• Tidak ada hasil yang ditemukan

SHEMA SEBAGAI MODEL PENDIDIKAN ANAK DALA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "SHEMA SEBAGAI MODEL PENDIDIKAN ANAK DALA"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

SHEMA SEBAGAI MODEL PENDIDIKAN ANAK DALAM KELUARGA KRISTEN MASA KINI

Oleh: David Eko Setiawan M.Th

Pendahuluan

Mendidik anak merupakan kewajiban setiap orang tua. Kewajiban ini dilaksanakan seiring perubahan jaman yang begitu cepat. Perubahan tersebut menuntut adanya model pendidikan anak yang sesuai dengan konteks jaman yang dihadapi. Ravik Karsidi, Guru Besar Sosiologi Universitas Sebelas Maret mengatakan bahwa akibat perubahan zaman yang demikian cepat, tidak jarang orangtua kehilangan model dalam mendidik anak di keluarga.1 Maka dari itu sangat penting untuk menemukan sebuah model bagi orang tua dalam mendidik anak masa kini.

Alkitab secara tegas memerintahkan setiap orang tua Kristen untuk mendidik anak-anaknya (Amsal 29: 17; Efesus 6:4). Seiring dengan perintah tersebut mereka dituntut untuk memiliki model yang jelas dan benar. Model itu dapat menjadi acuan bagi orang tua Kristen dalam mendidik anak-anak mereka.

Keluarga-keluarga Israel memiliki model dalam mendidik anak-anak mereka. Model itu terdapat dalam Ulangan 6: 4-9, yang sering disebut sebagai Shema. Rabbi Hayim Ha Levy Donin, memberikan keterangan: “The Shema is declaration of faith, a pledge of allegiance to One God, an affirmation of Judaism. It is the first prayer that children are taught to say”.2 Jadi Shema merupakan deklarasi Iman yang diwujudkan dalam bentuk doa yang diajarkan oleh orang tua Yahudi kepada anak-anak mereka. Doa tersebut diucapkan pada saat bayi baru lahir, saat meninggal, dalam ibadah harian dan ibadah Sabat.3 Sehingga pengucapan Shema sangat akrab di lingkungan keluarga Yahudi.

Melalui tulisan ini, penulis ingin menunjukkan model pendidikan anak dalam keluarga Kristen. Model tersebut didasarkan pada Shema yang terdapat dalam Ulangan 6:4-9. Model yang telah ada dalam lingkungan keluarga Yahudi itu diharapkan dapat diterapkan dalam pendidikan anak di keluarga Kristen masa kini.

Shema dalam Lingkup Kehidupan Bangsa Israel

Shema merupakan deklarasi iman bangsa Israel kepada Allah yang Esa.4 Deklarasi tersebut diwujudkan dalam bentuk doa yang harus diucapkan sehari dua kali yaitu pada waktu pagi dan malam (Ulangan 6:7). Selain pada waktu pagi dan malam, Shema juga diucapkan pada hari Sabat, pada perayaan hari- hari besar agama, pada saat gulungan Taurat diambil keluar dari tabut, pada saat sebelum tidur, dan pada saat upacara kematian.5 Shema

1 www.solopos.com diakses pada 27 April 2014

2 Donin, Hayim, To Pray as a Jew: a guide to the prayer book and the synagogue service, (New York: Basic Books, 1980) p.144

3 Ibid.

(2)

juga dibisikkan ke telingan bayi Yahudi ketika baru saja lahir dan kemudian akan dipelajari pertama kali oleh seorang anak Yahudi ketika belajar Taurat.

Shema dipandang sebagai doa yang paling penting dalam agama Yahudi.6 Baris pertama dalam Shema terdiri dari pengucapan : דחא ה-ו-ה-י וניהלא ה-ו-ה-י לארשי עמש (Shema Yisrael Adonai eloheinu Adonai ehad). Arti harafiah dari setiap kata adalah sebagai berikut: Shema berarti "Dengarkanlah" dan "berlakulah”, Yisrael berarti Israel, sebagai sebuah bangsa, sedangkan Adonai berarti "tuan", kata ini merupakan pengganti Tetragrammaton7,

Eloheinu berarti "'Tuhan kita", kata "El" atau "Elohei" menandakan Tuhan, dan penentu kata milik jamak "nu" or "einu" berarti "kita" Ehad berarti "satu". Maka baris pertama dari Shema dapat diterjemahkan sebagai berikut: “"Dengarlah, hai orang Israel: YHWH itu TUHAN kita, TUHAN itu esa." Bagian pertama ini dipandang sebagai pengakukan atas kepercayaan akan Tuhan Yang Maha Esa. 8

Bagian selanjutnya setelah baris pertama Shema, terdapat V'ahavta yang berarti "Kasihilah TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu." dan ayat tersebut berisi perintah untuk mengasihi Tuhan dengan segenap jiwa raga, serta mengingat kesemua perintah dan mengajarkannya kepada anak-anak. dan membicarakannya di dalam rumah dan di luar rumah, waktu beristirahat dan waktu bekerja (Ulangan 6:7), untuk mengikatkan perintah tersebut pada lengan dan dipasang pada dahi" (Ulangan 6:8) dan diamalkan sebagai tefillin, serta menulisnya di dalam pada pintu rumah dan gerbang kota (Ulangan 6:9 ) dan diamalkan sebagai mezuzah.9

Shema telah menjadi bagian penting dalam kehidupan bangsa Yahudi. Bahkan perintah untuk mengajarkan secara turun temurun tetap dilaksanakan hingga sekarang. Sehingga Shema tidak asing bagi telinga anak-anak Yahudi masa kini. Hal ini didukung pandangan masyarakat Yahudi bahwa rumah merupakan pusat praktek keagamaan Yahudi melebihi Synagoge.10

Shema dalam Lingkup Pendidikan Keluarga Yahudi

Bangsa Yahudi memiliki pandangan yang unik tentang keluarga. Rabbi Menachem Mendel Schneerson mengatakan:

"Home is where we learn to cope and to be productive, to work and play, to be comfortable with ourselves and others. Most importantly, home is where we learn about happiness and wholesomeness. ... Our home is a secure base that gives us the confidence to explore the terrain of an unpredictable and often dangerous world”.11

6 http://id.wikipedia.org diakses pada 1 Mei 2014

7Tetragrammaton (Bahasa Yunani: τετραγράμματον kata dengan empat huruf) nama dalam bahasa Ibrani untuk Tuhan, yang dieja (dalam huruf Ibrani); י (yod) ה (heh) ו (vav) ה (heh) atau הוהי (YHWH), tetragramaton adalah nama pribadi dari Tuhan orang Israel. Dalam agama Yahudi, Tetragrammaton tidak diucapkan pada pembacaan tulisan suci dan doa, dan diganti dengan Adonai ("Tuanku"). Bentuk tertulis lain seperti ׳ד atau ׳ה dibaca Hashem (Sang Nama).

8 http://id.wikipedia.org diakses pada 1 Mei 2014 9 Ibid

(3)

Berdasarkan kutipan di atas nampak bahwa bagi masyarkat Yahudi, keluarga merupakan tempat yang sangat penting bagi pengembangan kepribadian seseorang. Di dalamnya seseorang diajar untuk hidup produktif, menghargai diri sendiri dan sesama, serta keyakinan dalam menghadapi kesukaran hidup di dunia.

Selain itu masyarakat Yahudi menjadikan keluarga sebagai tempat pusat praktek Religi Yahudi melebihi Synagoge.12 Rabbi Schneerson menggambarkannya sebagai berikut:

” In the Jewish home, Shabbat is ushered in on Friday evening with candle lighting, prayers over bread and wine, and hymns, and bade farewell after sundown on Saturday with the Havdalah ceremony. The home is also the setting for lighting the Hanukah menorah and conducting the Passover Seder, for festive meals on Rosh Hashanah, the break-fast on Yom Kippur, the Brit Milah (circumcision ceremony) and lighting Yahrzeit candles”.13

Nampak bahwa ritual agama Yahudi banyak dilakukan dalam keluarga. Bahkan kehidupan agama menyatu dengan kehidupan keluarga. Hal ini dilandasi pandangan bahwa keluarga yang mapan adalah keluarga yang dibangun dengan kebijaksanaan Ilahi.14 Maka bagi bangsa Yahudi agama dan keluarga tidak dapat dipisahkan.

Perhatian bangsa Yahudi terhadap kehidupan keluarga dan agama tampak dalam Shema. Meskipun Shema hanya dipraktekkan dalam bentuk doa harian di dalam keluarga, namun di dalamnya mengandung model pendidikan anak di dalam keluarga. Model tersebut sebagi berikut:

Mengasihi Allah merupakan landasan dalam mendidik anak di Keluarga Dalam Ulangan 6:5 bangsa Israel diperintahkan untuk mengasihi TUHAN dengan segenap hati dan dengan segenap jiwa dan dengan segenap kekuatannya. Kalland

mengomentari ayat ini sebagai berikut:

“The exhortation to love “with all your heart and with all your soul and with all your strength” is not a study in faculty psychology. It is rather a gathering of terms to indicate the totality of a person’s commitment of self in the purest and noblest intentions of trust and obedience toward God.15

Berdasarkan komentar Kallad di atas nampak bahwa didalam perintah untuk mengasihi TUHAN mengandung tuntutan untuk memiliki komitmen total secara pribadi kepada-Nya. Totalitas komitmen pribadi kepada TUHAN tersebut menjadi dasar bagi keluarga-keluarga Yahudi dalam mendidik anak-anaknya. Atas dasar hal ini maka keluarga Yahudi tidak segan-segan mengajarkan Taurat kepada anak-anak mereka sejak dini. Stern menjelaskan tentang pengenalan Taurat pada anak-anak Yahudi sebagi berikut:

“…tahapan-tahapan pendidikan Yahudi sebagi berikut: Mikra (membaca Taurat) mulai 5 Tahun, Mishna mulai usia 10 tahun, Talmud pada usia 13 tahun ; Midrash pada usia 20 tahun, dan sejak usia 30 tahun baru boleh mengajar di depan umum”.16

12 Ibid. 13 Ibid 14 Ibid

(4)

Pada saat anak-anak Yahudi masuk dalam jenjang Mikra, mereka dikirim oleh keluarganya ke sinagoge untuk belajar di BETH-SEFER. Mereka dilatih oleh rabi untuk menguasai bahkan menghafal 5 Kitab Taurat: Kejadian, Keluaran, Imamat, Bilangan dan Ulangan. Setelah itu, mereka kembali kepada keluarganya untuk belajar pekerjaan orang tuanya seperti berdagang, tukang kayu atau nelayan.17 Beberapa anak yang berbakat akan melanjutkan ke jenjang BETH MIDRASH sampai menguasai interpretasi dan aplikasi Taurat bahkan seluruh kitab Perjanjian Lama.18 Setelah tingkat ini, hanya murid yang terbaik dari yang terbaiklah yang berani memilih rabi tertentu dan memohon apakah mereka dapat dipercaya menjadi TALMIDIM. 19 Bila terpilih, maka seorang Talmidim akan hidup bersama rabi dan mengikuti dari dekat kemanapun rabi pergi sampai disebut “Cover in the Dust of Your Rabbi” dipenuhi debu dari kasut Sang Rabi. Tingkat terakhir ini (usia 15-30 tahun) disebut BETH TALMUD/ TALMID.20 Kesemuanya ini dilakukan oleh keluarga Yahudi supaya anak-anak mereka mengasihi Allah dengan sungguh-sungguh

Peran Orang Tua Sebagai Pendidik Agama dalam Keluarga

Shema menuntutan kepada setiap orang tua Yahudi untuk berperan aktif dalam pendidikan agama (Ulangan 6:6-9). Sehubungan dengan hal itu maka para orang tua Yahudi diperintahkan beberapa hal yaitu: Pertama, Mereka harus memperhatikan (ayat 6). Perintah ini menantang para orang tua Yahudi untuk tidak sekedar mendengar perintah itu saja tetapi menyimpanya di dalam hati. Hal ini Nampak dari beberapa terjemahan alkitab berikut; Alkitab terjemahan NAS menerjemahkan bagian ayat ini sebagai berikut: “And these words, which I am commanding you today, shall be on your heart ”. Sedangkan pada Alkitab terjemahan NIV sebagai berikut: “These commandments that I give you today are to be upon your hearts. King James Version menuliskan bagian ini berikut : “And these words, which I command thee this day, shall be in thine heart”.

Kedua, Mereka harus mengajarkannya berulang-ulang. Kata kerja

~T'än>N:viw>

(shinnantam) dari kata

!n:v'

((shawnan) dijelaskan oleh Adam Clarke sebagai berikut:

םתננש shinnantam, from ןנש shanan, to repeat, iterate, or do a thing again and again; hence to whet or sharpen any instrument, which is done by reiterated friction or grinding.21

Berdasarkan kutipan di atas nampak bahwa para orang tua Yahudi dituntut

mengajarkan berulang-ulang dan mempertajam bagian-bagian perintah tersebut hingga anak-anak mereka mengerti dan melakukannya. Selanjutnya Clarke mengomentari tugas itu sebagai berikut:

We see here the spirit of this Divine injunction. God’s testimonies must be taught to our children, and the utmost diligence must be used to make them understand them. This is a most difficult task; and it requires much patience, much prudence, much judgment, and much piety in the parents, to enable

16 David H. Stern, Jewish New Testament Commentary (Maryland, USA: Jewish New Testament

Publications, 1995), hlm. 111 17 Ibid

18 Ibid 19 Ibid 20 Ibid

(5)

them to do this good, this most important work, in the best and most effectual manner.22

Clark berpendapat bahwa tugas ini merupakan tugas yang tidak mudah karena

membutuhkan kesabaran, kebijaksanaan, pertimbangan dan kesalehan dalam diri para orang tua agar mereka dapat melakukan tugas terpenting ini. Semuanya itu dilakukan agar anak-anak mereka memahami dan dapat melakukannya dengan setia.

Ketiga, Mereka harus mengikatkan perintah itu di tangan dan dahi serta menuliskannya dipintu rumah dan pintu gerbang. Perintah Allah rupanya tidak sekedar diajarkan berulang-ulang kepada anak-anak tetapi juga harus diikatkan pada tangan dan dahi orang Yahudi serta di tuliskan pada pintu rumah dan pada pintu gerbang. Hal ini dilakukan agar perintah Allah tetap diingat oleh setiap orang Yahudi. Orang Yahudi menyebut Tefillin

( ןיליפת) untuk perintah yang diikatkan pada lengan dan dahi. Tefillin-tangan atau shel-yed dipakai oleh orang Yahudi untuk dililitkan di sekeliling lengan, tangan, dan jari mereka. Sedangkan Tefillin-kepala atau shel-rosh diletakkan di atas dahi. Tefillin sendiri merupakan sepasang kotak kulit hitam berisi gulungan perkamen yang merupakan deklarasi iman Yahudi yaitu keesaan TUHAN yang diambil dari Ul 6:4-5. Sejak usia bar mitzvah (13 tahun ke atas), ada kewajiban bagi setiap orang Yahudi yang dewasa untuk mengenakannya. Sedangkan perintah yang harus ditulis di pintu rumah dan pintu gerbang sering disebut Mezuzah (הָּזְּמ). Mezuzah adalah sepotong perkamen yang mengandung ayat-ayat doa yang ditulis dalam bahasa Ibrani. Mezuzah ini digulung dan dilekatkan ke kusen pintu dengan posisi diagonal.

Keluarga menjadi pusat pendidikan Agama Bagi Anak

Bangsa Israel memandang keluarga sebagai unit dasar dalam masyarakat. Keluarga telah menjadi urat nadi kehidupan bangsa tersebut. Mengingat pentingnya keluarga dalam kehidupan bangsa Israel maka Allah memberikan perintah-perintah yang jelas bagi keluarga. Sebagi contoh Allah memberikan hukum yang jelas kepada bangsa Israel dalam hal

pernikahan (Imamat 18; Ulangan 7; 20). Allah juga mengatur tentang pentingnya melindungi kelangsungan keluarga (Imamat 25:47-49). Selain itu Allah juga memerintahkan anak-anak untuk menghormati kedua orang tuanya (Keluaran 20:12). Kesemuanya itu menujukkan betapa pentingnya keluarga dalam kehidupan bangsa Israel.

Salah satu fungsi penting keluarga dalam masyarakat Yahudi tampak dalam Ulangan 6:6. Di dalam ayat tersebut terlihat bahwa keluarga menjadi pusat pendidikan agama bagi anak-anak. Kata

tyIB

; (((bayith) dalam ayat tersebut dapat diartikan sebagai keluarga atau rumah. Di dalam bayith inilah perintah Allah harus diajarkan berulang-ulang kepada anak-anak oleh orang tua mereka. Bagi masyarakat Yahudi keluarga harus menjadi tempat utama bagi pendidikan agama anak-anak mereka. Rabbi Lev Baesh, Direktur pada The Resource Center for Jewish Clergy of InterfaithFamily mengatakan bahwa keberhasilan pendidikan Yahudi tidak akan terlepas pada tiga hal yang mutlak harus dimiliki seorang keluarga Yahudi, yakni pertama, bagaimana pelajaran Taurat harus diberikan kepada seorang anak, kedua, bagaimana menciptakan sebuah masyarakat Yahudi di sekitar keluarga, dan ketiga, kesinambungan dalam menjalankan ibadah agama dalam keluarga.23

22 Ibid

(6)

Penerapan Model Shema Bagi Pendidikan Anak Dalam Keluarga Kristen

Berdasarkan penjelasan tentang Shema dalam lingkup pendidikan anak di keluarga Yahudi, maka dapat diperoleh model mendidik anak yang dijelaskan melalui bagan berikut:

Bagan Model Pendidikan Anak dalam Keluarga Yahudi Berdasarkan Shema

Dengan melihat bagan di atas nampak bahwa pendidikan anak dalam keluarga Yahudi memiliki tiga unsur yang tidak terpisahkan yaitu; Pertama, materi yang berpusat pada perintah Allah yang dinyatakan dalam praktek keagaaman dalam keluarga. Kedua, pendidik yaitu orang tua yang akan mengajarkannya secara berulang-ulang. Ketiga. Tempat yaitu keluarga sebagai pusat pendidikan agama.

Penerapan model shema bagi pendidikan anak dalam keluarga Kristen dapat dilakukan sebagai berikut: Pertama, Alkitab menjadi fondasi dalam mendidik anak-anak. Bahkan Alkitab harus menjadi standar bagi setiap anggota keluarga Kristen. Agar hal ini terlaksana maka penting untuk selalu diadakan pendalaman Alkitab secara bersama di dalam keluarga supaya setiap anggota keluarga mengerti secara jelas prinsip-prinsip Firman Tuhan. Pendalaman ini dilakukan secara kontinu setiap hari dengan metode diskusi dimana terdapat interaksi antara anggota-anggota keluarga. Melalui interaksi tersebut diharapkan materi dapat didalami dan mengoreksi prilaku yang tidak tepat dalam keluarga. Hal ini sesuai dengan manfaat Alkitab (2 Tim. 3:16).

Kedua, Orang tua berperan aktif dalam mendidik anak. Pendidikan yang diberikan kepada anak-anak harus berlandaskan Alkitab, sehingga para orang tua Kristen harus

MATERI:

Perintah Allah

Pendidikan Anak dalam Keluarga

Yahudi

TEMPAT: Keluarga

PENDIDIK:

(7)

menguasai Alkitab lebih dahulu. Mereka perlu menguasai prinsip-prinsip Firman Allah yang digali oleh para orang tua itu sendiri. Untuk mendukung upaya tersebut maka setiap orang tua Kristen harus perlu diperlengkapi dengan cara-cara yang tepat dalam menggali Alkitab. Cara-cara yang tepat ini dapat diperoleh dari tarning-traning yang diadakan oleh gereja-gereja lokal atau lembaga-lembaga Kristen yang berorientasi memperlengkapi orang percaya dalam menggali Alkitab secara benar. Selain itu pra orang tua Kristen dapat aktif dalam

pendalaman-pendalaman Alkitab secara kelompok yang akan menolong mereka memahami Alkitab secara tepat dan benar. Disamping itu para orang tua juga dapat memperlengkapi diri dengan buku-buku rohani yang berorientasi pada penadalaman Alkitab. Buku-buku rohani tersebut dapat menjadi referensi bagi mereka dalam menggali Alkitab secara tepat dan benar.

Ketiga, orang tua harus secara berulang-ulang menanamkan prinsip-prinsip Firman Tuhan kepada anak-anak mereka. Cara ini dapat dilakukan dengan pertama, orang tua mengajak anak-anaknya berdiskusi setiap hari tentang satu perikop dalam Alkitab. Kedua, orang tua dapat secara bersama-sama dengan anak-anak mereka menghafal ayat-ayat penting dalam bagian Alkitab yang sedang mereka diskusikan. Ketiga, orang tua dapat membuat sebuah aktivitas yang selalu mengingatkan anak-anak mereka tentang ayat-ayat Alkitab yang penting bagi mereka, semisal orang tua dapat meminta anak-anak menempelkan satu bagian ayat alkitab sebelum berangkat sekolah atau sebelum tidur disuatu tempat tertentu yang dapat mereka ingat dan lihat.

Keempat, orang tua harus menjadikan keluarga sebagai tempat untuk mendidik anak. Meskipun anak-anak telah mendapatkan pendidikan diluar keluarga, semisal sekolah, gereja atau lembaga yang lain, namun para orang tua Kristen perlu menjadikan keluarga sebagai tempat utama bagi anak-anak dalam menerima pendidikan. Agar hal tersebut dapat berlangsung maka para orang tua perlu membuat suasana keluarga lebih kondusif. Upaya yang dapat dilakukan agar suasan keluarga dapat lebih kondusif yaitu pertama, para orang tua terus menjalin relasi dengan anak-anak dengan baik. Kedua, para orang tua selalu

membangun komunikasi dua arah agar terciptanya interaksi aktif dalam keluarga. Ketiga, para orang tua perlu menanamkan sikap saling menghargai dan menghormati di antara anggota keluarga. Keempat, para orang tua harus memiliki waktu tertentu setiap hari untuk berkumpul bersama dengan anak-anak mereka.

Kesimpulan

Masyarakat Yahudi memiliki sebuah model pendidikan anak yang dapat diterapkan bagi keluarga Kristen masa kini. Model tersebut ada di dalam Ulangan 6:6 yang sering disebut sebagai Shema. Adapun hal-hal yang dapat diterapkan adalah Pertama, materi yang berpusat pada perintah Allah yang dinyatakan dalam praktek keagaaman dalam keluarga. Kedua, pendidik yaitu orang tua yang akan mengajarkannya secara berulang-ulang. Ketiga. Tempat yaitu keluarga sebagai pusat pendidikan agama

(8)

Kepustakaan

Buku-buku

Hayim Donin. To Pray as a Jew: a guide to the prayer book and the synagogue service, New York: Basic Books. 1980

Kalland S, Earl. The Expositor’s Bible Commentary Vol. III : Deuteronomy. Grand Rapid: Zondervan Publishing House. 1992

Stern H. David. Stern. Jewish New Testament Commentary (Maryland, USA: Jewish New Testament Publications. 1995

Internet

www.donfeder.com diakses pada 1 Mei 2014

www.e-sword.net 1 Mei 2014

www.jewishvirtuallibrary.org diakese pada 27 April 2014

http://id.wikipedia.org diakses pada 1 Mei 2014 www.solopos.com diakses pada 27 April 2014

Referensi

Dokumen terkait

Keluarga adalah tempat pertama terjadinya proses pendidikan, pendidikan pertama dari keluargalah yang akan menjadi fondasi dasar dari pembentukan karakter

keluarga atau orang tua yang tunggal ( single parent ), prestasinya cukup baik. Karena peran keluarga sangat penting dalam

Di dalam keluarga mendidik anak adalah tugas yang utama dan pertama, tidak dapat digantikan oleh siapapun itu (FC art. Ini juga dapat berarti bahwa arah dan kehidupan

adanya perbedaan ahli waris meskipun dalam keluarga semua anak yang dilahirkan laki-laki atau bahkan semuanya perempuan tetap diberikan kepada anak pertama (anak

”(Ams 22:6 FAYH) Peran orangtua menurut ajaran Kristen: Pertama, orangtua wajib mendidik anak-anak agar memiliki rasa takut akan Tuhan, membekali mereka untuk menjadi

Sehingga peranan saudara dalam mendidik akhlak terhadap pembentukan kepribadian anak sangat penting juga yaitu membimbing anak dengan membiasakan anak untuk

Di dalam hidup berumah tangga, keluarga mempunyai beberapa fungsi, sebagai berikut :.. Fungsi Pendidikan : Dalam hal ini tugas keluarga adalah mendidik dan menyekolahkan anak

Seharusnya keluargalah yang bertanggung jawab dalam mendidik anak karena keluarga merupakan guru pertama dan utama dalam mendidik anak terutama anak yang masih berusia 0-6 tahun, tujuan