• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKALAH – MENGGUGAT EQUALITAS PELAKSANAAN ari wahyudi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "MAKALAH – MENGGUGAT EQUALITAS PELAKSANAAN ari wahyudi"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

MENGGUGAT EQUALITAS PELAKSANAAN

KURIKULUM SEKOLAH LUAR BIASA

ARI WAHYUDI

(Staf Pengajar PLB FIP Unesa; E-mail: ari_plb65@yahoo.com)

Abstrak; Perubahan kurikulum dan pelaksanaan kurikulum baru mestinya dirancang dalam suatu paket satu kesatuan yang utuh pada semua jenis pendidikan termasuk pendidikan khusus, sehingga ketimpangan waktu pelaksanaan tidak terjadi diskriminatif. Apapun perubahan kurikulum, apabila guru tidak dipersiapkan dengan baik dan tidak didorong menjadi kreatif maka para guru hanya akan dihadapkan dengan kegagalan implementasi kurikulum.

PENDAHULUAN

(2)

Problem pembeo-an kurikulum SLB secara nasional ini akan dapat dihapus, manakala road map pendidikan kita ini secara nasional jelas, sehingga semua jenjang pendidikan formal dan jenis pendidikan dapat bersama-sama menggarap kurikulum sesuai dengan acuan tersebut. Bangsa ini telah merdeka 68 tahun yang lalu dan telah mengalami pergantian kurikulum 10 kali (kurikulum 1947, kurikulum 1964, kurikulum 1968, kurikulum 1973, kurikulum 1975, kurikulum 1984, kurikulum 1994, kurikulum 1997, kurikulum 2004, dan kurikulum 2006) (Wardhani,2013), yang tampak dalam permukaan pendidikan adalah ganti menteri ganti kurikulum, ganti menteri tambah mata pelajaran, ganti menteri tambah penderitaan, hal ini menunjukkan adanya aroganisasi kekuasaan pada bidang pendidikan yang dikomandani oleh Menteri Pendidikan.

Sekilas membaca perdebatan tentang kurikulum 2013 yang belum menyentuh sekolah luar biasa terdapat suatu keanehan alur perjalanan pendidikan apabila menilik dari kompetensi inti (KI) dan kompetensi dasar (KD). Dalam buku penjelasan tentang KI dan KD untuk sekolah dasar tertulis, ”filosofi yang dianut dalam kurikulum 2013 adalah eklektik”. Selain menyebut kehadiran filsafat eklektik, aliran filsafat lain juga disebutkan, seperti perenialisme, esensialisme, humanisme, progresifisme, dan rekonstruktifisme sosial. Karena filosofi yang dianut dalam kurikulum adalah eklektik, seperti dikemukakan di bagian landasan filosofi, nama mata pelajaran dan isi mata pelajaran untuk kurikulum yang akan dikembangkan tidak perlu terikat pada kaidah filosofi esensialisme (ingin mengajarkan hal-hal yang mendasar, tetapi tak fundamental, melainkan esensial yang dibutuhkan peserta didik, berupa pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan agar mereka bisa hidup di dunia nyata. Filsafat ini tidak mengutamakan isi pengetahuan, tetapi mengajarkan keterampilan yang dibutuhkan. Dengan keterampilan ini, siswa dapat hidup di masyarakat) dan

(3)

dulu). Filosofis semacam ini tidak memiliki arti bagi guru di lapangan karena guru jarang berurusan dengan pemikiran filosofis (Doni Koesoema,2013).

Hal yang menjadi perenungan untuk kita semuanya adalah Kerancuan pemikiran filosofis dalam pendidikan, terutama saat mendesain kurikulum, akan berdampak besar pada proses pembelajaran dan pengajaran, sistem evaluasi, serta tercapai atau tidaknya proses pembelajaran seperti yang dipaparkan dalam KI dan KD. Kita pasti tidak rela bila uang rakyat yang besarnya Rp 2,4 triliun itu dipergunakan untuk sebuah perubahan kurikulum yang digagas dalam ketergesaan dan ‘aroganisme kekuasaan’, di mana potensi gagalnya lebih besar daripada berhasilnya. Pernyataan ini bukan merupakan pengikut aliran pesimistis, namun berpijak pada realitas problem pendidikan kita yang masih belum bisa diatasi, seperti relevansi, efisiensi, kualitas dan pemerataan. Setidaknya jangan berpikir hanya centrum saja, yang kurang memperhatikan verifer yang sarat dengan problem tersebut.

Sedikit mengkritik terhadap pilihan filsafat eklektik dalam penyusunan kurikulum 2013 tak lain adalah wujud kemalasan berpikir, simplifikasi persoalan, dan pilihan jalan pintas paling gampang. Filsafat eklektik dapat jadi jalan pintas rasionalisasi dan menghindar dari tanggung jawab ketika terjadi berbagai macam persoalan; mulai dari pilihan materi pengajaran, metode, sistem evaluasi, bahkan gagal dalam eksekusinya. Sebab, semua hal bisa dijustifikasi dan dirasionalisasi melalui pendekatan eklektik!

(4)

equalitas pelaksanaan kurikulum antara jenis pendidikan umum dan jenis pendidikan khusus (SLB). Solusi yang ditawarkan pada saji makalah ini adalah mengubah cara berpikir dalam penyusunan kurikulum untuk bertumpu pada potensi natural bangsa ini. Bolehlah kita berdebat dengan berbagai dasar filosofis yang berkembang saat ini secara mendunia seprti filosofi perenialisme, esensialisme, humanisme, progresifisme, dan rekonstruktifisme social, dan eklektif, namun kemampuan kita untuk menyarikan filosofis yang ada dengan system nilai yang kita miliki justru akan menjadikan diri kita lebih percaya diri bahwa pendidikan nasional akan dapat membentuk karakter bangsa seperti yang diamanahkan dalam konstitusi kita. Ketimpangan pelaksanaan kurikulum di sekolah luar biasa menurut hemat saya dapat teratasi, manakala road map pendidikan nasional harus berbasis konstitusi.

PEMBAHASAN

(5)

Ketiga kata kunci dalam konstitusi ini wajib dijabarkan pada aturan di bawahnya yakni batang tubuh perundangan, undang-undang, dan peraturan lain di bawahnya yang berkompeten yakni menteri pendidikan. Konsistensi pemikiran untuk merunut aturan yang berbasis konstitusi sangat menentukan keberhasilan pendidikan. Untuk merunut pemikiran kurikulum yang berbasis konstitusi setidaknya kita dapat melakukan pelacakan terhadap peraturan perundangan yang terkait dengan pendidikan di Indonesia, mulai dari konstitusi, batang tubuh, dan undang-undang pendidikan yang pernah ada dan melakukan evaluasi apakah telah menjadi dasar pijakan untuk melakukan perubahan kurikulum.

Hasil identifikasi aturan yang terkait dengan penyelenggaraan pendidikam adalah:

BAB XIII PENDIDIKAN, Pasal 31 UUD 1945; (1) Tiap-tiap Warganegara berhak mendapat pengajaran, (2) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan suatu sistem pengajaran nasional, yang diatur dengan Undang-undang.

Batang tubuh pasal 31 UUD 1945 ayat 1 dan ayat 2, nampaknya belum mampu menyentuh tujuan inti pendidikan yang diamanahkan konsttitusi, dan baru menyentuh aspek kecerdasan sementara melindungi segenap bangsa dan kesejahteraan belum terwadahi dalam pasal tersebut.

(6)

Hasil amandemen ini nampaknya berusaha menyentuh ketiga aspek tujuan nasional, melindungi segenap bangsa dan kecerdasan telah terjelma pada pasal 31 ayat 1 dan 2, dan kesejahteraan telah terjelma pada ayat 3 dan 4. Identifikasi melalui Undang-undang Pendidikan yang pernah ada:

 TUJUAN PENDIDIKAN UU NO. 4 TAHUN 1950

Pasal 3 bab II, “Tujuan pendidikan dan pengajaran ialah membentuk manusia susila yang cakap, dan warga Negara yang demokratis serta bertanggungjawab tentang kesejahteraan masyarakat dan tanah air”

 TUJUAN PENDIDIKAN UU NO. 12 TAHUN 1954

Pasal 3 bab Ii “Tujuan pendidikan dan pengajaran ialah membentuk manusia susila yang cakap dan warga Negara yang demokratis serta bertanggungjawab tentang kesejahteraan masyarakat dan tanah air”

 TUJUAN PENDIDIKAN UU No. 2 Tahun 1989

Pasal 4 Bab II: “ Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan YME dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesejahteraan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan”.

 TUJUAN PENDIDIKAN UU No 20 Tahun 2003

Pasal 3 bab II, “Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggungjawab”

(7)

institusional, tujuan kurikuler dan tujuan instruksional. Pada tataran operasional disinilah kita tidak boleh terlena pada kepopuleran dasar berpikir Negara-negara maju tanpa mempertimbangkan system nilai yang telah kita miliki yang telah termaktub pada konstitusi. Pada tataran filosofis, mestinya pemikir perubahan kurikulum mengembalikannya pada esensi keilmuan. Artinya tujuan pendidikan yang mulia dan agung yang tertuang dalam konstitusi tersebut harus dirunut pada filsafat ilmu. Apapun bentuk kurikulumnya maka struktur keilmuan harus bersumber pada 3 (tiga) ilmu, yaitu (1) Natural Science (Fisika, kimia, biologi. Astronomi, matematika, dll), (2) Social Science (sosiologi, ilmu ekonomi, Ilmu politik, sejarah, antropologi, psikologi, Geografi dll), (3) Humanities (Kesusasteraan, bhs dan Seni dll).

Kalau ini dapat menjadi road map pendidikan nasional kita tentunya perubahan kurikulum dalam bentuk apapun tidak akan menggoyahkan tujuan utama pendidikan kita yakni membawa pada upaya melindungi segenap bangsa, kesejahteraan, dan kecerdasan. Menurut pemakalah yang harus mengikuti perubahan sesuai dengan kemajuan zaman dan teknologi adalah pendekatan, strategi dan metode operasional dari road map tersebut. Apabila hal ini dipatuhi semua komponen, tentunya aroganisasi kekuasaan di bidang pendidikan tidak pada menterinya, akan tetapi kebutuhan berubah mengikuti perkembangan adalah arogan yang perlu ditumbuhkan pada semua pelaku pendidikan.

(8)

didik diajak untuk merefeksikan dari hakikat penjumlahan untuk kesejahteraannya dengan contoh-contoh nyata). Guru biologi apabila membahas tentang penyerbukan, tentunya mind set guru dalam perencanaan pembelajaran sampai operasional pembelajaran harus membawa pada konsep penyerbukan pada kecerdasan (dengan konsep penyerbukan yang benar), menuju melindungi segenap bangsa (konsep ppenyerbukan harus dibawa pada operasionalissasi kehidupan nyata dengan menunjukkan rasa terima kasih kita pada makhluk ciptaan Tuhan, dengan begitu kita dapat menikmati buah-buahan, sayuran, dsb berkat proses penyerbukan), artinya keseimbangan perlu dijaga melalui konsep pembelajaran biologi, menuju kesejahteraan (bahwa berkat penyerbukan kesejahteraan dapat dinikmati masyarakat, transaksi jual beli hasil tanaman, dsb merupakan konsep pembelajaran biologi).

Road map pendidikan nasional apabila dapat berjalan seperti apa yang pemakalah bayangkan, tentunya pembedaan waktu pelaksanaan kurikulum antara jenis pendidikan umum dengan jenis pendidikan khusus (sekolah luar biasa) tidak harus terjadi dalam alasan apapun, karena peraturan perundangannyapun tidak ada perbedaan. Inilah bentuk gugatan pemakalah tentang ketidakadilan pemerintah untuk memberlakukan pelaksanaan kurikulum sekolah luar biasa, yang selalu akhir untuk melakukan sosialisasi dan operasionalisasi. Ini akan menjadi ironis ketika jenis pendidikan umum sudah memahami kurikulum, sementara kurikulum untuk sekolah luar biasa baru disosialisasikan..ya keburu ganti kurikulum lagi. Inilah kenyataan yang selalu terjadi pada sekolah luar biasa, KTSP baru pelatihan dan baru paham tentang KTSP harus terbelalak menghadapi kurikulum 2013 yang sudah gencar disosialisasikan..nasib..nasib tahun 2014 baru terima sosialisasi!

PENUTUP

(9)

memberikan kesempatan yang sama, maju bersama, dan berjuang bersama dengan jenis pendidikan umum.

DAFTAR ACUAN:

Doni Koesoemo A, 2013. Eklektisisme Kurikulum 2013. Kompas, 5 April 2013. Akses 02:35 Wib.

Indah Surya Wardhani,2013. Jarak Idealisme Kurikulum dan Realitas. Kompas, 6 Mei 2013. Akses: 11.25 Wib.

Mardiatmadja, 2013. Gencar, Desakan Tunda Kurikulum 2013. Kompas, 9 April 2013.

Undang-Undang Dasar 1945 Hasil Amandemen ke-4. 2004.

Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, Nomor 2 Tahun 1989. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, Nomor 20 Tahun 2003.

Referensi

Dokumen terkait

Ha : μ A> μ B, there is a significant difference between the auditory learners who are taught vocabulary by using “Dora the Explorer” video series and the visual learners who

Hasil proses penerapan manajerial kepala sekolah salah satunya dengan melakukan pengawasan yaitu kunjungan setiap kelas untuk melihat proses kegiatan pembelajaran dapat

Unlike courses offered in physics and other natural sciences, the Disasters & Failures course examines its topics through an Information Technology lens.. For

Sumber dari distorsi pada sistem akuntansi biaya tradisional terletak pada pemilihan suatu dasar alokasi biaya tingkat unit yang tunggal, dalam kasus ini adalah

Penelitian dilakukan oleh Purba dan Putra (2017) menemukan bahwa Rationalization, Financial Target, External Pressure, Financial Stability lalu Capability tidak berpengaruh

Semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.Persetujuan-persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain sepakat kedua

*) Kegiatan kurikuler untuk mengembangkan kompetensi yang disesuaikan dengan ciri khas dan potensi daerah, yang ditentukan oleh satuan pendidikan (madrasah). **)

Hasil pembelajaran siswa pada pembelajaran Pedidikan Agama Islam dapat meningkatkan kemampuan membaca Al qur’an setelah menggunakan M edia A udio Visual, hal ini