• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tingkat implementasi pembelajaran tematik oleh guru pengampu kelas bawah : sebuah survei bagi guru-guru Sekolah Dasar Negeri di Kota Yogyakarta - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Tingkat implementasi pembelajaran tematik oleh guru pengampu kelas bawah : sebuah survei bagi guru-guru Sekolah Dasar Negeri di Kota Yogyakarta - USD Repository"

Copied!
321
0
0

Teks penuh

(1)

TINGKAT IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN TEMATIK OLEH GURU PENGAMPU KELAS BAWAH: SEBUAH SURVEI BAGI GURU-GURU

SEKOLAH DASAR NEGERI DI KOTA YOGYAKARTA SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh :

Agustiyana OlympiaVitessa

101134233

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)

i

TINGKAT IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN TEMATIK OLEH GURU PENGAMPU KELAS BAWAH: SEBUAH SURVEI BAGI GURU-GURU

SEKOLAH DASAR NEGERI DI KOTA YOGYAKARTA SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh :

Agustiyana OlympiaVitessa

101134233

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(3)
(4)
(5)
(6)

v

 Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Maka,

apabila kamu selesai (dari suatu urusan), kerjakanlah dengan

sungguh-sungguh (urusan) yang lain. (Al Qur’an surat

Al-Insyiroh ayat 6-7)

 Few things make the life of a parent more rewarding and

sweet as successfull children. (Nelson Mandela)

 Semua orang memiliki mimpi, namun bagi saya bukan seberapa

besar mimpi yang kamu punya tetapi seberapa besar usaha

(7)
(8)
(9)

viii

ABSTRAK

TINGKAT IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN TEMATIK OLEH GURU PENGAMPU KELAS BAWAH : SEBUAH SURVEI BAGI GURU-GURU

SEKOLAH DASAR NEGERI DI KOTA YOGYAKARTA

Oleh

Agustiyana Olympia Vitessa

NIM 101134233

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh keingintahuan peneliti tentang tingkat implementasi pembelajaran tematik oleh guru pengampu kelas bawah sekolah dasar negeri di kota Yogyakarta. Peneliti juga ingin mengetahui perbedaan tingkat implementasi penggunaan pembelajaran tematik dilihat dari faktor demografi jumlah guru dan jumlah rekan guru yang menggunakan tematik.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat implementasi pembelajaran tematik oleh para guru pengampu kelas bawah sekolah dasar negeri di kota Yogyakarta dan perbedaan tingkat implementasi penggunaan pembelajaran tematik oleh para guru pengampu kelas bawah sekolah dasar negeri di kota Yogyakarta ditinjau dari faktor demografi jumlah siswa dan jumlah rekan guru yang menggunakan pembelajaran tematik. Penelitian ini menggunakan desain penelitian non eksperimental cross sectional dengan metode survey.

Populasi penelitian adalah semua guru pengampu kelas bawah sekolah dasar negeri di Kota Yogyakarta yang berjumah 328 guru dengan sampel yang diambil 190 guru. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah kuesioner. Teknik analisis data yang digunakan adalah deskriptif kuantitatif dengan distribusi frekuensi dan analisis statistik uji Independent Sample t-Test maupun uji Mann Whitney.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan pembelajaran tematik oleh guru-guru pengampu kelas bawah di kota Yogyakarta termasuk dalam kriteria tinggi. Hasil menunjukkan nilai Sig.(2-tailed) (0,209) ≥ 0,05 maka Ho

gagal ditolak dan Ha ditolak. Tidak terdapat perbedaan tingkat implementasi penggunaan pembelajaran tematik ditinjau dari faktor demografi jumlah siswa. Hasil menunjukkan nilai Z = –0,193 dengan Sig.(2-tailed) (0,847) < α (0,05) maka

Ho gagal ditolak dan Ha ditolak. Tidak terdapat perbedaan tingkat implementasi penggunaan pembelajaran tematik ditinjau dari faktor demografi jumlah rekan guru yang menggunakan pembelajaran tematik.

(10)

ix

ABSTRACT

IMPLEMENTATION LEVEL OF THEMATIC INSTRUCTION BY LOWER GRADE TEACHERS: A SURVEY TO ELEMENTARY SCHOOL

TEACHERS IN YOGYAKARTA

By:

Agustiyana Olympia Vitessa NIM. 101134233

This research was conducted based on the researcher’s curiousity on the implementation of the thematic instruction by middle-low class teachers of elementary schools in Yogyakarta. The researcher were to know differences of the implementation level of thematic learning by middle-low class teachers of elementary schools in Yogyakarta seen from the teachers demography number of students and number of teachers who used thematic instruction.

The purposes of the research were to know the implementation level of thematic instruction by middle-low class teachers of elementary schools in Yogyakarta, know the differences of the implementation level of thematic

learning by middle-low class teachers of elementary schools in Yogyakarta seen from number of students and know the differences of the implementation level of thematic learning by middle-low class teachers of elementary schools in Yogyakarta seen from number of teachers who used thematic instruction. This non-experimental research used cross sectional design in survey method. The population included 328 middle-low class teachers of elementary schools in Yogyakarta and the sample used was 190 teachers. This research used questionnaire in collecting data. The analyse used distribution of frequency and PAP 1 and Independent Sample t-Test and Mann Whitney test.

The results of the research showed that the implementation level of thematic learning by middle-low class teachers of elementary schools in Yogyakarta was high. The results of the research showed Sig.(2-tailed) (0,209) ≥

0,05, showed the implementation level of the thematic instructional not differed according the number of students. The results of the research Z= –0,193 with

Sig.(2-tailed) (0,847) < α (0,05), showed the implementation level of the thematic instructional not differed according the number of teachers who used thematic instruction.

(11)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kupanjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan

rahmat dan kasih-Nya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

Skripsi dengan judul “Tingkat Implementasi Pembelajaran Tematik Oleh Guru

Pengampu Kelas Bawah : Sebuah Survey bagi Guru-Guru Sekolah Dasar Negeri

di Kota Yogyakarta” ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam

memperoleh gelar sarjana pendidikan guru sekolah dasar Program Studi

Pendidikan Guru Sekolah Dasar Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penyusunan skripsi ini dapat terlaksana dengan baik atas bantuan,

perhatian, dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis dengan

setulus hati mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Rohandi, Ph.D. Selaku Dekan FKIP Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

yang telah memberikan bantuan dalam penyusunan skripsi ini.

2. Gregorius Ari Nugrahanta, S.J., S.S., BST., M.A. Selaku Ketua Program

Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar yang telah memberikan bantuan dalam

penyusunan skripsi ini.

3. Ibu Catur Rismiati, S.Pd., M.A., Ed.D dan Ibu Andri Anugrahana, S.Pd.,

M.Pd selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingannya

selama ini.

4. Bapak dan Ibu Dosen beserta karyawan Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta yang telah memberikan ilmu dan dukungan kepada penulis.

5. Seluruh Guru Sekolah Dasar Negeri di kota Yogyakarta yang telah

memberikan sumbangan yang besar dalam penelitian ini.

6. Ibu Indah Mumpuni selaku orang tua yang selalu senantiasa menyertaiku

dengan doa dan dorongan sehingga skripsi dapat terselesaikan.

7. Adikku, Nasywa Lintang Sasikirana, terima kasih untuk dukungan dan

(12)
(13)

xii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

PERSEMBAHAN ... iv

MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vii

ABSTRAK ... viii

1. Reformasi pendidikan secara global ... 11

2. Reformasi pendidikan di Indonesia ... 13

3. Reformasi kurikulum di Indonesia ... 15

4. Kurikulum 2013 dan kurikulum 2006 ... 22

5. Pembelajaran terpadu ... 26

6. Pembelajaran tematik ... 32

7. Implikasi pembelajaran tematik ... 36

8. Karakteristik pembelajaran tematik ... 38

9. Faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan reformasi pendidikan ... 40

B. Hasil Penelitian yang Relevan ... 44

(14)

xiii

D. Hipotesis Penelitian ... 51

BAB III. METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian dan Desain Penelitian ... 52

B. Waktu dan Tempat Penelitian ... 53

G. Validitas Instrumen... 63

H. Reliabilitas Instrumen ... 79

I. Prosedur Analisis Data ... 81

J. Jadwal Penelitian ... 104

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Penelitian ... 106

B. Tingkat Pengembalian Kuesioner ... 107

C. Hasil Penelitian ... 107

D. Pembahasan Hasil Penelitian ... 133

BAB V. KESIMPULAN, KETERBATASAN, DAN SARAN A. Kesimpulan ... 139

B. Keterbatasan ... 140

C. Saran ... 140

(15)

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Keunggulan KBK dengan kurikulum 1994 ... 19

Tabel 2.2 Reformasi pendidikan di Indonesia ... 21

Tabel 2.3 Perbedaan esensial kurikulum 2006 dengan kurikulum 2013 ... 23

Tabel 2.4 Landasan pengembangan kurikulum 2013 ... 25

Tabel 3.1 Penjabaran Skor Item Positif dan Item Negatif ... 57

Tabel 3.2 Sebaran item positif dan item negatif ... 58

Tabel 3.3 Kisi-kisi instrumen penelitian ... 61

Tabel 3.4 Kriteria Revisi ... 64

Tabel 3.5 Hasil expert judgment indikator kegiatan pembelajaran yang berpusat pada siswa ... 65

Tabel 3.6 Hasil expert judgment indikator siswa mengalami pengalaman langsung dalam belajar ... 66

Tabel 3.7 Hasil expert judgment indikator pemisahan pada setiap mata pelajaran tidak begitu jelas ... 67

Tabel 3.8 Hasil expert judgment indikator pembelajaran yang menyajikan konsep dari satu mata pelajaran ... 69

Tabel 3.9 Hasil expert judgment indikator pembelajaran bersifat fleksibel .... 70

Tabel 3.10 Hasil expert judgment indikator hasil pembelajaran yang sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa ... 71

Tabel 3.11 Hasil expert judgment indikator prinsip belajar sambil bermain yang menyenangkan bagi siswa ... 73

Tabel 3.12 Validitas muka ... 75

Tabel 3.13 Hasil validitas implementasi pembelajaran tematik ... 78

Tabel 3.14 Koefisien Reliabilitas ... 80

Tabel 3.15 Hasil reliabilitas ... 81

Tabel 3.16 Contoh pengkodean ... 84

(16)

xv

Tabel 4.1 Panjang kelas interval ... 109

Tabel 4.2 Hasil perhitungan daftar distribusi ... 109

Tabel 4.3 Hasil uji normalitas tingkat implementasi

pembelajaran tematik dengan jumlah siswa sedikit ... 112

Tabel 4.4 Hasil uji normalitas tingkat implementasi

pembelajaran tematik dengan jumlah siswa banyak ... 115

Tabel 4.5 Hasil uji homogenitas tingkat implementasi pembelajaran

tematik ditinjau dari jumlah siswa ... 119

Tabel 4.6 Hasil uji Independent Sample t-Test tingkat

Implementasi pembelajaran tematik ditinjau dari jumlah siswa ... 121

Tabel 4.7 Hasil uji normalitas tingkat implementasi

pembelajaran tematik dengan jumlah rekan guru yang

menggunakan pembelajaran tematik sedikit ... 123

Tabel 4.8 Hasil uji normalitas tingkat implementasi pembelajaran

tematik dengan jumlah rekan guru yang menggunakan pembelajaran

tematik banyak ... 127

Tabel 4.9 Hasil uji homogenitas tingkat implementasi

pembelajaran tematik ditinjau dari jumlah rekan guru

yang menggunakan pembelajaran tematik ... 131

Tabel 4.10 Tabel hasil uji Mann Whitney tingkat implementasi

pembelajaran tematik ditinjau dari jumlah

(17)

xvi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Skema penelitian yang relevan ... 49

Gambar 3.1 Hubungan antar variabel ... 53

Gambar 3.2 Rumus Korelasi ... 77

Gambar 3.3 Rumus Koefisien Alpha Cronbach ... 79

Gambar 3.4 Rumus Jarak atau Rentangan ... 87

Gambar 3.13 Rumus Independent- Sample T-test ... 100

Gambar 3.14 Rumus Uji Mann Whitney ... 101

Gambar 3.15 Rumus Effect Size jika data normal ... 102

Gambar 3.16 Rumus Effect Size jika data tidak normal ... 102

Gambar 3.17 Rumus koefisien determinasi ... 103

Gambar 4.1 Uji normalitas P-P Plot data Implementasi dengan jumlah siswa sedikit ... 113

Gambar 4.2 Uji normalitas histogramdata Implementasi dengan jumlah siswa sedikit ... 114

Gambar 4.3 Uji normalitas P-P Plot data Implementasi dengan jumlah siswa banyak ... 116

(18)

xvii

Gambar 4.5 Uji normalitas P-P Plot data

Implementasi dengan jumlah rekan guru yang

menggunakan pembelajaran tematik sedikit ... 124

Gambar 4.6 Uji normalitas histogramdata

Implementasi dengan jumlah rekan guru yang

menggunakan pembelajaran tematik sedikit ... 125

Gambar 4.7 Uji normalitas P-P Plot data

Implementasi dengan jumlah rekan guru yang

menggunakan pembelajaran tematik banyak ... 128

Gambar 4.8 Uji normalitas histogramdata

Implementasi dengan jumlah rekan guru yang

(19)

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Ijin Penelitian dan Telah Melakukan Penelitian ... 147

Lampiran 2 Kuesioner Sebelum dan Sesudah Validasi ... 151

Lampiran 3 Expert Judgment dan Validitas Muka ... 157

Lampiran 9 Hasil Output Deskripsi Implementasi Pembelajaran Tematik ... 263

Lampiran 10 Hasil Distribusi Frekuensi Tingkat Implementasi pembelajaran tematik ... 264

Lampiran 11 Hasil Perhitungan Daftar Distribusi Frekuensi ... 265

Lampiran 12 Hasil Distribusi Frekuensi Demografi Jumlah Siswa ... 266

Lampiran 13 Hasil Hasil Distribusi Frekuensi Faktor Demografi Jumlah Rekan Guru yang Menggunakan Pembelajaran Tematik ... 267

Lampiran 14 Hasil Uji Normalitas Implementasi Pembelajaran Tematik Terhadap Faktor Demografi Jumlah Siswa Kelompok Sedikit ... 268

Lampiran 15 Hasil Uji Normalitas Implementasi Pembelajaran Tematik Terhadap Faktor Demografi Jumlah Siswa Kelompok Banyak ... 272

Lampiran 16 Hasil Uji Normalitas Implementasi Pembelajaran Tematik Terhadap Faktor Demografi Jumlah Rekan Guru yang Menggunakan Pembelajaran Tematik Kelompok Sedikit ... 276

Lampiran 17 Hasil Uji Normalitas Implementasi Pembelajaran Tematik Terhadap Faktor Demografi Jumlah Rekan Guru yang Menggunakan Pembelajaran Tematik Kelompok banyak ... 280

(20)

xix

Lampiran 19 Hasil Uji Homogenitas Implementasi Pembelajaran tematik Terhadap Faktor Demografi Jumlah Rekan Guru yang

Menggunakan Pembelajaran tematik ... 284

Lampiran 20 Hasil uji Independent sample t-test Implementasi pembelajaran tematik terhadap Faktor Demografi Jumlah Siswa ... 285

Lampiran 21 Hasil Uji Mann whitney Imlementasi Pembelajaran tematik Terhadap Faktor Demografi Jumlah Rekan Guru yang Menggunukan pembelajaran Tematik ... 286

Lampiran 22 Tabel Krenjcie ... 287

Lampiran 23 Contoh Instrumen Kuesioner ... 288

Lampiran 24 Contoh Instrumen yang Sudah Dikerjakan ... 294

Lampiran 25 Tingkat Pengembalian Instrumen ... 299

(21)

1

BAB I PENDAHULUAN

Bab I akan membahas enam bagian pendahuluan dari penelitian ini. Enam

bagian tersebut yaitu latar belakang masalah, batasan masalah, rumusan masalah,

tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan definisi operasional.

A. Latar Belakang Masalah

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) (Depdiknas, 2008: 326) mengartikan

pendidikan adalah suatu proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau

sekelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran

dan pelatihan. Proses pengubahan sikap dan tata laku seiring dengan tujuan

pendidikan yang memberikan arah bagi segala kegiatan pendidikan. Pengubahan

sikap dan tata laku yang baik dilakukan kepada anak sejak kecil. Pendidikan dasar

dapat mengubah anak dan menyelaraskannya dengan kegiatan pendidikan.

Pendidikan dasar menurut KBBI adalah pendidikan minimum (terendah)

yang diwajibkan bagi semua warga negara (Depdiknas, 2008: 326). Pendidikan

wajib ditempuh setiap orang selama 9 tahun Pendidikan merupakan suatu hak

yang didapatkan oleh seseorang untuk menjadi pribadi yang baik di

lingkungannya. Suatu pendidikan memerlukan adanya kurikulum. Trianto (2012:

13) menjelaskan bahwa dalam perkembangan selanjutnya istilah kurikulum

digunakan di dalam dunia pendidikan. Kurikulum berasal dari bahasa Yunani

yaitu Curir berarti pelari, dan Curere berarti tempat berpacu atau tempat lomba.

(22)

disimpulkan sebagai sejumlah pengetahuan atau mata pelajaran yang harus

ditempuh atau diselesaikan siswa guna mencapai suatu tingkatan atau ijasah.

Kurikulum yang berlaku di Indonesia sudah beberapa kali mengalami

perubahan. Trianto (2010: 54–71) menjelaskan bahwa kurikulum berubah dari

masa orde lama hingga masa orde reformasi. Masa orde lama menggunakan

Rencana Pelajaran 1947 dan kemudian berubah dengan istilah Rencana Pelajaran

Terurai 1952. Kurikulum 1947 menekankan pada cara mengajar yang dilakukan

oleh guru dan cara siswa memahami materi pelajaran. Kurikulum 1952 terlihat

lebih menonjol pada setiap mata pelajaran karena harus memperhatikan setiap isi

pelajaran yang telah dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari.

Masa orde lama kemudian masuk ke masa orde baru. Saat masa orde baru

telah terjadi empat kali perubahan kurikulum, yakni kurikulum 1968, kurikulum

1975, kurikulum 1984 (keterampilan proses), dan kurikulum 1994. Kurikulum

1968 memiliki sifat correlated subject curriculum yang berarti bahwa materi

pelajaran pada tingkat bawah berhubungan dengan kurikulum tingkat lanjutan.

Kurikulum 1968 dipandang kurang, maka dari itu tercipta kurikulum baru yang

disebut dengan kurikulum 1975. Kurikulum 1975 mencantumkan tujuan

kurikulum untuk setiap bidang studi, sedangkan untuk setiap pokok bahasan

mencantumkan tujuan instruksional khusus. Kurikulum selanjutnya adalah

kurikulum 1984. Kurikulum 1984 disebut sebagai kurikulum keterampilan proses

karena pada kurikulum ini menggunakan pendekatan keterampilan proses yang

proses belajar. Kurikulum terakhir pada era orde baru yaitu kurikulum 1994.

(23)

Masa orde baru kemudian memasuki masa reformasi. Masa reformasi terjadi

dua kali perubahan kurikulum, yakni kurikulum 2004 atau sering disebut

Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), dan kurikulum 2006 atau sering disebut

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Kurikulum 2004 merupakan

kurikulum pertama yang berhasil diterapkan di Indonesia pada masa reformasi.

Pemerintah mulai memunculkan model pembelajaran tematik saat kurikulum

2004 diterapkan. Kurikulum kedua yang berhasil diterapkan di masa reformasi

ialah kurikulum 2006. Kurikulum 2006 merupakan strategi pengembangan

kurikulum untuk menciptakan sekolah yang efektif, produktif, maupun

berprestasi.

Masa reformasi berakhir, kemudian masuk ke masa sekarang dimana

menggunakan kurikulum 2013 sebagai acuan pendidikan. Mulyasa (2013: 66)

menjelaskan bahwa kurikulum 2013 adalah tindak lanjut dari kurikulum 2006 dan

merupakan suatu konsep kurikulum yang menekankan pada pengembangan

kompetensi sehingga hasilnya dapat dilaksanakan sendiri oleh siswa. Kurikulum

2013 diharapkan mampu melahirkan siswa yang produktif, kreatif, dan inovatif.

Pembelajaran tematik disajikan dalam kurikulum 2013.

Pembelajaran tematik adalah model pembelajaran terpadu yang menggunakan

tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat memberikan

pengalaman bermakna untuk siswa (Depdiknas dalam Trianto, 2010: 5).

Pembelajaran tematik mengambil tema sebagai sentral pembelajaran yang di

dalamnya tercakup beberapa mata pelajaran yang dipadukan (Indrawati, 2009: 2).

(24)

mengajar kelas IV sampai kelas VI menggunakan pendekatan mata pelajaran.

Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas, 2008: 4) menjelaskan bahwa

pembelajaran tematik dianggap sesuai dengan tahapan perkembangan anak yang

melihat segala sesuatunya sebagai suatu keutuhan (holistic). Pembelajaran yang

menyajikan mata pelajaran terpisah akan menyebabkan kurang berkembangannya

anak untuk berpikir secara holistic dan membuat kesulitan bagi peserta didik.

Pembelajaran tematik diterapkan di kelas I, II, dan III atau sering disebut

dengan kelas bawah. Guru kelas I sampai guru kelas III tidak mengajarkan

pelajaran secara terpisah-pisah akan tetapi mengajarkan pelajaran secara

terintegrasi atau terpadu.

Erickson dalam Rismiati (2012: 5) mengatakan bahwa aim of the integrated

curriculum was “to cause students to integrated their thinking at a conceptual

level by seeing the patterns and connections between transferable and

connections between transferable, conceptual ideas and topic under study”. Arti

dari kata-kata Erickson adalah tujuan dari kurikulum terintegrasi ialah

memadukan pikiran para siswa pada level konseptual dengan pola dan hubungan

antara mengirim konsep ide dan topik di bawah mata pelajaran. Kurikulum

terintegrasi memadukan pola pikir siswa yang mempunyai topik atau tema.

Majalah DIKBUD dalam Sururiaziz (2013) menyebutkan bahwa pentingnya

suatu pembelajaran terpadu dikarenakan oleh beberapa hal. Hal yang

menyebabkan pentingnya suatu pembelajaran terpadu antara lain (1) hasil

penelitian yang menunjukkan bahwa anak melihat dunia sebagai suatu keutuhan

(25)

sekolah dasar dengan definisi kompetensi yang berbeda menghasilkan banyak

keluaran yang sama, dan (3) keterkaitan satu sama lain antar mata pelajaran

sekolah dasar menyebabkan keterpaduan konten pada berbagai mata pelajaran dan

arahan siswa untuk mengaitkan antar mata pelajaran akan meningkatkan hasil

pembelajaran siswa.

Pembelajaran tematik dipilih untuk menjadi salah satu sifat dari kurikulum

baru. Alasan dari dipilihnya pembelajaran tematik menjadi salah satu sifat

kurikulum yang baru adalah karena tematik dianggap sebagai suatu pembelajaran

yang dapat mempersatukan seluruh elemen pendidikan seperti siswa, guru,

manajemen satuan pendidikan bahkan masyarakat umum. Elemen pendidikan

tersebut nantinya yang akan lebih banyak dibahas pada penelitian ini adalah guru,

karena gurulah yang memiliki peran penting dalam pengimplementasian

kurikulum. Guru sebagai ujung tombak penerapan kurikulum yang diharapkan

dapat membuka diri terhadap beberapa kemungkinan perubahan.

Depdiknas (2008: 11) menjelaskan bahwa guru belum memiliki kesadaran

dan kepekaan terhadap kebutuhan siswa. Bukan hanya faktor guru yang belum

baik, tetapi ada faktor lain yang harus diperhatikan pemerintah. Faktor-faktor lain

tersebut sering disebut dengan faktor demografi dalam mempengaruhi kesiapan

pelaksanaan kurikulum. Rismiati (2012: 12) menjabarkan faktor demografi antara

lain dukungan dari kepala sekolah, pengalaman menggunakan pembelajaran

tematik, status kepegawaian, jumlah jam training pembelajaran tematik, jumlah

siswa, jumlah rekan guru yang menggunakan tematik, dan pengalaman mengajar.

(26)

Faktor demografi yang ada dan dikatakan baik kondisinya, maka diharapkan

dapat ikut memotivasi guru untuk mengimplementasikan kurikulum secara baik.

Sebagai contoh jika terdapat jumlah rekan guru yang mengajar dengan hal dan

jumlahnya banyak maka guru akan semakin termotivasi untuk dapat menerapkan

kurikulum itu secara baik karena guru memiliki teman untuk dapat berbagi dan

belajar dengan rekannya tersebut.

Pembelajaran tematik yang diberlakukan di sekolah dasar terkadang masih

menjadi kendala bagi guru. Adanya guru yang pengalaman mengajarnya kurang

dan pengalaman mengajar tersebut akan memberikan dampak yang negatif kepada

siswa. Dampak negatifnya adalah siswa menjadi kurang paham akan materi yang

diajarkan. Dampak negatif akan bertambah parah apabila anak yang masuk

sekolah dasar tersebut tidak pernah mengalami pengalaman belajar sebelumnya.

Pengalaman yang dimaksudkan ialah saat anak duduk di bangku taman

kanak-kanak (TK). Alasan lain yang menjadi kendala dalam pembelajaran tematik dan

akan dibahas oleh penulis lebih lanjut dalam penelitian ini.

Laporan diskusi dari kajian kurikulum pendidikan dasar (Depdiknas, 2008:

5-6) terindikasi bahwa masih banyaknya kekurangan yang berasal dari pihak guru

untuk melakukan reformasi pendidikan. Kekurangan-kekurangan yang dimaksud

antara lain seperti (1) sebagian besar guru mengalami kesulitan dalam menyusun

Rencana Pelakasanaan Pembelajaran (tematik) khususnya guru kelas awal sekolah

dasar, (2) guru-guru masih mengalami kesulitan dalam menjabarkan standar

kompetensi dan kompetensi dasar untuk pemetaan tema, (3) guru masih

(27)

(4) kemampuan guru di dalam menyusun pengembangan silabus dari kompetensi

dasar ke indikator masih kurang, (5) sumber daya manusia guru sekolah dasar

kelas awal kurang mumpuni karena kebanyakan berpendidikan diploma II, dan (6)

pemahaman tentang pembelajaran terpadu diantara guru sekolah dasar masih

kurang. Kekurangan dari guru tersebut yang menjadi landasan penelitian ini untuk

dijabarkan lebih lanjut lagi.

Uraian di atas dimaksudkan untuk mengetahui lebih lanjut mengenai seberapa

tinggi pelaksanaan pembelajaran tematik di kelas bawah. Tujuan lain dari

penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan implementasi pembelajaran

tematik dilihat dari faktor demografi jumlah siswa dan jumlah rekan yang

menggunakan pembelajaran tematik. Penelitian ini tentang, “Tingkat

Implementasi Pembelajaran Tematik Oleh Guru Pengampu Kelas Bawah: Sebuah

Survei Bagi Guru-Guru Sekolah Dasar Negeri di Kota Yogyakarta”.

B. Batasan Masalah

Penelitian ini untuk meneliti guru-guru kelas I, kelas II, dan kelas III yang

sudah menerapkan pembelajaran tematik pada kurikulum 2006 (KTSP) dan guru

yang dianggap sebagai ujung tombak dari sebuah reformasi kurikulum. Penelitian

ini juga dibatasi untuk meneliti guru-guru sekolah dasar negeri di wilayah kota

Yogyakarta. Selain itu, penelitian ini dibatasi untuk dua faktor demografi. Faktor

demografi yang pertama adalah jumlah siswa. Faktor demografi yang kedua

(28)

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan hal-hal yang diuraikan dari latar belakang masalah maka

penelitian ini mengambil rumusan masalah antara lain:

1. Bagaimana tingkat implementasi pembelajaran tematik oleh guru pengampu

kelas bawah sekolah dasar negeri di kota Yogyakarta?

2. Apakah terdapat perbedaan tingkat implementasi penggunaan pembelajaran

tematik oleh guru pengampu kelas bawah sekolah dasar negeri di kota

Yogyakarta ditinjau dari jumlah siswa?

3. Apakah terdapat perbedaan tingkat implementasi penggunaan pembelajaran

tematik oleh guru pengampu kelas bawah sekolah dasar negeri di kota

Yogyakarta ditinjau dari jumlah rekan guru yang menggunakan pembelajaran

tematik?

D. Tujuan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Mengetahui bagaimana implementasi pembelajaran tematik oleh guru

pengampu kelas bawah sekolah dasar negeri di kota Yogyakarta.

2. Mengetahui perbedaan tingkat implementasi penggunaan pembelajaran

tematik oleh guru pengampu kelas bawah sekolah dasar negeri di kota

Yogyakarta ditinjau dari jumlah siswa.

3. Mengetahui perbedaan tingkat implementasi penggunaan pembelajaran

(29)

Yogyakarta ditinjau dari jumlah rekan guru yang menggunakan pembelajaran

tematik.

E. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Bagi guru sekolah dasar

Hasil penelitian diharapkan mampu membantu guru untuk melaksanakan

pembelajaran tematik dengan sebaik-baiknya.

2. Bagi peneliti

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bekal peneliti saat menjadi guru

sekolah dasar.

3. Bagi mahasiswa pendidikan guru sekolah dasar

Hasil penelitian diharapkan dapat membantu mahasiswa pendidikan guru

sekolah dasar untuk mengetahui tingkat implementasi pembelajaran tematik

di sekolah dasar.

4. Bagi institusi

Hasil penelitian diharapkan dapat membantu institusi dalam melihat

kendala-kendala yang dialami oleh semua guru sekolah dasar dan mampu memberikan

(30)

F. Definisi Operasional

Berikut definisi operasional yang digunakan dalam penellitian ini:

1. Pembelajaran tematik adalah pendekatan yang mengintegrasikan kompetensi

pembelajaran menggunakan tema untuk mengaitkan mata pelajaran (disebut

juga pembelajaran tematik integratif).

2. Kurikulum adalah seperangkat rencana yang digunakan untuk mencapai

tujuan pendidikan.

3. Demografi adalah faktor yang dapat mempengaruhi perilaku atau tingkah

laku seseorang.

4. Reformasi adalah perubahan yang dilakukan oleh suatu negara untuk

perbaikan di bidang sosial, politik, dan agama.

5. Implementasi adalah pelaksanaan dari kurikulum yang telah dibuat.

6. Guru kelas bawah adalah seseorang yang mengajar kelas I, II, dan III.

7. Survei adalah kegiatan atau penelitian yang dilakukan untuk mendapatkan

informasi dari sebagian populasi.

8. Jumlah siswa adalah ukuran kelas dengan jumlah siswa kelompok sedikit dan

kelompok banyak.

9. Jumlah rekan guru yang menggunakan pembelajaran tematik adalah ukuran

guru yang sama-sama menggunakan pembelajaran tematik dalam satu

(31)

11

BAB II

KAJIAN TEORI

Bab II membahas empat bagian inti yaitu tinjauan teoritik, penelitian yang

relevan, kerangka berpikir, dan hipotesis penelitian. Tinjauan teoritik dibagi

dalam sub bab reformasi pendidikan secara global, reformasi pendidikan di

Indonesia, reformasi kurikulum di Indonesia, kurikulum 2013 dan kurikulum

2006, pembelajaran tematik, implikasi pembelajaran tematik, karakteristik

pembelajaran tematik, dan faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan

kurikulum.

A. Tinjauan Teoritik

Tinjauan teoritik akan membahas sembilan bagian. Bagian pertama reformasi

pendidikan secara global. Bagian kedua reformasi pendidikan di Indonesia.

Bagian ketiga reformasi kurikulum di Indonesia. Bagian keempat kurikulum 2013

dan kurikulum 2006. Bagian kelima pembelajaran terpadu. Bagian keenam

pembelajaran tematik. Bagian ketujuh implikasi pembelajaran tematik. Bagian

kedelapan karakteristik pembelajaran tematik. Bagian yang terakhir yaitu

faktpr-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan reformasi pendidikan.

1. Reformasi pendidikan secara global

Reformasi atau perubahan tidak hanya yang kita ketahui dalam bidang

politik, melainkan reformasi juga terjadi di dunia pendidikan (Suyanto dan

Hisyam dalam Sanaky, 2009: 1). Reformasi merupakan kata kunci di dalam

membenahi tatanan hidup berbangsa dan bernegara termasuk reformasi di bidang

(32)

kebutuhan yang muncul di masyarakat dalam bidang pendidikan. Abad ke 19-20,

siapa saja yang tidak bisa memenuhi persyaratan global atau tidak bisa mengikuti

perkembangan jaman akan tersingkir secara sendirinya (Suyanto dan Hisyam

dalam Sanaky, 2009: 1). Jalal dan Supriyadi (2010) menyebutkan bahwa

reformasi pendidikan digunakan untuk mengembangkan sistem pendidikan agar

menjadi lebih baik, lebih mantap, dan lebih maju. Pengembangan sistem

pendidikan tersebut digunakan untuk memberdayakan segala potensi yang ada di

daerahnya dan partisipasi dari masyarakat. Sistem pendidikan Indonesia perlu

beradaptasi dengan perkembangan era globalisasi. Indonesia juga perlu menjaga

dan mengembangkan jati dirinya.

Perubahan dalam bidang pendidikan dilaksanakan sejak tahun 1998.

UNESCO telah berpendapat bahwa terdapat dua basis landasan. Dua basis

landasan tersebut diantaranya (1) pendidikan harus diletakkan pada empat pilar

yaitu belajar mengetahui, belajar melakukan, belajar hidup dalam kebersamaan,

dan belajar menjadi diri sendiri, (2) belajar seumur hidup (Mulyasa, 2013:2).

Sistem pendidikan mengarah pada orientasi penyediaan sumber daya manusia

yang unggul dalam interaksi dan pergaulan dan pendidikan global. Manusia

diharapkan mampu memberi perubahan pada dunia pendidikan. Manusia yang

memiliki toleransi dan inisiatif yang baik untuk melakukan suatu tindakan

berkaitan dengan perubahan yang terjadi disebut dengan manusia pro aktif

(Sanaky, 2009: 2). Perubahan-perubahan di era global menuntut adanya

(33)

untuk memperbaiki sistem pendidikan agar terus berkembang menjadi yang lebih

baik.

2. Reformasi pendidikan di Indonesia

Indonesia diharapkan mampu memajukan kualitas pendidikan jika dilihat dari

kondisi pendidikan secara global. Negara Indonesia sebenarnya kurang siap dalam

menghadapi persaingan global. Tenaga ahli atau sering disebut dengan angkatan

kerja di bidang pendidikan dianggap kurang memadai. Sebanyak 53% angkatan

kerja adalah tidak berpendidikan, berpendidikan dasar sebanyak 34%,

berpendidikan menengah sebanyak 11%, dan berpendidikan tinggi sebanyak 11%

(Boediono dalam Sanaky, 2009: 82). Data yang didapat mengenai angkatan kerja

tersebut, semakin memperjelas bahwa Indonesia kurang mempunyai tenaga kerja

yang kurang memadai.

Kondisi Indonesia yang memasuki era reformasi (Tilaar dalam Sanaky, 2009:

2). Masyarakat Indonesia melakukan perubahan dalam semua aspek termasuk

aspek pendidikan. Era reformasi dianggap mengalami beberapa kendala. Kendala

pertama terdapat pada pendidikan di Indonesia yaitu kurangnya pemerataan

kesempatan pendidikan. Kesempatan mendapatkan pendidikan masih terbatas

pada tingkat sekolah dasar. Beberapa anak yang tidak mampu ingin bersekolah

namun karena beberapa faktor menjadi tidak bersekolah. Faktor-faktor tersebut

dapat berupa faktor keuangan yang dimiliki keluarga kurang mampu sehingga

anak-anaknya tidak memperoleh pendidikan yang layak, faktor kurangnya layanan

pendidikan untuk usia dini yang masih sangat terbatas jumlahnya, dan lain

(34)

Kendala kedua dalam dunia pendidikan Indonesia adalah rendahnya mutu

pendidikan. Rendahnya mutu pendidikan dilihat dari prestasi siswa-siswi

Indonesia. Kendala ketiga yaitu rendahnya tingkat relevansi pendidikan terhadap

kebutuhan. Banyaknya lulusan sekolah yang mengganggur menjadi penanda akan

rendahnya relevansi pendidikan terhadap kebutuhan. Terlihat adanya

ketidakserasian antara kebutuhan dunia kerja dan hasil pendidikan. Lulusan

pendidikan tinggi tidak menjamin pekerjaan yang mapan. Tidakserasian tersebut

disebabkan karena kurikulum yang materinya kurang fungsional terhadap

keterampilan yang dibutuhkan ketika peserta didik memasuki dunia kerja.

Kendala keempat yaitu masih rendahnya efisiensi pendidikan nasional jika dilihat

dari penyebaran guru yang tidak merata dan juga masalah rendahnya anggaran

pendidikan terhadap Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).

Era reformasi memiliki tujuan mengembalikan pendidikan pada fungsinya.

Fungsi dari tujuan era reformasai yaitu memberdayakan masyarakat untuk

menjadi lebih maju dan mapan. Begitu pula dengan pendidikan nasional perlu

direformasi untuk mewujudkan visi baru masyarakat Indonesia yaitu masyarakat

madani Indonesia (Tilaar dalam Sanaky, 2009: 3). Masyarakat madani sendiri

berarti masyarakat yang menjunjung tinggi norma-norma yang berlaku di

masyarakat. Indonesia perlu mewujudkan masyarakat madani dalam hal

pendidikannya.

Masalah-masalah yang telah diuraikan, maka perlu diadakannya reformasi

pada dunia pendidikan. Tujuan dari diadakannya reformasi yaitu terbentuknya

(35)

reformasi pendidikan adalah menciptakan manusia yang lebih baik lagi dan

menciptakan manusia yang memiliki kualitas yang lebih tinggi lagi.

3. Reformasi kurikulum di Indonesia

Kurikulum merupakan suatu alat untuk mencapai tujuan pendidikan, dan

sekaligus digunakan sebagai pedoman dalam melaksanakan proses belajar

mengajar pada berbagai jenis dan tingkat sekolah (Dikti, 2012). Indonesia sendiri

sudah sembilan kali melakukan perubahan akan kurikulum pendidikannya.

Perubahan kurikulum dilakukan dalam rangka menyempurnakan sistem

pendidikan karena dinilai kurang dalam kawasan Asia. Trianto (2010: 54–71)

menjelaskan bahwa kurikulum berubah dari masa ke masa.

Awal orde lama, Indonesia menggunakan kurikulum dengan nama rencana

pelajaran 1947. Kurikulum ini menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa

pengantar di sekolah dengan jumlah mata pelajaran untuk sekolah rakyat atau

yang sekarang sering disebut dengan Sekolah Dasar (SD) yaitu 16 bidang studi.

Perubahan di masa orde lama terjadi lagi menjadi rencana pelajaran terurai 1952.

Silabus mata pelajaran untuk kurikulum 1952 jelas dan seorang guru hanya

mengajar satu mata pelajaran (Muzamiroh, 2013: 42). Kurikulum ini sudah

mengarah pada suatu sistem pendidikan nasional. Kurikulum 1952 terlihat

menonjol pada setiap rencana pelajaran yang harus memperhatikan isi pelajaran

yang telah dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari atau kontekstual.

Setelah masa orde lama kemudian masuk ke orde baru. Masa ini terjadi empat

kali perubahan pada kurikulum (Trianto, 2010: 56). Perubahan itu mulai dari

(36)

kurikulum 1994. Kurikulum 1968 ditandai dengan pendekatan pengorganisasian

materi pelajaran. Pendekatan pengorganisasian materi pelajaran berarti

mengelompokkan suatu pelajaran yang berbeda dan dilakukan secara korelasional.

Korelasi antar mata pelajaran diharapkan dapat memudahkan siswa untuk belajar,

tetapi batas antar mata pelajaran masih terlihat jelas dan juga belum terkait erat

dengan keadaan nyata. Kurikulum 1968 tercipta dikarenakan di tahun 1965

terjadi peristiwa Gerakan 30 September yang menandai berakhirnya masa orde

lama. Gerakan 30 September banyak memberikan pengaruh di berbagai bidang,

terutama di bidang pendidikan. Kurikulum 1968 mempunyai tujuan untuk

menciptakan masyarakat sosialis Indonesia (Trianto, 2010: 56). Masa ini lebih

ditekankan untuk membentuk manusia Pancasila.

Kurikulum selanjutnya yaitu kurikulum 1975. Setiap bidang studi

mencantumkan tujuan kurikulum, sedangkan pada setiap pokok bahasan

mencantumkan tujuan instruksional khusus. Selama proses pembelajaran

berlangsung, guru berusaha agar tujuan instruksional khusus dapat tercapai.

Setelah mata pelajaran atau pokok bahasan selesai, kemudian guru menyajikan

metode penyampaian santun bahasa yang sering disebut dengan Prosedur

Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI). PPSI dibuat satuan pelajaran yang

berupa rencana pelajaran setiap satuan bahasan. Kurikulum ini menganut

pendekatan integrative atau setiap mata pelajaran memiliki arti dan peranan yang

dapat menunjang akan tercapainya tujuan yang lebih integratif. Kurikulum 1975

(37)

Berakhirnya kurikulum 1975, kemudian masuk ke kurikulum 1984 atau

sering disebut sebagai kurikulum keterampilan proses. Kurikulum 1984

mengusung process skill approach, yang sejalan dengan tuntutan Garis Besar

Haluan Negara (GBHN) tahun 1983. Pendidikan harus mencetak siswa yang

kreatif, bermutu, dan efisien kerja. Process skill approach atau pendekatan

keterampilan proses adalah pendekatan pembelajaran yang menekankan pada

proses belajar, aktivitas, dan kreativitas siswa dalam memperoleh pengetahuan,

nilai, dan sikap, serta diterapkan dalam kehidupan sehari-hari (Mulyasa, 2013:

99). Kurikulum ini memposisikan siswa sebagai subjek belajar (Trianto, 2010:

60). Kurikulum ini merupakan penyempurnaan dari kurikulum 1975. Perubahan

tersebut didasarkan bahwa kurikulum merupakan suatu wadah atau tempat proses

belajar mengajar berlangsung secara dinamis. Ciri dari kurikulum ini yaitu

berorientasi pada tujuan instruksional. Menggunakan pendekatan Cara Belajar

Siswa Aktif (CBSA), yaitu pendekatan pengajaran yang memberikan kesempatan

kepada siswa untuk dapat terlibat secara aktif baik dalam hal fisik, mental,

maupun intelektual, dan emosional dengan harapan siswa memperoleh

pengalaman belajar secara maksimal (dalam ranah kognitif, afektif, dan

psikomotor).

Kurikulum yang terakhir pada masa orde baru yaitu kurikulum 1994.

Kurikulum 1994 dibuat sebagai penyempurnaan dari kurikulum 1984 dan

dilaksanakan sesuai dengan Undang-Undang No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem

Pendidikan Nasional. Kurikulum ini diubah dari sistem semester ke sistem

(38)

dalam satu tahun menjadi tiga tahap. Perubahan tersebut diharapkan dapat

memberi kesempatan bagi siswa untuk dapat menerima materi pelajaran lebih

banyak.

Setelah masa orde baru berakhir lalu berlanjut ke masa reformasi. Pada masa

ini terjadi tiga kali pergantian kurikulum, yakni kurikulum 2004 atau Kurikulum

Berbasis Kompetensi (KBK), kurikulum 2006 atau Kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan (KTSP), dan kurikulum 2013. Depdiknas (2008) menjelaskan bahwa

kurikulum 2004 atau Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) merupakan

seperangkat rencana dan pengaturan tentang kompetensi dan hasil belajar yang

harus dicapai siswa, penilaian, kegiatan belajar mengajar, dan pemberdayaan

sumber daya pendidikan dalam pengembangan kurikulum sekolah. Kurikulum ini

memfokuskan pemerolehan kompetensi tertentu yang dilakukan oleh siswa.

Kurikulum berbasis kompetensi diciptakan sebagai jawaban yang berasal dari

berbagai kritikan masyarakat terhadap kurikulum 1994. Secara yuridis, kurikulum

ini tercipta sebagai respon dari adanya tuntunan reformasi. Tuntutan tersebut

diantaranya Undang-undang No. 22 tahun 1999 tentang pemerintahan daerah

diubah menjadi Undang-undang No. 32 tahun 2004, dan Undang-undang No. 25

tahun 2000 tentang kewenangan pemerintah dan kewenangan provinsi sebagai

daerah otonom yang telah diubah dengan Undang-undang No. 33 tahun 2004, dan

Tap MPR No. IV/MPR/1999 tentang arah kebijakan pendidikan nasional (Trianto,

2010: 63–64). Tabel 2.1 berikut menunjukkan keunggulan KBK apabila

(39)

Tabel 2.1

Keunggulan KBK dengan Kurikulum 1994

Subjek Kurikulum 1994 KBK

Utama Penguasaan materi Hasil belajar dan kompetensi Paradigma

pembelajaran

Tidak terdapat paradigma pembelajaran

Versi UNESCO: belajar mengetahui, belajar untuk bertindak, belajar hidup bersama, dan belajar menjadi diri sendiri Silabus Disamakan dengan sekolah lain Silabus menjadi tanggung jawab guru Jumlah jam pelajaran 40 jam per minggu 32 jam per minggu, namun jumlah mata

pelajaran belum bisa dikurangi Metode pembelajaran Keterampilan proses Tercipta metode pembelajaran PAKEM

(Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan) dan CTL (Contextual Teaching Learning)

Sistem penilaian Terfokus pada aspek kognitif Pemaduan keseimbangan aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik dengan

menekankan nilai yang berbasis kelas pada penilaiannya

Sumber: Trianto (2010:64)

Tabel 2.1 menunjukkan keunggulan dari Kurikulum Berbasis Kompetensi

(KBK) dengan kurikulum 1994. Terlihat bahwa KBK lebih memadukan

keseimbangan aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik serta lebih menekankan

metode Pembelajaran Aktif Kreatif Efektif dan Menyenangkan (PAKEM).

Kurikulum ini hanya berlaku sampai tahun 2006.

Berakhirnya kurikulum 2004 kemudian digantikan dengan kurikulum 2006

atau yang sering dikenal dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).

KTSP merupakan kurikulum operasional yang dikembangkan oleh satuan

pendidikan dengan memperhatikan karakteristik dan perbedaan daerah

(desentralistik). Salah satu ciri-ciri dalam kurikulum ini yaitu berorientasi pada

hasil belajar (learning out comes) dan keberagaman, yang menekankan pada

ketercapaian kompetensi siswa, dan salah satu kurikulum yang penilaiannya

menekankan proses dan hasil belajar dalam upaya penugasaan atau pencapaian.

Trianto (2010: 66) menjelaskan bahwa kurikulum 2006 atau KTSP sama

(40)

penegas KBK. Kurikulum 2006 dikembangkan sebagai upaya untuk mewujudkan

sekolah yang efektif, produktif, dan berprestasi. Kurikulum ini bertujuan untuk

memandirikan dan memberdayakan satuan pendidikan melalui kewenangan

kepada lembaga pendidikan. Sistem yang digunakan oleh masing-masing sekolah

dasar adalah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).

Kurikulum terakhir yaitu kurikulum 2013. Penelitian ini berlangsung pada

saat diterapkannya kurikulum 2013 di Indonesia dan belum sepenuhnya

digunakan di sekolah-sekolah. Belum diterapkannya kurikulum 2013 karena

kurikulum 2013 ini termasuk kurikulum yang sulit untuk diterapkan.

Pengembangan kurikulum 2013 merupakan bagian dari strategi meningkatkan

pencapaian pendidikan (Majid, 2014). Terdapat pro dan kontra terhadap

kurikulum ini. Kurikulum ini menggunakan pembelajaran tematik. Pembelajaran

tematik berarti antar mata pelajaran dinaungi oleh suatu tema.

(41)

Tabel 2.2

Reformasi Pendidikan di Indonesia

Masa Nama

Kurikulum

Keunggulan Perubahan

Orde lama Rencana pelajaran 1947

1. Menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar 2. Jumlah mata pelajaran untuk tiap

tingkatan berbeda-beda

1. Sudah mengarah pada suatu sistem pendidikan nasional

2. Setiap rencana pelajaran harus memperhatikan isi pelajaran yang

Orde baru Kurikulum 1968 1. Mengelompokkan suatu pelajaran yang berbeda dan dilakukan secara korelasi

2. Batas antar mata pelajaran masih terlihat jelas dan belum terikat dengan keadaan nyata

Ditandai dengan pendekatan pengorganisasian materi.

Kurikulum 1975 1. Setiap bidang studi mencamtumkan tujuan kurikulum, sedangkan pada pokok bahasan dicantumkan tujuan instruksional khusus

2. Setelah mata pelajaran atau pokok bahasan selesai, guru lalu menyajikan metode penyampaian santun bahasa 3. Menekankan pada efektivitas dalam

hal daya dan waktu 4. Berorientasi pada tujuan 5. Menganut pendekatan integrative

atau setiap mata pelajaran memiliki arti dan peranan yang menunjang akan tercapainya tujuan yang lebih integrative

2. Kurikulum merupakan suatu wadah atau tempat proses belajar mengajar yang berlangsung secara dinamis 3. Berorientasi pada tujuan

instruksional

4. Menggunakan cara belajar siswa aktif (CBSA)

5. Melibatkan siswa secara aktif dalam hal fisik, mental, intelektual, dan emosional

Kurikulkum 1994 1. Dilaksanakan sesuai dengan Undang-Undang no 2 tahun 1989 tentang sistem pendidikan nasional 2. Menggunakan sistem catur wulan

yaitu pembagian dalam satu tahun menjadi tiga tahap

(42)

Masa Nama

1. Siswa terlibat secara aktif 2. Siswa menemukan sendiri hal-hal

yang berkaitan dengan materi 3. Berorientasi pada hasil belajar

(learning out comes) dan keberagaman

Kurikulum 2013 1. Menggunakan pembelajaran tematik 2. Mengaitkan antar mata pelajaran

yang satu dengan yang lain menggunakan tema

3. Ada beberapa mata pelajaran yang dihapus

4. Perpindahan antar materi terjadi secara halus

Tabel 2.2 menunjukkan adanya reformasi pendidikan di Indonesia. Reformasi

terjadi pada perubahan kurikulum dari masa orde lama hingga masa reformasi.

Setiap kuikulum memiliki keunggulan sendiri-sendiri. Setiap perubahan yang

dilakukan adalah penyempurnaan dari kurikulum sebelumnya.

4. Kurikulum 2013 dan kurikulum 2006

Kurikulum 2013 berbeda dengan kurikulum sebelumnya, yaitu kurikulum

2006 atau Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Mulyasa (2013: 169)

menjelaskan beberapa perbedaan kurikulum 2006 dengan kurikulum 2013. Tabel

(43)

Tabel 2.3

Perbedaan Esensial Kurikulum 2006 dengan Kurikulum 2013

Kurikulum 2006 Kurikulum 2013

Mata pelajaran tertentu mendukung kompetensi tertentu

Tiap mata pelajaran mendukung semua kompetensi yang meliputi kognitif, afektif dan psikomotorik

Mata pelajaran disusun secara sendiri dan mempunyai kompetensi sendiri

Mata pelajaran disusun saling berkaitan antara yang satu dengan yang lainnya dan juga mempunyai kompetensi dasar yang diikat oleh kompetensi inti tiap kelas.

Bahasa Indonesiasejajar dengan mata pelajaran yang lain

Bahasa Indonesia sebagai penghubung mata pelajaran lain.

Setiap mata pelajaran diajarakan dengan menggunakan pendekatan yang berbeda-beda

Semua mata pelajaran dilakukan dengan pendekatan yang sama

Tiap jenis konten pembelajaran diajarkan terpisah Bermacam-macam jenis konten pembelajaran diajarkan terpadu antara yang satu dengan yang lainnya

Konten ilmu pengetahuan diitegrasikan dan dijadikan penggerak pembelajaran yang lainnya.

Tematik untuk kelas bawah (I. II. dan III) Tematik Integratif untukkelas I, II,II dan IV

Sumber: Mulyasa (2013: 169)

Tabel 2.4 menunjukkan bahwa kurikulum 2013 lebih banyak memiliki

keunggulan dibandingkan kurikulum 2006. Kurikulum 2013 menekankan pada

kognitif, afektif, dan psikomotorik siswa. Kurikulum 2006 menekankan pada

pembelajaran tematik yang diajarkan pada kelas I, II, dan III, sedangkan pada

kurikulum 2013 diajarkan dari kelas I hingga kelas VI.

Mulyasa (2013: 163–164) mengatakan bahwa kurikulum 2013 diharapkan

dapat menghasilkan manusia yang produktif, kreatif, dan inovatif. Perubahan

kurikulum dianalisis oleh berbagai pihak dan dilihat untuk menerapkan kurikulum

berbasis kompetensi dan berbasis karakter. Kurikulum 2013 menekankan pada

pendidikan karakter, terutama pada tingkat dasar yang menjadi pondasi bagi

(44)

sikap dan kemampuan yang sesuai dengan tuntunan teknologi. Orientasi

kurikulum 2013 adalah terjadinya peningkatan dan keseimbangan antara

kompetensi sikap (attitude), keterampilan (skill), dan pengetahuan (knowledge)

(Majid, 2014).

Kurikulum 2013 memiliki tiga keunggulan. Pertama kurikulum 2013

menggunakan pendekatan yang bersifat alamiah (kontekstual). Pendekatan yang

bersifat alamiah (konstektual) disebabkan fokus dari kurikulum ini terdapat pada

pengembangan berbagai kompetensi peserta didik sesuai dengan potensi yang

dimiliki masing-masing. Kurikulum 2013 lebih menekankan pada siswa, karena

siswa merupakan subjek belajar yang secara aktif menggali dan mengalami proses

belajar bukan karena transfer pengetahuan.

Keunggulan kedua yaitu kurikulum 2013 merupakan kurikulum yang berbasis

karakter dan kompetensi. Karakter dan kompetensi ini mendasari pengembangan

kemampuan-kemampuan lainnya. Kemampuan yang berkembang tidak hanya

kemampuan dalam bidang akademik tetapi kemampuan bersosialisasi siswa dapat

berkembang. Keuntungan yang terakhir adalah pada bidang studi atau mata

pelajaran tertentu yang lebih tepat menggunakan pendekatan kompetensi terutama

yang berkaitan dengan keterampilan. Keunggulan-keunggulan tersebut

menjelaskan bahwa kurikulum 2013 mengembangkan kemampuan siswa bukan

hanya dalam bidang akademik tetapi juga dalam hal sosialisasi dengan

(45)

Mulyasa (2013: 64-65) mengatakan terdapat tiga landasan pengembangan

Kurikulum 2013. Landasan-landasan tersebut yaitu landasan filosofis, landasan

yuridis, dan landasan konsteptual seperti yang dijelaskan pada tabel 2.4.

Tabel 2.4

Landasan Pengembangan Kurikulum 2013

Landasan Filosofis Landasan Yuridis Landasan Konseptual a. Filosofis Pancasila

b. Peraturan Pemerintah (PP) No. 19 Tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan.

c. Instruktur Presiden (INPRES) No. 1 Tahun 2010, tentang percepatan pelaksanaan prioritas pembangunan nasional, penyempurnaan kurikulum dan metode pembelajaran aktif berdasarkan nilai-nilai budaya bangsa untuk membentuk daya saing dan karakter bangsa.

Tabel 2.4 menunjukkan bahwa pengembangan kurikulum 2013 dilaksanakan

berdasar landasan pada tabel. Landasan-landasan tersebut tidak bersumber dari

peraturan pemerintah saja namun juga bersumber pada nilai-nilai luhur yang

berlaku di masyarakat. Landasan lain terdapat pada teori para ahli dalam bidang

pendidikan. Pengembangan kurikulum 2013 mempunyai tujuan yang baik untuk

sistem pendidikan di Indonesia agar memiliki arah yang jelas dalam usahanya

mendidik siswa.

Kurikulum 2006 atau Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) sebelum

dicanangkannya kurikulum 2013. Perubahan dan pengembangan kurikulum harus

dilaksanakan secara sistematis dan harus memiliki arah yang jelas. Trianto (2010:

(46)

satuan pendidikan (KTSP) dapat diartikan sebagai sebuah pandangan baru dalam

pengembangan kurikulum. Pandangan baru tersebut memberikan otonomi kepada

satuan pendidikan untuk melibatkan masyarakat dalam pengefektifan belajar

mengajar di sekolah.

Trianto (2010: 67) mengatakan ada tujuh prinsip dalam pengembangan

KTSP, antara lain (1) berpusat pada potensi, pengembangan, kebutuhan, dan

kepentingan peserta didik dengan lingkungannya; (2) beragam dan terpadu; (3)

tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni; (4)

berkaitan dengan kebutuhan kehidupan; (5) menyeluruh dan berkesinambungan;

(6) long life education; dan (7) seimbang antara kepentingan nasional dan

kepentingan daerah. Ketujuh prinsip dalam pengembangan KTSP tersebut

digunakan sebagai landasan penerapan kurikulum di Indonesia.

5. Pembelajaran terpadu

Pembelajaran terpadu akan membahas tiga pokok bahasan. Pokok bahasan

yang pertama yaitu pengertian pembelajaran terpadu. Pokok bahasan yang kedua

yaitu pengertian pembelajaran terpadu. Pokok bahasan yang terakhir yaitu

model-model pembelajaran terpadu.

a. Pengertian pembelajaran terpadu

Prastowo (2013: 106) mengartikan pembelajaran terpadu adalah suatu

pendekatan dalam pembelajaran yang secara sengaja mengaitkan beberapa aspek,

baik dalam intra mata pelajaran maupun antar mata pelajaran. Tujuan dari

perpaduan ini yaitu siswa mampu mendapatkan pengetahuan maupun

(47)

pembelajaran menjadi bermakna. Sukayati (dalam Prastowo, 2013: 106)

menjelaskan bahwa bermakna yang dimaksud adalah siswa dapat memahami

konsep-konsep yang dipelajari melalui pengalaman langsung dan pengelaman

nyata. Pemahaman konsep tersebut menghubungkan antara konsep dalam intra

mata pelajaran maupun antar mata pelajaran.

Trianto (2013: 147-148) menjelaskan bahwa pembelajaran terpadu

merupakan model pembelajaran untuk implementasi kurikulum terpadu

(integrated curriculum approach). Strategi pembelajaran pendekatan kurikulum

terpadu memiliki tujuan untuk menciptakan atau membuat proses pembelajaran

secara relevan maupun bermakna bagi siswa. Pembelajaran terpadu memiliki

fungsi sebagai tempat beberapa pokok bahasan dan beberapa mata pelajaran yang

mempunyai keterpaduan pemahaman. Kurikulum terpadu yang dikemukakan oleh

Prastowo (2013: 107).

“Istilah lain yang sering digunakan untuk menyebut kurikulum terpadu yaitu

kurikulum interdisipliner. Kurikulum interdisipliner didefinisikan sebagai

organisasi kurikulum yang melintasi batas-batas mata pelajaran untuk

berfokus pada permasalahan kehidupan yang komprehensif atau studi luas

yang menggabungkan berbagai segmen kurikulum ke dalam asosiasi yang

bermakna”.

Humphreys (dalam Indrawati, 2009: 17) mengartikan pembelajaran terpadu

adalah studi dimana para siswa dapat mengeksplorasi pengetahuan mereka dalam

berbagai mata pelajaran yang berkaitan dengan aspek-aspek tertentu di lingkungan

(48)

pelajaran yang dipusatkan pada suatu masalah atau topik tertentu, misalnya suatu

masalah diangkat menjadi suatu topik dan semua mata pelajaran dirancang untuk

mengacu pada topik tertentu. Kurikulum semacam ini dilaksanakan melalui

pelajaran unit dan setiap unit memiliki tujuan yang mengandung makna bagi

siswa. Setiap tujuan yang mengandung makna dituangkan dalam bentuk masalah.

Apapun yang guru jelaskan di kelas sama dengan kejadian di lingkungan siswa.

Anak belajar untuk aktif mencari pengetahuannya sendiri.

b. Ciri-ciri pembelajaran terpadu

Karli (dalam Indrawati, 2009: 22) menjelaskan ada beberapa ciri-ciri

pembelajaran terpadu, yaitu: (1) Holistik berarti suatu peristiwa yang menjadi

pusat perhatian dalam pembelajaran terpadu dikaji dari beberapa bidang studi

sekaligus untuk memahami suatu fenomena dari segala sisi; (2) Bermakna berarti

keterkaitan antara konsep-konsep lain akan menambah kebermaknaan konsep

yang dipelajari dan diharapkan mampu menerapkan perolehan belajar untuk

memecahkan masalah-masalah nyata di dalam kehidupan; (3) Aktif berarti

pembelajaran terpadu dikembangkan melalui pendekatan diskoveri-inkuiri.

Peserta didik terlibat secara aktif dan memiliki kemampuan untuk membangun

pengetahuan.

c. Model-model pembelajaran terpadu

Fogarty (dalam Prastowo, 2013: 109-117) menjelaskan ada sepuluh model

pembelajaran terpadu, antara lain: pertama,model penggalan (fragmented). Model

penggalan ditandai dengan pemanduan yang hanya terbatas untuk satu mata

(49)

Kedua, model keterhubungan (connected). Hal yang mendasari model

keterhubungan adalah butir-butir pembelajaran dapat dipadukan oleh induk mata

pelajaran. Trianto (2013: 111) menjelaskan keunggulan model keterhubungan

ialah konsep-konsep utama saling terhubung, mengarah pada pengulangan

(review), rekonseptualisasi, dan asimilasi gagasan dalam suatu disiplin ilmu.

Kelemahan dari model ini ialah disiplin ilmu yang tidak berkaitan dan konten

tetapberfokus pada satu disiplin.

Ketiga, model sarang (nested). Model sarang adalah keterpaduan dari

berbagai bentuk penguasaan konsep keterampilan melalui sebuah kegiatan

pembelajaran. Trianto (2012: 45) menyebutkan ada tiga tahap yang dilalui dalam

setiap pembelajaran terpadu yaitu tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, dan

tahap evaluasi. Keterampilan sosial, berpikir, dan konten (contents skill) dicapai

dalam satu mata pelajaran (subject area). Kelebihan model sarang adalah dalam

waktu bersamaan dapat memberi perhatian pada berbagai mata pelajaran yang

berbeda dalam waktu bersamaan. Kekurangan dari model ini adalah siswa

menjadi bingung dan kehilangan arah mengenai konsep-konsep utama dari suatu

kegiatan atau pelajaran.

Keempat, model urutan atau rangkaian (sequenced). Model urutan atau

rangkaian merupakan pemaduan dari topik-topik antar mata pelajaran yang

berbeda secara paralel. Topik-topik antar mata pelajaran dipadukan

pembelajarannya pada alokasi yang sama. Kelebihan model urutan ialah mampu

memfasilitasi pertukaran pembelajaran dari beberapa mata pelajaran.

(50)

yang tinggi. Guru-guru lebih sedikit memiliki otonomi dalam mengurutkan

(merancang) kurikulum.

Kelima, model bagian (shared). Model bagian merupakan bentuk pemaduan

pembelajaran akibat adanya kelebihan konsep atau ide pada dua mata pelajaran

atau lebih. Kelebihan model bagian adalah adanya pengalaman instruksional

bersama dan dengan dua orang guru di dalam satu tim akan lebih mudah

berkolaborasi (Trianto, 2013: 111). Kelemahan model bagian adalah

membutuhkan banyak waktu, komitmen, dan kompromi.

Keenam, model jaringan laba-laba (webbed). Model jaringan laba-laba ialah

model pemaduan yang paling populer. Trianto (2012: 21) mengartikan model

jaring laba-laba ialah model pembelajaran terpadu yang menggunakan pendekatan

tematik. Pemaduan dilakukan menggunakan pembelajaran tematik. Tema dapat

digunakan untuk mengikat kegiatan pembelajaran baik dalam mata pelajaran

maupun antar mata pelajaran. Kelebihan model jaringan laba-laba ialah dapat

memberikan motivasi siswa dan membantu siswa melihat hubungan antar

gagasan. Kelemahannya ialah tema yang digunakan harus dipilih secara selektif

dan relevan dengan konten.

Ketujuh, model galur (threaded). Model ini merupakan model pemaduan

bentuk keterampilan. Kelebihan dari model galur adalah siswa mampu

mempelajari cara belajar dan memfasilitasi trnsfer pertukaran selanjutnya.

Kelemahan dari model galur tidak ada.

Kedelapan, model keterpaduan (integrated). Model keterpaduan merupakan

(51)

memiliki arti yang sama sebagai sebuah topik tertentu. Kelebihan model

keterpaduan adalah mendorong siswa untuk melihat hubungan diantara

disiplin-disiplin ilmu. Kelemahan dari model ini adalah membutuhkan tim antar bidang

studi yang memiliki pereencanaan dan waktu pengajaran yang sama.

Kesembilan, model celupan (immersed). Model ini dirancang untuk dapat

membantu siswa dalam hal menyaring dan memadukan berbagai pengalaman

maupun pengetahuan. Siswa memadukan apa yang sudah dipelajarinya dengan

cara memandang seluruh pembelajaran melalui bidang yang disukai. Kelebihan

model celupan adalah keterpaduan berlangsung di dalam siswa itu sendiri.

Kelemahan model celupan adalah dapat mempersempit fokus dari siswa.

Kesepuluh, model jaringan (networked). Model jaringan merupakan

pemaduan pembelajaran yang mengandaikan kemungkinan perubahan konsepsi,

bentuk pemecahan masalah, dan tuntutan bentuk keterapilan baru. Siswa

melakukan proses pemaduan topik yang dipelajari melalui sumber-sumber ahli

dan sumber daya yang ada. Kelebihan dari model ini adalah pembelajaran bersifat

proaktif, sedangkan kelemahannya adalah dapat memecah perhatian siswa dan

upaya yang dilakukan menjadi tidak efektif.

Prabowo (dalam Trianto, 2013: 112-113) menjelaskan bahwa dari kesepuluh

model pembelajaran tersebut yang layak untuk dikembangkan di sekolah dasar

yaitu model keterhubungan (connected, jaring laba-laba (webbed), keterpaduan

(integrated). Penelitian ini menggunakan pembelajaran tematik yang merupakan

bagian dari jaring laba-laba (webbed). Pembelajaran tematik termasuk ke dalam

(52)

sebagai bentuk kegiatan pembelajaran yang terstruktur dengan program satuan

pembelajaran untuk satu pokok bahasan.

6. Pembelajaran tematik

Pembelajaran tematik membahas dua bagian inti. Bagian inti yang pertama

adalah pengertian pembelajaran tematik. Bagian inti yang kedua adalah

keuntungan dan kelemahan pembelajaran tematik.

a. Pengertian pembelajaran tematik

Model pembelajaran tematik menurut Rusman (2010: 249) adalah salah satu

model dalam pembelajaran terpadu (Intregated Instruction) yang merupakan suatu

sistem pembelajaran yang memungkinkan siswa, baik secara individual maupun

kelompok, aktif menggali dan menemukan konsep serta prinsip-prinsip keilmuan

secara holistik, bermakna, dan autentik. Tematik diberikan dengan maksud

menyatukan konten kurikulum dalam unit-unit atau satuan-satuan yang utuh dan

membuat pembelajaran terpadu, bermakna, dan mudah dipahami oleh siswa

SD/MI. Trianto (2010: 78) menyebutkan pembelajaran tematik merupakan

pembelajaran yang dirancang berdasarkan tema-tema tertentu. Pembahasan tema

itu ditinjau dari berbagai mata pelajaran.

Depdiknas (2008: 6) menjelaskan bahwa pembelajaran tematik lebih

menekankan pada penerapan konsep belajar sambil menghasilkan sesuatu

(learning by doing). Penerapan pembelajaran tematik dapat memberikan

keterhubungan antara satu mata pelajaran dengan mata pelajaran lainnya dalam

rangka memperbaiki dan meningkatkan kualitas belajar siswa (Rusman, 2010:

(53)

pembicaraan. Tema tersebut memberikan pengalaman bermakna kepada siswa.

Depdiknas (2008: 12) mengatakan bahwa rambu-rambu pembelajaran tematik

antara lain: (1) Tidak semua mata pelajaran harus dipadukan; (2) Dimungkinkan

terjadi penggabungan kompetensi dasar lintas semester; (3) Kompetensi dasar

yang tidak dapat dipadukan, jangan dipaksakan untuk dipadukan. Kompetensi

dasar yang tidak diintegrasikan dibelajarkan secara tersendiri; (4) Kompetensi

dasar yang tidak tercakup pada tema tertentu harus tetap diajarkan baik melalu

tema lain maupun disajikan secara tersendiri; (5)Kegiatan pembelajaran

ditekankan pada kemampuan membaca, menulis, dan berhitung serta penanaman

nilai-nilai moral; (6) Tema-tema yang dipilih disesuaikan dengan karakteristik

siswa, minat, lingkungan dan daerah setempat.

Rambu-rambu pembelajaran tersebut yang menjadi landasan dalam

pembelajaran tematik. Guru yang akan mengajarkan pembelajaran tematik

diharapkan dapat mempertimbangkan rambu-rambu pembelajaran. Pertimbangan

yang dilakukan guru akan memberikan kesempatan kepada siswa untuk

mengembangkan strategi pembelajaran yang lebih bervariasi.

b. Keuntungan dan kelemahan pembelajaran tematik

Rusman (2010: 258) mengemukakan beberapa manfaat dari penggunaan

pembelajaran tematik, antara lain: pertama, penggabungan beberapa kompetensi

dasar dan indikator serta isi mata pelajaran akan terjadi penghematan, karena

tumpang tindih materi dapat dikurangi bahkam dihilangkan. Kedua, siswa dapat

melihat hubungan-hubungan yang bemakna sebab isi/materi pembelajaran lebih

Gambar

Gambar 4.7 Uji normalitas P-P Plot data
Tabel 2.1
Tabel 2.2
Tabel 2.2 menunjukkan adanya reformasi pendidikan di Indonesia. Reformasi
+7

Referensi

Dokumen terkait

KLTP dapat dilakukan jika massa fraksi sangat sedikit. Elusi dilakukan dengan menggunakan eluen n -heksana : etil asetat. Pola noda pemisahan dilihat di bawah lampu

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh analisis fundamental dan teknikal pada saham syariah di Indonesia, apakah dengan menggabungkan kedua

Pertama, Panduan Umum yang memuat ketentuan umum pengembangan kurikulum yang dapat diterapkan pada satuan pendidikan dengan mengacu pada Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar

Implementasi Kebijakan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 Implementasi Kebijakan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 Tentang Dana Perimbangan di Provinsi

(1) Objek Retribusi Terminal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf d adalah pelayanan penyediaan tempat parkir untuk kendaraan penumpang dan bis umum,

Tujuan melakukan uji t dalam peneltian ini adalah untuk menguji tingkat signifikansi pengaruh dari variabel-variabel bebas (independent variabel) yaitu variabel X 1

Allah berfirman, “Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia; dan Dia mengampuni dosa yang selain dari syirik itu bagi siapa yang

Guna memenuhi standar kompetensi dasar Widyaiswara sebagaimana dipersyaratkan dalam Peraturan Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian Nomor