• Tidak ada hasil yang ditemukan

NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM KITAB SYI’IR NGUDI SUSILO KARYA KH. BISRI MUSTHOFA - Test Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM KITAB SYI’IR NGUDI SUSILO KARYA KH. BISRI MUSTHOFA - Test Repository"

Copied!
130
0
0

Teks penuh

(1)

NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK

DALAM KITAB SYI’IR NGUDI SUSILO

KARYA KH. BISRI MUSTHOFA

SKRIPSI

Disusun Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Oleh :

MOHAMAD KHAMIM JAZULI NIM: 111-12-182

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

SALATIGA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

vi

MOTTO

JER BASUKI MOWO BEYO

“Setiap cita-cita, keinginan, dan kebahagiaan pasti

(7)

vii

PERSEMBAHAN

Alhamdulillahirobbil’alamin dengan rahmat dan hidayah Allah SWT

skripsi ini telah selesai. Skripsi ini penulis persembahkan kepada:

1. Ibu Muchoyaroh dan Bapak Mas’udi yang senantiasa memberikan nasehat dan

telah mendidikku dari kecil sampai menikmati kuliah S1 di IAIN Salatiga ini,

serta tidak lelah mendoakan tanpa henti untuk menjadi pribadi yang bermanfaat

untuk sesama.

2. Adik-adiku tersayang Nafi’il Ikhsan dan Nailal Izzah yang selalu memberikan

semangat untuk terus menjadi pribadi yang tangguh.

3. Bapak K. Asyiq Ma’ruf selaku pengasuh pondok pesantren al-Ishlah yang saya

hormati dan selalu saya harapkan ridho dan berkah ilmunya.

4. Seseorang yang mendo’akan saya dari jauh, memberikan semangat, motivasi

yang tiada henti.

5. Agus, Maemun, Ni’am, Muntaha, Bima, Kang Amin, Miftah, Kang Zaenuddin

dan seluruh sahabatku PP al-Ishlah dan keluarga besar MA al-Khidmah

Salatiga yang selalu menemani dalam setiap langkah.

6. Keluarga besar ar-Roudloh Salatiga, Hadroh JQH al-Furqon IAIN Salatiga,

(8)

viii

KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

memberikan banyak rahmat dan hidayah-Nya, sehingga bisa menikmati indahnya

Islam di dunia ini. Sholawat serta salam selalu tercurahkan pada junjungan Nabi

Agung Muhammad SAW yang telah membimbing manusia dari zaman kegelapan

hingga zaman yang terang benderang dan yang selalu dinantikan syafaatnya di

hari kiamat kelak. Segala syukur penulis panjatkan sehingga penulis dapat

menyelesaikan tugas akhir skripsi dengan judul “NILAI-NILAI PENDIDIKAN

AKHLAK DALAM KITAB SYI’IR NGUDI SUSILO KARYA KH. BISRI MUSTHOFA”

Skripsi ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar S1 Fakultas

Tarbiyah dan Ilmu Keguruan, Jurusan Pendidikan Agama Islam Institut Agama

Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Dalam penyusunan skripsi ini penulis menyadari

bahwa masih banyak sekali kekurangan di dalamnya. Penulis menyadari bahwa

tanpa bantuan dari berbagai pihak penulis tidak akan bisa menyelesaikan skripsi

ini dengan lancar. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin

mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Dr. H. Rahmat Haryadi, M.Pd. selaku Rektor IAIN Salatiga

2. Bapak Suwardi, M.Pd. selaku dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan

3. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag. selaku ketua jurusan Pendidikan Agama Islam

4. Bapak Drs. Juz’an, M.Hum. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah

mencurahkan pikiran, tenaga, dan pengorbanan waktunya dalam upaya

(9)

ix

5. Bapak Yedi Efriadi, M.Ag. selaku pembimbing akademik.

6. Seluruh dosen dan karyawan IAIN Salatiga yang telah banyak membantu

selama kuliah hingga menyelesaikan skripsi ini.

7. KH. Bisri Musthofa,yang telah menciptakan kitab yang sarat denan nilai-nilai

pendidikan sehingga menjadi inspirasi penulis untuk melakukan tinjauan dan

pendalaman.

8. Bapak, Ibu, keluarga, dan seluruh pihak yang selalu mendorong dan

memberikan motivasi dalam menyelesaikan kuliah di IAIN Salatiga.

9. Keluarga besar PAI E 2012 IAIN Salatiga, Keluarga PPL SMP Negeri 1

Tengaran dan Kelompok KKN posko 28 yang telah memberikanku

pengalaman hidup yang luar biasa.

Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis

khususnya dan bagi semua orang pada umumnya. Saran dan kritik yang

membangun sangat diperlukan dalam kesempurnaan skripsi ini.

Salatiga, 13 Maret 2017 Penulis

(10)

x ABSTRAK

Jazuli, Mohamad Khamim. 2017. “Nilai-nilai Pendidikan Akhlak Dalam Kitab Syi’ir Ngudi Susilo Karya KH. Bisri Musthofa” Pembimbing: Drs. Juz’an, M.Hum.

Kata kunci: Pendidikan, Akhlak, Syi’ir

Islam merupakan agama yang memiliki misi pada pembentukan akhlak yang baik pada manusia. Karena akhlak mempunyai kedudukan yang sangat tinggi dalam kehidupan manusia. Lalu bagaimana cara membentuk akhlak yang baik? Tentunya melalui pendidikan. Pendidikan mampu digunakan sebagai benteng dari serangan kemerosotan moral, karena pendidikan juga mampu membangun generasi baru bangsa yang lebih baik dalam berbagai aspek yang dapat memperkecil dan mengurangi penyebab berbagai masalah budaya dan karakter bangsa. Tantangan pendidikan dewasa ini untuk membangun generasi yang berkualitas dan tangguh semakin berat. Pendidikan tidak cukup hanya berhenti pada memberikan pengetahuan yang paling mutakhir, namun juga harus mampu membentuk dan membangun sistem keyakinan, etika, nilai dan karakter yang kuat. Ada banyak cara dalam menyampaikan pendidikan, terutama pendidikan akhlak. Salah satunya yang dilakukan KH. Bisri Mustofa. Beliau menyampaikan memalui karya sastranya. Dengan melihat latar belakang di atas maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah apa kadungan kitab syi’ir Ngudi Susilo karya KH. Bisri Msthofa, apa nilai-nilai pendidikan akhlak yang terdapat dalam kitab sy’ir Ngudi Susilo karya KH. Bisri Musthofa, dan bagaimana relevansinya terhadap dunia pedidikan.

Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (library research), sedangkan dalam pengumpulan datanya menggunakan metode dokumenter, analisis data yang digunakan dalam skripsi ini adalah hermeneutik dan analisis ini

(content analysis).

Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah: (1) kandungan kitab syi’ir

Ngudi Susilo berisi tentang petuah dan nasehat yang sarat dengan nilai-nilai akhlak, terdiri dari 9 bab yang kesemuanya hampir terjadi dalam kehidupan manusia sehari-hari, mulai dari aspek diri sendiri sampai bangsa dan negaranya. (2) nilai-nilai pendidikan akhlak yang terdapat dalam kitab syi’ir Ngudi Susilo

(11)

xi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN BERLOGO ... ii

HALAMAN NOTA PEMBIMBING ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... v

MOTTO ... vi

PERSEMBAHAN... vii

KATA PENGANTAR ... viii

ABSTRAK ... x

DAFTAR ISI ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Kegunaan Penelitian ... 6

E. Metode Penelitiann ... 7

F. Penegasan Istilah ... 11

G. Sistematika Penulisan ... 14

BAB II LANDASAN TEORI ... 17

A. Pengertian Syi’ir ... 17

B. Pengertian Nilai ... 19

C. Pengertian Pendidikan ... 21

(12)

xii

E. Ruang Lingkup Pendidikan ... 33

F. Tri Pusat Pendidikan ... 37

G. Pengertian Akhlak ... 39

H. Fungsi dan Manfaat Ilmu Akhlak ... 42

I. Objek Pembahasan Akhlak ... 43

J. Metode Pendidikan Akhlak ... 47

BAB III GAMBARAN UMUM KITAB SYI’IR NGUDI SUSILO ... 52

A. Biografi KH. Bisri Musthofa ... 52

B. Karya-Karya KH. Bisri Musthofa ... 59

C. Tipologi dan Gambaran Umum Kitab Syi’ir Ngudi Susilo ... 61

BAB IV ANALISIS DATA ... 74

A. Nilai-nilai Pendidikan Akhlak dalam Kitab Syi’ir Ngudi Susilo .. 74

1. Tujuan Pendidikan ... 74

2. Pendidik ... 75

3. Peserta Didik ... 76

4. Materi Pendidikan ... 77

a. Akhlak Terhadap Allah Swt ... 77

b. Akhlak Terhadap Diri Sendiri ... 80

c. Akhlak Terhadap Orang Tua ... 93

d. Akhlak Terhadap Guru ... 96

e. Akhlak Terhadap Bangsa dan Negara ... 97

f. Akhlak Terhadap Lingkungan ... 99

(13)

xiii

6. Lingkungan Pendidikan ... 100

B. Relevansi Nilai-nilai Pendidikan Akhlak dalam Kitab Syi’ir Ngudi Susilo Terhadap Dunia Pendidikan Saat Ini ... .101

BAB V PENUTUP ... .105

A. Kesimpulan ... .105

B. Saran ... .107

DAFTAR PUSTAKA ... .108

RIWAYAT HIDUP PENULIS... .111

(14)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ajaran islam yang dibawa oleh Rasulullah setelah diwahyukan oleh

Allah swt telah memberikan perubahan yang luar biasa terhadap kehidupan

manusia pada masa Rasulullah hingga masa kini. Termasuk di antaranya

perubahan dalam bidang akhlak dan karakter manusia. Dimana pada masa

Rasulullah manusia memiliki akhlak yang tidak baik akan tetapi setelah islam

datang terdapat perubahan akhlak menjadi lebih baik (Makbuloh, 2011:140).

Hal ini tidak lepas dari sosok pribadi Rasulullah SAW yang terdapat dalam

firman Allah:

ٖ ِ َ ٍ

ُ ُ َٰ َ َ َ

Artinya:”Sesungguhnya pada diri engkau (Muhammad) benar-benar terdapat akhlak/budi pekerti (karakter) yang baik.” (QS. al-Qolam: 4)

Dari landasan tersebut jelas bahwa islam merupakan agama yang

membawa misi pada pembentukan akhlak yang baik pada umat manusia.

Karena akhlak mempunyai kedudukan yang sangat tinggi dalam kehidupan

manusia (Taufiq dkk, 2011:29). Terdapat tembang mijil yang dikarang oleh

Paku Buwana IV yang isinya:

Dedalane guno lawan sekti Kudu andap asor

(15)

2

Ana catur mungkur

Tembang atau nyanyian tersebut dapat diterjemahkan bahwa

“Sarana atau jalan untuk menacapai kelebihan atau keunggulan itu harus

memiliki budi pekerti yang baik, bertata karma, dan sopan satun. Seseorang

yang berani mengalah itu akhirnya akan berhasil dikemudian hari

tundukkanlah kepalamu jika dinasihati. Jika ada yang mengajak kamu

berkelahi menyingkirlah atau hindarilah! Jika kamu diumpat, jangan

diperhatikan, tinggalkan saja.” (Hidayatullah, 2010:2).

Telah jelas bahwasanya akhlak benar-benar mempunyai kedudukan

yang tinggi dalam kehidupan manusia. Maka dari itu, pendidikan nilai harus

sedini mungkin ditanamkan guna untuk menghindari segala sesuatu yang

dapat menjadikan merosotnya akhlak manusia. Akan tetapi, sejalan dengan

makin berkembangnya laju globalisasi dari pembangunan dan ilmu

pengetahuan serta arus reformasi yang semakin melaju deras, penanaman

nilai ini dirasa amat sangat penting dan benar-benar dibutuhkan guna

mengendalikan manusia dalam menghadapi laju

perkembangan-perkembangan tersebut.

Namun di sisi lain, banyak sekali gejala penyimpangan nilai, baik

yang dilakukan oleh kaum muda, maupun oleh orang tua, mereka semua

seakan – akan mengabaikan moral dan tata krama yang dibutuhkan dalam

pergaulan dengan masyarakat sekitar dan masyarakat luar. Di era reformasi

ini, atau dalam abad ke-21 ini orang-orang semakin menganggap bahwa

(16)

3

banyak terjadi penyimpangan moral, khususnya penyimpangan moral yang

berujung perkelahian, pemerkosan, perampokan, dan lain – lain.

Dalam rangka mencegah penyimpangan tersebut, solusi yang

paling tepat adalah dengan pendidikan. Pendidikan mampu digunakan sebagai

benteng dari serangan kemerosotan moral, karena pendidikan juga mampu

membangun generasi baru bangsa yang lebih baik dalam berbagai aspek yang

dapat memperkecil dan mengurangi penyebab berbagai masalah budaya dan

karakter bangsa. Memang tidak dapat dipungkiri kalau kesuksesan dalam

sebuah pendidikan membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Akan tetapi,

hasil dari kesuksesan tersebut tentunya akan bertahan lama bahkan mengakar

pada pribadi seseorang.

Tantangan pendidikan dewasa ini untuk membangun generasi yang

berkualitas dan tangguh semakin berat. Pendidikan tidak cukup hanya

berhenti pada memberikan pengetahuan yang paling mutakhir, namun juga

harus mampu membentuk dan membangun sistem keyakinan, etika, nilai dan

karakter yang kuat (Hidayatullah, 2010:22). Harapanya dengan pendidikan

semua permasalahan kemerosotan moral bisa teratasi. Namun, semua itu tidak

semudah membalikkan telapak tangan, karenanya harus ada komitmen yang

kuat dari berbagai lapisan masyarakat.

Salah satu orang dari berbagai lapisan masyarakat di Indonesia ini

yang begitu peduli terhadap kemerosotan moral bangsa adalah K.H. Bisri

Musthofa. Beliau adalah seorang Kyai yang berkharisma tinggi. Banyak

(17)

4

dalam bidang akhlak. Kitab dalam bidang akhlak yang beliau tulis salah

satunya adalah Kitab Syi’ir Ngudi Susilo:Suko Pitedah Kanthi Terwilo. Kitab

ini ditulis dengan tulisan arab jawa pegon yang di dalamnya sarat dengan

dunia pendidikan. Terdapat pesan dan nasihat yang sangat berguna bagi dunia

pendidikan saat ini, khususnya dalam membentuk dan membangun moral

bangsa.

Dari uraian di atas, penulis ingin lebih jauh mengkaji tentang nilai

pendidikan akhlak pemikiran KH. Bisri Musthofa melalui sebagian karyanya

yaitu kitab Ngudi Susilo yang di dalamnya terdapat beberapa uraian tentang

pendidikan akhlak. Untuk itu, penulis mencoba untuk menyusun sebuah

skripsi yang berjudul: NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM KITAB

SYI’IR NGUDI SUSILO KARYA KH. BISRI MUSTHOFA, dengan harapan

semoga dapat memberikan konstribusi dan manfaat terutama bagi penulis dan

(18)

5 B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Apa kandungan Kitab Syi’ir Ngudi Susilo karya KH. Bisri Musthofa?

2. Apa nilai-nilai pendidikan akhlak yang terdapat dalam Kitab Syi’ir

Ngudi Susilo karya KH. Bisri Musthofa?

3. Bagaimana relevansi nilai-nilai pendidikan akhlak dalam Kitab Syi’ir

Ngudi Susilo terhadap dunia pendidikan?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitan adalah susunan apa yang ingin diketahui atau

ditentukan atau dikemukakan dalam melaksanakan penelitian dengan kata

lain apa yang akan dilakukan dalam penelitian sehingga akan jelas apa

yang akan dihasilkan.

Berpijak dari permasalahan tersebut di atas, maka tujuan yang

hendak dicapai dalam penulisan skripsi ini adalah:

1. Mengetahui kandungan Kitab Syi’ir Ngudi Susilo karya KH. Bisri

Musthofa.

2. Mengetahui Nilai-nilai pendidikan akhlak yang terdapat dalam

Kitab Syi’ir Ngudi Susilo karya KH. Bisri Musthofa.

3. Mengetahui relevansi nilai-nilai pendidikan akhlak dalam Kitab

(19)

6 D. Kegunaan Penelitian

Kegunaan dari penelitian ini dapat dikemukakan menjadi dua

bagian, yaitu:

1. Kegunaan Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara

teoritis, berupa pengetahuan tentang nilai pendidikan yang terkandung

dalam karya KH. Bisri Musthofa serta bermanfaat sebagai kontribusi

pemikiran bagi dunia pendidikan khususnya dunia pendidikan islam.

2. Kegunaan Praktis

a. Bagi penulis

Menambah wawasan dan pemahaman penulis mengenai

nilai pendidikan untuk selanjutnya dijadikan sebagai pedoman

dalam aktifitas sehari-hari.

b. Bagi Lembaga Pendidikan

1) Dapat menjadi masukan yang membangun guna meningkatkan

kualitas lembaga pendidikan terutama pendidikan islam,

termasuk para pendidik yang ada di dalamnya dan penentu

kebijakan dalam lembaga pendidikan serta pemerintah secara

umum.

2) Sebagai bahan pertimbangan untuk diterapkan dalam dunia

(20)

7

Indonesia terutama pendidikan islam (seperti Madrasah

Diniyah, Pondok Pesantren) sebagai solusi terhadap

permasalahan pendidikan yang ada.

c. Bagi Ilmu Pengetahuan

1) Menambah khazanah mengenai nilai pendidikan yang terdapat

dalam kitab syi’ir Ngudi Susilo sehingga mengetahui betapa

pentingnya pendidikan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan

demikian seorang mukallaf akan berusaha memperbaiki diri

agar semakin meningkatkan kualitas diri menjadi lebih baik di

hadapan Allah dan di hadapan manusia.

2) Sebagai bahan referensi dalam ilmu pendidikan terutama ilmu

pendidikan Akhlak, sehingga dapat memperkaya dan

menambah wawasan di bidang tersebut khususnya dan ilmu

pengetahuan yang lain pada umumnya.

E. Metode penelitian 1. Jenis Penelitian

Adapun jenis penelitian yang penulis lakukan adalah penelitian

kepustakaan (library research), karena semua yang digali adalah

bersumber dari pustaka (Hadi, 1990:3). Dan yang dijadikan obyek

(21)

8 2. Sumber Data

Karena jenis penelitian ini adalah penelitian kepustakaan

(library research), maka data yang diperoleh bersumber dari literatur.

Adapun referensi yang menjadi sumber data primer adalah kitab syi’ir

Ngudi Susilo karya KH. Bisri Mushofa.

Kemudian yang menjadi sumber data sekunder adalah:

a. Kitab Syi’ir Mitra Sejatikarya KH. Bisri Musthofa.

b. Kitab Washoya al-Aba’ lil Abna’ karya KH. Bisri

Musthofa.

c. Buku Mutiara Pesantren: Perjalanan Khidmah KH. Bisri

Musthofa karya Ahmad Zainal Huda.

d. Buku Risalah Akhlak: Panduan Perilaku Muslim Modern

karya Wahid Ahmadi.

e. Buku Menghias Diri dengan Akhlak Terpuji karya Nipan

Abdul Halim.

f. Kitab-kitab dan buku – buku lainnya yang ada

relevansinya dengan obyek pembahasan penulis.

3. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data-data yang diperlukan dalam

penyusunan ini, penulis menggunakan penelitian kepustakaan (library

research) dengan langkah – langkahsebagai berikut:

(22)

9

b. Mempelajari dan mengkaji serta memahami kajian yang terdapat

dalam buku – bukusumber.

c. Menganalisis untuk diteruskan identifikasi dan mengelompokkan

serta diklasifikasi sesuai dengan sifatnya masing-masing dalam

bentuk per bab.

4. Teknik Analisis Data

Yaitu penanganan terhadap suatu obyek ilmiah tertentu dengan

jalan memilah-milah antara pengertian satu dengan pengertian yang

lain untuk memperoleh kejelasan mengenai halnya.

Macam-macam metode yang digunakan dalam menganalisis

masalah adalah sebagai berikut:

a. Hermeneutik

Hermeneutika Secara etimologis, berasal dari kata Yunani

hermeneuein yang berarti menafsirkan. Maka kata benda

hermeneueia secara harfiah dapat diartikan sebagai “penafsiran”

atau interpretasi. Istilah hermeneutik merujuk pada mitos Hermes

(Dewa Yunani) yang bertugas menyampaikan berita dari Sang

Maha Dewa kepada manusia. Jadi, kata hermeneutika adalah

sebuah ilmu dan seni membangun makna melalui interpretasi

rasional dan imajinatif dari bahan baku berupa teks. (Ibrahim,

(23)

10

Berangkat dari pengertian diatas, kemudian hermenutik

digunakan untuk menyelami karya tokoh guna menangkap arti dan

suasana yang dimaksudkan tokoh secara khas (Sudarto, 1997:84).

Langkah metode ini adalah sebagai berikut.

1) Hermeneutika Teks.

Menerjemahkan atau meneliti kembali teks syi’ir Ngudi

Susilo baik yang berupa bahasa jawa (teks asli), maupun

terjemahan dalam bahasa Indonesia.

2) Hermeneutika Realita

Melakukan telaah terhadap realita (sosiokultur dan

keberagaman) masa dulu (semasa hidup KH. Bisri Musthofa)

dan realita masa sekarang (Widyamartaya, 1999:20).

Semua langkah-langkah ini dimaksud untuk melakukan

interpretasi guna menangkap arti, nilai dan maksud pendidikan

akhlak yang terkandung dalam kitab syi’ir ngudi susilo.

b. Content Analisys

Sesuai dengan jenis dan sifat data yang yang diperoleh dari

penelitian ini, maka teknik analis yang digunakan dalam penelitian

ini adalah analisis isi (content analisys) yaitu cara yang dipakai

untuk mendapatkan pengetahuan ilmiah dengan melakukan

(24)

11

kesimpulan sehingga dapat digeneralisasikan menjadi sebuah teori,

ide, atau sebuah gagasan baru (Hadi, 1989:47).

Artinya, data yang kualitatif tekstual yang diperoleh

dikategorikan dengan memilih data sejenis kemudian data tersebut

dianalisa secara kritis untuk mendapatkan suatu informasi. Analisis

isi (content analisys) dipergunakan dalam rangka untuk menarik

kesimpulan yang sahih dari kitab karya KH. Bisri Musthofa selaku

pendiri Pondok Pesantren Roudlotuth Tholibin Rembang dan

buku-buku lain yang berkenaan dengan penelitian ini (nilai-nilai

pendidikan akhlak).

Adapun langkah-langkahnya adalah dengan menyeleksi

teks yang akan diselidiki, menyusun item-item yang spesifik,

melaksanakan penelitian, dan mengetengahkan kesimpulan.

F. Penegasan Istilah

Untuk memperjelas judul di atas serta menghindari kesalahan

dalam memahami istilah yang berkaitan dengan permasalahan tersebut.

Adapun tujuannya agar asumsi yang akan muncul nantinya akan dapat

diartikan secara tepat sesuai dengan yang dikehendaki penulis, antara lain:

1. Nilai - Nilai

Nilai adalah sesuatu yang dipandang baik, disukai, dan paling

benar menurut keyakinan seseorang atau kelompok orang sehingga

(25)

perbuatan-12

perbuatannya (Maslikhah, 2009:106). Nilai dapat diartikan sifat-sifat

(hal – hal) yang penting atau berguna bagi kemanusiaan.

2. Pendidikan Ahklak

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk

mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta

didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

kekuatan spiritual keagamaan. Pengendalian diri, kepribadian,

kecerdasan, akhlak mulia serta ketrampilan yang diperlukan dirinya,

Bangsa dan Negara (Maslikhah, 2009:130)

Akhlak secara bahasa bersaal dari kata “khalaqa” dan

jamaknya “khuluq” yang berarti menciptakan. Kemudian akhlak juga

dapat diartikan sebagai suatu keadaan yang melekat pada jiwa

manusia, yang dari padanya lahir perbuatan–perbuatan dengan mudah,

tanpa melalui proses pemikiran, pertimbangan. Jika keadaan (hal) itu

melahirkan perbuatan yang baik dan terpuji menurut pandangan

syara’ (hukum Islam), keadaan tersebut disebut akhlak yang baik,

begitu pula sebaliknya.

3. Kitab Syi’ir Ngudi Susilo

Kitab Ngudi Susilo merupakan buku yang berisi materi tentang

ahklak. Kitab ini pada awalnya digunakan untuk materi pengajaran di

pesantren - pesantren di Jawa, terutama Jawa wilayah Pantura

(26)

13

ternama di Pantura Jawa pada masanya, yaitu Kyai Bisri Musthofa.

Kitab Ngudi Susilo ditulis dengan menggunakan huruf Arab Pegon

yaitu modifikasi huruf arab dengan ejaan Bahasa Jawa. Kitab ini

disusun berdasarkan kaidah penulisan syi’ir Arab. Cara pengajaran

dilakukan dengan cara dilantunkan dengan tembang (bernyanyi).

Orang Jawa santri menyebutnya syingiran. Tujuan bersyi’ir ini adalah

untuk mempermudah menghafalkan isi materi dari syi’ir yang berupa

materi pelajaran akhlak. Di kalangan pesantren ada kaidah yang

menyebutkan bahwa pemahaman tidak akan sempurna kecuali dengan

menghafal.

Kitab Ngudi Susilo, selesai disusun pada bulan Jumadil Akhir,

tahun 1373 H di Kota Rembang. Tidak ada catatan pasti kapan kitab

ini mulai disusun dalam bentuk cetak. Percetakan pertama yang

memperbanyak kitab yaitu Muria Kudus, kitab Ngudi Susilo telah

beberapa kali dilakukan penerbitan ulang. Akan tetapi, tidak ada

penjelasan secara pasti jumlah edisi dan tahun cetak. Dilihat secara

fisik, kitab ini termasuk kitab saku karena ukurannya yang relatif

kecil. Kitab dijilid dalam bentuk buku berukuran ¼ kertas folio, yaitu

panjang 14 cm dan lebar 9 cm. Ketebalan kitab juga relatif tipis, hanya

16 halaman. Dalam cover kitab tertulis, Syingir Ngudi Susilo: suko

pitedah kanti terwilo. Kemudian tepat di bawah identitas kitab tertulis

(27)

14 4. KH. Bisri Musthofa

KH. Bisri Musthofa lahir pada tahun 1915 M di Kampung

Sawahan Gg. Palen Rembang Jawa Tengah. Ia adalah putra dari

pasangan suami istri H. Zainal Musthofa dan Chodijah. Beliau adalah

anak pertama dari empat bersaudara. Sejak kecil beliau hidup dan

menimba ilmu di Rembang, Pati, dan Jombang bahkan sampai ke

Makkah. KH. Bisri Musthofa dikenal sebagai tokoh kharismatik yang

handal dalam berpidato. Ia adalah seorang orator. Ahli pidato yang

dapat mengutarakan hal-hal yang sebenarnya sulit menjadi gamblang.

Pemikiran keagamaan KH. Bisri Musthofa oleh banyak kalangan

dinilai bersifat moderat dan konstektual. Pemikiran-pemikiran beliau

biasanya dituangkan dalam bentuk tulisan – tulisan yang disusunya

dalam bentuk buku-buku, kitab-kitab dan lain sebagainya. Banyak

sekali karyanya yang sekarang ini dijadikan rujukan bagi para ulama

yang mengajar di pesantren dan menjadi pegangan bagi para santri.

Beliau KH. Bisri Musthofa wafat pada hari rabu tanggal 17 Februari

1977 (27 Shafar 1397 H).

G. Sistematika Penulisan Skripsi

Untuk memudahkan pencarian dan penelaahan pokok-pokok

masalah yang akan dibahas, sistematika penulisan skripsi sangat

diperlukan. Sistematika di sini dimaksudkan sebagai gambaran umum

(28)

15

Penulisan sistematika skripsi adalah suatu cara untuk menyusun

dan mengolah hasil penelitian dari data-data dan bahan-bahan yang

disusun menurut urutan tertentu sehingga menjadi kerangka skripsi.

Skripsi ini terdiri dari tiga bagian besar yang merupakan rangkaian dari

beberapa bab. Ketiga bagian besar tersebut adalah sebagai berikut:

1. Bagian Awal

Pada bagian ini memuat halaman judul, halaman nota

pembimbing, halaman pengesahan, halaman motto, halaman persembahan,

halaman kata pengantar, abtraksi dan daftar isi.

2. Bagian Isi

Pada bagian ini memuat beberapa bab sebagai berikut

Bab pertama merupakan bab pendahuluan, dalam bab ini memuat

latar belakang masalah, alasan pemilihan judul, penegasan istilah,

permasalahan penelitian, tujuan penelitian, metodologi penelitian dan

sistematika penelitian untuk skripsi.

Bab kedua berisi tinjauan umum tentang pendidikan akhlak, dalam

bab ini membahas pendidikan akhlak yang meliputi pengertian syi’ir,

pengertian nilai, pengertian pendidikan, unsur-unsur pendidikan, ruang

lingkup pendidikan, tri pusat pendidikan, pengertian akhlak, manfaat dan

fungsi ilmu akhlak, objek pembahasan akhlak, metode pendidikan akhlak.

Bab ketiga merupakan biografi dan karya KH. Bisri Musthofa,

dalam bab ini membahas tentang biografi KH. Bisri Musthofa, beberapa

(29)

16

Bab keempat berisi analisis pendidikan akhlak, dalam bab ini

membahas nilai-nilai pendidikan akhlak yang terkandung dalam kitab

syi’ir Ngudi Susilo karya KH. Bisri Musthofa dan relevansinya dalam

dunia pendidikan.

Bab kelima merupakan bab penutup, yang merefleksikan kembali

ringkasan skripsi dalam bentuk kesimpulan, saran.

3. Bagian Akhir

Pada bagian ini memuat daftar pustaka, lampiran-lampiran dan

(30)

17 BAB II

LANDASAN TEORI A. Pengertian Syi’ir

Dalam bahasa barat istilah sastra disebut literature (Inggris), Literatur

(Jerman), literature (Perancis), semuanya berasal dari bahasa latin litteratura.

Kata litteratura sebetulnya diciptakan sebagai terjemahan dari kata Yunani

grammatika; Litteratura dan grammatika masing-masing berdasarkan kata

littera dan gramma yang artinya ‘huruf’ (tulisan, letter). Menurut asalnya

litteratura dipakai untuk tata bahasa dan puisi: seorang litteratus adalah orang

yang tahu tata bahasa dan puisi atau orang yang berperadaban yang dengan

kemahiran khusus di bidang sastra. Literature dan seterusnya umumnya

dalam bahasa barat modern; segala sesuatu yang tertulis. Pemakaian bahasa

dalam bentuk tertulis (Wargadianata, 2008:1).

Selajutnya Sapardi Joko Damono mengatakan, sastra adalah karya

seni yang menggunakan bahasa sebagai medium; kita boleh saja mengikuti

pandangan yang mengatakan bahwa sastra adalah rangkaian kata nan indah,

tetapi juga harus juga menerima pandangan bahwa sastra merupakan hasil

usaha sastrawan dalam membengkokkan, membelokkan, dan bahkan merusak

bahasa, yang merupakan konsekuensi poitice license, hak istimewa sastrawan

dalam menggunakan mediumnya, yakni bahasa. Berdasarkan pandangan ini

yang dituntut dari sastra adalah orisinilitas dalam penggunaan bahasa

(31)

18

Karya satra merupakan wujud ungkapan perasaan pengarang. Seperti

juga karangan lain, karya sastra dibuat pengarang dengan maksud untuk

mengkomunikasikan sesuatu kepada pembacanya. Hanya karena sifat

dasarnya yang berbeda dengan karangan lain, maka sesuatu yang

dikomunikasikan tersebut juga berbeda. Salah satu bentuk karya sastra adalah

syi’ir.

Secara etimologi, syi’ir berasal dari bahasa Arab “sya’ara” atau

“sya’ura” yang berarti mengetahui dan merasakan, sedangkan secara

terminologi syi’ir merupakan kalimat yang terikat oleh rima dan irama. Jika

kedua pengertian di atas digabungkan, maka diperoleh pengertian bahwa

syi’ir adalah kalimat yang terikat oleh rima dan irama yang dilantunkan

dengan tujuan agar masyarakat kolektifnya mengetahui dan merasakan

keindahan irama dan makna yang terdapat dalam syi’ir. Pengertian ini senada

dengan Thibanah yang dikutip oleh Tohe (2003: 46) yang menyatakan bahwa

“syi'ir adalah tuturan yang terikat oleh wazan (keseimbangan ketukan tiap

bait) dan qafiah (kesamaan bunyi akhir tiap bait) yang mengungkapkan

imajinasi yang indah dan bentuk-bentuk ungkapan yang mengesankan lagi

mendalam”. Pada pengertian ini, istilah qafiah dapat disamakan dengan rima

yaitu kesamaan bunyi pada akhir bait. Sementara itu, dilihat dari isinya, syi'ir

mencatat berbagai hal tentang tata krama, adat istiadat, agama dan

peribadatan serta keilmuan yang penampilannya itu dapat mempengaruhi

perasaan pendengarnya (Muzakka, 2006: 9). Selanjutnya, Ahmad As-Syaib

(32)

19

ucapan atau tulisan yang memiliki wazan atau bahar (timbangan tertentu

yang dijadikan pola dalam mengubah syi’ir arab) dan qafiyah (rima akhir atau

kesesuaian akhir baris) serta unsur ekspresi rasa dan imajinasi yang harus

lebih dominan dibanding prosa”.

B. Pengertian Nilai

Nilai dapat diartikan sebagai hal-hal yang penting atau berguna bagi

kemanusiaan, dalam pengertian lain nilai adalah suatu penetapan atau suatu

kualitas objek yang menyangkut suatu jenis apresiasi atau minat (Tim PIP,

2007:42).

Adapun pengertian nilai menurut beberapa ahli (Muhaimin dan Mujib,

1998: 110) adalah sebagai berikut:

1. Menurut Young, nilai diartikan sebagai asumsi-asumsi yang abstrak

dan sering didasari hal-hal penting.

2. Green, memandang nilai sebagai kesadaran yang secara kolektif

berlangsung dengan didasari emosi terhadap objek, ide dan

perseorangan.

3. Woods, mengatakan bahwa nilai merupakan petunjuk-petunjuk

umum yang telah berlangsung lama yang mengarahkan tingkah laku

dan kepuasan dalam kehidupan sehari-hari.

Menurut Soelaman yang dikutip oleh Tim PIP (2007:47) terdapat dua

jenis nilai. Yaitu nilai-nilai yang tercernakan dan nilai-nilai yang dominan.

Nilai-nilai yang tercernakan merupakan suatu landasan bagi reaksi yang

(33)

20

sedangkan nilai-nilai tercernakan tidak dapat dipisahkan dari diri individunya,

serta membentuk landasan bagi hati nuraninya. Apabila terjadi pelanggaran

terhadap nilai-nilai tersebut, maka akan timbul perasaan malu atau bersalah

yang sulit untuk dihapuskan. Nilai yang tercernakan bagi individu artinya

bahwa individu itu menghayati atau menjiwai suatu nilai sehingga ia akan

memandang keliru pola perilaku yang tidak sesuai dengan nilai tersebut.

Sementara itu, nilai-nilai yang dominan artinya nilai-nilai yang lebih

diutamakan dari nilai-nilai lain. Fungsi nilai dominan ini adalah sebagai suatu

latar belakang atau kerangka patokan bagi tingkah laku sehari-hari. Kriteria

bahwa suatu nilai itu adalah dominan, ditentukan oleh hal-hal berikut:

1. Luas tidaknya ruang lingkup pengaruh nilai tersebut dalam

aktivitas total dari sistem sosial.

2. Lama tidaknya pengaruh nilai itu dirasakan oleh kelompok

masyarakat.

3. Gigih tidaknya (intensitas) nilai tersebut diperjuangkan atau

dipertahankan

4. Prestise orang-orang yang menganut nilai, yaitu orang atau

organisasi-organisasi yang dipancang sebagai pembawa nilai.

Nilai memiliki 3 (tiga) hirarki yaitu perasaan yang abstrak,

norma-norma moral, dan keakuan. Ketiganya ditemukan dalam kepribadian

seseorang. Perasaan dipakai sebagai landasan bagi sesorang untuk membuat

keputusan dan menjadi standar untuk tingkah laku yang berfungsi sebagai

(34)

21

kepribadian melalui proses pengalaman sosial. Karenanya nilai menjadi

faktor penentu bagi pembentukan sikap.

Disamping itu, nilai juga mempunyai batasan. Batasan tentang nilai

mengacu kepada minat, kesukaan, pilihan, tugas, kebutuhan, keamanan,

hasrat, keengganan, bahkan kewajiban agama. Nilai merupakan ukuran untuk

menentukan sesuatu itu baik atau buruk. Oleh karenanya nilai menjadi

pegangan hidup yang dijadikan landasan dalam melakukan sesuatu.

C. Pengertian Pendidikan

Istilah pendidikan adalah terjemahan dari bahasa Yunani, yaitu

Paedagogie. Paedagogie asal katanya adalah pais yang artinya “anak”, dan

again yang terjemahnya adalah “membimbing”. Dengan demikian maka

paedagogie berarti “bimbingan yang diberikan kepada anak”. Orang yang

memberikan bimbingan kepada anak disebut paedagog. Dalam

perkembangannya, istilah pendidikan atau paedagogie tersebut berarti

bimbingan atau pertolongan yang diberikan secara sengaja oleh orang dewasa

agar ia menjadi dewasa. Dalam perkembangan selanjutnya, pendidikan

berarti usaha yang dijalankan oleh seseorang atau kelompok orang untuk

mempengaruhi seseorang atau sekelompok orang lain agar menjadi dewasa

atau mencapai tingkat hidup dan penghidupan yang lebih tinggi dalam arti

mental (Sudirman, dkk, 1989: 4).

Dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional, tercantum pengertian pendidikan:

(35)

22

mengembangkan potensi dirinya sehingga memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan oleh dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara”.

Beberapa definisi pendidikan menurut beberapa ahli (Suwarno,

2006:20) adalah sebagai berikut:

1. George F. Kneller: pendidikan memiliki arti luas dan sempit.

Dalam arti luas, pendidikan diartikan sebagai tindakan atau

pengalaman yang memengaruhi perkembangan jiwa, watak

maupun kemauan fisik individu. Dalam arti sempit, pendidikan

adalah suatu mentransformasikan pengetahuan, nilai-nilai, dan

keterampilan dari generasi ke generasi yang dilakukan oleh

masyarakat melalui lembaga-lembaga pendidikan seperti sekolah,

pendidikan tinggi, atau lembaga-lembaga lain.

2. Jhon Dewey: pendidikan sebagai sebuah rekonstruksi atau

reorganisasi pengalaman agar lebih bermakna, sehingga

pengalaman tersebut dapat mengarahkan pengalaman yang akan

didapat berikutnya.

3. John S. Brubacher: pendidikan adalah proses pengembangan

potensi, kemampuan, dan kapasitas manusia yang mudah

dipengaruhi oleh kebiasaan, kemudian disempurnakan dengan

kebiasaan-kebiasaan yang baik. Didukung dengan alat (media)

yang disusun sedemikian rupa, sehingga pendidikan dapat

digunakan untuk menolong orang lain atau dirinya sendiri dalam

(36)

23

Selanjutnya menurut Ki Hajar Dewantara yang dikutip oleh Wiji

Suwarno (2006:21) menyatakan bahwa pendidikan merupakan tuntutan

bagi pertumbuhan anak-anak. Artinya, pendidikan menunutut segala

kekuatan kodrat yang ada pada diri anak-anak, agar mereka sebagai

manusia sekaligus sebagai anggota masyarakat dapat mencapai

keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya. Dari semua definisi

tersebut dapat diketahui bahwa pendidikan adalah merupakan usaha atau

proses yang dtujukan untuk membina kualitas sumber daya manusia

seutuhnya agar ia dapat melakukan perannya dalam kehidupan secara

fungsional dan optimal. Dengan demikian pendidikan pada intinya

menolong ditengah-tengah kehidupan mansuia. Pendidikan akan dapat

dirasakan manfaatnya bagi manusia.

D. Unsur-Unsur Pendidikan

Pendidikan sebagai suatu aktivitas dalam mengembangkan

kepribadian anak didik akan melibatkan beberapa unsur (Jumali, dkk,

2004: 35):

1. Tujuan Pendidikan

Tujuan pendidikan merupakan sesuatu yang ingin dicapai oleh

kegiatan pendidikan. Tujuan pendidikan menurut jenisnya, terbagi

dalam beberapa jenis, yaitu tujuan nasional, institusional, kurikuler,

dan instruksional.

Tujuan nasional adalah tujuan pendidikan yang ingin dicapai

(37)

24

ingin dicapai oleh suatu lembaga pendidikan; Tujuan kurikuler adalah

tujuan pendidikan yang ingin dicapai oleh suatu mata pelajaran

tertentu; dan tujuan instruksional adalah tujuan pendidikan yang ingin

dicapai oleh suatu pokok atau sub bab bahasan tertentu.

Sutari Imam Barnadib (1984: 50-51), dengan merangkum

pendapat Langeveld, membedakan enam tujuan pendidikan yaitu:

a. Tujuan Umum

Tujuan umum adalah tujuan yang akan dicapai di akhir

proses pendidikan, yaitu tercapainya kedewasaan jasmani dan

ruhani anak didik, maksud kedewasaan jasmani adalah jika

pertumbuhan jasmani sudah mencapai batas pertumbuhan

maksimal, maka pertumbuhan jasmani tidak akan berlangsung lagi.

Sedangkan maksud kedewasaan ruhani adalah peserta didik sudah

mampu menolong dirinya sendiri, mampu berdiri sendiri, dan

mampu bertanggung jawab atas semua perbuatannya.

b. Tujuan Khusus

Tujuan khusus adalah pengkhususan atas dasar usia, jenis

kelamin, sifat, bakat, intelegensi, lingkungan sosial-budaya,

tahap-tahap perkembangan, tuntutan syarat pekerjaan, dan lain

(38)

25 c. Tujuan Tidak Lengkap

Tujuan tidak lengkap adalah tujuan yang menyangkut

sebagian aspek manusia, misalnya aspek psikologis, biologis, dan

sosiologis saja.

d. Tujuan Sementara

Tujuan sementara adalah tujuan yang sifatnya sementara.

Ketika tujuan sementara berhasil dicapai, tujuan itu akan

ditinggalkan dan diganti dengan tujuan lain. Misalnya, orang tua

ingin anaknya berhenti merokok, dengan cara mengurangi uang

sakunya. Kalau tujuan tersebut sudah tercapai, lalu diganti dengan

tujuan lain misalnya agar tidak suka begadang.

e. Tujuan Intermediet

Tujuan intermediet adalah tujuan perantara bagi tujuan

lainnya yang pokok. Misalnya, anak dibiasakan menyapu halaman,

maksudnya agar ia kelak mempunyai rasa tanggung jawab.

f. Tujuan Insidental

Tujuan insidental adalah tujuan yang dicapai pada saat-saat

tertentu, yang sifatnya seketika dan spontan. Misalnya, orang tua

menegur anaknya supaya berbicara sopan.

2. Pendidik

Pendidik adalah orang yang dengan sengaja memengaruhi

(39)

26

Dengan kata lain, pendidik adalah orang yang lebih dewasa yang

mampu membawa peserta didik kearah kedewasaan.

Sedangkan secara akademis, pendidik adalah tenaga

kependidikan, yakni anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan

diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan yang

berkualifikasi sebagai pendidik, tutor, instruktur, fasilitator, dan

sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi

dalam menyelenggarakan pendidikan. Jadi, pendidik merupakan

tenaga professional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan

proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan

pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan

pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada

perguruan tinggi (Suwarno, 2006: 7). Artinya, pendidik harus memiliki

kualifikasi minimum dan sertifikasi sesuai dengan jenjang kewenangan

mengajar, sehat jasmani dan ruhani, serta memiliki kemampuan untuk

mewujudkan tujuan pendidikan nasional.

3. Peserta Didik

Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha

mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang

tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu.

Dasar hakiki diperlukannya pendidikan bagi peserta didik

adalah karena manusia merupakan makhluk susila yang dapat dibina

(40)

27

menurut sifatnya dapat dididik, karena mereka mempunyai bakat dan

disposisi-disposisi yang memungkinkan untuk diberi pendidikan,

diantaranya (Suwarno, 2006: 36):

a. Tubuh anak sebagai peserta didik selalu berkembang sehingga

semakin lama semakin dapat menjadi alat untuk menyatakan

kepribadiannya.

b. Anak dilahirkan dalam keadaan tidak berdaya. Keadaan ini

menyebabkan dia terikat kepada pertolongan orang dewasa yang

bertanggung jawab.

c. Anak membutuhkan pertolongan dan perlindungan serta

membutuhkan pendidikan.

d. Anak mempunyai daya eksplorasi. Anak mempunyai kekuatan

untuk menemukan hal-hal yang baru di dalam lingkungannya dan

menuntut kepada pendidik untuk diberi kesempatan.

Seorang pendidik memiliki kepentingan utuk mengetahui

usia perkembangan setiap peserta didik, sebab perkembangan

antara satu peserta didik dengan lainnya itu berbeda, dan itu

tergantung pada kondisi fisik dan lingkungan yang

mempengaruhinya.

4. Materi Pendidikan

Secara garis besar dapat dikemukakan bahwa materi

pendidikan (instructional material) adalah pengetahuan, keterampilan,

(41)

28

standar kompetensi yang ditetapkan. Materi menempati posisi yang

sangat penting dari keseluruhan kurikulum, yang harus dipersiapkan

agar pelaksanaan pembelajaran dapat mencapai sasaran. Sasaran

tersebut harus sesuai dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar

yang harus dicapai oleh peserta didik. Artinya, materi yang ditentukan

untuk kegiatan kegiatan pembelajaran hendaknya materi yang

benar-benar menunjang tercapainya standar kompetensi dan kompetensi

dasar, serta tercapainya indicator (Sudirman, dkk, 1989: 9).

Materi pendidikan dipilih seoptimal mungkin untuk membantu

peserta didik dalam mencapai standar kompetensi dan kompetensi

dasar. Hal-hal yang perlu diperhatikan berkenaan dengan pemilihan

materi pembelajaran adalah jenis, cakupan, urutan, dan perlakuan

(treatment) terhadap materi pembelajaran tersebut.

Adapun jenis-jenis materi pendidikan dapat diklasifikasi

sebagai berikut:

a. Fakta

Fakta adalah segala hal yang berwujud kenyataan dan

kebenaran, meliputi nama-nama objek, peristiwa sejarah, lambing,

nama suatu benda, nama orang, nama bagian atau komponen suatu

benda, dan sebagainya. Contoh: sejarah peristiwa proklamasi 17

agustus 1945

(42)

29

Konsep adalah segala yang berwujud pengertian-pengertian

baru yang bisa timbul sebagai hasil pemikiran, meliputi definisi,

pengertian, ciri khusus, hakikat, inti/isi dan sebagainya. Contoh:

Nilai adalah suatu hal atau sifat yang bermanfaat bagi manusia.

c. Prinsip

Prinsip adalah berupa hal-hal utama, pokok, dan memiliki

posisi terpenting, meliputi dalil, rumus, adagium, postulat,

paradigm, teorema, serta hubungan antar konsep yang

menggambarkan implikasi sebab akibat. Contoh: banyak sekali

terjadi penyimpangan norma dikarenakan kurangnya pengetahuan

manusia tentang pentingnya norma dalam kehidupan

bermasyarakat.

d. Prosedur

Prosedur merupakan langkah-langkah sistematis atau

berurutan dalam mengerjakan suatu aktivitas dan kronologi suatu

sitem. Contoh: praktik penelitian lapangan.

e. Sikap atau Nilai

Merupakan hasil belajar aspek sikap, misalnya nilai

kejujuran, kasih sayang, tolong menolong, semangat dan minat

belajar, dan bekerja. Contoh: aplikasi sosiologi dalam kehidupan

sehari-hari dalam bentuk sikap toleransi.

(43)

30

Untuk mencapai tujuan pendidikan memerlukan alat dan

metode. Istilah lain dari alat pendidikan yang dikenal hingga saat ini

adalah media pendidikan, audio visual, alat peraga, sarana dan

prasarana pendidikan dan sebagainya.

Definisi yang pernah dikemukakan tentang alat pendidikan

adalah sebagai berikut (Daradjat, dkk, 2011: 80):

a. Roestiyah Nk. Dkk.: ”Media pendidikan adalah alat, metode

dan teknik yang digunakan dalam rangka meningkatkan

efektivitas komunikasi dan interaksi edukatif antara guru dan

siswa dalam proses pendidikan dan pengajaran di sekolah.”

b. Vernon S. Gerlach dan Donald P. Ely : ”Media adalah sumber

belajar. Secara luas media dapat diartikan dengan manusia,

benda ataupun peristiwa yang membuat kondisi siswa mungkin

memperoleh pengetahuan, keterampilan atau sikap.”

Inti dari pendapat di atas adalah bahwa alat atau media

pendidikan meliputi segala sesuatu yang dapat membantu proses

pencapaian tujuan pendidikan. Oleh karena pendidikan mengutamakan

pengajaran ilmu dan pembentukan akhlak, maka alat untuk mencapai

ilmu adalah alat-alat pendidikan ilmu sedangkan alat untuk

pembentukan akhlak adalah pergaulan. Dalam pergaulan edukatif

pendidik dapat menyuruh dan melarang peserta didik mengerjakan

(44)

31

lakunya yang salah dan memberi hadiah sebagai pendorong untuk

berbuat yang lebih baik.

Selain pergaulan, masih banyak alat pendidikan yang dapat

digunakan untuk pendidikan disekolah. Misalnya:

a. Media tulis dan cetak.

b. Benda-benda alam seperti manusia, hewan, tumbuhan, zat-zat

dan sebagainya.

c. Gambar-gambar, lukisan, diagram, peta dan grafik. Alat ini

dapat dibuat dalam ukuran besar dan dapat pula dipakai dalam

buku-buku teks atau bahan bacaan lain.

d. Gambar yang dapat diproyeksi, baik dengan alat atau tanpa

suara seperti foto, slide, film, strip, televisi, video dan

sebagainya.

e. Audio recording (alat untuk didengar) seperti kaset tape, radio,

piringan hitam dan lain-lain yang semuanya diwarnai dengan

ajaran pendidikan.

Kemudian ada beberapa prinsip umum yang harus diperhatikan

di dalam penggunaan alat pendidikan agar dapat menjamin efektivitas

penggunaannya (Daradjat, dkk, 2011: 82), antara lain:

a. Pengguanaan setiap jenis harus dengan tujuan tertentu.

b. Alat harus digunakan untuk membantu menimbulkan

(45)

32

c. Alat tidak perlu digunakan bila murid sudah memiliki

pengalaman yang cukup untuk menanggapi dan

menginterpretasi materi pelajaran.

d. Alat harus digunakan bila alat itu merangsang timbulnya minat

perhatian baru dan memusatkan perhatian terhadap persoalan

yang dipecahkan.

e. Beberapa alat tertentu sangat berguna untuk membuat

ringkasan pelajaran dan memeberikan perspektif tentang

hubungan-hubungan tertentu dalam pelajaran.

f. Murid harus diajarkan cara menggunakan alat. Mereka harus

tau apa yang dicari dengan alat itu dan berusaha supaya dapat

menginterpretasikannya.

g. Setiap mengguanakan alat, harus dicek apakah tujuan yang

diharapkan tercapai dan memberikan koreksi terhadap

kesalahan tanggap yang terjadi.

Perkembangan teknologi yang cepat dewasa ini sangat

membantu menciptakan berbagai macam alat pendidikan mulai dari

alat yang sederhana sampai kepada yang kompleks.

6. Lingkungan Pendidikan

Dalam kegiatan pendidikan, terdapat adanya unsur pergaulan

dan unsur lingkungan yang keduanya tidak terpisahkan tetapi dapat

dibedakan. Dalam pergaulan tidak selalu berlangsung pendidikan

(46)

33

mendidik. Pergaulan merupakan unsur lingkungan yang turut serta

mendidik seseorang (Daradjat, dkk, 2011: 63). Pergaulan semacam itu

dapat terjadi dalam:

a. Hidup bersama orang tua, nenek, kakek, atau adik dan

saudara-saudara lainnya dalam keluarga.

b. Berkumpul dengan teman-teman sebaya.

c. Bertempat tinggal dalam suatu lingkungan di kota, di desa atau

diamana saja.

Dalam arti luas lingkungan mencakup iklim dan geografis,

tempat tinggal, adat istiadat, pengetahuan, pendidikan dan alam.

Dengan kata lain lingkungan ialah segala sesuatu yang tampak dan

terdapat dalam kehidupan yang senantiasa berkembang. Sejauh

manakah seseorang berhubungan dengan lingkungannya, sejauh itu

pula terbuka peluang masuknya pengaruh pendidikan kepadanya.

Tetapi keadaan-keadaan itu tidak selamanya bernilai pendidikan

(Daradjat, dkk, 2011: 64), artinya mempunyai nilai positif bagi

perkembangan seseorang, karena bisa saja malah merusak

perkembangannya.

E. Ruang Lingkup Pendidikan

Dalam Ketetapan MPR No. II/MPR/1988, tentang GBHN

dinyatakan: Pendidikan berlangsung seumur hidup dan dilaksanakan di

dalam lingkungan rumah tangga, sekolah dan masyarakat. Karena itu

(47)

34

dan pemerintah. Dari sini dijelaskan bidang atau ruang lingkup pendidikan

yang meliputi pendidikan formal, pendidikan informal dan pendidikan

nonformal.

1. Pendidikan Formal

Dalam perkataan formal terdapat kata form atau bentuk.

Pendidikan formal ialah pendidikan yang mempunyai bentuk

atau organisasi tertentu, seperti terdapat di sekolah atau

universitas (Tim Pengembangan MKDK, 1991:8). Adanya

organisasi yang ketat dan nyata dari berbagai hal. Diantaranya

sebagai berikut:

a. Adanya Perjenjangan.

Terdapat jenjang tertentu dalam tingkat persekolahan,

dari taman kanak-kanak, sekolah dasar, sekolah

menengah pertama, sekolah menengah atas sampai

perguruan tinggi.

b. Program atau bahan pelajaran untuk tiap jenis sekolah,

bahkan tiap kelas sudah diatur secara formal.

Kurikulum bersifat resmi dan seragam bagi sekolah

yang sama. Sekolah swasta mempunyai kurikulum yang

formal dan banyak yang mengikuti apa yang telah

ditetapkan oleh pemerintah. Jenis mata pelajaran dan

jumlah jam untuk tiap mata pelajaran telah ditetapkan

(48)

35

c. Cara atau metode mengajar di sekolah juga formal,

yaitu mengikuti pola tertentu. Mengajar harus

mengikuti asas-asas didaktik dan menggunakan

medologi pengajaran tertentu. Secara formal ditentukan

bahwa tiap guru harus mengikuti suatu jadwal

pelajaran, membuat persiapan untuk tiap mata

pelajaran, tiap akhir catur wulan atau akhir semester

membuat laporan hasil pelajaran untuk tiap anak. Untuk

mengawasi usaha pendidikan dan pengajaran di

sekolah, diadakan badan tertentu pada tingkat

kecamatan, kabupaten atau kotamadya, propinsi atau

nasional.

d. Penerimaan Murid.

Anak-anak yang diterima di sekolah harus memenuhi

syarat-syarat tertentu. Untuk memasuki tingkat

pendidikan yang lebih tinggi tambah lagi syarat-syarat

lain seperti harus memiliki ijazah, lulus tes masuk,

memperlihatkan raport sekolah yang telah ditempuh,

dan macam-macam syarat formal lainnya.

2. Pendidikan Non Formal

Pendidikan non formal meliputi berbagai usaha khusus

yang diselenggarakan secara terorganisasi agar terutama

(49)

36

sepenuhnya atau sama sekali tidak berkesempatan mengikuti

pendidikan sekolah dapat memiliki pengetahuan praktis dan

keterampilan dasar yang mereka perlukan sebagai warga

masyarakat yang produktif (Tim Pengembangan MKDK,

1991:10). Dengan demikian makna dan peranan pendidikan

non formal tidak kalah pentingnya bila dibandingkan dengan

pendidikan formal. Usaha pendidikan non formal dapat

diselenggarakan oleh pemerintah maupun swasta dan

masyarakat di sekolah dan di luar gedung sekolah, misalnya:

dapat dilakukan oleh RT, RW, perusahaan, lembaga sosial dan

keagamaan, LKMD, pramuka, organisasi pramuka,

perkumpulan olah raga dan sebagainya.

3. Pendidikan Informal

Pendidikan informal ialah pendidikan yang diperoleh

sesorang di rumah dalam lingkungan keluarga. Pendidikan ini

berlangsung tanpa organisasi, yakni tanpa orang tertentu yang

dinagkat atau ditunjuk sebagai pendidik, tanpa suatu program

yang harus diselesaikan dalam jangka waktu tertentu, tanpa

evaluasi yang formal berbentuk ujian. Namun demikian

pendidikan informal ini sangat penting bagi pembentukan

pribadi seseorang. Pengaruh orang tua, orang-orang lain yang

ditemui anak dalam pergaulan sehari-hari dapat menentukan

(50)

37

hidupnya. Pendidikan serupa ini tidak mengenal batas waktu

dan berlangsung sejak anak lahir hingga akhir hidupnya.

Apakah anak kelak menjadi anak yang bertanggungjawab atau

tidak, berani mempertahankan kebenaran, patuh akan

peraturan, berpegang teguh pada janjinya, sebagian besar

ditentukan oleh pendidikan informal ini (Tim Pengembangan

MKDK, 1991:7).

F. Tri Pusat Pendidikan

Sesuai dengan namanya tri pusat pendidikan, berarti tiga pusat

yang bertanggung jawab atas terselenggarannya pendidikan, diantaranya

adalah (Ihsan, 1997:77):

1. Keluarga

Keluarga merupakan pengelompokan primer sejumlah kecil

orang karena hubungan semenda dan sedarah. Perkembangan

kebudayaan dan aspirasi individu maupun masyarakat menyebabkan

peran keluarga terhadap anak-anaknya mengalami perubahan.

Fungsi dan peranan keluarga (di samping pemerintah dan

masyarakat) dalam SISDIKNAS Indonesia tidak terbatas hanya pada

pendidikan keluarga saja, tetapi keluarga juga ikut serta bertanggung

jawab terhadap pendidikan lainnya. Keikutsertaan keluarga itu

meliputi tahap perencanaan pemantauan dalam pelaksanaan, maupun

dalam evaluasi dan perkembangan.

(51)

38

Di antara tri pusat pendidikan, sekolah merupakan sarana yang

sengaja dirancang untuk melaksanakan pendidikan. Sekolah

seharusnya menjadi menjadi pusat pendidikan untuk menyiapkan

manusia sebagai individu warga masyarakat, warga negara dan warga

dunia pada masa depan. Sekolah sebagai pusat pendidikan adalah

sekolah yang mencerminkan masyarakat yang maju karena

pemanfaatan secara optimal ilmu pengtahuan dan teknologi.

Suatu alternatif yang mungkin dilakukan sesuai dengan situasi

dan kondisi sekolah antara lain:

a. Pengajaran yang mendidik.

b. Peningkatan dan pemantapan pelaksanaan program bimbingan

dan penyuluhan.

c. Pengembang perpustakaan sekolah menjadi suatu pusat sumber

belajar (PSB).

d. Peningkatan dan pemantapan program pengelolaan sekolah,

khususnya yang terkait dengan peserta didik.

3. Masyarakat.

Kaitan masyarakat dan pendidikan dapat ditinjau dari 3 segi,

yakni sebagai berikut:

a. Masyarakat sebagai penyelenggara pendidikan.

b. Lembaga-lembaga kemasyarakatan dan atau kelompok sosial

dalam masyarakat, baik langsung maupun tidak, ikut mempunyai

(52)

39

c. Dalam masyarakat tersedia berbagai sumber belajar.

Fungsi masyarakat sebagai pusat pendidikan sangat tergantung

pada taraf perkembangan dari masyarakat beserta sumber-sumber

belajar yang tersedia di dalamnya. Media massa merupakan salah satu

faktor dalam lingkungan masyarakat yang makin penting peranannya.

Pada umumnya media massa mempunyai 3 fungsi yakni informasi,

edukasi, dan rekreasi. Media massa juga memiliki 3 macam pengaruh

yakni pengaruh sosialisasi dalam arti luas, pengaruh khusus dalam

jangka pendek dan memberikan pendidikan dalam pengertian yanag

lebih formal.

G. Pengertian Akhlak

Ada dua pendekatan yang dapat digunakan untuk mendefinisikan

akhlak, yaitu pendekatan linguistik (kebahasaan) dan pendekatan

terminologik (peristilahan).

Kata Akhlak terbentuk dari kata “khalaqa” dan jamaknya adalah

“Khuluq” yang atinya menciptakan. Kemudian akhlak juga dapat diartikan

sebagai sifat jiwa yang melekat dalam diri seseorang sesuai dengan asal

mula diciptakannya.

Menurut Jamil Shaliba sebagaimana dikutip oleh Abudin Nata

(2006:1), dari sudut kebahasaan, akhlak berasal dari isim mashdar (bentuk

infinitive) dari kata “akhlaqa, yukhliqu, ikhlaqan”, sesuai dengan

timbangan atau (wazan) tsulasi mazid, “af’ala, yuf’ilu, if’alan” yang

(53)

40

al-‘adat (kebiasaan, kelaziman), al-maru’ah (peradaban yang baik), dan

al-din (agama).

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kata akhlak diartikan

sebagai budi pekerti atau kelakuan. Kata akhlak walaupun terambil dari

bahasa arab (yang diartikan tabiat, perangai, kebiasaan, bahkan agama),

namun kata seperti itu tidak ditemukan dalam al-Qur’an. Yang ditemukan

hanyalah bentuk tunggal kata tersebut yaitu khuluq yang tercantum dalam

Al-Qur’an surat Al-Qalam ayat 4. Ayat tersebut konsiderans pengangkatan

Nabi Muhammad SAW sebagai Rasul. (Shihab, 1997:253).

Kata Akhlak juga banyak ditemukan di dalam hadits-hadits Nabi

SAW, dan salah satunya yang paling popular adalah:

َﻼْﺧﻷا مِرﺎَﻜَﻣ َﻢﱢﻤَﺗُ ِﻷ ُﺖْﺜِﻌُﺑ ﺎَﻤﱠﻧِا

ِق

)

ﻚﻟﺎﻣ هاور

(

Artinya: Aku hanya diutus untuk menyempurnakan akhlak yang

mulia. (HR. Malik).

Untuk menjelaskan pengertian akhlak dari segi istilah kita dapat

merujuk kepada berbagai pendapat para pakar di bidang ini. Diantaranya

adalah (Mahmud, 2004:28):

1. Imam Abu Hamid Al-Ghazali

Akhlak merupakan suatu sifat yang terpatri dalam jiwa,

yang darinya terlahir perbuatan-perbuatan dengan mudah tanpa

pemikiran dan merenung terlebih dahulu. Jika sifat yang

tertanam itu darinya terlahir perbuatan-perbuatan baik dan

(54)

41

dinamakan akhlak yang baik. Sedangkan jika yang terlahir

adalah perbuatan-perbuatan buruk, maka sifat tersebut

dinamakan akhlak yang buruk.

2. Muhammad bin Ali Asy-Syarif Al-Jurnaji

Mendefinisikan akhlak dalam bukunya, At-Ta’rifat sebagai

berikut: Akhlak adalah istilah bagi sesuatu sifat yang tertanam

kuat dalam diri, yang darinya terlahir perbuatan-perbuatan

dengan mudah dan ringan, contohnya jika seseorang yang

mengeluarkan derma dengan jarang-jarang atau kadang saja,

maka akhlaknya tidak dinamakan sebagai seorang dermawan

selama sifat tersebut tak tertanam kuat dalam dirinya.

3. Ahmad bin Musthafa

Akhlak adalah ilmu yang darinya dapat diketahui

jenis-jenis keutamaan. Dan keutamaan itu adalah terwujudnya

keseimbangan antara tiga kekuatan, yaitu: kekuatan berpikir,

kekuatan marah, kekuatan syahwat.

4. Muhammad bin Ali al-Faruqi At-Tahanawi

Akhlak adalah keseluruhannya kebiasaan, sifat alami,

agama, dan harga diri.

Dengan demikian, ukuran akhlak yang baik adalah jika ia

sesuai dengan syariat Allah, berhak mendapatkan ridhaNya, dan

(55)

42

pribadi, keluarga, dan masyarakat, sehingga di dalamnya terdapat

kebaikan dunia akhirat.

H. Fungsi dan Manfaat Ilmu Akhlak

Berdasarkan definisi akhlak yang telah dijelaskan, maka dapat

dipahami bahwa faedah mempelajari ilmu akhlak itu adalah sangat penting

dan mendasar, di antara urgensinya Ahmad Amin, sebagaimana dikutip

Zahrudin (2004:16) menjelaskan bahwa:

1. Ilmu akhlak dapat menyinari orang dalam memecahkan

kesulitan-kesulitan rutin yang dihadapi manusia dalam hidup sehari-hari

yang berkaitan dengan perilaku.

2. Dapat menjelaskan kepada orang sebab atau illat untuk memilih

perbuatan yang baik dan lebih bermanfaat.

3. Dapat membendung dan mencegah kita secara kontinyu untuk

tidak terperangkap kepada keinginan-keinginan nafsu, bahkan

mengarahkannya kepada hal yang positif dengan menguatkan

unsur iradah.

4. Manusia atau orang banyak mengerti benar-benar akan

sebab-sebab melakukan atau tidak akan melakukan suatu perbuatan, di

mana dia akan memilih pekerjaan atau perbuatan yang nilai

kebaikannya lebih besar.

5. Mengerti perbuatan baik akan menolong untuk menuju dan

menghadapi perbuatan itu dengan penuh minat dan kemauan.

(56)

43

perilaku orang banyak dan tidak akan mengikuti sesuatu tanpa

pertimbangan yang matang lebih dahulu.

I. Objek Pembahasan Akhlak

Akhlak dalam ajaran agama tidak dapat disamakan dengan etika,

jika etika dibatasi pada sopan santun antar sesama manusia, serta hanya

berkaitan dengan tingkah laku lahiriah. Akhlak lebih luas maknanya dari

pada yang telah dikemukakan terdahulu serta mencakup pula beberapa hal

yang tidak merupakan sifat lahiriah. Misalnya yang berkaitan dengan sikap

batin maupun pikiran. Akhlak diniyah (agama) mencakup berbagai aspek,

dimulai dari akhlak terhadap Allah, hingga sesama makhluk (manusia,

binatang, tumbuh-tumbuhan, dan benda-benda tak bernyawa) (Shihab,

1997:261).

Berikut upaya pemaparan sekilas beberapa sasaran akhlak

islamiyah (Shihab, 1997:261):

1. Akhlak Terhadap Allah

Titik tolak akhlak terhadap Allah adalah pengakuan dan

kesadaran bahwa tiada Tuhan melainkan Allah. Dia memiliki

sifat-sifat terpuji; demikian agung sifat-sifat itu, yang jangankan manusia,

malaikat pun tidak akan mampu menjangkau hakikat-Nya. Oleh

karena itu para malaikat senantiasa memuji-Nya.

Teramati bahwa semua makhluk selalu menyertakan pujian

mereka kepada Allah dengan menyucikan-Nya dari segala

(57)

44

dan benar betapa kesempurnaan dan keterpujian Allah SWT. Itu

sebabnya mereka sebelum memujinya bertasbih terlebih dahulu

dalam arti menyucikannya. Jangan sampai pujian yang mereka

sampaikan tidak sesuai dengan kebesaran-Nya. Bertolak dari

kesempurnaan-Nya tidak heran kalau al-Qur’an memerintahkan

manusia untuk berserah diri kepada-Nya, karena segala yang

bersumber dari-Nya adalah baik, benar, indah, dan sempurna.

2. Akhlak Terhadap Sesama Manusia

Banyak sekali rincian yang dikemukakan al-Quran

berkaitan dengan perlakuan terhadap sesama manusia. Petunjuk

dalam hal ini bukan hanya dalam bentuk larangan melakukan

hal-hal negatif seperti membunuh, menyakiti badan, atau mengambil

harta tanpa alasan yang benar, melainkan juga sampai pada

menyakiti hati dengan jalan menceritakan aib seseorang di

belakangnya, tidak peduli aib itu benar atau salah. Walaupun

sambil memberikan materi kepada yang disakiti hatinya itu.

Setiap ucapan haruslah ucapan yang baik. Bahkan lebih

tepat jika kita berbicara sesuai dengan keadaan dan kedudukan

mitra bicara, serta harus berisi perkataan yang benar. Tidak wajar

seseorang mengucilkan seseorang atau kelompok lain, tidak wajar

pula berprasangka buruk tanpa alasan, atau menceritakan

keburukan seseorang, dan menyapa atau memanggilnya dengan

(58)

45

ٗ ۡ ُ ِس ِ ْا ُ ُ َو

….

Artinya: “...serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia....”. (QS. Al-Baqarah: 83)

Yang melakukan kesalahan hendaknya dimaafkan.

Pemaafan ini hendaknya disertai kesadaran bahwa yang

memaafkan berpotensi pula melakukan kesalahan.

Di dunia barat, sering dinyatakan, bahwa “Anda boleh

melakukan perbuatan apa pun selama tidak bertentangan dengan

hak orang lain”, tetapi dalam al-Qur’an ditemukan anjuran, “Anda

hendaknya mendahulukan kepentingan orang lain dari pada

kepentingan anda sendiri.” Seperti firman Allah swt.:

ۚٞ َ َ َ ۡ ِ ِ َن

َ ۡ َ َو ۡ ِ ِ ُ َأ َ َ َنوُ ِ ۡ ُ َو

….

Artinya: “...dan mereka mengutamakan orang lain atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan….”. (QS. Al-Hasyr : 9)

Jika ada orang yang digelari gentleman -yakni yang

memiliki harga diri, berucap benar, dan bersikap lemah lembut

(terutama kepada wanita) seorang muslim yang mengikuti

petunjuk-petunjuk akhlak al-Qur’an tidak hanya pantas bergelar

demikian, melainkan lebih dari itu, dan orang demikian dalam

bahasa al-Qur’an disebut al-muhsin.

3. Akhlak Terhadap Lingkungan

Yang dimaksud lingkungan di sini adalah segala sesuatu

Referensi

Dokumen terkait

Kesimpulan yang dapat diambil dalam penelitian ini adalah: (1) Nilai pendidikan akhlak terhadap Allah, yaitu: beribadah kepada Allah (shalat dan puasa),

untuk mengidentifikasi nilai Pendidikan Akhlak apa saja yang ada dalam novel Negeri 5 Menara , terutama terkait dengan akhlak terhadap Allah dan akhlak terhadap manusia.. Adapun

Nilai-nilai pendidikan akhlak yang terkandung dalam novel Pukat, Serial Anak-Anak Mamak karya Darwis Tere Liye meliputi akhlak terhadap Allah SWT dan Rasul-Nya, akhlak

Bab IV Analisis Data: Dalam bab ini akan disajikan analisis mengenai: Nilai-nilai Pendidikan Akhlak dalam novel Pertemuan Dua Hati yang meliputi, Akhlak manusia

Hasil penelitian menunjukkan bahwa, pertama: Nilai-nilai pendidikan akhlak yang terdapat dalam buku novel Gadis Kecil di Tepi Gaza yaitu: Akhlak terhadap Allah

Temuan penelitian ini, menunjukkan bahwa nilai-nilai pendidikan akhlak yang ada dalam kitab Minhajul Muslim karya Abu Bakar Jabir Al-Jazairi sangat relevan apa

Kesimpulan yang dapat diambil dalam penelitian ini adalah: (1) Nilai pendidikan akhlak terhadap Allah, yaitu: beribadah kepada Allah (shalat dan puasa),

Pendidikan Karakter Kebangsaan dalam Syiir Ngudi Susilo Syiir Mitra Sejati Karya KH.. Bisri Musthofa