NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK
DALAM KITAB SYI’IR NGUDI SUSILO
KARYA KH. BISRI MUSTHOFA
SKRIPSI
Disusun Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Oleh :
MOHAMAD KHAMIM JAZULI NIM: 111-12-182
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SALATIGA
vi
MOTTO
JER BASUKI MOWO BEYO
“Setiap cita-cita, keinginan, dan kebahagiaan pasti
vii
PERSEMBAHAN
Alhamdulillahirobbil’alamin dengan rahmat dan hidayah Allah SWT
skripsi ini telah selesai. Skripsi ini penulis persembahkan kepada:
1. Ibu Muchoyaroh dan Bapak Mas’udi yang senantiasa memberikan nasehat dan
telah mendidikku dari kecil sampai menikmati kuliah S1 di IAIN Salatiga ini,
serta tidak lelah mendoakan tanpa henti untuk menjadi pribadi yang bermanfaat
untuk sesama.
2. Adik-adiku tersayang Nafi’il Ikhsan dan Nailal Izzah yang selalu memberikan
semangat untuk terus menjadi pribadi yang tangguh.
3. Bapak K. Asyiq Ma’ruf selaku pengasuh pondok pesantren al-Ishlah yang saya
hormati dan selalu saya harapkan ridho dan berkah ilmunya.
4. Seseorang yang mendo’akan saya dari jauh, memberikan semangat, motivasi
yang tiada henti.
5. Agus, Maemun, Ni’am, Muntaha, Bima, Kang Amin, Miftah, Kang Zaenuddin
dan seluruh sahabatku PP al-Ishlah dan keluarga besar MA al-Khidmah
Salatiga yang selalu menemani dalam setiap langkah.
6. Keluarga besar ar-Roudloh Salatiga, Hadroh JQH al-Furqon IAIN Salatiga,
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan banyak rahmat dan hidayah-Nya, sehingga bisa menikmati indahnya
Islam di dunia ini. Sholawat serta salam selalu tercurahkan pada junjungan Nabi
Agung Muhammad SAW yang telah membimbing manusia dari zaman kegelapan
hingga zaman yang terang benderang dan yang selalu dinantikan syafaatnya di
hari kiamat kelak. Segala syukur penulis panjatkan sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas akhir skripsi dengan judul “NILAI-NILAI PENDIDIKAN
AKHLAK DALAM KITAB SYI’IR NGUDI SUSILO KARYA KH. BISRI MUSTHOFA”
Skripsi ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar S1 Fakultas
Tarbiyah dan Ilmu Keguruan, Jurusan Pendidikan Agama Islam Institut Agama
Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Dalam penyusunan skripsi ini penulis menyadari
bahwa masih banyak sekali kekurangan di dalamnya. Penulis menyadari bahwa
tanpa bantuan dari berbagai pihak penulis tidak akan bisa menyelesaikan skripsi
ini dengan lancar. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin
mengucapkan terimakasih kepada:
1. Bapak Dr. H. Rahmat Haryadi, M.Pd. selaku Rektor IAIN Salatiga
2. Bapak Suwardi, M.Pd. selaku dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
3. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag. selaku ketua jurusan Pendidikan Agama Islam
4. Bapak Drs. Juz’an, M.Hum. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah
mencurahkan pikiran, tenaga, dan pengorbanan waktunya dalam upaya
ix
5. Bapak Yedi Efriadi, M.Ag. selaku pembimbing akademik.
6. Seluruh dosen dan karyawan IAIN Salatiga yang telah banyak membantu
selama kuliah hingga menyelesaikan skripsi ini.
7. KH. Bisri Musthofa,yang telah menciptakan kitab yang sarat denan nilai-nilai
pendidikan sehingga menjadi inspirasi penulis untuk melakukan tinjauan dan
pendalaman.
8. Bapak, Ibu, keluarga, dan seluruh pihak yang selalu mendorong dan
memberikan motivasi dalam menyelesaikan kuliah di IAIN Salatiga.
9. Keluarga besar PAI E 2012 IAIN Salatiga, Keluarga PPL SMP Negeri 1
Tengaran dan Kelompok KKN posko 28 yang telah memberikanku
pengalaman hidup yang luar biasa.
Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis
khususnya dan bagi semua orang pada umumnya. Saran dan kritik yang
membangun sangat diperlukan dalam kesempurnaan skripsi ini.
Salatiga, 13 Maret 2017 Penulis
x ABSTRAK
Jazuli, Mohamad Khamim. 2017. “Nilai-nilai Pendidikan Akhlak Dalam Kitab Syi’ir Ngudi Susilo Karya KH. Bisri Musthofa” Pembimbing: Drs. Juz’an, M.Hum.
Kata kunci: Pendidikan, Akhlak, Syi’ir
Islam merupakan agama yang memiliki misi pada pembentukan akhlak yang baik pada manusia. Karena akhlak mempunyai kedudukan yang sangat tinggi dalam kehidupan manusia. Lalu bagaimana cara membentuk akhlak yang baik? Tentunya melalui pendidikan. Pendidikan mampu digunakan sebagai benteng dari serangan kemerosotan moral, karena pendidikan juga mampu membangun generasi baru bangsa yang lebih baik dalam berbagai aspek yang dapat memperkecil dan mengurangi penyebab berbagai masalah budaya dan karakter bangsa. Tantangan pendidikan dewasa ini untuk membangun generasi yang berkualitas dan tangguh semakin berat. Pendidikan tidak cukup hanya berhenti pada memberikan pengetahuan yang paling mutakhir, namun juga harus mampu membentuk dan membangun sistem keyakinan, etika, nilai dan karakter yang kuat. Ada banyak cara dalam menyampaikan pendidikan, terutama pendidikan akhlak. Salah satunya yang dilakukan KH. Bisri Mustofa. Beliau menyampaikan memalui karya sastranya. Dengan melihat latar belakang di atas maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah apa kadungan kitab syi’ir Ngudi Susilo karya KH. Bisri Msthofa, apa nilai-nilai pendidikan akhlak yang terdapat dalam kitab sy’ir Ngudi Susilo karya KH. Bisri Musthofa, dan bagaimana relevansinya terhadap dunia pedidikan.
Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (library research), sedangkan dalam pengumpulan datanya menggunakan metode dokumenter, analisis data yang digunakan dalam skripsi ini adalah hermeneutik dan analisis ini
(content analysis).
Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah: (1) kandungan kitab syi’ir
Ngudi Susilo berisi tentang petuah dan nasehat yang sarat dengan nilai-nilai akhlak, terdiri dari 9 bab yang kesemuanya hampir terjadi dalam kehidupan manusia sehari-hari, mulai dari aspek diri sendiri sampai bangsa dan negaranya. (2) nilai-nilai pendidikan akhlak yang terdapat dalam kitab syi’ir Ngudi Susilo
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN BERLOGO ... ii
HALAMAN NOTA PEMBIMBING ... iii
HALAMAN PENGESAHAN ... iv
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... v
MOTTO ... vi
PERSEMBAHAN... vii
KATA PENGANTAR ... viii
ABSTRAK ... x
DAFTAR ISI ... xi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 5
C. Tujuan Penelitian ... 5
D. Kegunaan Penelitian ... 6
E. Metode Penelitiann ... 7
F. Penegasan Istilah ... 11
G. Sistematika Penulisan ... 14
BAB II LANDASAN TEORI ... 17
A. Pengertian Syi’ir ... 17
B. Pengertian Nilai ... 19
C. Pengertian Pendidikan ... 21
xii
E. Ruang Lingkup Pendidikan ... 33
F. Tri Pusat Pendidikan ... 37
G. Pengertian Akhlak ... 39
H. Fungsi dan Manfaat Ilmu Akhlak ... 42
I. Objek Pembahasan Akhlak ... 43
J. Metode Pendidikan Akhlak ... 47
BAB III GAMBARAN UMUM KITAB SYI’IR NGUDI SUSILO ... 52
A. Biografi KH. Bisri Musthofa ... 52
B. Karya-Karya KH. Bisri Musthofa ... 59
C. Tipologi dan Gambaran Umum Kitab Syi’ir Ngudi Susilo ... 61
BAB IV ANALISIS DATA ... 74
A. Nilai-nilai Pendidikan Akhlak dalam Kitab Syi’ir Ngudi Susilo .. 74
1. Tujuan Pendidikan ... 74
2. Pendidik ... 75
3. Peserta Didik ... 76
4. Materi Pendidikan ... 77
a. Akhlak Terhadap Allah Swt ... 77
b. Akhlak Terhadap Diri Sendiri ... 80
c. Akhlak Terhadap Orang Tua ... 93
d. Akhlak Terhadap Guru ... 96
e. Akhlak Terhadap Bangsa dan Negara ... 97
f. Akhlak Terhadap Lingkungan ... 99
xiii
6. Lingkungan Pendidikan ... 100
B. Relevansi Nilai-nilai Pendidikan Akhlak dalam Kitab Syi’ir Ngudi Susilo Terhadap Dunia Pendidikan Saat Ini ... .101
BAB V PENUTUP ... .105
A. Kesimpulan ... .105
B. Saran ... .107
DAFTAR PUSTAKA ... .108
RIWAYAT HIDUP PENULIS... .111
1 BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ajaran islam yang dibawa oleh Rasulullah setelah diwahyukan oleh
Allah swt telah memberikan perubahan yang luar biasa terhadap kehidupan
manusia pada masa Rasulullah hingga masa kini. Termasuk di antaranya
perubahan dalam bidang akhlak dan karakter manusia. Dimana pada masa
Rasulullah manusia memiliki akhlak yang tidak baik akan tetapi setelah islam
datang terdapat perubahan akhlak menjadi lebih baik (Makbuloh, 2011:140).
Hal ini tidak lepas dari sosok pribadi Rasulullah SAW yang terdapat dalam
firman Allah:
…
ٖ ِ َ ٍ
ُ ُ َٰ َ َ َ
Artinya:”Sesungguhnya pada diri engkau (Muhammad) benar-benar terdapat akhlak/budi pekerti (karakter) yang baik.” (QS. al-Qolam: 4)
Dari landasan tersebut jelas bahwa islam merupakan agama yang
membawa misi pada pembentukan akhlak yang baik pada umat manusia.
Karena akhlak mempunyai kedudukan yang sangat tinggi dalam kehidupan
manusia (Taufiq dkk, 2011:29). Terdapat tembang mijil yang dikarang oleh
Paku Buwana IV yang isinya:
Dedalane guno lawan sekti Kudu andap asor
2
Ana catur mungkur
Tembang atau nyanyian tersebut dapat diterjemahkan bahwa
“Sarana atau jalan untuk menacapai kelebihan atau keunggulan itu harus
memiliki budi pekerti yang baik, bertata karma, dan sopan satun. Seseorang
yang berani mengalah itu akhirnya akan berhasil dikemudian hari
tundukkanlah kepalamu jika dinasihati. Jika ada yang mengajak kamu
berkelahi menyingkirlah atau hindarilah! Jika kamu diumpat, jangan
diperhatikan, tinggalkan saja.” (Hidayatullah, 2010:2).
Telah jelas bahwasanya akhlak benar-benar mempunyai kedudukan
yang tinggi dalam kehidupan manusia. Maka dari itu, pendidikan nilai harus
sedini mungkin ditanamkan guna untuk menghindari segala sesuatu yang
dapat menjadikan merosotnya akhlak manusia. Akan tetapi, sejalan dengan
makin berkembangnya laju globalisasi dari pembangunan dan ilmu
pengetahuan serta arus reformasi yang semakin melaju deras, penanaman
nilai ini dirasa amat sangat penting dan benar-benar dibutuhkan guna
mengendalikan manusia dalam menghadapi laju
perkembangan-perkembangan tersebut.
Namun di sisi lain, banyak sekali gejala penyimpangan nilai, baik
yang dilakukan oleh kaum muda, maupun oleh orang tua, mereka semua
seakan – akan mengabaikan moral dan tata krama yang dibutuhkan dalam
pergaulan dengan masyarakat sekitar dan masyarakat luar. Di era reformasi
ini, atau dalam abad ke-21 ini orang-orang semakin menganggap bahwa
3
banyak terjadi penyimpangan moral, khususnya penyimpangan moral yang
berujung perkelahian, pemerkosan, perampokan, dan lain – lain.
Dalam rangka mencegah penyimpangan tersebut, solusi yang
paling tepat adalah dengan pendidikan. Pendidikan mampu digunakan sebagai
benteng dari serangan kemerosotan moral, karena pendidikan juga mampu
membangun generasi baru bangsa yang lebih baik dalam berbagai aspek yang
dapat memperkecil dan mengurangi penyebab berbagai masalah budaya dan
karakter bangsa. Memang tidak dapat dipungkiri kalau kesuksesan dalam
sebuah pendidikan membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Akan tetapi,
hasil dari kesuksesan tersebut tentunya akan bertahan lama bahkan mengakar
pada pribadi seseorang.
Tantangan pendidikan dewasa ini untuk membangun generasi yang
berkualitas dan tangguh semakin berat. Pendidikan tidak cukup hanya
berhenti pada memberikan pengetahuan yang paling mutakhir, namun juga
harus mampu membentuk dan membangun sistem keyakinan, etika, nilai dan
karakter yang kuat (Hidayatullah, 2010:22). Harapanya dengan pendidikan
semua permasalahan kemerosotan moral bisa teratasi. Namun, semua itu tidak
semudah membalikkan telapak tangan, karenanya harus ada komitmen yang
kuat dari berbagai lapisan masyarakat.
Salah satu orang dari berbagai lapisan masyarakat di Indonesia ini
yang begitu peduli terhadap kemerosotan moral bangsa adalah K.H. Bisri
Musthofa. Beliau adalah seorang Kyai yang berkharisma tinggi. Banyak
4
dalam bidang akhlak. Kitab dalam bidang akhlak yang beliau tulis salah
satunya adalah Kitab Syi’ir Ngudi Susilo:Suko Pitedah Kanthi Terwilo. Kitab
ini ditulis dengan tulisan arab jawa pegon yang di dalamnya sarat dengan
dunia pendidikan. Terdapat pesan dan nasihat yang sangat berguna bagi dunia
pendidikan saat ini, khususnya dalam membentuk dan membangun moral
bangsa.
Dari uraian di atas, penulis ingin lebih jauh mengkaji tentang nilai
pendidikan akhlak pemikiran KH. Bisri Musthofa melalui sebagian karyanya
yaitu kitab Ngudi Susilo yang di dalamnya terdapat beberapa uraian tentang
pendidikan akhlak. Untuk itu, penulis mencoba untuk menyusun sebuah
skripsi yang berjudul: NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM KITAB
SYI’IR NGUDI SUSILO KARYA KH. BISRI MUSTHOFA, dengan harapan
semoga dapat memberikan konstribusi dan manfaat terutama bagi penulis dan
5 B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Apa kandungan Kitab Syi’ir Ngudi Susilo karya KH. Bisri Musthofa?
2. Apa nilai-nilai pendidikan akhlak yang terdapat dalam Kitab Syi’ir
Ngudi Susilo karya KH. Bisri Musthofa?
3. Bagaimana relevansi nilai-nilai pendidikan akhlak dalam Kitab Syi’ir
Ngudi Susilo terhadap dunia pendidikan?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitan adalah susunan apa yang ingin diketahui atau
ditentukan atau dikemukakan dalam melaksanakan penelitian dengan kata
lain apa yang akan dilakukan dalam penelitian sehingga akan jelas apa
yang akan dihasilkan.
Berpijak dari permasalahan tersebut di atas, maka tujuan yang
hendak dicapai dalam penulisan skripsi ini adalah:
1. Mengetahui kandungan Kitab Syi’ir Ngudi Susilo karya KH. Bisri
Musthofa.
2. Mengetahui Nilai-nilai pendidikan akhlak yang terdapat dalam
Kitab Syi’ir Ngudi Susilo karya KH. Bisri Musthofa.
3. Mengetahui relevansi nilai-nilai pendidikan akhlak dalam Kitab
6 D. Kegunaan Penelitian
Kegunaan dari penelitian ini dapat dikemukakan menjadi dua
bagian, yaitu:
1. Kegunaan Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara
teoritis, berupa pengetahuan tentang nilai pendidikan yang terkandung
dalam karya KH. Bisri Musthofa serta bermanfaat sebagai kontribusi
pemikiran bagi dunia pendidikan khususnya dunia pendidikan islam.
2. Kegunaan Praktis
a. Bagi penulis
Menambah wawasan dan pemahaman penulis mengenai
nilai pendidikan untuk selanjutnya dijadikan sebagai pedoman
dalam aktifitas sehari-hari.
b. Bagi Lembaga Pendidikan
1) Dapat menjadi masukan yang membangun guna meningkatkan
kualitas lembaga pendidikan terutama pendidikan islam,
termasuk para pendidik yang ada di dalamnya dan penentu
kebijakan dalam lembaga pendidikan serta pemerintah secara
umum.
2) Sebagai bahan pertimbangan untuk diterapkan dalam dunia
7
Indonesia terutama pendidikan islam (seperti Madrasah
Diniyah, Pondok Pesantren) sebagai solusi terhadap
permasalahan pendidikan yang ada.
c. Bagi Ilmu Pengetahuan
1) Menambah khazanah mengenai nilai pendidikan yang terdapat
dalam kitab syi’ir Ngudi Susilo sehingga mengetahui betapa
pentingnya pendidikan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan
demikian seorang mukallaf akan berusaha memperbaiki diri
agar semakin meningkatkan kualitas diri menjadi lebih baik di
hadapan Allah dan di hadapan manusia.
2) Sebagai bahan referensi dalam ilmu pendidikan terutama ilmu
pendidikan Akhlak, sehingga dapat memperkaya dan
menambah wawasan di bidang tersebut khususnya dan ilmu
pengetahuan yang lain pada umumnya.
E. Metode penelitian 1. Jenis Penelitian
Adapun jenis penelitian yang penulis lakukan adalah penelitian
kepustakaan (library research), karena semua yang digali adalah
bersumber dari pustaka (Hadi, 1990:3). Dan yang dijadikan obyek
8 2. Sumber Data
Karena jenis penelitian ini adalah penelitian kepustakaan
(library research), maka data yang diperoleh bersumber dari literatur.
Adapun referensi yang menjadi sumber data primer adalah kitab syi’ir
Ngudi Susilo karya KH. Bisri Mushofa.
Kemudian yang menjadi sumber data sekunder adalah:
a. Kitab Syi’ir Mitra Sejatikarya KH. Bisri Musthofa.
b. Kitab Washoya al-Aba’ lil Abna’ karya KH. Bisri
Musthofa.
c. Buku Mutiara Pesantren: Perjalanan Khidmah KH. Bisri
Musthofa karya Ahmad Zainal Huda.
d. Buku Risalah Akhlak: Panduan Perilaku Muslim Modern
karya Wahid Ahmadi.
e. Buku Menghias Diri dengan Akhlak Terpuji karya Nipan
Abdul Halim.
f. Kitab-kitab dan buku – buku lainnya yang ada
relevansinya dengan obyek pembahasan penulis.
3. Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data-data yang diperlukan dalam
penyusunan ini, penulis menggunakan penelitian kepustakaan (library
research) dengan langkah – langkahsebagai berikut:
9
b. Mempelajari dan mengkaji serta memahami kajian yang terdapat
dalam buku – bukusumber.
c. Menganalisis untuk diteruskan identifikasi dan mengelompokkan
serta diklasifikasi sesuai dengan sifatnya masing-masing dalam
bentuk per bab.
4. Teknik Analisis Data
Yaitu penanganan terhadap suatu obyek ilmiah tertentu dengan
jalan memilah-milah antara pengertian satu dengan pengertian yang
lain untuk memperoleh kejelasan mengenai halnya.
Macam-macam metode yang digunakan dalam menganalisis
masalah adalah sebagai berikut:
a. Hermeneutik
Hermeneutika Secara etimologis, berasal dari kata Yunani
hermeneuein yang berarti menafsirkan. Maka kata benda
hermeneueia secara harfiah dapat diartikan sebagai “penafsiran”
atau interpretasi. Istilah hermeneutik merujuk pada mitos Hermes
(Dewa Yunani) yang bertugas menyampaikan berita dari Sang
Maha Dewa kepada manusia. Jadi, kata hermeneutika adalah
sebuah ilmu dan seni membangun makna melalui interpretasi
rasional dan imajinatif dari bahan baku berupa teks. (Ibrahim,
10
Berangkat dari pengertian diatas, kemudian hermenutik
digunakan untuk menyelami karya tokoh guna menangkap arti dan
suasana yang dimaksudkan tokoh secara khas (Sudarto, 1997:84).
Langkah metode ini adalah sebagai berikut.
1) Hermeneutika Teks.
Menerjemahkan atau meneliti kembali teks syi’ir Ngudi
Susilo baik yang berupa bahasa jawa (teks asli), maupun
terjemahan dalam bahasa Indonesia.
2) Hermeneutika Realita
Melakukan telaah terhadap realita (sosiokultur dan
keberagaman) masa dulu (semasa hidup KH. Bisri Musthofa)
dan realita masa sekarang (Widyamartaya, 1999:20).
Semua langkah-langkah ini dimaksud untuk melakukan
interpretasi guna menangkap arti, nilai dan maksud pendidikan
akhlak yang terkandung dalam kitab syi’ir ngudi susilo.
b. Content Analisys
Sesuai dengan jenis dan sifat data yang yang diperoleh dari
penelitian ini, maka teknik analis yang digunakan dalam penelitian
ini adalah analisis isi (content analisys) yaitu cara yang dipakai
untuk mendapatkan pengetahuan ilmiah dengan melakukan
11
kesimpulan sehingga dapat digeneralisasikan menjadi sebuah teori,
ide, atau sebuah gagasan baru (Hadi, 1989:47).
Artinya, data yang kualitatif tekstual yang diperoleh
dikategorikan dengan memilih data sejenis kemudian data tersebut
dianalisa secara kritis untuk mendapatkan suatu informasi. Analisis
isi (content analisys) dipergunakan dalam rangka untuk menarik
kesimpulan yang sahih dari kitab karya KH. Bisri Musthofa selaku
pendiri Pondok Pesantren Roudlotuth Tholibin Rembang dan
buku-buku lain yang berkenaan dengan penelitian ini (nilai-nilai
pendidikan akhlak).
Adapun langkah-langkahnya adalah dengan menyeleksi
teks yang akan diselidiki, menyusun item-item yang spesifik,
melaksanakan penelitian, dan mengetengahkan kesimpulan.
F. Penegasan Istilah
Untuk memperjelas judul di atas serta menghindari kesalahan
dalam memahami istilah yang berkaitan dengan permasalahan tersebut.
Adapun tujuannya agar asumsi yang akan muncul nantinya akan dapat
diartikan secara tepat sesuai dengan yang dikehendaki penulis, antara lain:
1. Nilai - Nilai
Nilai adalah sesuatu yang dipandang baik, disukai, dan paling
benar menurut keyakinan seseorang atau kelompok orang sehingga
perbuatan-12
perbuatannya (Maslikhah, 2009:106). Nilai dapat diartikan sifat-sifat
(hal – hal) yang penting atau berguna bagi kemanusiaan.
2. Pendidikan Ahklak
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta
didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan. Pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia serta ketrampilan yang diperlukan dirinya,
Bangsa dan Negara (Maslikhah, 2009:130)
Akhlak secara bahasa bersaal dari kata “khalaqa” dan
jamaknya “khuluq” yang berarti menciptakan. Kemudian akhlak juga
dapat diartikan sebagai suatu keadaan yang melekat pada jiwa
manusia, yang dari padanya lahir perbuatan–perbuatan dengan mudah,
tanpa melalui proses pemikiran, pertimbangan. Jika keadaan (hal) itu
melahirkan perbuatan yang baik dan terpuji menurut pandangan
syara’ (hukum Islam), keadaan tersebut disebut akhlak yang baik,
begitu pula sebaliknya.
3. Kitab Syi’ir Ngudi Susilo
Kitab Ngudi Susilo merupakan buku yang berisi materi tentang
ahklak. Kitab ini pada awalnya digunakan untuk materi pengajaran di
pesantren - pesantren di Jawa, terutama Jawa wilayah Pantura
13
ternama di Pantura Jawa pada masanya, yaitu Kyai Bisri Musthofa.
Kitab Ngudi Susilo ditulis dengan menggunakan huruf Arab Pegon
yaitu modifikasi huruf arab dengan ejaan Bahasa Jawa. Kitab ini
disusun berdasarkan kaidah penulisan syi’ir Arab. Cara pengajaran
dilakukan dengan cara dilantunkan dengan tembang (bernyanyi).
Orang Jawa santri menyebutnya syingiran. Tujuan bersyi’ir ini adalah
untuk mempermudah menghafalkan isi materi dari syi’ir yang berupa
materi pelajaran akhlak. Di kalangan pesantren ada kaidah yang
menyebutkan bahwa pemahaman tidak akan sempurna kecuali dengan
menghafal.
Kitab Ngudi Susilo, selesai disusun pada bulan Jumadil Akhir,
tahun 1373 H di Kota Rembang. Tidak ada catatan pasti kapan kitab
ini mulai disusun dalam bentuk cetak. Percetakan pertama yang
memperbanyak kitab yaitu Muria Kudus, kitab Ngudi Susilo telah
beberapa kali dilakukan penerbitan ulang. Akan tetapi, tidak ada
penjelasan secara pasti jumlah edisi dan tahun cetak. Dilihat secara
fisik, kitab ini termasuk kitab saku karena ukurannya yang relatif
kecil. Kitab dijilid dalam bentuk buku berukuran ¼ kertas folio, yaitu
panjang 14 cm dan lebar 9 cm. Ketebalan kitab juga relatif tipis, hanya
16 halaman. Dalam cover kitab tertulis, Syingir Ngudi Susilo: suko
pitedah kanti terwilo. Kemudian tepat di bawah identitas kitab tertulis
14 4. KH. Bisri Musthofa
KH. Bisri Musthofa lahir pada tahun 1915 M di Kampung
Sawahan Gg. Palen Rembang Jawa Tengah. Ia adalah putra dari
pasangan suami istri H. Zainal Musthofa dan Chodijah. Beliau adalah
anak pertama dari empat bersaudara. Sejak kecil beliau hidup dan
menimba ilmu di Rembang, Pati, dan Jombang bahkan sampai ke
Makkah. KH. Bisri Musthofa dikenal sebagai tokoh kharismatik yang
handal dalam berpidato. Ia adalah seorang orator. Ahli pidato yang
dapat mengutarakan hal-hal yang sebenarnya sulit menjadi gamblang.
Pemikiran keagamaan KH. Bisri Musthofa oleh banyak kalangan
dinilai bersifat moderat dan konstektual. Pemikiran-pemikiran beliau
biasanya dituangkan dalam bentuk tulisan – tulisan yang disusunya
dalam bentuk buku-buku, kitab-kitab dan lain sebagainya. Banyak
sekali karyanya yang sekarang ini dijadikan rujukan bagi para ulama
yang mengajar di pesantren dan menjadi pegangan bagi para santri.
Beliau KH. Bisri Musthofa wafat pada hari rabu tanggal 17 Februari
1977 (27 Shafar 1397 H).
G. Sistematika Penulisan Skripsi
Untuk memudahkan pencarian dan penelaahan pokok-pokok
masalah yang akan dibahas, sistematika penulisan skripsi sangat
diperlukan. Sistematika di sini dimaksudkan sebagai gambaran umum
15
Penulisan sistematika skripsi adalah suatu cara untuk menyusun
dan mengolah hasil penelitian dari data-data dan bahan-bahan yang
disusun menurut urutan tertentu sehingga menjadi kerangka skripsi.
Skripsi ini terdiri dari tiga bagian besar yang merupakan rangkaian dari
beberapa bab. Ketiga bagian besar tersebut adalah sebagai berikut:
1. Bagian Awal
Pada bagian ini memuat halaman judul, halaman nota
pembimbing, halaman pengesahan, halaman motto, halaman persembahan,
halaman kata pengantar, abtraksi dan daftar isi.
2. Bagian Isi
Pada bagian ini memuat beberapa bab sebagai berikut
Bab pertama merupakan bab pendahuluan, dalam bab ini memuat
latar belakang masalah, alasan pemilihan judul, penegasan istilah,
permasalahan penelitian, tujuan penelitian, metodologi penelitian dan
sistematika penelitian untuk skripsi.
Bab kedua berisi tinjauan umum tentang pendidikan akhlak, dalam
bab ini membahas pendidikan akhlak yang meliputi pengertian syi’ir,
pengertian nilai, pengertian pendidikan, unsur-unsur pendidikan, ruang
lingkup pendidikan, tri pusat pendidikan, pengertian akhlak, manfaat dan
fungsi ilmu akhlak, objek pembahasan akhlak, metode pendidikan akhlak.
Bab ketiga merupakan biografi dan karya KH. Bisri Musthofa,
dalam bab ini membahas tentang biografi KH. Bisri Musthofa, beberapa
16
Bab keempat berisi analisis pendidikan akhlak, dalam bab ini
membahas nilai-nilai pendidikan akhlak yang terkandung dalam kitab
syi’ir Ngudi Susilo karya KH. Bisri Musthofa dan relevansinya dalam
dunia pendidikan.
Bab kelima merupakan bab penutup, yang merefleksikan kembali
ringkasan skripsi dalam bentuk kesimpulan, saran.
3. Bagian Akhir
Pada bagian ini memuat daftar pustaka, lampiran-lampiran dan
17 BAB II
LANDASAN TEORI A. Pengertian Syi’ir
Dalam bahasa barat istilah sastra disebut literature (Inggris), Literatur
(Jerman), literature (Perancis), semuanya berasal dari bahasa latin litteratura.
Kata litteratura sebetulnya diciptakan sebagai terjemahan dari kata Yunani
grammatika; Litteratura dan grammatika masing-masing berdasarkan kata
littera dan gramma yang artinya ‘huruf’ (tulisan, letter). Menurut asalnya
litteratura dipakai untuk tata bahasa dan puisi: seorang litteratus adalah orang
yang tahu tata bahasa dan puisi atau orang yang berperadaban yang dengan
kemahiran khusus di bidang sastra. Literature dan seterusnya umumnya
dalam bahasa barat modern; segala sesuatu yang tertulis. Pemakaian bahasa
dalam bentuk tertulis (Wargadianata, 2008:1).
Selajutnya Sapardi Joko Damono mengatakan, sastra adalah karya
seni yang menggunakan bahasa sebagai medium; kita boleh saja mengikuti
pandangan yang mengatakan bahwa sastra adalah rangkaian kata nan indah,
tetapi juga harus juga menerima pandangan bahwa sastra merupakan hasil
usaha sastrawan dalam membengkokkan, membelokkan, dan bahkan merusak
bahasa, yang merupakan konsekuensi poitice license, hak istimewa sastrawan
dalam menggunakan mediumnya, yakni bahasa. Berdasarkan pandangan ini
yang dituntut dari sastra adalah orisinilitas dalam penggunaan bahasa
18
Karya satra merupakan wujud ungkapan perasaan pengarang. Seperti
juga karangan lain, karya sastra dibuat pengarang dengan maksud untuk
mengkomunikasikan sesuatu kepada pembacanya. Hanya karena sifat
dasarnya yang berbeda dengan karangan lain, maka sesuatu yang
dikomunikasikan tersebut juga berbeda. Salah satu bentuk karya sastra adalah
syi’ir.
Secara etimologi, syi’ir berasal dari bahasa Arab “sya’ara” atau
“sya’ura” yang berarti mengetahui dan merasakan, sedangkan secara
terminologi syi’ir merupakan kalimat yang terikat oleh rima dan irama. Jika
kedua pengertian di atas digabungkan, maka diperoleh pengertian bahwa
syi’ir adalah kalimat yang terikat oleh rima dan irama yang dilantunkan
dengan tujuan agar masyarakat kolektifnya mengetahui dan merasakan
keindahan irama dan makna yang terdapat dalam syi’ir. Pengertian ini senada
dengan Thibanah yang dikutip oleh Tohe (2003: 46) yang menyatakan bahwa
“syi'ir adalah tuturan yang terikat oleh wazan (keseimbangan ketukan tiap
bait) dan qafiah (kesamaan bunyi akhir tiap bait) yang mengungkapkan
imajinasi yang indah dan bentuk-bentuk ungkapan yang mengesankan lagi
mendalam”. Pada pengertian ini, istilah qafiah dapat disamakan dengan rima
yaitu kesamaan bunyi pada akhir bait. Sementara itu, dilihat dari isinya, syi'ir
mencatat berbagai hal tentang tata krama, adat istiadat, agama dan
peribadatan serta keilmuan yang penampilannya itu dapat mempengaruhi
perasaan pendengarnya (Muzakka, 2006: 9). Selanjutnya, Ahmad As-Syaib
19
ucapan atau tulisan yang memiliki wazan atau bahar (timbangan tertentu
yang dijadikan pola dalam mengubah syi’ir arab) dan qafiyah (rima akhir atau
kesesuaian akhir baris) serta unsur ekspresi rasa dan imajinasi yang harus
lebih dominan dibanding prosa”.
B. Pengertian Nilai
Nilai dapat diartikan sebagai hal-hal yang penting atau berguna bagi
kemanusiaan, dalam pengertian lain nilai adalah suatu penetapan atau suatu
kualitas objek yang menyangkut suatu jenis apresiasi atau minat (Tim PIP,
2007:42).
Adapun pengertian nilai menurut beberapa ahli (Muhaimin dan Mujib,
1998: 110) adalah sebagai berikut:
1. Menurut Young, nilai diartikan sebagai asumsi-asumsi yang abstrak
dan sering didasari hal-hal penting.
2. Green, memandang nilai sebagai kesadaran yang secara kolektif
berlangsung dengan didasari emosi terhadap objek, ide dan
perseorangan.
3. Woods, mengatakan bahwa nilai merupakan petunjuk-petunjuk
umum yang telah berlangsung lama yang mengarahkan tingkah laku
dan kepuasan dalam kehidupan sehari-hari.
Menurut Soelaman yang dikutip oleh Tim PIP (2007:47) terdapat dua
jenis nilai. Yaitu nilai-nilai yang tercernakan dan nilai-nilai yang dominan.
Nilai-nilai yang tercernakan merupakan suatu landasan bagi reaksi yang
20
sedangkan nilai-nilai tercernakan tidak dapat dipisahkan dari diri individunya,
serta membentuk landasan bagi hati nuraninya. Apabila terjadi pelanggaran
terhadap nilai-nilai tersebut, maka akan timbul perasaan malu atau bersalah
yang sulit untuk dihapuskan. Nilai yang tercernakan bagi individu artinya
bahwa individu itu menghayati atau menjiwai suatu nilai sehingga ia akan
memandang keliru pola perilaku yang tidak sesuai dengan nilai tersebut.
Sementara itu, nilai-nilai yang dominan artinya nilai-nilai yang lebih
diutamakan dari nilai-nilai lain. Fungsi nilai dominan ini adalah sebagai suatu
latar belakang atau kerangka patokan bagi tingkah laku sehari-hari. Kriteria
bahwa suatu nilai itu adalah dominan, ditentukan oleh hal-hal berikut:
1. Luas tidaknya ruang lingkup pengaruh nilai tersebut dalam
aktivitas total dari sistem sosial.
2. Lama tidaknya pengaruh nilai itu dirasakan oleh kelompok
masyarakat.
3. Gigih tidaknya (intensitas) nilai tersebut diperjuangkan atau
dipertahankan
4. Prestise orang-orang yang menganut nilai, yaitu orang atau
organisasi-organisasi yang dipancang sebagai pembawa nilai.
Nilai memiliki 3 (tiga) hirarki yaitu perasaan yang abstrak,
norma-norma moral, dan keakuan. Ketiganya ditemukan dalam kepribadian
seseorang. Perasaan dipakai sebagai landasan bagi sesorang untuk membuat
keputusan dan menjadi standar untuk tingkah laku yang berfungsi sebagai
21
kepribadian melalui proses pengalaman sosial. Karenanya nilai menjadi
faktor penentu bagi pembentukan sikap.
Disamping itu, nilai juga mempunyai batasan. Batasan tentang nilai
mengacu kepada minat, kesukaan, pilihan, tugas, kebutuhan, keamanan,
hasrat, keengganan, bahkan kewajiban agama. Nilai merupakan ukuran untuk
menentukan sesuatu itu baik atau buruk. Oleh karenanya nilai menjadi
pegangan hidup yang dijadikan landasan dalam melakukan sesuatu.
C. Pengertian Pendidikan
Istilah pendidikan adalah terjemahan dari bahasa Yunani, yaitu
Paedagogie. Paedagogie asal katanya adalah pais yang artinya “anak”, dan
again yang terjemahnya adalah “membimbing”. Dengan demikian maka
paedagogie berarti “bimbingan yang diberikan kepada anak”. Orang yang
memberikan bimbingan kepada anak disebut paedagog. Dalam
perkembangannya, istilah pendidikan atau paedagogie tersebut berarti
bimbingan atau pertolongan yang diberikan secara sengaja oleh orang dewasa
agar ia menjadi dewasa. Dalam perkembangan selanjutnya, pendidikan
berarti usaha yang dijalankan oleh seseorang atau kelompok orang untuk
mempengaruhi seseorang atau sekelompok orang lain agar menjadi dewasa
atau mencapai tingkat hidup dan penghidupan yang lebih tinggi dalam arti
mental (Sudirman, dkk, 1989: 4).
Dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, tercantum pengertian pendidikan:
22
mengembangkan potensi dirinya sehingga memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan oleh dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara”.
Beberapa definisi pendidikan menurut beberapa ahli (Suwarno,
2006:20) adalah sebagai berikut:
1. George F. Kneller: pendidikan memiliki arti luas dan sempit.
Dalam arti luas, pendidikan diartikan sebagai tindakan atau
pengalaman yang memengaruhi perkembangan jiwa, watak
maupun kemauan fisik individu. Dalam arti sempit, pendidikan
adalah suatu mentransformasikan pengetahuan, nilai-nilai, dan
keterampilan dari generasi ke generasi yang dilakukan oleh
masyarakat melalui lembaga-lembaga pendidikan seperti sekolah,
pendidikan tinggi, atau lembaga-lembaga lain.
2. Jhon Dewey: pendidikan sebagai sebuah rekonstruksi atau
reorganisasi pengalaman agar lebih bermakna, sehingga
pengalaman tersebut dapat mengarahkan pengalaman yang akan
didapat berikutnya.
3. John S. Brubacher: pendidikan adalah proses pengembangan
potensi, kemampuan, dan kapasitas manusia yang mudah
dipengaruhi oleh kebiasaan, kemudian disempurnakan dengan
kebiasaan-kebiasaan yang baik. Didukung dengan alat (media)
yang disusun sedemikian rupa, sehingga pendidikan dapat
digunakan untuk menolong orang lain atau dirinya sendiri dalam
23
Selanjutnya menurut Ki Hajar Dewantara yang dikutip oleh Wiji
Suwarno (2006:21) menyatakan bahwa pendidikan merupakan tuntutan
bagi pertumbuhan anak-anak. Artinya, pendidikan menunutut segala
kekuatan kodrat yang ada pada diri anak-anak, agar mereka sebagai
manusia sekaligus sebagai anggota masyarakat dapat mencapai
keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya. Dari semua definisi
tersebut dapat diketahui bahwa pendidikan adalah merupakan usaha atau
proses yang dtujukan untuk membina kualitas sumber daya manusia
seutuhnya agar ia dapat melakukan perannya dalam kehidupan secara
fungsional dan optimal. Dengan demikian pendidikan pada intinya
menolong ditengah-tengah kehidupan mansuia. Pendidikan akan dapat
dirasakan manfaatnya bagi manusia.
D. Unsur-Unsur Pendidikan
Pendidikan sebagai suatu aktivitas dalam mengembangkan
kepribadian anak didik akan melibatkan beberapa unsur (Jumali, dkk,
2004: 35):
1. Tujuan Pendidikan
Tujuan pendidikan merupakan sesuatu yang ingin dicapai oleh
kegiatan pendidikan. Tujuan pendidikan menurut jenisnya, terbagi
dalam beberapa jenis, yaitu tujuan nasional, institusional, kurikuler,
dan instruksional.
Tujuan nasional adalah tujuan pendidikan yang ingin dicapai
24
ingin dicapai oleh suatu lembaga pendidikan; Tujuan kurikuler adalah
tujuan pendidikan yang ingin dicapai oleh suatu mata pelajaran
tertentu; dan tujuan instruksional adalah tujuan pendidikan yang ingin
dicapai oleh suatu pokok atau sub bab bahasan tertentu.
Sutari Imam Barnadib (1984: 50-51), dengan merangkum
pendapat Langeveld, membedakan enam tujuan pendidikan yaitu:
a. Tujuan Umum
Tujuan umum adalah tujuan yang akan dicapai di akhir
proses pendidikan, yaitu tercapainya kedewasaan jasmani dan
ruhani anak didik, maksud kedewasaan jasmani adalah jika
pertumbuhan jasmani sudah mencapai batas pertumbuhan
maksimal, maka pertumbuhan jasmani tidak akan berlangsung lagi.
Sedangkan maksud kedewasaan ruhani adalah peserta didik sudah
mampu menolong dirinya sendiri, mampu berdiri sendiri, dan
mampu bertanggung jawab atas semua perbuatannya.
b. Tujuan Khusus
Tujuan khusus adalah pengkhususan atas dasar usia, jenis
kelamin, sifat, bakat, intelegensi, lingkungan sosial-budaya,
tahap-tahap perkembangan, tuntutan syarat pekerjaan, dan lain
25 c. Tujuan Tidak Lengkap
Tujuan tidak lengkap adalah tujuan yang menyangkut
sebagian aspek manusia, misalnya aspek psikologis, biologis, dan
sosiologis saja.
d. Tujuan Sementara
Tujuan sementara adalah tujuan yang sifatnya sementara.
Ketika tujuan sementara berhasil dicapai, tujuan itu akan
ditinggalkan dan diganti dengan tujuan lain. Misalnya, orang tua
ingin anaknya berhenti merokok, dengan cara mengurangi uang
sakunya. Kalau tujuan tersebut sudah tercapai, lalu diganti dengan
tujuan lain misalnya agar tidak suka begadang.
e. Tujuan Intermediet
Tujuan intermediet adalah tujuan perantara bagi tujuan
lainnya yang pokok. Misalnya, anak dibiasakan menyapu halaman,
maksudnya agar ia kelak mempunyai rasa tanggung jawab.
f. Tujuan Insidental
Tujuan insidental adalah tujuan yang dicapai pada saat-saat
tertentu, yang sifatnya seketika dan spontan. Misalnya, orang tua
menegur anaknya supaya berbicara sopan.
2. Pendidik
Pendidik adalah orang yang dengan sengaja memengaruhi
26
Dengan kata lain, pendidik adalah orang yang lebih dewasa yang
mampu membawa peserta didik kearah kedewasaan.
Sedangkan secara akademis, pendidik adalah tenaga
kependidikan, yakni anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan
diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan yang
berkualifikasi sebagai pendidik, tutor, instruktur, fasilitator, dan
sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi
dalam menyelenggarakan pendidikan. Jadi, pendidik merupakan
tenaga professional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan
proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan
pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan
pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada
perguruan tinggi (Suwarno, 2006: 7). Artinya, pendidik harus memiliki
kualifikasi minimum dan sertifikasi sesuai dengan jenjang kewenangan
mengajar, sehat jasmani dan ruhani, serta memiliki kemampuan untuk
mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
3. Peserta Didik
Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha
mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang
tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu.
Dasar hakiki diperlukannya pendidikan bagi peserta didik
adalah karena manusia merupakan makhluk susila yang dapat dibina
27
menurut sifatnya dapat dididik, karena mereka mempunyai bakat dan
disposisi-disposisi yang memungkinkan untuk diberi pendidikan,
diantaranya (Suwarno, 2006: 36):
a. Tubuh anak sebagai peserta didik selalu berkembang sehingga
semakin lama semakin dapat menjadi alat untuk menyatakan
kepribadiannya.
b. Anak dilahirkan dalam keadaan tidak berdaya. Keadaan ini
menyebabkan dia terikat kepada pertolongan orang dewasa yang
bertanggung jawab.
c. Anak membutuhkan pertolongan dan perlindungan serta
membutuhkan pendidikan.
d. Anak mempunyai daya eksplorasi. Anak mempunyai kekuatan
untuk menemukan hal-hal yang baru di dalam lingkungannya dan
menuntut kepada pendidik untuk diberi kesempatan.
Seorang pendidik memiliki kepentingan utuk mengetahui
usia perkembangan setiap peserta didik, sebab perkembangan
antara satu peserta didik dengan lainnya itu berbeda, dan itu
tergantung pada kondisi fisik dan lingkungan yang
mempengaruhinya.
4. Materi Pendidikan
Secara garis besar dapat dikemukakan bahwa materi
pendidikan (instructional material) adalah pengetahuan, keterampilan,
28
standar kompetensi yang ditetapkan. Materi menempati posisi yang
sangat penting dari keseluruhan kurikulum, yang harus dipersiapkan
agar pelaksanaan pembelajaran dapat mencapai sasaran. Sasaran
tersebut harus sesuai dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar
yang harus dicapai oleh peserta didik. Artinya, materi yang ditentukan
untuk kegiatan kegiatan pembelajaran hendaknya materi yang
benar-benar menunjang tercapainya standar kompetensi dan kompetensi
dasar, serta tercapainya indicator (Sudirman, dkk, 1989: 9).
Materi pendidikan dipilih seoptimal mungkin untuk membantu
peserta didik dalam mencapai standar kompetensi dan kompetensi
dasar. Hal-hal yang perlu diperhatikan berkenaan dengan pemilihan
materi pembelajaran adalah jenis, cakupan, urutan, dan perlakuan
(treatment) terhadap materi pembelajaran tersebut.
Adapun jenis-jenis materi pendidikan dapat diklasifikasi
sebagai berikut:
a. Fakta
Fakta adalah segala hal yang berwujud kenyataan dan
kebenaran, meliputi nama-nama objek, peristiwa sejarah, lambing,
nama suatu benda, nama orang, nama bagian atau komponen suatu
benda, dan sebagainya. Contoh: sejarah peristiwa proklamasi 17
agustus 1945
29
Konsep adalah segala yang berwujud pengertian-pengertian
baru yang bisa timbul sebagai hasil pemikiran, meliputi definisi,
pengertian, ciri khusus, hakikat, inti/isi dan sebagainya. Contoh:
Nilai adalah suatu hal atau sifat yang bermanfaat bagi manusia.
c. Prinsip
Prinsip adalah berupa hal-hal utama, pokok, dan memiliki
posisi terpenting, meliputi dalil, rumus, adagium, postulat,
paradigm, teorema, serta hubungan antar konsep yang
menggambarkan implikasi sebab akibat. Contoh: banyak sekali
terjadi penyimpangan norma dikarenakan kurangnya pengetahuan
manusia tentang pentingnya norma dalam kehidupan
bermasyarakat.
d. Prosedur
Prosedur merupakan langkah-langkah sistematis atau
berurutan dalam mengerjakan suatu aktivitas dan kronologi suatu
sitem. Contoh: praktik penelitian lapangan.
e. Sikap atau Nilai
Merupakan hasil belajar aspek sikap, misalnya nilai
kejujuran, kasih sayang, tolong menolong, semangat dan minat
belajar, dan bekerja. Contoh: aplikasi sosiologi dalam kehidupan
sehari-hari dalam bentuk sikap toleransi.
30
Untuk mencapai tujuan pendidikan memerlukan alat dan
metode. Istilah lain dari alat pendidikan yang dikenal hingga saat ini
adalah media pendidikan, audio visual, alat peraga, sarana dan
prasarana pendidikan dan sebagainya.
Definisi yang pernah dikemukakan tentang alat pendidikan
adalah sebagai berikut (Daradjat, dkk, 2011: 80):
a. Roestiyah Nk. Dkk.: ”Media pendidikan adalah alat, metode
dan teknik yang digunakan dalam rangka meningkatkan
efektivitas komunikasi dan interaksi edukatif antara guru dan
siswa dalam proses pendidikan dan pengajaran di sekolah.”
b. Vernon S. Gerlach dan Donald P. Ely : ”Media adalah sumber
belajar. Secara luas media dapat diartikan dengan manusia,
benda ataupun peristiwa yang membuat kondisi siswa mungkin
memperoleh pengetahuan, keterampilan atau sikap.”
Inti dari pendapat di atas adalah bahwa alat atau media
pendidikan meliputi segala sesuatu yang dapat membantu proses
pencapaian tujuan pendidikan. Oleh karena pendidikan mengutamakan
pengajaran ilmu dan pembentukan akhlak, maka alat untuk mencapai
ilmu adalah alat-alat pendidikan ilmu sedangkan alat untuk
pembentukan akhlak adalah pergaulan. Dalam pergaulan edukatif
pendidik dapat menyuruh dan melarang peserta didik mengerjakan
31
lakunya yang salah dan memberi hadiah sebagai pendorong untuk
berbuat yang lebih baik.
Selain pergaulan, masih banyak alat pendidikan yang dapat
digunakan untuk pendidikan disekolah. Misalnya:
a. Media tulis dan cetak.
b. Benda-benda alam seperti manusia, hewan, tumbuhan, zat-zat
dan sebagainya.
c. Gambar-gambar, lukisan, diagram, peta dan grafik. Alat ini
dapat dibuat dalam ukuran besar dan dapat pula dipakai dalam
buku-buku teks atau bahan bacaan lain.
d. Gambar yang dapat diproyeksi, baik dengan alat atau tanpa
suara seperti foto, slide, film, strip, televisi, video dan
sebagainya.
e. Audio recording (alat untuk didengar) seperti kaset tape, radio,
piringan hitam dan lain-lain yang semuanya diwarnai dengan
ajaran pendidikan.
Kemudian ada beberapa prinsip umum yang harus diperhatikan
di dalam penggunaan alat pendidikan agar dapat menjamin efektivitas
penggunaannya (Daradjat, dkk, 2011: 82), antara lain:
a. Pengguanaan setiap jenis harus dengan tujuan tertentu.
b. Alat harus digunakan untuk membantu menimbulkan
32
c. Alat tidak perlu digunakan bila murid sudah memiliki
pengalaman yang cukup untuk menanggapi dan
menginterpretasi materi pelajaran.
d. Alat harus digunakan bila alat itu merangsang timbulnya minat
perhatian baru dan memusatkan perhatian terhadap persoalan
yang dipecahkan.
e. Beberapa alat tertentu sangat berguna untuk membuat
ringkasan pelajaran dan memeberikan perspektif tentang
hubungan-hubungan tertentu dalam pelajaran.
f. Murid harus diajarkan cara menggunakan alat. Mereka harus
tau apa yang dicari dengan alat itu dan berusaha supaya dapat
menginterpretasikannya.
g. Setiap mengguanakan alat, harus dicek apakah tujuan yang
diharapkan tercapai dan memberikan koreksi terhadap
kesalahan tanggap yang terjadi.
Perkembangan teknologi yang cepat dewasa ini sangat
membantu menciptakan berbagai macam alat pendidikan mulai dari
alat yang sederhana sampai kepada yang kompleks.
6. Lingkungan Pendidikan
Dalam kegiatan pendidikan, terdapat adanya unsur pergaulan
dan unsur lingkungan yang keduanya tidak terpisahkan tetapi dapat
dibedakan. Dalam pergaulan tidak selalu berlangsung pendidikan
33
mendidik. Pergaulan merupakan unsur lingkungan yang turut serta
mendidik seseorang (Daradjat, dkk, 2011: 63). Pergaulan semacam itu
dapat terjadi dalam:
a. Hidup bersama orang tua, nenek, kakek, atau adik dan
saudara-saudara lainnya dalam keluarga.
b. Berkumpul dengan teman-teman sebaya.
c. Bertempat tinggal dalam suatu lingkungan di kota, di desa atau
diamana saja.
Dalam arti luas lingkungan mencakup iklim dan geografis,
tempat tinggal, adat istiadat, pengetahuan, pendidikan dan alam.
Dengan kata lain lingkungan ialah segala sesuatu yang tampak dan
terdapat dalam kehidupan yang senantiasa berkembang. Sejauh
manakah seseorang berhubungan dengan lingkungannya, sejauh itu
pula terbuka peluang masuknya pengaruh pendidikan kepadanya.
Tetapi keadaan-keadaan itu tidak selamanya bernilai pendidikan
(Daradjat, dkk, 2011: 64), artinya mempunyai nilai positif bagi
perkembangan seseorang, karena bisa saja malah merusak
perkembangannya.
E. Ruang Lingkup Pendidikan
Dalam Ketetapan MPR No. II/MPR/1988, tentang GBHN
dinyatakan: Pendidikan berlangsung seumur hidup dan dilaksanakan di
dalam lingkungan rumah tangga, sekolah dan masyarakat. Karena itu
34
dan pemerintah. Dari sini dijelaskan bidang atau ruang lingkup pendidikan
yang meliputi pendidikan formal, pendidikan informal dan pendidikan
nonformal.
1. Pendidikan Formal
Dalam perkataan formal terdapat kata form atau bentuk.
Pendidikan formal ialah pendidikan yang mempunyai bentuk
atau organisasi tertentu, seperti terdapat di sekolah atau
universitas (Tim Pengembangan MKDK, 1991:8). Adanya
organisasi yang ketat dan nyata dari berbagai hal. Diantaranya
sebagai berikut:
a. Adanya Perjenjangan.
Terdapat jenjang tertentu dalam tingkat persekolahan,
dari taman kanak-kanak, sekolah dasar, sekolah
menengah pertama, sekolah menengah atas sampai
perguruan tinggi.
b. Program atau bahan pelajaran untuk tiap jenis sekolah,
bahkan tiap kelas sudah diatur secara formal.
Kurikulum bersifat resmi dan seragam bagi sekolah
yang sama. Sekolah swasta mempunyai kurikulum yang
formal dan banyak yang mengikuti apa yang telah
ditetapkan oleh pemerintah. Jenis mata pelajaran dan
jumlah jam untuk tiap mata pelajaran telah ditetapkan
35
c. Cara atau metode mengajar di sekolah juga formal,
yaitu mengikuti pola tertentu. Mengajar harus
mengikuti asas-asas didaktik dan menggunakan
medologi pengajaran tertentu. Secara formal ditentukan
bahwa tiap guru harus mengikuti suatu jadwal
pelajaran, membuat persiapan untuk tiap mata
pelajaran, tiap akhir catur wulan atau akhir semester
membuat laporan hasil pelajaran untuk tiap anak. Untuk
mengawasi usaha pendidikan dan pengajaran di
sekolah, diadakan badan tertentu pada tingkat
kecamatan, kabupaten atau kotamadya, propinsi atau
nasional.
d. Penerimaan Murid.
Anak-anak yang diterima di sekolah harus memenuhi
syarat-syarat tertentu. Untuk memasuki tingkat
pendidikan yang lebih tinggi tambah lagi syarat-syarat
lain seperti harus memiliki ijazah, lulus tes masuk,
memperlihatkan raport sekolah yang telah ditempuh,
dan macam-macam syarat formal lainnya.
2. Pendidikan Non Formal
Pendidikan non formal meliputi berbagai usaha khusus
yang diselenggarakan secara terorganisasi agar terutama
36
sepenuhnya atau sama sekali tidak berkesempatan mengikuti
pendidikan sekolah dapat memiliki pengetahuan praktis dan
keterampilan dasar yang mereka perlukan sebagai warga
masyarakat yang produktif (Tim Pengembangan MKDK,
1991:10). Dengan demikian makna dan peranan pendidikan
non formal tidak kalah pentingnya bila dibandingkan dengan
pendidikan formal. Usaha pendidikan non formal dapat
diselenggarakan oleh pemerintah maupun swasta dan
masyarakat di sekolah dan di luar gedung sekolah, misalnya:
dapat dilakukan oleh RT, RW, perusahaan, lembaga sosial dan
keagamaan, LKMD, pramuka, organisasi pramuka,
perkumpulan olah raga dan sebagainya.
3. Pendidikan Informal
Pendidikan informal ialah pendidikan yang diperoleh
sesorang di rumah dalam lingkungan keluarga. Pendidikan ini
berlangsung tanpa organisasi, yakni tanpa orang tertentu yang
dinagkat atau ditunjuk sebagai pendidik, tanpa suatu program
yang harus diselesaikan dalam jangka waktu tertentu, tanpa
evaluasi yang formal berbentuk ujian. Namun demikian
pendidikan informal ini sangat penting bagi pembentukan
pribadi seseorang. Pengaruh orang tua, orang-orang lain yang
ditemui anak dalam pergaulan sehari-hari dapat menentukan
37
hidupnya. Pendidikan serupa ini tidak mengenal batas waktu
dan berlangsung sejak anak lahir hingga akhir hidupnya.
Apakah anak kelak menjadi anak yang bertanggungjawab atau
tidak, berani mempertahankan kebenaran, patuh akan
peraturan, berpegang teguh pada janjinya, sebagian besar
ditentukan oleh pendidikan informal ini (Tim Pengembangan
MKDK, 1991:7).
F. Tri Pusat Pendidikan
Sesuai dengan namanya tri pusat pendidikan, berarti tiga pusat
yang bertanggung jawab atas terselenggarannya pendidikan, diantaranya
adalah (Ihsan, 1997:77):
1. Keluarga
Keluarga merupakan pengelompokan primer sejumlah kecil
orang karena hubungan semenda dan sedarah. Perkembangan
kebudayaan dan aspirasi individu maupun masyarakat menyebabkan
peran keluarga terhadap anak-anaknya mengalami perubahan.
Fungsi dan peranan keluarga (di samping pemerintah dan
masyarakat) dalam SISDIKNAS Indonesia tidak terbatas hanya pada
pendidikan keluarga saja, tetapi keluarga juga ikut serta bertanggung
jawab terhadap pendidikan lainnya. Keikutsertaan keluarga itu
meliputi tahap perencanaan pemantauan dalam pelaksanaan, maupun
dalam evaluasi dan perkembangan.
38
Di antara tri pusat pendidikan, sekolah merupakan sarana yang
sengaja dirancang untuk melaksanakan pendidikan. Sekolah
seharusnya menjadi menjadi pusat pendidikan untuk menyiapkan
manusia sebagai individu warga masyarakat, warga negara dan warga
dunia pada masa depan. Sekolah sebagai pusat pendidikan adalah
sekolah yang mencerminkan masyarakat yang maju karena
pemanfaatan secara optimal ilmu pengtahuan dan teknologi.
Suatu alternatif yang mungkin dilakukan sesuai dengan situasi
dan kondisi sekolah antara lain:
a. Pengajaran yang mendidik.
b. Peningkatan dan pemantapan pelaksanaan program bimbingan
dan penyuluhan.
c. Pengembang perpustakaan sekolah menjadi suatu pusat sumber
belajar (PSB).
d. Peningkatan dan pemantapan program pengelolaan sekolah,
khususnya yang terkait dengan peserta didik.
3. Masyarakat.
Kaitan masyarakat dan pendidikan dapat ditinjau dari 3 segi,
yakni sebagai berikut:
a. Masyarakat sebagai penyelenggara pendidikan.
b. Lembaga-lembaga kemasyarakatan dan atau kelompok sosial
dalam masyarakat, baik langsung maupun tidak, ikut mempunyai
39
c. Dalam masyarakat tersedia berbagai sumber belajar.
Fungsi masyarakat sebagai pusat pendidikan sangat tergantung
pada taraf perkembangan dari masyarakat beserta sumber-sumber
belajar yang tersedia di dalamnya. Media massa merupakan salah satu
faktor dalam lingkungan masyarakat yang makin penting peranannya.
Pada umumnya media massa mempunyai 3 fungsi yakni informasi,
edukasi, dan rekreasi. Media massa juga memiliki 3 macam pengaruh
yakni pengaruh sosialisasi dalam arti luas, pengaruh khusus dalam
jangka pendek dan memberikan pendidikan dalam pengertian yanag
lebih formal.
G. Pengertian Akhlak
Ada dua pendekatan yang dapat digunakan untuk mendefinisikan
akhlak, yaitu pendekatan linguistik (kebahasaan) dan pendekatan
terminologik (peristilahan).
Kata Akhlak terbentuk dari kata “khalaqa” dan jamaknya adalah
“Khuluq” yang atinya menciptakan. Kemudian akhlak juga dapat diartikan
sebagai sifat jiwa yang melekat dalam diri seseorang sesuai dengan asal
mula diciptakannya.
Menurut Jamil Shaliba sebagaimana dikutip oleh Abudin Nata
(2006:1), dari sudut kebahasaan, akhlak berasal dari isim mashdar (bentuk
infinitive) dari kata “akhlaqa, yukhliqu, ikhlaqan”, sesuai dengan
timbangan atau (wazan) tsulasi mazid, “af’ala, yuf’ilu, if’alan” yang
40
al-‘adat (kebiasaan, kelaziman), al-maru’ah (peradaban yang baik), dan
al-din (agama).
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kata akhlak diartikan
sebagai budi pekerti atau kelakuan. Kata akhlak walaupun terambil dari
bahasa arab (yang diartikan tabiat, perangai, kebiasaan, bahkan agama),
namun kata seperti itu tidak ditemukan dalam al-Qur’an. Yang ditemukan
hanyalah bentuk tunggal kata tersebut yaitu khuluq yang tercantum dalam
Al-Qur’an surat Al-Qalam ayat 4. Ayat tersebut konsiderans pengangkatan
Nabi Muhammad SAW sebagai Rasul. (Shihab, 1997:253).
Kata Akhlak juga banyak ditemukan di dalam hadits-hadits Nabi
SAW, dan salah satunya yang paling popular adalah:
َﻼْﺧﻷا مِرﺎَﻜَﻣ َﻢﱢﻤَﺗُ ِﻷ ُﺖْﺜِﻌُﺑ ﺎَﻤﱠﻧِا
ِق
)
ﻚﻟﺎﻣ هاور
(
Artinya: Aku hanya diutus untuk menyempurnakan akhlak yang
mulia. (HR. Malik).
Untuk menjelaskan pengertian akhlak dari segi istilah kita dapat
merujuk kepada berbagai pendapat para pakar di bidang ini. Diantaranya
adalah (Mahmud, 2004:28):
1. Imam Abu Hamid Al-Ghazali
Akhlak merupakan suatu sifat yang terpatri dalam jiwa,
yang darinya terlahir perbuatan-perbuatan dengan mudah tanpa
pemikiran dan merenung terlebih dahulu. Jika sifat yang
tertanam itu darinya terlahir perbuatan-perbuatan baik dan
41
dinamakan akhlak yang baik. Sedangkan jika yang terlahir
adalah perbuatan-perbuatan buruk, maka sifat tersebut
dinamakan akhlak yang buruk.
2. Muhammad bin Ali Asy-Syarif Al-Jurnaji
Mendefinisikan akhlak dalam bukunya, At-Ta’rifat sebagai
berikut: Akhlak adalah istilah bagi sesuatu sifat yang tertanam
kuat dalam diri, yang darinya terlahir perbuatan-perbuatan
dengan mudah dan ringan, contohnya jika seseorang yang
mengeluarkan derma dengan jarang-jarang atau kadang saja,
maka akhlaknya tidak dinamakan sebagai seorang dermawan
selama sifat tersebut tak tertanam kuat dalam dirinya.
3. Ahmad bin Musthafa
Akhlak adalah ilmu yang darinya dapat diketahui
jenis-jenis keutamaan. Dan keutamaan itu adalah terwujudnya
keseimbangan antara tiga kekuatan, yaitu: kekuatan berpikir,
kekuatan marah, kekuatan syahwat.
4. Muhammad bin Ali al-Faruqi At-Tahanawi
Akhlak adalah keseluruhannya kebiasaan, sifat alami,
agama, dan harga diri.
Dengan demikian, ukuran akhlak yang baik adalah jika ia
sesuai dengan syariat Allah, berhak mendapatkan ridhaNya, dan
42
pribadi, keluarga, dan masyarakat, sehingga di dalamnya terdapat
kebaikan dunia akhirat.
H. Fungsi dan Manfaat Ilmu Akhlak
Berdasarkan definisi akhlak yang telah dijelaskan, maka dapat
dipahami bahwa faedah mempelajari ilmu akhlak itu adalah sangat penting
dan mendasar, di antara urgensinya Ahmad Amin, sebagaimana dikutip
Zahrudin (2004:16) menjelaskan bahwa:
1. Ilmu akhlak dapat menyinari orang dalam memecahkan
kesulitan-kesulitan rutin yang dihadapi manusia dalam hidup sehari-hari
yang berkaitan dengan perilaku.
2. Dapat menjelaskan kepada orang sebab atau illat untuk memilih
perbuatan yang baik dan lebih bermanfaat.
3. Dapat membendung dan mencegah kita secara kontinyu untuk
tidak terperangkap kepada keinginan-keinginan nafsu, bahkan
mengarahkannya kepada hal yang positif dengan menguatkan
unsur iradah.
4. Manusia atau orang banyak mengerti benar-benar akan
sebab-sebab melakukan atau tidak akan melakukan suatu perbuatan, di
mana dia akan memilih pekerjaan atau perbuatan yang nilai
kebaikannya lebih besar.
5. Mengerti perbuatan baik akan menolong untuk menuju dan
menghadapi perbuatan itu dengan penuh minat dan kemauan.
43
perilaku orang banyak dan tidak akan mengikuti sesuatu tanpa
pertimbangan yang matang lebih dahulu.
I. Objek Pembahasan Akhlak
Akhlak dalam ajaran agama tidak dapat disamakan dengan etika,
jika etika dibatasi pada sopan santun antar sesama manusia, serta hanya
berkaitan dengan tingkah laku lahiriah. Akhlak lebih luas maknanya dari
pada yang telah dikemukakan terdahulu serta mencakup pula beberapa hal
yang tidak merupakan sifat lahiriah. Misalnya yang berkaitan dengan sikap
batin maupun pikiran. Akhlak diniyah (agama) mencakup berbagai aspek,
dimulai dari akhlak terhadap Allah, hingga sesama makhluk (manusia,
binatang, tumbuh-tumbuhan, dan benda-benda tak bernyawa) (Shihab,
1997:261).
Berikut upaya pemaparan sekilas beberapa sasaran akhlak
islamiyah (Shihab, 1997:261):
1. Akhlak Terhadap Allah
Titik tolak akhlak terhadap Allah adalah pengakuan dan
kesadaran bahwa tiada Tuhan melainkan Allah. Dia memiliki
sifat-sifat terpuji; demikian agung sifat-sifat itu, yang jangankan manusia,
malaikat pun tidak akan mampu menjangkau hakikat-Nya. Oleh
karena itu para malaikat senantiasa memuji-Nya.
Teramati bahwa semua makhluk selalu menyertakan pujian
mereka kepada Allah dengan menyucikan-Nya dari segala
44
dan benar betapa kesempurnaan dan keterpujian Allah SWT. Itu
sebabnya mereka sebelum memujinya bertasbih terlebih dahulu
dalam arti menyucikannya. Jangan sampai pujian yang mereka
sampaikan tidak sesuai dengan kebesaran-Nya. Bertolak dari
kesempurnaan-Nya tidak heran kalau al-Qur’an memerintahkan
manusia untuk berserah diri kepada-Nya, karena segala yang
bersumber dari-Nya adalah baik, benar, indah, dan sempurna.
2. Akhlak Terhadap Sesama Manusia
Banyak sekali rincian yang dikemukakan al-Quran
berkaitan dengan perlakuan terhadap sesama manusia. Petunjuk
dalam hal ini bukan hanya dalam bentuk larangan melakukan
hal-hal negatif seperti membunuh, menyakiti badan, atau mengambil
harta tanpa alasan yang benar, melainkan juga sampai pada
menyakiti hati dengan jalan menceritakan aib seseorang di
belakangnya, tidak peduli aib itu benar atau salah. Walaupun
sambil memberikan materi kepada yang disakiti hatinya itu.
Setiap ucapan haruslah ucapan yang baik. Bahkan lebih
tepat jika kita berbicara sesuai dengan keadaan dan kedudukan
mitra bicara, serta harus berisi perkataan yang benar. Tidak wajar
seseorang mengucilkan seseorang atau kelompok lain, tidak wajar
pula berprasangka buruk tanpa alasan, atau menceritakan
keburukan seseorang, dan menyapa atau memanggilnya dengan
45
…
ٗ ۡ ُ ِس ِ ْا ُ ُ َو
….
Artinya: “...serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia....”. (QS. Al-Baqarah: 83)
Yang melakukan kesalahan hendaknya dimaafkan.
Pemaafan ini hendaknya disertai kesadaran bahwa yang
memaafkan berpotensi pula melakukan kesalahan.
Di dunia barat, sering dinyatakan, bahwa “Anda boleh
melakukan perbuatan apa pun selama tidak bertentangan dengan
hak orang lain”, tetapi dalam al-Qur’an ditemukan anjuran, “Anda
hendaknya mendahulukan kepentingan orang lain dari pada
kepentingan anda sendiri.” Seperti firman Allah swt.:
…
ۚٞ َ َ َ ۡ ِ ِ َن
َ ۡ َ َو ۡ ِ ِ ُ َأ َ َ َنوُ ِ ۡ ُ َو
….
Artinya: “...dan mereka mengutamakan orang lain atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan….”. (QS. Al-Hasyr : 9)
Jika ada orang yang digelari gentleman -yakni yang
memiliki harga diri, berucap benar, dan bersikap lemah lembut
(terutama kepada wanita) seorang muslim yang mengikuti
petunjuk-petunjuk akhlak al-Qur’an tidak hanya pantas bergelar
demikian, melainkan lebih dari itu, dan orang demikian dalam
bahasa al-Qur’an disebut al-muhsin.
3. Akhlak Terhadap Lingkungan
Yang dimaksud lingkungan di sini adalah segala sesuatu