• Tidak ada hasil yang ditemukan

Rasa Ingin Tahu Indikator Kelas 1-3 Kelas 4-6

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Rasa Ingin Tahu Indikator Kelas 1-3 Kelas 4-6"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A.Kajian Teori

1. Rasa Ingin Tahu

Rasa ingin tahu setiap manusia itu berbeda-beda. Begitupula rasa ingin tahu peserta didik dalam proses pembelajaran pasti berbeda. Rasa ingin tahu peserta didik bisa disebabkan karena baru pertama kali melihat atau mendengar sesuatu yang terkait dengan pembelajaran, sehingga mereka merasa penasaran. Berikut ini beberapa definisi tentang rasa ingin tahu yang dijelaskan oleh beberapa ahli.

Rasa ingin tahu dimiliki oleh setiap orang. Aly dan Rahma (2010:2) berpendapat bahwa rasa ingin tahu adalah kegiatan yang bertujuan untuk mencari jawaban atas berbagai persoalan yang muncul di dalam pikirannya.

(2)

didik sepanjang proses atau aktivitas mencari hingga menemukan jawaban. Aktivitas ini terjadi dalam proses pembelajaran yang berlangsung.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sikap rasa ingin tahu adalah sikap peserta didik yang bertujuan mencari hingga menemukan jawaban di dalam pikiran yang mampu dipelajari, dapat dilihat dan dapat didengar. Peserta didik yang awalnya belum tahu menjadi tahu, belum paham menjadi paham. Dapat dikatakan tahu dan paham apabila jawaban sudah ditemukan dengan benar dan tepat.

Rasa ingin tahu merupakan nilai karakter yang memiliki beberapa indikator. Indikator rasa ingin tahu di sekolah menurut Daryanto dan Darmiatun (2013: 147) sebagai berikut:

Tabel 2.1. Indikator Sikap Rasa Ingin Tahu

Rasa Ingin Tahu Indikator

(3)

Berdasarkan tabel 2.1 di atas dapat dijelaskan bahwa indikator rasa ingin tahu dibagi menjadi dua yaitu kelas 1-3 dan kelas 4-6. Indikator rasa ingin tahu di kelas 1-3 meliputi: peserta didik bertanya kepada pendidik dan teman seputar materi pelajaran yang telah disampaikan. Peserta didik bertanya kepada pendidik tentang peristiwa alam yang baru terjadi. Peserta didik bertanya kepada pendidik tentang sesuatu yang didengar dari televisi atau radio. Peserta didik bertanya kepada pendidik tentang beberapa peristiwa yang dibaca dari media cetak.

Indikator rasa ingin tahu di kelas 4-6 meliputi: peserta didik bertanya kepada pendidik bahkan peserta didik membaca sumber di luar buku teks tentang materi yang terkait dengan pelajaran. Peserta didik membaca dan mendiskusikan hasil bacaan tentang gejala alam yang baru terjadi. Peserta didik bertanya kepada pendidik tentang beberapa peristiwa yang meliputi: alam, sosial, budaya, ekonomi, politik, teknologi yang baru, peserta didik bertanya kepada pendidik tentang sesuatu yang terkait dengan materi pelajaran tetapi di luar yang dibahas di kelas.

2. Prestasi Belajar

a. Pengertian Prestasi Belajar

(4)

Prestasi belajar erat kaitannya dengan pengetahuan peserta didik. Arifin (2011: 12) menjelaskan bahwa pengertian prestasi belajar pada umumnya berkenaan dengan aspek pengetahuan, sedangkan hasil belajar meliputi aspek pembentukan watak peserta didik. Kata prestasi banyak digunakan dalam berbagai bidang dan kegiatan antaralain dalam kesenian, oleh raga, dan pendidikan, khususnya pembelajaran.

Prestasi belajar sebagai alat ukur yang bertujuan untuk mengetahui pengetahuan peserta didik. Hamdani (2011:138) berpendapat bahwa prestasi belajar merupakan hasil pengukuran dari penilaian usaha belajar yang dinyatakan dalam bentuk simbol, huruf, maupun kalimat, yang menceritakan hasil yang sudah dicapai oleh setiap anak pada periode tertentu. Prestasi belajar pada dasarnya adalah hasil yang diperoleh dari suatu aktivitas.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar adalah hasil belajar yang diperoleh dari keseluruhan pembelajaran dalam kurun waktu tertentu dalam mempelajari materi yang disampaikan oleh pendidik. Prestasi belajar dapat dinyatakan dalam bentuk simbol, huruf maupun kalimat. Prestasi belajar yang diukur seputar aspek pengetahuan yang dimiliki peserta didik.

b. Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar

(5)

meningkat dan dapat menurut. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor. Syah (2011: 145) berpendapat bahwa prestasi belajar dapat dipengaruhi oleh:

1) Faktor internal siswa, yaitu faktor yang berasaldari dalam diri siswa sendiri. Faktor internal siswa meliputi dua aspek, yaitu:

a) Aspek fisiologis. Kondisi umum jasmani dan tegangan otot

(tonus) yang menandai tingkat kebugaran organ-organ tubuh dan

sendi-sendinya dapat mempengaruhi semangat dan identitas siswa dalam mengikuti pelajaran. Kondisi organ tubuh yang lemah apalagi jika disertai pusing kepala berat misalnya, dapat menurunkan kualitas ranah cipta (kognitif) sehingga materi yang dipelajarinyapun kurang atau tidak berbekas. Untuk mempertahankan tonus jasmani agar tetap bugar, siswa sangat dianjurkan mengkonsumsi makanan dan minuman yang bergizi. Selain itu, siswa dianjurkan memilih pola istirahat dan olahraga ringan yang sedapat mungkin terjadi secara tetap dan berkesinambungan. Hal ini penting, sebab kesalahan pola makan minum dan istirahat akan menimbulkan reaksi tonus yang negatif dan merugikan semangat mental siswa itu sendiri.

b) Aspek psikologis

Aspek psikologis ini meliputi:

(1) Tingkat kecerdasan atau intelegensi siswa. Tingkat kecerdasan atau intelegensi (IQ) siswa sangat menentukan keberhasilan belajar siswa. Semakin tinggi kemampuan intelegensi siswa maka semakin besar pula peluang untuk meraih sukses.

(2) Sikap siswa, yaitu gejala internal yang berdimensi afektif berupa kecederungan untuk mereaksi atau merespon (response

tendency) dengan cara yang relatif tetap terhadap objek orang,

dan sebagainya baik secara positif maupun negatif.

(3) Bakat siswa, yaitu kemampuan potensial yang dimiliki seseorang untuk keberhasilan pada masa yang akan datang. Setiap orang memiliki bakat memiliki bakat dalam arti berpotensi untuk mencapai prestasi sampai ke tingkat tertentu sesuai dengan kapasitas masing-masing.

(4) Minat siswa, yaitu kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan besar terhadap sesuatu.

(5) Motivasi siswa, yaitu suatu dorongan yang dapat membuat anak melakukan kegiatan belajar dengan lebih baik.

2) Faktor eksternal siswa a) Faktor lingkungan sosial

(1) Sekolah, meliputi pendidik, para staf administrasi, dan teman-teman sekelas dapat mempengaruhi semangat belajar seorang siswa.

(6)

(3) Keluarga, meliputi sifat-sifat orang tua, praktik pengelolaa keluarga, dan ketegangan keluarga.

b) Faktor lingkungan non sosial, meliputi gedung sekolah, dan letaknya, rumah tempat tinggal dan letaknya, alat-alat belajar, keadaan cuaca, serta waktu belajar yang digunakan siswa.

c) Faktor pendekatan belajar, yaitu keefektifan segala cara atau strategi yang digunakan siswa dalam menunjang efektivitas dan efisiensi proses belajar materi tertentu.

Faktor yang mempengaruhi prestasi belajar peserta didik adalah faktor internal dan eksternal. Faktor internal mencakup dua aspek yaitu aspek fisiologis dan psikologis. Aspek fisiologis meliputi fisik atau jasmani peserta didik. Kebugaran fisik peserta didik berpengaruh dalam proses pembelajaran. Kondisi fisik yang lemah akan membuat proses pembelajaran peserta didik tidak fokus atau terganggu, sehingga materi pelajaran yang disampaikan tidak dapat dipahami dengan baik.

Aspek psikologis meliputi tingkat kecerdasan peserta didik, sikap peserta didik, bakat peserta didik, minat peserta didik, dan motivasi peserta didik. Semakin tinggi kecerdasan peserta didik, kesuksesan proses pembelajaran akan semakin mudah tercapai. Reaksi atau respon peserta didik terhadap pembelajaran harus tinggi. Potensi yang dimiliki peserta didik lebih ditekankan dalam proses pembelajaran, agar materi pembelajaran yang disampaikan dapat tersampaikan sesuai kemampuan masing-masing. Proses pembelajaran harus membuat gairah yang tinggi terhadap peserta didik, pendidik memberikan dorongan yang membuat proses pembelajaran lebih baik.

(7)

pendidik, karyawan, dan teman-teman peserta didik yang saling memberikan pengaruh. Non sosial meliputi tempat atau letak, seperti gedung sekolah, tempat tinggal, alat belajar, keadaan cuaca, dan waktu belajar yang digunakan peserta didik. Gedung sekolah, tempat tinggal, dan alat belajar harus memadai sesuai kebutuhan proses pembelajaran. Cuaca yang bagus mendukung terlaksananya pembelajaran dengan baik, sebaliknya cuaca yang buruk akan menghambat pembelajaran serta waktu belajar peserta didik harus diimbangi dengan istirahat yang cukup.

3. Pembelajaran IPA a. Hakekat IPA

IPA merupakan mata pelajaran yang diajarkan di sekolah. Tidak hanya pada jenjang sekolah dasar (SD) saja. IPA juga diajarkan pada sekolah menengah pertama (SMP) dan sekolah menegah atas (SMA) bahkan perguruan tinggi. Para ahli berpendapat tentang pengertian IPA.

(8)

IPA memiliki tiga konsep. Prihantoro, dkk dalam Trianto (2010: 137) menjelaskan bahwa IPA hakikatnya merupakan suatu produk, proses, dan aplikasi. Sebagai produk, IPA merupakan sekumpulan pengetahuan dan sekumpulan konsep dan bagan konsep. Sebagai suatu proses, IPA merupakan proses yang dipergunakan untuk mempelajari objek studi, menentukan dan mengembangkan produk-produk sains, dan sebagai aplikasi, teori-teori IPA akan melahirkan teknologi yang dapat memberi kemudahan bagi kehidupan.

IPA dipahami melalui pengamatan. Susanto (2013: 167) berpendapat bahwa sains atau IPA adalah usaha manusia dalam memahami alam semesta melalui pengamatan yang tepat pada sasaran, serta menggunakan prosedur, dan dijelaskan dengan penalaran sehingga mendapatkan suatu kesimpulan. IPA didefinisikan sebagai ilmu tentang alam, yang dapat diklasifikasikan menjadi tiga bagian, yaitu: IPA sebagai produk, proses dan sikap.

(9)

b. Tujuan IPA

IPA sebagai mata pelajaran memiliki tujuan yang harus dicapai dalam proses pendidikan. Berhasilnya proses pendidikan di sekolah juga didukung dengan adanya tujuan IPA, sehingga arah pendidikan yang ditempuh melalui mata pelajaran IPA jelas. Tujuan pembelajaran IPA dikemukakan oleh beberapa ahli.

IPA memiliki tujuan yang harus dicapai. Prihantoro dalam Trianto (2010: 142) berpendapat, bahwa sebagai alat pendidikan yang berguna untuk mencapai tujuan pendidikan, maka pendidikan IPA di sekolah mempunyai tujuan tertentu, yaitu:

1) Memberikan pengetahuan kepada siswa tentang dunia tempat hidup dan bersikap.

2) Menanamkan sikap hidup ilmiah.

3) Memberikan ketrampilan untuk melakukan pengamatan.

4) Mendidik siswa untuk mengenal, mengetahui cara kerja serta menghargai para ilmuwan penemuannya.

5) Menggunakan dan menerapkan metode ilmiah dalam memecahkan permasalahan.

Adapun tujuan pembelajaran sains di sekolah dasar meurut BSNP dalam Susanto (2013: 171), dimaksudkan untuk:

1) Memperoleh keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan, dan keteraturan alam ciptaan-Nya.

2) Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. 3) Mengembangkan rasa ingin tahu,sikap positif dan kesadaran tentang

adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi, dan masyarakat.

4) Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah, dan membuat keputusan.

5) Meningktatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga, dan melestarikan lingkungan alam.

(10)

7) Memperoleh bekal pengetahuan, konsep, dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan IPA di sekolah dasar adalah memberikan pengetahuan kepada peserta didik tentang ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, menanamkan sikap ilmiah untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, memberikan keterampilan melalui rasa ingin tahu peserta didik yang berhubungan dengan lingkungan, teknologi dan masyarakat. Menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah, dan membuat keputusan serta menghargai para ilmuwan penemunya. Menerapkan metode ilmiah dalam memecahkan permasalahan dalam memelihara, menjaga, dan melestarikan lingkungan alam.

c. Karakteristik IPA

IPA sebagai disiplin ilmu dan mata pelajaran memiliki ciri-ciri atau karakteristiknya. Karakteristik IPA menurut Jacobson & Bergman dalam Susanto (2013: 170) sebagai berikut:

1) IPA merupakan kumpulan konsep, prinsip, hukum, dan teori.

2) Proses ilmiah dapat berupa fisik dan mental, serta mencermati fenomena alam, termasuk juga penerapannya.

3) Sikap keteguhan hati, keingintahuan, dan ketekunan dalam menyingkap rahasia alam.

4) IPA tidak dapat membuktikan semua akan tetapi hanya sebagian atau beberapa saja.

5) Keberanian IPA bersifat subjektif dan bukan kebenaran yang bersifat objektif.

(11)

ilmiah yang di dalamnya menggunakan sikap keteguhan hati, keingintahuan dan ketekunan.

4. Materi Pelajaran IPA

Berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang digunakan oleh sekolah, materi yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian tindakan kelas dapat dilihat pada tabel 2.2. Tabel tersebut berisi tentang Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar, sebagai berikut:

Tabel 2.2 SK dan KD Materi IPA Kelas V

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar 7. Memahami perubahan yang terjadi

di alam dan hubungannya dengan penggunaan sumber daya alam

7.6 Mengidentifikasi peristiwa alam yang terjadi di Indonesia dan dampaknya bagi makhluk hidup dan lingkungan

(12)

5. Model Pembelajaran Berbasis Masalah a. Definisi

Suatu pembelajaran dapat menggunakan model pembelajaran yang berbeda-beda, tergantung pada kebutuhan pembelajaran yang dilakukan. Salah satunya dalam pembelajaran menggunakan model pembelajaran berbasis masalah. Berikut ini beberapa pendapat yang dijelaskan oleh beberapa ahli tentang pengertian model pembelajaran berbasis masalah.

Model pembelajaran berbasis masalah memberikan suatu permasalahan yang nyata. Arends (2008: 41) berpendapat bahwa model pembelajaran berbasis masalah berupa menyuguhkan berbagai situasi bermasalah yang autentik dan bermakna kepada siswa. Berfungsi sebagai batu loncatan untuk investigasi dan penyelidikan.

Peserta didik terlibat dalam penyelidikan untuk memecahkan suatu permasalahan dalam pembelajaran. Kunandar (2007: 300) berpendapat bahwa pembelajaran berbasis masalah (problem base learning) merupakan suatu pendekatan pengajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensi dari materi pelajaran.

(13)

memberdayakan, mengasah, menguji, dan mengembangkan kemampuan berpikirnya secara berkesinambungan. Perlu kiranya ada sebuah bahan kajian yang mendalam tentang apa dan bagaimana pembelajaran berbasis masalah ini untuk selanjutnya diterapkan dalam sebuah proses pembelajaran.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran berbasis masalah adalah model pembelajaran yang menggunakan masalah nyata untuk memperoleh pengetahuan dengan cara berpikir kritis yang saling berkesinambungan sehingga masalah tersebut dapat terpecahkan oleh peserta didik. Peserta didik dituntut untuk menginvestigasi dan menyelidiki masalah yang disajikan atau peserta didik harus bernalar dalam memecahkan sebuah masalah.

b. Karakteristik

Setiap model pembelajaran memiliki ciri-ciri atau karakteristik yang berbeda. Demikian halnya dengan model pembelajaran berbasis masalahh memiliki karakteristik tersendiri. Kunandar (2007: 354) berpendapat bahwa karakteristik atau ciri-ciri pembelajaran berbasis masalah adalah:

1) Pengajuan masalah atau pertanyaan

Pembelajaran berbasis masalah mengorganisasikan pengajaran di sekitar pertanyaan dan masalah yang kedua-duanya secara sosial dan pribadi sangat bermakna untuk siswa. Mereka mengajukan situasi kehidupan nyata yang autentik, menghindari jawaban sederhana, dan memungkinkan adanya berbagai macam solusi untuk situasi itu.

2) Berfokus pada keterkaitan atar disiplin

(14)

3) Penyelidikan autentik

Dalam pembelajaran berbasis masalah siswa melakukan penyelidikan autentik untuk mencari penyelesaian secara nyata terhadap masalah pembelajaran. Mereka harus menganalisis dan mendefinisikan masalah, mengembangkan hipotesis dan membuat prediksi, mengumpulkan dan menganalisis informasi, melakukan eksperimen (jika diperlukan), membuat inferensi dan merumuskan kesimpulan. Metode penyelidikan yang digunakan bergantung pada masalah yang sedang dipelajari.

4) Menghasilkan produk/ karya dan memamerkannya

Pembelajaran berbasis masalah menuntut siswa untuk menghasilkan produk tertentu dalam bentuk karya nyata dan peragaan yang menjelaskan atau mewakili bentuk penyelesaian masalah yang mereka temukan. Produk dapat berupa transkip debat, laporan, model fisik, video atau program komputer.

Berdasarkan uraian di atas terdapat empat karakteristik model pembelajaran berbasis masalah, pertama pengajuan masalah, kedua berfokus pada keterkaitan, ketiga penyelidikan autentik, dan keempat menghasilkan produk atau karya. Diajukannya suatu masalah kepada peserta didik untuk diidentifikasi dan dicari berbagai macam penyelesaiannya, berpusat pada mata pelajaran tertentu seperti IPA. Masalah yang disajikan nyata begitu pula dengan penyelesaian yang akan dilakukan oleh peserta didik, yang pada akhirnya menghasilkan sebuah karya berupa laporan.

c. Langkah pembelajaran berbasis masalah

(15)

Tabel 2.3 Langkah-langkah pembelajaran berbasis masalah

Fase Perilaku Pendidik

Fase 1:

Memberikan orientasi tentang permasalahannya kepada siswa

Pendidik membahas tujuan pembelajaran, mendeskripsikan berbagai kebutuhan logistik penting, dan memotivasi siswa untuk terlibat dalam kegiatan mengatasi masalah Fase 2:

Mengorganisasikan siswa untuk meneliti

Pendidik membantu siswa untuk

mendefinisikan dan

mengorganisasikan tugas-tugas belajar yang terkait dengan permasalahannya

Fase 3:

Membantu investigasi mandiri dan kelompok

Pendidik mendorong siswa untuk mendapatkan informasi yang tepat, melaksanakan eksperimen, dan mencari penjelasan dan solusi

Fase 4:

Mengembangkan dan

mempresentasikan artefak dan exhibit

Pendidik membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan artefak-artefak yang tepat, seperti laporan, rekaman video, dan model-model, dan membantu mereka untuk menyampaikannya kepada orang lain Fase 5:

Menganalisis dan mengevaluasi proses mengatasi masalah

Pendidik membantu siswa untuk melakukan refleksi terhadap invertigasinya dan proses-proses yang mereka gunakan

Tabel 2.3 di atas menerangkan sintaksis atau langkah-langkah model pembelajaran berbasis masalah. Pembelajaran berbasis masalah memiliki lima fase dalam pembelajaran. Fase pertama memberikan orientasi tentang permasalahannya kepada peserta didik. Pendidik menyampaikan permasalahan yang akan dibahas. Peserta didik menyimak penjelasan dari pendidik dan melakukan penalaran untuk memecahkan masalah.

(16)

mengidentifikasi hal-hal yang menyebabkan timbulnya suatu masalah. Peserta didik berdiskusi untuk mengidentifikasi penyebab timbulnya masalah dan merencanakan langkah penyelesaiannya.

Fase ketiga membantu investigasi mandiri dan kelompok. Pendidik mengamati peserta didik dalam mengerjakan lembar kerja, memberikan kesempatan untuk mencoba berbagai alternatif sehingga menemukan jawaban terhadap masalah, memberikan bimbingan dengan mendatangi setiap peserta didik atau kelompok untuk menanyakan kesulitan yang dihadapi. Peserta didik berdiskusi dengan melaksanakan rencana dan strategi, mencoba berbagai alternatif sehingga menemukan jawaban, menanyakan hal-hal yang dianggap belum dimengerti seputar lembar kerja peserta didik.

Fase keempat mengembangkan dan mempresentasikan artefak dan

exhibit. Pendidik menugaskan peserta didik untuk mempresentasikan hasil

pekerjaannya, melakukan tanya jawab terhadap hasil pekerjaan peserta didik. Peserta didik mempresentasikan hasil pekerjaannya dan bertanya jawab dengan memberikan saran dan perbaikan.

(17)

B.Hasil Penelitian Yang Relevan

Penelitian yang dilakukanَSeamus,َC.َdkkَ(2016)َ yangَberjudulَ“The Implementation and Evaluation of a Project Oriented Problem-Based Learning

Module in a First Year Engineering Programme”َ menjelaskanَ bagaimanaَ

sebuah proyek sirkuit berdasarkan orientasi model pembelajaran berbasis masalah oleh sarjana teknik dalam program teknik elektro di Maynooth University, Irlandia. Sampel dalam penelitian ini adalah mahasiswa teknik elektro, penelitian ini dilakukan selama 1 tahun pada semester 1 dan semesster 2. Pada semester 1 peneliti sebagai fasilitator dalam modul pembelajaran tidak menerapkan model pembelajaran berbasis masalah dan pada semester 2 menggunakan modul pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis masalah. Berdasarkan data hasil analisis dapat diketahui bahwa terdapat berbedaan kerjasama tim, kepemimpinan, komunikasi, dan motivasi mahasiswa teknik elektro dalam menyelesaikan proyek sirkuit yang meningkat pada semester 2. Semester 1 proyek sirkuit berjalan lambat namun pada semester 2 peneliti sebagai fasilitator menggunakan modul pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis masalah dalam proyek sirkuit sehingga berjalan cepat.

Penelitian yang dilakukan oleh Demikhova, N. dkk (2016) yang berjudulَ“Using PBL and Interactive Methods in Teaching Subjects in Medical

Education” menggunakan populasi semua mahasiswa Medical Institute of

(18)

mahassiswa). Berdasarkan data hasil analisis dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan hasil tes akhir yang menggunakan PBL lebih tinggi 16% dari pada yang menggunakan model tradisional dan mahasiswa dapat menyelesaikan soal

tes dalam waktu 29 menit 45 detik lebih cepat 10 menit dari model tradisional.

Berdasarkan jurnal penelitian yang dilakukan oleh Handika dan Wangid (2013)َ yangَ berjudulَ “Pengaruh pembelajaran berbasis masalahterhadap penguasaan konsep dan keterampilan proses sainssiswa kelas V”, penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan pendekatan eksperimen. Penelitian ini menggunakan populasi siswa SD Negeri 1 Labuhan. Sampel yang diambil adalah seluruh siswa kelas V sebanyak 74 siswa. Dibagi menjadi 2 kelas yaitu 38 siswa di kelas eksperimen dan 36 siswa di kelas kontrol. Siswa yang mendapatkan pembelajaran berbasis masalah (kelas eksperimen) menunjukkan bahwa secara keseluruhan kemampuan penguasaan konsep IPA tentang cahaya lebih baik dibandingkan dengan kelas kontrol yang mendapatkan pembelajaran konvensional. Kelas eksperimen memperoleh rata-rata nilai

posttestsebesar 68,78 sedangkan kelas kontrol hanya sebesar 54,50.

Berdasarkan jurnal penelitian yang dilakukan oleh Minarni (2012) yang berjudul

Pengaruh Pembelajaran Berbasis Masalah Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis

, penelitian ini menggunakan metode quasy

eksperimen. Populasi pada penelitian iniseluruh siswa kelas VIII SMP Negeri

(19)

kontrol. Kemampuan pemecahan masalah matematis siswa di sekolah level atas menggunakan pembelajaran berbasis masalah lebih baik 27,01% dari pada pembelajaran konvensional, hal ini juga terjadi di sekolah level tengah. Skor rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematis menggunkan pembelajaran berbasis masalah sebesar 13,66 dan pada pembelajaran konvensional sebesar 9,97.

Dari hasil penelitian di atas dijadikan acuan dan sumber bagi peneliti untuk melaksanakan penelitian dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah. Model pembelajaran berbasis masalah yang akan dilaksanakan diharapkan dapat meningkatkan rasa ingin tahu dan dapat meningkatkan prestasi belajar peserta didik.

C.Kerangka Pikir

Penelitian Tindakan Kelas yang akan dilaksanakan dengan judul “UpayaَmeningkatkanَrasaَinginَtahuَdanَprestasiَbelajarَIPAَmenggunakanَ

(20)

rendah ditandai dengan nilai UTS IPA yang belum tuntas lebih besar persentasenya daripada yang sudah tuntas.

Perlu adanya tindakan untuk meningkatkan rasa ingin tahu dan prestasi belajar peserta didik, yaitu dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah pada setiap siklus, baik siklus 1 maupun siklus 2. Setiap siklus memiliki 2 pertemuan yang setiap pertemuan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah, sehingga rasa ingin tahu dan prestasi belajar dapat meningkat. Berikut ini adalah skema atau gambaran penelitian tersebut:

Gambar 2.1 Skema Kerangka Pikir Penelitian Rasa ingin tahu dan

prestasi belajar meningkat

Peserta didik melaksanakan pembelajaran menggunakan model pembelajaran berbasis masalah

Siklus 2 Dalam pembelajaran

pendidik menggunakan model pembelajaran berbasis masalah

Siklus 1 Tindakan

Rendahnya rasa ingin tahu dan prestasi belajar peserta didik Sebelum menggunakan

(21)

D. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir di atas, maka hipotesis tindakan dalam penelitian tindakan kelas ini dapat dirumuskan:

1. Rasa ingin tahu peserta didik kelas V MI Muhammadiyah Sidabowa materi bumi dan alam semesta sub materi peristiwa alam dan kegiatan manusia yang dapat mengubah permukaan bumi dapat meningkat melalui model pembelajaran berbasis masalah.

Gambar

Tabel 2.1. Indikator Sikap Rasa Ingin Tahu
Tabel 2.2 SK dan KD Materi IPA Kelas V
Tabel 2.3 di atas menerangkan sintaksis atau langkah-langkah model
Gambar 2.1 Skema Kerangka Pikir Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan (1) rasa ingin tahu siswa kelas X-TP 3 SMK Muhammadiyah 2 Sragen tahun pelajaran 2015/2016 pada materi pokok

Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas diperoleh hasil bahwa penerapan metode eksperimen dapat meningkatkan rasa ingin tahu siswa pada mata pelajaran IPA materi

Adapun tujuan penelitian ini adalah meningkatkan kemampuan pembuktian matematis dan rasa ingin tahu siswa kelas XI MIPA SMA Negeri 6 Semarang pada materi matriks

Atas ijin dan karunia- Ny a, peneliti dapat menyelesaikan skripsi dengan judul” Peningkatan Rasa Ingin Tahu dan PrestasiBelajar IPA Materi Perubahan Lingkungan Fisik Bumi

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan rasa ingin tahu dan prestasi belajar IPA materi susunan bumi melalui model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw II di kelas V

Rasa ingin tahu adalah suatu emosi yang berkaitan dengan perilaku ingin tahu seperti eksplorasi, investigasi, dan belajar, terbukti dengan pengamatan pada

Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas diperoleh hasil bahwa penerapan metode eksperimen dapat meningkatkan rasa ingin tahu siswa pada mata pelajaran IPA materi

DESKRIPSI KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS DITINJAU DARI RASA INGIN TAHU SISWA KELAS VII MTs MUHAMMADIYAH PATIKRAJA SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mencapai