• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGGUNAN ALAT BANTU PEMBELAJARAN UNTUK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENGGUNAN ALAT BANTU PEMBELAJARAN UNTUK"

Copied!
72
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

PENGGUNAN ALAT BANTU PEMBELAJARAN UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR LAY UP PADA BOLA BASKET

SISWA KELAS XI TKJ A SMK N 9 SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2010 / 2011

SKRIPSI

Oleh:

OKA IRMADE K5607050

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2011

(2)

commit to user

ii

PENGGUNAN ALAT BANTU PEMBELAJARAN UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR LAY UP PADA BOLA BASKET

SISWA KELAS XI TKJ A SMK N 9 SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2010 / 2011

Oleh : OKA IRMADE

K5607050

SKRIPSI

Ditulis dan diajukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Kepelatihan Olahraga

Jurusan Pendidikan Olahraga dan Kesehatan

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

S U R A K A R T A 2011

(3)

commit to user

iii

(4)

commit to user

iv

(5)

commit to user

v

ABSTRAK

Oka Irmade. PENGGUNAAN ALAT BANTU PEMBELAJARAN UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR LAY UP PADA BOLA BASKET SISWA KELAS XI TKJ A SMK N 9 SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2010/2011. Skripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret Surakarta, Juni. 2011.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan hasil belajar lay up bola basket melalui penggunaan alat bantu pembelajaran pada siswa kelas XI TKJ A SMK N 9 Surakarta tahun pelajaran 2010/2011.

Penelitian ini menggunakan metode Penelitian Tindakan Kelas (PTK).

Sumber data penelitian ini adalah siswa kelas XI TKJ A SMK N 9 Surakarta, tahun pelajaran 2010 / 2011 berjumlah 35 orang yang terdiri atas 30 siswa putra dan 5 siswa putri. Teknik pengumpulan data dengan obeservasi dan penilaian hasil belajar lay up bola basket. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah secara deskriptif yang didasarkan pada analisis kuantitatif dengan prosentase.

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh simpulan bahwa: pembelajaran dengan penggunan alat bantu pembelajaran, dapat meningkatkan hasil belajar lay up bola basket pada siswa kelas XI TKJ A SMK N 9 Surakarta. Dari hasil analisis yang diperoleh peningkatan yang signifikan dari Prasiklus, siklus I dan siklus II.

Hasil belajar lay up bola basket pada prasiklus dalam kategori tuntas adalah 8,57% atau 3 siswa, Pada siklus I dalam kategori tuntas adalah 71,43% atau 25 siswa. Pada siklus II terjadi peningkatan prosentase hasil belajar siswa dalam kategori tuntas sebesar 82,85% atau 29 siswa.

(6)

commit to user

vi MOTTO

Lakukanlah hal terbaik yang kamu bisa dalam segala hal

( Penulis ) Waktu bisa merubah segalanya tapi waktu tidak bisa mengubah seseorang karena pada dirinyalah perubahan itu bisa terjadi

( Penulis )

Lebih baik bertindak walaupun sedikit dari pada tenggelam dalam angan-angan ingin bertindak banyak

( Zainal A Toha )

Saya tidak harus ahli dalam melakukan sesuatu untuk melakukannya, karena saya akan membangun keahlian itu dari melakukannya

( Mario Teguh )

(7)

commit to user

vii

PERSEMBAHAN

Skripsi ini dipersembahkan kepada:

Bapak dan Ibu tercinta atas segala perhatian dan bimbingannya Nur Anisa adiku tersayang Amalia Khalifah yang selalu memberi semangat Teman-teman kontrakan wangun Teman-teman JPOK FKIP UNS 2007 Almamater

(8)

commit to user

viii

KATA PENGANTAR

Dengan diucapkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah Nya, sehingga dapat diselesaikan penulisan skripsi ini.

Disadari bahwa penulisan skripsi ini banyak mengalami hambatan, tetapi berkat bantuan dari beberapa pihak maka hambatan tersebut dapat diatasi. Oleh karena itu dalam kesempatan ini disampaikan ucapan terima kasih kepada yang terhormat:

1. Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd.,Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Drs. Mulyono, MM., Ketua Jurusan Pendidikan Olahraga dan Kesehatan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Drs. Agustiyanta, M.Pd., Ketua Program Pendidikan Kepelatihan Olahraga, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

4. Drs. Bambang Wijanarko, M.Kes., selaku pembimbing I yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan skripsi.

5. Bapak Slamet Widodo, S.Pd, M.Or selaku pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan skripsi.

6. Kepala SMK N 9 Surakarta, beserta staf dan jajarannya.

7. Semua pihak yang telah membantu terlaksananya penelitian ini.

Semoga segala amal baik tersebut mendapatkan imbalan dari Tuhan Yang Maha Esa. Akhirnya berharap semoga hasil penelitian yang sederhana ini dapat bermanfaat.

Surakarta, OI

(9)

commit to user

ix DAFTAR ISI

JUDUL ... i

PENGAJUAN SKRIPSI ... ii

PERSETUJUAN ... iii

PENGESAHAN ... iv

ABSTRAK ... v

MOTTO ... vi

PERSEMBAHAN ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II. LANDASAN TEORI ... 7

A. Tinjauan Pustaka ... 7

1. Lay Up Bola Basket ... 7

2. Pembelajaran ... 10

3. Alat Bantu Pembelajaran ... 17

4. Pembelajaran Lay Up Menggunakan Alat Bantu ... 19

5. Penelitian Tindakan Kelas ... 21

B. Kerangka Berpikir ... 29

C. Hipotesis ... 32

BAB III. METODE PENELITIAN... 33

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 33

1. Tempat Penelitian ... 33

(10)

commit to user

x

2. Waktu Penelitian ... 33

B. Subjek Penelitian ... 34

C. Sumber Data ... 34

D. Teknik Pengumpulan Data ... 35

E. Analisis Data ... 35

F. Prosedur Penelitian ... 36

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 42

A. Deskripsi Tiap Siklus ... 42

1. Pra Siklus ... 42

a. Hasil Belajar Lay Up Bola Basket Sebelum Diberikan Pembelajaran Dengan Penggunaan Alat Bantu ... 43

2. Siklus I ... 44

a. Rencana Tindakan I... 44

b. Pelaksanaan Tindakan I... 44

c. Observasi dan Interpelasi Tindakan I ... 45

d. Analisis dan Refleksi Tindakan I ... 46

e. Deskripsi Data Tindakan I ... 48

3. Siklus II ... 49

a. Rencana Tindakan II ... 50

b. Pelaksanaan Tindakan II ... 50

c. Observasi dan Interpelasi Tindakan II ... 51

d. Analisis dan Refleksi Tindakan II ... 51

e. Deskripsi Data Tindakan II ... 52

B. Pembahasan Hasil Penelitiam ... 53

BAB V. SIMPULAN IMPLIKASI DAN SARAN ... 56

A. Simpulan ... 56

B. Implikasi ... 56

C. Saran ... 58

DAFTAR PUSTAKA ... 60

LAMPIRAN ... 61

(11)

commit to user

xi

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Ciri ciri Umum Pendidikan ... 13

Tabel 2. Rincian Kegiatan, Waktu dan Jenis Kegiatan Penelitian ... 34

Tabel 3. Teknik / Alat Pengumpulan Data ... 35

Tabel 4. Indikator Ketercapaian Belajar Siswa ... 40

Tabel 5. Deskripsi Data Awal Hasil Belajar Lay Up Bola Basket ... 43

Tabel 6. Deskripsi Data Hasil Belajar Siklus I Lay Up Bola Basket ... 48

Tabel 7. Deskripsi Data Hasil Belajar Siklus II Lay Up Bola Basket ... 52

Tabel 8. Deskripsi Data Perbandingan Hasil Belajar Lay Up Bola Basket .. 54

Tabel 9. Deskripsi Data Perbandingan Hasil Belajar Lay Up Bola Basket ditinjau aspek afektif, kognitif, psikomotor ... 54

(12)

commit to user

xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Dua Langkah Sebelum Melakukan Lay Up ... 9

Gambar 2. Teknik Tembakan Lay Up ... 10

Gambar 3. Melangkah Melewati Lingkaran Menyerupai Langkah Lay Up .. 20

Gambar 4. Melangkah melewati lingkaran warna menggunakan bola disertai dengan awalan mendrible yang menyerupai gerakan lay up ... 20

Gambar 5. Melangkah Lebar Melewati Bilah ... 21

Gambar 6. Konsep PTK ... 27

Gambar 7. Kerangka Berpikir ... 31

Gambar 8. Siklus Penelitian Tindakan Kelas ( PTK ) ... 37

Gambar 9. Hasil Belajar Lay Up Pra Siklus ... 43

Gambar 10. Hasil Belajar Lay Up Siklus I ... 49

Gambar 11. Hasil Belajar Lay Up Siklus II ... 52

Gambar 12. Perbandingan Hasil Belajar Lay Up Bola Basket ... 54

Gambar 13. Perbandingan Tiap Siklus ... 55

(13)

commit to user

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Jurnal Penelitian ... 61

Lampiran 2. Silabus ... 62

Lampiran 3. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus Pertama Pertemuan 1 ... 63

Lampiran 4. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus Pertama Pertemuan 2 ... 71

Lampiran 5. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus Kedua Pertemuan 1 ... 79

Lampiran 6. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus Kedua Pertemuan 2 ... 87

Lampiran 7. Hasil Observasi Keaktifan Siswa Pada Pra Siklus ... 94

Lampiran 8. Hasil Angket Kognitif Siswa Pada Pra Siklus ... 95

Lampiran 9. Hasil Tes Unjuk Kerja Siswa Pada Pra Siklus ... 96

Lampiran 10. Rekapitulasi Tes Hasil Belajar Siswa Pada Pra Siklus ... 97

Lampiran 11. Hasil Observasi Keaktifan Siswa Pada Siklus I ... 98

Lampiran 12. Hasil Angket Kognitif Siswa Pada Siklus I ... 99

Lampiran 13. Hasil Tes Unjuk Kerja Siswa Pada Siklus I ... 100

Lampiran 14. Rekapitulasi Tes Hasil Belajar Siswa Pada Siklus I ... 101

Lampiran 15. Hasil Observasi Keaktifan Siswa Pada Siklus II ... 102

Lampiran 16. Hasil Angket Kognitif Siswa Pada Siklus II ... 103

Lampiran 17. Hasil Tes Unjuk Kerja Siswa Pada Siklus II ... 104

Lampiran 18. Rekapitulasi Tes Hasil Belajar Siswa Pada Siklus II ... 105

Lampiran 19. Dokumentasi Penelitian ... 106

(14)

commit to user

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dewasa ini masalah pendidikan di Indonesia merupakan salah satu masalah yang menjadi sorotan dari berbagai pihak baik dari masyarakat, departemen pendidikan maupun departemen lainnya. Perhatian tersebut sudah selayaknya, karena sektor pendidikan merupakan sektor yang paling dominan dalam peningkatan sumber daya manusia yang berkualitas, yang merupakan obyek sekaligus subyek dalam pembangunan nasional. Pendidikan jasmani pada dasarnya merupakan integral dari system pendidikan secara keseluruhan, bertujuan untuk mengembangkan aspek kesehatan, kebugaran jasmani, keterampilan berfikir kritis, stabiliitas emosional, keterampilan sosial, penalaran dan tindakan moral melalui aktivitas jasmani dan olahraga. Aspek perkembangan jasmani merupakan suatu faktor dominan yang tidak dapat dikesampingkan, bahkan merupakan prioritas untuk dikelola dengan benar dan optimal.

Pengembangan aspek jasmani anak dapat ditunjang melalui beberapa kegiatan antara lain melalui kegiatan olahraga. Kegiatan yang lebih mengarah pada proses pembelajaran yang dilaksanakan di sekolah-sekolah melalui program- program yang tertuang dalam kurikulum mata pelajaran pendidikan jasmani.

Menurut Rusli Lutan (2001), bahwa Pendidikan Jasmani merupakan serangkaian materi pelajaran yang memberikan konstribusi nyata dalam kehidupan sehari-hari dalam upaya meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan jasmani serta rohani peserta didik. Oleh karena itu penyelenggaraan Pendidikan jasmani harus lebih dikembangkan ke arah yang lebih optimal sehingga peserta didik akan lebih inovatif, terampil, kreatif, dan memiliki kesegaran jasmani dan kebiasaan hidup sehat serta memiliki pengetahuan dan pemahaman gerak manusia.

Salah satu masalah utama dalam pendidikan jasmani di Indonesia hingga dewasa ini ialah belum efektifnya pengajaran pendidikan jasmani di sekolah- sekolah, kondisi rendahnya kualitas pembelajaran pendidikan jasmani disekolah dapat berpengaruh besar terhadap perkembangan pendidikan jasmani. Hal ini

(15)

commit to user

disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya ialah terbatasnya kemampuan guru pendidikan jasmani dan terbatasnya sumber-sumber yang digunakan untuk mendukung pengajaran proses pendidikan jasmani. Kualitas guru di sekolah-sekolah pada umumnya kurang memadai. Guru belum mampu untuk melaksanakan profesinya secara profesional, kurang berhasil melaksanakan tanggung jawab untuk mengajar dan mendidik siswa secara sistematik melalui gerakan pendidikan jasmani yang mengembangkan kemampuan dan keterampilan secara menyeluruh baik fisik, mental maupun intelektual. Benar bahwa mengingat kebanyakan guru pendidikan jasmani disekolah menengah kejuruan kurang kreatif dalam memberikan model pembelajaran. Kebanyakan guru penjas hanya menekankan hasil akhir tanpa memperhatikan proses pembelajaran, hal ini akan berdampak buruk bagi siswa karena kurangnya pengetahuan yang diberikan oleh guru dan secara tidak langsung akan mempengaruhi kinerja guru tersebut serta tujuan pendidikan jasmani tidak tercapai, hal tersebut aka merusak citra guru penjas dimata siswa.

Gaya mengajar yang dilakukan oleh guru dalam praktek pendidikan jasmani cenderung tradisional, atau hanya menggunakan satu gaya mengajar saja, sehingga membuat situasi pembelajaran monoton dan membuat siswa jenuh untuk mengikuti pembelajaran tersebut. Model metode-metode praktek ditekankan dimana para siswa melakukan latihan fisik berdasarkan perintah yang ditentukan oleh guru.

Guru cenderung menggunakan pendekatan yang mendasarkan pada olahraga prestasi dalam pembelajaran, sehingga dalam proses pembelajarannya jelas beda dari penjas itu sendiri, tujuan utamanya bukan proses tapi hasil akhir sebuah penilaian.

Dalam pendekatan ini guru menentukan tugas-tugas bagi siswa melalui kegiatan fisik tak ubahnya seperti latihan olahraga. Biasanya tujuan pembelajaran ditekankan pada penguasaan yang mengarah pada pencapaiaan tujuan prestasi tanpa melakukan modifikasi baik dalam peraturan, ukuran lapangan maupun jumlah pemain.

Pendekatan seperti membuat siswa kurang senang bahkan merasa frustasi untuk melakukan program pendidikan jasmani, sehingga mereka tidak mampu dan sering gagal untuk melaksanakan program yang diberikan dalam bentuk yang kompleks.

Untuk itu kebutuhan untuk memodifikasi olahraga sebagai alternatif dalam pengajaran pendidikan jasmani mutlakperlu dilakukan. Guru harus memiliki

(16)

commit to user

3

kemampuan untuk memodifikasi keterampilan yang hendak diajarkan agar sesuai tingkat perkembangan siswa. Guru dituntut harus lebih kreatif, inovatif dalam menciptakan pembelajaran, yang akan diberikan kepada siswa, sehingga tercipta pembeajaran yang aktif bagi siswa, atau menyenangkan tanpa meninggalkan tujuan pembelajaran tersebut.

Oleh karena itu guru penjas yang professional sangat menentukan keberhasilan dalam proses pembelajaran dan pendidikan. Proses pembelajaran harus dikelola secara baik agar mencapai keberhasilan yang baik pula. Salah satu pendukung keberhasilan dalam pembelajaran adalah penggunaan alat media dalam menyampaikan pembelajaran. Alat media adalah alat bantu pembelajaran yang dapat mengaktifkan siswa dan guru dalam proses pembelajaran sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan kemampuan berfikir siswa sehingga pengalaman belajar yang diperoleh lebih bermakna.

Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan peneliti di kelas XI TKJ (Teknik Komputer Jaringan) A SMK N 9 Surakarta, Siswa masih mengalami kesulitan dalam melakukan teknik lay up bola basket. Kebanyakan siswa terkendala pada langkah kaki pada saat proses melakukan lay up. Siswa masih salah dalam menentukan kaki mana yang tepat untuk dijadikan awalan langkah dan untuk tolakan, Saat melakukan lay up dari sisi kanan kebanyakan kesalahan siswa menggunakan kaki kiri untuk awalan melangkah padahal seharusnya menggunakan kaki kanan sehingga untuk tolakanpun kaki yang digunakan juga salah yaitu dengan menggunakan kaki kanan padahal seharusnya menggunakan kaki kiri. Ini akan mempengaruhi keberhasilan melakukan lay up. Berdasarkan hasil wawancara dari guru penjas, dari 35 siswa di kelas XI TKJ A, 60 % atau 21 siswa belum mencapai batas ketuntasan, 25,71 % atau 9 siswa mencapai batas ketuntasan dan 14,29 % atau 5 siswa mendapat nilai diatas batas ketuntasan, hasil tersebut dengan KKM 70. Ini menjadi bukti konkrit yang menunjukkan proses pembelajaran yang belum melibatkan siswa secara aktif, guru masih menjadi pusat pembelajaran, kurangnya model pembelajaran, gaya mengajar serta pemodifikasian dan media pembelajaran yang masih kurang untuk mencapai tujuan pendidikan. Penyebab masalah belajar dapat bersumber dari faktor intern

(17)

commit to user

dan ekstern, faktor dari dalam individu sendiri atau intern, misalnya motivasi dan antusiasme siswa terhadap materi pembelajaran. Sedangkan faktor eksternal mencakup keluarga dan lingkungan sekitar yang dapat berupa guru, lingkungan, materi, media, dan metode yang digunakan guru. Kurangnya partisipasi siswa dala mengikuti pembelajaran akan menurunkan tingkat keberhasilan siswa dalam belajar, oleh karena itu diperlukan suatu tindakan yang mampu melibatkan peran aktif siswa dalam mengikuti pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran tersebut.

Hasil observasi dan wawancara salah satu guru mata pelajaran pendidikan jasmani di SMK N 9 Surakarta menunjukkan bahwa siswa-siswi SMK tersebut secara umum memiliki kemampuan menengah kebawah, disamping beberapa siswa memiliki intelegensi diatas rata-rata. Dalam sebuah observasi kelas, dapat diketahui bahwa siswa di kelas XI TKJ A memiliki minat dan motivasi yang kurang terhadap pelajaran pendidikan jasmani. Masih tampak beberapa siswa yang mengobrol dengan temannya sendiri, malas-malasan dalam mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru. Sebagian besar siswa mengeluh dan merasa tidak mampu mengerjakan tugas yang diberikan.

Media yang digunakan guru pendidikan jasmani di SMK N 9 Surakarta masih sangat terbatas dan belum mampu membangkitkan kesenangan siswa terhadap materi ajar. Keterbatasan media dan tingginya tingkat kesulitan siswa memahami materi ajar memaksa guru penjas harus lebih banyak menggunakan metode, agar siswa dapat memahami materi ajar meski dengan dukungan media yang terbatas.

Mempertimbangkan tingkat kemampuan siswa dalam menerima materi pembelajaran berbeda antara siswa satu dengan yang lain, guru perlu mengembangkan metode dan media pembelajaran yang dapat mempermudah siswa menerima pelajaran dengan baik. Sebuah media yang tidak hanya dapat diterima oleh siswa yang memiliki tingkat pemahaman yang tinggi, tetapi juga mempertimbangkan efektifitas media bagi mereka yang memiliki tingkat pemahaman yang masih kurang.

(18)

commit to user

5

Dalam memilih sebuah media alat bantu, seorang guru juga harus mempertimbangkan tingkat keekonomisan media yang akan digunakan. Biaya yang digunakan harus seimbang dengan yang diperoleh. Diutamakan penggunaan media dengan biaya pengeluaran seminimal mungkin tetapi memiliki banyak manfaat dan keunggulan dalam proses pembelajaran, materi yang diberikan juga harus sesuai dengan tingkat pemahaman siswa, berisi hal-hal yang dekat dengan siswa, dan sebaliknya menarik perhatian siswa.

Salah satu pendekatan dalam pembelajaran yang dapat digunakan dalam hal ini adalah pendekatan pembelajaran dengan menggunakan alat bantu berupa media ( lingkaran warna dan bilah ) yaitu suatu pendekatan pembelajaran yang dapat membantu siswa mempelajari ketrampilan dasar dalam mempelajari teknik dasar. Model pembelajaran dengan pendekatan alat bantu tersebut dirancang secara khusus untuk mengembangkan belajar siswa tentang pengetahuan prosedural yang terstruktur dengan baik dan dapat dipelajari selangkah demi selangkah.

Peneliti memilih alat lingkaran warna dan bilah untuk meningkatkan hasil belajar lay up bola basket, karena dalam proses pelaksanaan pembelajaran, kendala yang dialami kebanyakan siswa adalah penguasaan teknik dasar lay up, siswa kurang dapat memvisualisasikan teknik tersebut sehingga alat bantu lingkaran warna dan bilah adalah pilihan yang tepat untuk membantu proses pembelajaran teknik dasar lay up bola basket. Lingkaran warna digunakan untuk membantu ketepatan langkah, Bilah digunakan untuk melatih jangkauan langkah.

Dari permasalahan umum yang dihadapi guru penjas dalam menyampaikan materi khususnya teknik dasar lay up bola basket, maka peneliti merasa tertarik melakukan penelitian tindakan kelas ( PTK ) pada siswa kelas XI TKJ A SMK N 9 Surakarta dengan judul

Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Lay Up Pada Bola Basket Siswa Kelas XI TKJ A SMK N 9 Surakarta Tahun Pelajaran

temukan ketika observasi di SMK N 9 Surakarta yaitu pembelajaran lay up bola basket.

(19)

commit to user

B. Perumusan Masalah

Bertolak dari latar belakang masalah maka permasalahan yang menjadi pokok penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut:

Apakah penggunaan alat bantu pembelajaran dapat meningkatkan hasil belajar lay up bola basket siswa kelas XI TKJ A SMK N 9 Surakarta ?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan di atas, penelitian ini mempunyai tujuan untuk mengetahui:

Peningkatan hasil belajar lay up bola basket siswa kelas XI TKJ A SMK N 9 Surakarta melalui penggunaan alat bantu pembelajaran

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat penelitian perbaikan pembelajaran bagi guru :

a. Penelitian perbaikan pembelajaran dapat digunakan untuk mengetahui kelemahan-kelemahan yang ada pada guru penjas dalam pengajaran lay up bola basket

b. Penelitian perbaikan pembelajaran dapat digunakan untuk memperbaiki hasil pembelajaran lay up bola basket

2. Manfaat penelitian perbaikan pembelajaan bagi siswa

Dengan adanya perbaikan pembelajaran siswa dapat lebih meningkatkan hasil pembelajaran lay up bola basket

3. Manfaat penelitian perbaikan secara umum

Hasil penelitian pembelajaran dapat digunakan sebagai masukan bagi guru- guru dan calon-calon guru untuk dapat meningkatkan dan memperbaiki proses pembelajaran lay up bola basket dengan media alat bantu pembelajaran

(20)

commit to user

7

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka 1. Lay up bola basket

a. Sejarah bola basket

Basket dianggap sebagai olahraga unik karena diciptakan secara tidak sengaja oleh seorang guru olahraga. Pada tahun 1891, Dr. James Naismith, seorang guru Olahraga asal Kanada yang mengajar di sebuah perguruan tinggi untuk para siswa profesional di YMCA (sebuah wadah pemuda umat Kristen) di Springfield,Massachusetts, harus membuat suatu permainan di ruang tertutup untuk mengisi waktu para siswa pada masa liburan musim dingin di New England.Terinspirasi dari permainan yang pernah ia mainkan saat kecil di Ontario,Naismith menciptakan permainan yang sekarang dikenal sebagai bola basket pada 15 Desember 1891. Menurut cerita, setelah menolak beberapa gagasan karena dianggap terlalu keras dan kurang cocok untuk dimainkan di gelanggang-gelanggang tertutup, dia lalu menulis beberapa peraturan dasar, menempelkan sebuah keranjang di dinding ruang gelanggang olahraga, dan meminta para siswa untuk mulai memainkan permainan ciptaannya itu.

Pertandingan resmi bola basket yang pertama, diselenggarakan pada tanggal 20 Januari 1892 di tempat kerja Dr.James Naismith.Basket adalah sebutan yang diucapkan oleh salah seorang muridnya. Olahraga ini pun menjadi segera terkenal di seantero Amerika Serikat. Penggemar fanatik ditempatkan di seluruh cabang di Amerika Serikat. Pertandingan demi pertandingan pun segera dilaksanakan di kota-kota di seluruh negara bagian Amerika Serikat.

b. Perkembangan Basket di Siswa SMA / SMK

Bola basket merupakan salah satu cabang olahraga yang menarik, dan dewasa ini bola basket menjadi olahraga yang berkembang. Perkembangan olahraga bola basket dapat dilihat dari semakin banyaknya peminat olahraga bola

(21)

commit to user

basket. Tayangan televisi yang menyajikan permainan bola basket antara lain kompetisi NBA ke seluruh dunia telah mempengaruhi banyak orang yang meminatinya. Bola basket juga merupakan olahraga untuk semua orang, dapat dimainkan oleh pria maupun wanita dari segala ukuran bahkan mereka yang cacat.

Bola basket merupakan cabang olahraga yang makin banyak digemari oleh para masyarakat terutama oleh kalangan pelajar dan mahasiswa. Melalui kegiatan olahraga bola basket ini para remaja banyak memperoleh manfaat khususnya dalam pertumbuhan fisik, mental, dan sosial. Permainan bola saat ini basket mengalami perkembangan yang pesat terbukti dengan munculnya klub-klub tangguh ditanah air dan atlet-atlet bola basket pelajar baik di tingkat sekolah maupun perguruan tinggi dan kompetisi yang ditangani secara profesional yaitu kompetisi bola basket nasional antar klub se Indonesia IBL (Indonesian basketball league). Berbagai kompetisi tersebut dengan sendirinya akan memunculkan bakat potensial di bidang bola basket. Olahraga bola basket juga diberikan pada bidang pendidikan khususnya pada pelajaran jasmani di sekolah. Hal inilah sebenarnya yang merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi para pelajar mengenal bola basket khususnya pada kegiatan ekstrakulikuler bola basket yang diadakan di sekolah yang akan menarik minat para pelajar menggemarinya.

c. Teknik Dasar Lay Up Bola Basket

Tembakan Lay up adalah tembakan yang dilakukan pada jarak yang sedekat-dekatnya dengan keranjang basket, hingga seolah-olah bola itu diletakkan ke dalam keranjang basket yang didahului dengan gerak dua langkah (Nuril Ahmadi , 2007 : 19). Maka dari itu lay up adalah tembakan yang berpeluang paling tinggi untuk mencetak angka dalam bola basket, para pemain penyerang harus mencoba melakukan lay up dalam suatu pertandingan (Jon Oliver, 2007:20).

Tembakan ini disebut gaya tembakan langkah tiga. Gerakan melangkah dapat dilakukan dari menerima operan atau gerakan menggiring bola. Melangkah dua kali, mengoper, atau menembakkan bola merupakan unsur yang sangat penting dalam gerakan lay up.Tiga hal yang perlu diperhatikan dalm melakukan tembakan lay up, yaitu:

(22)

commit to user

9

a. Saat menerima bola, badan harus dalam keadaan melayang

b. Saat melangkah, langkah pertama harus lebar dan jauh guna mendapat jarak maju sejauh mungkin, langkah kedua pendek untuk memperoleh awalan tolakan agar dapat melompat setinggi-tingginya.

c. Saat melepas bola, bola harus dilepas dengan kekuatan kecil, seorang pemain yang menerima bola pada saat melayang, diperbolehkan untuk menambah langkah dua hitungan. Adapun langkah itu dapat dilakukan sebagai berikut.

Bila tolakan pertama dengan kaki kanan maka langkah pertama dengan kaki kiri dan langkah kedua dengan kaki kanan atau sebaliknya.

Gambar 1. Dua langkah sebelum melakukan lay-up (Nuril Ahmadi, 2007 : 20)

Ketika melakukan latihan lay up, biasakan berlari dengan langkah lebar dengan badan condong kedepan. Kemudian berilah tanda atau rintangan agar dapat melangkahkan kaki sesuai dengan langkah lay up, langkah pertama lebar kemudian langkah kedua pendek dan diakhiri dengan lompatan setinggi- tingginya.

Langkah pertama harus lebar dan badan condong ke depan untuk memperoleh jarak maju sejauh mungkin dan memelihara keseimbangan. Langkah kedua pendek dengan maksud mempersiapkan diri untuk membuat awalan agar dapat menolakkan kaki sekuat-kuatnya supaya memperoleh lompatan setinggi- tingginya.

Lompatan terakhir harus harus setinggi-tingginya dengan maksud. Mendekatkan diri dengan keranjang basket, dan menghilangkan kecepatan kedepan

(23)

commit to user

Setelah langkah kaki terakhir, kaki ditolakkan sekuat-kuatnya agar dapat mencapai titik tinggi sedekat mungkin dengan keranjang basket. Pada saat berhenti titik tertinggi, luruskan tangan memegang bola ke atas, dan pada saat berhenti lepaskan tangan kiriyang membantu memegang bola, serta lecutan pergelangan tangan yang memegang bola (tangan kanan) hingga jalannya bola tidak kencang.

Gambar 2. Teknik tembakan lay up (Nuril Ahmadi, 2007 : 20)

2. Pembelajaran a. Pengertian Pembelajaran

Belajar dan pembelajaran adalah suatu kegiatan yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia. Secara umum pengertian belajar merupakan suatu kegiatan yang mengakibatkan terjadinya perubahan tingkah laku, menurut

interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya, sehingga terjadi perubahan

bermula adanya saling berhubungan antara komponen yang satu dengan yang lainnya. Interaksi dalam pembelajaran adalah kegiatan timbal balik dan saling mempengaruhi antara guru dengan peserta didik.

Jean Piaget menyebut bahwa struktur kognitif sebagai schemata (schemas), yaitu kumpulan dari skema-skema. Seorang individu dapat mengikat, memahami, dan emberikan respon terhadap stimulus disebabkan karena bekerjanya skemata ini. Skemata ini berkembang secara kronologis, sebagai hasil

(24)

commit to user

11

interaksi antara individu dengan lingkungannya. Dengan demikian seorang individu yang lebih dewasa memiliki struktur kognitif yang lebih lengkap daripada ketika ia masih kecil. Berdasarkan penelitiannya, Piaget mengemukakan ada empat tahap perkembangan kognitif dari setiap individu yang berkembang secara kronologis, yaitu:

1. Tahap Sensor-motor

Tahap ini dicapai anak umur 2 tahun. Karakteristiknya merupakan gerakan-gerakan sebagai akibat reaksi langsung. Anak belum mempunyai kesadaran adanya konsep objek yang tetap. Bila objek tersebut disembunyikan, maka anak itu tidak akan mencarinya. Karena anak secara kontinu bertambah pengalaman terhadap lingkungannya, pada akhir periode sensori-motor, anak menyadari bahwa objek yang disembunyikan masih ada dan ia berusaha mencarinya.

2. Tahap Pra-Operasional

Tahap ini dicapai anak umur 2-7 tahun. Operasi adalah suatu proses berfikir logis, dan merupakan aktivitas mental bukan aktivitas sensorimotor. Pada tahap pra-operasional siswa dalam berfikirnya tidak didasarkan kepada keputusan yang logis, melainkan didasarkan kepada keputusan yang dapat dilihat seketika.

Tahap ini adalah tahap persiapan untuk pengorganisasian operasi konkret.

3. Tahap Operasi Konkret

Tahap ini kira-kira dicapai pada usia 7-11 tahun atau 12 tahun. Tahap ini ditandai dengan permulaan berfikir matematik logis. Siswa dalam periode ini, di dalam berfikirnya dikatakan menjadi operasional. Tahap ini disebut operasi konkret sebab berfikir logisnya didasarkan atas manipulasi fisik dari objek-objek.

Dengan perkataan lain, pengerjaanpengerjaan logis dapat dilakukan dengan berorientasi ke objek-objek atau peristiwa-peristiwa yang langsung dialami.

Secara singkat dapatlah dikatakan bahwa operasi pada periode ini terikat kepada pengalaman pribadi. Siswa masih belum mampu menguasai materi abstrak.

4. Tahap Operasi Formal

Periode terakhir adalah tahap berfikir formal atau disebut juga periode operasi hipotetik deduktif. Dengan perkataan lain, tahap ini adalah tahap tertinggi

(25)

commit to user

dari perkembangan intelektual siswa. Biasanya tahap ini belum tercapai pada usia 11-12 tahun. Anak pada tahap ini sudah mampu melakukan penalaran dengan menggunakan hal-hal yang abstrak. Penggunaan benda-benda konkret tidak diperlukan lagi. Berdasarkan usia yang berhubungan erat dengan pengajaran matematika di sekolah, baik SMP maupun SMA, anak berada pada tahap operasi konkret dan tahap operasi formal. Namun pada kenyataannya, anak masih banyak yang mempunyai kesukaran untuk menangkap abstraksi verbal. Piaget mengatakan bahwa tahap operasi formal akan tercapai antara anak berusia 15-20 tahun. Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa penelitian pada kultur Barat dan kultur di luar Barat hasil tidak selalu sama seperti pada teori Piaget. Nampak objek penelitian Piaget yang menghasilkan toerinya adalah untuk anak-anak Barat yang tingkat sosialnya cukup tinggi, bahkan mungkin anak-anak pilihan. Seorang

sampai dengan 17 tahun, untuk mendapat daya serap dan daya tangkap yang meliputi ingatan, pemahaman, dan penerapan masih memerlukan mata dan

meraba. Dengan demikian dalam pendidikan matematika dituntut adanya benda- benda konkret yang merupakan model dari ide-ide matematika. Benda-benda konkret itu biasa disebut dengan media.

b. Ciri-ciri Belajar dan Pembelajaran

Belajar merupakan tindakan dan perilaku siswa yang kompleks.

Sebagai tindakan, maka belajar hanya dialami siswa sendiri. Siswa adalah penentu terjadinya atau tidak terjadinya proses belajar. Proses belajar terjadi berkat siswa memperoleh sesuatu yang ada dilingkungan sekitar. Lingkungan yang dipelajari oleh siswa berupa keadaan alam, benda-benda, hewan, tumbuh-tumbuhan, manusia, atau hal-hal lain yang dijadikan bahan belajar. Dimyati dan Mudjiono (1999:8) menjelaskan beberapa ciri-ciri umum pendidikan, belajar, dan perkembangan pada tabel.1

(26)

commit to user

13

Tabel 1. Ciri-ciri umum pendidikan, belajar, dan perkembangan. (Dimyati dan Mudjiono,1999:8)

Unsur-unsur Pendidikan Belajar Perkembangan

Pelaku

Guru sebagai pelaku mendidik dan siswa yang terdidik

Siswa yang bertindak belajar atau pebelajar

Siswa yang mengalami perubahan

Tujuan

Membantu siswa menjadi pribadi mandiri yang utuh

Memperoleh hasil belajar dan pengalaman hidup

Memperoleh perubahan mental

Proses Proses interaksi sebagai faktor eksternal belajar

Internal pada diri pebelajar

Internal pada diri pebelajar

Tempat

Lembaga pendidikan sekolah dan luar sekolah

Sembarang tempat

Sembarang tempat

Lama Waktu Sepanjang hayat dan

sesuai jenjang lembaga Sepanjang hayat Sepanjang hayat

Syarat Terjadi

Guru memiliki kewibawaan pendidikan

Motivasi belajar Kemauan mengubah diri

Ukuran Keberhasilan

Terbentuk pribadi terpelajar

Dapat memecahkan masalah

Terjadinya perubahan positif

Faedah

Bagi masyarakat mencerdaskan kehidupan bangsa

Bagi pebelajar mempertinggi martabat pribadi

Bagi pebelajar memperbaiki kemajuan mental

Hasil

Pribadi sebagai pembangun yang produktif dan kreatif

Hasil belajar sebagai dampak pengajaran dan pengiring

Kemajuan ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik

(27)

commit to user

c. Dinamika Siswa dalam Belajar

Siswa belajar berarti menggunakan kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik terhadap lingkungannya. Ada beberapa ahli yang mempelajari ranah-ranah tersebut dengan hasil penggolongan kemampuan-kemampuan pada ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik secara hierarkis. Bloom, Krathwohl, Simpson menyusun penggolongan perilaku (kategori perilaku) berkenaan dengan kemampuan internal dalam hubunganya dengan tujuan pengajaran. Hasil penelitian mereka dikenal dengan Taksonomi Instruksional Bloom. Dimyati dan Mudjiono (1999: 26) yang dijabarkan sebagai berikut:

1) Ranah Kognitif: terdiri dari enam jenis perilaku sebagai berikut:

a) Pengetahuan, mencapai kemampuan ingatan tentang hal yang telah dipelajari dan tersimpan dalam ingatan. Pengetahuan itu berkenaan dengan fakta, peristiwa, pengertian, kaidah, teori, prinsip, atau metode.

b) Pemahaman, mencakup kemampuan menagkap arti dan makna tentang hal yang dipelajari.

c) Penerapan, mencakup kemampuan menerapkan metode dan kaidah untuk menghadapi masalah yang nyata dan baru.

d) Analisis, mencakup kemampuan merinci suatu kesatuan kedalam bagian sehingga struktur keseluruhan dapat dipahami dengan baik.

e) Sintetis, mencakup kemampuan membentuk suatu pola baru.

f) Evaluasi, mencakup kemampuan membentuk pendapat tentang beberapa hal berdasarkan kriteria tertentu.

2) Ranah Afektif: terdiri dari lima jenis perilaku sebagai berikut:

a) Penerimaan, yang mencakup kepekaan tentang hal tertentu dan kesediaan memperhatikan hal tersebut.

b) Partisipasi, yang mencakup kerelaan, kesediaan memperhatikan dan berpartisipasi dalam kegiatan.

c) Penilaian dan penentuan sikap, yang mencakup menerima suati nilai, menghargai, mengakui, dan menentukan sikap.

d) Organisasi, yang mencakup kemampuan membentuk suatu sistem nilai sebagai pedoman dan peganggan hidup.

e) Pembentukan pola hidup, yang mencakup kemampuan menghayati nilai dan membentuknya menjadi pola nilai kehidupan pribadi.

3) Ranah psikomotorik: terdiri dari tujuh jenis perilaku sebagai berikut:

a) Presepsi, yang mencakup kemampuan memilah-milahkan hal-hal secara khas, dan menyadari adanya perbedaan yang khas tersebut.

b) Kesiapan, yang mencakup kemampuan penempatan diri dalam keadaan dimana akan terjadi suatu gerakan atau rangkaian gerakan c) Gerakan terbimbing, mencakup kemampua melakukan gerakan sesuai contoh.

d) Gerakan yang terbiasa, mencakup kemampuan melakukan gerakan- gerakan tanpa contoh.

(28)

commit to user

15

e) Gerakan kompleks, yang mencakup kemampuan melakukan gerakan atau ketrampilan yang terdiri dari banyak tahap, secara lancer, efisien dan tepat.

f) Penyesuaian pola gerakan, yang mencakup kemampuan menandakan perubahan penyesuaian pola gerak-gerik dengan persyaratan khusus yang berlaku.

g) Kreatifitas, mencakup kemampuan melahirkan pola gerak-gerak yang baru atas dasar prakarsa sendiri.

d. Dinamika Interpretasi Pembelajaran

Peran guru dalam kegiatan pembelajaran disekolah relatif tinggi.

Peran guru tersebut terkait dengan peran siswa dalam belajar (Dimyati dan Mudjiono, 1999: 33).

1) Bahan Belajar, dapat berwujud benda dan isi pendidikan. Isi pendidikan tersebut dapat berupa pengetahuan, perilaku, nilai, sikap, dan metode pemerolehan.

2) Suasana Belajar, kondisi gedung sekolah, tata ruang kelas, alat-alat belajar mempengaruhi kegiatan belajar disamping kondisi fisik tersebut, suasana pergaulan disekolah juga berpengaruh pada kegiatan belajar.

3) Media dan Sumber Belajar dapat ditemukan dengan mudah. Sawah percobaan, kebun bibit, tempat wisata, museum, gedung olahraga dll.

Disamping itu buku bacaan, laboratorium sekolah juga tersedia semakin baik.

4) Guru Sebagai Subyek Pebelajar, guru sebagai guru pebelajar siswa.

Sebagai subyek pebelajar guru berhubungan langsung degan siswa.

e. Prinsip-Prinsip Belajar

Menurut Ngalim Purwanto (1990:85) menyatakan beberapa elemen yang penting yang mencirikan tentang pengertian tentang belajar, yaitu: a. Belajar merupakan perubahan dalam tingkah laku. b. Belajar merupakan suatu perubahan yang terjadi melalui latihan atau pengalaman. c. Perubahan dalam belajar itu harus relative mantap. d. Tingkah laku yang mengalami perubahan karena belajar menyangkut berbagaiaspek kepribadian.

1) Perhatian dan motivasi

Perhatian mempunyai peran penting dalam proses belajar, Gagne dan Berliner yang dikutip oleh Dimyati dan Mudjiono (1999: 42) mengatakan tanpa adanya perhatian tak mungkin terjadi belajar. Di samping perhatian, motivasi mempunyai peran penting dalam kegiatan belajar. Motivasi adalah tenaga yang motivasion is the concept we

(29)

commit to user

use when describe the force action on or within an organism to initiate and direct demikian menurut H. L. Petri (Petri, Herbert L, 1986:3). Motivasi dapat merupakan tujuan dan alat dalam pembelajaran. Sebagai tujuan, motivasi merupakan salahsatu tujuan dalam mengajar.

2) Keaktifan

Proses kegiatan belajar megajar akan berjaalan dengan baik jika siswa sebagai obyek belajar mempunyai keaktifan yang tinggi. Sehingga kegiatan belajar mengajar akan berjalan lancer dan tujuan dari kegiatan pembelajaran pun dapat tercapai. Menurut teori kognitif, belajar menunjukkan adanya jiwa yang sangat aktif, jiwa menoleh informasi yang kita terima, tidak sekedar menyimpannya saja tanpa mengadakan transformasi (Dimyati dan Mudjiono, 1999: 42)

3) Keterlibatan langsung

Pentingnya keterlibatan langsung dalam belajar dikemukakan oleh

keterlibatan langsung. Belajar harus dilakukan siswa secara aktif, baik individual maupun kelompok dengan cara memecahkan masalah. Dan guru bertindak sebagai pembimbing dan fasilitator (Dimyati dan Mudjiono, 1999: 46)

Keterlibatan siswa didalam belajar jangan diartikan keterlibatan fisik semata, namun lebih dari itu terutama adalah keterlibatan mental emosional, keterlibatan dengan kegiatan kognitif dalam pencapaian dan perolehan pengetahuan, dalam penghayatan dan internalisasi nilai-nilai dalam pembentukan sikap dan nilai, dan juga pada saat mengadakan latihan-latihan dalam pembentukan ketrampilan.

4) Pengulangan

Teori Psikologi Daya yang mengemukakan bahwa melatih daya-daya yang ada pada manusia yang terdiri atas daya mengamat, menaggap, mengingat, mengkhayal, berpikir, dengan mengadakan pengulanggan maka daya-daya tersebut akan berkembang.

Teori lain yang menekan prinsip pengulangan tersebut adalah teori Psikologi Assosiasi atau Koneksionisme dengan tokohnya Thorndike yang

Law of Exercise

(30)

commit to user

17

belajar ialah pembentukan hubungan antara stimulus dan respons, dan pengulangan terhadap pengalaman-pengalaman itu memperbesar peluang timbulnya respons benar (Dimyati dan Mudjiono, 1999: 46).

3. Alat Bantu Pembelajaran a. Pengertian Alat Bantu Pembelajaran

Alat bantu adalah alat-alat yang digunakan oleh pendidik dalam menyampaikan bahan pendidikan/pengajaran. Alat bantu ini lebih sering disebut alat peraga karena berfungsi untuk membantu dan meragakan sesuatu dalam proses pendidikan pengajaran.

Alat bantu ini disusun berdasarkan prinsip bahwa pengetahuan yang ada pada setiap manusia itu diterima atau ditangkap melalui panca indera. Semakin banyak indera yang digunakan untuk menerima sesuatu maka semakin banyak dan semakin jelas pula pengertian/pengetahuan yang diperoleh. Dengan perkataan lain, alat peraga ini dimaksudkan untuk mengerahkan indera sebanyak mungkin kepada suatu objek sehingga mempermudah persepsi.

Seseorang atau masyarakat di dalam proses pendidikan dapat memperoleh pengalaman/pengetahuan melalui berbagai macam alat bantu pendidikan. Tetapi masing-masing alat mempunyai intensitas yang berbeda-beda dalam membantu persepsi seseorang.

b. Manfaat Alat Bantu Pembelajaran

Menurut Soekidjo yang dikutip oleh Agus Kristiyanto (2010: 129), secara terperinci, manfaat alat peraga antara lain sebagai berikut:

1) Menimbulkan minat sasaran pendidikan.

2) Mencapai sasaran yang lebih banyak.

3) Membantu mengatasi hambatan bahasa.

4) Merangsang sasaran pendidikan untuk melaksanakan pesan-pesan kesehatan.

5) Membantu sasaran pendidikan untuk belajar lebih banyak dan cepat.

6) Merangsang sasaran pendidikan untuk meneruskan pesan-pesan yang diterima kepada orang lain.

(31)

commit to user

7) Mempermudah penyampaian bahan pendidikan/informasi oleh para pendidik pelaku pendidikan.

8) Mempermudah penerimaan informasi oleh sasaran pendidikan. Seperti diuraikan di atas bahwa pengetahuan yang ada pada seseorang diterima melalui indera.

Menurut penelitian para ahli indera, yang paling banyak menyalurkan pengetahuan ke dalam otak adalah mata. Kurang lebih 75% sampai 87% dari pengetahuan manusia diperoleh/disalurkan melalui mata. Sedangkan 13% sampai 25% lainnya tersalur melalui indera yang lain. Dari sini dapat disimpulkan bahwa alat-alat visual lebih mempermudah cara penyampaian dan penerimaan informasi atau bahan pendidikan.

(a) Mendorong keinginan orang untuk mengetahui kemudian lebih mendalami dan akhirnya memberikan pengertian yang lebih baik. Orang yang melihat sesuatu yang memang diperlukan akan menimbulkan perhatiaannya. Dan apa yang dilihat dengan penuh perhatian akan memberikan pengertian baru baginya yang merupakan pendorong untuk melakukan/memakai sesuatu yang baru tersebut.

(b) Membantu menegakkan pengertian yang diperoleh. Di dalam menerima sesuatu yang baru, manusia mempunyai kecenderungan untuk melupakan atau lupa. Untuk mengatasi hal tersebut, AVA akan membantu menegakkan pengetahuan-pengetahuan yang telah diterima oleh manusia sehingga apa yang diterima akan lebih lama tinggal/disimpan didalam ingatan.

c. Syarat Alat Bantu Pembelajaran yang Baik

Suatu alat pembelajaran dapat dikatakan baik, apabila mempunyai tujuan pendidikan untuk: Mengubah pengetahuan/pengertian, pendapat dan konsep- konsep, Mengubah sikap dan persepsi, Menanamkan tingkah laku/kebiasaan yang baru. Selain itu, alat bantu harus efisien dalam penggunaanya, dalam waktu yang singkat dapat mencakup isi yang luas dan tempat yang diperlukan tidak terlalu luas. Penempatan alat bantu perlu diperhatikan ketepatannya agar dapat diamati dengan baik oleh seluruh siswa.

(32)

commit to user

19

Efektif artinya memberikan hasil guna yang tinggi ditinjau dari segi pesannya dan kepentingan siswa yang sedang belajar. Sedangkan yang dimaksud dengan komunikatif ialah bahwa media tersebut mudah untuk dimengerti maksudnya.

4. Pembelajaran Lay Up Menggunakan Alat Bantu

Untuk pembelajaran lay up pada siswa SMA atau SMK akan lebih efektif jika menggunakan sebuah media, salah satunya yaitu dengan menggunakan alat bantu. Alat bantu yang digunakan hendaknya sesuai dengan kebutuhan. Untuk meningkatkan ketrampilan lay up Menurut Nuril Ahmadi, (2007 : 20) menyatakan tihan lay up, biasakan berlari dengan langkah lebar dengan badan condong kedepan. Kemudian berilah tanda atau rintangan agar dapat melangkahkan kaki sesuai dengan langkah lay up, langkah pertama lebar kemudian langkah kedua pendek dan diakhiri dengan lompatan setinggi-

-benar efektif.

Alat bantu yang digunakan antara lain :

a. Pembelajaran Lay Up Menggunakan Alat Bantu Lingkaran Warna Pembelajaran lay up menggunakan alat bantu lingkaran warna dimaksudkan untuk membantu proses menentukan ketepatan langkah pada saat proses melakukan teknik lay up. Adapun pelaksanaannya yaitu menyediakan lingkaran dengan diameter minimal 80 cm, diberi warna berbeda antara lingkaran pertama dan kedua.

Langkah-langkah pembelajaran lay up dengan alat bantu lingkaran warna :

1) Siswa melangkah melewati kedua lingkaran tersebut menyerupai teknik langkah pada lay up dengan ketentuan lingkaran kuning untuk kaki kanan dan lingkaran hijau untuk kaki kiri.

(33)

commit to user

Gambar 3 . Melangkah melewati lingkaran warna menyerupai langkah lay up

2) Dengan menggunakan bola, Terlebih dahulu siswa melakukan awalan dengan mendrible bola kira-kira lima meter kemudian melangkah melewati lingkaran warna dengan ketentuan seperti diatas sehingga menyerupai gerakan lay up.

Gambar 4 . Melangkah melewati lingkaran warna menggunakan bola disertai dengan awalan mendrible yang menyerupai gerakan lay up

b. Pembelajaran Lay Up Menggunakan Alat Bantu Bilah

Pembelajaran lay up menggunakan alat bantu bilah dimaksudkan untuk belajar membiasakan melakukan langkah lebar yang bertujuan membantu

(34)

commit to user

21

proses melakukan teknik lay up. Adapun pelaksanaannya yaitu menyediakan bilah yang diberi jarak antar bilah sesuai dengan jangkauan setiap siswa. Siswa melangkah lebar untuk melewati rintangan bilah-bilah tersebut.

Gambar 5. Melangkah lebar melewati bilah

5. Penelitian Tindakan Kelas

Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dalam Bahasa Inggris disebut sebagai Classrom Action Research (CAR). Iskandar (2009: 20) mengemukakan bahwa PTK bentukan dari tiga kata yakni :

1) Penelitian, merupakan kegiatan mencermati suatu objek, menggunakan aturan metodologi untuk memperoleh data atau informasi yang bermanfaat untuk meningkatkan mutu suatu hal yang menarik minat dan penting bagi peneliti.

2) Tindakan, merupakan suatu gerak kegiatan yang sengaja dilakukan dengan tujuan tertentu yang dalam penelitian berbentuk rangkaian siklus kegiatan.

3) Kelas, merupakan sekelompok peserta didik yang sama dan menerima pelajaran yang sama dari seorang guru.

Menurut Iskandar (2009: 21) pengertian PTK dapat disimpulkan yaitu tu kegiatan penelitian ilmiah yang dilakukan secara rasional, sistematis, dan empiris reflektif terhadap berbagai tindakan yang dilakukan oleh guru atau dosen (tenaga pendidik), kolaborasi (tim peneliti) yang sekaligus sebagai peneliti, sejak disusunnya suatu perencanaan sampai penilaian terhadap tindakan nyata didalam

(35)

commit to user

kelas yang berupa kegiatan belajar mengajar, untuk memperbaiki dan

Sudah lebih dari sepuluh tahun Penelitian Tindakan Kelas (yang biasa disingkat dengan PTK) dikenal dan ramai dibicarakan dalam dunia pendidikan.

Penelitian Tindakan Kelas (PTK) pertama kali diperkenalkan oleh ahli psikologi sosial Amerika yang bernama Kurt Lewin pada tahun 1946. Inti gagasan Lewin inilah yang selanjutnya dikembangkan oleh ahli-ahli lain seperti Stephen Kemmis, Robin Mc Tanggart, John Elliot, Dave Ebbutt, dan sebagainya (Zainal Aqib, 2009:13). Menurut John Elliot yang dikutip oleh Zainal Aqib pada buku ang situasi sosial dengan maksud untuk meningkatkan kualitas tindakan didalamnya.

Dalam bahasa inggris PTK diartikan Classroom Action Research (CAR). Namanya sendiri sebetulnya sudah menunjukan isi yang terkandung didalamnya. Menurut Zainal Aqib (2009:12) ada tiga kata yang membentuk pengertian PTK, maka ada tiga pengertian pula yang dapat diterangkan.

a. Penelitian adalah kegiatan mencermati suatu objek, menggunakan aturan metodologi tertentu untuk memperoleh data atau informasi yang bermanfaat untuk meningkatkan mutu dari suatu hal yang menarik minat dan penting bagi peneliti.

b.Tindakan adalah suatu gerak kegiatan yang sengaja dilakukan dengan tujuan tertentu, yang dalam penelitian ini berbentuk rangkaian siklus kegiatan.

c. Kelas adalah sekelompok siswa yang dalam waktu yang sama menerima pelajaran yang sama dari seorang guru.

Dengan menggabungkan batasan pengertian tiga kata tersebut segera dapat disimpulkan bahwa penelitian tindakan kelas merupakan suatu pencermatan terhadap kegiatan yang disengaja dimunculkan, dan terjadi dalam sebuah kelas.

Menurut Zainal Aqib (2009:16), karakteristik PTK adalah sebagai berikut:

1) Didasarkan pada masalah yang dihadapi guru dalam instruksional.

2) Adanya kolaborasi dalam pelaksanaannya.

3) Peneliti sekaligus sebagai praktisi yang melakukan refleksi.

4) Bertujuan memperbaiki dan atau meningkatkan kualitas praktik instruksional.

5) Dilaksanakan dalam rangkaian langkah dengan beberapa siklus.

(36)

commit to user

23

6) Pihak yang melakukan tindakan adalah guru sendiri, sedangkan yang melakukan pengamatan terhadap berlangsungnya proses tindakan adalah peneliti, bukan guru yang sedang melakukan tindakan.

Menurut Iskandar (2009: 24) mengungkapkan bahwa PTK ditinjau dari

(1) didasarkan pada masalah yang dihadapi guru dalam intruksional; (2) adanya kolaborasi dalam pelaksanaannya; (3) penelitian sekaligus sebagai praktisi yang melakukan refleksi; (4) bertujuan memperbaiki dan atau meningkatkan kualitas praktek instruksional; (5) dilaksanakan dalam

Sedangkan menurut Agus kristiyanto (2010: 18) berpendapat bahwa

(1) PTK merupakan penelitian praktis (practical inquiri) yang bertujuan -di sini-

Perbaikan dilakukan dalam setting alami dan riil terjadi dilapangan; (2) PTK merupakan penelitian yang dilaksanakan secara kolaboratif. Pihak yang berkolaborasi adalah pihak-pihak yang secara riil menjadi komponen inti dalam praktek pembelajaran sesuai masalah yang diteliti; (3) PTK merupakan penelitian yang berbentuk self-moni-toring dengan penajaman kemampuan merefleksi berdasarkan apa yang telah direncanakan,

Sedangkan menurut E. Mulyasa (2009:38), menjelaskan beberapa karakteristik PTK yang membadakan dari penelitian formal yaitu:

1) Berawal dari kerisauan kinerja guru, situasional, praktis, dan secara langsung berkaitan dengan pembelajaran.

2) Bertujuan memperbaiki, meningkatkan, dan memberikan kerangka kerja yang teratur terhadap pemecahan masalah pembelajaran.

3) Fleksibel dan adaptif memungkinkan adanya perubahan selama masa percobaan dan mengabaikan pengontrolan karena lebih menekankan sifat tanggap, pengujian dan pembaruan dalam pembelajaran

4) Kolaboratif dan peartisipatif sehingga guru sebagai peneliti ambil bagian secara langsung dalam melaksanakan penelitian.

5) Self-evaluatif, yaitu modifikasi secara kontinu dievaluasi dalam situasi yang ada dengan tujuan akhirnya untuk memperbaiki dan meningkatkan praktik pembelajaran.

6) Fokus penelitiannya pada pembelajaran sehingga proses dan pengambilan keputusan biasanya dilakukan oleh guru atau bersama peserta didik secara desentrasilsasi dan deregulasi

7) Kooperatif dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi atau tindakan antara guru sebagai peneliti dan peserta didik.

(37)

commit to user

8) Penelitian tindakan kelas mengembangkan pemberdayaan, demokrasi, keadilan, kebebasan, dan kesempatan pertisipatif.

9) Mengembangkan suatu model pembelajaran, baik sebagian maupun menyeluruh.

Menurut Zainal Aqib (2009:19), jenis-jenis ptk adalah sebagai berikut:

1) PTK diagnostik, ialah penelitian yang dirancang dengan menuntun penelitian kearah suatu tindakan. Dalam hal ini peneliti mendiagnosis dan memasuki situasi yang terdapat dalam latar penelitian.

2) PTK partisipasi, ialah apabila orang yang akan melakukan penelitian harus terlibat langsung didalam proses penelitian sejak awal sampai dengan hasil penelitian yang berupa laporan.

3) PTK empiris, ialah apabila peneliti berupaya melaksanakan tindakan atau aksi dan melakukan apa yang dilaksanakan dan apa yang terjadi selama aksi berlangsung.

4) PTK eksperimental, ialah apabila PTK diselenggarakan dengan berupaya menerapkan berbagai teknik atau strategi secara efektif dan efisien didalam suatu kegiatan belajar mengajar.

Zainal Aqib (2009:27) menjelaskan sasaran PTK, yaitu:

1) Unsur siswa: dapat dicermati objek ketika siswa sedang asyik mengikuti proses pembelajaran dikelas, laboratoriium, lapangan, bengkel, atau ketika siswa sedang mengikuti kerja bakti dilkuar sekolah.

2) Unsur guru: dapat dicermati ketika guru sedang mengajar dikelas, sedang membimbing siswa-siswa yang sedang berdarmawisata, atau ketika guru sedang mengadakan kunjungan ke rumah siswa.

3) Unsur materi pelajaran: dapat dicermati ketika guru sedang mengajar atau sebagai bahan yang ditugaskan kepada siswa.

4) Unsur Peralatan atau sarana pendidikan: dapat dicermati ketika guru sedang mengajar. Dengan tujuan meningkatkan mutu hasil belajar, yang dapat diamati guru, siswa, atau keduanya.

5) Unsur hasil pembelajaran: yang ditinjau dari tiga ranah yang dijadikan titik tujuan yang harus dicapai melalui pembelajaran, baik susunan maupun tingkat pencapaian.

6) Unsur lingkungan: baik lingkungan siswa dikelas, sekolah maupun yang melingkupi siswa dirumahnya.

7) Unsur Pengelolaan: yang jelas-jelas merupakan gerak kegiatan sehingga mudah diatur, direkayasa dalam bentuk kegiatan.

Menurut E. Mulyasa (2009:11) PTK atau penelitian tindakan kelas merupakan suatu upaya untuk mencermati kegiatan belajar sekelompok peserta didik dengan memberikan sebuah tindakan yang sengaja dimunculkan.

(38)

commit to user

25

Ada beberapa model yang dapat diterapkan dalam PTK, Zainal Aqib (2009:21) menyebutkan beberapa modal PTK yaitu:

1. Model Kurt Lewin

Zainal Aqib (2009:21) bahwa PTK pertama kali diperkenalkan oleh Kurt Lewin yang menyatakan bahwa dalam satu siklus terdiri atas empat langkah, yaitu:

b. Perencanaan (Planning) c. Aksi atau tindakan (Acting) d. Observasi (Observing)

e. Refleksi (Reflecting) (Lewin,1990).

Sementara itu empat langkah dalam satu siklus yang dikemukakan oleh Kurt Lewin tersebut oleh Ernest T Stringer dikolaborasi lagi menjadi:

a) Perencanaan (Planning) b) Pelaksanaan (Implementing)

c) Penilaian(Evaluating) (Ernest,1996)

Berdasarkan langkah-langkah seperti yang digambarkan PTK diatas, selanjutnya dapat dikembangkan lagi menjadi beberapa siklus yang akhirnya kumpulan dari beberapa siklus.

1. Model John Elliot

Apabila dibandingkan dengan dua model yang sudah diutarakan diatas yaitu model Kurt Lewin dan Kemmis Mc Taggart, PTK model John Elliot ini tampak lebih detail dan memungkinkan terdiri dari beberapa aksi yaitu antara tiga sampai lima aksi (tindakan). Sementara itu, setiap aksi kemungkinan terdiri dari beberapa langkah (step), yang terealisasi dalam bentuk kegiatan belajar mengajar.

Maksud penyusunan secara terinci PTK model John Elliot ini, supaya dapat kelancaran yang lebih tinggi antara taraf-taraf didalam pelaksanaan aksi atau proses belajar mengajar. Selanjutnya, dijelaskan pula bahwa terincinya setiap aksi atau tindakan menjadi beberapa sub pokok bahasan atau mata pelajaran, adalah bahwa dalam kenyataan dilapangan setiap pokok bahasan bisanya tidak akan dapat diselesaikan dalam satu langkah, tetapi dalam beberapa langkah, itulah

(39)

commit to user

yang menyebabkan John Elliot menyusun model PTK yang berbeda secara skematis dengan model sebelumnya.

2. Model Dave Ebbutt

Sesudah Dave Ebbutt mempelajari model-model PTK yang dikemukakan para ahli PTK sebelumnya, dia berpendapat bahwa model-model PTK yang ada seperti yang diperkenalkan oleh John Elliot, Kemmis dan Mc Taggart, dipandang sudah cukup bagus. Akan tetapi didalam model-model tersebut masih ada beberapa hal yang belum tepat sehingga masih perlu dibenahi.

Pada dasarnya Ebbutt setuju dengan gagasan yang diutarakan oleh Kemmis dan Elliot tetapi tidak setuju mengenai beberapa interpretasi Elliot mengenai karya Kemmis. Selanjutnya dinyatakan pula olehnya tentang pandangan Ebbutt yang menyatakan bahwa bentuk spiral yang dilakukan oleh Kemmis dan Mc Tanggart bukan merupakan cara yang terbaik untuk menggambarkan proses aksi refleksi (action-reflection).

Karena Dave Ebbutt merasa tidak puas dengan adanya model-model PTK yang hadir sebelumnya, kemudian dia memperkenalkan model PTK yang disusunya sendiri. Adapun model PTK yang dimaksud menggambarkan adanya empat tahap yakni sebagai berikut:

a. Tahap 1 : menyusun rancangan tindakan (perencanaan), yang menjelaskan tentang apa, dimana, oleh siapa dan bagaimana tindakan tersebut dilaksanakan b. Tahap 2 : pelaksanaan tindakan, yaitu implementasi atau penerapan isi

rancangan didalam kancah, yaitu menggenakan tindakan kelas.

c. Tahap 3 : pengamatan, yaitu pelaksanaan pengamatan oleh pengamat

d. Tahap 4 : refleksi, atau pantulan, yaitu kegiatan untuk mengemukakan kembali apa yang sudah terjadi.

Secara keseluruhan, keempat tahapan dalam PTK ini membentuk suatu siklus. Siklus ini kemudian diikuti oleh siklus-siklus lain secara berkesinambungan seperti sebuah spiral. Namun sebelum keempat tahapan itu berlangsung, biasanya diawali oleh suatu tahap pra PTK, yang meliputi:

identifikasi masalah, analisa masalah, rumusan masalah, dan rumusan hipotesis tindakan.

(40)

commit to user

27

3. Model Kemmis dan Mc. Taggart

Inti konsep yang diperkenankan Kurt Lewin seperti yang sudah dikemukakan diatas itulah yang selanjutnya dikembangkan oleh para ahli PTK yang hadir kemudian, misalnya Stephen Kemmis, Robin Mc Taggart, John Elliot, Dave Ebbutt dan sebagainya.

Model yang dikembangkan oleh Stephen Kemmis dan Robin Mc Taggart tampaknya masih begitu dekat dengan model yang diperkenalkan oleh Kurt Lewin sehingga belum tampak adanya perubahan. Keempat komponen tersebut meliputi:

a. Perencanaan (Planning) b. Aksi/Tindakan (Acting) c. Observasi (Observing) d. Refleksi (Reflecting)

Hanya saja, sesudah suatu siklus selesai diimplementasikan, khususnya sesudah adanya refleksi, kemudian diikuti dengan adanya perencanaan ulang yang dilaksanakan dalam bentuk siklus tersendiri. Demikian seterusnya, atau dengan beberapa kali siklus.

Untuk lebih jelasnya berikut ini dikemukakan PTK model Kemmis dan Taggart yang dikemukakan secara sistematis:

Observasi dan Wawancara

Perencanaan

Tindakan I

Pemahaman

konsep Refleksi

Evaluasi

Gambar 6. Konsep PTK menurut Kemmis dan Taggart

(41)

commit to user

a. Perencanaan (Planning)

Kegiatan perencanaan mencakup (1) identifikasi masalah, (2) analisis penyebab adanya masalah, dan (3) pengembangan bentuk tindakan (aksi) sebagai pemecahan masalah. Untuk keperluan identifikasi masalah dalam penelitian tindakan kelas ada beberapa hal yang harus diperhatikan yaitu:

1) Masalah harus benar-benar terjadi dan dirasakan oleh guru pada saat melaksanakan tugas (on the job problem oriented)

2) Problematik, artinya masalah perlu dipecahkan berkaitan dengan tanggung jawab, kewenangan dan tugas seorang guru.

3) Memiliki manfaat yang jelas, artinya pemecahan masalah yang dilakukan akan memberikan manfaat yang jelas bagi siswa dan guru karena ada kemungkinan kalau masalah tidak segera diatasi akan mengganggu penguasaan kompetensi berikutnya dalam proses pembelajaran yang mempunyai sifat kesinambungan.

4) Dapat dipecahkan oleh guru selaku pelaksana penelitian tindakan kelas.

b. Tindakan (Acting)

Dalam menentukan tindakan (aksi) yang dipilih perlu mempertimbangkan pertanyan-pertanyaan sebagai berikut: (a) apakah tindakan yang dipilih telah mempunyai landasan berfikir yang mantap, baik secara kajian teoritis maupun konsep? (b) apakah alternatif tindakan yang dipilih dipercaya dapat menjawab permasalahan yang muncul? (c) bagaimanakah cara melaksanakan tindakan dalam bentuk strategi langkah-langkah setiap siklus dalam proses pembelajaran dikelas? (d) bagaimana cara menguji tindakan sehingga dapat dibuktikan telah terjadi perbaikan kondisi dan peningkatan proses dalam kegiatan pembelajaran dikelas yang diteliti?

Setelah ditetapkan bentuk tindakan yang dipilih sesuai dengan rencana pelaksanaan tindakan, maka langkah selanjutnya adalah mengimplemintasikan tindakan dalam proses pembelajaran sesuai dengan scenario pembelajaran yang sudah dibuat oleh guru.

c. Observasi (Observing)

Kegiatan observasi atau pengamatan dalam penelitian tindakan kelas dilakukan untuk mengetahui dan memperoleh gambaran lengkap secara objektif tentang perkembangan proses pembelajaran, dan pengaruh dari tindakan yang

(42)

commit to user

29

dipilih terhadap kondisi kelas dalam bentuk data. Data yang dihimpun melalui pengamatan ini meliputi data kuantitatif dan kualitatif sesuai dengan indikator yang telah ditetapkan. Pengambilan data harus bersifat multiple data collection, jangan hanya menggunakan satu instrumen saja. Kegiatan pengambilan data dapat dilakukan diantaranya dengan cara:

1) Observasi atau pengamatan (non-tes), bagaimana cara anak mempersiapkan alat dan bahan, bagaimana anak menggunakan alat, bagaimna sikap anak ketika mengerjakan tugas.

2) Wawancara (non-tes), terhadap tiga anak yang unik, tiga anak yang pintar, tiga anak yang tidak bisa (bodoh), tiga anak yang mempunyai antusias tinggi, tiga anak enggan mengikuti proses.

3) Angket (non-tes), sejumlah pertanyaan yang harus dijawab oleh siswa secara tertulis yang berguna untuk menggungkap tanggapan balik siswa dan dampak dari aktifitas tindakan selama proses pembelajaran berlangsung.

4) Jurnal (non-tes), catatan harian siswa tentang media cara guru mengajar, interaksi kawan dan lain-lain.

5) Dokumentasi (non-tes), gambar dan foto PBM.

6) Nilai ulangan (tes), penilaian hasil tugas yang dilakukan guru yang sejenis.

d. Refleksi (Reflecting)

Refleksi dilakukan untuk mengadakan upaya evaluasi yang dilakukan guru dan tim pengamat dalam penelitian tindakan kelas. Refleksi dilakukan dengan cara berdiskusi terhadap berbagai masalah yang muncul dikelas penelitian yang diperoleh dari analisis data sebagai bentuk dari pengaruh tindakan yang telah dirancang. Pada kegiatan refleksi ini juga ditelaah aspek-aspek mengapa, bagaimana, dan sejauh mana tindakan yang dilakukan mampu memperbaiki masalah secara bermakna.

B. Kerangka Berpikir

Pembelajaran merupakan upaya penataan lingkungan yang memberi nuansa agar program belajar tumbuh dan berkembang secara optimal. Dengan demikian proses belajar bersifat internal dan unik dalam diri individu siswa,

Gambar

Gambar 1. Dua langkah sebelum melakukan lay-up                                            (Nuril Ahmadi, 2007 : 20)
Tabel  1.  Ciri-ciri  umum  pendidikan,  belajar,  dan  perkembangan.  (Dimyati  dan  Mudjiono,1999:8)
Gambar 4 . Melangkah melewati lingkaran warna menggunakan bola  disertai dengan awalan mendrible yang menyerupai gerakan  lay up
Gambar 6. Konsep PTK menurut Kemmis dan Taggart
+7

Referensi

Dokumen terkait

Liliwati: Penggunaan Alat Bantu Nutrisi Pada Bayi Celah Langitan, 2001... Liliwati: Penggunaan Alat Bantu Nutrisi Pada Bayi Celah

PERBANDINGAN PENGGUNAAN MEDIA ALAT BANTU DAN TANPA PENGGUNAAN MEDIA ALAT BANTU TERHADAP HASIL BELAJAR SENAM. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

TOKO ARTIKEL CARA ORDER HUBUNGI KAMI ONGKOS KIRIM CEK NOMER RESI TESTIMONI ANEKA ALAT BANTU SEKS TIPS MENGGUNAKAN ALAT BANTU SEX ALAT BANTU SEX MULTI GENDER ALAT BANTU SEX MURAH

Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan hasil belajar tendangan pencak silat dengan penerapan alat bantu pembelajaran pada peserta didik kelas XI MIPA 5 SMA Negeri

mempermudahp pengohan informasi. Pemberian warna yang menarik untuk mengarahkan perhatian siswa.. Penggunaan Media Pembelajaran Visual Karikatur dalam Meningkatkan Motivasi

Penelitian ini bertujuan untuk membuat media pembelajaran berupa papan permainan “Jeopardy Fisika” yang dapat menumbuhkan minat belajar siswa dan sebagai alat bantu guru

Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan hasil belajar servis atas bolavoli dengan penggunaan alat bantu pembelajaran pada siswa kelas VIII E SMP Negeri

Dapat disimpulkan beberapa keuntungan yang di dapat dari pemakaian alat bantu bola soft dalam permainan bola voli, diantaranya menumbuhkan rasa berani kepada siswa sehingga tidak