• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISA KEBIJAKAN LUAR NEGERI AMERIKA SE

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ANALISA KEBIJAKAN LUAR NEGERI AMERIKA SE"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH

ANALISA KEBIJAKAN LUAR NEGERI AMERIKA SERIKAT:

INVASI MILITER AMERIKA SERIKAT KE LIBYA 2011 MELALUI

NATO

Disusun untuk memenuhi Ujian Akhir Semester Mata Kuliah Analisis Politik Luar Negeri. Dosen Pengampu: Ibu Henny Rosalinda,

Oleh :

GIGIH TAUFAN HERDIANTO

(115120407111042)

(C.HI.3)

(2)

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2012

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Adapun makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas Analisis Politik Luar Negeri mengenai Invasi Militer Amerika Serikat ke Libya 2011

Makalah ini disajikan sesuai dengan ketentuan agar memudahkan pemahaman para pembaca terhadap isi dari makalah ini. Makalah ini dirangkum dari berbagai sumber yang berkaitan dengan pembahasan yaitu Invasi Militer Amerika Serikat ke Libya 2011. Dengan adanya makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan dapat menambah wawasan bagi para pembaca.

Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyajian makalah ini, maka dari itu kami mengharapkan saran dan kritik yang bersifat konstruktif demi perbaikan makalah ini di masa yang akan datang. Akhir kata, kami ucapkan terima kasih kepada para pembaca dan segala pihak yang telah membantu penyelesaian makalah ini.

Malang, 22 Desember 2012 Hormat kami

(3)

BAB I

PENDAHULUAN

1. 1 LATAR BELAKANG

(4)

barat. Amerika yang sadar akan potensi minyak di Libya, tentu sangat mengharapkan posisi Moammar Khadafi turun dari jabatan presiden Libya yang dinilai oleh Amerika Serikat sebagai penghambat dalam transaksi minyak mentah antar kedua negara.

1. 2 Rumusan Masalah

1. Pertimbangan apa saja yang mempengaruhi Amerika untuk menginvasi Libya?

2. Bagaimana hubungan antara Khadafi dengan Amerika Serikat sebelum krisis?

3. Apa yang menjadi tujuan akhir Amerika Serikat pada misinya di Libya?

4.Bagaimana kebijakan Amerika Serikat terhadap Libya pasca kematian Khadafi?

1. 3 Tujuan

Tujuan dari penulisan makalah ini meliputi :

1. Sebagai pemenuhan tugas untuk mata kuliah Analisis Politik Luar Negeri

2. Sebagai bahan untuk mempelajari mengenai kebijakan luar negeri Amerika Serikat kepada Libya

3. Sebagai upaya untuk menambah wawasan baik bagi pembaca maupun penyusun

1. 4 Manfaat

Adapun manfaat dari penulisan makalah Invasi Militer Amerika Serikat ke Libya 2011 ini antara lain :

1. Baik bagi pembaca maupun penulis, diharapkan makalah ini mampu memberika pemahaman secara mendalam mengenai kebijakan luar negeri Amerika Serikat terkait isu Libya.

2. Memberi pengetahuan mengenai beberapa kejadian penting terkait dengan krisis yang melanda Libya beberapa waktu silam.

(5)

1. 5 Kerangka Pemikiran

Dalam menjelaskan mengenai fenomena yang terkait dengan kebijakan Amerika Serikat pada invasi mereka ke Libya terlepas dari “kendaraan” Amerika Serikat dan sekutunya yaitu NATO, yang kemudian akan mengginakan perspektif atau pendekatan secara realis guna menganalisi beberapa kebijakan luar negeri Amerika yang kemudian diterapkan terkait krisis yang terjadi di Libya.

Dalam poin Balance of Power, terlihat jelas tentang bagaimana situasi dunia internasional yang memunculkan Amerika Serikat menjadi salah satu hagemon yang hingga saat ini sedang berkuasa. Kekuatan Amerika Serikat yang hingga saat ini belum tertandingi oleh negara manapun di dunia,menurut realis sangat berpotensi untuk terjadi perang. Oleh karena itu, Amerika Serikat dapat menjadi suatu ancaman terhadap negara-negara yang memiliki kekuatan yang relatif lebih kecil dari Amerika Serikat tidak terkecuali Libya.

Perspektif realis yang digunakan sebagai pedoman untuk menjelaskan terkait fenomena tersebut sesuai dengan beberapa asumsi dasar realis seperti struggle for power

yang sesuai dengan tujuan utama Amerika Serikat menginvasi Libya juga untuk menerapkan pengaruh Amerika Serikat yang berhubung dengan ideologi demokrasi yang diterapkan di Libya dengan menggulingkan rezim Khadafi dan disokong dengan tentara oposisi Khadafi (NTC). Karakter self help terlihat jelas mengenai Amerika Serikat yang sadar akan potensi minyak mentah yang terkandung dalam Libya demi pemenuhan atas kebutuhan minyak domestik. Selain itu pula, Level of Analysis juga akan digunakan dalam analisa pada makalah ini dengan indikasi dari level International, state, hingga

Individu

(6)

dari aktor pembuat kebijakanguna menjelaskan fenomena yang terjadi terkait case study

tersebut dalam membangun argumentasi yang sesuai dengan perspektif realism.

BAB II

PEMBAHASAN

2. 1 Pertimbangan USA menginvasi Libya dan kebijakannya

2.1. 1 Responsibility to Act dan Faktor Ekonomi

Dalam situasi perekonomian Amerika yang pada saat itu masih relatif belum stabil, serta keterkaitan Amerika dengan krisis Libya sudah sangat jauh terlibat, serta pasukan Amerika Serikat yang dikirim khusus untuk menangani konflik Afghanistan dan Irak yang cukup menyedot kas negara serta banyak juga yang menjadi korban jiwa dalam konflik tersebut, maka Amerika Serikat mengubah haluan kebijakan politik luar negerinya dengan mengandalkan NATO sebagai kendali militer sehingga dana operasional untuk konflik di Libya dapat diminimalisir, namun kendali militer masih dipegang oleh Amerika dengan kendaraanya yaitu sekutunya yang tergabung dalam NATO.

Pada dasarnya Amerika juga masih mengannggap memiliki tanggunga jawab atas nama kebebasan manusia pada konflik di Libya. Namun, karena untuk mengurangi anggaran militer, maka Amerika bersatu dengan sekutunya untuk menginvasi militer di Libya dan juga menetapkan kepentingan politinsnya di Libya.

Hal ini sesuai dengan pidato Barack Obama tentang sikap Amerika Serikat terhadap Libya di gedung putih tertanggal 28 Maret 2011 di gedung putih.1

“ For generations, The United States of America has played a unique role as sn anchor of global security and as an adcvocate for human freedom. Mindful of the risk

1 http://www.whitehouse.gov/the-pressoffice/2011/03/28/remarks-president-addressnation-Libya. Viewed

(7)

and costs of military action, we are naturally reluctant to use force to solve the worlds, many challenges. But when our interests and values are at stake we have responsibility to act. That’s what happened in Libya over the course of these last six weeks”

-Barack Obama

2.1. 2 Cadangan Minyak Mentah

OPEC atau Organization of the Petroleum Exporting Countries sebagai organisasi internasional yang bergerak di bidang perminyakan yang secara khusus menghimpun data secara akurat yang menghasilkan laporan tabel yang tertera pada OPEC Annual Statistical Bulletin 2012 seperti berikut ini :

Dari tabel tersebut dapat diamati bahwasanya Libya menempati posisi ke-7 sebagai negara yang memiliki sumber cadangan minyak mentah terbesar di dunia dengan 48 milyar barel atau setara dengan 4% dari 81% dari seluruh cadangan minyak mentah dunia yang teridentifikasi pada keanggotaan OPEC .2

(8)

Hal ini merupakan dasar dari konstelasi politik Amerika Serikat yang sadar pada potensi minyak Libya yang sangat diinginkan oleh Amerika Serikat guna mempertebal devisa negara tersebut dengan menjajaki blok-blok minyak yang berada di Libya yang di akomodasi oleh perusahaan minyak asal Amerika seperti ExxonMobil dan Chevron.

2.1. 3 Transisi Amerika Serikat, dari Bush ke Obama

Salah satu faktor yang juga cukup berdampak signifikan dalam pembuatan kebijakan dalam level individu adalah kepemimpinan Amerika Serikat dari George W. Bush ke Brack Obama. Seperti diketahui dunia, pada tanggal 20 Januari 2009 telah terpilih Presiden Amerika Derikat yang ke-44, serta yang pertama dalam sejarah Amerika Serikat Presiden dengan kulit hitam. Hal tersebut disambut sukacita oleh seluruh warga negara Amerika Serikat karena Bush dianggap gagal dan terburuk dalam masa pemerintahannya pada 50 tahun terakhir sejarah Presiden AS.

Begitupun dengan dunia internasional yang menganggap Bush sangat tidak popuer karena kecenderungannya yang sangat arogan dan memaksakan kehedak sehingga sangat familiar dengan statementnya yaitu “either you with us or against us”.3

Pada saat Obama menjabat presiden Amerika Serikat, keputusannya terkait dengan Libya cukup dipengaruhi oleh situasi dari lingkungan politis di sekitar Obama dalam membuat seuatu kebijakan luar negeri Amerika Serikat. Hal ini selaras dengan asumsi dasar dari pendapat Rosenau dari sisi spesifik actor dan juga Sprout yang manganalisa lingkungan psycho-mileu dalam mempengaruhi kebijakan dari actor.4

Obama yang secara karakteristik tidak arogan seperti Geoge W. Bush, dalam menentukan kebijakan terkait dengan Libya sangat menjunjung tinggi nilai kemanusiaan dan HAM. Hal ini sesuai dengan pidatonya yaitu :

To brush aside America’s responsibility as a leader and more profoundly our responsibilities to our fellow human beings under such circumstances would have been a betrayal of who we are. Some nations may be able to to turn a blind eye to atrocities in other countries. The United States of America is different. And as

3 Katherine Butler, “Far to great Expectations” , “The New Statesman”, January 19th , 2009

(9)

President, i refused towait for the images of slaughter and mass grave before taking action”5

-Barack Obama Dalam faktor lingkungan Presiden Barack Obama, statement beliau juga dipengaruhi oleh Menteri Pertahanan Amerika Serikat, Robert Gates yang juga mengautkan prinsip-prinsip dasar Amerika Serikat yang berlaku di seluruh dunia seperti Demokratisasi, Preemption, Unilateralisme, Hagemoni, dan Demonstrasi dengan menyatakan “Nilai-nilai dan prinsip-prinsip Amerika Serikat berlaku untuk semua negara. Tanggapan kami di setiap negara harus disesuaikan dengan negara itu, dan keadaan khas negara tersebut”.6

Dalam pernyataan dari Menteri Pertahanan Amerika Serikat tersebut, jelas sekali terlihat bahwa Amerika menginvasi Libya lebih pada faktor Demokratisasi pemerintahan Libya yang dikuasi oleh rezim Khadafi. Perbedaan ideologi inilah yang terjadi sebagai salah satu latar belakang Amerika Serikat menyerang Libya walaupun dalam komado miiternya menggunakan aliansi NATO, namun Amerika secara tidak langsung dapat mengontrol NATO yang masuk ke Libya dengan gagasan untuk menegakkan HAM dan mengatasnamakan kemanusiaan dengan membantu gerakan oposisi pemerintahan Khadafi.

Namun, Amerika juga mementingkan pengaruh yang ditujukan untuk menegakkan demokrasi dan menjamin pemerintahan yang lebih demokratis dengan cara-cara yang diyakini juga akan menambah tindak pelanggaran HAM yang terjadi di Libya. Hal ini dikarenakan unsur militeristik yang terdapat pada NATO sebagai perpanjangan tangan dari Amerika Serikat. Mengingat NATO adalah persekutuan negara-negara barat yang terbentuk guna mengakomodir kepentingan lewat jalur militer semasa Perang Dingin dan bertahan hingga saat ini.

5 http://www.whitehouse.gov/the-pressoffice/2011/03/28/remarks-president-addressnation-Libya. Viewed

December 23rd, 2012

6 Egidius Patnistik. Mengapa Libya diserang Suriah tidak? . Wednesday, April 27th , 2011.

(10)

2.1. 4 Tujuan Dasar Politik Luar Negeri Amerika Serikat

Ketika Amerika Serikat memutuskan untuk terlibat dalam konflik yang berlangsung di negara lain, maka mereka selalu mengedepankan prinsip-prinsip yang mengatasnamakan kemanusiaan dan HAM yang sesuai dengan tujuan dasar politik luar negerinya.7 Hal tersebut tersurat pada tujuan dasar politik luar negeri Amerika serikat

yang juga menjadi alasan dilaksanakan intervensi militer walaupun juga dibantu dengan “kendaraan” militernya, yaitu NATO di Libya.

1. Keamanan Nasional

Amerika Serikat yang mengedepankan kebebasan dan juga aman ari segala bentuk intervensi dari luar yang tidak diinginkan. Kebijakan luar negeri Amerika Serikat mengakomodir kepentingan nasionalnya untuk menjaga keamanan Amerika Serikat yang bebas dan merdeka.

2. Perdamaian Dunia

Merupakan tujuan jangka panjang politik luar negeri Amerika Serikat adalah menciptakan perdamaian dunia. Seluruh presiden Amerika yang pernah menjabat, selalu turut dalam upaya menciptakan perdamaian dunia. Dalam menyelesaikan konflik, tak jarang Amerika bersatu dengan negara lain atau organisasi internaional. Selain itu juga, Amerika Serikat juga selalu memberikan bantuan pada daerah-daerah konflik dan juga membentuk aliansi dengan beberapa negara di berbagai kawasan.

3. Self Government

(11)

Cara melindungi keamanan nasional Amerika Serikat juga bisa dengan mendukung negara yang demokrasi tanpa campur tangan dari luar dan membantu negara yang ingin berdemokrasi.

4. Perdagangan Bebas dan Terbuka

Amerika Serikat berusaha untu dapat mempertahankan sistem pasar bebas dan terbuka, hal ini sangat penting untuk dapat memasarkan produk-produk Amerika Serikat. Hal tersebut juga dalam upaya mencapai kepentingan nasional dan keamanan dalam segi ekonomi.

5. Concern of Humanity

Dalam upayanya Amerika Serikat untuk menciptakan stabilitas dunia, maka Amerika Serikat memperhatikan negara-negara yang tengah dilanda konflik serta mengupayakan perdamaian di negara tersebut dan turut membantu negara-negara yang terkena bencana alam.

Secara umum, politik Amerika Serikat harus berorientasi pada tujuan-tujuan dasar politik luar negeri Amerika Serikat tersebut. Setiap-setiap keputusan yang diambil yang berorientasi dri tujuan dasar tersebut semata-mata demi menciptakan keamanan nasional Amerika Serikat. Oleh karena itu, keamanan bagi Amerika Serikat merupakan suatu hal yang harus diutamakan.

Relevansinya terhadap konflik Libya adalah Amerika mencoba untuk mengusung isu kemanusian diatas segala hal dan menempatkan diri mereka sebagai polisi internasional dan mengharuskan Amerika untuk menghentikan kekejaman rezim Khadafi yang berkuasa di Libya dengan membantai penduduknya sendiri. Maka atas dasar Resolusi DK PBB 1973, Amerika menggunakan instrumen militernya untuk menyelesaikan konflik di Libya dengan dibantu NATO dan bergabung dengan tentara oposisi pemerintahan Libya yakni NTC.

(12)

rezim Khadafi yang dianggap sebagai penghambat utama dalam liberalisasi minyak Libya k negara-negara barat seperti Amerika Serikat.

II. II Hubungan antara Khadafi dengan Amerika Serikat

Khadafi dikenal sebagai salah satu dari segelintir pemimpin dunia yang berani mengatakan tidak atas keperkasaan Amerika Serikat (AS).Pria yang mulai berkuasa pada 1 September 1969 ini memperlihatkan diri sebagai orang yang mampu menolak untuk tunduk kepada negara adikuasa itu selama bertahun-tahun. Khadafi naik takhta sebagai presiden pada 1 September 1969 saat berusia 27 tahun ketika memimpin kudeta yang menggulingkan monarki pro- Barat Libya, Raja Idris. Setelah berkuasa, Khadafi menempatkan filsafat politik berbasis ide pan-Afrika, pan- Arab dan anti-imperialis, dicampur dengan beberapa aspek Islam.

Hal ini dibaca berbeda oleh Amerika yang menganggap bahwa Muammar Khadafi tidak menanamkan sistem pemerintahan yang demokrasi di negaranya dan justru menganut sistem pemerintahan otokratik. Khadafi malahan menyerang balik pengkritiknya itu dengan menguliahkan kembali para akademisi Amerika di Columbia University,New York via satelit di tahum 2006. Ia juga mengemukakan bahwa tidak ada sistem demokrasi yang baik selain demokrsi di Libya yang bersifat

jamahiriyah yang berarti “negara massa” yang menurut pandangan dari Muammar Khadafi sebagai alasan yang mendasari kesempatan yang sama bagi rakyat Libya untuk mengemukakan pendapat mereka masing-msing di “kongres rakyat”. Sistem itu berarti bahwa kekuasaan dipegang ribuan komisi rakyat. Filosofi politiknya dia tulis dalam sebuah buku,Green Book,yang berisi alternatif bagi sosialisme dan kapitalisme yang dikombinasikan dengan aspek Islam.

(13)

sebuah tempat disko di Berlin yang menewaskan tiga orang, termasuk dua tentara AS. Saat itu, Presiden AS Ronald Reagan menyebut Khadafi sebagai “anjing gila”. Serangan itu menewaskan lebih dari 60 orang, termasuk putri angkat Khadafi yang berusia 15 bulan dan nyaris membunuh Khadafi. Tensi hubungan antara AS dan Libya diperparah dengan penolakan Khadafi menyerahkan dua tersangka pengeboman pesawat Pan Am yang menewaskan 256 orang di Lockerbie.

Namun, setelah menghadapi sanksi perekonomian berkepanjangan, sang kolonel akhirnya “menyerah”. April 1999, dia menyerahkan dua warga Libya yang dituduh dalam pengeboman Pan Am.

Pemerintahan Bill Clinton saat itu meresponsnya dengan melakukan pembicaraan rahasia dengan Tripoli. Memasuki era 2000-an, Khadafi melunak. Pada 2003, Libya sepakat memberikan kompensasi kepada seluruh keluarga korban Lockerbie. Dia juga mengecam terorisme dan mengumumkan bahwa dia menyerahkan impiannya untuk membuat senjata pemusnah massal menyusul tergulingnya Saddam Hussein dari Irak dalam invasi pimpinan AS. Pengumuman itu membuat Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mencabut sanksi. Muammar Khadafi juga pernah merobek draft persetujuan perdamaian dan perjanjian yang menurutnya hanyalah rekayasa politik Amerika pada saat rapat agung dalam forum di PBB.

II. III Tujuan Politis Amerika Serikat di Libya

(14)

Pada saat pergerakan kelompok oposisi mulai gencar mengadakan pemberontakan di setiap sudut negara Libya yang menuntut agar Khadafi mundur dari tampuk kekuasaannya yang setelah 42 tahun memimpin Libya. Rakyat menilai bahwa krisis yang terjadi tidaklah lepas dari keluarga Khadafi yang melakukan KKN terhadap kekayaan negara yang dikuasai rezim yang berkuasa, sehingga gerakan oposisi membentuk suatu belligerent yaitu National Transicional Council atau NTC.

Selain itu, fakta menyebutkan bahwasanya Amerika Serikat memiliki tujuan politis utamanya di Libya yang mencakup tiga hal utama, yakni minyak mentah, demokrasi, dan isu senjata pemusnah missal.

Minyak mentah, alasan utama terkait tujuan Amerika Serikat menginvasi Libya yang sangat realistis dan menjadi rahasia umum adalah potensi minyak Libya yang tersebar di seluruh penjuru dataran Libya. Walaupun Amerika Serikat dan sekutunya tidak sedang dirundung krisis terkait dengan kelangkaan minyak, namun minyak merupakan komoditi paling utama dalam isu-isu politis yang berkembang antar negara karena secara umum minyak dapat mempengaruhi perekonomian global. Hal ini sesuai dengan asumsi dasar self help yang dimana negara akan melakukan tindakan rasional untuk mewujudkan kepentingan nasionalnya.

Demokrasi, Amerika Serikat juga memiliki kepentingan untuk menyebarkan ideology terkait demokrasi. Libya semasa rezim Khadafi dinilai sebagai negara yang melaksanakan system pemerintahannya secara otoritarian yang bertolak belakang dengan Amerika Serikat dan sekutunya yang demokrasi. Dalam poin ini, sesuai dengan asumsi dasar struggle for power pada realism yang membuat Amerika Serikat mencoba menyebarluaskan pengaruhnya ke Libya.

Senjata pemusnah massal, asumsi ini menjadi hal yang memuat asumsi Power centrism yang dapat memperkuat posisi politis.8 Namun, hingga saat ini masih belum

terbukti keberadaan senjata yang dikembangkan oleh Libya yang dicurigai oleh Amerika Serikat. Mungkin hal ini adalah alibi yang dibuat oleh Amerika Serikat untuk mempertegas argument mereka terkait dengan Libya.

(15)

Dari beberapa analisis faktor tersebut sangat jelas bahwa kebijakan Amerika Serikat terkait dengan krisis yang mendera Libya tidaklah lepas dari bebrapa tujuan politis dan tidak serta merta hanya demi kemanusiaan dan penyelesaian konflik antara pasukan oposisi pemerintah Libya dengan pasukan rezim Khadafi.

II. IV Libya pasca konflik

PBB melaui NATO yang dimotori oleh Amerika Serikat nampaknya telah berhasil membantu rakyat Libya untuk mencapai demokrasi di negaranya dan menggulingkan rezim otoriter presiden Moammar Khadafi dan berakhir dengan kemenangan para kelompok oposisi penentang pemerintahan Khadafi. Akan tetapi tugas dari PBB tentu saja belum selesai sampai sini. Maka PBB melalui Amerika Serikat perlu membantu Libya dalam proses recovery kepemerintahannya pasca perang yang terjadi.

Tidak dapat dipungkiri kembali kematian Moammar Khadafi sang presiden dari Libya ini turut membawa dampak yang besar bagi negara Libya. Setelah selama kurang lebih 42 tahun negara Libya berada dalam rezim Khadafi yang dinilai sangat otoritarian, akhirnya para kelompok- kelompok oposisi penentang pemerintahan Khadafi atau yang biasa disebut NTC telah berhasil mengambil alih kepemerintahannya setelah 42 tahun di bawah rezim otoriter Khadafi.

Setelah tewasnya Moammar Khadafi, tentu saja menjadi awal yang baru demokrasi di Libya. Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) dan Amerika Serikat telah menyambut pembentukan pemerintah transisi di Libya.9 Dukungan juga datang dari

menteri luar negeri Amerika Serikat Hillary Clinton ia menganggap ini merupakan salah satu kemajuan bagi Libya. Amerika Serikat akan bekerjasama dengan pemerintah transisi Libya untuk mengatasi semua tantangan besar yang dihadapi negara ini.

Selain itu Libya juga diharapkan dapat lebih meliberalisasi minyaknya dengan baik. Sulit dipungkiri bahwa perang sering kali berakhir dengan penjarahan dan

9 http://vovworld.vn/id-id/Berita/Pemerintah-transisi-baru-di-Libya-dilantik/59986.vov. Viewed, December

(16)

perampokan sumber daya alam dan kekayaan alam dari negara yang kalah perang. Seperti yang sekarang sedang dilakukan NTC yang memegang pemerintahan di Libya pasca berakhirnya rezim Khadafi. NTC sudah membuat kesepakatan untuk memberikan 35 % pengolahan minyak mentahnya kepada Amerika sebagai tanda terima kasih atas dukungan penuh dalam gerakan revolusi menggulingkan Kadhafi.10

BAB III

PENUTUP

3. 1 Kesimpulan

Kebijakan Amerika Serikat yang memiliki tujuan dasar guna menciptakan keamanan nasional dan keamanan dun ia dari segala bentuk ancaman serta menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan menjadi dasar bagi setiap kebijakan luar negerinya. Pada kasus Libya, isu kemanusiaan kembali menjadi justifikasi atas pergerakan militer Amerika Serikat ke Libya. Khusus pada kasus Libya, Amerika Serikat secara komando militeristik diserahkan pada sekutunya yaitu NATO. Hal ini tidak luput dari efisiensi penggunaan anggaran dan kekuatan militer pasca konflik di Afghanistan dan Irak yang cukup menyedot anggaran negara. Pertimbangan tersebut muncul atas inisiatif dari Presiden Amerika yaitu Barack Obama dan keputusan tersebut didukung oleh kongres dan memunculkan suatu kebijakan yang berasal dari level individu dan spesifik aktor sesuai dengan anggapan dari scholar yaitu Rosenau.

Situasi dunia yang anarkhi yang memunculkan Amerika Serikat sebagai hagemon tanpa ada kekuatan lain yang mengimbangi agar tercipta perdamaian dunia sesuai dengan konsep Balance of Power dan Libya sebagai negara yang inferior dari Amerika Serikat, sehingga Amerika Serikat berani untuk menginvasi Libya walaupun dibantu dengan NATO. Fakta menyebutkan bahwa, kebijakan luar negeri Amerika Serikat memiliki konstelasi politik terselubung. Minyak mentah menjadi sasaran utama bagi Amerika untuk menguasai potensi sumber minyak mentah yang tersebar diseluruh daratan Libya

10

(17)

melalui perusahaan minyak milik Amerika Serikat seperti Exxonmobil dan Chevron. Selain itu, perbedaan ideologi menjadi hal yang tak terbantahkan mengingat rezim otoriter Muammar Khadafi menguasai Libya lebih dari 42 tahun. Struggle for power pada ideologi tak terelakkan, karena salah satu kebijakan dasar Amerika Serikat adalah demokratisasi. Belum lagi Amerika Serikat yang menganggap Libya mengembangkan senjata pemusnah massal (WMD) yang dapat memperkuat posisi politis Khadafi atau

Power centrism yang hingga kini masih belum terdeteksi keberadaannya atau mungkin hanya alasan Amerika Serikat saja untuk memperkuat argumen mereka untu menyerang Libya dengan kendaraan politisnya bernama NATO.

Dari hasil kebijakan tersebut, didapati hasil yang sesuai dengan ekspektasi pemerintah Amerika Serikat yang mendapat upeti atas jasanya yang menurunkan rezim Khadafi berupa kepemilikan minya mentah Libya sebanyak 35% dari total keseluruhan sumber minyak mentah Libya yang tersebar di seleruh daratan Libya.

Demokrasi sebagai bukti nyata dari hasil penggulingan rezim Khadafi yang membuat Libya mengadakan pemilu dan menadi negara “boneka” dari Amerika Serikat pasca krisis Libya. PBB sebagai institusi pemersatu bangsa tidak cukup tegas untuk mengantisipasi Amerika Serikat dan sekutunya yang tergabung dalam NATO untuk ikut campur dalam agresi militernya di Libya. Kebijakan Amerika Serikat yang mendukung

(18)

DAFTAR PUSTAKA

Smith, Steve, et. al. 2008. Foreign Policy Theories Actors Cases. New York: Oxford University Press

Richard C. Remy, Lary Elowits & William Berlin.1984.Government of The United State.

New York: Mac Milliam Publishing Company

Katherine Butler, “Far to great Expectations”, “The New Statesman”,January 19th, 2009

Organization of the Petroleum Exporting Countries. Opec Annual Statistical Bulletin 2012. Vienna :Public Relations and Information Department

Egidius Patnistik. Mengapa Libya diserang Suriah tidak? Wednesday, April 27th , 2011. http://internasional.compas.com/read/2011/04/27/14462470/Mengapa.Libya.Diserang.Sur iah.Tidak.

http://www.whitehouse.gov/the-pressoffice/2011/03/28/remarks-president-addressnation-Libya

http://vovworld.vn/id-id/Berita/Pemerintah-transisi-baru-di-Libya-dilantik/59986.vov

(19)

http://www.bbc.co.uk/news/world-africa-13755445

Referensi

Dokumen terkait

Pada variabel ini, narasumber diberikan beberapa pertanyaan mengenai jenis model pendapatan yang diterima oleh PT INTI dalam menjual produk smart light , sumber

Temasya Sukan Tahunan adalah satu program rasmi sekolah yang dirancang dan dilaksanakan pada setiap tahun. Temasya ini dijalankan khusus untuk memberi pendedahan asas tentang

Berdasarkan hasil penelitian Implementasi Program Pengelolaan Penyakit Kronis (Prolanis) di Puskesmas Pangarengan Kabupaten Sampang Madura yang telah dianalisis menggunakan

Secara amnya, jika dilihat purata min bagi setiap bahagian seperti dalam jadual 7, dapat digambarkan bahawa persepsi pelajar terhadap aktiviti kokurikulum berada dalam

Sebenarnya perbedaan penyebutan ini tidak menjadi masalah yang berarti, karena hal ini adalah perbedaan kebiasaan para ulama dan tidak mendatangkan perbedaan

Sedangkan uji coba non fungsional Uji coba metode sinkronisasi data Uji coba ini dilakukan untuk menentukan metode mana yang lebih tepat dalam membangun game

Budiati, Yani, dan Universari (2012) menyatakan bahwa minat mahasiswa menjadi wirausaha dibagi dalam em-pat kelompok yaitu: 1) Minat untuk memulai wirausaha dalam

Perlu difahami bahwa mutu hasil perikanan (ikan) yang terbaik atau ” segar segar”” adalah saat dipanen dimana hasil penanganan atau pengolahan selanjutnya tidak akan