• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Pengaruh Kebijakan Luar Negeri

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Analisis Pengaruh Kebijakan Luar Negeri"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

NAMA : Hana Dwi Djayanti

KELAS : PPKN B 2014

NIM : 4115142411

UTS HUBUNGAN INTERNASIONAL

“Analisis Pengaruh: Kebijakan Luar Negeri”

1. Jelaskan arah dan orientasi kebijakan politik luar negeri di era Soeharto dengan menggunakan tool of analysis dan faktor determinan/penentunya (Idiosinkratik, Domestik, atau International)!

Kebijakan luar negeri pada era pemerintahan Soeharto memiliki corak bebas aktif yang low profile dan tenang, namun punya harga diri. Politik di eranya mengedepankan pembangunan ekonomi dan pada awal pemerintahannya, Soeharto lebih menekankan membangun basis ekonomi di dalam negeri, dan mengurangi musuh di luar negeri. Langkah pertamanya adalah dengan memudarkan bayangan Indonesia sebagai ancaman bagi para negara tetangga melalui pengakhiran konfrontasi dengan Malaysia (11 September 1966), serta masuk kembali menjadi anggota PBB pada 28 September 1966. Langkah ini dilakukan untuk menjaga dan membangun politik luar negeri yang nantinya bisa berpihak pada pertumbuhan Indonesia.

Diplomasi kita telah berhasil mengadvokasi kepentingan Indonesia melalui diakuinya status Indonesia sebagai negara kepulauan melalui Law of The Sea Convention pada 1982. Dalam tulisan Professor Hasjim Djalal menyebutkan bahwa penerapan status kepulauan ini telah memperluas wilayah laut Indonesia hingga 5 juta kilometer persegi, karena itu, menjaga kedaulatan dan keamanan laut dan udara di atasnya akan menjadi tantangan terbesar bagi Indonesia di masa yang akan datang. Presiden Soeharto juga ikut memprakarsai kelahiran ASEAN melalui Deklarasi Bangkok, 8 Agustus 1967 (penandatangan dari Indonesia adalah Menlu Adam Malik). Langkah-langkah awal yang diambil Soeharto ini sangat tepat, karena memperlihatkan kepada dunia bahwa dia anti-komunis.

(2)

penghargaan dalam KTT Pangan Dunia di Roma, 1984, sebagai negara yang berhasil dalam swasembada pangan. Soeharto tampil berpidato di depan sidang Food and Agriculture Organization, salah satu organ PBB.

“Perang tanpa bala, menang tanpa ngalahake” (perang tanpa tentara, menang tanpa mengalahkan), itulah falsafah Soeharto dalam menjalankan politik luar negeri. Namun hal itu mencerminkan situasi di awal Orde Baru, republik ini hampir tanpa modal dan nyaris bangkrut. Jadi cara paling aman adalah menghindari konflik dengan tetangga (good neighbour policy), dan membangun kerja sama di kawasan, serta mengundang investasi asing. Soeharto beruntung ketiganya mampu menerjemahkan kebijakannya dengan baik, sehingga dapat menampilkan citra Indonesia yang cukup mengesankan di kancah dunia. Para pemimpin ASEAN tak akan pernah lupa bahwa Soeharto-lah yang memutuskan untuk tetap menyelenggarakan KTT III ASEAN di Manila, 14-15 Desember 1987, di tengah kemelut politik karena pemberontakan dan ancaman kudeta oleh Kolonel Gregorio Gringo Honassan. Langkah Soeharto ini untuk menunjukkan dukungan ASEAN kepada Presiden Corry Aquino, di saat para pemimpin ASEAN lainnya ragu untuk hadir. Soeharto juga yang menjamin keamanan dengan mengirimkan satuan -satuan tempur ABRI, termasuk menyiagakan empat unit pengebom tempur A-4 Skyhawk TNI AU di Pangkalan Udara Sam Ratulangi Manado, demi mengamankan konferensi di Philippines International Convention Center, yang menghadap Teluk Manila.

Diawali oleh Menlu Mochtar Kusuma Atmaja, yang menghidupkan kembali gagasan cocktail party pada 1987, mulailah proses informal untuk mendamaikan empat faksi yang berperang di Kamboja. Langkahnya ini dilanjutkan oleh penggantinya Ali Alatas yang kemudian bersama-sama Menlu Prancis menggelar Paris International Conference on Cambodia (PICC), secara maraton selama beberapa tahun di Jakarta dan Paris. Akhir upaya ini adalah perdamaian di negeri itu dalam pemilihan umum tahun 1994. Dalam proses ini pun Indonesia mengirimkan empat batalion TNI dan satuan Polri dalam Kontingen Garuda XXIII A, B, C, dan D untuk kurun waktu dua tahun di dua provinsi Kamboja. Di bawah arahan Soeharto pula, pemerintah Filipina bisa berdamai dengan pemberontak Moro National Liberation Front (MNLF) di Filipina Selatan, melalui rangkaian perundingan di Jakarta selama beberapa tahun, sehingga kelompok ini mendapat otonomi dan meninggalkan gagasan merdeka.

(3)

ASEAN (ARF) yang bisa menghadirkan para menteri luar negeri negara-negara besar dunia (termasuk lima anggota tetap Dewan Keamanan PBB, Uni Eropa, Jepang, Korea Selatan, dll) sejak 1993. Ia juga merevitalisasi Gerakan Nonblok yang kehilangan orientasi dan relevansi pasca-runtuhnya Tembok Berlin yang mengakhiri Perang Dingin. Di Jakarta pada Oktober 1992 digelar KTT X GNB yang menghidupkan kembali relevansi gerakan ini di tengah-tengah maraknya unilateralisme oleh Amerika Serikat sebagai superpower tunggal dan perpecahan di banyak negara, khususnya di kawasan Balkan.

Di Bogor pada Desember 1994, Indonesia menjadi tuan rumah KTT APEC ke-2 yang membuahkan Deklarasi Bogor untuk menjalin kerja sama ekonomi yang luas di kawasan Asia Pasifik. Dan sejak itu Soeharto selalu hadir setiap tahun dalam KTT APEC. Kehadirannya yang terakhir adalah KTT APEC ke-5 di Vancouver, Kanada, November 1997.

Soeharto sudah membuktikan bahwa politik luar negeri adalah cerminan politik di dalam negeri. Bila kondisi dalam negeri keropos, di luar negeri pun kita tidak dianggap oleh siapa-siapa. Pada era Soeharto kebijakan politik RI lebih pro-barat, mengingat kondisi pada waktu itu Indonesia membutuhkan suntikan dana segar yang sangat banyak untuk menyelamatkan Indonesia dari kebangkrutan, dan juga salah satu faktor yang menentukan kebijakan pro-barat ini adalah orientasi ekonomi pada zaman tersebut.

Posisi Indonesia yang solid di ASEAN menjadikan negara ini disegani di kawasan Asia Tengara. Dalam menyikapi masalah-masalah internasional, ASEAN kerap menunggu sikap resmi Indonesia.

Soeharto menggunakan tangan besi untuk menciptakan stabilitas politik dan keamanan. Soeharto juga menggunakan pinjaman luar negeri untuk membangun keamanan/security demi melanggengkan kepemimpinan Soeharto selama 32 tahun.

Dari uraian di atas, dapat dikatakan bahwa politik luar negeri pada era Soeharto ditentukan oleh faktor domestic yaitu keadaan di dalam negeri, turut andil dalam pertimbangan kebijakan luar negeri, di lihat dari kebijakan luar negeri yang diambil adalah demi pembangunan dalam negeri..

2. Jelaskan arah dan orientasi kebijakan politik luar negeri di era Reformasi dengan menggunakan tool of analysis dan faktor determinan/penentunya (Idiosinkratik, Domestik, atau International)!

(4)

Era B J Habibie dimulai dengan tuntutan rakyat Indonesia mengenai reformasi sistem pemerintahan otokrasi ke sistem demokrasi. Tetapi, rakyat Indonesia pada masa itu hanya melihat era pemerintahan Habibie sebagai era transisioal pemerintahan Orde Baru dengan era reformasi yang dianggap masih membawa corak Orde Baru dan beberapa menteri seperti menteri luar negeri Ali Alantas masih menduduki jabatan pada era sebelumnnya. Di sisi lain, Habibie harus menghadapi kegagalan Orde Baru yaitu krisis moneter di Indonesia, sehingga fokus politik luar negeri Indonesia di tata untuk membangun kembali ekonomi Indonesia dan memperbaiki stabilitas keamanan di Indonesia. Instrumen yang digunakan Habibie untuk dapat memenuhi kepentingan nasional Indonesia dalam masa transisi antara lain pengelolaan investasi swasta, diplomasi terhadap bantuan asing, perdagangan bebas, kekuatan militer dan sistem politik yang demokratis (Widhiasih, 2013).

(5)

internasional, implikasi aksi TNI pasca referendum sebagai bentuk aksi pro-integrasi yang berdampak pada terjadinya pelanggaran Hak Asasi Manusia di Timor Timur dan lepasnya Timor Timur ternyata telah membawa Habibie ke akhir masa pemerintahannya.

Dari uraian di atas, dapat dikatakan bahwa politik luar negeri pada era Habibie ditentukan oleh faktor internasional yaitu keadaan baik di dalam maupun di luar negeri, turut andil dalam pertimbangan kebijakan luar negeri, di lihat dari kebijakan melepaskan Timor Leste dan mendapatkan pinjaman luar negeri dihasilkan berdasarkan isu HAM Timor Leste menyebabkan masyarakat global memandang Indonesia secara negative, sehingga Habibie dengan rasionalitasnya memberikan opsi kebebasan untuk Timor Leste dan menghasilkan dukungan internasinal kembali positif.

Abdurrahmad Wahid (1999-2000)

(6)

Pada dasarnya, tujuan politik luar negeri Indonesia pada era Gus Dur masih terfokus pada usaha stabilitas ekonomi dan keamanan melalui diplomasi yang direalisasikan melalui investasi swasta, diplomasi bantuan luar negeri, perdagangan bebas, otonomi regional, dan sistem politik demokratis (Widhiasih, 2013). Keberhasilan Gus Dur di era pemerintahannya yang singkat ditunjukkan dengan meningkatnya kredibilitas Indonesia di mata internasional yang diperlihatkan dengan mengalirnya bantuan internasional untuk membantu perekonomian dalam negeri. Tak hanya itu, keberhasilan pengelolaan masalah ancaman integrasi bangsa juga menjadi salah satu prestasi Gus Dur. Namun, keputusan Gus Dur yang dianggap menyimpang dan sosoknya yang konfrontatif serta emosional, membuatnya harus menyerah pada keputusan impeachment (Mashad, 2008:189). Uraian tersebut tentu jelas mengindikasikan bahwa kebijakan kontroversial era ini di sebabkan oleh faktor determinan kebijakan idosinkretik actor politik yaitu pemimpin.

Megawati Soekarnoputri (2001-2004)

Megawati mengawali karirnya sebagai Presiden Indonesia sebagai pengganti Gus Dur yang telah diturunkan sebelumnya serta merupakan presiden wanita pertama di Indonesia. Masalah domestik yang dihadapi pun masih berupa ancaman disintegrasi bangsa yang ditunjukkan dengan adanya eksistensi Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan berbagai gerakan separatis di daerah lain (Mashad, 2008:190). Megawati juga menghadapi permasalahan internasional berupa minimnya kredibilitas internasional terhadap Indonesia yang diakali dengan melakukan kunjungan ke berbagai negara di dunia. Berbeda dengan pemerintahan sebelumnya yang lebih terlihat pro-Barat, Megawati mencoba mereduksi hubungan internasional dengan Barat dengan memutus hubungan dengan IMF dan melakukan perdagangan dengan Rusia dengan adanya pembelian pesawat Sukhoi (Widhiasih, 2013). Dari hal tersebut, terlihat bahwa kepentingan nasional Indonesia masih berupa realisasi stabilitas ekonomi, politik, pertahanan, dan keamanan yang kesemuanya diwujudkan dengan adanya investasi sektor swasta, perdagangan bebas, dan kekuatan otonomi regional yang lebih diutamakan. Strategi Megawati antara lain juga memberikan peran utama politik luar negeri pada MenLu, Hasan Wirayuda.

(7)

teror WTC 9/11, untuk memerangi terorisme dan menekan Islam (Mashad, 2008:191). Serangan terorisme ini pada dasarnya mempengaruhi politik luar negeri Indonesia, yang memaksa Indonesia mendeklarasikan diri sebagai negara Islam yang moderat untuk menggalang kepercayaan internasional. Berbagai peristiwa teror bom, khususnya Bom Bali, juga membuat Indonesia memutuskan pembentukan UU Anti Terorisme pada tahun 2003. Sementara itu, dalam kancah internasional, Indonesia masuk sebagai anggota Regional Counter Terrorism Center yang didukung oleh Amerika Serikat dengan melancarkan bantuan ekonomi pada Indonesia. Di sisi lain, sifat konservatif Megawati ditengah kondisi domestik yang rapuh dan konstelasi internasional yang berubah-ubah, Megawati kehilangan Sipadan Ligitan dari Indonesia.

Dari uraian di atas, dapat dikatakan bahwa politik luar negeri pada era Megawati ditentukan oleh faktor internasional yaitu keadaan baik di dalam maupun di luar negeri, turut andil dalam pertimbangan kebijakan luar negeri, di lihat dari berbagai kebijakan di buat berdasarkan kejadian global dan tekanan maupun dorongan negeri lainnya.

Susilo Bambang Yudhoyono (2004-2014)

(8)

ekonomi, pengelolaan ancaman terorisme, dan pencitraan Indonesia di mata internasional dengan secara aktif melibatkan diri pada forum-forum internasional, seperti pada APEC, ASEAN, dan lain-lain. Dengan menjalankan politik luar negerinya tersebut, Indonesia mampu menjadi salah satu anggota Dewan HAM dan Dewan Keamanan PBB.

Pada masa pemerintahan ini pula Indonesia melunasi utangnya pada IMF sebesar US$ 3,1 miliyar hal ini menandakan bahwa indonesia tidak lagi memiliki kewajiban untuk hadir dalam sidang-sidang forum yang diadakan IMF, namun tidak lama kemudian isu baru mencuat yaitu kesenjangan ekonomi antara penduduk kaya dan miskin menajam, dan jumlah penduduk miskin meningkat dari 35,10 juta jiwa di bulan Februari 2005 menjadi 39,05 juta jiwa pada bulan Maret 2006, disebabkan karena beberapa hal, antara lain karena pengucuran kredit perbankan ke sector riil masih sangat kurang (perbankan lebih suka menyimpan dana di SBI), sehingga kinerja sector riil kurang dan berimbas pada turunnya investasi dan kebijakan yang dikeluarkan serta aksi yang dilakukan tidak diiringi dengan kebijakan yang menunjukkan karakteristik Indonesia dengan mendukung resolusi nuklir Iran dalam DK PBB (Mashad, 2008).

Referensi

Dokumen terkait

Bank Syari’ah Mandiri Kantor Caba ng Pembantu Bagan Batu, Dari hasil wawancara kepada pihak Bank, bahwa indikator kepuasan nasabah terhadap produk pembiayaan murabahah adalah

Untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan visualisasi (visual thinking) , guru harus terlebih dahulu memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi pilihan siswa

Dengan latar belakang tersebut, maka perlu diadakan kegiatan pelatihan bagi para guru SMA Negeri 3 Lhokseumawe dan SMK Swasta

[r]

Pelaksanaan pemantauan dan evaluasi yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kota Medan dalam pelaksanaan program TB paru dengan strategi DOTS yaitu dengan menginformasikan

Karakter bagian- bagian tanaman yang secara umum membedakan antara kelapa dalam dan genjah antara lain, kelapa dalam memiliki lingkar batang bagian pangkal lebih

Semua hadiah, produk dan/atau perkhidmatan ditawarkan dan/atau diberi semata-mata oleh penjual-penjual dan pembekal-pembekal yang berkenaan, di bawah terma-terma

yönelmesi anlamına gelmektedir. Gierek yönetiminin 1976 ve 1979