• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laporan Praktikum Kimia Klinis Cairan Serebrospinalis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Laporan Praktikum Kimia Klinis Cairan Serebrospinalis"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN PRAKTIK

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA KLINIK IUM KIMIA KLINIK III

PEMERIKSAAN KIMIA KLINIS CAIRAN SEREBROSPINALIS PEMERIKSAAN KIMIA KLINIS CAIRAN SEREBROSPINALIS

Dosen Pengampu Mata Kuliah Praktikum Kimia Klinik II Dosen Pengampu Mata Kuliah Praktikum Kimia Klinik II

 A’yunil Hi

 A’yunil Hisbiyah, S.Si., M.Sisbiyah, S.Si., M.Si

Penyusun : Penyusun : 1.

1. Ike Ike Yuyun Yuyun Winarsih Winarsih (150101000(15010100005)05) 2.

2. Susi Susi HartiningHartiningsih sih (15010102012)(15010102012)

PROGRAM STUDI DIII

PROGRAM STUDI DIII ANALIS KESEHATANANALIS KESEHATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN RS ANWAR MEDIKA SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN RS ANWAR MEDIKA

SIDOARJO SIDOARJO

2017 2017

(2)

BAB I BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah 1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada praktikum ini adalah Rumusan masalah pada praktikum ini adalah a.

a. Bagaimana Bagaimana cara menecara menentukan pementukan pemeriksaan kuriksaan kualitatif proteialitatif protein urine n urine ?? b.

b. Bagaimana Bagaimana cara menencara menentukan pemetukan pemeriksaan semi riksaan semi kuantitatif proteikuantitatif protein urine ?n urine ? c.

c. Bagaimana cara Bagaimana cara menentukan pemeriksaan menentukan pemeriksaan protein protein Bence Bence Jones Jones ?? d.

d. Bagaimana cara menBagaimana cara menentukanpemeentukanpemeriksaan semi kuantitatiriksaan semi kuantitatifglukosa padafglukosa pada urine?

urine?

1.3 Tujuan Percobaan 1.3 Tujuan Percobaan

Tujuan pada percobaan ini adalah : Tujuan pada percobaan ini adalah : a.

a. Mahasiswa Mahasiswa dapat menedapat menentukan pentukan pemeriksaan meriksaan kualitatif pkualitatif protein urirotein urine.ne. b.

b. Mahasiswa Mahasiswa dapat menendapat menentukan pemeritukan pemeriksaan semi ksaan semi kuantitatif proteikuantitatif protein urine.n urine. c.

c. Mahasiswa Mahasiswa dapat dapat menentukan menentukan pemeriksaan pemeriksaan protein protein Bence Bence Jones.Jones. d.

d. Mahasiswa dapat Mahasiswa dapat menentukan pemeriksaan menentukan pemeriksaan semi semi kuantitatkuantitatif if glukosa padaglukosa pada urine

(3)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cairan Serebrospinalis

(4)

BAB III

METODOLOGI PERCOBAAN 3.1 Alat

Peralatan yang dipergunakan dalam praktikum ini adalah tabung reaksi, pipet Thoma leukosit, kamar hitung, mikroskop, gelas objek/cover glass, pipet tetes, dan sentrifuge.

3.2 Bahan

Bahan yang dipergunakan dalam dipergunakan dalam ini adalah cairan serebrospinalis, larutan Trunk, reagen Giemsa/Wright, larutan amonim sulfat  jenuh, larutan asam asetat 10%, reagen Pandy (10mL fenol dalam 100mL

aquades), dan aquades. 3.3 Prosedur Kerja

a. Pemeriksaan makroskopis cairan serebrospinalis 1. Warna dan kejernihan

- Dituang ke dalam tabung reaksi

- Diamati warna dan kejernihan cairan secara visual dengan latar belakang putih dan terang

- Dibandingkan warna cairan LCS dengan aquades.

2. Bekuan

- Dituang ke dalam tabung reaksi

- Diperhatikan terjadinya bekuan dan diterangkan sifatnya (renggang, berkeping, sangat halus, dll).

b. Pemeriksaan mikroskopis (menghitung jumlah leukosit) 1. Mengisi pipet leukosit

- Diisap dengan pipet leukosit sampai tanda 1

- Dihapus kelebihan sampel diujung pipet dengan tisu

- Dimasukkan pipet kedalam larutan Turk sambil menahan sampel pada garis tadi, pipet dipegang dengan sudut 45o

- Diisaplah larutan Turk sampai tanda 11 Sampel

Sampel

Hasil Sampel

(5)

- Dikocok pipet selama 15 – 30 detik

- Diletakkan pipet secara horizontal, jika tidak segera akan dihitung.

2. Mengisi kamar hitung

- Diletakkan yang bersih dengan kaca penutupnya terpasang mendatar diatas meja

- Dikocok pipet yang diisi tadi selama 3 menit terus-menerus,  jangan sampai ada caira terbuang dari dalam pipet sewaktu

mengocok

- Dibuang cairan yang ada dibatang kapiler pipet (3  – 4 tetes), segera sentuhkan ujung pipet dengan sudut 30o  pada permukaan kamar hitung dengan menyinggung pinggir kaca penutup

- Dibiarkan kamar hitung selama 5 menit supaya leukositnya mengendap.

3. Menghitung jumlah leukosit

- Disiapkan dan digunakan lensa objektif 10x

- Dihitung semua leukosit dalam 4 bidang besar yang ada pada sudut-sudut

- Dihitung sel yang menyinggung garis batas kiri dan garis batas atas, sedangkan sel yang menyinggung garis batas kanan dan garis batas bawah tidak boleh dihitung.

c. Pemeriksaan mikroskopis (menghitung jenis sel leukosit) 1. Membuat sediaan apus

- Disentrifuge terlebih dahulu untuk cairan yang jernih, dengan kecepatan sedang 1500  –  2000 rpm selama 10 menit. Cairan bagian atas dibuang dan sedimen dipakai untuk membuat sediaan apus

- Disiapkan kaca objek bersih, kering, dan bebas lemak, diletakkan diatas meja

- Diteteskan satu tetes LCS yang telah disentrifuge pada sebelah kanan kaca objek

Hasil Kamar hitung Hasil Mikroskop Hasil Sampel

(6)

- Diambil cover glass dengan tangan kanan dan diletakkan disebelah kiri tetesan LCS

- Digeser cover glass ke kanan setelah cairan menyebar geser kearah kiri dengan satu gerakan yang cepat sehingga terbentuk apusan yang tipis.

2. Mengecat sediaan apus dengan Giemsa

- Diletakkan diatas bak pengecatan dengan apusan berda diatas - Diteteskan methanol sampai memenuhi seluruh hapusan,

dibiarkan mongering selama 5 menit

- Dituang kelebihan methanol dari kaca ke dalam bak pengecatan - Diteteskan larutan Giemsa yang telah diencerkan dengan larutan

penyangga. Jmlah tetesan larutan Giemsa sebanyak jumlah tetesan methanol

- Dibiarkan selama 20 menit - Dibilas dengan aquades

- Diletakkan sediaan dalam sikap vertical dan dibiarkan mongering di udara.

3. Mengecat sediaan apus dengan Wright stain

- Diletakkan diatas bak pengecatan dengan apusan LCS berada diatas

- Diteteskan 20 tetes larutan Wright (untuk sediaan diatas kaca penutup 5 tetes)

- Diteteskan larutan penyangga pH 6,4 sejumlah sama dengan tetesan Wright dan dibiarkan selama 5 – 12 menit

- Disiram sediaan tersebut dengan aquades, pertam siram dengan perlahan (untuk membuang zat warna yang terapung diatas) kemudian siram dengan cepat ntuk membersihkan sedian tersebut dari kotoran

- Diletakan sediaan dengan sikap vertical dan dibiarkan mengering - Dihitung jenis sel leukosit dibawah mikroskop.

d. Pemeriksaan protein total

- Dimasukkan dalam tabung reaksi Hasil Sampel Hasil  Apusan Hasil Sampel

(7)

- Dikocok cairan dalam tabung dengan kuat - Diamati terbentuknya busa dan hilangnya busa - Dicatat waktunya.

e. Pemeriksaan globulin metode None Apelt

- Dituang kedalam tabung reaksi larutan ammonium sulfat jernih sebanyak 1 mL

- Ditambahkan secara hati-hati cairan otak sebanyak 1  –  2 mL melalui dinding tabung reaksi, sehingga terbentuk dua lapisan - Didiamkan selama 3 menit, diamati batas kedua lapisan.

f. Pemeriksaan untuk albumin

- Dimasukkan dalam tabung reaksi, dikocok dengan kuat, dan disaring

- Ditambahkan satu tetes asam asetat 10% dalam filtrate

- Dididihkan, adanya presipitasi pada sampel menandakan terdapat albumin pada cairan serebrospinalis.

g. Pemeriksaan albumin dan globulin metode Pandy

-- Diteteskan sebanyak 3 tetes kedalam tabung reaksi yang berisi 1 mL reagen Pandy, setetes demi setetes menggunaka pipet tetes, dan diletakkan tabung pada papan kartu hitam

- Diamati perubahan reagen setiap penambahan satu tetes cairan otak, dibaca hasil dengan cepat.

Sampel Hasil Hasil Reagen Hasil Sampel Hasil

(8)

BAB IV

DATA HASIL PERCOBAAN

Nama Pasien : Tn. Agus Kode sampel : LCS (A)

Umur : 46 tahun

Tanggal pemeriksaan :

1. Pemeriksaan makroskopis

Parameter Hasil Keterangan

Warna dan

kejernihan Merah dan keruh

Menandakan adanya darah didalam cairan serebrospinalis

Bekuan Tidak mengandung

bekuan Normal

2. Pemeriksaan mikroskopis a. Hitung jumlah sel leukosit

53 44

48 43

b. Hitung jenis sel leukosit

Jenis leukosit 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 % Limfosit 9 8 7 9 8 7 9 7 7 7 78% Monosit Basofil Eusinofil Neutrofil batang 1 1 2 2 3 1 10% Neutrofil segmen 1 2 2 1 1 1 1 1 2 12% Perhitungan : Σ = 188 N = X . t. P A N = 188 .  ,. 10 4 N =18800 4 N = 4700 sel/µL

(9)

c. Pemeriksaan protein cairan serebrospinalis Nama sampel : LCS (B)

No Parameter Hasil Keterangan

1 Protein total Positif

Timbul sedikit busa yang belum hilang setelah didimkan sampai 5 menit.

2 Globulin metodeNonne Apelt Positif (4+)

Cincin putih yang bila dikocok menyebabkan cairan menjadi sangat keruh.

3  Albumin Positif (3+)

Kekeruhan seperti awan dengan flokulasi banyak.

4

Globulin dan albumin metode Pandy

Positif

Terbentuk kabut putih saat tetesan cairan otak tercampur reagen atau terdapat sedikit kekeruhan yang kemudian hilang.

(10)

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Prinsip Percobaan

5.1.1 Pemeriksaan makroskopis cairan serebrospinalis a. Warna dan kekeruhan

Prinsip : Membandingkan warna dan kekeruhan cairan otak dengan larutan  jernih (aquades) dengan latar belakang berwarna putih dan terang. b. Bekuan

Prinsip : Mengamati adanya bekuan dalam LCS dan diterangkan sifatnya (renggang, berkeping, sangat halus, dll).

5.1.2 Pemeriksaan mikroskopis cairan serebrospinalis a. Menghitung jumlah leukosit

Prinsip : Cairan otak diencerkan dengan larutan Turk, selanjutnya sel leukosit dihitung secara mikroskopis dalam kamar hitung.

b. Menghitung jenis sel leukosit - Metode : Apusan

- Prinsip : setetes cairan serebrospinalis dibuat apusan pada kaca objek, kemudian dicat dan dilihat dibawah mikroskop.

5.1.3 Pemeriksaan protein cairan serebrospinalis a. Protein total

Prinsip : Merupakan tes kasar untuk menilai kadar protein. LCS normal hanya berbusa sedikit dan hilang setelah 1 – 2 menit.

b. Globulin metode Nonne Apelt - Metode : Nonne Apelt

- Prinsip : Cairan serebrospinalis yang ditambahkan dalam larutan ammonium sulfat dan didiamkan selama 3 menit, diamati ada tidaknya cincin putih pada perbatasan larutan.

c. Albumin

- Metode : Asam asetat 10%

- Prinsip : Keberadaan albumin dalam sampel LCS yang ditunjukkan dengan timbulnya kekeruhan. Percobaan ini dilakukan dengan cara menambahkan suatu asam yang akan lebih mendekatkan ke titik isoelektrik protein. Selanjutnya, dilakukan pemanasan yang bertujuan mendenaturasi protein sehingga terbentuk presipitat yang dapat dinilai secara kuantitatif.

d. Globulin dan albumin metode Pandy - Metode : Pandy

- Prinsip : LCS yang ditambahkan dalam reagen Pandy akan terjadi kekeruhan/kabut putih ketika cairan serebrospinalis tercampur dengan reagen. Hasil dibaca dengan cepat.

(11)

5.2 Analisa Prosedur

1. Pemeriksaan makroskopis cairan serebrospinalis

Pemeriksaan makroskopis cairan serebrospinalis yang dilakukan oleh praktikan meliputi pemeriksaan warna dan kekeruhan, serta bekuan. Pemeriksaan warna dan bekuan dilakukan dengan membandingkan warna dan kekeruhan sampel dengan aquades. Sampel dituang dalam tabung reaksi dan diamati secara visual dengan latar belakang putih dan terang. Hal ini dilakukan agar pengamtan secara visual tidak mengalami ganguan. Warna cairan LCS dibandingkan dengan aquades. Warna merah pada cairan LCS menandakan bahwa adanya darah di dalam sampel, warna coklat menandakan ada pendarahan kronik karena eritrosit yang hemolisis dan jika diendapkan akan berwarna kuning, warna kuning menandakan adanya ikterus atau kadar protein yang tinggi, keabu-abuan menandakan adanya leukosit dalam jumlah banyak. Cairan LCS yang normal tidak berwarna dan jernih ( _ ).

Pemeriksaan bekuan dilakukan dengan menuangkan sampel ke dalam tabung reaksi dan diamati adanya bekuan, dan diterangkan sifatnya seperti renggang, berkeping, sangat halus, dan lain sebagainya. Cairan LCS normal tidak mengandung bekuan. Pada Meningitis tuberculosa dapat dilihat terbentuknya bekuan yang sangat halus dan sangat renggang yang mulai dibentuk pada permukaan cairan dan tumbuh sampai ke pertengahan cairan. Meningitis purulenta dapat terlihat adanya bekuan yang besar atau kasar. Pada sinroma froin dan pada pendarahan besar terdapat bekuan en masse, yaitu cairan otak yang membeku seluruhnya. Pada encephalitis dan  poliomyelitis biasanya tidak terjadi bekuan.

2. Pemeriksaan mikroskopis cairan serebrospinalis

Pemeriksaan mikroskopis cairan serebrospinalis yang dilakukan oleh praktikan meliputi pemeriksaan jumlah sel leukosit dan pemeriksaan jenis sel leukosit. Pada pemeriksaan hitung jumlah sel leukosit dalam cairan LCS dilakukan dengan mengencerkan cairan LCS dengan pipet Thoma leukosit, kemudian dimasukkan ke dalam kamar hitung. Larutan pengencer yang digunakan adalah larutan Turk. Cairan LCS diisap hingga tanda 1 pada pipet Thoma leukosit, dan selanjutnya dengan menahan cairan LCS pada tanda 1 diisap larutan turk hingga tanda 11. Dihomogenkan sampel yang ada dalam pipet Thoma selama 15-30 detik. Sampel cairan yang ada dibatang kapiler pipet dibuang 3 tetes, hal ini dilakukan untuk membuang laruan pengencer agar cairan LCS yang diteteskan diatas kamar hitung hasilnya representatif. Setelah sampel di buang 3 tetes, segara disentuhkan ujung pipet Thoma pada sudut 30o pada permukaan kamar hitung dengan menyinggung pinggir kaca penutup. Sebelum dilakukan perhitungan kamr hitung yang berisi sampel dimasukkan ke dalam cawan Petri yang berisi tisu basah, ditutup cawan Petri selama 2-3 menit. Hal tersebut dilakukan agar leukosit dalam cairan LCS mengendap, sehingga akan mudah diamati. Leukosit dihitung pada semua 4 bidang besar yang ada pada sudut-sudut kamar hitung. Sel yang menyinggung garis batas kiri dan garis batas kanan boleh dihitung sedangkan sel yang menyinggung garis batas kanan dan garis bawah tidak

(12)

boleh dihitung. Prosedur yang dilakukan praktikan adalh untuk cairan otak  jernih yang jumlah selnya sedikit. Untuk cairan otak yang keruh maka pilihlah

pengenceran yang sesuai dengan kekeruhan tersebut, misalnya dengan pengenceran yang digunakan untuk menghitung jumlah leukosit dalam darah ( _ ). Dalam keadaan normal jumlah leukosit 0  – 5 sel/µL cairan otak dan 0 – 20 sel/µL cairan otak (untuk balita). Ambang batas normal, jumlah leukosit 6 – 10 sel/µL cairan otak. Abnormal, jumlah leukosit 6  – 10 sel/ µL cairan otak. Poliomyelitis, enchephalitis, meningitis tuberculosa, dan neurosyphilis disertai pleiositosis ringan sampai 200sel/ µL cairan otak (Bakti, 2015).

Pemeriksaan hitung jenis sel leukosit dilakukan dengan meneteskan cairan LCS diatas kaca objek, dibuat apusan tipis, untuk selanj utnya diwarnai menggunakan pewarna Giemsa atau Wright, dan diamati dibawah mikroskop. Membuat sediaan apus cairan pleura harus dilakukan setipis mungkin, hal ini dilakukan agar sel leukosit tidak menggerombol sehingga akan mudah untuk diamati. Kecepatan penggeseran ketika membuat sediaan apus berpengaruh terhadap hasil apusan. Semakin cepat penggeseran akan menghasilkan sediaan apus yang lebih panjang. Sudut antara kaca objek daengan cover glass diusahakan antara 30o dan 45o, hal ini dilakukan agar sediaan apus yang dihasilkan tipis. Sediaan apus dikering anginkan sebelum dilakukan pewarnaan. Pewarnaan sediaan apus dengan pewarna Giemsa. Sediaan apus difiksasi dengan larutan metanol selama 5 menit. Hal tersebut dilakukan agar apusan cairan pleura tidak hilang pada saat proses pewarnaan. Larutan Giemsa diteteskan sebanyak larutan metanol dan didiamkan selama 20 menit. Kelebihan pewarna dibuang dengan membilas sediaan apus menggunakan aquades. Pewarnaan sediaan apus dengan menggunakan pewarna Wright. Sediaan apus cairan pleura ditetesi 20 tetes larutan Wright dan dibiarkan selama 2 menit. Ditambahkan larutan buffer pH 6,4 sejumlah pewarna yang ditambahkan. Penambahan buffer dilakukan bertujuan untuk mempertahankan konsistensi sel leukosit. Dalam keadaan normal cairan LCS terlihat limfosit saja ( Bakti, 2015 ).

3. Pemeriksaan protein cairan serebrospinalis

Pemeriksaan protein cairan serebrospinalis yang dilakukan oleh praktikan meliputi pemeriksaan protein total, globulin metode Nonne Apelt, albumin, dan pemeriksaan globulin dan albumin metode Pandy. Pemeriksaan protein total merupakan test kasar terhadap kadar protein yang meningkat. Hal ini dilakukan dengan sampel LCS dituang dalam tabung reaksi dan dikocok dengan kuat. Hasil ditunjukkan dengan adanya busa yang mudah hilang atau hilangnya lama. Dalam keadaan normal setelah dikocok sampel LCS timbul sedikit busa dan mudah hilang setelah 1  – 2 menit. Sampel LCS yang positif mengandung protein timbul banyak busa yang tidak hilang setelah didiamkan sampai 5 menit.

Pemeriksaan globulin metode Nonne Apelt bertujuan untuk menguji kadar globulin, menggunakan larutan ammonium sulfat jenuh. Hal ini dilakukan dengan ammonium sulfat jenuh dituang kedalam tabung reaksi

(13)

sebanyak 1 mL, dan ditambahkan dengan hati-hati cairan LCS sebanyak 1-2 mL melalui dinding tabung sehingga terbentuk 1-2 lapisan. Larutan sampel didiamkan selama 3 menit, dan diamati batas kedua lapisan. Semakin tinggi kadar globulin semakin tebal cincin keruh yang terjadi ( _ ). Hasil uji dituliskan negatif bila tidak terbentuk cincin. Positif apabila terbentuk cincin putih pada perbatasan kedua lapisan cairan. Hasil dilaporakan dalam 1+ apabila cincin putih yang terbentuk ketika dikocok menghilang dan cairan jernih. 2+ apabila cincin putih yang terbentuk ketika dikocok menyebabkan cairan menjadi sedikit keruh. 3+ apabila cincin putih yang terbentuk ketika dikocok menyebabkan cairan tampak seperti awan. 4+ apabila cincin putih yang terbentuk ketika dikocok menyebabkan cairan menjadi sangat keruh ( _ ).

Pemeriksaan albumin dilakukan dengan metode asam asetat 10%. Hal ini dilakukan dengan sampel dimasukkan dalam tabung reaksi dan ditambahkan satu tetes asam asetat 10% ke dalam filtrat cairan LCS, kemudian didihkan menggunakan api bunsen secara langsung. Penambahan asam bertujuan untuk mendekatkan albumin dalam sampel LCS ke titik isoelektrik protein. Pemanasan dilakukan bertujuan untuk mendenaturasi protein sehingga terbentuk presipitat yang dapat dinilai secara kuantitatif ( _ ). Hasil uji dinyatakan negatif apabila tidak timbul kekeruhan/keruh sedikit. Hasil uji 1+ jika kekeruhan seperti awan dengan sedikit endapan, 2+ jika kekeruhan seperti awan dengan flokulasi, dan 3+  jika kekeruhan seperti awan dengan flokulasi banyak ( _ ).

Pemeriksaan globulin dan albumin metode Pandy dilakukan bertujuan untuk menyatakan adanya globulin dan albumin. Reagen yang digunkan adalah reagen Pandy yang terbuat dari 0,0415 gr dalam 5 mL aquades ( _ ). Pemeriksaan globulin dan albumin metode Pandy dilakukan dengan dimasukkan 1 mL reagen Pandy pada tabung reaksi dan ditambahkan 3 tetes sampel cairan LCS secara perlahan, setetes demi setetes menggunakan pipet tetes. Perubahan larutan diamati dengan cepat setiap penambahan satu tetes cairan LCS. Hasil uji dibaca dengan cepat. Hasil pemeriksaan dinyatakan negatif jika tidak ada kekeruhann/sedikit keruh. Uji positif jika terbentuk kabut putih saat tetesan cairan otak tercampur reagen atau terdapat sedikit kekeruhan yang kemudian hilang. Hasil dinyatakan 1+  jika kekeruhan jelas (kurang lebih 50 – 100 mg%), 2+ jika kekeruhan seperti awan (kurang lebih 100 – 300 mg%), 3+ jika kekeruhan seperti awan besar-besar (kurang lebih 300-500 mg%), dan 4+ jika larutan menjadi sangat keruh (>500 mg%) ( _ ).

5.3 Analisa Hasil

Cairan serebrospinal merupakan cairan yang berada di ruang subarakhnoid merupakan salah satu proteksi untuk melindungi jaringan otak dan medula spinalis terhadap trauma atau gangguan dari luar. Cairan serebrospinalis diproduksi dari aliran darah arterial oleh pleksus koroideus ventrikel ke-4 dan ke-3 otak melalui proses difusi, pinositosis, dan transpor aktif. Sebagian kecil cairan LCS diproduksi oleh sel ependim. Pada orang dewasa volume intrakranial kurang lebih 1700 mL, volume otak sekitar 1400 mL, volume cairan serebrospinal 52-162

(14)

mL (rata-rata 104 mL) dan darah sekitar 150 mL. 80% dari jaringan otak terdiri dari cairan, baik ekstra sel maupun intra sel. Rata-rata cairan serebrospinal dibentuk sebanyak 0,35 mL/menit atau 500 mL/hari, sedangkan total volume cairan serebrospinal berkisar 75-150 mL dalam sewaktu. Ini merupakan suatu kegiatan dinamis, berupa pembentukan, sirkulasi dan absorpsi. Untuk mempertahankan  jumlah cairan serebrospinal tetap dalam sewaktu, maka cairan serebrospinal diganti 4  –  5 kali dalam sehari. Perubahan dalam cairan serebrospinal dapat merupakan proses dasar patologi suatu kelainan klinik.

Pemeriksaan cairan serebrospinal sangat membantu dalam mendiagnosa penyakit-penyakit neurologi. Selain itu juga untuk evaluasi pengobatan dan perjalanan penyakit, serta menentukan prognosa penyakit. Pemeriksaan cairan serebrospinal adalah suatu tindakan yang aman, tidak mahal dan cepat untuk menetapkan diagnosa, mengidentifikasi organisme penyebab serta dapat untuk melakukan test sensitivitas antibiotika. Cairan serebrospinal dibentuk dari kombinasi filtrasi kapiler dan sekresi aktif dari epitel. CSS hampir meyerupai ultrafiltrat dari plasma darah tapi berisi konsentrasi Na, K, bikarbonat, Cairan, glukosa yang lebih kecil dan konsentrasi Mg dan klorida yang lebih tinggi. Ph CSS lebihrendah dari darah.

1. Pemeriksaan makroskopis cairan serebrospinalis

Keadaan normal dan beberapa kelainan cairan serebrospinal dapat diketahui dengan memperhatikan warna dan kekeruhan, bekun, jumlah leukosit,  jenis leukosit, dan beberapa pemeriksaan protein (protein total, globulin metode Nonne Apelt, albumin, dan globulin, albumin metode Pandy). Keadaan normal cairan serebrospinal warnamya jernih dan patologis bila berwarna kuning, santokhrom, cucian daging, purulenta atau keruh. Warna kuning muncul dari protein ( _ ). Peningkatan protein yang penting dan bermakna dalam perubahan warna adalah bila lebih dari 1 g/L. Cairan serebrospinal berwarna pink berasal dari darah dengan jumlah sel darah merah lebih dari 500 sdm/cm3. Sel darah merah yang utuh akan memberikan warna merah segar. Eritrosit akan lisis dalam satu  jam dan akan memberikan warna cucian daging di dalam cairan serebrospinal, hal ini sesuai dengan hasil praktikum yang dilakukan pada sampel cairan serebrospinal. Hasil uji pemeriksaan warna dan kekeruhan, cairan LCS yang diperiksa praktikan berwarna merah daan keruh. Hal ini menandakan adanya darah didalam sampel LCS yang diperiksa. Cairan serebrospinal tampak purulenta bila jumlah leukosit lebih dari 1000 sel/mL ( _ ).

Cairan otak normal tidak memperlihatkan adanya bekuan karena tidak mengandung fibrinogen jika pada sampel cairan pleura terjadi bekuan maka dapat dilaporkan bentuk bekuan seperti halus, sangat halus, menyusn keping  – keping, menyusun serat – serat berupa selaput atau bekuan yang kasar dan besar ( _ ). Berdasarkan percobaan yang dilakukan oleh praktikan didapatkan hasil bahwa sampel cairan LCS yang diperiksa tidak mengandung bekuan, sehingga dilihat dari segi pemeriksaan makroskopis bekuan sampel LCS diasumsikan normal. Hal ini sesuai dengan literatur Bakti (2015) yang menyatakan bahwa cairan serebrospinalis normal tidak mengandung bekuan.

(15)

2. Pemeriksaan mikroskopis cairan serebrospinalis

Pemeriksaan mikroskopis hitung jumlah leukosit dilakukan <1jam setelah pengambilan sampel karena leukosit cepat rusak, selain itu penyebaran sel dalam cairan membentuk bekuan sehingga sulit untuk dihomogenkan ( _ ). Cairan serebrospinal normal hanya mengandung 0  –  5 leukosit/mm3. Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan praktikan pemeriksaan hitung jumlah leukosit didapatkan hasil 4700 sel/mm3  cairan otak. Hal ini menunjukkan bahwa sampel cairan serebrospinal yang diperiksa melebihi nilai normal cairan serebrospinal menurut ( _ ). Pada pasien meningitis purulen atau bakterial dapat ditemukan  jumlah sel lebih dari 100 – 1000 sel lukosit/mm3. Jumlah sel lebih dari normal dan kurang dari 100 dapat ditemukan pada miningitis viral. Penyebab jumlah sel di cairan serebrospinal meningkat selain infeksi antara lain penyakit keganansan, perdarahan intaserebral, dan setelah serangan kejang. Dominasi sel neutrofil atau sel polimorfonuklear (PMN) dapat ditemukan pada meningitis bakterial stadium awal. Dominasi eusinofil cukup sering berkaitan dengan meningitis atau encephalitis oleh parasit. Sedangkan dominasi limfosit  – monosit (mononuklear) ditemukan meningitis viral, tuberculosis, atau fungal ( _ ). Berdasarkan pemeriksaan hitung jenis leukosit didapatkan hasil limfosit 78%, neutrofil batang 10%, dan neutrofil segmen 12%. Hal ini menunjukkan bahwa cairan serebrospinal yang diperiksa tidak normal, karena dalam keadaan normal cairan serebrospinal hanya mengandung limfosit saja ( _ ).

3. Pemeriksaan protein cairan serebrospinalis

Kadar protein normal cairan serebrospinal pada ventrikel adalah 5-15 mg%. pada sisterna 10-25 mg% dan pada daerah lumbal adalah 15-45 ,g%. Kadar gamma globulin normal 5-15 mg% dari total protein. Kadar protein lebih dari 150 mg% akan menyebabkan cairan serebrospinal berwarna xantokrom, pada peningkatan kadar protein yang ekstrim lebih dari 1,5 gr% akan menyebabkan pada permukaan tampak sarang laba-laba (pellicle) atau bekuan yang menunjukkan tingginya kadar fibrinogen. Kadar protein cairan serebrospinal akan meningkat oleh karena hilangnya sawar darah otak (blood barin barrier), reabsorbsi yang lambat atau peningkatan sintesis immunoglobulin loka. Sawar darah otak hilang biasanya terjadi pada keadaan peradangan,iskemia baktrial trauma atau neovaskularisasi tumor, reabsorsi yang lambat dapat terjadi pada situasi yang berhubungan dengan tingginya kadar protein cairan serebrospinal, misalnya pada meningitis atau perdarahan subarakhnoid. Peningkatan kadar immunoglobulin cairan serebrospinal ditemukan pada multiple sklerosis, acut inflamatory polyradikulopati, juga ditemukan pada tumor intra kranial dan penyakit infeksi susunan saraf pusat lainnya, termasuk ensefalitis, meningitis, neurosipilis, arakhnoiditis dan SSPE (sub acut sclerosing panensefalitis). Perubahan kadar protein di cairan serebrospinal bersifat umum tapi bermakna sedikit, bila dinilai sendirian akan memberikan sedikit nilai diagnostik pada infeksi susunan saraf pusat ( _ )

Pemeriksaan cairan serebrospinalis selanjutnya yakni pemeriksan protein yang meliputi pemeriksaan protein total, pemeriksaan globulin metode Nonne  Apelt, pemeriksaan untuk albumin dengan metode asam asetat 10%, dan

(16)

Pemeriksaan globulin metode Nonne Apelt dilakukan bertujun untuk menguji kadar globulin dalam sampel cairan serebrospinal. Pemeriksaan ini menggunkan reagen larutan amonium sulfat jenuh. Larutan amonium sulfat akan memberikan reaksi terhadap protein globulin yang ada dalam sampel dalam bentuk kekeruhan yang berupa cincin. Ketebalan cincin yang terbentuk berbanding lurus dengan kadar globulin, semakin tinggi kadar globulin maka cincin yang terbentuk semakin tebal ( _ ). Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan oleh praktikan didapatkan hasil stelah diinkubasi selama 3 menit terbentuk cincin putih yang bila dikocok menyebabkan cairan sangat keruh, hasil pengamatan tersebut dilaporkan sebagai positif (++++). Hal ini menandakan bahwa kadar globulin dalam sampel LCS yang diperiksa dapat diasumsikan tinggi berdasarkan cincin putih yang terbentuk dalam reaksi amonium sulfat dengan sampel LCS ( _ ). Adanya peningkatan globulin pada cairan LCS menandakan terdapat keadaan patologis seperti multipel sklerosis, ensefalitis, poliomielitis, dan meningitis ( _ ).

Pemeriksaan globulin dan albumin metode Pandy. Reagen Pandy memberikan reaksi terhadap protein (albumin dan globulin) dalam bentuk kekeruhan. Pemeriksaan metode Pandy inu mudah dilakukan pada waktu melakukan fungsi dan sering dilakukan sebagai bedside test. Pada keadaan normal tidak terjadi kekeruhan atau kekeruhan yang ringan seperti kabut. Semakin tinggi kadar protein (globulin dan albumin), maka hasil reaksi akan semakin keruh ( _ ). Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan didapatkan hasil pemeriksaan cairan LCS metode Pandy yakni terbentuk kabut putih saat tetesan cairan otak tercampur reagen atau terdapat sedikit kekeruhan yang kemudian hilang. Hal ini menandakan bahwa tidak ada peningkatan kadar globulin dan albumin dalam cairan serebrospinal yang diperiksa. Adanya globulin dan albumin dalam cairan LCS menandakan terdapat keadaan patologis seperti multipel sklerosis, ensefalitis, poliomielitis, dan meningitis ( _ ).

Sumber kesalah dalam pemeriksaan laboratorium cairan LCS menurut Gandasoebrata ( 2009) yakni :

1. Wadah sampel yang tidak steril menyebabkan sampel terkontaminasi oleh mikroorganisme sehingga memberikan hasil positif palsu.

2. Penundandaan pemeriksaan sampel tanpa ada perlakuan tertentu menyebakan berbagaisel cepat lisis, glukosa cepat rusak sehingga memberikan hasil negatif palsu.

3. Penyimpanan sampel di dalam lemari es yang menyebabkan bakteri yang tidak tahan pada suhu redah, sehingga memerikan hasil negatif palsu.

4. Cairan serebrospinal yang purulent, dalam waktu 24 jam setelah pemberian antibiotik seringkali sudah tidak mengandung bakteri penyebab, misalkan haemophilus influenza, sehingga memberikan hasil yang negatif palsu.

5. Cedera pembulu darah yang diakibat karena tindakan lumbal fungsi menyebabkanterdapatnya darah pada sampel sehingga memberikan hasil pemeriksaan yang positif palsu.

(17)
(18)

BAB VI KESIMPULAN

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan pada uji makroskopis, mikroskopis, dan pemeriksaan cairan serebrospinal dapat disimpulkan bahwa :

1. Pengamatan makroskpis sampel A warna yang dihasilkan merah dan keruh. Hal ini dapat dikatakan bahwa warna merah menandakan adanya darah didalam sampel. Sehingga dapat dikatakan cairan serebrospinal tidak normal 2. Pengamatan mikroskopis sampel A pada pemeriksaan jumlah sel leukosit diperoleh hasil 4.700 sel/µL, sedangakan nilai normal dari cairan serebrospinal 0-5 sel/µL. Hal ini dapat diduga bahwa pasien mengalami kelainan yang berat terhadap cairan serebrospinal. Pada pemeriksaan jenis sel leukosit ditemukan 78% limfosit, 10% neutrofil batang, dan 2% neurofil segmen. Hal ini dapat dikatakan bahwa cairan serebrospinal tidak normal. 3. Pengamatan uji protein cairan serebrospinal pada sampel B mengandung

protein total positif (+) dengan indikasi timbulnya busa yang belum hilang setelah didiamkan sampai 5 menit. Pemeriksaan globulin dengan metode Nonne Apelt positif (4+), hal ini dapat ditunjukka dengan terbentuknya cincin putih yang bila dikocok menyebabkan cairan menjadi sangat keruh. Pada pemeriksaan albumin positif (3+), hal ini dapat dtunjukkan dengan timbulnya kekeruhan saeperti awan dengan flokulasi banyak. Pada pemeriksaan albumin dan globulin metode pandy hasil positif dengan terbentuknya kabut putih saa tetesan cairan otak tercampur dengan reagen atau terdapat sedikit kekeruhan yang kemudian hilang.

(19)

DAFTAR PUSTAKA

 Adams R.D. 2007. Disturbances of cerebrospinal fluid circulation, including hydrocephalus and meningeal reaction, infection of the nervous system, in  principal of neurology. 6th ed . New York:McGraw Hill.

 Albertus M. 2011. Pedoman Teknik Dasar Untuk Laboratorium Kesehatan. Jakarta : EGC.

 Arnold and Matthews. 2009. Lumbal puncsture and examination of cerebro spinalis fluid in diagnosti test in neurology.1st ed . USA.

Bakti F.K. 2015. Kimia Klinik Praktikum Analisis Kesehatan. Jakarta : EGC Buku Kedokteran

Chusid JG. Corelatif neuroanatomy and functional neurology. 2nd ed . New York:Lange Medical Publication.

Duus P. 2007. Meninges, Ventriceles and cerebro spinal fluid in topical diagnosis in neurology.3rd ed . New York : Theime Verlay.

Gandasoebrata R. 2007. Penuntun Laboratorium Klinik . Jakarta : Dian Rakyat Gilroy J. 2010. Infectious disease in basic neurology. 2nd ed . New York: Mc Graw

Hil.

Guyton A.C. 2012. The special fluid systems of the Body in textbook of medical  phsyilogy.Philadelphia : WB Sounders.

Ranson and Clark. 2010. The Anatomy of the nervous system, its development and function. 10th ed. Philadelphia: WB Sounders.

Ravel R. 2008. Clinical laboratory medicine. 4th ed. Chicago: Year Book. Medical. Scheld M.W. 2010. Infection of the central nervous system. New York : Raven

Press.

Sid Gilman M.D. 2007. The cerebrospinal fluid in Manter and Gat’z Essentials of clinicalneuroanatomy and neurophysiology. 8th ed. Philadelphia: Davis press.

(20)

Referensi

Dokumen terkait

Indikator MO ini berubah warna dari merah pada pH dibawah 3.1 dan menjadi warna kuning pada pH diatas 4.4 jadi warna transisinya adalah orange artinya metil Jingga dalam larutan

lainnya, maka terdapat gaya total yang besarnya nol pada molekul yang berada di bagian.. dalam

Setelah pemberian aquades dan larutan KCNS 10 % terlihat perubahan warna pada masing – masing tabung reaksi, pada tabung reaksi dengan volume NH4Fe(SO4)2 1 ml warna

Dari hasil pengamatan yang dilakukan, diketahui bahwa setiap jenis minyak memiliki karakteristik yang berbeda yaitu minyak zaitun yang memiliki warna kuning

Dehidrasi adalah suatu keadaan terlalu banyaknya cairan tubuh yang hilang dan tidak dapat digantikan dengan baik (Adyas, 2011)a. 5.1 Jenis defisiensi

Dari kedua data tersebut diketahui bahwa selisih antara massa sebelum dan sesudah reaksi hanya dalam jumlah yang kecil dan dapat diabaikan, sehingga massa

Pewarnaan safranin masuk ke dalam sel dan menyebabkan sel menjadi berwarna merah pada bakteri gram negatif sedangkan pada bakteri gram positif dinding selnya terdehidrasi dengan

Dari percobaan dapat diketahui bahwa kristal yang mengandung air merupakan air hidrat yang akan menghasilkan uap air bila di panaskan.Senyawa hidrat terdiri dari 2