• Tidak ada hasil yang ditemukan

ASPEK PENDIDIKAN SEBAGAI PROMOSI DALAM P

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ASPEK PENDIDIKAN SEBAGAI PROMOSI DALAM P"

Copied!
52
0
0

Teks penuh

(1)

1

ASPEK PENDIDIKAN SEBAGAI PROMOSI DALAM

PELAYANAN KESEHATAN

KELAS D HOME GROUP 1

Andi Alifta N.R (1506690145)

Nahla Savira Novelina (1506690233)

Novriandini (1506689912)

Kamelia Syani (1506732305)

Shafa Dwi Andzani (1506690063)

Zatalini Zahra (1506690126)

(Kontribusi Setiap Anggota Sama)

PROMOSI KESEHATAN

(2)

KATA PENGANTAR

Rasa syukur yang dalam kami sampaikan ke hadiran Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat-Nya makalah ini dapat kami selesaikan sesuai yang diharapkan. Dalam makalah ini kami membahas “Aspek Pendidikan Sebagai Promosi Dalam Pelayanan Kesehatan” suatu hal yang penting untuk dipelajari mahasiswa keperawatan agar memperoleh pengetahuan mengenai promosi kesehatan khususnya mengenai aspek pendidikan klien.

Makalah ini dibuat dalam rangka memperdalam pemahaman sekaligus untuk memenuhi tugas mata kuliah promosi kesehatan. Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada dosen pembimbing Ns. Sukihananto, S.Kep, M.Kep. yang telah memberikan bimbingan, arahan, koreksi, dan dan saran dalam mendalami materi mata kuliah promosi kesehatan serta pihak-pihak lain yang telah membantu penyelesaian makalah ini.

Kami berharap makalah ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca. Kami sadar masih banyak kekurangan dalam makalah ini. Untuk itu, kami berharap kritik dan saran dari dosen pembimbing dan pembaca agar dapat menjadi koreksi untuk perbaikan.

Depok, 20 September 2016

(3)

ABSTRAK

Sehat adalah kondisi sejahtera baik fisik, mental maupun sosial yang bukan hanya sekedar terhindar dari penyakit melainkan kemampuan untuk mempertahankan struktur atau fungsi tubuh dengan baik. Pendidikan kesehatan yang diberikan oleh para tenaga kesehatan berguna bagi masyarakat untuk pemahamannya sehingga kebiasaan hidup sehat akan terbentuk seiring dengan motivasi yang tak terlepas dari kesadaran dirinya. Di sini perawat sangat berperan dalam merubah perilaku masyarakat ke arah positif tentunya dengan melakukan pengajaran terkait kesehatan dengan metode yang tepat supaya apa yang ingin disampaikan dapat diterima dengan baik dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Proses belajar mengajar terjadi sepanjang hayat, karena pada dasarnya masalah yang dimiliki seseorang akan mudah diselesaikan tentu setelah ia banyak belajar begitu pun antara perawat dengan klien ketika berada di pelayanan kesehatan.

(4)

DAFTAR ISI

Kata Pengantar...ii

Abstrak...iii

Daftar Isi...iv

Bab I Pendahuluan...1

1.1 Latar Belakang...1

1.2 Rumusan Masalah...2

1.3 Tujuan Penulisan...2

1.4 Manfaat Penulisan...2

1.5 Sistematika Penulisan...3

Bab II Isi...5

2.1 Definisi dan Jenis-Jenis Pembelajaran...5

2.1.1 Definisi, Prinsip, dan Metode Belajar...5

2.1.2 Teori Belajar...6

2.1.3 Definisi, Konsep, dan Metode Mengajar...8

2.1.4 Teori Mengajar...10

2.1.5 Proses Belajar Mengajar dalam Keperawatan...10

2.2 Domain Belajar dan Klien Sebagai Peserta Didik...12

2.2.1 Domain Belajar...12

2.2.2 Klien Sebagai Peserta Didik...19

2.3 Komunikasi dalam Proses Pembelajaran Kepada Klien dan Pendingnya Pendidikan Kesehatan Klien...21

2.3.1 Komunikasi dalam Proses Pembelajaran Kesehatan Kepada Keluarga dan Masyarakat...21

2.3.2 Komunikasi dalam Proses Pembelajaran Kesehatan Kepada Individu...22

2.3.3 Tahap Komunikasi Pada Proses Pembelajaran Klien...24

2.3.4 Hambatan Pada Proses Pembelajaran Klien...25

2.3.5 Pentingnya Pendidikan Kesehatan...26

2.3.6 Faktor yang Memengaruhi Komunikasi Efektif dalam Pendidikan Kesehatan...27

(5)

2.3.8 Diagnosa Defisit Pengetahuan Pada Klien...28

2.4 Tujuan Pendidikan Kesehatan Klien dan Metode, Teknik, dan Strategi Pengajaran...29

2.4.1 Definisi Pendidikan Kesehatan...29

2.4.2 Tujuan Pendidikan Kesehatan Klien...29

2.4.3 Metode Pengajaran...31

2.4.4 Strategi Pengajaran...32

2.5 Media Pengajaran...33

2.6 Evaluasi Pendidikan Kesehatan Klien...36

2.6.1 Evaluasi Aspek Psikomotor Klien...36

2.6.2 Evaluasi Belajar Klien...38

Bab III Penutup...42

3.1 Kesimpulan...42

3.2 Saran...43

(6)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Belajar menjadi aktivitas manusia disepanjang rentang kehidupan. Belajar merupakan aktivitas yang dilakukan seseorang untuk mendapatkan pendidikan dalam segala hal agar terjadi perubahan dalam dirinya melalui pelatihan-pelatihan atau pengalaman-pengalaman. Pengalaman merupakan proses belajar sepanjang hidup yang tidak diajarkan selama jenjang pendidikan. Pendidikan atau edukasi adalah kegiatan untuk menambahkan pengetahuan seseorang melalui instruksi atau teknik praktik belajar dengan tujuan memberi dorongan terhadap pengarahan diri ke arah yang lebih baik, serta aktif memberikan informasi terkait dan terbaru. Pendidikan ini bertujuan untuk mengubah pemahaman individu terhadap suatu hal sehingga individu memandang hal tersebut dengan lebih bermakna.

Pendidikan atau edukasi pasien adalah bagian utama dari praktek semua kesehatan profesional. Pendidikan kesehatan merupakan suatu bentuk tindakan mandiri keperawatan untuk membantu klien baik individu, kelompok, maupun masyarakat dalam mengatasi masalah kesehatannya melalui kegiatan pembelajaran yang didalamnya perawat sebagai perawat pendidik. Pendidikan kesehatan juga bertujuan untuk membantu individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat untuk mencapai tingkat kesehatan yang optimal. Kegiatan belajar mengajar merupakan salah satu hal yang penting di dalam dunia kesehatan. Mengajarkan pasien untuk selalu melakukan hidup sehat tentunya harus dilakukan oleh seorang perawat kepada kliennya.

(7)

1.2 Rumusan Masalah

Dari pemaparan mengenai latar belakang tersebut, kami mengambil beberapa rumusan masalah, yaitu:

a. Apa definisi dan jenis-jenis pembelajaran?

b. Apa saja domain belajar dan bagaimana posisi klien sebagai peserta didik? c. Bagaimana komunikasi dalam proses pembelajaran klien dan kebutuhan

pendidikan kesehatan klien

d. Apa tujuan pendidikan kesehatan klien dan metode, teknik, dan strategi pengajaran

e. Apa media pengajaran dan evaluasi pendidikan kesehatan klien

1.3 Tujuan Penulisan

Dengan rumusan masalah diatas, penyusunan makalah ini bertujuan untuk: a. Menjelaskan definisi dan jenis-jenis pembelajaran

b. Menjelaskan domain belajar dank lien sebagai peserta didik

c. Mendeskripsikan komunikasi dalam proses pembelajaran klien dan kebutuhan pendidikan kesehatan klien

d. Menjelaskan tujuan pendidikan kesehatan klien dan metode, teknik, dan strategi pengajaran

e. Menjelaskan media pengajaran dan evaluasi pendidikan kesehatan

1.4 Manfaat Penulisan

Dengan tujuan tersebut, diharapkan pembaca dapat: a. Mengetahui definisi dan jenis-jenis pembelajaran

b. Mengetahui domain belajar dank lien sebagai peserta didik

c. Mengetahui komunikasi dalam proses pembelajaran klien dan kebutuhan pendidikan kesehatan klien

d. Mengetahi tujuan pendidikan kesehatan klien dan metode, teknik, dan strategi pengajaran

(8)

1.5 Sistematika Penulisan

Berikut sistematika penulisan yang kami gunakan: Cover

Kata Pengantar Abstrak

Daftar Isi

Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah 1.3 Tujuan Penulisan 1.4 Manfaat Penulisan 1.5 Sistematika penulisan Bab II Isi

2.1 Definisi dan Jenis-Jenis Pembelajaran 2.1.6 Definisi, Prinsip, dan Metode Belajar 2.1.7 Teori Belajar

2.1.8 Definisi, Konsep, dan Metode Mengajar 2.1.9 Teori Mengajar

2.2 Domain Belajar dan Klien Sebagai Peserta Didik 2.2.1 Domain Belajar

2.2.2 Klien Sebagai Peserta Didik

2.3 Komunikasi dalam Proses Pembelajaran Kepada Klien dan Pendingnya Pendidikan Kesehatan Klien

2.3.1 Komunikasi dalam Proses Pembelajaran Kesehatan Kepada Keluarga dan Masyarakat

2.3.2 Komunikasi dalam Proses Pembelajaran Kesehatan Kepada Individu 2.3.3 Tahap Komunikasi Pada Proses Pembelajaran Klien

2.3.4 Hambatan Pada Proses Pembelajaran Klien 2.3.5 Pentingnya Pendidikan Kesehatan

2.3.6 Faktor yang Memengaruhi Komunikasi Efektif dalam Pendidikan Kesehatan

(9)

2.3.8 Diagnosa Defisit Pengetahuan Pada Klien

2.4 Tujuan Pendidikan Kesehatan Klien dan Metode, Teknik, dan Strategi Pengajaran

2.4.1 Definisi Pendidikan Kesehatan 2.4.2 Tujuan Pendidikan Kesehatan Klien 2.4.3 Metode Pengajaran

2.4.4 Strategi Pengajaran 2.5 Media Pengajaran

2.6 Evaluasi Pendidikan Kesehatan Klien Bab III Penutup

(10)

BAB 2

ISI

2.1 Definisi dan Jenis-jenis Pembelajaran

2.1.1 Definisi, Prinsip dan Metode Belajar

Belajar menurut menurut KBBI adalah berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu, berlatih, berubah tingkah laku atau tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman. Selain itu, belajar adalah proses asimilasi informasi baru yang meningkatkan sebuah perubahan tetap dalam perilaku (Allender, Rector, & Warner, 2014). Konsep belajar merupakan akar dari pemikiran peserta didik, dimana nantinya yang akan menimbulkan umpan balik saat kegiatan belajar. Kegiatan belajar memiliki tujuan yaitu menumbuhkan sifat-sifat positif dari peserta didik, contohnya peserta didik memiliki karakter yang penyayang sehingga membuat sikap dan perilakunya dapat diterima oleh orang-orang disekitarnya (Prashnig, 2007).

Prinsip belajar merupakan fokus dari kegiatan pembelajaran khususnya pada aktifitas peserta didik di semua jenjang pendidikan, misalnya dengan menggunakan demonstrasi, tugas PR, dan kuis (Hackathorn, 2011). Dalam proses tersebut Raymond membagi beberapa faktor yang mempengaruhinya, yaitu faktor internal, faktor eksternal, dan faktor pendekatan belajar. Faktor internal merupakan faktor dari dalam peserta didik sendiri, seperti kondisi fisik dan psikis peserta didik. Faktor external merupakan faktor yang muncul dari lingkungan peserta didik, seperti kondisi kenyamanan tempat belajar yang digunakan. Faktor pendekatan belajar merupakan cara yang digunakan peserta didik untuk mempelajari suatu mata ajar, seperti penggunaan metode konsep akar pohon untuk mata ajar dengan materi yang saling berkaitan dan menggunakan pengalaman sebagai pembelajaran kedepan yang lebih baik (Prashnig, 2007).

(11)

menggunakan gambar, bentuk, animasi atau video, 2) Metode mendengar, dimana peserta didik memahami suatu mata ajar dengan mengingat intruksi verbal baik dari pendidik atau orang-orang di sekitarnya, 3) Metode bergerak, dimana peserta didik memahami suatu mata ajar dengan mendengar ataupun melihat disertai gerakan-gerakan kecil seperti mengetuk-ngetuk pensil ke meja atau berfikir sambil berjalan kesana-kemari, 4) Metode taktil (sentuhan), dimana peserta didik memahami suatu mata ajar dengan menyentuh, meraba atau membuat gamabaran sendiri di pemikirannya seperti dalam pelajaran anatomi fisiologi, pelajar lebih cepat menangkap ilmu ketika memegang langsung alat peraga dibanding membaca buku. 5) Metode penciuman, dimana peserta didik memahami suatu mata ajar dengan menggunakan indera hidung, 6) Metode pengecap, dimana peserta didik memahami suatu mata ajar dengan bantuan lidah , dan 7) Metode kombinasi, dimana peserta didik memahami suatu mata ajar dengan mengandalkan lebih dari satu indera.

2.1.2 Teori Belajar

Teori belajar sudah berkembang selama beberapa dekade, dan teori ini biasanya familiar bagi para perawat (Lundy & Janes, 2016). Menurut Kozier dalam Berman, Snyder, & Frandsen (2016), ada tiga kerangka yang mendasari teori belajar, yaitu:

1. Perilaku (behaviorism)

(12)

belajar adalah adanya penguatan (reinforcement) dan hukuman (punishment). (Kozier et al., 2015).

Perawat dalam hal ini harus memberikan waktu latihan yang cukup untuk pengujian langsung dan berulang serta melakukan demonstrasi bersama, memberikan kesempatan kepada pelajar untuk memecahkan masalah, memuji pelajar atas perilaku yang benar dan memberikan umpan balik positif pada pengalaman belajar secara keseluruhan.

2. Kognitif (cognitivism)

Merupakan proses belajar yang sebagian besar melibatkan proses berpikir atau pembentukan mental serta intelektual. Pelajar menyusun dan memproses informasi sebaik-baiknya sehingga terbentuk suatu pengetahuan. Proses belajar kognitif terdiri atas 3 tahapan yaitu: 1) Asimilasi, merupakan proses penyatuan informasi baru ke dalam struktur kognitif pada benak mahasiswa, 2) Akomodasi, merupakan penyesuaian struktur kognitif ke dalam situasi baru, dan 3) Ekuilibrasi, merupakan penyesuain kesinambungan antara asimilasi dan akomodasi. (Nursalam & Effendi, 2008).

Perawat yang menerapkan teori kognitif ini akan berupaya untuk menyediakan lingkungan sosial, emosional, dan fisik yang kondusif untuk belajar, mendorong hubungan antara pengajar dengan pelajar yang positif, memilih strategi pengajaran multiindrawi karena persepsi dipengaruhi oleh indera, menargetkan gaya belajar yang berbeda pada setiap karakteristik individu yang berbeda, menilai perkembangan dan penerimaan seseorang untuk belajar dan beradaptasi pada strategi pengajaran sesuai tingkat perkembangan pelajar.

3. Kemanusiaan (humanism)

(13)

dan Carl Rogers. Menurut teori ini, belajar diyakini sebagai motivasi diri, inisiasi diri, dan evaluasi diri. Pelajar mengidentifikasi kebutuhan belajar dan mengambil inisiatif sendiri untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Teori ini digunakan perawat agar berfokus pada perasaan dan sikap pelajar mengenai pentingnya seseorang mengidentifikasi kebutuhan belajar dan mengambil tanggung jawab untuk dirinya sendiri, dan pada motivasi diri pelajar untuk bekerja ke arah kemandirian dan secara independen.

Perawat yang menerapkan teori ini akan memberi empati dalam berkomunikasi antara perawat (pengajar) dengan klien (pelajar), mendorong klien untuk menetapkan tujuan dan menerapkan pembelajaran mandiri, melayaninya sebagai fasilitator, mentor, atau sumber daya untuk klien, dan memaparkan informasi yang baru dan relevan kepada klien dan mengajukan pertanyaan yang tepat untuk mendorong pelajar untuk mencari jawaban.

2.1.3 Definisi, Konsep, dan Metode Mengajar

Definisi mengajar menurut Arifin (1978) dalam Simamora (2009) ialah suatu rangkaian kegiatan penyampaian materi pelajaran kepada peserta didik agar dapat menerima, menanggapi, menguasai, dan mengembangkan bahan pelajaran tersebut. Sementara menurut Tyson dan Caroll (1970) mengajar adalah sebuah cara dan sebuah proses hubungan timbal balik antara peserta didik dan pengajar yang sama-sama aktif melakukan kegiatan. Hal ini menggambarkan bahwa mengajar sama seperti suatu kegiatan dimana seseorang mampu mengatur, mengontrol, dan mengorganisasi lingkungannya untuk tetap kondusif seiring dengan peserta didik menangkap ilmu dan menerapkan keterampilannya sementara pengajar memberikan umpan balik sehingga tercipta proses belajar yang baik.

Menurut Biggs (1991), seorang pakar psikologi dalam Buku ajar pendidikan dalam keperawatan (2009) konsep mengajar dibagi menjadi tiga macam pengertian, yaitu:

(14)

menyampaikan kepada siswa dengan sebaik-baiknya. Masalah berhasil atau tidaknya siswa menangkap apa yang diajarkan, bukan seluruhnya menjadi tanggung jawab pengajar.

2) Pengertian institusional, yaitu penataan segala kemampuan mengajar agar berlangsung efisien. Dalam hal ini guru dituntut untuk siap mengadaptasikan berbagai teknik mengajar terhadap siswa yang memiliki berbagai macam tipe belajar serta berbeda bakat, kemampuan, dan kebutuhannya.

3) Pengertian kualitatif, dimana pengajar berupaya mendorong siswa mencari makna dan pemahamannya sendiri dalam proses belajar, dalam arti siswa diajak lebih terbuka dalam mengeksplorasi idenya sementara pengajar hanya sebagai fasilitator.

Simamora (2009) juga memaparkan metode pengajaran yang seringkali digunakan oleh para pengajar, di antaranya yaitu :

1. Metode ceramah, dimana informasi disampaikan pasif secara lisan. Namun, merupakan metode paling efektif, praktis dan ekonomis untuk menyampaikan informasi kepada masyarakat luas.

2. Metode diskusi, dimana pembelajaran berkaitan dengan pemecahan masalah yang bertujuan mendorong peserta didik berpikir kritis, bebas menyuarakan pendapat, menyumbang buah pikirnya memecahkan masalah dan membuat alternatif solusi dengan pertimbangan yang cermat.

3. Metode demonstrasi, dimana pengajaran dilakukan dengan bantuan alat peraga, kejadian, aturan atau urutan kegiatan. Sehingga membuat peserta didik lebih terpusat, terarah dan tertanam ingatannya akan materi ajar tersebut.

4. Metode resitasi, dimana peserta didik diharuskan membuat resume selama berlangsungnya pembelajaran menggunakan kalimatnya sendiri, yang membuatnya dapat mengingat materi ajar lebih lama.

(15)

6. Metode study tour, dimana peserta didik diajak belajar di luar arena kelas dengan mengunjungi objek guna memperluas wawasan sembari membuat laporan hasil kunjungan tersebut.

7. Metode drill (latihan keterampilan), dimana peserta didik diajak langsung ke tempat latihan untuk melihat proses tujuan, fungsi, guna dan manfaatnya, diharapkan dapat membentuk kebiasaan yang akan terpola dalam dirinya.

8. Metode pengajaran teman sejawat, dimana satu dengan yang lain saling bertukar wawasan.

2.1.4 Teori Mengajar

Kegiatan mengajar dilandasi oleh tiga teori yang perlu diperhatikan agar kegiatan berlangsung dengan baik, di antaranta yaitu:

1. Teori mengajar yang pertama yaitu teaching as telling or transmission. Kegiatan mengajar adalah proses menyampaikan atau mentransmisikan suatu topik kepada pendengar yang berfokus pada tindakan yang akan dilakukan pengajar kepada individu dengan cara tertentu (FIP-UPI, 2007). 2. Teori mengajar yang kedua yaitu teaching as organizing student activity.

Teori ini menjelaskan bahwa pada hakikatnya kegiatan mengajar berperan dalam mengorganisasikan berbagai kegiatan pelajar yang mengatur agar seluruh kegiatan yang dilakukan pelajar menjadi sebuah pengalaman belajar bagi dirinya (FIP-UPI, 2007).

3. Teori mengajar yang ketiga yaitu teaching as making learning possible. Teori ini menerangkan bahwa belajar dan mengajar merupakan dua hal seperti kedua sisi mata uang yang tidak bisa dipisahkan. Teori ini berisi gabungan berbagai aspek pembelajaran antar pihak yang melakukan kegiatan belajar-mengajar (FIP-UPI, 2007).

2.1.5 Proses Belajar Mengajar dalam Keperawatan

(16)

mendidik pihak lain-pasien, keluarga, dan kolega, dan dari sinilah perawat kemudian memperluas praktik mereka sehingga mencakup konsep kesehatan dan penyakit yang lebih luas (Bastable, 2002).

Proses pendidikan adalah serangkaian tindakan yang sistematik, berurutan, dan terencana terdiri dari dua operasi utama yang interdependen, pengajaran dan pembelajaran, yang memebentuk siklus tanpa terputus. Proses ini juga melibatkan dua pemain yang inter-independen, yaitu pengajar dan pendididk. Mereka melakukan kegiatan belajar secara bersama- sama dengan hasil perubahan prilaku yang dikehendaki oleh kedua belah pihak yang mendorong pertumbuhan peserta didik dan mendorong (Bastable, 2002).

(17)

Menurut Smith dan Bell, upaya perawat sebagai pendidik keberhasilannya diukur bukan berapa banya meteri yang disajikan, tetapi berdasarkan berapa banyak yang dipelajari orang tersebut. Pendidikan pasien merupakan suatu proses untuk membantu orang mempelajari perilaku yang berkaitan dengan kesehatan sehingga dapat diterapkan di dalam kehidupan sehari-hari untuk mencapai kesehtana yang optimum dan kemandirian dalam perawatan diri. Pendidikan staf merupakan proses untuk mempengaruhi perilaku perawat dengan melakukan perubahan pada pengetahuan, sikap, nilai, dan keterampilan yang diperlukan untuk meningkatkan kompetendsi mereka (Bastable, 2002).

2.2 Domain Belajar dan Klien sebagai Peserta Didik 2.2.1 Domain Belajar

Domain belajar adalah ranah perubahan tingkah laku menuju peningkatan pengetahuan dan kemahiran berdasarkan alat indra dan pengalamannya. Pembelajaran dapat dilihat dalam domain atau dimensi yang berbeda. Domain atau dimensi pembelajaran pada umumnya terdiri atas dimensi kognitif, dimensi afektif, dan dimensi psikomotor (Eldemen & Mandle, 2006: Kozier, Erb, Berman, & Snyder, 2010). Masing-masing domain pun terdiri atas tingkatan berbeda yang bergantung pada tingkat kemampuan yang dapat ditampilkan. Tingkatan pembelajaran dari masing-masing domain ini diperkenalkan oleh Bloom pada tahun 1956 yang dikenal dengan Bloom’s taxonomy (Eldemen & Mandle, 2006).

a. Domain Kognitif

(18)

kognitif ialah kemampuan memahami anatomi dan fisiologi tubuh manusia.

Bloom membagi domain kognitif menjadi enam subkategori yaitu pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Menurut Eldemen & Mandle, tingkatan dalam proses pembelajaran yang dicapai tergantung pada bagaimana tingkatan tersebut diantisipasi untuk konten yang akan digunakan. Berikut ini adalah tingkatan dari domain kognitif :

1. Mengetahui (Know)

Mengetahui meliputi kemampuan untuk mengenali, memperoleh, dan mengingat kembali peristilahan, fakta-fakta, gagasan, pola, urutan, metedologi, prinsip dasar, dll terkait hal yang baru diketahuinya. Tahap ini dapat ditandai pembelajar yang dapat menjawab dan melaksanakan pertanyaan atau kegiatan yang menggunakan kata kerja seperti mengidentifikasi, menentukan, merangkai, memasangkan dan seterusnya (Rankin & Stallings, 2001). Seseorang dikatakan telah mencapai tingkat ini apabila ia dapat mendefinisikan, menyebutkan, menguraikan, dan menyatakan. Contohnya, seseorang dapat menyebutkan tanda-tanda bahaya merokok.

2. Memahami (Comprehend)

Memahami meliputi kemampuan untuk menangkap arti atau makna dari sesuatu hal yang telah dipelajari. Contoh hal yang membuktikan bahwa seseorang sudah ada dalam tahap ini seperti klien mampu menjelaskan secara spesifik bagaimana obat baru akan meningkatkan kondisi fisik seseorang yang mengonsumsinya.

3. Aplikasi (Application)

(19)

Contohnya, seseorang klien dapat menerapkan cara mencuci tangan yang benar.

4. Analisis (Analysis)

Dalam tingkat ini, seseorang sudah mampu menjabarkan suatu materi atau objek yang kompleks ke bagian yang lebih sederhana. Tahap analisis memungkinkan seseorang untuk membedakan informasi yang penting dari informasi yang tidak penting. Contoh hal yang membuktikan bahwa seseorang sudah ada dalam tahap ini adalah klien mampu membedakan antara mitos atau fakta mengenai pola hidup yang baik dan klien mampu membedakan efek samping yang mungkin sering terjadi dari suatu obat.

5. Sintesis (Synthesis)

Pada tingkat sintesis seseorang mampu mengumpulkan beberapa komponen yang sejenis untuk membentuk suatu pola pemikiran baru yang utuh. Tahap sintesis ini ditandai dengan kemampuan untuk mennyatukan ide-ide menjadi solusi atas masalah, merancang rencana tindakannya dan merumuskan suatu hal yang baru. Contoh hal yang membuktikan bahwa seseorang sudah ada dalam tahap ini adalah klien mengalami efek samping dari suatu obat dan mampu mengambil langkah-langkah pencegahan yang tepat.

6. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi adalah kemampuan untuk menilai suatu objek dengan membuat pendapat mandiri berdasarkan kriteria yang sudah ditetapkan. Tingkatan evaluasi ini dapat ditandai dengan kemampuan menilai sesuatu berdasarkan nilai, logika dan fungsinya sesuai dengan pengetahuan yang telah diketahui sebelumnya. Contoh hal yang membuktikan bahwa seseorang sudah ada dalam tahap ini adalah klien menyadari kebutuhan akan informasi tentang kesehatan.

b. Domain afektif

(20)

perasaan, emosi, nilai, dan kepercayaan spiritual. Semua hal yang dipelajari tersebut akan mendorong berubahnya sikap perilaku pembelajar dalam mengambil sebuah keputusan (Eldemen & Mandle, 2006).

Menurut Eldemen dan Mandle (2006) setiap domain belajar memiliki tingkatan tersendiri. Tingkatan domain afektif dimulai dari yang terendah yaitu penerimaan hingga yang terkompleks yaitu karakteristik. Tingkatan domain afektif diantaranya ialah:

a) Penerimaan (Receiving)

Penerimaan merupakan tingkat yang paling awal dan dapat dikatakan rendah karena tingkat ini merupakan tingkat pertama yang harus dilalui saat proses belajar berlangsung. Pada tingkat ini pembelajar bersedia untuk menerima peristiwa yang terjadi disekitarnya. Menerima bukan hanya mendengarkan atau melihat namun yang dimaksud adalah mau untuk memperhatikan stimulus yang diberikan. Seperti contohnya ialah saat berdiskusi seseorang tidak hanya mendengarkan pendapat orang lain melainkan mau untuk memperhatikan pendapat tersebut dan saat seorang calon nasabah bank yang akan membuka rekening baru maka akan bersedia untuk menerima penjelasan dari customer service mengenai produk bank tersebut.

b) Pemberian tanggapan (Responding)

Tingkatan selanjutnya ialah pemberian tanggapan (responding). Pada tahap ini pembelajar akan memberikan respon atau tanggapan terhadap fenomena yang telah dihadapinya. Respon disini meliputi partisipasi aktif yang melibatkan memberikan respon secara verbal atau nonverbal. Contoh, setelah calon nasabah bank telah selesai dijelaskan mengenai produk bank oleh costumer service

maka calon nasabah bank tersebut akan bertanya mengenai hal yang kurang jelas atau ingin diperdalam lagi.

c) Pemberian nilai (Valuing)

(21)

kepadanya. Misalnya, setelah menanyakan lebih lanjut mengenai produk bank yang akan dipilih maka calon nasabah bank tersebut aka menilai produk bank mana yang menurutnya paling baik atau cocok untuk dirinya saat ini.

d) Pengorganisasian (Organization)

Tingkat selanjutnya merupakan tahap yang lebih rumit karena pada tahap ini pembelajar biasanya menemui sebuah masalah yang harus diselesaikan. Pada tingkat ini pembelajar akan memiliki kemampuan pengorganisasian seperti menggabungkan nilai-nilai yang berbeda, mengidentifikasi nilai, menyelesaikan konflik dan membentuk suatu sistem untuk menyelesaikan masalah.

Setelah itu pembelajar dapat mekonseptualisasikan nilai atau sistem yang telah didapatkan. Contohnya, seseorang yang telah mengalami kecelakaan lalu lintas lalu dia mendapati kenyataan bahwa kakinya harus diamputasi maka apabila seseorang tesebut telah mencapai tingkat ini dia akan dapat menerima perubahan yang terjadi.

e) Karakteristik (Characterization)

Tingkat yang terakhir dalam domain afektif ini dan merupakan tingkat terkompleks ialah karakteristik (characterization). Pembelajar pada tahap ini sudah memiliki sistem nilai yang mengatur sikap perilaku sampai menjadi suatu gaya hidup yang konsisten. Selain mendapatkan gaya hidupnya, pembelajar tersebut juga dapat merespon sistem nilai lain yang dijumpainya.

(22)

c. Domain Psikomotorik

Domain psikomotor merujuk kepada kemampuan dari motorik individu dalam melakukan pengaplikasian atas pengetahuannya. Domain ini merupakan domain pembelajaran yang melibatkan perolehan keterampilan dengan melibatkan integrasi dari aktivitas otot dan bekerja sama dengan pikiran, contohnya kemampuan berjalan, kemampuan menggunakan alat tulis, kemampuan menyendokkan makanan sendiri ke dalam mulut atau bisa disebut kemampuan menggunakan alat makan (Redman, 2007 dalam Potter & Perry, 2013). Menurut Sympson (1972) dalam Potter dan Perry (2013) domain psikomotor terdiri dari tujuh perilaku. Perilaku tersebut dimulai dari

perception atau tingkatan yang paling sederhana dan orgination yang merupakan tingkat yang paling kompleks di dalam tujuh perilaku tersebut.

Tujuh perilaku mengenai domain psikomotor, terdiri dari:

1. Persepsi (perception), merupakan prilaku dimana seseorang dapat menyadari adanya suatu objek atau kualitas melalui penggunaan indra yang dimiliki. Selanjutnya akan merasakan adanya rangsangan sebagai tanda untuk melakukan tugas tertentu. Seseorang menghubungkan isyarat sensorik dengan pesan untuk bertindak. Misalnya, setelah mendengarkan bunyi mobil pemadam kebakaran, mereka akan meminggirkan mobil untuk member akses kepada mobil pemadam kebakaran tersebut.

2. Penetapan (set), adalah prilaku yang berdasar pada kesiapan untuk mengambil suatu tindakan atau aksi tertentu. Terdapat tiga penetapan, yaitu mental, fisik, dan emosional. Misalnya, seseorang menggunakan pertimbangan dalam memutuskan cara terefisien untuk melakukan suatu tindakan motorik (kesiapan mental). Sebelum melakukan tindakan, seperti berjalan setelah tertidur, seseorang tersebut berdiri sampai postur dirinya siap menopang tubuhnya (kesiapan fisik).

(23)

peniruan atas intruksi atau demostrasi yang diberikan. Misalnya, klien mampu memasukkan cairan insulin untuk injeksi setelah adanya demonstrasi dari perawat.

4. Mekanisme (mechanism), adalah perilaku dengan tingkatan yang lebih tinggi dikarenakan individu telah memperoleh kepercayaan diri serta keterampilan dalam perilaku yang akan dilakukan. Perilaku yang dilakukan biasanya mengenai keterampulan yang lebih kompleks karena melibatkan beberapa langkah dari guide response. Misalnya, klien mampu membedakan dosis sesuai kebutuhan dalam pengisian jarum suntik.

5. Respons terbuka yang kompleks (complex overt response), prilaku yang melibatkan suatu keterampilan dengan pola gerakan yang kompleks. Pada prilaku ini dilakukan secara lancar dan akurat. Sebagai contoh, klien dapat memberikan dirinya sendiri suatu injeksi pada berbagai titik penginjeksian.

6. Adaptasi (adaptation), prilaku yang ditunjukan seseorang saat menghadapi situasi yang tidak terduga dan berupa suatu respon yang cepat dan tepat.

7. Orisinalitas/ orginasi (origination), prilaku dimana membutuhkan keterampilan serta kemampuan psikomotor dalam melakukan kegiatan motorik kompleks dengan membuat pola gerakan baru.

Di dialam buku Potter dan Perry (2013), domain psikomotorik melibatkan keterampilan yang membutuhkan integrase dari aktivitas menal dan otot seperti kemampuan untuk berjalan atau menggunakan alat makan (Redman, 2007). Perilaku sederhana pasien adalah presepsi dan perilaku yang paling kompleks adalah organisasi. Menurut Potter dan Perry (2013) domain psikomotorik meliputi:

1. Presepsi : menyadari keberadaan suatu objek dengan indra.

(24)

3. Respon yang dibimbing : melaksanakan sesuatu dengan meniru pembimbing.

4. Mekanisme : rasa percaya disi individu meningkat sehingga dapat mengembangkan kegiatannya menjadi lebih komplek dari sebelumnya.

5. Respon terbuka yang kompleks : individu mampu melakukan kegiatan yang membutuhkan keterampilan motorik komplek dengan lancar.

6. Adaptasi : menyesuaikan respon motoric terhadap kesalahan yang terjadi selama kegiatan berlangsung.

7. Orsinilasitas : menggunkan kemampuan psikomotor yang telah diperoleh untuk menciptakan gerak- gerakan baru.

Perawat dalam melakukan proses pembelajaran motorik pada domain psikomotor, harus memperhatikan kondisi fisik klien sebelum melakukan edukasi. Kozier (2015) menjelaskan beberapa kemampuan fisik yang harus diperhatikan dalam proses domain psikomotor. Pertama adalah kekuatan otot, tidak semua klien dapat mempelajari kemampuan psikomoto yang sama, misalnya adanya perbedaan kekuatan otot lansia dengan orang dewasa. Kedua adalah koordinasi motorik adalah gerakan yang diperlukan untuk bergerak, misalnya berlajan atau menggunakan peralatan makan. Ketiga, energi yang diperlukan untuk melakukan aktivitas dan pengelihatan klien.

Domain psikomotor membutuhkan berbagai macam keterampilan motorik. Tetapi, tidak semua klien dapat melakukan kegiatan motorik dengan maksimal sehingga perawat diperlukan untuk mengajarkan keterampilan motorik dan tetap memperhatikan berbagai macam hal yang mempengaruhi kemampuan klien. Hal ini dapat membuat domain psikomotori berjalan dengan maksimal.

2.2.2 Klien sebagai Peserta Didik

(25)

Pemberian edukasi memiliki tujuan-tujuan tertentu bergantung pada kebutuhan peserta didik tersebut.

Menurut Nursalam & Efendi (2008) menjelaskan bahwa tujuan dari diberikannya edukasi kepada klien ialah untuk memenuhi kebutuhan dasar klien secara komprehensif melalui upaya integrasi berbagai konsep, teori, dan teknikal. Sedangkan menurut Potter dan Perry (2009), edukasi yang diberikan pada klien memiliki tiga tujuan, yaitu Pemeliharaan, promosi kesehatan, dan pencegahan penyakit, Pemulihan kesehatan, dan Adaptasi klien terhadap gangguan fungsi. Apabila proses pemberian edukasi sementara berlangsung atau diskusi telah selesai, peserta didik diharapkan dapat berespons secara positif baik secara verbal maupun non verbal seperti berkomentar secara aktif dalam menanggapi perntanyaan dan penyataan yang diberikan oleh pemberi edukasi dan mengangguk-anggukan kepala dsb (Morrison P. & Burnard P, 2008). Informasi tidak akan didapat dan tidak akan dipahami oleh klien apabila terdapat rintangan atau hambatan pada saat proses pengedukasian berlangsung.

Belajar tak hanya diwaktu muda saja, tetapi belajar harus terus menerus dilakukan. Istilahnya ialah belajar sepanjang hayat. Belajar sepanjang hayat merupakan suatu konsep tentang belajar terus menerus dan berkesinambungan. Belajar tidak hanya berlangsung di lembaga formal tetapi dimana saja. Dalam hubungan dengan belajar sepanjang hayat terdapat tugas-tugas perkembangan, yaitu:

1. Tugas perkembangan dewasa awal, seperti memilih pasangan hidup, bertanggung jawab sebagai warga Negara, dan berupaya mendapat kelompok social yang sesuai dan tepat.

2. Tengah baya, seperti mengisi waktu luang dengan berbagai kegiatan, menjadi warga Negara yang baik, dan menyesuaikan diri dengan perubahan fisik dan umur.

3. Orang tua, seperti menyesuaikan diri dengan penurunan fisik, penurunan kesehatan, dan menyesuaikan diri sebagai duda atau janda.

(26)

dan bakat), dan faktor eksternal (lingkungan social dan lingkungan non social).

Rintangan atau hambatan terhadap pembelajaran berlangsung menurut Bastable (2002), ialah:

1. Kondisi fisik dan mental klien

2. Tingkat pendidikan akhir yang dimiliki oleh klien 3. Dampak negative dari lingkungan disekitar klien 4. Karakter pribadi yang ada dalam diri klien

5. Kesiapan untuk belajar, motivasi dalam diri klien dan gaya belajar klien.

6. Seberapa jauh perubahan perilaku yang dibutuhkan.

7. Kurangnya dukungan, dorongan, dan motivasi dari dalam diri klien dan orang-orang disekitarnya.

8. Kurangnya keinginan untuk memegang komitmen atau tanggung jawab.

9. Penyangkalan terhadap kebutuhan pembelajaran.

10. Kebencian terhadap pihak yang berwenang (yang mengatur atau yang berhubungan dengan proses pengedukasian berlangsung).

Oleh karena itu, agar pesan dapat diterima dengan baik dan untuk mencegah terjadinya miss komunikasi, individu yang memberikan edukasi harus mampu untuk mengendalikan diri klien dan memiliki berbagai macam strategi dan solusi apabila timbul hambatan atau rintangan dari klien. Sehingga apa yang disampaikan oleh pemberi edukasi tersebut dapat dipahami dan diterapkan atau dipatuhi segala sesuatu yang telah disampaikan oleh pemberi edukasi dalam kehidupan sehari-hari klien.

2.3 Komunikasi dalam Proses Pembelajaran Klien dan Kebutuhan Pendidikan Kesehatan Klien

2.3.1 Komunikasi dalam proses pembelajaran kesehatan kepada keluarga dan masyarakat.

(27)

membentuk tingkah laku, strategi, dan proses serta pola komunikasi keluarga dalam merespon informasi kesehatan. Komunikasi keluarga memiliki kekuatan dalam mengubah dan mengendalikan perilaku yang berhubungan dengan kesehatan. Ketika berkomunikasi, persepsi, asumsi, dan interpretasi sangat penting dalam proses pembelajaran. Penggunaan perilaku verbal dan nonverbal pada komunikasi menjadi hal yang krusial [ CITATION Sch10 \l 1057 ].

Masyarakat memerlukan edukasi mengenai kesehatan agar tercapai kesejahteraan kesehatan. Edukasi kesehatan dapat disampaikan melalui komunikasi kesehatan. Komunikasi yang dapat digunakan yaitu komunikasi massa. Pembelajaran melalui komunikasi massa menggunakan media massa, seperti tv, radio, dan media cetak dalam penyampaian informasi kesehatannya [ CITATION Mau091 \l 1057 ]. Edukasi kesehatan dalam masyarakat juga dapat dilakukan oleh seorang komunikator yang berkompeten untuk berbicara di depan masyarakat dan mampu membayangkan dirinya ketika berbicara di depan masyarakat. Hal ini dapat disebut sebagai kemampuan khusus [ CITATION Mau091 \l 1057 ].

2.3.2 Komunikasi dalam proses pembelajaran kesehatan kepada individu Perawat dapat mengajari pasien setiap kali adanya pertemuan. Misalnya, klien bisa mendapatkan pembelajaran tentang mengatasi luka ketika pakaiannya diganti oleh perawat [CITATION Ber124 \l 1033 ]. Komunikasi yang terjalin antarindividu disebut komunikasi interpersonal. Keefektifan dari komunikasi interpersonal ini ditentukan dalam tiga hal, yaitu empati, respect

terhadap perasaan dan sikap orang lain atau klien, dan jujur dalam menanggapi pertanyaan [ CITATION Her07 \l 1033 ].

Untuk berkomunikasi diproses pembelajaran sebaiknya gunakan bahasa yang sederhana dan proses komunikasi yang jelas. Ada tiga komponen yang dapat klien tanyakan kepada tenaga kesehatan, antara lain [ CITATION Ber124 \l 1033 ]:

(28)

b. Apa yang harus saya lakukan?

c. Mengapa penting jika saya melakukan ini?

Teknik yang dapat digunakan dalam proses komunikasi, sesuai dengan

The Joint Commission (2007, p. 8) ialah:

a. Gunakan Bahasa yang sederhana

b. Gunakan teknik “teach back” dan “show back” c. Informasi yang terbatas dijangka waktu tertentu d. Gunakan media (gambar atau model)

Komponen yang harus diperhatikan ketika berkomunikasi pada proses pembelajaran individu berdasarkan tingkatan usia [ CITATION Ber124 \l 1033 ]:

a. Lansia

 Tentukan hasil yang dapat dijangkau

 Jika ada media tertentu gunakan ukuran yang besar dan jelas

 Tambahkan waktu untuk mengajar

 Materi perlu disiapkan terlebih dahulu

 Pastikan bahwa tidak ada distraks

 Ulangi informasi

 Gunakan contoh yang dapat disesuaikan dengan kehidupan sehari-hari

 Sadar terhadap menurunnya sensori klien

 Buat klien nyaman

b. anak usia 3-5 tahun (preschool-children)

 Berhati-hati dalam memilih kata

 Biarkan anak brmain dengan boneka atau mainan lainnya untuk belajar tentang bagian tubuh

 Berikan pujian dan motivasi untuk belajar

c. anak usia 6-11 tahun (middle and late childhood)

 Mereka sudah mampu untuk berpikir logis

(29)

 Sudah mendapat pendidikan kesehatan di sekolah oleh perawat sekolah.

d. remaja usia 12-19 tahun (adolescent),

 Harus memilki teman sekelompok, sahabar, dan teman yang selalu mensupport

 Mengembangkan rasa saling menghargai dan saling percaya untuk berhubungan dengan mereka

Agar proses pembelajaran klien mencapai hasil yang diinginkan, komunikasi yang efektif harus ditingkatkan, ada istilah SOLER yang menjadi panduan perawat untuk aktif mendengarkan klien, yaitu [ CITATION Jan14 \l 1033 ]:

a. Duduk berhadapan dengan klien b. Menggunakan pertanyaan terbuka c. Mendengarkan dengan simak d. Kontak mata, jika pasien bersedia e. Refleksi

Ada beberapa tips dan trik untuk mendengarkan aktif, antara lain [ CITATION Jan14 \l 1033 ]:

a. Empati, “itu pasti sangat sulit..”

b. Parafrase, membuktikan bahwa perawat mendengarkan c. Menyimpulkan, “jadi seperti…?”

d. Refleksi

e. Klarifikasi dan menyelidiki, “apa yang terjadi jika kamu..? kamu mau bicarakan itu tidak?”

2.3.3 Tahap Komunikasi pada Proses Pembelajaran Klien

Terdapat 4 tahapan komunikasi dalam pendidikan kesehatan kepada klien [ CITATION Her07 \l 1033 ], antara lain:

a. Tahap Sensitisasi

(30)

b. Tahap Publisitas

Tahap ini merupakan kelanjutan tahap sensitisasi yang bertujuan menjelaskan lebih lanjut jenis pelayanan kesehatan difasilitas pelayanan kesehatan.

c. Tahap Edukasi

Tahap ini bertujuan meningkatkan pengetahuan, mengubah sikap dan dan mengarahkan perilakuyang diinginkan oleh kegiatan tersebut.

d. Tahap Motivasi

Pada tahap ini pendidikan kesehatan yang telah diterima oleh masyarakat/individu, benar-benar dapat mengubah perilaku sehari-harinya sesuai dengan perilaku yang dianjurkan dalam pendidikan kesehatan sebelumnya.

2.3.4 Hambatan pada proses pembelajaran klien

Hambatan bisa muncul dari pihak perawat dan klien [ CITATION Bas02 \l 1033 ]. Berikut ialah hambatan yang berasal dari perawat, antara lain:

 perawat tidak siap memberikan pendidikan kesehatan.

 Pendidikan yang kurang memadai

 kurang distandarisasikan dan kurang jelasnya materi pendidikan, delegasi, pendokumentasian

Dalam melakukan praktik keperawatan, sangat penting sekali untuk mendokumentasikan intervensi apa saja yang diberikan. Hal tersbut dapat menjadi alat advokasi perawat. Sedangkan hambatan pendidikan kesehatan dari pasien antara lain:

a. tingkat pendidikan yang rendah b. karakter pribadi peserta didik c. efek hoptalisasi

d. stres akibat penyakit e. ansietas

(31)

h. kompleksitas target yang harus dicapai i. ketidaknyamanan

j. fragmentasi

k. ketidakmanusiawian sistem perawatan yang sering menyebabkan frustasi

l. ketidakpedulian

2.3.5 Pentingnya pendidikan kesehatan

(32)

2.3.6 Faktor yang mempengaruhi Komunikasi Efektif dalam Pendidikan kesehatan

Menurut Supartini (2004) terdapat tiga faktor yang mempengaruhi komunikasi menjadi efektif.:

1) situasi atau suasana yang hiruk pikuk atau peuh dengan kebisingan akan mempengaruhi baik/tidak baiknya pesan diterima oleh komunikan. Suara bising yang diterima komunikan saat proses komunikasi berlangsung membuat pesan tidak jelas, kabur, bahkan sulit diterima.

2) Waktu, komunikasi yang dilaksanakn pada waktu yang kurang teoat mungkin diterima komunikan dengan uran tepat pula.

3) Kejelasan pesan akan mempengaruhi keefektifan komunikasi. Pesan yang kurang jelas dapat ditafsirkan berbeda oleh komunikan sehingga antara komunikan dan komunikator dapat berbeda persepsi tentang pesan yang disampaikan.

2.3.7 Pengkajian kebutuhan belajar

Pengkajian dapat dimanfaatkan untuk lebih mengenal gaya belajar suatu populasi, dengan mengukur mengenal gaya belajar menggunakan multiple intelligences of learning (Bensley, Robert J, 2008). Pengkajian tipe ini membantu penyaji memahami metode pilihan seseorang dalam belajar seperti gerakan, lisan, visual, intrapersonal, matematis logika, dengan musik atau secara natural. Tujuan dari pengkajian ini adalah diperolehnya informasi dari individu, keluarga atau kelompok tentang kondisi kesehatan, dan berbagai hal yang dapat mempengaruhi proses pelaksanaan pendidikan kesehatan [CITATION Mak09 \l 1033 ]. Metode yang dapat dilakukan dengan pengamatan langsung, wawancara dan mempelajari data yang telah ada[ CITATION Mak09 \l 1033 ]. Setelah itu aspek yang dikaji adalah riwayat keperawatan, faktor budaya, faktor ekonomi, dan gaya belajar.

(33)

Pengkajian Diagnosa

d. Tidak dapat mengikuti instruksi dengan akurat

e. Melakukan test yang tidak adekuat efektif, tidak ada penyesuaian, dan interaksi sosial yang lemah serig kali menjadi penyebab defisit pengetahuan atau pernyataan verbal pada data yang telah dikumpulkan. Sering kali klien dapat memvalidasi jika klien merasa cemas karena kurangnya informasi kritis atau ketidakmampuan untuk mengingat dan menggunakan informasi yang diterima karena perasaan

cemasnya. Penentuan masalah utama yang salah dapat menjadi vatal karena hasil yang diinginkan hanya didapat dari penentuan masalah utama yang tepat.

(34)

2.4.1 Definisi Pendidikan Kesehatan

Sebelum mengenal atau mengetahui tentang pendidikan kesehatan, penting untuk mengetahui beberapa pendapat para ahli tentang pendidikan. Menurut Prof. Dr. M. J. Langevelt, pendidikan adalah setiap usaha, pengaruh, perlindungan, dan bantuan yang dilakukan pada anak untuk menjadi dewasa. ciri orang dewasa ditunjukkan oleh kemampuan secara fisik, mental, moral, sosial, dan emosional. Sementara menurut Notoadmodjo (2003) dalam [ CITATION Her091 \l 1057 ], pendidikan secara umum adalah segala upaya yang direncanakan untuk memengaruhi orang lain sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan.

Pendidikan atau edukasi pasien adalah bagian utama dari praktek semua kesehatan profesional. Didasarkan pada set teori, temuan penelitian, dan keterampilan yang harus dipelajari dan dipraktekkan [ CITATION Bar07 \l 1057 ]. Layanan pendidikan pasien akan diberikan selama asuhan keperawatan berlangsung. Pendidikan kesehatan bagi klien telah menjadi satu dari peran yang paling penting bagi perawat yang bekerja diberbagai lahan asuhan keperawatan. Pendidikan kesehatan merupakan suatu bentuk tindakan mandiri keperawatan untuk membantu klien baik individu, kelompok, maupun masyarakat dalam mengatasi masalah kesehatannya melalui kegiatan pembelajaran yang didalamnya perawat sebagai perawat pendidik [ CITATION Sul02 \l 1057 ].

2.4.2 Tujuan Pendidikan Kesehatan Klien

Tujuan pendidikan kesehatan adalah membantu individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat untuk mencapai tingkat kesehatan yang optimal (Edelman dan Mandle, 2006 dalam [ CITATION Pot092 \l 1057 ].

(35)

Pendidikan pasien yang komprehensif mencakup tiga tujuan yang sangat penting, masing-masing melibatkan fase yang terpisah dari pelayanan kesehatan [ CITATION Pot092 \l 1057 ].

a. Pemeliharaan dan Promosi Kesehatan, serta Pencegahan Penyakit.

Mempromosikan perilaku sehat melalui pendidikan memungkinkan pasien untuk memikul tanggung jawab lebih untuk kesehatan mereka [ CITATION Pot092 \l 1057 ]. Pengetahuan yang besar akan mengubah perilaku atau kebiasaan dalam pelayanan kesehatan. Ketika pasien menjadi lebih sadar akan kesehatannya, mereka akan lebih tanggap untuk mencari diagnosis dini masalah kesehatan.

b. Pemulihan Kesehatan

Pasien sakit membutuhkan informasi dan keterampilan yang berguna untuk membantu mereka mendapatkan kembali atau mempertahankan tingkat kesehatan mereka. Pasien yang pulih dari penyakit akan beradaptasi dengan perubahan yang dihasilkan dari penyakit atau pasien yang menderita cedera setelahnya akan sering mencari informasi tentang kondisi mereka. Misalnya, seorang wanita yang baru-baru ini menjalani hysterectomy bertanya tentang laporan penyakitnya dan akan berlangsung proses pemulihan yang panjang. Namun, beberapa pasien merasa sulit untuk beradaptasi dengan penyakit dan menjadi pasif dan tidak tertarik untuk belajar. Seorang perawat harus belajar mengidentifikasi keinginan pasien untuk belajar dan memotivasi minat belajar pasien [ CITATION Pot092 \l 1057 ]. Keluarga menjadi bagian penting dari kembalinya kesehatan pasien. Pengasuh di dalam keluarga seringkali membutuhkan pengetahuan yang hampir sama dengan pasien, termasuk informasi tentang cara melakukan keterampilan dalam rumah.

c. Mengatasi Fungsi Gangguan

(36)

yang permanen. Pengetahuan baru dan keterampilan yang sangat diperlukan pasien untuk melanjutkan kegiatan dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, seorang pasien kehilangan kemampuan untuk berbicara setelah operasi laring dan harus belajar cara-cara baru untuk berkomunikasi. Perubahan fungsi secara fisik atau psikososial. Dalam kasus kecacatan serius seperti stroke atau cedera tulang belakang, keluarga pasien perlu memahami dan menerima banyak perubahan dalam kemampuan fisik pasien. Kemampuan keluarga untuk menunjukkan dukungan sebagian dari pendidikan, yang dimulai setelah perawat mengidentifikasi kebutuhan pasien dan keluarga menunjukkan kemauan untuk membantu.

2.4.3 Metode Pengajaran

Mengajar merupakan suatu tindakan yang dilakukan seseorang (pendidik) dengan tujuan membantu dan memudahkan orang lain (peserta didik) melakukan kegiatan belajar (Tardif, 1989 dalam Simamora, 2009). Metode pengajaran yang biasa digunakan diantaranya lecture (kuliah umum), discussion (discussion), demonstrasi, dan role playing

(memainkan peran) (Allender & Spradly, 2009).

a. Lecture (kuliah) merupakan metode yang digunakan untuk menyampaikan informasi kesehatan yang bersifat umum. Pada metode lecture ini komunikasi disampaikan kepada grup yang luas (komunitas). Beberapa individu pada metode ini umumnya bersifat pasif. Pada kuliah formal (formal lecture) pembelajaran akan dikuasai oleh pengajar, sedangkan klien lebih banyak mendengarkannya.

(37)

c. Metode demonstrasi digunakan dalam pengajaran keahlian psikomotor. Hal ini mengajarkan peserta didik (klien) untuk membentuk dan menunjukkan keahliannya. Demonstrasi yang akan efektif apabila dilakukan dalam kelompok kecil sehinnga setiap klien dapat mengembangkan keahlian dengan sempurna. d. Role playing (memainkan peran) adalah suatu metode yang

memberikan klien kesempatan untuk menerapkan pengetahuan yang sudah diperoleh. Seorang pengajar (perawat) dan klien akan memainkan peran sesuai dengan skenario yang berhubungan dengan topik bahasan. Permainan peran pada role play akan menunjukkan ekspresi, tingkah laku, nilai dengan kontrol lingkungan.

2.4.4 Strategi Pengajaran

Strategi pengajaran dapat bermacam-macam. Semakin kreatif suatu strategi, maka semakin menarik pengajaran dan tentunya akan memudahkan untuk memperoleh pemahaman. Terdapat beberapa strategi pengajaran kesehatan yang dapat diaplikasikan diantaranya [ CITATION Pot092 \l 1057 ]:

a. Membina kepercayaan klien kepada perawat sebelum kegiatan pengajaran

b. Menyampaikan dengan kalimat sederhana yang mudah dipahami c. Menghindari penggunaan istilah medis yang mana jika terpaksa

menggunakannya maka sebaiknya dijelaskan secara singkat d. Mengajar dalam waktu yang singkat dan materi yang ringkas e. Meminimalkan hal-hal yang dapat mengalihkan perhatian klien f. Menyertakan informasi yang penting di awal sesi

g. Menghubungkan informasi yang diajarkan dengan pengalaman atau situasi nyata

(38)

i. Meminta klien untuk memperagakan ulang apa yang telah dipelajari

j. Sajikan materi yang sesuai dengan kemampuan klien, dalam bahasa yang pendek, huruf yang besar dan sederhana

k. Tekankan pada aspek penting di akhir pertemuan l. Agendakan pengajaran pada waktu yang pendek

m. Bermain peran untuk mencontohkan perilaku, memberikan kesempatan klien untuk bertanya, dan menggunakan media visual serta menganalogikan secara sederhana

2.5 Media Pengajaran

Media pembelajaran merupakan suatu alat bantu yang digunakan oleh pendidik agar kegiatan proses belajar berjalan secara efektif. Menurut Sadiman (2006) media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan atau informasi dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan minat serta perhatian penerima pesan sedemikian rupa sehingga proses belajar terjadi. Menurut Briggs ( dalam Sandiman, 2006) media adalah segala alat fisik yang dapat menyajikan pesan serta merangsang penerima pesan untuk belajar. Sedangkan menurut Trianto (2010) media sebagai komponen strategi pembelajaran merupakan wadah dari pesan yang dari sumbernya atau penyalurnya ingin diteruskan kepada sasaran atau penerima pesan, dan materi yang ingin disampaikan adalah pembelajaran, dan tujuan yang ingin dicapai adalah terjadinya proses belajar.

(39)

Menurut Asyhar (2012) ada empat jenis media pembelajaran, yaitu: 1) media visual, yaitu jenis media yang digunakan hanya mengandalkan indera penglihatan semata-mata dari penerima pesan, misalnya: media visual non proyeksi (benda realita, model protetif, dan grafis), dan media proyeksi (power point, paint, dan auto cad). 2) media audio, yaitu jenis media yang digunakan dalam proses pembelajaran dengan hanya mengandalankan indera pendengaran penerima pesan, misalnya: radio, pita kaset suara, dan piringan hitam. 3) media audio-visual, yaitu jenis media yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran dengan melibatkan indera pendengaran dan penglihatan sekaligus dalam satu proses atau kegiatan, misalnya: video kaset dan film. 4) Multimedia, yaitu media yang melibatkan beberapa jenis media dan peralatan secara terintegrasi dalam suatu proses atau kegiatan pembelajaran, misalnya: TV dan power point.

Menurut Heinich dan Molenda (2005) terdapat enam jenis dasar dari media pembelajaran, yaitu:

1. Teks, yaitu elemen dsar dalam menyampaikan suatu informasi yang mempunyai berbagai jenis dan bentuk tulisan yang berupaya memberi daya tarik dalam penyampaian informasi.

2. Media audio, yaitu media yang dapat membantu menyampaikan informasi dengan lebih berkesan dan membantu meningkatkan daya Tarik terhadap sesuatu persembahan. Jenis audio termasuk suara latar, nusik, atau rekaman suara, dan lainnya.

3. Media visual, yaitu media yang dapat memberikan rangsangan-rangsangan visual seperti gambar/photo, sketsa, diagram, bagan, grafik, kartun poster, papan bulletin, dan lainnya.

4. Media proyeksi gerak, ternasuk didalamnya film geral, film gelang, program TV, video kaset (CD, VCD, atau DVD).

(40)

6. Manusia, termasuk didalamnya guru, siswa, atau pakar/ ahli dibidang/ materi tertentu.

Menurut Redmen (2007), terdapat banyak jenis media pembelajaran yang dapat digunakan seperti media cetak, literasi, komputer, dan media visual.

1. Media cetak.

Menggunakan media cetak sebagai media pembelajaran dapat mengefisiensi waktu jika media tersebut tersusun dengan baik untuk mendorong proses belajar dan jika media tersebut cocok dengan kemampuan literasi pembaca. Teknik design grafis tertentu dapat meningkatkan jumlah pembaca, pemahaman, dan ingatan. Sebagai tambahan, penulis yang menggunakan media cetak sebaiknya melakukan hal berikut:

i) Membuat kata kunci mudah ditemukan

ii) Menggunakan paragraf pertama untuk menyampaikan hal yang paling diinginkan oleh pembaca dan usaha untuk mendapatkannya

iii) Menyediakan kisah fiksi atau nyata tentang orang-orang yang melakukan aksi konkret dan mengalami konsekuensi yang menarik bagi pembaca

iv) Mendeskripsikan aksi step-by-step

v) Menyediakan gambar dan kata-kata yang menjelaskan gambaran jelas,m yang akan lebih mudah diingat daripada kata-kata

vi) Meningkatkan keefektifan informasi dengan cara mengulanginya, meng-hoghlight-inya, atau mengkotakinya, dan meminta pembaca untuk melakukan aktivitas tertentu.

vii) Menyediakan materi-materi sensitif budaya yang harus dibiasakan oleh mereka, membahas gaya hidupnya dan menggunakan bahasa atau simbol budaya tersebut.

(41)

Literasi berarti kemampuan seseorang untuk mebaca dan menulis. Meskipun readability formulas digunanakan untuk menganalisis teks, tes kemampuan membaca dikelola kepada individu untuk tujuan memilih intervensi pengajaran yang tepat untuk masing-masing individu. Ada tiga macam tes yaitu TOFHLA (Test of Functional Health Literacy in Adults); WRAT-R (Wide Range Achievement Test-Revised); SOTR-R (Slosson Oral Reading Test-Revised).

3. Komputer

Komputer dapat digunakan untuk tujuan intruksional seperti melatih kemampuan memecahkan masalah sampai kemampuan tersebut dikuasai. Maksudnya, komputer bisa digunakan sebagai media pembelajaran dengan melalui aplikasi atau permainan (games) misalkan, permainan yang menunjukkan pengaturan tingkat insulin dengan aplikasi yang menyontohkan gula darah tubuh dan responnya terhadap insulin, makanan, dan latihan gerak.

4. Materi visual.

Dalam proses pembelajaran mengenai objek fisik sungguhan, akan lebih baik jika kita menggunakan objek sungguhan. Bagaimanapun, model akan sangat bermanfaat jika ketiga dimensi objek dapat dilihat kecuali jika benda terlalu kecil, besar, rumit, mahal; benda sungguhannya tidak tersedia; pandangan yang diinginkan tidak bisa diekspos; atau objek tidak bisa dimanipulasi. Sebagai contoh, untuk mendemonstrasikan kelahiran seorang bayi, sebuah boneka dapat dibuat menyerupai ukuran aslinya namun, jika ingin menjelaskan anatomi dan fisiologi jaringan tertentu mungkin tidak akan bisa divisualisasikan dengan tepat karena ukurannya yang terlalu kecil.

(42)

Pemberi pesan dapat mempergunakan media tersebut sesuai dengan kebutuhannya masing -masing.

2.6 Evaluasi Pendidikan Kesehatan Klien 2.6.1 Evaluasi Aspek Psikomotor Klien

Pendidikan kesehatan merupakan proses belajar yang harus dialami oleh individu, keluarga, kelompok dan masyarakat yang menjadi sasaran dengan tujuan akhir perubahan perilaku [ CITATION Nur07 \l 1033 ]. Bloom (1909) membagi perilaku ke dalam tiga domain kognitif, domain sikap dan domain psikomotor. Kognitif adalah merupakan hasil tahu dan penginderaan seseorang terhadap suatu objek. Domain sikap adalah reaksi atau respons yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus. Sedangkan domain psikomotor adalah respons yang terlihat secara langsung oleh orang lain atau biasa disebut dengan praktik.

Domain psikomotor memiliki empat tingkatan yaitu persepsi, respons terpimpin, mekanisme, dan adaptasi. Pada tahap persepsi, kita mengenal dan memilih objek yang berhubungan dengan tindakan yang akan diambil. Selanjutnya adalah respon terpimpin adalah melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar sesuai dengan contoh. Ketiga dalah mekanisme yaitu apabila seseorang melakukan dengan benar secara otomatis atau menajdi sebuah kebiasaan. Terakhir yang paling tinggi adalah adopsi yaitu praktik yang sudah berkembang dengan baik. [ CITATION Efe09 \l 1033 ]

Pendidikan kesehatan dapat dilakukan dengan berbagai teknik dan media peraga. Teknik dan media ini memudahkan narasumber untuk menyampaikan pesannya. Teknik harus dipilih berdasarkan pengunjung yang hadir dan tujuan yang ingin dicapai. Setelah teknik yang dipilih sesuai, maka ditentukan media dan alat peraga yang akan dipergunakan dalam pendidikan kesehatan. Media dapat berbentuk elektronik, cetak atau media lainnya, hal ini ditentukan oleh banyaknya sasaran, keadaan geografis, karakteristik partisipan dan sumber daya pendukung.

(43)

evaluasi mengajar intervensi keperawatan. Tujuannya adalah mengevaluasi pencapaian tujuan pendidikan yang telah diberikan. Namun, pada kesempatan kali ini saya akan berfokus kepada evaluasi aspek psikomotor klien.

Evaluasi aspek psikomotor dapat dilakukan dengan mengobservasi bagaimana klien melakukan suatu prosedur di rumah. Evaluasi ini jauh lebih kompleks dibandingkan dengan evaluasi kognitif dan biasanya hanya ditentukan dengan skala sikap. Dari hasil observasi ini, kita bisa mengetahui apakah perlu dilakukan modifikasi pendidikan kiranya tujuan tidak tercapai, atau kiranya sudah tercapai adakah yang mesti dikembangkan.

Keberhasilan pendidikan kesehatan dapat dievaluasi dari berbagai aspek yaitu, input, proses, output, outcomes dan impact serta komponen pertanyaan seperti

what, where, when, why, dan how. Hasil dari evaluasi ini juga dapat dijadikan acuan sebagai bahan rencana tindak lanjut bagi narasumber terhadap penerima. Rencana tindak lanjut ini dapat meningkatkan pengetahuan penerima materi dan mencapai aspek domain psikomotor paling tinggi yaitu aspek adopsi.

2.6.2 Evaluasi Belajar Klien

Tahapan asuhan keperawatan yang terakhir adalah Evaluasi. Evaluasi dilakukan untuk mengukur keberhasilan intervensi yang dilakukan serta menilai apakah dibutuhkan intervensi lain [ CITATION Bar14 \l 1033 ]. Evaluasi dapat sesuai dengan macam-macam klien, yaitu:

a. Evaluasi individu

Tolak ukur yang dapat mengevaluasi seorang individu bisa jadi bermacam-macam bergantung pada kasusnya. dikutip dari buku Barbara K. Redman (2004) dalam bukunya Advances in Patience Education ada lima tolak ukur yang bisa dinilai secara umum [ CITATION Bar04 \l 1033 ], yaitu:

1. Self-Efficacy

(44)

Biasanya, hal ini spesifik terhadap suatu kasus atau perilaku. Untuk itu, tolak ukur ini berbeda-beda sesuai dengan kondisi tertentu. Contohnya adalah Childbirth Self-Efficacy Scale (Lowe, 1993, dalam, Redmen, 2004) serta Sickle cell Self-Efficacy Scale (Edwards, Telfair, Cecil & Lenoci, 2000, dalam, Redmen 2004).

2. Kebutuhan mengetahui sebuah informasi

Kebutuhan untuk mengetahui sebuah informasi biasanya tinggi akan permintaan terhadap klien-klien dengan level depresi atau kecemasan yang lebih tinggi. Hal ini dibuktikan dari klien yang memiliki diabetes, rheumatoid arthritis, kanker, asma, osteoporosis, schizophrenia dan beberapa penyakit lainnya, ternyata kebutuhan informasi sangat diinginkan oleh pasien kanker. Kebutuhan akan informasi ini juga berkurang setelah masa penyakit membaik.

3. Kepercayaan

Kepercayaan klien terhadap suatu kondisi dapat mempengaruhi proses asuhan keperawatan. Contohnya adalah The Menopause Representations Questinnaire yang mengukur pengetahuan individu mengenai identitas, konsekuensi, dan persepsi mengenai kontrol dan penyembuhan, hal ini bisa mempengaruhi asuhan keperawatan. Kepercayaan yang tidak benar akan suatu kondisi kelien bisa jadi mempengaruhi proses penyembuhan klien.

4. Manajemen diri

Contoh pengukuran tolak ukur manajemen diri ini adalah Heart Failure Questionnaire yang menilai bagaimana perilaku seseorang dengan penyakit jantung dan apa yang mereka lakukan saat gejalanya datang. Hasilnya adalah orang yang lebih berpengalaman pada kesehariannya mencoba untuk mengurangi konsumsi sodium. Hal ini adalah contoh penilaian manajemen diri yang baik.

(45)

Perawat komunitas akan mengukur apakah rencana asuhan keperawatan yang telah dibuat membuahkan hasil yang dilakukan pada fase evaluasi ini. Komunitas maupun perawat, mengukur keberhasilan ini berdasarkan objektif yang tercapai. Perawat memiliki tanggung jawab sepenuhnya terhadap hasil ini, namun, dengan berkolaborasi dengan anggota komunitas serta tenaga kesehatan lain, akan membuat hasil evaluasi yang lebih valid [ CITATION Bar14 \l 1033 ].

Rencana asuhan keperawatan yang melibatkan diagnosis keperawatan, ekspektasi hasil, dan intervensi, membutuhkan data menganai bagaimana komunitas tersebut merespon terhadap rencana asuhan keperawatan yang dibuat. Hasil dari respon tersebut dibandingkan antara sebelum dan sesudah intervensi. Perbandingan ini akan memberikan gambaran mengenai seberapa efektif rencana asuhan keperawatan tersebut[ CITATION Bar14 \l 1033 ]

Frekuensi penilaian evaluasi juga tergantung akan situasi, seberapa cepat perubahan diharapkan, dan objektifnya. Contoh, seseorang yang berdarah akan membutuhkan evaluasi dengan interval yang singkat, sementara perubahan perilaku komunitas akan berjalan perlahan dan membutuhkan metode evaluasi jangka panjang. Interval evaluasi berbeda-beda tergantung apakah objektifnya jangka pendek atau jangka panjang [ CITATION Bar14 \l 1033 ].

c. Evaluasi keluarga

(46)

digunakan untuk dibandingkan dengan informasi saat awal pengkajian untuk dapat menentukan apakah ada perubahan [ CITATION Bar14 \l 1033 ].

Tolak ukur berikut ini dapat digunakan untuk menentukan keefektifan sebuah intervensi, yaitu: 1) perubahan pola interaksi, 2) komunikasi efektif, 3) kemampuan untuk mengekspresikan emosi, 4) kepekaan terhadap kebutuhan anggota keluarga lain, dan 5) kemampuan memecahkan masalah. Tolak ukur tersebut dapat dibandingkan dengan kondisi keluarga pada saat pengkajian awal. Hasil dari penilaian tolak ukur ini masih bisa digunakan untuk menilai potret keluarga bahkan hingga hari ini, saat keluarga sudah lebih bervariasi [ CITATION Bar14 \l 1033 ].

(47)
(48)

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Belajar mengajar merupakan hal yang sangat penting bagi dan di kehidupan sehari-hari. Tak hanya diusia muda saja, melainkan belajar mengajar harus sepanjang hayat dilakukan. Belajar sepanjang hayat merupakan suatu konsep tentang belajar terus menerus dan berkesinambungan yang dipengaruhi oleh beberapa faktor eksternal dan internal. Belajar tidak hanya berlangsung di lembaga formal tetapi dimana saja. Belajar ialah adalah berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu, berlatih, berubah tingkah laku atau tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman yang bertujuan untuk menumbuhkan sifat-sifat positif dari peserta didik. Metode belajar terbagi atas 7 metode (Simamora, 2009) yaitu metode penglihatan, mendengar, bergerak, taktil/sentuhan, penciuman, pengecap, dan metode kombinasi (mengandalkan lebih dari satu indra/metode). Sedangkan mengajar menurut Simamora (2009) merupakan suatu rangkaian kegiatan penyampaian materi pelajaran kepada peserta didik agar dapat menerima, menanggapi, menguasai, dan mengembangkan bahan pelajaran tersebut. Tujuan dari diberikannya edukasi kepada individu ialah untuk memenuhi kebutuhan dasar individu secara komprehensif melalui upaya integrasi berbagai konsep, teori, dan teknikal. Metode mengajar terdiri atas 8 metode, yaitu metode ceramah, diskusi, demonstrasi, resitasi, eksperimental, study tour, drill (latihan keterampilan), dan metode pengajaran teman sejawat.

Domain belajar adalah ranah perubahan tingkah laku menuju peningkatan pengetahuan dan kemahiran berdasarkan alat indra dan pengalamannya. Pembelajaran dapat dilihat dalam domain atau dimensi yang berbeda. Domain atau dimensi pembelajaran pada umumnya terdiri atas dimensi kognitif (berkaitan dengan pemikiran rasional yang terkait fakta-fakta dan konsep-konsep, dimensi afektif (mempelajari hal yang mengenai pembelajar itu sendiri), dan dimensi psikomotor (kemampuan dari motorik individu dalam melakukan pengaplikasian atas pengetahuannya), (Eldemen & Mandle, 2006: Kozier, Erb, Berman, & Snyder, 2010).

(49)

kesehatan merupakan suatu bentuk tindakan mandiri keperawatan untuk membantu klien baik individu, kelompok, maupun masyarakat dalam mengatasi masalah kesehatannya melalui kegiatan pembelajaran yang didalamnya perawat sebagai perawat pendidik [ CITATION Sul02 \l 1057 ]. Adapun media pengajaran yang dapat digunakan ialah melalui teks, media audio, media visual, media proyeksi gerak, benda-benda tiruan/miniature, dan manusia. Sehingga dapat mempermudah proses dan memenuhi pendidikan kesehatan pada tiap tiap individu, keluarga, maupun masyarakat

3.2 Saran

(50)

DAFTAR PUSTAKA

Allender, J. A., Rector, C., & Warner, K. D. (2014). Community and public health nursing: Promoting the public’s health, 8th edition. Philadelphia:

Lippincott Williams & Wilkins.

Bastable, Susan B. ( 2002) .Nurse as educator :Priciples of teaching and learning, Perawat sebagai pendidik : Prinsip – prinsip pengajaran dan pembelajaran.( Gerda

Bensley, R. J. (2008). Metode pendidikan kesehatan masyarakat. Jakarta: EGC.

Berman, AudreyJ.; Snyder, Shirlee; Kozier, Barbara J.; Erb. (2007). Fundamental of nursing , 8th Edition. Prentice Hall

Berman, A., & Snyder, S. J. (2012). Kozier & Erb's fundamentals of nursing: concepts, process, and practice (9th ed.). USA: Pearson Education Inc.

Berman, A. T., Snyder, S., & Frandsen, G. Ed. (2016). Kozier & Erb’s fundamentals of nursing : concepts, practice, and process. 10th edition. St.

Louis: Pearson.

Craven, R.F. & Hirnle, C.J. (2007). Fundamentals of nursing: Huan health and function 6th edition. Philadelphia: Lippincot Williams & Wilkins.

DeLaune, S.C. & Ladner, P.K. (2010). Fundamentals of nursing: Standards and practice 4th edition. New York: Delmar.

Darmawan, D., Hermawan, A. H., Supriadie, D., & Wahyudin, D. (2007). Ilmu dan aplikasi pendidikan bagian I: Ilmu dan pendidikan teoretis. Jakarta: Grasindo

Referensi

Dokumen terkait

Media pembelajaran berupa alat-alat peraga dan segala lingkungan alam sekolah dapat dijadikan media yang disesuaikan materi pembelajaran agar memudahkan guru

Baik melalui personal Selling, mass selling dan promosi penjualan .Iklan (advertising) dilakukan melalui media cetak, dengan berbagai alat peraga seperti poster,

Media peraga sistem kelistrikan AC mobil yang terdapat pada Laboratorium kelistrikan otomotif di jurusan Teknik Mesin Universitas Negeri Semarang jumlahnya sudah

Perpaduan antara teks, grafik, sound, animasi, dan Perpaduan antara teks, grafik, sound, animasi, dan video untuk menyampaikan pesan kepada publik video untuk menyampaikan

Penelitian tentang batas wilayah laut daerah harus dilakukan dengan pendekatan berbagai aspek, setidaknya ada tiga aspek utama yaitu aspek hukum, geomorfologi, dan teknik

Dengan media atau alat peraga yang benar dan tepat sasaran, maka materi atau bahan isi yang perlu dikomunikasikan dalam promosi kesehatan akan mudah diterima, dicerna dan

Cara beretika di media sosial harus menyampaikan ucapan yang baik, sopan, menyampaikan sesuatu yang benar dan sesuai dengan fakta bukan hanya lewat omongan orang tidak mencari dulu

Strategi pembelajaran Adalah cara-cara yang akan dipilih dan digunakan oleh seorang pengajar untuk menyampaikan materi pembelajaran yang bertujuan untuk memudahkan peserta didik