• Tidak ada hasil yang ditemukan

laporan praktikum dan sistem imun

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "laporan praktikum dan sistem imun"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN RESMI

PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN

SISTEM IMUN

Nama : Dwi Ayu Saputri

NIM : 16640008

Kelompok : 2

Prodi : Biologi A

Asisten :

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA

Jl. Marsda Adisucipto Yogyakarta 55281

Telp. +62-274-512474, +62-274-589621 Fax. +62-274-586117 Email. humas@uin-suka.ac.id

(2)

SISTEM IMUN

I. Tujuan

Mengetahui status kesehatan berdasarkan jumlah dan komposisi sel leukosit.

II. Dasar Teori

1. System Imun Bawaan dan Adaptif a. Pengertian Sistem Imun

Sistem imun adalah semua mekanisme yang digunakan tubuh untuk mempertahankan keutuhannya sebagai perlindungan terhadap bahaya yang ditimbulkan berbagai bahan dalam lingkungan hidup yang dianggap asing bagi tubuh. Mekanisme tersebut melibatkan gabungan sel, molekul, dan jaringan yang berperan dalam resistensi terhadap infeksi yang disebabkan oleh berbagai unsur patogen yang terdapat di lingkungan sekitar kita seperti virus, bakteri, fungus, protozoa dan parasit Sedangkan reaksi yang dikoordiansi oleh sel-sel, molekul-molekul dan bahan lainnya terhadap mikroba disebut dengan respon imun (Baratawidjaja, 2000).

Sistem imun memiliki tiga fungsi yaitu fungsi pertahanan (melawan patogen, fungsi homeostasis (mempertahankan keseimbangan kondisi tubuh dengan cara memusnahkan sel-sel yang sudah tidak berguna) dan pengawasan (surveillance). Pada fungsi pengawasan dini (surveillance) sistem imun akan mengenali sel-sel abnormal yang timbul di dalam tubuh dikarenakan virus maupun zat kimia. Sistem imun akan mengenali sel abnormal tersebut dan memusnahkannya. Fungsi fisiologis sistem imun yang terpenting adalah mencegah infeksi dan melakukan eradikasi terhadap infeksi yang sudah ada (Abbas et al., 2014).

Respon imun ada dua yaitu imunitas alamiah atau nonspesifik/ natural/innate/native/nonadaptif dan imunitas dapatan atau spesifik/adaptif/ acquired.

1. Respon imun nonspesifik

(3)

dan tidak memiliki kemampuan untuk mengenali agen infektif meskipun sudah pernah terpapar sebelumnya. Yang termasuk dalam respon imun nonspesifik adalah pertahanan fisik, biokimia, humoral dan seluler (Baratawidjaja & Rengganis, 2009).

2. Respon Imun Spesifik

Respon imun spesifik merupakan respon yang didapat dari stimulasi oleh agen infektif (antigen/imunogen) dan dapat meningkat pada paparan berikutnya. Target dari respon imun spesifik adalah antigen, yaitu suatu substansi yang asing (bagi hospes) yang dapat menginduksi respon imun spesifik (Benjamini et al., 2000). Antigen bereaksi dengan T-cell Receptor (TCR) dan antibodi. Antigen dapat berupa molekul yang berada di permukaan unsur patogen maupun toksin yang diproduksi oleh antigen yang bersangkutan. Ada tiga tipe sel yang terlibat dalam respon imun spesifik yaitu sel T, sel B dan APC (makrofag dan sel dendritik) (Benjamini et al., 2000). Respon imun spesifik meliputi aktivasi dan maturasi sel T, sel mediator dan sel B untuk memproduksi antibodi yang cukup untuk melawan antigen (Kresno, 1996).

Pada hakekatnya respon imun spesifik merupakan interaksi antara bebagai komponen dalam sistem imun secara bersama-sama. Respon imun spesifik terdiri dari respon imun seluler (cell-mediated immunity) dan respon imun humoral. Perbedaan kedua respon imun tersebut terletak pada molekul yang berperan dalam melawan agen infektif, namun tujuan utamanya sama yaitu untuk menghilangkan antigen (Benjamini et al., 2000). Respon imun seluler diperlukan untuk melawan mikroba yang berada di dalam sel (intraseluler) seperti virus dan bakteri. Respon ini dimediasi oleh limfosit T (sel T) dan berperan mendukung penghancuran mikroba yang berada di dalam fagosit dan membunuh sel yang terinfeksi. Beberapa sel T juga berkontribusi dalam eradikasi mikroba ekstraseluler dengan merekrut leukosit yang menghancurkan patogen dan membantu sel B membuat antibodi yang efektif (Abbas et al., 2014).

(4)

Respon imun humoral ada dalam darah dan cairan sekresi seperti mukosa, saliva, air mata dan ASI. Elemen lain yang berperan penting dalam respon imun humoral adalah sistem komplemen. Sistem komplemen diaktivasi oleh reaksi antara antigen dan antibodi. Ketika aktif sistem komplemen akan melisiskan sel target atau meningkatkan kemampuan fagositosis sel fagosit (Benjamini et al., 2000). Interaksi respon imun seluler dengan humoral disebut antibody dependent cell mediated cytotoxicity (ADCC) karena sitolisis baru terjadi bila dibantu antibodi. Dalam hal ini antibodi berfungsi melapisi antigen sasaran sehingga sel NK dapat melekat pada sel atau antigen sasaran dan menghancurkannya (Kresno,1996).

2. Macam – macam Leukosit dan Komposisinya Dalam Darah

Untuk klasifikasinya didasarkan pada morfologi inti adanya struktur khusus dalam sitoplasmanya.Dilihat dalam mikroskop cahaya maka sel darah putih dapat dibedakan yaitu :

1. Granulosit

Yang mempunyai granula spesifik, yang dalam keadaan hidup berupa tetesan setengah cair,dalam sitoplasmanya dan mempunyai bentuk inti yang bervariasi.Terdapat tiga jenis leukosit granuler : Neutrofil, Basofil, dan Asidofil (atau eosinofil)yang dapat dibedakan dengan afinitas granula terhadap zat warna netral, basa dan asam.

a. Neutrofil

Neutrofil banyak terdapat dalam sel darah putih, memiliki granul pada sitoplsmanya dan nukleus yang berlobus-lobus. Granulnya berwarna ungu atau pink yang sulit dilihat melalui mikroskop cahaya, yang berakibat sitoplasma seperti terlihat bersih atau kosong. Siklusnya memiliki beberapa lobus yang dihubungkan oleh garis kromatin. Neutrofil berjumlah sekitar 60 - 70% dari jumlah total leukosit (Ereschenko 2008). Neutrofil muda dapat dijumpai pada preparat ulas darah perifer. Nukleusnya berbentuk melengkung atau menyerupai huruf U (Bacha & Bacha,2000).

(5)

tempat infeksi untuk fagositosis mikroorganisme. Selain itu, neutrofil juga mempunyai berbagai enzim protease yang aktif pada pH asam yang berada dalam vakuola lisosom sitoplasma, yang akan ditumpahkan ke dalam fagolisosom yang juga mempunyai pH asam, untuk melisiskan hasil fagositosis (Dellman & Brown 1992). Pada terjadinya proses peradangan akut neutrofil dalam jumlah banyak akan bermigrasi ke dalam jaringan untuk membantu proses peradangan (Wresdiyati 2002). b. Basofil

Leukosit dengan persentase terkecil adalah basofil, yaitu sekitar 0.5-3%. Sehingga jarang ditemukan pada preparat ulas darah. Bentuk nukleus basofil berubah-ubah, berlobus-lobus , atau bersegmen –segmen. Karena nukleusnya yang memiliki bentukbervariasi , basofil juga disebut leukosit polimorfonukleus , namun sebutan ini lebih sering untuk neutrofil (Bacha& Bacha 2000). Granul pada basofil tidak sebanyak granul pada eosinofil , tetapi memilki ukuran lebih bervariasi , sedikit padat, dan berwarna biru gelap atau cokelat(Eroschenko 2008).

Basofil memiliki bebrapa fungsi penting, namun bebrapadiantaranya belum diketahui dengan pasti. Butir granul basofil mengandung heparin, histamin, khondroitin sulfat, serotonin, dan beberapa faktor kemotaktik(Hartono 1989). Bahan-bahan ini dapat menyebabkan timbulnya alergi (Guyton &Hall 2006).Pada permukaan sel basofil terdapat reseptor antibodi/ imunoglobin (Ig E). Pada reaksi imun , antigen akan berikatan dengan antibodi tersebut pada permukaan sel absofil . Hal ini akan mengakibatkan granul sel basofil pecahdan mensekresikan bahan aktifnya yang berfungsi meningkatkan permeabilitas dan vasodilatasi pembuluh darah dan reaksi hipersensitivitas kulit pada gigitan serangga (Wresdiyati, 2002).

c. Eosinofil

Nukleus eosinofil hampir meneyerupai nukleus neutrofil, tetapi mempunyai jumlah lobus yang lebih sedikit. Sitoplasmanya berwarna biru pucat sampai abu-abu. Sedangkan warna granulnya bervariasi dari oranye, pink, atau merah (Bacha & Bacha 2000). Eosinofil mudah dikenali pada preparat ulas melalui sitoplasmanya dengan granul yang jelas, besar, dan berwarna eosinofilik (pink). Nukleusnya memiliki 2 lobus, tetapi terkadang ditemukan lagi lobus ketiganya yang berukuran kecil. Eosinofil berjumlah sekitar 2 – 4% dari jumlah total leukosit (Ereschenko, 2008).

(6)

Eosinofil membunuh parasit melalui beberapa cara: 1) dengan melepaskan enzim hidrolitik dari granul yang dimodifikasi lisosom; 2) melepaskan bentuk oksigen yang sangat reaktif dan sangat mematikan untuk parasit; 3) melepaskan polipeptida yang sanagt larvasidal dari granulnya (Guyton & Hall 2006). Eosinofil dapat berperan dalam memakan (fagositosis) kompleks antigen-antibodi, tetapi tidak memakan mikroorganisme atau benda-benda asing (Wresdiyati, 2002).

2. Agranulosit

Yang tidak mempunyai granula spesifik, sitoplasmanya homogen dengan inti bentuk bulat atau bentuk ginjal. Terdapat dua jenis leukosit agranuler yaitu : limfosit (sel kecil, sitoplasma sedikit) dan monosit (sel agak besar mengandung sitoplasma lebih banyak).

a. Limfosit

Limfosit merupakan leukosit yang berukuran antara 6- 15 um dan diklasifikasikan menjadi limfosit kecil, sedang dan besar. Limfosit mempunyainukleus yang relatif besar serta dikelilingi oleh sitoplasma (Frandson 1986). Limfosit kecil memiliki ukuran nukleus yang besar dan sitoplasmayangkecil, limfosit besar memilikinukleus yang kecil dan sitoplasma yang lebih besar ukurannya dibandingkan limfosit kecil (Bacha& Bacha 2000). Limfosit berjumlah 20-30% dari total jumlah leukosit. Kebanyakan limfosit yang berada dalam darah adalah limfosit kecil (Eroschenko 2008).

Limfosit berperan dalam proses kekbalan dalam pembentukan antibodi khusus (Wresdiyati ,2002). Populasi limfosit dalam aliran darah mencakup tiga tipe sel , yaitu limfosit T, limfosit B, dan limfosit Nul. Limfosit T berperan dalam imunitas selular, yaitu melindungi tubuh karena limfosit T cytoyoxic akan merusak sel yang telah diinfeksi virus dan populasinya sekitar 70-75% dari seluruh limfosit. Limfosit B populasi sekitar 10-12% dan dapat membentuk sel-sel plasma yang menghasilkan antibodi . Limfosit Nul populasi sekitar 10 – 15% (Hartono 1989).

b. Monosit

(7)

Monosit dapat mencapai tingkat dewasa pada saat monosit telah berubah menjadi makrofag, monosit akan berubah menjadi makrofag bila terjadi infeksi yang membuat monosit bermigrasi keluar dari pembuluh darah dan masuk kedalam jaringan. Makrofag banyak tersebar dalam organ –organ penting tubuh , seperti pada sinusoid hati (sel Kupfer), sumsum tulang ,alveoliparu-paru, lapisan serosa usus, sinus limpa, limfonodus, kulit (selLangerhans), sinovial (sel Synovial A), otak (mikroglia), atau lapisan endotel (misalnya glomelurus ginjal). Selain berperan sebagai makrofag, monosit penting dalam respon imunologi (Dellman & Brown 1992).

Monosit mempunyai enzim yang berguna untuk membantu proses fagosit runtuhan sel jaringan dari reaksi peradangan yang kronik.Monosit jaringan atau makrofag mempunyai kemampuan fagositosis yang lebih hebat dan neutrofil , yang bahkan mampu untuk menfagosit 100 sel bakteri (Guyton & Hall 2006).

3. Fungsi dan Cara Kerja Setiap Jenis Sel Leukosit 1. Neutrofil

Neutrofil adalah sel yang bergerak aktif dan dalam waktu singkat dapat berkumpul dalam jumlah banyak di tempat jaringan yang rusak. Proses bergeraknya sel sebagai respon terhadap rangsangan spesifik disebut kemotaksis. Selain bersifat kemotaksis netrofil mempunyai kemampuan untuk melakukan fagositosisyaitu menelan dan memakan benda atau sel asing dengan cara menjulurkan sitoplasmanya yang mampu melakukan gerak atau boid mengelilingi benda asing terserbut( Sadikin, 2002).

Sifat netrofil:

a. Menarik lekosit ke tempat radang

b. Membuang bahan – bahan iritan

c. Memperbaiki tempat radang( Sadikin, 2002).

2. Eosinofil

(8)

seperti halnya netrofil mengandung histamin. Peran biologik eosinofil adalah modulasi aktivitas seluler dan kimiawi yang berikaitan dengan inklamasi akibat reaksi imunologik. Eosinofil juga mempunyai kemampuan unik untuk merusak larva cacing tertentu. ( Sadikin , 2002 ).

3. Basofil

Sel basofil mempunyai kemampuan yang sangat kuat untuk mengikat IgE, berkat adanya molekul profin reseptor (pengikat) IgE di permukaan membran. Sel-sel basofil ini sangat berperan dalam keadan alergi / peradangan. Pada seseorang yang menderita alergi bila terjadi konflik dengan (antigen pencetus alergi) dengan antibodi yang sesuai dari kelas IgE yang biasanya terikat dengan reseptor spesifik dimembran basofil, maka terjadilah degranulasi sehingga histemin keluar dari sel dan masuk ke aliran darah. Histamin yang bebas tersebut yang menyebabkan terjadinya alergi(Sadikin, 2002).

4. Limfosit

Sel limfosit mempunyai fungsi yang sangat penting dalam mekanisme pertahanan atau imunitas spesifik terhadap benda asing. Limfosit adalah sel yang menghasilkan antibodi terhadap berbagai benda atau senyawa asing. Senyawa ini sangat penting untuk menghancurkan dan menyingkirkan benda asing dalam tubuh. Sel limfosit ini sementara di dalam darah dan akan bermigrasi ke berbagai kelenjar getah bening atau kelenjar limfe dan berdiam disana( Sadikin, 2002).

5. Monosit

Monosit berasal dari sel induk yang sama dengan sel induk granulosit. Sel ini mengalami meturasi di dalam sumsum tulang, beredar sebentar kemudian masuk ke dalamjaringan dan menjadi makrofog. Sel ini mampu bergerak melakukan fogositosis, mensekresi enzim, mengenal partikel dan melakukan interaksi yang kompleks dengan imunogen dan komponen seluler maupun protein dalam sistem imun.( Frances, 1989 ).

(9)

Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah gelas obyek, kaca penutup,hairdryer dan mikroskop cahaya.Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah darah tikus sehat, darah tikus sakit, preparat apus darah, methanol,tissue, dan giemsa.

b. Cara Kerja

Pembuatan preparat apus darah

Disiapkan dua buah gelas benda. Darah diteteskan pada gelas benda 1. Gelas benda 2 diambil dan diposisikan di muka tetesan darah. Disentuhkan sala satu ujungnya pada gelas benda 1 hingga membentuk sudut 450. Kemudian gelas benda digerakkan dengan cepat dan

teratur tanpa mengubah besar sudut ke arah lain ujung gelas benda 1 sehingga lapisan darah tampak tipis dan merata. Lalu lapisan darah dikeringkan dengan cara diangin – anginkan. Setelah kereing, ditetsi dengan methanol hingga menutupi seluruh apusan, dan dibiarkan selama 3 – 5 menit. Sisa methanol pada apusan dibuang kemudian ditetesi dengan pewarna giemsa, sampai menutupi seluruh apusan darah, kemudian dibiarkan selama 30 menit. Setelah itu, sisa pewarna giemsa dibuang dan apusan darah di cuci dengan air mengalir. Sisa air dikeringkan tissue dan kemudian sisa nya dikeringkan dengan menggunakan hairdryer. Setelah benar – benar kering, preparat diamati dibawah mikroskop.

Hemogram

Preparat apus darah diletakkan dibawah mikroskop, diamati dengan perbesaran lemah sampai didpatkan bidang pandang yang terdapat sel – sel darah. Kemudian dipindahkan pada perbesaran kuat. Jenis dan jumlah leukosit yang ditemukan ditentukan pada setiap bidang pandang. Setiap kolom untuk 10 leukosit, sehingga diperoleh 100 leukosit (10 kolom). (dipilih bidang pandang secara acak namun merata ke seluruh apusan, tetapi jangan sampai kembali ke bidang pandang yang sudah diamati sebelumnya). Dihitung presentasi masing – masing leukosit tersebut pada tabel hasil pengamatan.

IV. Hasil dan Pembahasan 1. Hasil Pengamatan

a). Tabel dan Grafik Hasil Pengamatan

(10)

Jenis

Leukosit 1 2 3 4 5

Neutrofil 3 4

Basofil 5 3

Eosinofil 2

Limfosit 10 2 4

Monosit 10 1 1

jumlah 10 10 10 10 5

Tabel 2. Jumlah Leukosit PadaTikus Sakit

Jenis

Leukosit 1 2 3 4 5

Neutrofil 5

Basofil 5 1

Eosinofil 6

Limfosit 10 4 7 1

Monosit 2

jumlah 10 10 10 10 1

Tabel 3. Jumlah Persentase Leukosit Pada Tikus Sehat

Jenis Leukosit jumlah persentase

Neutrofil 15.50%

Basofil 17.70%

Eosinofil 4.44%

Limfosit 35.50%

Monosit 26.60%

(11)

15.54%

17.75%

4.45%

35.59% 26.67%

jumlah persentase

Neutrofl Basofl Eosinofl Limfosit Monosit

Tabel 4. Jumlah Presentase Leukosit Pada Tikus Sakit

Jenis Leukosit jumlah persentase

Neutrofil 12.19%

Basofil 14.63%

Eosinofil 14.63%

Limfosit 53.65%

Monosit 4.87%

Grafik 2. Jumlah Presentase Leukosit Pada Tikus Sakit

12.19%

14.63%

14.63% 53.67%

4.87%

jumlah persentase

(12)

a. Pembahasan

Pada praktikum pengamatan jumlah leukosit dengan menggunakan darah tikus sehat dan sakit sebagai sampel nya, didapatkan beberapa hasil yaitu : pada leukosit tipe Granulosit, pada darah tikus sehat didapatkan jumlah persentase Neutrofil yaitu 15.5% dan pada tikus yang sakit didapatkan jumlah persentase Neutrofil 12.19%. sedangkan pada umumnya Neutrofil berjumlah sekitar 60 - 70% dari jumlah total leukosit (Ereschenko,2008). Selanjutnya yaitu pada jumlah persentase Basofil pada tikus sehat yaitu sebesar 17.7% dan pada tikus sakit sebanyak 14.63%.hal ini tidak sesuai dengan literature karena Leukosit dengan persentase terkecil adalah basofil, yaitu sekitar 0.5-3%. (Bacha& Bacha 2000). Pada hasil pengamatan dan perhitungan jumlah persentasi jenis leukosit Eosinofil pada tikus sehat yaitu 4.44% dan pada tikus sakit sebanyak 14.63%. hal ini juga tidak esuai dengan literature karena ,Eosinofil berjumlah sekitar 2 – 4% dari jumlah total leukosit (Ereschenko 2008). Kemudian pada leukosit tipe Agranulosit, pada darah tikus sehat leukosit jenis Limfosit jumlah persentase nya adalah sebanyak 35.50% dan pada tikus sakit adalah sebanyak 53.65%.). sedangkan menurut literarur adalah, Limfosit berjumlah 20-30% dari total jumlah leukosit(Eroschenko 2008). Kemudian pada laukosit jenis Monosit, pada tikus sehat di dapatkan jumlah persentase yaitu 26.60% dan pada tikus sakit yaitu sebanyak 4.87%. sedangkan pada literature adalah Monosit dalam leukosit terdapat sebanyak 3-8% dalam leukosit darah (Eroschenko 2008). Seharusnya jumlah perentase yang paling besar adalah berada pada Leukosit Jenis neutrophil , sedangkan didapatkan hasil bahwa jenis leukosit yang paling banyak jumlah persentase nya adalah leukosit jenis Limfosit baik pada tikus sehat maupun sakit. Ketidaksesuaian hasil pengamatan dan perhitungan dengan literature dapat dikarenakan apusan darah yang terlalu tebal sehingga membuat praktikan suli untuk melihat dan mencari jenis leukosit yang berdampak pula pada jumlah perhitungan nya.

(13)

(Sofro,2012). Perbedaan jumlah masing-masing sel leukosit dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satu faktornya adalah faktor fisiologis, yaitu masa hidup dari masing-masing sel leukosit tersebut. Masa hidup sel leukosit yang memiliki granula relatif lebih singkat dibandingkan sel leukosit yang tidak memiliki granula. Masa hidup sel leukosit yang memiliki granula adalah 4 - 8 jam dalam sirkulasi darah dan 4-5 hari di dalam jaringan. Hal ini disebabkan karena sel leukosit yang memiliki granulalebih cepat menujudaerah infeksi dan melakukan fungsinya dari pada sel leukosit yang tidak memiliki granula. Leukopenia disebabkan berbagai kondisi, termasuk stress berkepanjangan,infeksi virus, penyakit atau kerusakan sumsum tulang, radiasi, ataukemoterapi. Penyakitsistemik yang parahmisalnya lupus eritematosus, penyakittiroid, sindrom Cushing, dapat menyebabkan penurunan jumlah leukosit. Semua atau salah satu jenis sel saja yang dapat terpengaruh. Penurunan jumlah leukosit dapat terjadi karena infeksiusus, keracunan bakteri, septicoemia, kehamilan, dan partus. Jumlah leukosit dipengaruhi oleh kondisi tubuh, stres, kurang makan atau disebabkan olehfaktor lain(Corwin, 2009).

V. Kesimpulan

1. Jumlah leukosit pada tikus sehat lebih banyak daripada tikus yang sakit, yaitu pada leukosit tikus sehat berjumlah 45 leukosit dan pada tikus sakit sebanyak 41 leukosit.

(14)

VI. Daftar Pustaka

Abbas, A.K., Lichtman, A.H., & Pillai, S. 2014.Basic Immunology, Fourth Edition.

Philadelphia: Elsevier Saunders.

Bacha, W. J. J. dan Bacha, L. M. 2000. Color Atlas of Veterinary Histology. 2nd Ed.

Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins.

Benjamini, E., Coico, R., Sunshine, G.2000. Immunology A Short Course, Forth Edition.

New York : Wiley-Liss, A John Wiley & Sons, Inc.

Baratawidjaja, K.G. 2000. Imunologi edisi 5. FKUI: Jakarta.

Baratawidjaja, K.G. & Rengganis, I. 2009.Imunologi Dasar, Edisi VIII. Jakarta : Balai

Penerbit Kedokteran Universitas Indonesia.

Corwin, E.J. 2009. Buku saku patofisiologi, 3 edn. Jakarta : EGC.

Dellman dan Brown. 1989. Buku Teks Veteriner. Edisi ke 3. Jakarta : Universitas Indonesia

Press.

Eroschenko, V. P. 2008. DiFiore’s Atlas of Histology with Functional Correlations.

Philadephia. 313-323.

Frances K, Widmann. 1989.Clinical Interpretation of Laboratory Test .Jakarta, : EGC.

Frandson RD.1996. Anatomi dan Fisiologi Ternak Edisi ke-4. Yogyakarta : Gajah Mada

Univesity Press.

Guyton, A.C dan Hall, J.E. 2006. Textbook of Medical Physiology. 11th Ed. Philadelphia :

Elseviers Saunders.

Hartono. 1989. Histology Veteriner. Departemen Jenderal Kebudayaan , Direktorat Jenderal

Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat : Institut Pertanian Bogor.

(15)

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Narayanan Sheshadri &Peerschkee Ellinor IB.2001. Biochemical Hematology of Platelets and Leukoscytes. New York : Wiley-Liss, A John Wiley & Sons, Inc.

Sadikin, Muhammad. 2002. Biokimia Darah. Jakarta: Widia Medika.

Sofro,A,S. (2012). Darah.Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Gambar

Tabel 2. Jumlah Leukosit PadaTikus Sakit
Tabel 4. Jumlah Presentase Leukosit Pada Tikus Sakit

Referensi

Dokumen terkait

Jenis koleksi buku merupakan jenis koleksi yang paling banyak disitir dalam penulisan artikel dalam Jumal Fihris Tahun 2008. Sedangkan ketersediaan koleksi yang disitir

Pada saat melakukan interpretasi pemeriksaan dengan larutan benedict didapatkan beberapa tabung yang tidak sesuai dengan yang seharusnya, hal ini dapat disebabkan oleh beberapa hal

Kondisi ekosistem lamun di Lovina dalam kondisi yang paling baik berdasarkan jumlah jenis lamun, jumlah jenis alga, dan persentase tutupannya (skor 13);

Hal tersebut dapat diketahui dengan cara mereaksikan aquadest yang berada dalam beaker glass dengan pereaksi AgNO 3 dan didapatkan hasil endapan putih yang menunjukan

Pada LED 7 Segmen jenis Common Anode (Anoda), Kaki Anoda pada semua segmen LED adalah terhubung menjadi 1 Pin, sedangkan kaki Katoda akan menjadi Input

Sifat intensif yang berhubungan dengan kapasitas panas adalah kalor jenis (panas spesifk) yang didefnisikan sebagai jumlah panas yang diperlukan

plant, Flowmeter adalah alat untuk mengukur jumlah atau laju aliran dari suatu fluida yang mengalir dalam sebuah pipa.. Jenis jenis dari sensor aliran atau flowmeter

Pada lembaran baja kadar karbon sangat rendah atau ultra rendah, jumlah atom karbon-nya bahkan masih berada dalam batas kelarutannya pada larutan padat sehingga struktur