4.1. Hasil Penelitian
4.1.1. Deskripsi Wilayah Penelitian
Secara administratif, wilayah Kabupaten Halmahera Barat Provinsi Maluku
Utara yang secara geografis terletak diantara 1° LU - 3° LU, dan
125° BT - 128° BT. Dengan memiliki luas 2.612,24 Km2. Wilayah Kabupaten Halmahera Barat memiliki 5 kecamatan dan 133 desa. Karena
letaknya di sekitar garis khatulistiwa, Kabupaten Halmahera Barat beriklim
tropis dengan suhu rata-rata 28,05°C dan kelembaban 73-82%, serta curah hujan 1500 mm/tahun.
Kabupaten Halmahera Barat mempunyai ketinggian 0-700 m dpl
(diatas permukaan laut), dengan batas wilayah sebagai berikut :
- Sebelah utara dengan Kecamatan Loloda Utara
- Sebelah selatan dengan Kota Tidore Kepulauan
- Sebelah timur dengan Kabupaten Halmahera Utara
- Sebelah barat dengan Kota Ternate dan Laut Maluku
Wilayah Kabupaten Halmahera Barat secara administratif terdiri
dari 5 (lima) Kecamatan, yaitu : Kecamatan Jailolo, Kecamatan Jailolo Selatan,
Kecamatan Sahu, Kecamatan Ibu dan Kecamatan Loloda. Keseluruhan wilayah
Kabupaten Halmahera Barat membawahi 133 desa. Adapun perinciannya yakni
Tabel 5
Kecamatan, Luas Wilayah dan Jumlah Desa
No Kecamatan Luas wilayah (Km2) Jumlah Desa Sumber : BPS, Kabupaten Halmahera Barat Dalam Angka Tahun 2005
Data di atas memperlihatkan bahwa luas desa dan jumlah desa sangat
bervariasi antar satu kecamatan dengan kecamatan yang lain. Kecamatan yang
mempunyai wilayah paling luas adalah Kecamatan Ibu yaitu 39,96% dari luas
Wilayah Kabupaten Halmahera Barat, dan kecamatan yang mempunyai wilayah
paling kecil adalah Kecamatan Jailolo yaitu 4,80% dari luas Wilayah
Letak wilayah Kabupaten Halmahera Barat yang strategis yaitu sebagai
Ibukota Kabupaten, menyebabkan Kabupaten Halmahera Barat menjadi fokus
perhatian dari berbagai kelompok masyarakat untuk bekerja dan berusaha
di wilayahnya. Akibatnya migrasi penduduk tidak dapat dihindari oleh
Kabupaten Halmahera Barat. Dari hasil registrasi penduduk oleh
Badan Pusat Statistik Kabupaten Halmahera Barat sampai dengan
Barat sebesar 92.894 jiwa, yang terdiri dari 48.125 jiwa berjenis kelamin laki-laki
dan 44.769 jiwa berjenis kelamin perempuan. Secara rinci keadaan jumlah
penduduk Kabupaten Halmahera Barat menurut jenis kelamin berdasarkan
wilayah kecamatan adalah sebagai berikut :
Tabel 6
Sumber : BPS, Kabupaten Halmahera Barat Dalam Angka Tahun 2005
Data tersebut memperlihatkan bahwa penyebaran penduduk masing-masing
wilayah kecamatan di Kabupaten Halmahera Barat tidak merata, dimana jumlah
penduduk terbesar ada di wilayah Kecamatan Jailolo yaitu 25.603 jiwa (27,56%),
dan jumlah penduduk terkecil ada di wilayah Kecamatan Loloda yaitu 11.010 jiwa
(11,85%). Dengan jumlah penduduk yang demikian, kepadatan penduduk
Kabupaten Halmahera Barat sampai dengan Desember 2005 sebesar 344,02
Tabel 7
Jumlah Penduduk, Luas Wilayah, Kepadatan Penduduk dari Kecamatan Jailolo dan Kecamatan Sahu di Kabupaten Halmahera Barat Tahun 2005
Penduduk Sumber : BPS, Kabupaten Halmahera Barat Dalam Angka Tahun 2005
Data tersebut memberikan informasi bahwa luas wilayah kecamatan
di Kabupaten Halmahera Barat yang terbesar adalah Kecamatan Ibu
yaitu 1.043,75 km2 (39,96%), dan luas wilayah yang terkecil adalah
Kecamatan Jailolo 125,26 km2 (4,80%). Namun dari segi kepadatan penduduk,
wilayah yang paling padat adalah Kecamatan Jailolo dengan kepadatan sebesar
204,39 jiwa/km2, dan wilayah yang paling jarang penduduknya adalah wilayah
Kecamatan Jailolo Selatan dengan kepadatan penduduk sebesar 17,26 jiwa/km2.
Kepadatan penduduk yang tidak merata ini dipengaruhi oleh sebagian besar pusat
perkantoran pemerintahan dan perdagangan berada di wilayah Kecamatan Jailolo,
yang menyebabkan masyarakat mencari pemukiman yang berdekatan dengan
pusat perkantoran tersebut.
Hal ini hendaknya menjadi perhatian Pemerintah Kabupaten Halmahera
Barat selain itu, salah satu hal yang sangat urgen yang perlu mendapat perhatian
pemerintah adalah penyediaan sarana dan prasarana umum daerah yang cukup,
baik secara fisik maupun non fisik dimaksudkan untuk memberikan pelayanan
4.1.3. Gambaran Umum Objek Penelitian
4.1.3.1. Struktur Organisasi Kantor Camat Jailolo dan Sahu
Untuk meningkatkan kinerja Kantor Camat di Kabupaten
Halmahera Barat, Pemerintah Kabupaten Halmahera Barat telah mengeluarkan
beberapa kebijakan diantaranya adalah dengan menyempurnakan struktur
organisasi. Melalui Peraturan Pemerintah Nomor 158 Tahun 2003, tentang
Struktur Organisasi Kecamatan disempurnakan seperti dalam lampiran tesis ini.
Untuk susunan organisasi dari Kantor Camat Jailolo dan Sahu
Kabupaten Halmahera Barat adalah sebagai berikut :
Tabel 8
Susunan Jabatan di Kantor Camat Jailolo dan Sahu Kabupaten Halmahera Barat
Sumber : Kantor Camat Jailolo dan Sahu Tahun 2005
Berdasarkan data tersebut memberikan informasi bahwa jabatan staf di
personil terbesar. Banyaknya jabatan staf selain pangkat dan golongan yang
belum bisa dipromosikan ke dalam suatu jabatan tertentu, juga lebih disebabkan
dengan banyaknya staf, dalam operasionalisasi kantor camat diharapkan dapat
memberi pelayanan yang terbaik bagi masyarakat, dan dapat menjangkau seluruh
masyarakat dalam pelayanan di wilayah kerja kecamatan. Dengan demikian, pada
akhirnya pelayanan yang diterima oleh masyarakat akan semakin baik dari segi
kuantitas maupun kualitasnya.
4.1.3.2. Keadaan Pegawai di Kantor Camat Jailolo dan Sahu
Untuk mengetahui kondisi pegawai Kantor Camat Jailolo dan pegawai
Kantor Camat Sahu di Kabupaten Halmahera Barat secara rinci menurut
pangkat/golongan ruang, pendidikan dan usianya, dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 9
Sumber : Kantor Camat Jailolo dan Sahu Tahun 2005
Berdasarkan data tersebut terlihat bahwa dari segi pendidikan formal yang
pendidikan formal yang terbesar adalah SMP/SMA dari keseluruhan jumlah
pegawai, sedangkan tingkat pendidikan formal yang terkecil, di Kantor Camat
Jailolo dan di Kantor Camat Sahu adalah pendidikan diploma dari keseluruhan
jumlah pegawai. Dengan demikian, sebagian besar pegawai di Kantor Camat
Jailolo dan Sahu telah memperoleh pendidikan formal sampai pada tingkat
lanjutan, yang potensial untuk ditugasbelajarkan pada tingkat pendidikan yang
lebih tinggi.
Kemudian dari segi usia, di Kantor Camat Jailolo jumlah pegawai terbesar
adalah yang berkisar antara 31-40 tahun dari keseluruhan jumlah pegawai,
demikian halnya juga dengan Kantor Camat Sahu dari keseluruhan jumlah
pegawai, sedangkan yang terkecil, di Kantor Camat Jailolo adalah pegawai
dengan umur berkisar antara 51-60 tahun keseluruhan jumlah pegawai, sedangkan
di Kantor Camat Sahu adalah yang berumur 20-30 tahun dari keseluruhan jumlah
pegawai. Ini menunjukkan bahwa sebagian besar pegawai yang bekerja di Kantor
Camat Jailolo dan di Kantor Camat Sahu Kabupaten Halmahera Barat masih
tergolong dalam usia produktif, yang masih berpotensi untuk bisa dikembangkan
dan bisa dirangsang untuk berprestasi.
Selanjutnya dari data tersebut juga memperlihatkan bahwa di Kantor Camat
Jailolo dan Sahu, jumlah pegawai memiliki kepangkatan ada yang bervariasi
mulai dari golongan I, golongan II, Golongan III dan Golongan IV. Sebagian
besar pegawai dari golongan II dan III tersebut berpendidikan SMP/SMA dan
mempunyai usia antara 31-40 tahun yang tentunya masih berpotensi untuk
4.1.3.3. Pendidikan dan Pelatihan Pegawai
Mengingat semakin meningkatnya kesadaran dan tuntutan masyarakat akan
pelayanan, maka peningkatan kemampuan dan keterampilan pegawai merupakan
satu langkah strategis yang perlu dilakukan. Sejalan dengan hal itu, Kantor Camat
Jailolo dan Kantor Camat Sahu di Kabupaten Halmahera Barat telah
mengikutsertakan pegawainya ke pendidikan dan pelatihan (Diklat) yang
merupakan upaya untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia agar dapat
mendukung terselenggaranya kegiatan kantor. Beberapa macam Diklat yang telah
diikuti oleh pegawai adalah Diklat Struktural, dan Diklat Fungsional sebagainya
dapat dilihat melalui tabel berikut ini :
Tabel 10
Jumlah Pegawai Kantor Camat Jailolo dan Sahu Yang Telah Mengikuti Kegiatan Diklat
No Jenis Kegiatan Jumlah (orang)
1 A. Kecamatan Jailolo
Sumber : Kantor Camat Jailolo dan Sahu Tahun 2005
Data ini memberi informasi bahwa jumlah pegawai yang baru mengikuti
sedangkan pada Kantor Camat Sahu jumlah pegawai yang baru mengikuti diklat
baru sebagian kecil juga dari keseluruhan pegawai. Data ini juga memberikan
informasi bahwa perlu adanya diklat bagi para pegawai baik di Kantor Camat
Jailolo dan Kantor Camat Sahu, untuk lebih meningkatkan profesionalisme
pegawainya di masa mendatang. Berbagai macam Diklat, kursus, seminar ataupun
studi banding perlu direncanakan dan diprogramkan oleh Kantor Camat Jailolo
dan Kantor Camat Sahu untuk dilaksanakan secara terus menerus dan
berkesinambungan.
4.1.3.4. Jenis Layanan Kartu Tanda Penduduk (KTP)
Pelayanan kepada masyarakat yang disediakan oleh Kantor Camat Jailolo
dan Kantor Camat Sahu dengan persyaratan dan besarnya tarif retribusi dari Kartu
Tanda Penduduk (KTP), berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Halmahera
Barat Nomor 10 Tahun 2005sebagai berikut.
Tabel 11
Jenis Layanan dan Tarif KTP di Kecamatan Jailolo dan Sahu
No Kewarganegaraan Persyaratan Tarif Retribusi
1. WNI
o Surat pengantar RT dan RW o Surat pengantar dari Kepala Desa o Foto-copy Kartu Keluarga
o Pas foto ukuran 2 x 3 sebanyak 3 lembar
Rp. 20.000
2. WNA
o Surat pengantar RT dan RW o Surat pengantar dari Kepala Desa o Surat pengantar dari Dinas
Kependudukan
o Foto-copy Kartu Keluarga
o Pas foto ukuran 2 x 3 sebanyak 3 lembar
Rp. 25.000
Tabel di atas menunjukan bahwa penyediaan layanan KTP di Kecamatan
Jailolo dan Sahu secara formal dan terinci telah diatur sedemikian rupa. Dengan
harapan aparat pelaksana mempunyai acuan dalam melaksanakan tugas
pelayanannya sekaligus agar masyarakat dapat mengetahui dan mengontrol
pelaksanaannya di lapangan.
4.1.4. Karakteristik Responden
Responden dalam penelitian ini berjumlah 189 orang dengan perincian
sebagai berikut jumlah responden untuk Kecamatan Jailolo sebanyak 114 orang
dan responden untuk kecamatan Sahu sebanyak 75 orang. Setelah diadakan
penyebaran kuesioner kepada masing-masing responden, maka diperoleh
gambaran tentang karakteristik dari 189 orang responden tersebut yang akan
dikemukakan berdasarkan klasifikasi dan pengelompokan responden. Deskripsi
umum tentang responden ini dipandang penting untuk dikemukakan karena
diasumsikan bahwa perbedaan respon setiap responden terhadap item-item yang
diberikan berkaitan dengan perbedaan latar belakang dari masing-masing
responden, baik menyangkut pendidikan, umur, jenis kelamin, mata pencaharian.
Klasifikasi pertama yang akan dilihat adalah responden berdasarkan umur.
Dari hasil pengolahan data terlihat bahwa umur responden secara keseluruhan
berada pada rentang usia antara 17 tahun sampai dengan 60 tahun. Pada tabel
berikut dapat dilihat identitas responden berdasarkan umur. Adapun karakteristik
Tabel 12
Sumber : Hasil pengolahan Data Primer Tahun 2006
Adapun usia responden yang diambil adalah sesuai dengan batas usia bagi
warga negara yang wajib memiliki KTP. Dengan rentang usia responden yang
cukup beragam sebagaimana tersebut pada tabel di atas, diharapkan data yang
akan diperoleh dapat mendukung dalam analisis dan pengujian hipotesis.
Data mengenai sikap yang akan ditunjukan oleh responden dalam menjawab
kuesioner atau angket, diharapkan dapat mendekati obyektifitas karena mereka
ikut merasakan langsung pelayanan yang diberikan aparat khususnya dalam
pelayanan pembuatan KTP. Selanjunya komposisi responden menurut jenis
kelamin dapat dilihat pada tabel 13.
Berdasarkan tabel di bawah ini bahwa Data primer diperoleh tentang
pembuatan KTP dari warga masyarakat yang telah berumur 17 tahun ke atas, dan
yang sudah pernah menikah baik yang berjenis kelamin laki-laki maupun berjenis
kartu tanda bukti (legitimasi) bagi setiap penduduk dalam Wilayah Negara
Republik Indonesia.
Tabel 13
Klasifikasi Responden Menurut Jenis Kelamin
No Jenis Kelamin Jumlah (Orang) Persentase (%)
1 Kecamatan Jailolo
Sumber : Hasil Pengolahan Data Primer Tahun 2006
Adapun klasifikasi responden berdasarkan jenis pekerjaan dapat dilihat pada
tabel berikut :
Tabel 14
Klasifikasi Responden Menurut Jenis Pekerjaan No Jenis Pekerjaan Jumlah (Orang) Persentase (%)
1 Kecamatan Jailolo
Para wiraswasta memeliki respon yang paling tinggi. Hal ini dikarenakan
pada umumnya wiraswasta sangat membutuhkan status kependudukan atau
identitas yang jelas sebagai salah satu untuk mengurusi berbagai kepentingan
yang menyangkut perijinan dan urusan perbankan. Dengan jelasnya status yang
dibuktikan oleh adanya Kartu Tanda Penduduk (KTP), wiraswasta, pegawai
negeri/swasta, buruh, ibu rumah tangga dan lain-lain, mendapat legitimasi yang
pasti tentang status kewarganegaraan dan identitas lainnya guna kelancaran urusan
ke berbagai instansi pemerintah maupun swasta.
Dari aspek pendidikan, terlihat adanya variasi tingkat pendidikan dari
masing-masing responden mulai dari pendidikan terrendah sampai pada tingkat
yang paling tinggi. Tingkat pendidikan ini dapat mempengaruhi kemampuan
responden dalam menjawab kuesioner yang diberikan. Adapun klasifikasi
responden berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 15
Klasifikasi Responden Menurut Tingkat Pendidikan No Tingkat Pendidikan
1 Kecamatan Jailolo Jumlah (Orang) Persentase (%)
SD
Adanya fluktuasi dari tingkat pendidikan responden masyarakat di
Kecamatan Jailolo dan Kecamatan Sahu menunjukkan tingkat pendidikan yang
terbanyak adalah SLTA. Hal ini menunjukkan bahwa pada tingkat pendidikan
SLTA, kesadaran untuk mengurus KTP dari masyarakat cukup besar. Kesadaran
membuat KTP pada tingkat pendidikan SLTA tersebut terutama kebutuhan dalam
memenuhi persyaratan untuk melanjutkan pendidikan, menikah, melamar
pekerjaan, mengurus izin usaha dan lain sebagainya.
4.1.5. Uji Statistik
Untuk mengetahui sifat pengaruh dan sejauhmana pengaruh motivasi kerja
aparat terhadap kualitas layanan civil dan seberapa besar persentase pengaruh
variabel pengaruh motivasi kerja aparat terhadap kualitas layanan civil di dua
kecamatan Kabupaten Halmahera Barat Provinsi Maluku Utara. Maka akan
diuraikan hasil pengujian statistik berkaitan dengan variabel atau masalah
penelitian yang ditetapkan.
Namun, sebelum diuraikan hasil pengujian statistik tersebut terlebih dahulu
digambarkan analisis statistik data hasil penelitian yang berkaitan dengan
kecenderungan distribusi frekuensi dan skor jawaban responden untuk setiap
dimensi variabel penelitian yang diteliti berdasarkan data yang terdapat dalam
tabel pada lampiran tesis ini sebagai berikut :
4.1.6. Analisis Data Hasil Penelitian
Untuk memberikan gambaran motivasi kerja aparat dan kualitas layanan
Halmahera Barat Provinsi Maluku Utara, pada bagian ini akan diberikan uraian
mengenai kedua variabel berdasarkan tanggapan responden terhadap item
kuesioner penelitian.
Hasil tanggapan responden yang berjumlah sebanyak 189 orang yang terdiri
atas masyarakat dan aparat atas kuesioner penelitian akan diuraikan dalam bentuk
tabel tabulasi frekuensi dengan skor untuk setiap dimensi. Berdasarkan skor serta
persentase yang dicapai untuk setiap dimensi/variabel selanjutnya ditentukan
pengkategorian berdasarkan penentuan kriteria berikut :
Perolehan skor maksimum setiap kuesioner adalah 5 atau 100% dan skor
minimum adalah 1 atau 20% dari skor maksimum. Jarak antara skor yang
berdekatan adalah satu per lima dari selisih nilai maksimum dengan nilai
minimum atau sama dengan 16% dari nilai maksimum 100%.
Diperoleh interval persentase skor untuk setiap kategori adalah sebagai
berikut :
o 84% sampai dengan 100% dikategorikan sangat baik o 68% sampai dengan 83,99% dikategorikan Baik o 52% sampai dengan 67,99% dikategorikan cukup baik o 36% sampai dengan 51,99% dikategorikan tidak baik o 20% sampai dengan 35,99% dikategorikan sangat tidak baik
4.1.6.1. Analisis Variabel Motivasi Kerja Aparat
Adanya motivasi dalam melakukan pelayanan umum diharapkan akan
memberikan hasil yang baik dalam pelayanan yang diberikan (dalam hal ini
Kabupaten Halmahera Barat Provinsi Maluku Utara. Motivasi yang dilihat dalam
penelitian ini merupakan unsur-unsur yang menimbulkan dorongan tertentu bagi
aparat kecamatan untuk bekerja keras melayani secara baik yang tercermin dari 3
(tiga) dimensi yaitu adanya motif, pengharapan dan insentif. Untuk mengukur
ketiga dimensi tersebut dalam penelitian ini digunakan kuesioner dengan jumlah
item pernyataan untuk mengukur ketiganya sebanyak 12 item (12 indikator).
1) Dimensi Motif
Dimensi motif dapat dilihat berdasarkan 4 (empat) indikator yaitu gaji
cukup, nyaman bekerja, aktualisasi diri dan kesadaran etik. Hasil tanggapan 189
orang responden terhadap 4 item pernyataan yang digunakan dapat dilihat pada
tabel berikut :
Tabel 16
Distribusi Tanggapan Responden Mengenai Dimensi Motif No. Pernyataan
1 2 3 4 Total
Skor
(S) f % f % f % f % f f×S %
1 7 3.70 1 0.53 1 0.53 4 2.12 13 13 0.54 2 33 17.46 43 22.75 102 53.97 26 13.76 204 408 16.92 3 86 45.50 45 23.81 43 22.75 61 32.28 235 705 29.24 4 60 31.75 73 38.62 41 21.69 61 32.28 235 940 38.99 5 3 1.59 27 14.29 2 1.06 37 19.58 69 345 14.31 Jlh 189 100 189 100 189 100 189 100 756 2411 100 Sumber : Hasil pengolahan Data Primer Tahun 2006
Dari tabel 16 di atas dapat diketahui skor aktual (total skor yang diperoleh)
dari tanggapan responden sebesar 2411 dan skor tertinggi yang mungkin dicapai
(skor ideal) adalah 4 x 5 x 189 = 3780. Dapat dihitung persentase skor aktual
dari tanggapan 189 responden berada pada kriteria cukup baik. Hasil ini
menunjukan bahwa motivasi kerja aparat di dua kecamatan Kabupaten Halmahera
Barat Provinsi Maluku Utara dilihat dari dimensi motif masih belum baik.
Data tersebut memberikan pemahaman bahwa penanganan motif pegawai
belum berjalan sebagaimana mestinya. Padahal organisasi seharusnya
memperhatikan motif pegawainya bila organisasi menginginkan pencapaian
tujuan organisasi secara efektif. Hal ini cukup beralasan karena motif sering
didefinisikan sebagai kebutuhan, keinginan, dorongan atau kemauan dalam diri
individu dimana pada prinsipnya motif atau kebutuhan adalah pendorong utama
dari tindakan-tindakan manusia (pegawai).
Hal ini mengindikasikan pula bahwa motif atau kebutuhan seseorang
(pegawai) merupakan pendorong utama sesuatu kegiatan, karena yang
bersangkutan ingin memenuhi kebutuhannya baik fisik maupun non fisik yang
dirasakan mendesak melalui aktivitasnya di kantor. Pandangan sebagian aparat
bahwa pekerjaan di kantor baginya merupakan, ”kebun” yang dengan kerja
kerasnya maka organisasipun akan memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.
Adanya kehendak aktualisasi diri dalam pekerjaan yang tercermin pada
kuesioner no 3 responden memberikan jawaban tidak setuju, karena mereka sering
mengerjakan tugas-tugas atau penempatan pegawai tidak sesuai dengan
kemampuan yang dimiliki. Sedangkan adanya kesediaan, kesadaran etik pegawai
untuk memangku suatu jabatan yang meliputi pemilihan tugas kerja atas
kesadaran sendiri atau mundur jika melakukan kesalah tercermin dari jawaban
pengangkatan seseorang terhadap suatu jabatan adalah wewenang pimpinan dan
bawahan tidak perlu dimintakan kesediaan dan kemampuannya dalam jabatan
tersebut, dan dalam kesadaran mundur dari jabatan tertentu jika melakukan
kesalahan selama ini belum ada, bahkan terkesan orang akan mempertahankan diri
dalam jabatan tertentu walaupun sebenarnya ia telah diketahui melakukan
kesalahan-kesalahan tertentu.
Kondisi sebagaimana diuraikan di atas merupakan suatu indikasi kuat bahwa
penanganan motif pegawai yang terkait langsung kebutuhannya masih dalam
kategori kurang memuaskan. Jika kebutuhan-kebutuhan pegawai kurang
mendapat perhatian yang sungguh-sungguh maka pelaksanaan tugasnya akan
kurang optimal dan bahkan bisa mengarahkan aparat untuk melakukan
tindakan-tindakan yang melanggar hukum.
Kebutuhan manusia (pegawai) bermacam-macam sebagaimana
dikemukakan oleh para ahli baik Maslow, Fret Luthans, Hersey, Blanchard,
Gibson, Taliziduhu Ndraha sebagaimana telah diuraikan terdahulu dalam Bab II.
Sehubungan dengan uraian tentang motif Paul Heresy dan Blanchard mengatakan
bahwa ”motif atau kebutuhan adalah pendorong utama dari tindakan-tindakan”.
Pemberian kompensasi yang belum memenuhi kebutuhan pegawai berakibat
rendahnya motivasi kerja dan ini merembet kepada pencapaian dan pelaksanaan
tugas. Hal ini diperburuk lagi jika kondisi tersebut diikuti dengan kurangnya
kesadaran etik. Pegawai yang berkesadaran etik menganggap kerja atu tugas
murni pelayanan yang siap menerima akibat dari pelaksanaan tugas tersebut
seperti reward, punishment bahkan hingga pengorbanan diri.
2) Dimensi Pengharapan
Dimensi motif dilihat berdasarkan 4 indikator yaitu kerja yang
menyenangkan, pengahargaan, rasa ikut memiliki dan pengembangan diri. Hasil
tanggapan 189 orang responden terhadap 4 item pernyataan yang digunakan dapat
dilihat pada tabel berikut :
Tabel 17
Distribusi Tanggapan Responden Mengenai Dimensi Pengharapan
No . Pernyataan
5 6 7 8 Total
Skor
(S)
f % f % f % f % f f×S %
1 8 4.23 0 0.00 11 5.82 5 2.65 24 24 1.05 2 59 31.22 83 43.92 28 14.81 37 19.58 207 414 18.04 3 62 32.80 49 25.93 86 45.50 64 33.86 261 783 34.12 4 51 26.98 51 26.98 62 32.80 82 43.39 246 984 42.88 5 9 4.76 6 3.17 2 1.06 1 0.53 18 90 3.92 Jlh 189 100 189 100 189 100 189 100 756 2295 100 Sumber : Hasil pengolahan Data Primer Tahun 2006
Dari tabel 17 di atas dapat diketahui skor aktual (total skor yang diperoleh)
dari tanggapan responden sebesar 2295 dan skor tertinggi yang mungkin dicapai
(skor ideal) adalah 4 x 5 x 189 = 3780. Dapat dihitung persentase skor aktual
dibandingkan skor ideal adalah 60,7%. Terlihat persentase skor yang diperoleh
dari tanggapan 189 responden berada pada kriteria cukup baik. Hasil ini
menunjukkan bahwa motivasi kerja aparat di 2 (dua) kecamatan
Kabupaten Halmahera Barat Provinsi Maluku Utara dilihat dari dimensi
Distribusi jawaban responden untuk indikator pengharapan memperlihatkan
sebagian besar responden memberi penilaian pada skor 4. Jawaban responden
seperti ini mengindikasikan bahwa harapan-harapan pegawai dalam melaksanakan
tugas, belum terpenuhi sebagaimana mestinya. Hal ini secara rinci dalam jawaban
responden sebagai berikut.
Terhadap jawaban responden tentang adanya pengakuan atau penghargaan,
pengakuan kalau pegawai dapat melakukan tugas dengan baik jawaban yang
diberikan responden adalah kurang kuat. Jawaban responden ini mengindikasikan
bahwa pekerjaan yang dikerjakan dengan baik selama ini pun belum pernah
mendapat penghargaan sehingga tidak para pegawai bekerja sering tidak terlalu
memikirkan kerja dengan sungguh-sungguh, sedangkan tentang pemberian
tanggung jawab atasan kebawahan dengan memberikan promosi jabatan, dan
pengangkatan pegawai berdasarkan pada kecakapan, dari kuesioner yang
diedarkan jawaban responden sebagian besar pada skor 3, jawaban responden ini
mengindikasikan promosi jabatan berdasarkan pada prestasi kerja dan
kemampuan belum tercapai secara optimal. Karena sebagai pegawai yang
berprestasi dan bekerja dengan baik belum tentu mendapatkan promosi pada
jabatan tertentu. Penghargaan kenaikan pangkat belum tercapai secara optimal,
karena sebagian pegawai yang kenaikan pangkatnya terhambat maka
jabatan-jabatan tertentu sulit diraihnya. Kondisi ini lebih terasa menekan karena
pemberian penghargaan atau pengakuan atas kesuksesan aparat dalam tugas
Sedangkan mengenai jaminan bagi pegawai untuk mengembangkan
kemampuan, kecakapan dan ketrampilan melalui pendidikan dan pelatihan yang
tercermin, sebagian responden memberi jawaban skor 5 dan 2.
3) Dimensi Insentif
Dimensi insentif dapat dilihat berdasarkan 4 (empat) indikator yaitu
pencapaian/prestasi, upah dan gaji, tunjangan dan promosi. Hasil tanggapan 189
orang responden terhadap 4 item pernyataan yang digunakan dapat dilihat pada
tabel berikut :
Tabel 18
Distribusi Tanggapan Responden Mengenai Dimensi Insentif
No . Pernyataan
9 10 11 12 Total
Skor
(S) f % f % f % f % f f×S %
1 16 8.47 5 2.65 24 12.70 1 0.53 46 46 2.35 2 98 51.85 95 50.26 77 40.74 54 28.57 324 648 33.11 3 64 33.86 80 42.33 58 30.69 91 48.15 293 879 44.92 4 6 3.17 6 3.17 29 15.34 40 21.16 81 324 16.56 5 5 2.65 3 1.59 1 0.53 3 1.59 12 60 3.07 Jlh 189 100 189 100 189 100 189 100 756 1957 100 Sumber : Hasil pengolahan Data Primer Tahun 2006
Dari tabel 18 di atas dapat diketahui skor aktual (total skor yang diperoleh)
dari tanggapan responden sebesar 1957 dan skor tertinggi yang mungkin dicapai
(skor ideal) adalah 4 x 5 x 189 = 3780. Dapat dihitung persentase skor aktual
dibandingkan skor ideal adalah 51,8%. Terlihat persentase skor yang
diperoleh dari tanggapan 189 responden berada pada kriteria kurang baik.
Kabupaten Halmahera Barat Provinsi Maluku Utara dilihat dari dimens insentif
masih perlu ditingkatkan agar menjadi baik.
Distribusi jawaban responden untuk indikator insentif yang tercermin dalam
kuesioner memperlihatkan bahwa sebagian besar responden memberikan jawaban
pada skor 3. Jawaban responden tersebut memberi petunjuk bahwa penanganan
insentif bagi pegawai kurang berjalan sebagaimana mestinya. Hal ini terlihat dari
jawaban responden dimana 44,92% dari seluruh responden menjawab pada skor 3,
sementara sebagian besar responden menginginkan suatu insentif berupa bonus
(uang, dan fasilitas ) bagi yang berprestasi. Sedangkan jawaban responden
terhadap kuesioner 12, responden menjawab dalam kategori cukup baik,
sedangkan 33,11% responden menjawab dalam kategori skor 2 dan 4. Kondisi ini
cukup memperihatinkan karena kenaikan gaji berkala pegawai berlaku otomatis
setiap 2 tahun bila tidak bermasalah.
Hal lainnya adalah tentang pencapaian/prestasi, promosi yang
menyenangkan tercermin dari pertanyaan, dimana 3,07% responden menjawab
dalam kategori kurang (skor 5) dan 2,35% responden menjawab dalam kategori
tidak mencukupi (menjawab dalam skor 1). Kondisi ini mengindikasikan bahwa
fasilitas kerja yang dipandang sangat mendukung kelancaran kegiatan-kegiatan
kedinasan masih sangat kurang. Di lain pihak faktor peralatan kerja sangat
dibutuhkan dalam menunjang aktivitas kedinasan maupun kemasyarakatan.
Peralatan disini adalah setiap alat yang dapat digunakan untuk memperlancar
pekerjaan atau kegiatan Pemerintah Daerah seperti alat-alat kantor, alat-alat
Dengan demikian maka tersedianya fasilitas/peralatan kerja seperti
Komputer, ruangan kerja dan kelengkapannya justru akan meningkatkan kualitas
pelayanan kepada masyarakat.
Secara keseluruhan, berdasarkan hasil analisis jawaban responden
sebagaimana diuraikan di atas mengindikasikan bahwa penanganan insentif bagi
aparat belum berjalan sebagimana mestinya. Padahal insentif merupakan faktor
perangsang bagi aparat untuk bekerja lebih giat. Incentives are inducement plased
directed one goal rather than another (insentif adalah perangsang yang menjadikan
sebab berlangsungnya kegiatan memelihara kegiatan mengarah langsung satu
tujuan yang lebih baik dari yang lain).
4.1.6.2. Analisis Variabel Kualitas Layanan Civil
Kualiatas layanan civil adalah standarisasi produk (output yang diharapkan)
yang menunjukana derajat tingkat kepuasan masyarakat atas kualityas layanan
yang diberikan oleh aparat pemerintah kecamatan.
Kualitas layanan civil yang dilihat dalam penelitian terdiri dari 4 (empat)
dimensi yaitu kecepatan, ketepatan, kemudahan dan keadilan. Untuk mengukur
ketiga dimensi tersebut dalam penelitian ini digunakan kuesioner dengan jumlah
item pernyataan untuk mengukur keempat dimensi sebanyak 14 item
(14 indikator).
1) Dimensi Kecepatan
Dimensi kecepatan dilihat berdasarkan 3 indikator yaitu cepat tanggap, cepat
responden terhadap 3 item pernyataan yang digunakan dapat dilihat pada tabel
berikut :
Tabel 19
Distribusi Tanggapan Responden Mengenai Dimensi Kecepatan
No. Pernyataan
1 2 3 Total
Skor
(S) f % f % f % f f×S %
1 4 2.12 3 1.59 8 4.23 15 15 1.00 2 81 42.86 87 46.03 87 46.03 255 510 33.93 3 81 42.86 64 33.86 79 41.80 224 672 44.71 4 19 10.05 30 15.87 10 5.29 59 236 15.70 5 4 2.12 5 2.65 5 2.65 14 70 4.66 Jlh 189 100 189 100 189 100 567 1503 100 Sumber : Hasil pengolahan Data Primer Tahun 2006
Dari tabel 19 di atas dapat diketahui skor aktual (total skor yang diperoleh)
dari tanggapan responden sebesar 1503 dan skor tertinggi yang mungkin dicapai
(skor ideal) adalah 3 x 5 x 189 = 2835. Dapat dihitung persentase skor aktual
dibandingkan skor ideal adalah 53,0%. Terlihat persentase skor yang diperoleh
dari tanggapan 189 responden berada pada kriteria cukup baik. Hasil ini
menunjukan bahwa dilihat dari dimensi kecepatan, kualitas layanan civil dalam
pembuatan KTP di dua kecamatan Kabupaten Halmahera Barat Provinsi Maluku
Utara dinilai belum baik dan perlu perbaikan agar menjadi lebih baik.
Indikator kecepatan pegawai menanggapi keluhan masyarakat dinilai
responden masih rendah. Keluhan-keluhan yang disampaikan kepada pegawai
tidak langsung ditindaklanjuti dan cenderung diabaikan. Padahal sebagai pelayan
masyarakat semestinya pegawai berkewajiban untuk menanggapi keluhan tersebut
secara cepat sehingga masyarakat merasa dilayani dengan baik dan tidak
Akan halnya indikator kecepatan pegawai menyelesaikan pekerjaan menurut
penilaian responden juga masih kurang cepat. Dari hasil wawancara dengan
responden didapatkan informasi bahwa walaupun standar pelayanan KTP telah
dibakukan, namun pada kenyataannya masih terdapat aparat yang berkerja dengan
lambat. Selain itu kendala yang ada ialah masih rendahnya tingkat keseriusan
pegawai melaksanakan pekerjaan. Sehingga mereka bekerja apa adanya, tanpa ada
dorongan yang kuat untuk lebih serius mempercepat penyelesaian pekerjaan yang
ada.
Demikian halnya dengan indikator kecepatan pegawai dalam memproses
setiap urusan masih belum maksimal. Dari hasil wawancara dengan beberapa
responden diperoleh informasi bahwa untuk mempercepat pengurusan KTP perlu
biaya tambahan. Akan tetapi kondisi ini tidak berarti semata-mata pegawai yang
mengharuskan atau meminta biaya tambahan tersebut, berdasarkan hasil
wawancara dengan beberapa pegawai diperoleh keterangan bahwa kadangkala
pemohon ingin diperlakukan lebih, sehingga mereka rela membayarkan sejumlah
biaya tertentu secara tersembunyi.
Kecepatan pegawai mengantisipasi perkembangan tuntutan juga masih
rendah. Pegawai pada umumnya terpaku pada pola yang biasanya diterapkan,
padahal tuntutan masyarakat terhadap pelayanan berkualitas semakin tinggi.
Pegawai masih menganggap bahwa pelayanan yang telah diberikan demikianlah
adanya, tidak perlu dilakukan perbaikan karena bagaimanapun masyarakat tetap
membutuhkannya.
2) Dimensi Ketepatan
Dimensi ketepata dilihat berdasarkan 3 indikator yaitu kesiapan pegawai,
tepat waktu dan kesesuaian prosedur. Hasil tanggapan 189 orang responden
terhadap 3 item pernyataan yang digunakan dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 20
Distribusi Tanggapan Responden Mengenai Dimensi Ketepatan No. Pernyataan
4 5 6 Total
Skor
(S) f % f % f % f f×S %
1 8 4.23 6 3.17 5 2.65 19 19 1.28 2 106 56.08 106 56.08 70 37.04 282 564 37.90 3 51 26.98 44 23.28 84 44.44 179 537 36.09 4 17 8.99 25 13.23 25 13.23 67 268 18.01 5 7 3.70 8 4.23 5 2.65 20 100 6.72
189 100 189 100 189 100 568 1488 100 Sumber : Hasil pengolahan Data Primer Tahun 2006
Dari tabel 20 di atas dapat diketahui skor aktual (total skor yang diperoleh)
dari tanggapan responden sebesar 1488 dan skor tertinggi yang mungkin dicapai
(skor ideal) adalah 3 x 5 x 189 = 2835. Dapat dihitung persentase skor aktual
dibandingkan skor ideal adalah 52,5%. Terlihat persentase skor yang diperoleh
dari tanggapan 189 responden berada pada kriteria cukup baik. Hasil ini
menunjukan bahwa dilihat dari dimensi ketepatan, kualitas layanan civil dalam
pembuatan KTP di 2 (dua) kecamatan Kabupaten Halmahera Barat Provinsi
Maluku Utara dinilai kurang baik dan perlu dilakukan perbaikan agar menjadi
lebih baik.
Indikator kesiapan pegawai untuk memberikan pelayanan responden menilai
masih rendah, artinya kesiapan dari pegawai dalam memberikan layanan civil
kekurangsiapan para petugas pada loket-loket pelayanan masih ditemukan.
Pegawai sesampainya di kantor belum sepenuhnya siap untuk memberi layanan
kepada masyarakat, padahal masyarakat sudah menunggu lebih awal.
Indikator ketepatan waktu pegawai memproses layanan menurut jawaban
responden masih rendah, sebagian besar responden memberi jawaban cukup tepat.
Pegawai dalam memproses layanan sering tidak tepat waktu, rentang waktu yang
diperlukan untuk memproses layanan cenderung dikorupsikan. Standar pelayanan
tidak sepenuhnya diikuti oleh pegawai dalam melaksanakan pekerjaannya.
Sama halnya indikator kesesuaian prosedur dan mekanisme pelayanan KTP
menurut responden masih rendah. Sebagian besar responden memberi jawaban
cukup sesuai. Hal ini menggambarkan bahwa prosedur dan mekanisme pelayanan
yang berlaku cenderung dilanggar oleh pegawai. Berdasarkan hasil wawancara
dengan responden prosedur dan mekanisme pelayanan tidak sepenuhnya
diterapkan dan bisa diatur sesuai dengan kebutuhan dan kesepakatan. Kesepakatan
yang dimaksud adalah bagaimana si pemohon dapat memberi biaya tambahan
maka prosedur dan mekanisme yang ada tidak perlu lagi dipikirkan oleh
si pemohon, hal yang demikian akan diurus oleh pegawai yang bersangkutan.
3) Dimensi Kemudahan
Dimensi kemudahan dilihat berdasarkan 4 indikator yaitu sarana informasi,
pemahaman informasi, mengikuti prosedur dan pembiayaan. Hasil tanggapan 189
orang responden terhadap 4 item pernyataan yang digunakan dapat dilihat pada
Tabel 21
Distribusi Tanggapan Responden Mengenai Dimensi Kemudahan No . Pernyataan
7 8 9 10 Total
Skor
(S) f % f % f % f % f f×S %
1 2 1.06 2 1.06 20 10.58 10 5.29 34 34 1.49 2 23 12.17 24 12.70 46 24.34 25 13.23 118 236 10.32 3 108 57.14 87 46.03 99 52.38 110 58.20 404 1212 53.00 4 55 29.10 75 39.68 22 11.64 43 22.75 195 780 34.11 5 1 0.53 1 0.53 2 1.06 1 0.53 5 25 1.09
189 100 189 100 189 100 189 100 756 2287 100 Sumber : Hasil pengolahan Data Primer Tahun 2006
Dari tabel 21 di atas dapat diketahui skor aktual (total skor yang diperoleh)
dari tanggapan responden sebesar 2287 dan skor tertinggi yang mungkin dicapai
(skor ideal) adalah 4 x 5 x 189 = 3780. Dapat dihitung persentase skor aktual
dibandingkan skor ideal adalah 60,5%. Terlihat persentase skor yang diperoleh
dari tanggapan 189 responden berada pada kriteria cukup baik. Hasil ini
menunjukan bahwa dilihat dari dimensi kemudahan, kualitas layanan civil dalam
pembuatan KTP di dua kecamatan dinilai cukup baik namun demikian masih
diperlukan perbaikan agar menjadi lebih baik.
Berdasarkan jawaban responden indikator kemudahan memperoleh
informasi masih kurang mudah. Hal ini menunjukan bahwa informasi layanan
KTP tidak mudah diakses dan belum tersebar secara umum. Informasi baru dapat
diperoleh bilamana masyarakat mendatangi langsung ke kantor kecamatan bagian
loket pelayanan. Padahal pengenalan akan informasi layanan KTP oleh
masyarakat cukup penting guna memudahkan pemahaman akan karakteristik
Indikator kemudahan memahami informasi layanan menurut jawaban
responden masih kurang dipahami. Data ini mengindikasikan bahwa informasi
layanan yang ada perlu diperbaiki agar seluruh lapisan masyarakat dengan mudah
memahami pesan-pesan atau isi dari informasi tersebut. Hal ini mengingat
masyarakat yang berhak memiliki KTP belum tentu mempunyai kemampuan yang
sama baiknya untuk mencerna informasi layanan tersebut. Untuk itu informasi
yang disediakan kepada masyarakat sebaiknya didesain sesederhana mungkin dan
dapat dipahami dengan sempurna oleh masyarakat.
Indikator kemudahan mengikuti prosedur dan mekanisme layanan menurut
jawaban responden dirasakan kurang mudah, hal ini menggambarkan bahwa
penyediaan dan pemrosesan layanan tidak sederhana dan cenderung berbelit
mengingat persyaratan yang dipenuhi dan tahap-tahap yang dilalui cukup banyak.
Hasil wawancara dengan responden diperoleh informasi bahwa setiap pengurusan
KTP membutuhkan waktu yang relatif lama untuk melengkapi persyaratan dan
mendatangi kantor-kantor yang berwenang menerbitkan atau melegalisir berkas
yang mesti diserahkan diloket pelayanan. Hal ini disebabkan karena aturan yang
ada mengharuskan demikian ketatnya prosedur dan mekanisme layanan, dan
kurang memperhatikan aspek efisiensi pelayanan.
Demikian halnya dengan kemudahan melengkapi syarat-syarat yang
ditentukan, menurut responden masih kurang mudah. Hasil wawancara dengan
beberapa pegawai dijelaskan bahwa persyaratan yang demikian ketat diberlakukan
sebagai langkah antisipatif untuk menghindari terjadinya pemalsuan identitas serta
4) Dimensi Keadilan
Dimensi keadilan dilihat berdasarkan 4 indikator yaitu perlakuan adil, waktu
layanan yang sama, pemberlakukan prosedur dan kesamaan biaya. Hasil
tanggapan 189 orang responden terhadap 4 item pernyataan yang digunakan dapat
dilihat pada tabel berikut :
Tabel 22
Distribusi Tanggapan Responden Mengenai Dimensi Keadilan No . Pernyataan
11 12 13 14 Total
Skor
(S) f % f % f % f % f f×S %
1 8 4.23 9 4.76 1 0.53 3 1.59 21 21 0.90 2 102 53.97 55 29.10 57 30.16 55 29.10 269 538 23.18 3 16 8.47 33 17.46 15 7.94 57 30.16 121 363 15.64 4 56 29.63 88 46.56 114 60.32 68 35.98 326 1304 56.18 5 7 3.70 4 2.12 2 1.06 6 3.17 19 95 4.09 Jlh 189 100 189 100 189 100 189 100 756 2321 100 Sumber : Hasil pengolahan Data Primer Tahun 2006
Dari tabel 22 di atas dapat diketahui skor aktual (total skor yang diperoleh)
dari tanggapan responden sebesar 2321 dan skor tertinggi yang mungkin dicapai
(skor ideal) adalah 4 x 5 x 189 = 3780. Dapat dihitung persentase skor aktual
dibandingkan skor ideal adalah 61,4%. Terlihat persentase skor yang diperoleh
dari tanggapan 189 responden berada pada kriteria cukup baik. Hasil ini
menunjukan bahwa dilihat dari dimensi keadilan, kualitas layanan civil dalam
pembuatan KTP di 2 (dua) kecamatan dinilai belum optimal namun demikian
masih diperlukan perbaikan agar menjadi lebih baik.
Berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan di lapangan dengan
ditemukan perlakuan kurang adil kepada setiap pemohon. Adakalanya
orang-orang tertentu mendapatkan prioritas dalam pelayanan, dan hal ini disebabkan
karena adanya faktor emosional dengan pegawai atau petugas yang bersangkutan.
Waktu yang diluangkan atau diberikan oleh pegawai dalam pengurusan KTP juga
cenderung berbeda antara satu dengan yang lainnya. Menurut beberapa responden,
pegawai cenderung subyektif dalam memproses setiap KTP.
Pemberlakuan prosedur dan mekanisme layanan menurut responden kurang
adil. Pegawai kadangkala memberikan keringanan kepada orang-orang tertentu
untuk tidak sepenuhnya mengikuti prosedur dan mekanisme yang ada, hal ini
menimbulkan kecemburuan kepada pemohon lainnya yang melengkapi berkasnya
dengan mengikuti prosedur dan mekanisme yang ditentukan. Pembiayaan
terhadap KTP yang sejenis pada umumnya sama, hanya saja kadangkala ada
warga yang berurusan memberikan biaya lebih sebagai ucapan terima kasih atau
dengan kata lain. Padahal seharusnya hal ini tidak boleh terjadi karena para
pegawai atau pengelola memperoleh gaji yang tetap untuk melaksanakan tugas
pekerjaannya.
4.1.7. Hasil Uji Coba Alat Ukur (Validitas dan Reliabilitas)
Uji validitas dilakukan dengan mengkorelasikan skor jawaban setiap butir
pernyataan dengan jumlah skor variabel. Teknik korelasi yang digunakan adalah
teknik Korelasi Spearman Rank sesuai dengan skala ukur data ordinal. Angka
yang dipergunakan sebagai pembanding untuk melihat valid tidaknya suatu item,
seperti dikemukakan oleh Syaifuddin Azwar (1997:158) adalah 0,3.
di bawah 0,3 dikategorikan tidak valid dan akan disisihkan dari analisis
selanjutnya. Uji coba kuesioner dilakukan menggunakan data dari 30 responden
yang diambil untuk melihat validitas dan reliabilitas kuesioner.
Perhitungan korelasi item dengan total skor variabel untuk variabel motivasi
dan kualitas layanan civil dapat dilihat pada lampiran 3. Hasil perhitungan
menunjukkan bahwa dari 12 item pernyataan yang digunakan dalam kuesioner
penelitian untuk mengukur motivasi dan 14 item untuk kualitas layanan civil
disimpulkan valid karena diperoleh nilai korelasi besar dari 0,3.
Setelah mendapatkan item-item pertanyaan dari kuesioner yang valid,
selanjutnya dilakukan uji reliabilitas. Uji reliabilitas untuk mengetahui apakah alat
pengumpulan data pada dasarnya menunjukkan tingkat ketepatan, keakuratan,
kestabilan atau konsistensi alat tersebut dalam mengungkapkan gejala tertentu
dari sekelompok individu, dan hasil pengukuran tetap konsisten bila dilakukan
pengukuran kembali terhadap gejala yang sama.
Pengujian reliabilitas dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan
metode Cronbach Alpha. Sebagai nilai batasan untuk melihat reliabilitas item
digunakan nilai koefisien reliabilitas, seperti dikemukakan oleh Kaplan et.al
(1993:126) adalah minimal 0,70 atau antara (0,70 - 0,80). Dari hasil perhitungan
reliabilitas diperoleh besar koefisien reliabilitas sebesar 0,8327 untuk X dan
0,9100 untuk variabel Y. Berdasarkan hasil uji reliabilitas yang dilakukan terhadap item dalam kedua variabel dalam penelitian ini menunjukan bahwa data
4.1.8. Uji Hipotesis
Analisis distribusi frekuensi jawaban responden menurut skor dari variabel
X dan Y sebagimana yang telah dilakukan,hanyalah bermanfaat untuk
memberikan informasi pendahuluan mengenai pola distribusi jawaban responden
menurut skor. Namun demikian hasil analisis skor jawaban responden belum
dapat digunakan sebagai dasar penarikan kesimpulan tentang bobot pengaruh
variabel X dan Y. Dengan kata lain bahwa analisis distribusi skor jawaban
responden tersebut belum mampu menjawab apakah hipotesis yang diajukan
diterima atau ditolak. Sehingga untuk menghasilkan suatu kesimpulan yang valid,
maka harus dilakukan uji hipotesis dengan menggunakan teknik statistika.
Mengingat penelitian ini hanya melibatkan dua variabel, maka teknik
statistika yang dipandang tepat untuk melakukan uji hipotesis adalah analisis jalur
(path analisis). Teknik analisis ini dikembangkan oleh Sewal Wright (dalam Al
Rasyid, 1994 : 121). Adapun hasil pengujian selengkapnya terdapat pada
lampiran.
4.1.8.1. Analisis Koefisien Jalur
Hasil analisis deskriptif terhadap distribusi tanggapan responden
berdasarkan skor yang diperoleh dari variabel motivasi kerja aparat dan kualitas
layanan civil hanya memberikan informasi awal bahwa distribusi proporsi
tanggapan pada variabel X (motivasi kerja aparat) dan Y (kualitas layanan civil)
memperlihatkan pola jawaban yang mirip yaitu skor jawaban terbanyak adaah
antara variabel X (motivasi kerja aparat) dan variabel Y (kualitas layanan civil)
dimana keduanya menunjukkan hasil yang masih belum terlaksana dengan baik.
Untuk mengetahui dan menguji pengaruh variabel motivasi kerja aparat (X)
terhadap kualitas layanan civil (Y) maka dilakukan analisis secara statistik melalui
pengujian hipotesis. Berkaitan dengan tujuan penelitian untuk mengetahui
pengaruh X terhadap Y dalam penelitian ini digunakan analisis jalur
(Path Analysis).
Penggunaan analisis jalur (Path Analysis) mensyaratkan data yang
digunakan sekurang-kurangnya mempunyai tingkat pengukuran interval. Karena
data yang dikumpulkan dari kuesioner dan mempunyai skala pengukuran ordinal,
terlebih dahulu ditransformasikan menjadi skala interval menggunakan
Method of Successive Interval (MSI). Hasil transformasi data menjadi skala
interval menggunakan Method of Successive Interval (MSI) untuk kedua variabel
penelitian yaitu variabel X (motivasi kerja aparat dan variabel Y (kualitas layanan
civil) selengkapnya dapat dilihat pada lampiran.
Secara konseptual telah dijelaskan bahwa variabel X secara langsung
mempengaruhi variabel Y. Hasil perhitungan koefisien pengaruh untuk menjawab
hipotesis penelitian mengenai pengaruh motivasi kerja aparat terhadap variabel
kualitas layanan civil dengan menggunakan program SPSS ditunjukkan pada
Tabel 23
Koefisien Jalur Dan Hasil Pengujian Hipotesis
Alternatif
Koefisien
Jalur thitung ttabel
Sig
(p-value) Kesimpulan
PYX≠ 0 PYX = 0,784 17,279 1,973 0,000 H0 ditolak
F-hitung = 298,575 (0,000)
Sumber : Hasil pengolahan Data Primer Tahun 2006
Hasil analisis jalur pada tabel di atas menunjukkan besarnya koefisien
pengaruh variabel X (motivasi kerja aparat) terhadap variabel Y (kualitas layanan
civil) diperoleh sebesar 0,784. Terlihat adanya pengaruh variabel X terhadap
variabel Y, atau dengan kata lain motivasi kerja aparat berpengaruh terhadap
kualitas layanan civil. Besarnya koefisien pengaruh untuk variabel yang di teliti
seperti terlihat pada gambar berikut :
Gambar 4
Path Diagram Pengaruh
Motivasi Kerja Aparat Berpengaruh Terhadap Kualitas Layanan Civil
X Y
ε ε ε ε
PYX = 0,784
PYε = 0,4646
Untuk menguji apah pengaruh X terhadap Y signifikan dalam populasi yang
4.1.8.2. Koefisien Determinasi
Untuk mengetahui besarnya pengaruh antara kedua variabel motivasi kerja
aparat dan kualitas layanan civil adalah melalui perhitungan koefisien
determinasi. Koefisien Determinasi (R) didapat dari hasil pengkuadratan koefisien
korelasi ( r ) atau R = r2.
Sejalan dengan itu, maka menurut Nugroho (1990 : 452) ”koefisien
determinasi (coefficient of determination) diberi lambang r2 , yaitu koefisien yang
menunjukan (to determine = menceritakan berapa besar peranan faktor X dalam
menentukan besar Y)”.
Dari responden masyarakat, dengan koefisien jalur (r = 0,784) maka
koefisien determinasi (R = r2 = 0,7842 = 0,615) atau 61,5 %. Hal ini menunjukan
pengaruh variabel X terhadap Y sebesar 61,5%, sisanya 38,5% dipengaruhi oleh
variabel lain yang tidak diteliti. Secara kuantitatif determinasi 61,5% tersebut
menunjukkan kontribusi faktor motivasi kerja aparat terhadap kualitas layanan
civil relatif besar dan kedua variabel mempunyai hubungan yang cukup kuat.
4.1.8.3. Uji Signifikan (kemaknaan)
Menurut Sudjana (1990 : 234) bahwa : ”Sebelum digunakan untuk membuat
kesimpulan, perlu terlebih dahulu dilakukan pengujian keberanian”. Oleh karena
itu hasil atau koefisien korelasi tersebut belum dapat diinterpretasikan sebelum
dilakukan uji signifikan, adapun langkah-langkah pengujiannya adalah sebagai
berikut :
Langkah 1 : Hipotesis yang diuji statistik. Ho : PYX = 0.
Langkah 2 : Taraf kemaknaan yang ditetapkan = 0,05 dengan df =
n-k-1=189-1-1=187
Langkah 3 : Titik kritis dan daerah penolakan Ho.
Dari tabel t-distribusi diperoleh basanya nilai titik kritis (t tabel) adalah 1,973.
Langkah 4 : Perhitungan statistik uji yang digunakan adalah :
( )
Hasil perhitungan nilai statistik uji (t-uji) adalah
Dengan demikian daerah penolakan H0 dapat dilihat pada kurva berikut :
Gambar 5
Kurva Daerah Penolakan H0 Analisis Pengaruh Variabel X terhadap Variabel Y
Pada gambar di atas terlihat nilai t-uji sebesar 17,279 jatuh di sebelah kanan
titik kritis sebesar 1,973 atau berada di daerah penolakan Ho karena
t-hitung =17,584 > t-tabel = 1,973. Jadi diperoleh keputusan pengujian bahwa
Ho ditolak dan Ha diterima sehingga hasil pengujian disimpulkan signifikan.
Hasil ini berarti koefisien pengaruh motivasi kerja aparat terhadap kualitas
layanan civil sebesar 0,784 yang diperoleh melalui penelitian dari data sampel,
berlaku juga untuk populasi.
Hasil pengujian hipotesis menyimpulkan adanya pengaruh yang signifikan
dari motivasi kerja aparat terhadap kualitas layanan civil dalam pembuatan KTP
di Kecamatan Jailolo dan Kecamatan Sahu Kabupaten Halmahera Barat Provinsi
Maluku Utara.
4.2. Pembahasan.
Berdasarkan keseluruhan hasil analisis, baik analisis frekuensi dan anlisis
statistik, maka dapat dikatakan bahwa secara umum motivasi kerja aparat pada
Kecamatan Jailolo dan Kecamatan Sahu meliputi diemnsi motif, pengharapan dan
insentif belum sesuai dengan harapan dan tuntutan organisasi. Motivasi yang
ditunjukkan demikian akan berpengaruh secara langsung kepada masyarakat yang
menjadi objek dari penyelenggaraan pelayanan civil, karena dengan buruknya
motivasi yang dihasilkan akan berpengaruh kepada hasil pelaksanaan tugas dan
kerja yang akan bermuara kepada hasil kerja organisasi yang tidak maksimal.
Dengan demikian, maka masyarakat tidak akan terlayani kebutuhan hidupnya
sehingga kualitas hidup masyarakat di Kecamatan Jailolo dan Kecamatan Sahu
sehingga secara konkrit motivasi sangat menentukan keberhasilan suatu organisasi
dalam mencapai tujuannya. Hal tersebut sejalan dengan pendapat yang
dikemukakan oleh Zainun (1979 : 10) bahwa :
Motivasi dapat dilihat sebagai bagian yang fundamental dari kegiatan manajemen, sehingga segala sesuatunya dapat ditujukan kepada pengarahan potensi dan daya manusia dengan jalan menimbulkan, menghidupkan dan menumbuhkan tingkat keinginan yang tinggi, kebersamaan dalam menjalankan tugas-tugas perseorangan maupun kelompok dalam organisasi.
Sebagai organisasi pemerintahan, maka Kecamatan Jailolo dan Kecamatan
Sahu dalam menggerakkan organisasinya ditunjang dengan semangat kerja yang
tinggi yang berasal dari motivasi aparatnya dalam melakukan tugas dan
kewajibannya sebagai seorang pegawai. Hal ini membawa konsekuensi logis bagi
pimpinan organisasi untuk secara terus menerus mengusahakan pengembangan
motivasi baik secara individu maupun kelompok dalam organisasi tersebut.
Pengembangan motivasi didasarkan kepada tiga faktor yang dianggap dominan
berpengaruh terhadap motivasi kerja pegawai yang menekankan kepada aspek
terpenuhinya kebutuhan ekonomi pegawai dan keluarga, aktualisasi diri, membina
hubungan yang harmonis antara atasan dengan sesama pegawai dan pengakuan
pegawai sebagai seorang manusia yang memiliki hak-hak dasar terutama hak
hidup sehingga diupayakan pemenuhan kebutuhan hidup sang pegawai dengan
keluarganya.
Salah satu faktor yang turut berpengaruh dalam upaya meningkatkan
motivasi kerja aparat adalah dengan memberikan kesempatan bagi pegawai dalam
pengembangan diri sebagai bentuk dari upaya untuk meningkatkan kemampuan
upaya mengembangkan kemampuan pegawai yaitu dengan berupaya memberikan
kesempatan untuk promosi, baik promosi jabatan atau promosi memegang
tanggung jawab terhadap pekerjaan tertentu. Disamping itu, pengembangan juga
diarahkan pada menumbuhkan sikap saling percaya diantara diantara atasan dan
bawahan terutama dalam memberikan tugas dan pekerjaan kepada pegawai.
Kepercayaan terhadap tugas dan pekerjaan tertentu akan mendorong seseorang
mampu mengembangkan diri karena ia akan berusaha melakukan pekerjaan
tersebut secara benar sehingga dapat memberikan hasil yang maksimal. Terhadap
kemampuan, membangun sikap saling percaya maka salah satu hal yang perlu
diperhatikan adalah perlakuan yang sama terhadap seluruh pegawai. Sikap suak
dan tidak suka yang dimiliki oleh seorang pimpinan harus dihilangkan dengan
mengedepankan sikap profesionalisme dalam menjalankan organisasi.
Sistem pemberian bonus, fasilitas, pujian dan penghargaan merupakan salah
satu elemen penting dalam suatu organisasi untuk memotivasi pegawai mencapai
prestasi kerja yang diinginkan. Sistem pemberian insentif dan penghargaan
tersebut diberikan kepada pegawai yang berprestasi berupa penghargaan materi
maunpun non materi, sedangkan pegawai yang tidak berprestasi mendapatkan
disinsentif berbentuk teguran, peringatan, penurunan pangkat. Pegawai yang
berprestasi perlu memperoleh penghargaan yang pada gilirannya dapat memacu
semangat dan prestasi kerja yang lebih baik lagi. Insentif dapat dikembangkan
dengan memperhatikan beberapa faktor, antara lain gaji yang memadai, jaminan
fasilitas penunjang dan kondisi kerja, hadiah berupa penghargaan serta jaminan
penyelenggaraan organisasi kedepan sehingga mampu menumbuhkan motivasi
dari dalam diri setiap pegawai dengan maksud mampu berkreatifitas dan memiliki
inovasi-inovasi terbaru dalam pengembangan organisasi.
Dari beberapa pendapat dan pengertian di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa faktor motivasi sangat penting dan merupakan elemen penting dalam suatu
organisasi, karena motivasi kerja mampu meningkatkan prestasi kerja yang akan
berpengaruh kepada pencapaian tujuan yang diinginkan. Hal tersebut sejalan
dengan pendapat yang dikemukakan oleh Duncan (1981 : 138), bahwa ”motivasi
adalah usaha yang dilakukan secara sadar untuk mempengaruhi tingkah laku
dalam rangka pencapaian tujuan organisasi”.
Dalammkaitan itu, maka aparat pemerintah mkecamatan harus dapat
memberikan pelayanan yang lebih profesional, efektif, efisien, sederhana,
transparan, tepat waktu, dan adaptasi serta dapat membangun kualitas sumbe
rdaya manusia dalam arti meningkatkan kapasitas individu aktor pemerintahan
dan memberdayakan masyarakat dalam memanfaatkan produk-produk
pemerintahan.
Sebagai suatu organisasi pemerintahan, pemerintah kecamatan tentu harus
memiliki berbagai sumber daya untuk menjalankan berbagai tugas dan fungsi
dalam rangka merealisasikan tujuan-tujuannya. Hal ini sejalan dengan pengertian
organisasi dari Schulze (dalam Sutarto, 1989 : 22) bahwa ”pada dasarnya adalah
penggabungan dari orang-orang, benda-benda, alat-alat perlengkapan, ruang kerja
dan segala sesuatu yang bertalian dengannya yang dihimpun dalam hubungan
pengertian ini kiranya dipahami bahwa satu diantara berbagai sumber daya dalam
menggerakkan organisasi pemerintahan adalah sumber daya manusianya sebagai
penggerak organisasi tersebut.
Apabila dikaitkan dengan hasil analisis dalam penelitian ini maka dapat
dikemukakan bahwa motivasi kerja dari aparat dalam melaksanakan tugas dan
pekerjaannya masih rendah. Hal ini mengindikasikan bahwa aparat melakukan
penyimpangan-penyimpangan dalam melaksanakan tugas sebagaimana mestinya.
Penyimpangantersebut berkisar pada kesadarannya didalam melaksanakan tugas,
ketulusannya didalam memberikan pelayanan, kesabarannya menanggapi keluhan
masyarakat. Karena motivasi instrik itu adalah pendorong kerja yang bersumber
dari dalam diri pekerja, berupa kesadaran mengenai pentingnya atau manfaat
pekerjaan yang dilaksanakanny. Dengan kata lain motivasi ini bersumber dari
pekerjaan yang dikerjakan, baik karena mampu memenuhi kebutuhan, atau
menyenangkan, atau memungkinkan mencapai suatu tujuan maupun karena
memberikan harapan tertentu yang positif dimasa depan. Misalnya pekerja yang
bekerja secara berdedikasi semata karena memperoleh kesempatan untuk
mengaktualisasikan dirinya secara maksimal.
Kemudian menurut pendapat Maslow (dalam Asnawi 2000 : 16)
mengatakan bhwa ”Suatu potensi intrinsik yang bersifat internal yang telah ada
pada diri manusia, ia dapat bersifat pasif tetapi juga bisa bersifat aktif. Apabila ia
bersifat aktif maka ia membutuhkan respon”.
Sebagai hasil penelitian bahwa motivasi kerja aparat dalam memberikan
bersifat pasif. Untuk menghindari hal tersebut agar motivasi kerja aparat bersifat
aktif, pihak pimpinan harus dapat mengatasinya dengan berbagai hal, antara lain
dengan meresponi setiap perilaku dari aparat itu sendiri, menghargai hasil
kerjanya serta tetap membina komunikasi yang antara pimpinan dengan bawahan.
Karena seandainya pihak pimpinan tidak memperhatikan perilaku bawahannya
maka akan berakibat fatal terhadap motivasi aparat itu sendiri dalam memberikan
pelayanan kepada masyarakat.
Demikian halnya juga dengan motivasi ekstrinsik, yaitu suatu pendorong
kerja yang bersumber dari luar diri pekerja sebagai individu, berupa suatu kondisi
yang mengharuskannya melaksanakan pekerjaan secara maksimal. Sebagaimana
hasil penelitian ini bahwa aparat sebagai pelayan masyarakat mengharapkan
adanya suatu perhatian dari pimpinan baik pimpinan di tingkat kecamatan maupun
pimpinan di Kantor Dinas Kpendudukan dan Catatan Sipil Kabupaten halmahera
Barat yang sampai saat ini belum pernah mereka rasakan yaitu berupa pemberian
bonus, pemberian fasilitas, pemberian penghargaan. Sehingga aparat kecamatan
dalam hal ini aparat petugas pelayanan KTP, untuk memenuhi tuntutan kebutuhan
hidupnya dan mereka selalu mengharapkan pengertian dari masyarakat yang
membutuhkan pelayanan, baik pengertian dengan cara baik-baik, maupun secara
paksa. Seorang pimpinan seandainya mengharapkan bawahannya secara totalitas
mengabdi dan memberikan pelayanan yang berkualitas terlebih dahulu harus
memperhatikan kebutuhan dari bawahannya itu sendiri. Karena aparat itu didalam
juga untuk mewujudkan tujuan pribadinya yaitu memenuhi tuntutan kebutuhan
hidupnya, sebagaimana pendapat siagian (1996 : 139) mengatakan bahwa :
Seoran karyawan akanmenampilkan kinerja yang memuaskan bagi dirinya dan perusahaan apabila yang bersangkutan termotivasi untuk berbuat demikian. Perlu diingat bahwa motivasi mengandung tiga konsep, yaitu upaya yang maksimal untuk menyelenggarakan fungsi dan menjalankan kegiatan yang menjadi tanggung jawab seseorang, pencapaian tujuan organisasi dan pencapaian tujuan pribadi dari orang yang bersangkutan. Artinya seseorang karyawan hanya akan bersedia melakukan upaya yang maksimal demi tercapainya tujuan perusahaan apabila karyawan tersebut yakin bahwa dengan tercapainya tujuan organisasi, tujuan pribadinya pun akan tercapai.
Dari pendapat tersebut, maka dapat dijelaskan bahwa sebagai sebuah
organisasi harus memiliki komitmen yang kuat dalam menjalankan tugas dan
fungsinya untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Sebagaimana telah dijelaskan
sebelumnya bahwa tugas dan fungsi pemerintah kecamatan adalah sebagai garda
terdepan pemerintah daerah yang bertugas secara langsung dan berhadapan
dengan masyarakat. Oleh karena itu aparat kecamatan wajib menyelenggarkan
kegiatan pelayanan kepada masyarakat yang menjadi kewenangannya.
Berkaitan dengan itu, maka motivasi kerja aparat menajdi sanat penting
artinya dalam upaya untuk lebih memaksimalkan proses pelayanan secara efektif,
efisien dan bertanggung jawab. Penjelasan ini juga mencoba menguraikan
bagaimana kondisi lingkungan organisasi pemerintahan berinteraksi dengan
karakteristik aparat sehingga membangun semangat kebersamaan dalam
meningkatkan prestasi kerja.
Dalam kenyataannya di lapangan menunjukkan bahwa interaksi antara
individu-individu di pemerintah Kecamatan Jailolo dan Kecamatan Sahu
dalam menggerakkan individu-individu yang ada didalamnya. Oleh karena itu,
motivasi kerja aparat sebagai penggerak dalam menjalankan tugas dan tanggung
jawab masing-masing harus dimiliki oleh setiap individu dan selanjutnya dapat
menjadi kekuatan yang besar dari suatu organisasi dalam mencapai tujuannya.
Dalam konteks penyelenggaraan pelayanan yang berkualitas sebagai visi
dan tujuan organisasi pemerintah, Wasistiono (2000 : 1) menegaskan bahwa :
”dalam suatu organisasi, termasuk organisasi pemerintah daerah, faktor utama
yang mempengaruhi kemampuan dan keberhasilan pencapaian tujuan adalah
faktor manusia yang ada dalam organisasi itu sendiri”. Artinya bahwa tingkat
pencapaian tujuan organisasi pemerintahan akan turut dipengaruhi oleh perilaku
individu aparat pemerintah itu sendiri mengembang tugas fungsinya sebagai
pelayan masyarakat. Dengan demikian maka faktor manusia yang ada didalam
organisasi pemerintahan memerlukan penggerak sebagai modal dalam
pelaksanaan tugas. Penggerak semangat kerja bisa diperoleh dari dalam diri
maupun dari luar.
Dalam hubungannya dengan peningkatan kualitas pelayanan,
Thoha (1998 : 119) mengemukakan bahwa :
Untuk meningkatkan kualitas pelayanan civil, organisasi publik (birokrasi publik) harus mengubah posisi dan peran (revitalisasi) dalam memberikan layanan publik. Dari yang suka mengatur dan memerintah berubah menjadi suka melayani, dari yang suka menggunakan pendekatan kekuasaan, berubah menjadi suka menolong menuju ke arah yang fleksibel kolaboratis dan dialogis, dan dari cara-cara yang sloganis menuju cara-cara kerja yang realistik pragmatis.
Sebagai seni, layanan itu terbentuk sebagai upaya aparat pemerintahan untuk