• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum Tentang Pelanggaran Lalu Lintas. Pelanggaran berasal dari kata langgar yang bermakna tempat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum Tentang Pelanggaran Lalu Lintas. Pelanggaran berasal dari kata langgar yang bermakna tempat"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

22 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Pelanggaran Lalu Lintas 1. Pengertian Pelanggaran

Pelanggaran berasal dari kata “langgar” yang bermakna tempat beribadah, tubruk, landa. “Melanggar” berarti menubruk, menabrak, menumbuk, menyalahi, melawan, menyerang, atau melanda. Maka, pelanggaran adalah suatu tindak pidana yang mana ancaman hukumannya lebih ringan daripada kejahatan.

Pelanggaran menurut Moeljatno ialah perbuatan yang bersifat melawan hukum jika diketahui setelah ada undang-undang yang menentukan demikian. Sehingga, dapat dikatakan pelanggaran apabila terdapat ketentuan perundang-undangan yang berlaku dan bila tidak ada aturan yang melarang maka tidak dapat dikatakan pelanggaran.1

Menurut Bawengan (1979:21) pelanggaran adalah suatu peristiwa yang dinyatakan oleh undang-undang sebagai hal yang terang atau pelanggaran merupakan perbuatan yang oleh undang-undang dianggap sebagai suatu perbuatan yang bertentangan dengan ketertiban hukum. Sebab itu, pelanggaran merupakan delik undang- undang.

Kemudian, hal ini semakin ditegaskan menurut Wirjono Prodjodikoro bahwa pelanggaran adalah “overtredingen” atau pelanggaran berarti suatu

1 Moeljatno, 2008. Asas-Asas Hukum Pidana. Jakarta. Rineka Cipta, hlm. 71.

(2)

23

perbuatan yang melanggar sesuatu dan berhubungan dengan hukum, berarti tidak lain dari pada perbuatan melawan hukum.2

Dari berbagai pengertian diatas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa pelanggaran adalah suatu perbuatan atau tindakan yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Yang mana perbuatan tersebut diartikan masyarakat sebagai suatu tindak pidana dikarenakan dalam Undang-Undang terdapat ancaman yang mana dapat dikenakan sanksi pidana.

2. Pengertian Lalu Lintas

Ketertiban lalu lintas merupakan perwujudan disiplin nasional yang mencermin budaya bangsa. Oleh karena itu, setiap insan wajib turut serta mewujudkannya. Sebab itulah, diharapkan mahasiswa dapat memahami dan menjalankan kepatuhan terhadap peraturan lalu lintas di jalan raya dan angkutan jalan, prasarana lalu lintas dan angkutan jalan, kendaraan, pengemudi, pengguna jalan juga pengelolaaannya untuk menghindari terjadinya pelanggaran lalu lintas.

Menurut Pasal 1 ayat 2 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Lalu lintas ialah gerak kendaraan dan orang di ruang lalu lintas jalan.3 Sedangkan, ruang lalu lintas jalan ialah fasilitas yang diperuntukkan untuk gerak pindah suatu kendaraan, orang, dan/atau barang yang berupa jalan maupun prasarana pendukung.4

2 Wirjono Prodjodikoro, Asas-asas Hukum Pidana, (Bandung : Refika Aditama, 2003), hlm. 33.

3 Pasal 1 angka (2) Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

4 Pasal 1 angka (11) Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

(3)

24

Sedangkan Poerwodarminto berpendapat bahwa lalu lintas adalah : 1. Perjalanan bolak-balik

2. Perihal perjalanan di dan sebagainya 3. Berhubungan antar sebuah tempat.5

Sebagaimana yang telah diuraikan di atas dapat diketahui bahwa lalu lintas merupakan setiap hal yang berhubungan dengan sarana jalan umum sebagai sarana utama untuk tujuan yang ingin dicapai. Lalu lintas dimaksud sebagai hubungan antara manusia dengan atau tanpa diiringi sertai alat penggerak dari suatu tempat yang satu ke tempat yang lain menggunakan jalan sebagai ruang geraknya.

3. Pengertian Pelanggaran Lalu lintas

Pelanggaran lalu lintas ialah suatu perbuatan atau tindakan yang dilakukan seseorang yang mengemudi kendaraan umum atau kendaraan bermotor juga pejalan kaki yang bertentangan dengan peraturan perundang- undangan lalu lintas yang berlaku.6 Pelanggaran lalu lintas dikenal dengan tilang yang merupakan ruang lingkup hukum pidana diatur dalam Undang- Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.7

Menurut Naning Ramdlon, pelanggaran lalu lintas adalah perbuatan atau tindakan seseorang yang bertentangan dengan ketentuan peraturan

5 Poerwadarminta, 1993, Kamus Besar Bahasa Indonesia, hlm. 55.

6 Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia Akademi Kepolisian, Fungsi Teknis Lalu Lintas, 2009. Kompetensi Utama, Semarang. hlm. 6.

7 Moeljatno, 1992. Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Bumi Aksara, Jakarta. hlm. 208.

(4)

25

perundang-undangan lalu lintas jalan.8 Sebagaimana yang telah disebutkan di dalam Undang- Undang Lalu Lintas Nomor 22 Tahun 2009, apabila ketentuan tersebut dilanggar maka dikualifikasikan sebagai pelanggar.

Dari berbagai definisi pelanggaran lalu lintas tersebut, dapat diartikan bahwa unsur-unsur pelanggaran ialah sebagai berikut :

1. Adanya perbuatan yang bertentangan dengan perundang-undangan 2. Menimbulkan akibat hukum

Dapat diketahui bahwa dari pengertian tentang pelanggaran dan pengertian lalu lintas di atas, maka dapat diartikan bahwa pelanggaran lalu lintas adalah suatu perbuatan atau tindakan yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Perbuatan atau tindakan yang bertentangan dengan ketentuan undang-undang ini biasanya suatu perbuatan yang dalam pemenuhan akibat hukumnya dikenakan sanksi yang berupa sanksi administrasi, denda maupun kurungan. Untuk menghindari terjadinya pelanggaran lalu lintas maka mahasiswa diharapkan dapat taat dan patuh terhadap peraturan yang telah sesuai perundang-undangan.

4. Bentuk-bentuk Pelangaran Lalu Lintas

Masyarakat di Indonesia semestinya patuh dan taat serta terikat terhadap peraturan yang berlaku sebagai aturan hukumnya. Banyaknya bentuk pelanggaran lalu lintas yang terjadi seharusnya dapat disoroti lebih serius. Polisi lalu lintas mempunyai fungsi utama dalam mengatur ketertiban

8 Ramdlon Naning. 1982. Menggairahkan Kesadaran Hukum Masyarakat dan Disiplin Penegak Hukum dalam Lalu Lintas. Bina Ilmu. Yogyakarta. hlm. 33.

(5)

26

dan menjamin keamanan lalu lintas.9 Dengan demikian, apanila suatu peraturan tidak dapat dipatuhi maka dapat diartikan bahwa yang bersangkutan telah melakukan pelanggaran. Selanjutnya, dalam hal ini penulis fokus terhadap pelanggaran kendaraan bermotor yang dilakukan kalangan mahasiswa di wilayah hukum Polresta Malang Kota , diantara lain sebagai berikut ini :

a) Tidak mematuhi Rambu/marka jalan. Hal ini diatur berdasarkan Pasal 106 ayat (4) Undang – Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

b) Tidak menggunakan helm berstandar Indonesia. Hal ini diatur berdasarkan Pasal 57 ayat (2) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

c) Tidak memiliki SIM (Surat Ijin Mengemudi). Hal ini diatur berdasarkan 77 ayat (1) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

d) Tidak Menyalakan Lampu Pada Siang Hari.Hal ini diatur berdasarkan Pasal 107 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Pelanggaran merupakan suatu perbuatan yang mudah pembuktiannya dan sulit untuk dipungkiri oleh pelanggar sehingga dapat diselesaikan oleh peradilan yang sederhana dan cepat. Peradilan sederhana dan cepat dapat diterapkan dalam pelanggaran lalu lintas karena pada saat terjadi

9 Untung S. Rajab. Kedudukan dan Fungsi Polisi Republik Indonesia Dalam Sistem Ketatanegaraan (Berdasarkan UUD 1945), (Bandung: CV.Utomo, 2003), Hlm. 111. https://opac.perpusnas.go.id

(6)

27

pelanggaran tersebut, barang bukti, maupun penyidik (kepolisian) telah berada ditempat kejadian perkara, sehingga penyidik (kepolisian) dapat langsung menjatuhkan sanksi yang sesuai dengan pasal yang dilanggar dalam peraturan perundang-undangan yang sesuai.

B. Tinjauan Umum Tentang Kesadaran dan Ketaatan Hukum

Menurut Von Savigni, hukum merupakan perwujudan dari kesadaran hukum masyarakat (Volfsgeist).10 Kesadaran hukum merupakan nilai- nilai yang berada didalam masyarakat mengenai hukum, kepatuhan dan kesadaran tentang hukum.

1. Pengertian Kesadaran Hukum

Kesadaran hukum ialah konsep abstrak yang berada didalam diri manusia itu sendiri, baik mengenai ketertiban dan ketentraman yang akan di capai.Kesadaran hukum dimaknai sebagai nilai-nilai yang terdapat di dalam diri manusia berkaitan dengan hukum itu sendiri.11

Saat ini, tidaklah mudah dalam membentuk kesadaran hukum dikarenakan masyarakat tidak semua mempunyai kesadaran hukum.

Ketidakpatuhan masyarakat dalam mematuhi aturan hukum yang berlaku merupakan akibat dari rendahnya kesadaran hukum. Sehingga, diharapkan masyarakat sadar terhadap hukum yang nantinya dapat mewujudkan masyarakat yang tertib dan patuh terhadap hukum.

2. Pengertian Ketaatan Hukum

10 Achmad Ali, Menjelajahi kajian empiris terhadap hukum, Jakarta: PT. Yarsif watampone, 1998, hlm. 34.

11 Soerjono Soekanto, Pokok-Pokok Sosiologi Hukum, Rajawali Pers, Jakarta, 2012, Hlm. 13.

(7)

28

Ketaatan merupakan sikap tunduk dan patuh atas suatu ketentuan yang berlaku, dimana menjalankan perintah dan manjauhi larangan merupakan cara mewujudkan sikap ini. Sikap taat berasal dari dorongan tanggung jawab yang berasal dari diri sendiri. Dengan demikian, ketaatan hukum ialah tunduk dan patuh terhadap ketentuan yang berlaku dan tidak melanggar hal-hal yang dilarang oleh hukum.12

Banyak alasan untuk tidak menaati hukum antaranya dikarenakan perbedaan kebiasaan yang ada di masyarakat. Akan tetapi, sebenarnya banyak masyarakat yang telah memiliki kesadaran akan pentingnya hukum sebagai aturan yang harus ditaati. Namun ketaatan tersebut masih sulit untuk diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari.

C. Tinjauan Umum Jenis Penyelesaian Hukum (Litigasi dan Non Litigasi)

Dalam penyelesaian hukum dapat dilakukan melalui dua proses. Proses penyelesaian sengketa tertua dilakukan melalui proses litigasi di dalam pengadilan yang kemudian berkembang menjadi proses penyelesaian sengketa melalui kerja sama (kooperatif) di luar pengadilan (non litigasi).

Rachmadi Usman, S.H., M.H., dalam bukunya Mediasi di Pengadilan,

bahwa selain melalui pengadilan (litigasi), penyelesaian sengketa juga dapat diselesaikan di luar pengadilan (non litigasi).

1. Penyelesaian Sengketa melalui Litigasi

12 Achmad Ali, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan (Judicial Prudence)Termasuk Interprestasi Undang-undang (legisprudence), Kencana, Jakarta, 2009, hlm.

352.

(8)

29

Suyud Margono berpendapat bahwa : “Litigasi adalah gugatan atas suatu konflik yang diritualisasikan untuk menggantikan konflik sesungguhnya, dimana para pihak memberikan kepada seorang pengambilan keputusan dua pilihan yang bertentangan.”

Nurnaningsih Amriani mengemukakan litigasi ialah sebuah proses penyelesaian sengketa di pengadilan, di mana para pihak yang bersengketa saling berhadapan satu sama lain untuk mempertahankan hak-haknya di hadapan pengadilan.13

Proses penyelesaian sengketa yang dilaksanakan lewat majelis hukum ataupun yang kerap diucap dengan sebutan “litigasi”, ialah sesuatu penyelesaian sengketa yang dilaksanakan dengan proses beracara di majelis hukum di mana kewenangan yang digunakan untuk mengatur dan memutuskannya dilaksanakan oleh hakim. Hasil akhir dari suatu penyelesaian sengketa melalui litigasi merupakan putusan yang menyatakan win- lose solution.14

Menurut Yahya Harahap (2008: 234) prosedur dalam jalur litigasi bersifat lebih resmi dan teknis, menghasilkan kesepakatan yang bersifat menang kalah, cenderung memunculkan permasalahan baru, lambat dalam penyelesaiannya, memerlukan biaya yang mahal, tidak responsif serta menimbulkan permusuhan diantara para pihak yang bersengketa.

Penyelesaian dalam sengketa melalui Litigasi mempunyai asas peradilan yang sederhana, cepat, dan biaya ringan. Asas tersebut terdapat di

13 Nurnaningsih Amriani, 2012. Mediasi Alternatif Penyelesaian Sengketa di Pengadilan, Grafindo Persada, Jakarta, hlm. 16.

14 Ibid

(9)

30

dalam Pasal 2 ayat (4) UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. 15 Sederhana memiliki makna pemeriksaan dan penyelesaian perkara yang dilakukan dengan metode bersifat efisien dan efektif.

Asas cepat merupakan asas yang bersifat universal, dimana asas ini waktu penyelesaiannya tidak berlarut- larut. Asas cepat dikenal dengan istilah adagium justice delayed justice denied, mempunyai arti bahwa proses peradilan yang lambat tidak akan memberi keadilan kepada para pihak.

Dalam proses peradilanm cepat berarti penyelesaian perkara yang tidak memakan waktu yang lama, peradilan cepat ini dicita-citakan menjadi suatu proses pemeriksaan yang relatif tidak memakan jangka waktu yang lama sampai bertahun-tahun. Sehingga, dapat sesuai dengan kesederhanaan peradilan itu sendiri.16

Asas biaya ringan memiliki makna biaya perkara dapat dijangkau oleh masyarakat. Biaya ringan berarti tidak diperlukan biaya lain kecuali benar- benar dibutuhkan secara rill untuk penyelesaian permasalahan. Biaya harus terdapat tarif yang jelas dan seringan- ringannya. Seluruh pembayaran yang digunakan selama di pengadilan harus jelas dan mendapatkan tanda terima.

Asas sederhana, cepat dan biaya ringan ialah asas pengadilan yang apabila benar-benar diterapkan maka dapat memberikan kenyamanan untuk siapa saja yang mencari keadilan. Setiap orang mempunyai hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta

15 Undang-Undang Nomor 48 tahun 2009.

16 A. Mukti Arto, 2001. Mencari Keadilan, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, hlm. 67.

(10)

31

perlakuan yang sama dihadapan hukum sesuai dengan asas equality before the law.17

Peradilan cepat, sederhana dan biaya ringan seharusnya diterapkan dalam peradilan di Indonesia terutama menyangkut hak-hak asasi manusia untuk menghindari penahanan yang lama sebelum adanya keputusan Hakim.18 Tidak hanya terdapat di peradilan perdata, akan tetapi juga terdapat di peradilan pidana mengenai asas peradilan Cepat, Sederhana dan biaya Ringan.

Berdasarkan pada Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 dijelaskan bahwa terdapat berbagai upaya-upaya mengenai pelanggar lalu lintas yang diselesaikan dengan porsi penyelesaian tindak pidana ringan lalu lintas. Ini dikarenakan masalah ini digolongkan kedalam tindak pidana ringan.

Penindakan yang mendasar yang sebagaimana yang kita temui dijalan yakni penilangan yang merupakan salah satu momok bagi pengendara jalan saat berkendara.

Masyarakat mengenal istilah Tipiring sebagai tindak pidana yang bersifat ringan karena terdapat penggunaan kata ”ringan”.

Dengan adanya Tipiring, diharapkan hukuman yang akan dijatuhkan oleh Hakim bersifat ringan, yaitu apabila dinyatakan bersalah yang akan dikenakan hanyalah pidana bersyarat saja, yang dikenal sebagai putusan hukuman akan tetapi tidak dilaksanakan.

17 E. Sundari, 2015. Praktik class action di Indonesia, Cahaya Atma Pustaka, Yogyakarta, hlm. 3.

18 Setiawan, 1992. Aneka Masalah Hukum, PT Alumni, Bandung, hlm. 54.

(11)

32

Hakikat Tindak Pidana Ringan (Tipiring) ialah tindak pidana bersifat ringan atau tidak berbahaya. Sedangkan dalam acara pemeriksaan tindak pidana ringan agar perkara dapat diperiksa dengan prosedur yang lebih sederhana.

a. Tindak Pidana Ringan (Tipiring)

Pengertian Tindak Pidana Ringan (Tipiring)

a. Tindak Pidana Ringan adalah Tindak Pidana yang diancam dengan pidana penjara atau kurungan paling lama 3 (tiga) bulan dan atau denda sebanyak-banyaknya Rp 7.500,- dan penghinaan ringan, kecuali pelanggaran lalu lintas.

b. Acara Pemeriksaan Tindak Pidana Ringan adalah pemeriksaan yang dilakukan oleh penyidik terhadap tersangka dan atas kuasa penuntut umum dalam waktu tiga hari menyerahkan hasil pemeriksaan, tersangka, barang bukti dan saksi ke sidang pengadilan.

Dasar Hukum Tipiring

Dasar Hukum penanganan Tindak Pidana Ringan pada dasarnya adalah sama dengan tindak pidana yang diperiksa menurut Berita Acara Pemeriksaan biasa, walaupun dalam beberapa hal tertentu ada pengaturan yang dilakukan secara khusus, oleh karena itu yang akan dibahas adalah masalah/ketentuan yang bersifat khusus saja.

Dasar hukum tipiring : 1) KUHP

2) KUHAP

(12)

33

3) Peraturan Kapolri Nomor 14 tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana.

4) Surat Keputusan Kapolri No. Pol.: Skep / 259 / IV / 2004 tanggal 21 April 2004 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penindakan Tindak Pidana Ringan.

5) Peraturan Kabaharkam Polri Nomor 6 Tahun 2011 tanggal 13 Desember 2011 tentang Penanganan Tindak Pidana Ringan (Tipiring).

6) Pasal 205 KUHP

7) Pasal 206 KUHAP Pengadilan menetapkan hari tertentu dalam 7 (tujuh) hari untuk mengadili diri perkara dengan Acara Pemeriksaan Tindak Pidana Ringan.

8) Pasal 207 KUHAP

Prosedur Penanganan Tipiring 1. Penanganan Tipiring

a. Di dalam penanganan perkara Tipiring yang proses peradilannya menggunakan Acara Pemeriksaan Cepat, komando dan pengendaliannya berada pada Kepala Satuan yang bersangkutan.

b. Pengendalian operasional penanganan perkara Tipiring berada pada Kepala Bagian Operasi (Kabag Ops) Satuan Kewilayahan Setempat.

c. Pengendalian teknis penyidikan terhadap Tipiring yang proses peradilannya menggunakan Acara Pemeriksaan Cepat berada pada Kepala Satuan Samapta.

2. Pemeriksaan dan Pembuatan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Tipiring

(13)

34

a. Tindak Pidana Ringan dilaksanakan oleh Penyidik Pembantu yang bertugas dibawah perintah Kasat Sabhara.

b. Dalam hal tertangkap tangan atau diketahui langsung oleh anggota Polisi yang ada di lapangan, seperti Patroli Sabhara, PJR, Lalu-lintas, Binmas dan lain-lain, pembuatan Berita Acara Pemeriksaan dilaksanakan oleh anggota Polri yang bersangkutan selaku Penyidik atau Penyidik Pembantu, kemudian ditanda-tangani oleh Kasat Sabhara.

c. Penyidik akan memberitahukan secara tertulis kepada tersangka mengenai hari, tanggal, jam dan tempat tersangka harus menghadap di Sidang Pengadilan. Selanjutnya diserahkan / dikirim bersama-sama dengan berkas pemeriksaan.

d. Berita acara pemeriksaan dibuat secara ringkas / singkat dan lengkap sesuai ketentuan yang berlaku.

3. Penyusunan Berkas Perkara dalam Penyelesaian Tipiring : a. Sampul berkas perkara.

b. Daftar isi berkas perkara.

c. Resume.

d. Laporan polisi.

e. Berita acara pemeriksaan (BAP) saksi.

f. Berita acara pemeriksaan tersangka.

g. Berita acara penangkapan, penggeledahan, penyitaan.

h. Daftar saksi dan tersangka.

(14)

35 i. Daftar barang bukti.

j. Keterangan ahli.

k. Surat permintaan persetujuan penyitaan dari ketua Pengadilan Negeri.

4. Penyusunan dan Penyerahan Berkas Perkara Tipiring

a. Penyusunan Berkas Perkara. Dengan berpedoman kepada Surat Keputusan Kapolri No. Pol : Skep/1205/IX/2000 tanggal 11 September 2000 tentang Revisi Himpunan Juklak dan Juknis Proses Penyidikan Tindak Pidana, pada bagian Buku Petunjuk Administrasi tentang Tata Cara Penyelenggaraan Administrasi Penyidikan, untuk penyusunan Berkas Perkara.

b. Susunan Berkas Perkara tersebut di atas, dimasukkan ke dalam tempat / map dan di segel, dengan isi :

1) Penomoran Berkas Perkara dilakukan oleh Kasat Sabhara.

2) Registrasi pengiriman berkas perkara dilaksanakan oleh Sabhara.

c. Penyerahan berkas perkara.

1) Pengiriman berkas perkara ke Pengadilan Negeri dilaksanakan oleh Kasat Sabhara selaku Penyidik dengan Surat Pengantar yang ditandatangani oleh kepala satuan, sebelum hari persidangan.

2) Kasat Sabhara, selaku Penyidik atas kuasa Penuntut Umum dalam waktu 3 (tiga) hari sejak Berita Acara selesai dibuat (Perkara selesai di berkas), menghadapkan tersangka beserta barang bukti, saksi ahli dan atau Juru Bahasa ke Sidang Pengadilan.

(15)

36

d. Blanko Acara Pemeriksaan Tipiring/Penegakan Peraturan Daerah / Non KUHP Model Tilang.

5. Koordinasi Penyerahan Berkas Perkara

a. Koordinasi dengan Satuan Reserse Polres setempat dalam melaksanakan Registrasi pengiriman Berita Acara Pemeriksaan Tindak Pidana dan bantuan teknis dalam rangka penyidikan.

b. Koordinasi dengan Kejaksaan Negeri setempat, dilaksanakan dengan memberikan Surat Pemberitahuan tentang Pengiriman/Penyerahan Berkas Perkara Tindak Pidana Ringan ke Pengadilan Negeri oleh Kasat Sabhara.

c. Koordinasi dengan Pengadilan Negeri setempat untuk menentukan hari sidang.19

2. Penyelesaian Sengketa melalui Non-Litigasi

Non-Litigasi berarti menyelesaikan masalah hukum di luar pengadilan. Jalur non-litigasi ini dikenal dengan Penyelesaian Sengketa Alternatif. Sebaliknya, melalui proses di luar pengadilan menghasilkan kesepakatan yang bersifat, “win-win solution”, menjamin kerahasiaan sengketa para pihak, terhindar dari kelambatan yang diakibatkan karena hal prosedural dan administratif, serta menyelesaikan perkara secara komprehensif dalam kebersamaan dan tetap menjaga hubungan baik.

Kelebihan menggunakan proses non litigasi ini adalah sifat kerahasiaannya dalam proses persidangan dan bahkan hasil keputusannya pun tidak

19 Bagian Kurikulum dan Hanjar Pendidikan Pembentukan Biro Kurikulum Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Polri Tahun, 2019.

(16)

37

dipublikasikan. Penyelesaian sengketa diluar pengadilan ini dikenal dengan Alternative Dispute Resolution (ADR).

Penyelesaian perkara melalui proses non litigasi (diluar pengadilan) diatur dalam peraturan perundangan di Indonesia. Pertama, dalam Pasal 3 UU Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman menyebutkan ”Penyelesaian perkara di luar pengadilan, atas dasar perdamaian atau melalui wasit (arbitase) tetap diperbolehkan”. Kemudian, berdasarkan UU Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa Pasal 1 angka 10 dinyatakan

”Alternatif Penyelesaian Perkara (Alternatif Dispute Resolution) adalah suatu penyelesaian sengketa di luar pengadilan berdasarkan kesepakatan para pihak dengan mengesampingkan penyelesaian sengketa secara litigasi di pengadilan. Lembaga penyelesaian sengketa melalui prosedur yang disepakati para pihak yaitu penyelesaian di luar pengadilan melalui konsultasi, negoisasi, mediasi, atau penilaian para ahli.” Alternatif dalam penyelesaian sengketa dilakukan sebagai berikut :

a. Arbitrase

Berdasarkan pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa menyatakan bahwa arbitrase (wasit) adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar pengadilan umum yang menghasilkan perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersangkutan. Arbitrase dapat digunakan dalam mengantisipasi suatu perselisihan maupun yang sedang

(17)

38

mengalami perselisihan yang tidak dapat diselesaikan melalui negosiasi/konsultasi maupun melalui pihak ketiga dalam menghindari jalur Pengadilan yang memerlukan waktu yang cukup lama.

b. Negosiasi

Ficher dan Ury mengemukakan bahwa negosiasi merupakan suatu komunikasi dua arah yang digunakan dalam mencapai kesepakatan antara kedua belah pihak yang memiliki tujuan yang sama maupun yang berbeda. Hal ini, sesuai dengan pendapat Susanti Adi Nugroho mengenai negosiasi yaitu proses tawar-menawar dalam mencapai kesepakatan dengan pihak lain melalui proses komunikasi yang dinamis bertujuan dalam menemukan penyelesaian atau jalan keluar dari permasalahan yang sedang dihadapi oleh kedua belah pihak yang bersengketa.

c. Mediasi

Menurut Nurnaningsih Amriani, mediasi ialah negosiasi yang melibatkan pihak ketiga yang mempunyai keahlian dalam prosedur mediasi yang efektif, dapat membantu untuk mengarahkan kedua belah pihak sehingga dapat lebih efektif dalam proses tawar menawar. Mediasi digunakan sebagai upaya penyelesaian sengketa antara para pihak dalam mencapai kesepakatan bersama melalui mediator yang bersikap netral, dan tidak membuat keputusan atau kesimpulan untuk para pihak tetapi

(18)

39

menunjang fasilitator dalam terlaksananya dialog antar pihak dengan keterbukaan, kejujuran, dan tukar pendapat untuk tercapainya mufakat.20 d. Konsiliasi

Nurnaningsih Amriani (2012: 34) mengemukakan bahwa konsiliasi adalah proses lanjutan dari mediasi. Dalam hal ini konsiliator sebagai pihak ketiga mempunyai fungsi yang lebih aktif dalam mencari bentuk penyelesaian sengketa dan menawarkannya kepada pihak yang bersengketa. Jika para pihak menyepakati solusi yang diberikan oleh konsiliator, maka akan menjadi resolution. Kesepakatan ini bersifat final dan mengikat para pihak. Apabila pihak yang bersengketa tidak dapat mencapai suatu kesepakatan dan pihak ketiga mengajukan usulan jalan keluar dari sengketa, proses ini disebut konsiliasi.

e. Penilaian ahli

Menurut Takdir Rahmadi (2011: 19), Penilaian ahli ialah cara penyelesaian sengketa oleh para pihak dengan meminta pendapat atau penilaian ahli terhadap sengeketa yang sedang terjadi. Selain itu, penyelesaian sengketa tersebut didasarkan kepada Undang-Undang No 30 Tahun 1999. Dalam proses penyelesaian sengketa di luar pengadilan, dengan mengacu kepada ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 6 ayat 7 Undang-Undang No 30 Tahun 1999 yang berhasil maka akan menghasilkan kesepakatan atau perdamaian diantara para pihak.

f. Pencari fakta (fact finding)

20Susanti Adi Nugroho, 2009. Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia, Prenada Media, Jakarta, hlm. 21.

(19)

40

Menurut Takdir Rahmadi (2011: 17), Pencari fakta ialah cara penyelesaian sengketa yang dilakukan para pihak yang bersengketa dengan meminta bantuan sebuah tim yang terdiri dari para ahli berjumlah ganjil yang menjalankan fungsi penyelidikan atau penemuan fakta-fakta yang diharapkan dapat memperjelas duduk perkara dan dapat mengakhiri sengketa.

D. Tinjauan Umum Penyelesaian Hukum Pelanggaran Lalu Lintas

Dalam menyelesaikan pelanggaran lalu lintas di Indonesia menggunakan sistem tilang. Sistem tilang yang berlaku saat ini merujuk pada Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penyelesaian Perkara Pelanggaran Lalu Lintas, sebagai berikut :

Dalam Pasal 1 Peraturan Mahkamah Agung :

1. Penyelesaian Perkara Pelanggaran Lalu Lintas adalah penyelesaian pelanggaran yang dilakukan oleh pengadilan negeri yang meliputi tahapan sebelum, pada saat, dan setelah proses persidangan.

2. Penyelesaian Perkara Pelanggaran Lalu Lintas Elektronik adalah proses peradilan perkara pelanggaran lalu lintas yang diselenggarakan secara terpadu berbasis elektronik melalui dukungan sistem informasi dan teknologi.21

Selain sistem tilang, dalam menyelesaikan pelanggaran lalu lintas, sebagai berikut :

21 Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penyelesaian Perkara Pelanggaran Lalu Lintas.

(20)

41 a. Tilang

Tilang merupakan bukti pelanggaran yang berfungsi sebagai undangan kepada pelanggar lalu lintas untuk menghadiri sebuah persidangan di pengadilan negeri setempat, serta sebagai tanda bukti dari pihak kepolisian kepada pelanggar dalam penyitaan atas barang yang disita.

b. Teguran

Teguran yang diberikan kepada pelanggar yang melakukan pelanggaran, akan tetapi berjanji bahwa tidak akan mengulangi pelanggaran kembali. Teguran ini dilakukan dengan membuat surat pernyataan tertulis bahwa tidak akan melakukan pelanggaran lagi.

Diharapkan, upaya ini dapat menyelesaikan permasalahan dan mendatangkan rasa damai dalam masyarakat. Meskipun pada hakikatnya tidak dapat menghilangkan terjadinya pelanggaran, tetapi semoga dapat memberikan peringatan terhadap para pelanggar yang telah melakukan pelanggaran.22

c. Penyitaan

Dalam hal penyitaan, kepolisian menyita barang pelanggar, seperti menyita surat-surat yang hanya dapat ditunjukan saat penilangan (KTP, SIM dan STNK, dll), yang mana barang tersebut disita untuk digunakan sebagai barang bukti pelanggaran.

22Rinto Raharjo, 2014. Tertib Berlalu-lintas, Shafa Media, Yogyakarta, hlm. 69.

(21)

42

Penyelesaian ini merupakan suatu perwujudan dari pihak Satlantas kepada masyarakat sebagai upaya dalam mengimplementasikan fungsi dan tugas kepolisian dalam lalu lintas dimana kegiatan-kegiatan tersebut haruslah dilaksanakan secara selaras untuk mendukung kebersamaan.

Diharapkan, dengan adanya upaya tersebut dapat tercapai tujuan kepolisian khususnya Satlantas.

Dalam sistem tilang dan sistem peradilan perkara pidana biasa yang menjadi pihak terdepan ialah kepolisian. Dalam bertugas menegakkan hukum dalam persoalan menemukan pelanggaran lalu lintas, polisi harus menindak langsung ditempat kejadian. Dalam hal penyidikan yang dilakukan oleh polisi lalu lintas, tidak perlu mengumpulkan barang bukti sebab pelanggaran lalu lintas pembuktiannya mudah serta nyata yang berarti dapat dibuktikan pada saat itu juga sehingga pelanggar tidak akan dapat menghindar. Penyidik hanya memberikan formulir tilang atau blangko tilang yang berisi catatan-catatan penyidik yang berfungsi sebagai berita acara pemeriksaan berisi pendahuluan, surat panggilan ke sidang, surat tuduhan jaksa, berita acara persidangan dan putusan hakim.

Apalagi berpedoman pada pengalaman pada umumnya pidana yang dijatuhkan pada acara pelanggaran lalu lintas adalah hukuman denda yang dapat segera dipenuhi terpidana, dan sesuai dengan ketentuan Pasal 273 ayat (1) Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, kalimat terakhir, pelaksanaan putusan pidana denda dalam

(22)

43

acara pemeriksaan cepat, harus seketika dilunasi, pada saat putusan dijatuhkan.

Jika dilihat acara pelanggaran lalu lintas semuanya sangat sederhana.

Pemeriksaan dilakukan tanpa berita acara dan juga tanpa surat dakwan. Demikian juga halnya mengenai bentuk putusan, tidak dibuat secara khusus atau disatukan dengan berita acara seperti bentuk putusan dalam acara singkat.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan pengertian kualitas dan pelayanan diatas dapat diambil kesimpulan, kualitas pelayanan adalah suatu tindakan atau perbuatan yang ditawarkan oleh suatu pihak kepada

Jadi dapat disimpulkan bahwa pengertian wakaf dalam syari’at Islam kalau dilihat dari perbuatan orang yang mewakafkan, wakaf ialah suatu perbuatan hukum dari

Jadi pengertian dari tata aturan tersebut ialah sebagai pengguna jalan dilarang untuk menunaikan perbuatan bisa mengganggu fungsi jalan seperti

Dari ketiga pengertian diatas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa audit internal adalah kegiatan penilaian yang tidak terikat (independen) dalam suatu organisasi atau

Seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya bahwa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan Indonesia, dasar hukum dari pengertian koperasi terdapat

Jika ditinjau menurut pandangan hukum, yang dimaksud dengan kejahatan adalah suatu perbuatan manusia yang dinilai melanggar atau bertentangan dengan apa yang telah ada dan

Dari beberapa pengertian motivasi dan didukung dengan beberapa pendapat pengertian motif di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa motivasi merupakan suatu kondisi dan

Berdasarkan kedua pengertian diatas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa manajemen pemasaran adalah suatu ilmu yang mempelajari tentang bagaimana suatu perusahaan