari lipatan pertama tersebut diperoleh dugaan koefisien model dan galat (MSE) yang dihitung dari data prediksi. Proses ini diulang sampai lipatan terakhir, hingga pada akhirnya diperoleh semua dugaan koefisien model dan galat (MSE). Besaran penalti yang dipilih berdasarkan Cross Validation Error (CVE) adalah rata-rata dari semua nilai MSE yang diperoleh.

(21)

7 Menurut Roberts dan Nowak (2013), metode validasi silang memiliki kelemahan dalam menentukan λ yang optimal, karena bergantung pada kinerja jumlah lipatan yang tidak stabil. Oleh sebab itu, Roberts dan Nowak mengembangkan metode persentil L1 untuk mengatasi ketidakstabilan validasi

silang. Pada penelitian ini, akan diterapkan metode persentil L1 dan persentil L2.

Berikut adalah algoritma metode persentil:

1. Data pemodelan dari data observasi dilakukan proses validasi silang yang nantinya akan dipartisi secara acak menjadi beberapa k lipatan.

2. Proses validasi silang menghasilkan dugaan parameter pengontrol yang dilambangkan λ̂i sebagai lambda optimal dengan nilai CVE minimum.

3. Dugaan parameter λ̂i dengan alpha = 1 untuk regularisasi L1 dan λ̂i dengan

alpha = 0 untuk regularisasi L2.

4. Ulangi tahapan 1 Sampai 3 hingga i=1,2,…n , sehingga diperoleh λ̂i=(λ̂1̂2̂3,…,λ̂n) dengan masing-masing λ̂i memiliki nilai CVE.

5. Selanjutnya tahapan terakhir menentukan persentil ke-i untuk membangun model dari λ̂i dengan nilai CVE yang paling minimum dari semua dugaan parameter pengontrol λ̂i.

3 METODE PENELITIAN

Data

Data respon yang digunakan adalah dari data curah hujan bulanan 11 pos hujan dari Kabupaten Indramayu dan sekitarnya pada periode 1981-2013. Tabulasi data disajikan dalam Lampiran 1. Berdasarkan prakiraan musim, wilayah Kabupaten Indramayu terbagi menjadi 4 daerah Zona Musim (ZOM) yaitu ZOM 77,78,79 dan 80. Penelitian ini menggunakan ZOM 79 yang mencakup 4 pos hujan yaitu Gegesik, Karangkendal, Krangkeng dan Sukadana. Data peubah bebas diperoleh dari data curah hujan bulanan CMIP5 (multi-model ensemble Phase 5 Couple Model Intercomparisson Project) dari website http://pcmdi-cmip.llnl.gov/cmip5. Data GCM ini terletak pada posisi 1.25°LS-18.75°LS dan 101.25°BT-118.75°BT (Wigena 2006), yang terdiri dari 64 grid (8x8 grid). Data peubah bebas ada pada setiap grid, sehingga terdapat 64 peubah bebas.

Metode Analisis

Langkah-langkah analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Statistik deskriptif untuk data curah hujan sebagai informasi awal melihat keragaman data amatan, kemudian menghitung korelasi dari kedua data tersebut.

2. Menentukan pergeseran waktu untuk data pada tiap grid GCM berdasarkan korelasi silang antara data curah hujan dengan data presipitasi pada masing-masing grid. Pergeseran waktu ditentukan menggunakan cross correlation function (CCF), berikut:

(22)

8

Yxy(l)=

Cxy(l)

SxSy

dengan Yxy(l)adalah korelasi silang antara data curah hujan dan data presipitasi setiap grid GCM pada waktu ke-l, Cxy(l) adalah koragam antara x

dan y pada tiap waktu ke- l, Sx adalah simpangan baku dari x, dan Sy adalah simpangan baku dari y.

3. Membagi data menjadi dua bagian, yaitu data pemodelan dari tahun 1981-2012, selanjutnya tahun 2013 sebagai data prediksi.

4. Melakukan analisis pemodelan SDS dengan regresi linier menggunakan persentil L1 dan persentil L2 pada data luaran GCM dan data curah hujan.

Pendugaan model linier menggunakan metode persentil L1 dan persentil L2

dilakukan menggunakan paket glmnet pada perangkat lunak komputasi statistik R version 3.2.3 (2015-12-10). Adapun langkah-langkah sebagai berikut:

a. Menentukan parameter pengontrol (λ) persentil L1 dan persentil L2 yang

optimum. Parameter pengontrol (λ) optimum diperoleh dari hasil validasi silang dengan pengulangan sebanyak 100 kali. Parameter pengontrol (λ) yang terpilih pada peluang persentil ke-i sesuai CVE terkecil.

b. Memodelkan regresi linier menggunakan λ optimum yang terpilih dari metode persentil L1 dan persentil L2.

5. Pemilihan metode pendugaan terbaik dengan menentukan nilai pendugaan galat terkecil. Pengukuran nilai prediksi dengan nilai dugaan menggunakan metode RMSEP sebagai berikut:

RMSEP=√1

n∑ (yi-ŷi)2

n

i=1

dengan i=1, …, n , dengan n adalah banyaknya observasi, yi adalah nilai peubah aktual, ŷi adalah nilai peubah dugaan model. Nilai RMSEP yang paling kecil ditentukan sebagai metode yang terbaik.

6. Melakukan uji konsistensi terhadap model dengan membangun lima model untuk pendugaan curah hujan satu tahun. Berikut adalah model yang dibentuk: a. Model 1 (M1) : data pemodelan tahun 1981-2008 dan data prediksi tahun

2009

b. Model 2 (M2): data pemodelan tahun 1981-2009 dan data prediksi tahun 2010

c. Model 3 (M3): data pemodelan tahun 1981-2010 dan data prediksi tahun 2011

d. Model 4 (M4): data pemodelan tahun 1981-2011 dan data prediksi tahun 2012

e. Model 5 (M5): data pemodelan tahun 1981-2012 dan data prediksi tahun 2013

(23)

9

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Deskripsi Data Curah Hujan

Data curah hujan bulanan sebagai data respon di Kabupaten Indramayu dan sekitarnya dicatat pada 11 pos hujan. Berdasarkan prakiraan musim hujan (BMKG 2014), daerah-daerah di Kabupaten Indramayu mempunyai batas yang jelas secara klimatologis antara periode musim hujan dan periode musim kemarau, yang dikenal dengan sebutan daerah Zona Musim (ZOM). Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa di Kabupaten Indramayu dari tahun 1981 sampai 2013 memiliki rata-rata curah hujan sebesar 127.97 mm/bulan. Selain itu, simpangan baku menunjukkan bahwa data curah hujan di Indramayu cukup beragam dengan nilai sebesar 107.78 mm/bulan.

Ragam curah hujan musiman akibat monsun sangat jelas di daerah Asia Tenggara seperti di Indonesia. Indonesia sendiri memiliki tiga karakteristik pola curah hujan yang tersebar, yaitu pola curah hujan jenis monsun, ekuator, dan lokal (Tjasyono 2004). Pola curah hujan jenis monsun adalah sebaran curah hujan disuatu daerah memiliki dua musim yaitu musim hujan dan kemarau. Sedangkan pola ekuator adalah daerah yang memiliki sebaran hujan dengan dua puncak curah hujan maksimum, dan pola curah hujan lokal adalah kebalikan dari pola jenis monsun. Gambar 3 menunjukkan karakteristik curah hujan di Kabupaten Indramayu pada wilayah ZOM 79 ini adalah pola curah hujan monsun. Karakteristik dari jenis ini adalah distribusi curah hujan bulanan berbentuk U dengan jumlah curah hujan minimum pada bulan Juli, Agustus, dan September.

Gambar 3 Pola curah hujan Kabupaten Indramayu pada wilayah ZOM 79 tahun 1981-2013

Tabel 1 menyajikan statistika deskriptif curah hujan bulanan. Kabupaten Indramayu memiliki data curah hujan terendah sebesar 0 mm/bulan dan curah hujan tertinggi sebesar 498 mm/bulan. Rata-rata curah hujan yang termasuk dalam musim hujan relatif tinggi yaitu sekitar 146.48-267.58 mm/bulan. Sedangkan pada musim kemarau, curah hujan relatif rendah dengan nilai rata-rata curah hujan berkisar 14.58-109.42 mm/bulan. Simpangan baku terbesar berada pada puncak

(24)

10

musim hujan Bulan Januari, yaitu sebesar 110.62 mm/bulan dan terendah berada pada puncak musim kemarau Bulan Agustus, yaitu sebesar 19.26 mm/bulan. Jika dilihat dari nilai rata-rata dan maksimum curah hujan, maka Bulan Januari dan Desember termasuk bulan dengan curah hujan ekstrim dibandingkan dengan bulan hujan lainnya.

Tabel 1 Deskripsi data curah hujan (mm/bulan) Kabupaten Indramayu tahun 1981-2013

Bulan Rata-rata Simpangan baku Nilai minimum Nilai maksimum

Januari 267.58 110.62 78.00 498.00 Februari 219.24 90.69 59.00 395.00 Maret 190.12 60.07 81.00 341.00 April 164.33 58.57 67.00 313.00 Mei 109.42 58.67 24.00 301.00 Juni 78.61 58.63 14.00 247.00 Juli 38.03 39.85 0.00 124.00 Agustus 14.58 19.26 0.00 57.00 September 17.61 28.16 0.00 118.00 Oktober 60.52 57.87 0.00 191.00 November 146.48 90.54 15.00 372.00 Desember 225.12 89.66 78.00 490.00

Pergeseran Waktu Data Presipitasi GCM

Pergeseran waktu (time_lag) data dilakukan untuk melihat hubungan antara data curah hujan dengan data presipitasi GCM. Proses time_lag ini dilakukan untuk meningkatkan nilai korelasi dengan menggunakan fungsi korelasi silang (CCF) atau dengan cara membuat plot masing-masing peubah. Lampiran 2(a) menunjukkan pola rata-rata curah hujan tertinggi di Kabupaten Indramayu terjadi pada Bulan Januari dan Desember. Berbeda dengan lampiran 2(c) dan 2(f) hasil plot data presipitasi GCM menunjukkan curah hujan tertinggi cenderung terjadi pada Bulan Maret dan April untuk presipitasi X1 dan rata-rata curah hujan

tertinggi cenderung terjadi pada Bulan Februari untuk presipitasi X36. Akibatnya,

terjadi pergeseran waktu pada presipitasi X1 dan X36. Lampiran 2(b) menunjukkan

bahwa hasil CCF presipitasi X1 memilki korelasi silang tertinggi (time_lag)

dengan curah hujan pada time_lag ke-2. Sehingga data presipitasi X1 perlu digeser

2 bulan ke belakang. Sedangkan pada Lampiran 2(e) hasil CCF presipitasi X36

memilki korelasi silang tertinggi (time_lag) dengan curah hujan pada time_lag ke-1. Sehingga data presipitasi X36 perlu digeser 1 bulan ke belakang. Hasil dari

pergeseran tersebut menghasilkan pola presipitasi X1 dan X36 telah mengikuti pola

curah hujan (Lampiran 2(d) dan 2(g)) selaras dengan meningkatnya nilai korelasinya. Secara keseluruhan setelah dihitung nilai korelasi silang (time_lag), hubungan antara data curah hujan dan data presipitasi GCM mengalami peningkatan korelasi rata-rata sebesar 62.82%.

Berbeda pada Lampiran 2(i) tidak terjadi pergeseran waktu pada presipitasi X22 yang memiliki nilai korelasi tertinggi pada time_lag ke-0, sehingga tidak perlu

dilakukan pergeseran (Lampiran 2(h)). Selanjutnya, Pemodelan dilakukan dengan menggunakan peubah data curah hujan dan peubah data GCM sesuai dengan

(25)

11 time_lag yang terpilih dengan hasil korelasi tertinggi yang terlampir pada Lampiran 3.

Model Statistical Downscaling dengan Teknik Persentil L1 dan Persentil L2

Pendugaan curah hujan bulanan dengan mengasumsikan respon menyebar normal pada wilayah Kabupaten Indramayu, tahapan awal dilakukan penentuan parameter pengontrol (λ) optimum dengan menggunakan teknik yang disebut persentil. Persentil merupakan suatu teknik validasi silang yang dipertimbangkan untuk prosedur kestabilan pemilihan λ dalam dugaan koefisien regresi. Proses olah data pada penelitian ini, dilakukan secara bertahap dari persentil P(1) sampai dengan P(100) sebagai tahapan pertama. Selanjutnya dari persentil P(75) sampai dengan P(100) sebagai tahapan kedua. Dugaan parameter pengontrol (λ̂) yang diperoleh adalah dari pengulangan 100 kali proses validasi silang yakni λ̂i=(λ̂1̂2̂3,…,λ̂100). Oleh sebab itu, nilai dugaan koefisien regresi yang

digunakan dalam persamaan peramalan adalah berdasarkan λ optimum yang terpilih dibangun model. Guna memperoleh model yang terbaik untuk pendugaan curah hujan dibangun lima model, yaitu model 1 memiliki data dari tahun 2008, model 2 tahun 2009, model 3 tahun 2010, model 4 tahun 1981-2011, dan model 5 tahun 1981-2012.

Persentil L1

Parameter pengontrol (λ) berperan dalam mengontrol besarnya penyusutan pada model regresi. Parameter pengontrol (λ) optimum digunakan untuk membangun model SDS dengan teknik persentil berdasarkan hasil CVE terkecil. Dugaan parameter pengontrol (λ̂) optimum yang diperoleh berdasarkan nilai CVE terkecil diharapakan memperoleh model terbaik untuk pendugaan curah hujan dengan ditunjukkan nilai RMSEP terkecil. Namun, kenyataannya tidak semua λ̂ dari hasil nilai CVE minimum menghasilkan RMSEP terkecil.

Tabel 2 menunjukkan bahwa data pemodelan curah hujan bulanan dengan presentil L1, diperoleh nilai parameter pengontrol berkisar 1.15-2.98. Sedangkan

nilai RMSEP pada tiap-tiap model yang dihasilkan berkisar 65.61-67.43 mm/bulan dengan korelasi berkisar 0.78-0.80. Selanjutnya nilai λ̂ optimum yang terpilih dibangun model dan terletak pada persentil berbeda-beda untuk setiap tahun model.

Tabel 2 Hasil RMSEP dan korelasi data pemodelan SDS persentil L1

Model Persentil λ CVE RMSEP Korelasi model

M1 51 2.07 4840.41 67.15 0.79

M2 73 2.98 4872.89 65.61 0.80

M3 33 2.43 4889.90 67.43 0.78

M4 75 1.15 4898.49 67.39 0.78

M5 62 1.15 4804.13 66.82 0.78

Tabel 3 menyajikan nilai RMSEP hasil dugaan curah hujan dari pemilihan persentil terbaik sesuai CVE terkecil. Pada tahun prediksi 2009 sampai dengan

(26)

12

2013, nilai λ̂ terpilih dari CVE terkecil menghasilkan RMSEP berada di bawah peluang persentil 75. Selanjutnya, walaupun teknik persentil L1 menunjukkan ada

beberapa nilai RMSEP terkecil yang tidak berdasarkan hasil nilai CVE terkecil. Namun, RMSEP yang dihasilkan tetap berada pada interval di antara nilai minimum dan maksimum persentil 1 (P1) sampai dengan P(100).

Tabel 3 Hasil RMSEP(Persentil %) setiap prediksi tahun (persentil L1)

Tahun prediksi

RMSEP dengan λ̂

CVE Min Max Min Max

minimum P(>0.01) P(>0.01) P(>0.75) P(>0.75) 2009 65.89(51) 64.65(57) 66.21(36) 65.61(90) 66.21(89) 2010 75.25(73) 74.45(24) 76.38(100) 75.39(82) 76.38(100) 2011 69.60(33) 68.49(49) 70.02(62) 68.80(89) 70.01(94) 2012 46.68(75) 46.04(88) 46.78(19) 46.04(88) 46.78(78) 2013 72.42(62) 72.38(94) 74.30(44) 72.38(94) 73.67(91) Keterangan:

a. CVE min. RMSEP dari model dengan λ̂ yang memiliki CVE minimum. b. Min P(≥0.01) : RMSEP minimum dari P(0.01) s.d. P(1)

c. Max P(≥0.01) : RMSEP maksimum dari P(0.01) s.d. P(1) d. Min P(≥0.75) : RMSEP minimum dari P(0.75) s.d. P(1) e. Max P(≥0.75) : RMSEP maksimum dari P(0.75) s.d. P(1)

Persentil L1 dengan peubah dummy

Penambahan peubah dummy pada model SDS juga dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh hasil dugaan yang lebih baik. Pengelompokan peubah dummy ini dilakukan berdasarkan data curah hujan tahun 1981-2013 pada kuantil ke-0.50, 0.75, 0.90, 0.95, dan diatas 0.95. Kelompok peubah dummynya sebagai berikut:

1. Intensitas curah hujan 0-113.63 mm/bulan berada pada wilayah kuantil ke-0.50 (D1).

2. Intensitas curah hujan 113.64-191.81 mm/bulan berada pada wilayah kuantil ke-0.75 (D2).

3. Intensitas curah hujan 191.82-280.92 mm/bulan berada pada wilayah kuantil ke-0.90 (D3).

4. Intensitas curah hujan 280.93-341.56 mm/bulan berada pada wilayah kuantil ke-0.95 (D4).

5. Intensitas curah hujan lebih dari 341.57 mm/bulan berada di atas wilayah kuantil ke-0.95 (baseline).

Pemodelan data curah hujan bulanan persentil L1 dengan penambahan

peubah dummy sebagai peubah penjelas. Pada Tabel 4 menunjukkan bahwa data pemodelan curah hujan bulanan presentil L1 dengan peubah dummy lebih baik

dibandingkan persentil L1 tanpa peubah dummy. Nilai parameter pengontrol yang

dihasilkan sebesar 0.43-0.49 dengan nilai RMSEP yang cukup kecil, yakni berkisar 27.66-27.88 mm/bulan dan korelasi yang tinggi, yakni sebesar 0.97.

(27)

13 Tabel 4 Hasil RMSEP dan korelasi data pemodelan SDS persentil L1 dengan

peubah dummy

Model Persentil λ CVE RMSEP Korelasi model

M1 79 0.49 818.32 27.73 0.97

M2 10 0.48 818.03 27.66 0.97

M3 53 0.48 821.39 27.81 0.97

M4 57 0.48 824.70 27.88 0.97

M5 73 0.43 819.59 27.82 0.97

Selanjutnya, Pada tahun prediksi 2009, nilai λ̂ terpilih dari CVE terkecil menghasilkan RMSEP berada di atas peluang persentil 75. Sedangkan tahun prediksi lainnya berada di bawah peluang persentil 75. Namun, pada Tabel 5 RMSEP yang dihasilkan tetap berada pada interval di antara nilai minimum dan maksimum persentil 1 (P1) sampai dengan P(100).

Tabel 5 Hasil RMSEP(Persentil %) setiap prediksi tahun (persentil L1 dengan

peubah dummy) Tahun prediksi

RMSEP dengan λ̂

CVE Min Max Min Max

minimum P(>0.01) P(>0.01) P(>0.75) P(>0.75) 2009 26.05(79) 26.05(79) 26.82(99) 26.05(79) 26.82(99) 2010 32.34(10) 32.31(98) 32.56(9) 32.31(98) 32.44(94) 2011 30.22(53) 30.19(66) 32.56(43) 30.20(93) 30.22(100) 2012 27.34(57) 27.34(92) 27.38(100) 27.34(92) 27.38(100) 2013 18.87(73) 18.87(73) 19.61(93) 18.87(73) 19.61(76) Persentil L2

Pada penelitian ini, Pemodelan SDS selain persentil L1 akan diterapkan juga

salah satu teknik dalam hal penanganan masalah multikolinieritas yaitu persentil L2. Walaupun teknik persentil L2 menghasilkan dugaan koefisien berbias dan

tidak dapat menyeleksi model, namun model yang dihasilkan lebih baik dengan ragam cenderung lebih kecil. Tabel 6 menunjukkan bahwa pemodelan curah hujan bulanan dengan persentil L2, diperoleh nilai parameter pengontrol sebesar

241.81-286.51. Sedangkan nilai RMSEP pada tiap-tiap model yang dihasilkan berkisar 67.81-68.48 mm/bulan dengan korelasi berkisar 0.78. Selanjutnya nilai λ̂ optimum yang terpilih dibangun model dan terletak pada persentil berbeda-beda untuk setiap tahun model.

Tabel 6 Hasil RMSEP dan korelasi data pemodelan SDS persentil L2

Model Persentil λ CVE RMSEP Korelasi model

M1 36 266.93 6171.41 68.38 0.78

M2 24 241.81 6166.72 68.16 0.78

M3 85 286.51 6290.98 68.48 0.78

M4 26 284.11 6200.07 68.41 0.78

(28)

14

Nilai RMSEP hasil dugaan curah hujan dari pemilihan persentil terbaik sesuai CVE terkecil. Berdasarkan Tabel 7, Pada tahun prediksi 2011 dan 2013, nilai λ̂ terpilih dari CVE terkecil menghasilkan RMSEP berada di atas peluang persentil 75. Sedangkan tahun prediksi 2009, 2010, dan 2012 berada di bawah peluang persentil 75. Namun RMSEP yang dihasilkan tetap berada pada interval di antara nilai minimum dan maksimum persentil 1 (P1) sampai dengan P(100).

Tabel 7 Hasil RMSEP(Persentil %) setiap prediksi tahun (persentil L2)

Tahun prediksi

RMSEP dengan λ̂ CVE

minimum

Min Max Min Max

P(>0.01) P(>0.01) P(>0.75) P(>0.75) 2009 61.26(36) 60.67(60) 61.54(53) 60.99(98) 61.37(94) 2010 74.89(24) 74.33(95) 74.96(32) 74.33(95) 74.89(86) 2011 65.22(85) 64.83(3) 65.59(94) 64.94(95) 65.59(94) 2012 46.92(26) 46.90(30) 46.96(82) 46.90(83) 46.96(82) 2013 71.11(95) 71.02(90) 71.18(81) 71.02(90) 71.18(81)

Persentil L2 dengan peubah dummy

Data pemodelan pada Tabel 8 menunjukkan bahwa pemodelan curah hujan bulanan presentil L2 dengan peubah dummy lebih baik dibandingkan persentil L2

tanpa peubah dummy. Nilai parameter pengontrol yang dihasilkan sebesar 9.58-9.77 dengan nilai RMSEP yang cukup kecil, yakni berkisar 38.59-38.77 mm/bulan dan korelasi yang tinggi, yakni sebesar 0.94. Selanjutnya, pada persentil L2 dengan dummy menghasilkan RMSEP berada di bawah peluang

persentil 75 pada tahun prediksi 2009 dan 2012. Sedangkan tahun prediksi lainnya berada di atas peluang persentil 75. Namun, pada Tabel 8 RMSEP yang dihasilkan persentil L2 dengan peubah dummy konsisten tetap berada pada interval di antara

nilai minimum dan maksimum persentil 1 (P1) sampai dengan P(100).

Tabel 8 Hasil RMSEP dan korelasi data pemodelan SDS persentil L2 dengan

peubah dummy

Model Persentil λ CVE RMSEP Korelasi model

M1 52 9.77 1009.51 38.61 0.94

M2 99 9.72 1000.96 38.59 0.94

M3 77 9.65 994.70 38.76 0.94

M4 74 9.59 1006.60 38.76 0.94

M5 81 9.58 1005.24 38.77 0.94

Tabel 9 Hasil RMSEP(Persentil %) setiap prediksi tahun (persentil L2 dengan

peubah dummy) Tahun prediksi

RMSEP dengan λ̂ CVE

minimum

Min Max Min Max

P(>0.01) P(>0.01) P(>0.75) P(>0.75) 2009 33.93(52) 33.93(52) 33.93(52) 33.93(52) 33.93(52) 2010 40.36(99) 40.36(99) 40.36(99) 40.36(99) 40.36(99) 2011 36.12(77) 36.12(77) 36.12(77) 36.12(77) 36.12(77) 2012 30.47(74) 30.47(74) 30.47(74) 30.47(74) 30.47(74) 2013 26.46(81) 26.46(81) 26.46(81) 26.46(81) 26.46(81)

(29)

15

Prediksi Curah Hujan Tahun 2013

Hasil pemodelan data curah hujan menunjukkan bahwa persentil L1,

Persentil L1 dengan peubah dummy, persentil L2, dan persentil L2 dengan peubah

dummy dapat mengatasi masalah multikolinieritas. Selain itu, model SDS teknik persentil L1 dan persentil L2 dengan penambahan peubah dummy cukup baik

daripada model teknik persentil tanpa peubah dummy karena nilai RMSEP yang relatif kecil dan korelasi yang tinggi. Model teknik persentil L1 dan persentil L2

dengan peubah dummy juga konsisten pada tiap-tiap model tahun sebagai model terbaik. Selanjutnya, dilakukannya prediksi curah hujan bulanan di Kabupaten Indramayu yang menggunakan data presipitasi GCM-lag periode 2013.

Prediksi persentil L1

Prediksi curah hujan pada model linier sebaran normal menggunakan teknik persentil L1 dilakukan dengan memperbandingkan teknik persentil L1 dengan

peubah dummy. Pada hasil prediksi teknik persentil L1 (Tabel 10), nilai RMSEP

sebesar 72.42 mm/bulan dan korelasinya sebesar 0.76. Sedangkan nilai RMSEP teknik persentil L1 dengan peubah dummy memberikan hasil RMSEP yang lebih

kecil dibandingkan data tanpa dummy, yaitu sebesar 18.87 mm/bulan dan korelasi sebesar 0.99. Lebih lanjut, pada Gambar 4 nilai dugaan persentil L1 dengan

peubah dummy menunjukkan pada setiap bulan hampir mendekati nilai aktualnya. Namun perbedaan ditunjukkan pada hasil dugaan persentil L1 tanpa dummy yang

cenderung jarak antara nilai dugaan dengan nilai aktualnya cukup jauh. Tabel 10 Nilai RMSEP dan korelasi setiap model teknik persentil L1

Bulan

Curah hujan Curah hujan dugaan (mm/bulan) aktual (mm/bulan) Persentil L1

tahun 2013 tanpa dummy dummy

Januari 323 250 317 Februari 64 229 71 Maret 153 188 154 April 170 147 153 Mei 110 113 72 juni 140 65 139 Juli 118 32 118 Agustus 0 8 13 September 8 5 17 Oktober 22 42 36 November 92 133 67 Desember 346 229 382 RMSEP 72.42 18.87 r 0.76 0.99

(30)

16

Gambar 4 Plot model SDS persentil L1 periode 2013 dengan data

GCM-lag ( : Y aktual, : Y dugaan dengan dummy, :Y dugaan tanpa dummy)

Prediksi Persentil L2

Seperti prediksi teknik persentil L1 pada model linier sebaran normal,

prediksi teknik persentil L2 dilakukan dengan cara yang sama yakni melakukan

perbandingan prediksi pada persentil L2 dengan peubah dummy. Pada Tabel 11,

prediksi curah hujan persentil L2 dengan penambahan dummy memiliki nilai

RMSEP yang lebih kecil dan korelasi yang lebih besar, yaitu masing-masing sebesar 26.64 mm/bulan dan 0.97, daripada persentil L2 yaitu sebesar 71.11

mm/bulan dan korelasi sebesar 0.79.

Pada Gambar 5 memperlihatkan bahwa model persentil L2 tidak mampu

menangkap pola curah hujan dengan baik, khususnya periode Januari, Februari, Juni, Juli dan Desember. Kondisi ini terlihat berbeda pada model pendugaan curah hujan dengan teknik persentil L2 dengan peubah dummy. Jarak antara nilai aktual

dengan nilai dugaannya setiap bulan hampir mendekati data aktualnya. Tabel 11 Nilai RMSEP dan korelasi setiap model teknik persentil L2

0 50 100 150 200 250 300 350 400 450 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Cu ra h hu ja n ( m m /b u la n ) Bulan Bulan

Curah hujan Curah hujan dugaan (mm/bulan) aktual (mm/bulan) Persentil L2

tahun 2013 tanpa dummy dummy

Januari 323 249 326 Februari 64 219 112 Maret 153 188 164 April 170 156 151 Mei 110 111 84 juni 140 69 122 Juli 118 35 95 Agustus 0 13 9 September 8 12 14 Oktober 22 51 39 November 92 131 82 Desember 346 223 287 RMSEP 71.11 26.46 r 0.79 0.97

(31)

17

Gambar 5 Plot model SDS persentil L2 periode 2013 dengan data

GCM-lag ( : Y aktual, : Y dugaan dengan dummy, :Y dugaan tanpa dummy)

Konsistensi Model

Uji konsistensi model SDS pada persentil dalam peramalan curah hujan, yaitu konsistensi pendugaan pada beberapa tahun peramalan. Panjang data dan periode merupakan permasalahan lain pada pemodelan SDS. Perbedaan periode data akan memberikan pendugaan model yang berbeda pula. Sehingga pada penelitian ini digunakan uji konsistensi model penduga pada beberapa periode. Model SDS akan memberikan hasil yang konsisten dalam pendugaan model yang tetap pada waktu yang berbeda (Wigena 2006).

Nilai RMSEP dari kelima model pendugaan data curah hujan dengan penambahan peubah dummy rata-rata cenderung lebih kecil dan korelasi yang lebih besar dibandingkan model tanpa dummy. Berdasarkan Tabel 12 pendugaan data curah hujan yang menggunakan model persentil L1 dan persentil L2 dengan

penambahan peubah dummy memiliki masing-masing RMSEP dengan rata-rata sebesar 26.96 dan 33.47 mm/bulan lebih baik daripada model persentil L1 dan

persentil L2 tanpa dummy sebesar 65.97 dan 63.88 mm/bulan. Kemudian nilai

rata-rata korelasi dengan peubah dummy lebih besar, yaitu masing-masing sebesar 0.96 dan 0.94 untuk persentil L1 dan persentil L2, dibandingkan dengan rata-rata

korelasi tanpa dummy yaitu sebesar 0.77 dan 0.78.

Tabel 12 Nilai RMSEP dan korelasi model SDS persentil L1 dan persentil L2

Prediksi RMSEP persentil L1 RMSEP persentil L2 Korelasi persentil L1 Korelasi persentil L2 tanpa dummy dummy tanpa dummy dummy tanpa dummy dummy tanpa dummy dummy 2009 65.89 26.05 61.26 33.93 0.74 0.96 0.75 0.94 2010 75.25 32.34 74.89 40.36 0.95 0.96 0.95 0.93 2011 69.60 30.22 65.22 36.12 0.72 0.94 0.72 0.91 2012 46.68 27.34 46.92 30.47 0.67 0.95 0.68 0.95 2013 72.42 18.87 71.11 26.46 0.76 0.99 0.79 0.97 Rata-rata 65.97 26.96 63.88 33.47 0.77 0.96 0.78 0.94 Simpang-an baku 11.33 5.15 10.84 5.31 0.11 0.02 0.10 0.02 0 50 100 150 200 250 300 350 400 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Cura h huja n (m m /bu la n) Bulan

(32)

18

Berdasarkan hasil nilai simpangan baku dari nilai korelasi pada setiap waktu pendugaan dengan penambahan peubah dummy cenderung lebih kecil. Sehingga dapat disimpulkan bahwa model dengn peubah dummy cukup konsisten dalam menghasilkan nilai dugaan. Hal ini menunjukkan bahwa model dengan penambahan peubah dummy secara konsisten lebih baik dibandingkan model tanpa peubah dummy.

5 SIMPULAN

Simpulan

Dari uraian di atas, upaya untuk meningkatkan pendugaan curah hujan di Kabupaten Indramayu dapat disimpulkan bahwa:

1. Pemodelan SDS yang menerapkan teknik persentil L1 dan persentil L2

memperoleh model dan prediksi curah hujan lebih baik daripada validasi silang hanya satu kali.

2. Penambahan peubah dummy sebagai peubah penjelas pada persentil L1 dan

persentil L2 memperbaiki prediksi curah hujan secara signifikan.

3. Disamping itu, model SDS persentil L1 dengan dummy lebih baik

dibandingkan model persentil L2 dengan dummy dalam melakukan prediksi

curah hujan kedepannya.

4. Model teknik persentil L1 dan persentil L2 dengan peubah dummy juga

(33)

19

DAFTAR PUSTAKA

Auffhammer M. Hsiang SM, Schlenker W, Sobel A. 2011. Global Climate Models and Climate Data: Application for A User Guide for Economists. University of California Berkeley and NBER.

Bergant K, Kajfez-Bogataj L, Crepinsek Z. 2002. The use of EOF analysis for preparing the phenological and climatological data for statistical downscaling-case study: The begining of flowering of the dandelion (Taraxacum officinale) in Slovenia. Developments in Statistics. 17:163-174. BMKG. 2014. Prakiraan Musim Hujan 2014/2015 di Indonesia [internet].

[diunduh.2.juni.2016]..Tersedia..http://www.bmkg.go.id/BMKGPusat/pmh_ 2014_2015.pdf

Busuioc A, Chen D, Hellstrom C. 2001. Performance of statistical downscaling models in GCM validation and regional climate change estimates (Application for swedish precipitation). International Journal of Climatology. 21:557-578.

Chatterjee S, Hadi AS. 2006. Regression Analysis by Example. Ed ke-4. Cairo: John Wiley & Sons, Inc.

Draper NR, Smith H. 1992. Applied Regression Analysis. Ed. Ke-2. New York (USE): john Wiley & Sons Inc.

Hannah L. 2011. Climate Change Biology. California (USE): AP.

Haryoko U. 2015. Pewilayahan hujan untuk menentukan pola hujan (Contoh kasus Kabupaten Indramayu). Badan Meteorologi dan Geofisika[internet]. [diunduh.2.Juni.2016]..Tersedia.dari.http.://www.staklimpondobetung.net/p ublikasi/Pengelompokan Pola Hujan.pdf

Hastie T, Tibshirani R, Friedman J. 2008. The Elements of Statistical Learning, Data Mining, Inference, and Prediction. Ed Ke-2. New York: Springer. Huth R, Keysely J. 2000. Constructing site-specific sliate change scenarios on a

monthly scale using statistical downscaling. Theoretical and Applied Climatolgy. 66:13-27.

Izenman AJ. 2008. Modern Multivariate Statistical Techniques: Regression,Classification, and Manifold Learning. New York: Springer. Kinanti SL. 2015. Statistical downscaling dengan sebaran pareto terampat untuk

prediksi curah hujan ekstrim (Studi kasus curah hujan Kabupaten Indramayu tahun 1979-2008) [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Mattjik AA, Sumertajaya IM. 2013. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab. Bogor (ID): IPB Pr.

Mondiana YQ. 2012. Pemodelan statistical downscaling dengan regresi kuantil untuk pendugaan curah hujan ekstrim (Studi stasiun Bangkir Kabupaten Indramayu) [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Montgomery DC, Peck EA. 1992. Introduction to Linier Regression Analysis. Ed ke-2. USA: John Wiley & Sons, Inc.

Roberts S, Nowak G. 2013. Stabilizing the lasso against cross validation variability. Journal of Computational Statistics and Data Analysis. 70 :198-211.

Santri D. 2016. Pemodelan statistical downscaling dengan regresi kuantil menggunakan lasso untuk pendugaan curah hujan ekstrim [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

(34)

20

Soleh AM. Wigena AH, Djuraidah A, Saefuddin A. 2015. Statistical downscaling to predict monthly rainfall using generalized linier model with gamma distribution. Informatika Pertanian. 24(2):215-222.

Soleh AM. 2015. Pemodelan linier sebaran gamma dan pareto terampat dengan regularisasi L1 pada statistical downscaling untuk pendugaan curah hujan

bulanan [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Tibshirani R. 1996. Regression shrinkage and selection via the lasso. Journal of the Royal Statistics Society. 58:267-288.

Tjasyono B. 2004. Klimatologi. Bandung (ID). ITB Pr.

Wigena AH. 2006. Pemodelan statistical downscaling dengan regresi projection pursuit untuk peramalan curah hujan bulanan (Kasus curah hujan bulanan di Indramayu) [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Wigena AH. 2011. Regresi kuadrat terkecil parsial multi respon untuk statistical downscaling. Forum Statistika dan Komputasi. 16(2):12-15.

(35)

21

(36)

22

Lampiran 1 Tabulasi data curah hujan dan presipitasi GCM periode 1981-2013 ZOM 79 No Tahun Bulan Y X1 X2 X3 ... X62 X63 X64 1 1981 Jan 447 4.34 6.24 7.6 9.64 10.76 10.76 2 1981 Feb 313 4.94 6.82 7.15 9.14 11.13 9.48 3 1981 Mar 177 3.46 5.64 7.57 9.05 10.77 9.08 4 1981 Apr 95 1.81 3.23 5.95 8.86 11.59 8.64 5 1981 May 105 1.44 2.39 4.11 7.78 10.3 9.29 6 1981 Jun 43 1.11 1.66 2.73 7.41 9.18 9.66 7 1981 Jul 28 0.84 1.29 2.11 5.98 9.67 9.4 8 1981 Aug 6 0.63 1.04 2.04 5.28 9.58 7.55 9 1981 Sep 27 0.63 1.24 2.62 4.91 9.97 7.92 10 1981 Oct 11 0.96 2.01 3.98 6.31 9.76 8.11 11 1981 Nov 258 1.99 3.84 6.03 9.1 10.75 9.03 12 1981 Dec 179 3.54 5.68 7.81 10.4 11.44 9.32 13 1982 Jan 373 5.02 6.91 8.28 10.08 10.48 9.96 14 1982 Feb 156 4.69 6.71 8.14 9.17 10.08 9.4 15 1982 Mar 193 3.54 5.15 7.31 8.37 9.34 9.65 16 1982 Apr 122 2.45 4.26 6.37 9.36 9.77 8.89 17 1982 May 24 1.61 2.61 4.24 8.5 9.84 9.27 18 1982 Jun 36 1.39 2.12 3.02 6.81 9.07 9.75 19 1982 Jul 4 1.04 1.65 2.47 6.05 8.79 9.3 20 1982 Aug 5 0.83 1.31 2.29 4.9 9.23 7.92 : : : : : : : : : : 381 2012 Sep 0 0.73 1.61 2.95 4.83 9.26 7.92 382 2012 Oct 22 0.97 2.24 4.08 5.91 9.23 9.38 383 2012 Nov 40 1.72 3.67 6.19 8.75 10.82 8.89 384 2012 Dec 225 3.3 5.2 7.48 10.46 10.98 10.72 385 2013 Jan 323 4.15 6.25 7.84 9.68 10.93 10.18 386 2013 Feb 64 4.53 6.95 8.23 9.11 10.04 9.82 387 2013 Mar 153 3.56 5.07 7.07 8.29 10.98 8.91 388 2013 Apr 170 1.91 3.51 6.02 9.45 10.27 8.67 389 2013 May 110 1.47 2.3 3.88 7.86 10.7 9.11 390 2013 Jun 140 1.23 1.73 2.39 6.93 9.2 10.34 391 2013 Jul 118 0.83 1.31 1.93 4.9 9.26 9.76 392 2013 Aug 0 0.71 1.03 1.81 4.18 8.5 8.7 393 2013 Sep 8 0.64 1.19 2.44 3.69 8.15 8.17 394 2013 Oct 22 1.02 2.03 3.81 5.04 7.99 9.5 395 2013 Nov 92 1.47 3.09 5.13 9.2 9.82 10.14 396 2013 Dec 346 3.3 5.46 7.82 10.51 11.03 10.71

(37)

23 Lampiran 2 Penentuan time_lag data presipitasi

Presipitasi Χ1 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 500 400 300 200 100 0 Bulan C u ra h H u ja n ( m m )

(a) Curah Hujan

12 10 8 6 4 2 0 -2 -4 -6 -8 -10 -12 1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0 -0.2 -0.4 -0.6 -0.8 -1.0 Lag C ro ss C o rr e la ti o n (b) CCF Χ1 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 5 4 3 2 1 0 Bulan P re si pi ta si 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 5 4 3 2 1 0 Bulan P re si pi ta si Presipitasi Χ36 12 10 8 6 4 2 0 -2 -4 -6 -8 -10 -12 1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0 -0.2 -0.4 -0.6 -0.8 -1.0 Lag C ro ss C o rr e la ti o n

(c)Presipitasi Χ1 (d) Presipitasi Χ1tunda

(e)CCF Χ36 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 Bulan P re si p it a si 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 14 12 10 8 6 4 2 Bulan P re si p it a si

(f)Presipitasi Χ36 (g) Presipitasi Χ36 tunda Presipitasi Χ22 12 10 8 6 4 2 0 -2 -4 -6 -8 -10 -12 1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0 -0.2 -0.4 -0.6 -0.8 -1.0 Lag C ro ss C o rr e la ti o n 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 12 11 10 9 8 7 6 5 4 Bulan P re si p it a si

(38)

24

Lampiran 3 Time_lag data presipitasi GCM dan Korelasi sebelum dan sesudah pergeseran terhadap curah hujan

Peubah Korelasi Peubah Korelasi

GCM Sebelum lag Sesudah lag Time lag GCM Sebelum lag Sesudah lag Time lag X1 0.30 0.72 2 X33 0.39 0.76 2 X2 0.38 0.74 2 X34 0.48 0.73 2 X3 0.44 0.73 2 X35 0.57 0.74 1 X4 0.48 0.70 1 X36 0.64 0.75 1 X5 0.53 0.70 1 X37 0.72 0.75 1 X6 0.65 0.65 0 X38 0.67 0.67 0 X7 0.57 0.62 11 X39 0.45 0.52 11 X8 -0.04 0.42 10 X40 0.27 0.64 3 X9 0.31 0.73 2 X41 0.46 0.75 2 X10 0.38 0.74 2 X42 0.54 0.74 1 X11 0.46 0.72 2 X43 0.62 0.75 1 X12 0.52 0.72 1 X44 0.66 0.75 1 X13 0.61 0.74 1 X45 0.72 0.74 1 X14 0.73 0.73 0 X46 0.68 0.68 0 X15 0.55 0.63 11 X47 0.67 0.67 6 X16 0.19 0.54 10 X48 0.60 0.69 -1 X17 0.32 0.74 2 X49 0.53 0.73 1 X18 0.39 0.74 2 X50 0.60 0.76 1 X19 0.49 0.72 2 X51 0.64 0.76 1 X20 0.57 0.74 1 X52 0.67 0.76 1 X21 0.67 0.76 1 X53 0.68 0.75 1 X22 0.73 0.73 0 X54 0.64 0.74 1 X23 0.53 0.68 11 X55 0.63 0.63 -5 X24 0.19 0.63 3 X56 0.43 0.49 -6 X25 0.34 0.75 2 X57 0.59 0.75 1 X26 0.42 0.74 2 X58 0.64 0.75 1 X27 0.53 0.73 1 X59 0.67 0.76 1 X28 0.60 0.75 1 X60 0.69 0.76 1 X29 0.70 0.75 1 X61 0.66 0.75 1 X30 0.72 0.72 0 X62 0.60 0.72 1 X31 0.39 0.52 11 X63 0.62 0.62 0 X32 0.16 0.54 3 X64 0.27 0.55 10

(39)

25

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bangkalan pada tanggal 17 Maret 1989, sebagai anak pertama dari pasangan Shohib dan Umi Kulsum. Pendidikan sekolah menengah ditempuh di MA Negeri 1 Mataram Program IPA, lulus pada tahun 2008. Pada tahun 2009 penulis diterima di program Keguruan Pendidikan Matematika IAIN Mataram dan menyelesaikannya pada tahun 2013. Kesempatan untuk melanjutkan program master (S2) Pascasarjana IPB tahun 2014 pada program studi Statistika Terapan. Artikel yang berjudul “Linear Regression with Percentile Lasso and Ridge to Predict Rainfall” telah dipresentasikan pada seminar internasional “The 3th International Conference on Mathematics, Sciences, and Education” di Semarang pada bulan September 2016. Selama kuliah penulis bergabung sebagai staf pengajar BKB Nurul Ilmi Bogor dan SMK TI BORCESS Bogor.

Gambar

Gambar 1 Ilustrasi proses statistical downscaling
Gambar 3   Pola curah hujan Kabupaten Indramayu pada wilayah ZOM 79  tahun 1981-2013
Tabel 1   Deskripsi  data  curah  hujan  (mm/bulan)  Kabupaten  Indramayu  tahun  1981-2013
Tabel  2  menunjukkan  bahwa  data  pemodelan  curah  hujan  bulanan  dengan  presentil  L 1 ,  diperoleh  nilai  parameter  pengontrol  berkisar  1.15-2.98
+5

Referensi

Dokumen terkait

Model SD regresi kuantil terbaik adalah hasil pemodelan regresi kuantil kubik yang ditambahkan peubah boneka pada data presipitasi luaran GCM dengan time lag berdasarkan

Model curah hujan harian sintetik yang dihasilkan menjadi sangat akurat dengan koe- fisien korelasi rata-rata model periodik adalah 0,9770, koefisien korelasi model stokastik

Model curah hujan harian sintetik yang dihasilkan menjadi sangat akurat dengan koe- fisien korelasi rata-rata model periodik adalah 0,9719, koefisien korelasi model stokastik

Berdasarkan hasil ujicoba terhadap model pendugaan luaran GCM dan anomali SST Nino 3.4 serta observasi 13 stasiun pemantauan curah hujan menghasilkan suatu

Model curah hujan harian sintetik yang dihasilkan menjadi sangat akurat dengan koe- fisien korelasi rata-rata model periodik adalah 0,9770, koefisien korelasi model stokastik

Korelasi curah hujan hasil model dengan aktual menggunakan metode PLS umumnya memiliki korelasi yang lebih besar dan RMSEP yang lebih kecil dibandingkan dengan

Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September 2012 ini ialah curah hujan, dengan judul Pendugaan Curah Hujan Musim Kemarau Menggunakan Data

Model curah hujan harian sintetik yang dihasilkan menjadi sangat akurat dengan koe- fisien korelasi rata-rata model periodik adalah 0,9770, koefisien korelasi model stokastik