• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

5

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

2.1. Tinjauan Pustaka

Menurut Subakti (1994), Beton digunakan sebagai material struktur karena memiliki beberapa keuntungan, antara lain mudah untuk dicetak, tahan api, kuat terhadap tekan, dan dapat dicor di tempat. Disamping keuntungan, beton juga memiliki kelemahan, yaitu beton merupakan bahan yang getas dan mempunyai tegangan geser yang rendah.

Beton diperoleh dengan cara mencampurkan semen, air, dan agregat (dan kadang-kadang bahan tambah, yang sangat bervariasi mulai dari bahan kimia tambahan, serat, sampai bahan bangunan non-kimia) pada perbandingan tertentu. Campuran tersebut bila dituang dalam cetakan kemudian dibiarkan maka akan mengeras seperti batuan. Bahan tambah ialah bahan selain unsur pokok beton (air, semen, dan agregat) yang ditambahkan pada adukan beton, sebelum, segera atau selama pengadukan beton. Tujuannya ialah mengubah satu atau lebih sifat-sifat beton sewaktu masih dalam keadaan segar atau setelah mengeras, misalnya mempercepat pengerasan, menambah encer adukan, menambah kuat tekan, menambah daktilitas mengurangi sifat getas, mengurangi retak-retak pengerasan dan sebagainya (Tjokrodimuljo, 1996)

Styrofoam adalah bahan yang dibentuk dari polysterene dengan cara menghembuskan udara pada polysterene dalam kondisi panas sehingga menghasilkan foam dengan kandungan udara mencapai 95% sehingga berat satuan Styrofoam cukup rendah berkisar antara 15-22 Kg/𝑚3. Beton Styrofoam merupakan salah satu beton ringan yang dibentuk dari campuran semen, agregat halus, agregat kasar dan butiran Styrofoam (Satyarno, 2004).

(2)

Penelitian mengenai beton Styrofoam ringan dilakukan oleh Wijaya (2005), dengan menggunakan semen Portland tipe I sebesar 250 kg/m. Dari penelitian ini, tampak bahwa untuk berat beton tidak direndam dengan persentase Styrofoam sebesar 20% dan 40% pada campuran beton dapat mengurangi berat beton sebesar ± 28% dan ± 39% dari beton normal yang mempunyai berat beton sekitar 2200 kg/m3 sedangkan untuk berat beton direndam dengan persentase Styrofoam sebesar 20% dan 40% pada campuran beton dapat mengurangi berat beton sebesar ± 23% dan ± 35%.

2.2. Landasan Teori 2.2.1. Beton

Kata beton dalam bahasa Indonesia berasal dari kata yang sama dalam bahasa Belanda. Kata concrete dalam bahasa Inggris berasal dari bahasa Latin concretus yang berarti tumbuh bersama atau menggabungkan menjadi satu. Dalam bahasa Jepang digunakan kata kotau-za, yang arti harafiahnya material-material seperti tulang, mungkin karena agregat mirip tulang-tulang hewan (Antoni dan Paul Nugraha, 2007)

Menurut Wang dkk (1986), beton bertulang adalah gabungan logis dari beton polos yang mempunyai kuat tekan tinggi akan tetapi kuat tarik rendah, dan batangan-batangan baja yang ditanamkan di dalam beton dapat memberikan kuat tarik yang diperlukan

Kelebihan dari struktur beton dibandingkan dengan materi struktur yang lain adalah:

a. Ketersediaan (availability) material dasar

1. Agregat dan air pada umumnya bisa didapat dari daerah setempat. Semen pada umumnya juga dapat didapatkan dan dibuat di daerah setempat, bila tersedia. Dengan demikian, biaya pembuatan relatif lebih murah karena semua bahan bisa didapat di dalam negeri, bahkan bisa di daerah setempat. Bahan termahal adalah semen, yang bisa diproduksi di dalam negeri.

(3)

2. Tidak demikiannya dengan struktur baja, karena harus dibuat di pabrik, apalagi kalau masih harus impor. Pengangkutan menjadi masalah tersendiri bila proyek berada di tempat yang sulit untuk dijangkau, sementara beton akan lebih mudah karena masing-masing material bisa diangkut sendiri.

3. Kayu problemnya tidak seberat baja, namun penggunaannya secara masal akan menyebabkan masalah lingkungan, sebagai salah satu penyebab utama kerusakan hutan.

b. Kemudahan untuk digunakan (versatility)

1. Pengangkutan bahan mudah, karena masing-masing bisa diangkat secara mudah

2. Beton bisa dipakai untuk berbagai struktur, seperti bendungan, fondasi, jalan, landasan bandar udara, pipa, perlindungan dari radiasi, insulator panas.

3. Beton bertulang bisa dipakai untuk berbagai struktur yang lebih berat, seperti jembatan, gedung, tandon air, bangunan maritim, instalasi militer dengan beban kejut besar, landasan pacu pesawat terbang, kapal dan sebagainya.

c. Kemampuan beradaptasi (adaptability)

1. Beton bersifat monolit sehingga tidak memerlukan sambungan seperti baja.

2. Beton dapat dicetak 3. Beton dapat diproduksi

d. Kebutuhan pemeliharaan yang minimal

Secara umum ketahanan (durability) beton cukup tinggi, lebih tahan karat, sehingga tidak perlu dicat seperti struktur baja, dan lebih tahan terhadap bahaya kebakaran.

(4)

Disamping segala keunggulan diatas, beton sebagai struktur juga mempunyai beberapa kelemahan yang perlu dipertimbangkan.

a. Berat sendiri beton yang besar, sekitar 2400kg/m³ untuk beton bertulang dan 2200 kg/m³ untuk beton tak bertulang.

b. Kekuatan tariknya rendah, meskipun kekuatan tekannya besar.

c. Beton cenderung untuk retak, karena semennya hidraulis. Baja tulangan bisa berkarat, meskipun tidak terekspose separah struktur baja.

d. Kualitas sangat tergantung dari cara pelaksanaan di lapangan. Beton yang baik maupun yang buruk dapat terbentuk dari rumus dan campuran yang sama. e. Struktur beton sulit untuk dipindahkan. Pemakaian kembali atau daur ulang

sulit dan tidak ekonomis.

2.2.2. Beton Ringan

Beton adalah material baru yang dibentuk dari campuran agregat, semen dan air melalui sebuah proses hidrasi. Beton ringan adalah beton yang memiliki berat jenis (density) lebih ringan daripada beton pada umumnya. Beton normal pada umumnya memiliki berat jenis sekitar 2200 kg/m3 dan dikategorikan sebagai beton ringan jika berat jenisnya kurang dari 1900 kg/m3.

Pembuatan beton ringan pada prinsipnya adalah membuat rongga udara di dalam beton. Semakin banyak rongga udara dalam beton semakin ringan beton yang dihasilkan. Ada tiga macam cara membuat rongga udara dalam beton, yaitu : a. Yang paling sederhana yaitu dengan memberikan agregat ringan. Agregat itu

bisa berupa batu apung, Styrofoam, batu alwa, atau abu terbang (fly ash) yang dijadikan batu.

b. Menghilangkan agregat halus (agregat halusnya disaring, contohnya debu/abu terbangnya dibersihkan).

c. Meniupkan atau mengisi udara di dalam beton. Cara ketiga ini terbagi lagi menjadi secara mekanis dan secara kimiawi. Bahan campuran antara lain pasir kwarsa, semen, kapur, sedikit gypsum, air , dan dicampur bendart pasta sebagai bahan pengembang secara kimiawi.

Secara umum kandungan udara mempengaruhi kekuatan beton. Kekuatan beton berkurang 5.5 % dari kuat desak setiap pemasukan udara 1% dari volume

(5)

campuran. Beton dengan bahan pengisi udara mempunyai kekuatan 10 % lebih kecil daripada beton tanpa pemasukan udara pada kadar semen dan workabilitas yang sama (Murdock & Book, 1999). Pada beton dengan kekuatan menengah dan tinggi, tiap 1 % peningkatan kandungan udara akan mengurangi kekuatan tekan beton sekitar 5 % tanpa perubahan air semen. (Mehta, 1986).

2.2.3. Beton Styrofoam

Styrofoam atau foam polysterene adalah bahan yang dibentuk dari polysterene dengan cara menghembuskan udara pada polysterene dalam kondisi panas sehingga menghasilkan foam dengan kandungan udara mencapai 95 %. Sehingga berat satuan styrofoam cukup rendah berkisar antara 15-22 Kg/m3. Beton styrofoam merupakan salah satu beton ringan yang dibentuk dengan menggunakan material ringan berupa butiran styrofoam. Beton styrofoam dapat dibentuk dari campuran semen, agregat halus dan butiran styrofoam atau semen, agregat halus, agregat kasar dan butiran styrofoam. Styrofoam yang ditambahkan ke dalam campuran beton dapat dianggap sebagai rongga udara, dengan kuat tekan rerata diperoleh sebesar 0.67 MPa dan jumlahnya dapat dikontrol (Satyarno, 2004).

2.2.4. Beton Serat

Beton serat adalah beton yang tersusun dari bahan semen hidrolis, agregat halus, agregat kasar dan sejumlah kecil serat sebagai bahan tambahan yang tersebar secara merata berorientasi random dan dengan proporsi tertentu. Maksud utama penambahan serat kedalam beton adalah untuk meningkatkan kuat tarik beton, mengingat beton mempunyai kuat tarik yang rendah pada beton bertulang bagian yang mengalami tegangan tarik akan retak terlebih dahulu. Sebelum tulangan baja memberikan dukungan terhadap tarikan secara optimal yang akibatnya terjadi retak-retak rambut yang secara struktur tidak berbahaya, tapi apabila ditinjau dari segi keawetan bangunan akan berkurang (ACI committee 544,1993 dalam Vian Dhalik Pratama, 2007)

(6)

2.2.4.1. Mekanisme Kerja Beton Serat

Mekanisme kerja serat, menurut Suhendro (2000), terletak pada adanya dowel action yang terlihat pada Gambar 2.2 (aksi lekatan antar muka pada serat dengan beton) yang merupakan kombinasi dari pull-out resistance dan bending resistance. Serat untuk campuran beton dengan bahan non fabrikasi (bahan yang diproduksi bukan untuk difungsikan sebagai serat) terbukti dapat difungsikan sebagai pengganti bahan serat untuk beton, sebagai contoh penggunaan kawat bendrat seperti penelitian yang dilakukan Suhendro (1991).

Penelitian yang oleh Suhendro (1991) membuktikan bahwa sifat-sifat kurang baik dari beton, yaitu getas, praktis tidak mampu menahan tegangan tarik dan momen lentur dapat diperbaiki dengan menambahkan fiber lokal yang terbuat dari potongan-potongan kawat bendrat pada adukan beton. Penambahan serat sebagai bahan tambah pada beton ringan merupakan sebuah solusi atas fenomena bahwa serat bendrat telah dapat meningkatkan kuat tekan, dengan meningkatkan kualitas matriknya baik karena proses fiber bridging, dowel action, dan aksi kompositnya.

Berdasar penelitian tersebut, serat bendrat mampu empowering bahan beton ringan berupa peningkatan kuat tekan, dan kuat geser. Secara rinci penelitian itu menyimpulkan bahwa dari benda uji silinder adalah beton ringan yang diberi serat bendrat. Mekanisme kerja serat dalam komposit beton adalah seperti Gambar 2.1.

Gambar 2.1. Serat dalam Beton Serat Retakan

P (Gaya Desak)

(7)

Penyebaran serat

Gambar 2.2. Mekanisme Kerja Serat pada Pembebanan Tekan

Pengaruh penambahan serat ke dalam adukan beton tergantung pada hal-hal berikut:

a. Jenis (ukuran dan bentuk) serat b. Aspek rasio serat

c. Konsentrasi serat

2.2.5. Bahan Penyusun Beton Ringan

Bahan penyusun beton terdiri atas semen, agregat, air, dan bahan tambah bila diperlukan (SKSNI T 15-1990-03).Kualitas beton yang di inginkan dapat ditentukan dengan pemilihan bahan-bahan pembentuk beton yang baik, perhitungan proporsi yang tepat, cara pengerjaan dan perawatan beton dengan baik, serta pemilihan bahan tambah yang tepat dengan komposisi yang sesuai. Kajian mengenai bahan penyusun beton akan disajikan sebagai berikut:

2.2.5.1. Semen Portland

Semen portland adalah semen hidrolis yang dihasilkan dengan cara menghaluskan klinker yang terdiri dari silikat-silikat kalsium yang bersifat hidrolis dengan gips sebagai bahan tambahan (PUBI-1982, dalam Tjokrodimuljo, 1996).

P p

(8)

Arti kata semen adalah bahan yang memiliki suatu sifat adhesif maupun kohesif, yaitu bahan pengikat. Menurut Standart Industri Indonesia, SII 0013-1981, definisi semem portland adalah semen hidraulis yang dihasilkan dengan cara menghaluskan klinker yang terutama terdiri dari silikat-silikat kalsium yang bersifat hidraulis bersama bahan-bahan yang biasa digunakan, yaitu gipsum.

Ordinary Portland Cement atau yang akan disebut semen portland adalah semen hidrolis yang dihasilkan dengan cara menggiling terak semen portland terutama yang terdiri atas kalsium silikat yang bersifat hidrolis dan digiling bersama-sama dengan bahan tambahan berupa satu atau lebih bentuk kristal senyawa kalsium sulfat dan boleh ditambah dengan bahan tambahan lain. Seperti yang sudah pernah kita ketahui, Semen portland terbagi lagi menjadi 5 jenis yang didasarkan pada tujuan penggunaannya,lima tipe tersebut yaitu:

1. Jenis I yaitu semen portland untuk penggunaan umum yang tidak memerlukan persyaratan-persyaratan khusus seperti yang disyaratkan pada jenis-jenis lain.

2. Jenis II yaitu semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan ketahanan terhadap sulfat atau kalor hidrasi sedang.

3. Jenis III semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan kekuatan tinggi pada tahap permulaan setelah pengikatan terjadi.

4. Jenis IV yaitu semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan kalor hidrasi rendah.

5. Jenis V yaitu semen portland yang dalam penggunaanya memerlukan ketahanan tinggi terhadap sulfat.

2.2.5.2. Agregat

a. Agregat Kasar

Agregat kasar adalah agregat yang ukuran butirannya lebih dari 5 mm (PBI 1971). Agregat kasar untuk beton dapat berupa kerikil atau batu pecah. Kerikil adalah bahan yang terjadi sebagai hasil desintegrasi alami sedangkan batu pecah adalah bahan yang diperoleh dari batu yang digiling (dipecah) men jadi pecahan-pecahan berukuran 5-70 mm.

(9)

Tabel 2.1. Batasan Susunan Butiran Agregat Kasar

Ukuran Saringan (mm) Persentase Lolos Saringan (%)

40 mm 20 mm 40 95 – 100 100 20 30 - 70 95 - 100 10 10 - 35 25 - 55 4,8 0 - 5 0 - 10 Sumber : Tjokrodimuljo (1996;27) b. Agregat Halus

Menurut Tjokrodimuljo (1996), agregat halus adalah agregat yang berbutir kecil (antara 0,15 mm dan 5 mm). Agregat halus sering disebut dengan pasir, baik berupa pasir alami yang diperoleh langsung dari sungai atau tanah galian maupun hasil pemecahan batu. Pada umumnya yang dimaksudkan dengan agregat halus adalah agregat dengan besar butir kurang dari 4,75 mm. Agregat halus mempunyai peran penting sebagai pembentuk beton dalam pengendalian workability, kekuatan (strength), dan keawetan beton (durability) dari mortar yang dihasilkan. Pasir sebagai agregat halus harus memenuhi gradasi dan persyaratan yang telah ditentukan.

Dalam penelitian agregat halus harus benar-benar memenuhi persyaratan yang telah ditentukan. Karena sangat berpengaruh pada pengerjaan (workability), kekuatan (strength), dan tingkat keawetan (durability) dari beton yang dihasilkan. Pasir sebagai pembentuk mortar bersama semen dan air, berfungsi mengikat agregat menjadi satu kesatuan yang kuat dan padat.

Agregat halus sering disebut dengan pasir, baik berupa pasir alami yang diperoleh langsung dari sungai atau tanah galian maupun hasil pemecahan agregat kasar.

(10)

Syarat-syarat agregat halus (pasir) sebagai bahan material pembuatan beton sesuai dengan ASTM C 33 adalah:

a. Material dari bahan alami dengan kekasaran permukaan yang optimal sehingga kuat tekan beton besar.

b. Butiran tajam, keras, kekal (durable) dan tidak bereaksi dengan material beton lainnya.

c. Berat jenis agregat ringan yang berarti agregat padat sehingga beton yang dihasilkan padat dan awet.

d. Bentuk yang baik adalah bulat, karena akan saling mengisi rongga dan jika ada bentuk yang pipih dan lonjong dibatasi maksimal 15% berat total agregat.

Untuk memperoleh hasil beton yang seragam, mutu pasir harus dikendalikan. Oleh karena itu pasir sebagai agregat halus harus memenuhi gradasi dan persyaratan yang ditentukan.

Tabel 2.2. Batasan Susunan Butiran Agregat Halus Ukuran Saringan

(mm)

Persentase Lolos Saringan

Daerah 1 Daerah 2 Daerah 3 Daerah 4

9,5 100 100 100 100 4,75 90 - 100 90 - 100 90 - 100 95 – 100 2,36 60 - 95 75 - 100 85 - 100 95 – 100 1,18 30 - 70 55 - 90 75 - 100 90 – 100 0,85 15 - 34 35 - 59 60 - 79 80 – 100 0,3 5 - 20 8 - 30 12 - 40 15 - 50 0,15 0 - 10 0 - 10 0 - 10 0 - 15 Sumber : Tjokrodimuljo (1996) Keterangan :

Daerah 1 : Pasir kasar Daerah 2 : Pasir agak kasar Daerah 3 : Pasir agak halus Daerah 4 : Pasir halus

(11)

2.2.5.3. Air

Air adalah salah satu bahan material penyusun beton yang penting walaupun harganya murah. Air berfungsi untuk memicu proses kimiawi, semen tidak bisa menjadi pasta tanpa air. Air yang diperlukan untuk bereaksi dengan semen hanya sekitar 25% dari berat semen, tapi dalam kenyataannya nilai faktor air semen (fas) yang dipakai sulit kurang dari 0,35. Kelebihan air ini dapat dijadikan sebagai pelumas, tetapi tidak berlebihan karena kekuatan beton akan menjadi rendah dan mengakibatkan bleeding pada beton segar.

Dalam pelaksanaan suatu proyek, air adalah bahan yang sangat penting dan vital yang digunakan untuk:

a. Pembuatan adukan beton. b. Pembuatan adukan untuk spesi.

c. Perawatan beton dan kegiatan penunjang lainnya.

Air diperlukan pada pembuatan beton agar terjadi reaksi kimiawi dengan semen yang menyebabkan terjadinya pengikatan dan pengerasan, untuk membasahi agregat dan untuk melumas butir - butir agregat agar dapat mudah dikerjakan dan dipadatkan.

Persyaratan yang harus dipenuhi oleh air yang agar dapat digunakan antara lain: a. Tidak mengandung lumpur (benda melayang lainnya) lebih dari 2 gram/liter; b. Tidak mengandung garam-garam yang dapat merusak beton. (asam, zat

organik, dsb) lebih dari 15 gram/liter;

c. Tidak mengandung klorida (Cl) lebih dari 0,5 gram/liter; d. Tidak mengandung senyawa sulfat lebih dari 1 gram/liter.

2.2.5.4. Bahan Tambah

Bahan tambah merupakan bahan selain unsur pokok bahan dalam pembentukan beton konvensional (air, semen, dan agregat) yang ditambahkan ke dalam adukan campuran material penyusun beton sebelum, selama atau setelah proses pencampuran. Bahan tambah ini biasanya ditambahkan kedalam campuran

(12)

bertujuan untuk mengubah sifat-sifat beton dalam keadaan segar maupun setelah mengeras. Penelitian ini menggunakan bahan serat bendrat, dan Styrofoam.

a. Serat Bendrat

Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan diperoleh bahwa penambahan fiber kedalam adukan akan menurunkan kelecakan (workability) secara cepat sejalan dengan pertambahan konsentrasi fiber dan aspek rasio fiber. Sehingga untuk mendapatkan hasil yang optimal ada dua hal yang harus diperhatikan dengan seksama yaitu (1) Fiber aspect ratio, yaitu rasio antara panjang fiber (l) dan diameter fiber (d), dan (2) Fiber volume fraction (Vf), yaitu persentase volume fiber yang ditambahkan pada setiap satuan volume beton. (Suhendro, 1990).

Fiber aspect ratio adalah perbandingan antar panjang fiber ( l ) dan diameter ( d ). Dari penelitian terdahulu (Sudarmoko) penggunaan aspek rasio serat yang tinggi akan mengakibatkan terjadi balling effect, yaitu penggumpalan serat membentuk suatu bola serat dimana serat tidak tersebar merata. Oleh karena itu disarankan penggunaan serat dengan aspek rasio rendah (l/d antara 50-100), tetapi bila panjang fiber terlalu pendek pengaruh fiber akan kurang signifikan.

Beton serat didefinisikan sebagai beton yang dibuat dari campuran semen, agregat, air dan sejumlah serat yang disebar secara random. Prinsip penambahan serat adalah memberi tulangan pada beton yang disebar merata kedalam adukan beton dengan orientasi random untuk mencegah terjadinya retakan-retakan beton yang terlalu dini di daerah tarik akibat panas hidrasi maupun akibat pembebanan (Soroushian dan Bayasi, 1987).

Telah terbukti bahwa penambahan serat bendrat dalam beton selain dapat memperbaiki kekuatan tarik beton dan sifat getasnya, juga dapat memperbaiki sifat-sifat lainnya, seperti menambah kuat tekan dan kuat geser ( Harjono, 2001).

Jika serat yang dipakai memiliki kuat tekan lebih tinggi dari pada beton misalnya serat bendrat, maka beton serat akan mempunyai kuat tekan, maupun kuat geser yang sedikit lebih tinggi dari beton biasa.

(13)

b. Styrofoam

Styrofoam atau expanded polystyrene dikenal sebagai gabus putih yang biasanya digunakan untuk membungkus barang elektronik. Polystyrene sendiri dihasilkan dari styrene (C6H5CH9CH), yang mempunyai Gugus phenyl (enam Cincin karbon)

yang tersusun secara tidak teratur sepanjang garis karbon dari molekul. Penggabungan acak dari bensena mencegah molekul membentuk garis yang sangat lurus sehingga hasilnya merupakan polyester mempunyai bentuk yang tidak tetap, transparan dan dalam berbagai bentuk plastik. Polystyrene merupakan bahan yang baik ditinjau dari segi mekanis maupun suhu, namun bersifat agak rapuh dan lunak pada suhu dibawah 1000C (Billmeyer, 1984). Polystyrene memiliki berat jenis sampai 1050 kg/m3, kuat tarik sampai 40 MN/m, modulus lentur sampai 3 GN/m2, modulus geser sampai 0,99 GN/m2 , angka poisson 0,33 (Crawford, 1998). Dalam bentuknya yang granular, Styrofoam atau expended polystyrene memiliki berat satuan yang sangat kecil yaitu berkisar antara 13 – 22 kg/m3

Selain ringan Styrofoam juga memiliki kemampuan meyerap air yang sangat kecil (kedap air). Penggunaan Styrofoam dalam beton dapat dianggap sebagai rongga udara. Namun keuntungan menggunakan Styrofoam dibandingkan menggunakan rongga udara dalam beton berongga adalah Styrofoam mempunyai kekuatan tarik. Dengan demikian, selain akan membuat beton menjadi ringan dapat juga bekerja sebagai serat yang rapat meningkatkan kemampuan kekuatan dan khususnya daktilitas beton. Kerapatan atau berat satuan beton dengan campuran Styrofoam dapat diatur dengan mengontrol jumlah Styrofoam yang digunakan dalam beton untuk memperoleh beton dengan berat satuan yang lebih kecil. Namun kuat tekan beton yang diperoleh tentunya akan lebih rendah.

(14)

2.2.6. Perencanaan Mix Design

Sebelum melakukan perancangan, data - data yang dibutuhkan harus dicari. Jika data - data yang dibutuhkan tidak ada, dapat diambil data dari tabel - tabel yang telah dibuat untuk membantu penyelesaian perancangan cara SNI ini. Bagian alir perancangan dengan metode SNI dapat dilihat pada gambar 2.4.

Gambar 2.3. Diagram Alir Perencanaan Beton Mulai

Mempersiapakan Data Perencanaan

Menentukan Slump dan Kekuatan Rata-rata yang ditargetkan

Menentukan agregrat kasar

Kadar Optimum agregrat kasar

Perkiraan Kadar Air dan Udara

Menentukan rasio air dengan bahan bersifat semen W/(c + p)

Kadar Campuran Tanpa Bahan Bersifat Semen

Proporsi Campuran dasar tanpa bahan bersifat semen

Proposi Campuran Menggunakan Semen dan bahan tambah

Komposisi Beton 1m3

(15)

2.2.7. Kuat Tekan

Kekuatan tekan beton merupakan salah satu dari kinerja utama beton. Kuat tekan merupakan kemampuan dari beton untuk dapat menerima gaya tekan persatuan luas. Pengujian kuat tekan dilakukan untuk mengetahui kekuatan dari beton yang diinginkan hasilnya sesuai dengan yang sudah direncanakan. Pengujian nilai kuat tekan benda uji silinder berpedoman pada standart ASTM C 39-86 ’Standart Test Method for Compressive Strenght of Cylindrical Concrete Specimens’.

Gambar 2.4. Ilustrasi Kuat Tekan

Untuk mendapatkan besarnya tegangan hancur pada benda uji silinder digunakanrumus :

f’c = P/A ... (2.1) Dimana:

f’c = Kuat tekan beton benda uji silinder (MPa) P = Gaya Desak (N)

A = Luas permukaan benda uji silinder (mm² )

Nilai kuat tekan beton beragam sesuai dengan umurnya dan biasanya ditentukan ketika beton berumur 28 harisetelah pengecoran. Umumnya pada umur 7 hari kuat tekan beton mencapai 70% dan pada umur 14 hari mencapai 85% sampai 90% dari kuat tekan beton umur 28 hari (Istimawan Dipohusodo, 1994 : 10).

h

d

P

(16)

2.2.8. Kuat Geser Beton

Kuat geser adalah kekuatan suatu komponen struktur atas penampang yang berfungsi untuk meningkatkan kekakuan struktur dan menahan gaya-gaya lateral. Menurut Wang dan Salmon (1991), pengaruh-pengaruh geser yang timbul merupakan akibat dari torsi dan kombinasi torsi dengan lentur. Kondisi tegangan geser maksimum dari suatu penampang balok terletak pada sumbu netral penampang. Gambar 2.5 menunjukan distribusi tegangan geser dari balok homogen persegi dengan lebar b dan tinggi h.

Gambar 2.5. Distribusi Tegangan Geser

Perilaku kuat geser ditandai dengan munculnya tegangan tarik pada beton dan baja yang menimbulkan adanya retak. Pertambahan retak ini dapat terbentuk pada momen yang lebih tinggi jika tegangan tarik didalam beton sudah terlampaui. Retak miring akibat geser di badan balok bertulang dapat terjadi tanpa disertai retak akibat lentur di sekitarnya, atau dapat juga sebagai kelanjutan proses retak lentur sebelumnya. Retak miring pada balok yang sebelumnya tidak mengalami retak lentur dinamakan retak lentur badan, sedangkan retak miriing yang dimulai sebagai kelanjutan dari retak lentur yang telah timbul sebelumnya dinamakan retak geser lentur.

Menurut Wang dan Salmon, transfer dari geser di dalam unsur-unsur beton bertulang terjadi dari suatu kombinasi antara mekanisme sebagai berikut :

1. Perlawanan geser dari beton yang belum retak (Vcz)

2. Gaya interlock (lekatan) antar agregat atau transfer geser permukaan antar butir agregat Va, dalam arah tangensial sepanjang retak.

(17)

3. Aksi pasak (dowel action) Vd, sebagai perlawanan dari penulangan longitudinal terhadap gaya transversal.

4. Perlawanan tulangan geser dari sengkang vertikal atau miring. 5. Aksi pelengkung (arch action) pada balok yang bersifat tinggi.

Untuk menyediakan kekuatan geser dengan jalan memperbolehkan suatu redistribusi dari gaya-gaya dalam menyeberangi retak miring yang terjadi, maka penulangan geser mempunyai 3 fungsi utama yaitu :

1. Memikul sebagian dari geser

2. Melawan pertumbuhan retak miring dan ikut memelihara lekatan antara agregat.

3. Mengikat batang tulangan memanjang untuk tetap di tempatnya, sehingga meningkatkan kekuatan pasak.

P P

Gambar 2.6. Bidang Geser Balok

Untuk harga Vd/M yang besar, tegangan geser nominal Vcr pada saat terjadinya retak diagonal mendekati 0,3√𝑓𝑐.

Vcr = 0,3√𝑓𝑐 MPa...(2.2)

Dan untuk harga Vd/M yang sangat kecil, harga Vcr mendekati

Vcr = 0,17√𝑓𝑐 MPa...(2.3) BMD

SFD

+

(18)

Dari data hasil percobaan, harga tegangan geser nominal ketika terjadinya retak geser-lentur diagonal dapat didekati dengan rumus :

Vcr= 1/7(√𝑓𝑐 + 120𝜌 𝑉𝑑

𝑀) MPa...(2.4) Nilai ρ merupakan rasio tulangan diagonal. Dengan meningkatkan rasio ρ, yaitu memperbesar luas tulangan longitudinal, dapat meningkatkan kekuatan geser penampang. Faktor Vd/M juga berpengaruh terhadap geser lentur. Bila a menyatakan rasio momen dibagi geser M/V, berdasarkan nilai rasio a/d atau (M/Vd).

Kekuatan geser beton dengan atau tanpa tulangan adalah sama, yaitu merupakan nilai gaya geser yang menyebabkan keretakan miring. Dalam hal ini, tulangan geser dianggap hanya akan menahan kelebihan gaya geser dari yang dapat ditahan oleh beton tanpa tulangan. Langkah-langkah perencanaan penampang terhadap gaya geser adalah:

1) Hitung gaya geser terfaktor Vu pada penampang-penampang kritis di sepanjang batang / elemen.

2) Untuk suatu penampang kritis, hitung kekuatan geser beton Vc. 3) a. Bila ( Vu - ɸVc ) > 2/3 b.d √𝑓𝑐, ukuran balok diperbesar.

b. Bila ( Vu - ɸVc ) < 2/3 b.d √𝑓𝑐, tentukan jumlah tulangan geser untuk menahan kelebihan tegangan.

c. Bila Vu > 0,5 ɸVc, gunakan tulangan geser minimum.

Vu=ɸ Vn...(2.5)

dengan Vu adalah gaya geser terfaktor yang bekerja pada penampang yang ditinjau, sedangkan Vn merupakan kuat geser nominal yang dihitung dari :

Vn =Vc+Vs...(2.6)

Dengan Vc = kekuatan geser nominal yang diberikan oleh beton.

(19)

4) Harga Vc dihitung berdasarkan kondisi sebagai berikut :

Kekuatan geser beton sesuai dengan SNI.03-2847-2002. Untuk komponen struktur yang hanya dibebani oleh geser dan lentur berlaku :

𝑉𝑐 = 1 6⁄ √𝑓𝑐′. 𝑏. 𝑑...(2.7) 5) Untuk kondisi tersebut di atas, berlaku ketentuan sebagai berikut :

a. Jika Vu > ɸVc, perlu tulangan badan / sengkang dengan gaya yang harus ditahan oleh sengkang sebesar :

𝑉𝑠 = (𝑉𝑢

𝜙

⁄ ) − 𝑉𝑐...(2.8)

Untuk sengkang vertikal :

𝑉𝑠 = 𝐴𝑣.𝐹𝑦.𝑑

𝑠 ...(2.9) Untuk sengkang miring :

𝑉𝑠 =

𝐴𝑣.𝐹𝑦.𝑑(𝑠𝑖𝑛𝛼 + 𝑐𝑜𝑠𝛼)

𝑠 ...(2.10) Dengan : s = jarak sengkang, α = sudut kemiringan sengkang

jarak maksimum s haruslah s = d/2 < 600 mm, kecuali jika Vs > 4 √𝑓𝑐 bwd, jarak ini menjadi s < d/4 < 300 mm.

b. Jika Vu < ɸVc dan jika Vu > ½ ɸVc, secara teoritis tidak perlu tulangan badan, tetapi hanya disarankan sengkang minimum.

c. Jika Vu > ½ ɸVc, tidak memerlukan sengkang.

d. Bila pada suatu komponen beton bertulang bekerja gaya geser yang nilainya lebih kecil dari kekuatan geser beton Vc, tetapi lebih besal dari 0,5Vc, maka harus dipasang tulangan minimum.

Minimum 𝐴𝑣 = 50𝑏.𝑆

(20)

2.2.9. Keruntuhan Balok

Keruntuhan atau kegagalan pada balok tanpa penulangan tarik diagonal terjadi pada keadaan yang beragam. Lebih mudah menggolongkan keruntuhan - keruntuhan geser sehubungan dengan jarak antara beban pengujian dan titik perletakan, suatu jarak yang ditetapkan sebagai bentang geser.

Pada dasarnya terdapat 3 macam keruntuhan yang terjadi pada balok, yaitu :

1. Keruntuhan Lentur

Keruntuhan lentur pada balok terjadi apabila perbandingan (a/d) lebih besar dari 5,5 untuk beban terpusat dan (a/d) melebihi 15 untuk beban terdistribusi. Apabila beban terus bertambah, retak awal yang sudah terjadi akan semakin lebar dan panjang.

2. Keruntuhan Tarik Diagonal ( Diagonal Tension Failure )

Kegagalan tarik diagonal terjadi apabila bentang geser lebih besar dari 3d atau 4d. atau dapat dikatakan terjadi pada (a/d) antara 2,5 sampai 5,5 untuk beban terpusat. Retak mulai terjadi di tengah bentang berupa retak halus yang diakibatkan oleh lentur dan diikuti dengan rusaknya lekatan antara tulangan dan beton disekitarnya.

3. Keruntuhan Tekan Geser ( Shear Compression failure )

Retak akibat tarik diagonal merupakan salah satu cara terjadinya kerusakan geser. Untuk bentang geser yang lebih pendek, kerusakan akan timbul sebagai kombinasi dari pergeseran, remuk dan belah. Untuk balok beton bertulang dengan bentang geser yang lebih panjang retak karena tegangan tarik lentur akan terjadi lebih dahulu sebelum retak karena tarik diagonal. Terjadinya retak tarik lentur pada beton tanpa tulangan merupakan peringatan akan kerusakan geser.

Gambar

Gambar 2.1. Serat dalam Beton
Gambar 2.2. Mekanisme Kerja Serat pada Pembebanan Tekan
Tabel 2.1. Batasan Susunan Butiran Agregat Kasar
Tabel 2.2. Batasan Susunan Butiran Agregat Halus
+5

Referensi

Dokumen terkait

Semoga buku ini memberi manfaat yang besar bagi para mahasiswa, sejarawan dan pemerhati yang sedang mendalami sejarah bangsa Cina, terutama periode Klasik.. Konsep

Sesuai dengan kriteria diterima atau ditolaknya hipotesis maka dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa menerima hipotesis yang diajukan terbukti atau dengan kata lain variabel

Ipteks bagi Masyarakat (IbM) yang dilakukan pada kelompok usaha Pembibitan dan pemggemukan Domba Ekor Gemuk (DEG) di kecamatan Kedungadem Kabupaten Bojonegoro

Sehingga bila pelat dibentuk seperti profil “U” dalam jumlah yang banyak atau diproduksi masal dinilai tidak efektif, kemudian kualitas hasil pembentukan yang dihasilkan juga

Project : Embankment Rehabilitation and Dredging Work of West Banjir Canal and Upper Sunter Floodway of Jakarta Urgent Flood Mitigation Project (JUFMP/JEDI) – ICB Package

Sedangkan penelitian ini menggunakan variabel dependen manajemen laba dan variabel independen asimetri informasi serta sampel yang digunakan perusahaan perbankan

Produk industrial (industrial’s good) adalah produk-produk yang dikonsumsi oleh Industriawan untuk kepentingan lain, yaitu untuk diubah, di produksi menjadi produk lain

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, dengan ini menyetujui untuk memberikan ijin kepada pihak Program Studi Sistem Informasi Fakultas Teknik Universitas Muria Kudus