• Tidak ada hasil yang ditemukan

UPAYA POLRI DALAM MENGUNGKAP TINDAK PIDANA PENADAH SEPEDA MOTOR (Studi Kasus Kepolisian Polres Tobasa) SKRIPSI OLEH : LINO F SIBARANI NIM :

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "UPAYA POLRI DALAM MENGUNGKAP TINDAK PIDANA PENADAH SEPEDA MOTOR (Studi Kasus Kepolisian Polres Tobasa) SKRIPSI OLEH : LINO F SIBARANI NIM :"

Copied!
80
0
0

Teks penuh

(1)

UPAYA POLRI DALAM MENGUNGKAP TINDAK PIDANA PENADAH SEPEDA MOTOR

(Studi Kasus Kepolisian Polres Tobasa)

SKRIPSI

Disusun dan Diajajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

OLEH :

NIM : 120200224 LINO F SIBARANI

DEPARTEMEN HUKUM PIDANA

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2017

(2)

UPAYA POLRI DALAM MENGUNGKAP TINDAK PIDANA PENADAH SEPEDA MOTOR

(Studi Kasus Kepolisian Polres Tobasa)

SKRIPSI

Disusun dan Diajajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

OLEH :

NIM : 120200224 LINO F SIBARANI

DEPARTEMEN HUKUM PIDANA Disetujui Oleh:

NIP 195703261986011001 Dr. M. Hamdan, S.H., M.Hum.

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

NIP. 196110241989032002NIP. 196005201998021001

Liza Erwina S.H.,M.HumAlwan, S.H.,M.Hum.

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2017

(3)

ABSTRAK Lino F Sibarani1 Liza Erwina, S.H.,M.Hum2

Alwan, S.H.,M.Hum3

Dalam penulisan skripsi ini, penulis membahas mengenai upaya Polri dalam menanggulangi tindak pidana penadahan sepeda motor.Penadahan merupakan salah satu penyakit masyarakat yang perlu dicegah dan ditanggulangi karena dampak dari pelaksanaannya adalah terganggunya ketertiban masyarakat.

Sebagai aparat negara yang menjalankan fungsi penegakan hukum, pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat serta perlindungan, pengayoman dan pelayanan masyarakat, Polisi bertugas untuk mencegah dan menanggulangi tindak pidana perjudian togel tersebut. Yang menjadi permasalahan dalam skripsi ini adalah bagaimana pengaturan tindak pidana penadahan dalam hukum positif di Indonesia, bagaimana kebijakan dan peran Polisi dalam menanggulangi tindak pidana penadahan, dan hambatan yang dihadapi Polisi dalam penanggulangan tindak pidana penadahan.

Metode dalam penelitian dalam skripsi ini adalah menggunakan pendekatan penelitian yuridis normatif dan penelitian yuridis sosiologis.

Penelitian yuridis normatif dengan cara meneliti Peraturan Perundang-undangan dan bahan-bahan perpustakaan hukum yang berhubungan dengan permasalahan.

Pendekatan penelitian yuridis sosiologis yaitu penelitian yang digunakan untuk mengetahui bagaimana upaya kepolisian di lapangan dalam menanggulangi tindak pidana penadahan sepeda motor wilayah Tobasa.Sumber data yaitu data primer, data sekunder, data tersier.Metode pengumpulan data primer melalui penelitian lapangan (field research) dan data sekunder melalui penelitian kepustakaan (library research).

Dalam hukum positif yang berlaku di Indonesia, baik yang diatur dalam KUHP maupun yang diatur diluar KUHP seperti dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik IndonesiaUndang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkatan Jalan. Upaya untuk mencegah dan menanggulangi tindak pidana penadahan itu dapat dilakukan melalui upaya penal (sarana hukum pidana) maupun upaya non-penal (sarana di luar hukum pidana).Adapun hambatan yang dihadapi Polres Tobasa dalam penanggulangan tindak pidana penadahn itu terdapat pada substansi hukum, stuktur hukum, dan pada budaya hukum.

Departemen Hukum Pidana

1Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

2Dosen Pembimbing I, Dosen Fakutas Hukum Sumatera Utara

3Dosen Pembimbing II, Dosen Fakultas Hukum Sumatera Utara

(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satusyarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum Universitas Sumatera UtaraMedan. Adapun judul dari skripsi ini adalah: “PERAN KEPOLISIAN DALAM MENGUNGKAP TINDAK PIDANA PENADAHAN SEPEDA MOTOR” ( Studi Kasus Di Polres Tobasamosir ).

Dalam menyusun skripsi ini penulis banyak mendapat bantuan dariberbagai pihak sehingga pada kesempatan ini penulis juga ingin mengucapkan rasa terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan.

2. BapakDr. O.K Saidin, S.H., M.Hum,selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan.

3. IbuPuspa Melati Hasibuan, S.H., M.Hum, selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan.

4. Bapak Dr. Jelly Leviza, S.H., M.Hum, selaku Pembantu Dekan IIIFakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan.

5. Bapak Dr. M. Hamdan, S.H., M.Hum, selaku Ketua Departemen Hukum Pidana dan juga selaku Dosen Wali penulis selama mengikuti masa perkuliahan.

6. Ibu Liza Erwina, S.H., M.Hum, selaku Sekretaris Departemen Hukum Pidana.

dan selaku Dosen Pembimbing I yang telah membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

7. Bapak Alwan, S.H.,M.Hum, selaku Dosen Pembimbing II yang juga telah banyak membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

8. Bapak dan Ibu Dosen serta para pegawai Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan yang turut mendukung segala urusan perkuliahan dan administrasi penulis selama mengikuti perkuliahan.

(5)

Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis juga mengucapkan terima kasihyang tak terhingga kepada:

1. Orang Tua penulis yang tersayang: Ayahanda H. Sibarani dan Ibunda R.

Hutagalung, yang telah memberikan segenap kasih sayang,

perhatian dan dukungan baik secara moril maupun materil kepada penulis.

2. Kepada saudara serta kerabat yang telah memberikan kasih sayang dan dukungan moril kepada penulis.

3. Bapak Manson Nainggolan, selaku Kepala Unit Sat Reskrim Polres Tobasa yang telah memberikan izin dan telah memberikan data wawancara kepada penulis selama penulis melakukan riset.

4. Bapak Bripda Polisi Sabar Gulo, selaku Penyidik Pembantu Unit Pidana Umum Sat Reskrim Polres Tobasa yang telah memberikan bantuan kepada penulis selama penulis melakukan riset.

5. Seluruh teman dan sahabat stambuk 2012 Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara atas dukungannya kepada penulis.

6. Seluruh Pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, yang telah membantu penulis dalam penulisan skripsi ini.

Demikianlah dalam penulisan skripsi ini, penulis menyadari terdapat kekurangan yang dikarenakan keterbatasan pengetahuan, kemampuan, wawasan, kelalaian pengeditan dan bahan-bahan yang penulis dapatkan.Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, penulis bersedia menerima kritik dan saran yang membangun dari semua pihak yang menaruh perhatian terhadap skripsi ini agar

(6)

dapat menjadi acuan bagi penulis dalam penyempurnaan penulis karya berikutnya.

Medan, Agustus 2017

NIM 120200224 LINO F SIBARANI

(7)

DAFTAR ISI

ABSTRAKSI ...

KATA PENGANTAR ...

DAFTAR ISI ...

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 4

C. Tujuan dan Manfaat Penulis... 5

D. Keaslian Penulis ... 7

E. Tinjauan Kepustakaan 1. Pengertian Kepolisian ... 7

2. Pengaturan kepolisian dalam Undang-undang no 2 Tahun 2002... 9

3. Pengertian Tindak Pidana ... 11

4. Pengertian Tindak Pidana dalam KUHP ... 17

5. Penertian Kendaraan Bermotor ... 21

6. Pengertian Kebijakan atau Politik Kriminal ... 22

F. Metode Penelitian ... 30

G. Sistematika Penulisan ... 32

BAB II KEBIJAKAN DAN PERAN KEPOLISIAN RESORT TOBASA DALAM MENGUNGKAP KASUS - KASUS TINDAK PIDANA PENADAHAN A. Kepolisian Resort Tobasa... 34

1. Visi Dan Misi Polres Tobasa ... 34

2. Struktural Kepolisian Resort Tobasa ... 36

3. Tugas dan Fungsi Kepolisian Resort Tobasa ... 37

(8)

B. Data-Data Kasus Tindak Pidana Penadaha Di Tobasa... 39 C. Peran Kepolisian Resort Tobasa Mengungkap Kasus-Kasus

Tindak Pidana Penadahan

1. Upaya Penal... 44 2. Upaya Non Penal ... 59

BAB III HAMBATAN - HAMBATAN YANG DIALAMI OLEH PIHAK

KEPOLISIAN RESORT TOBASA DALAM

MENANGGULANGI TINDAK PIDANA PENADAHAN A. Upaya Yang Dilakukan Kepolisia Resort Tobasa

Mengungkap Kasus Tindak Pidana Penadahan... 61 B. Hambatan-Hambatan yang Dialami Kepolsian

Resort Tobasa Dalam Mengungkap Tindak

Pidana Penadahan... 64

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan ... 68 B. Saran ... 69 DAFTAR PUSTAKA ... 71 LAMPIRAN

(9)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dewasa ini pemerintah melakukan pembangunan di segala bidang, tidak terkecuali pembangunan dalam bidang hukum sebagai wujud reformasi di bidang hukum itu sendiri. Hal ini tentunya dimaksudkan antara lain untuk lebih menciptakan rasa aman dalam masyarakat.

Kendaraan bermotor merupakan sarana transportasi vital yang merupakan barang berharga yang semakin banyak pemiliknya maupun yang ingin memilikinya. Semakin banyak jumlah kendaraan bermotor tentu membawa konsekuensi yang semakin besar akan rangsangan pencurian terhadap kendaraan bermotor itu sendiri.

Penyebab pencurian kendaraan bermotor dipengaruhi oleh faktor-faktor yang satu sama lain memberikan peluang atau kemudahan. Misalnya, kelengahan pemilik, tidak adanya kunci pengaman dan juga adanya penadah hasil kejahatan pencurian kendaraan bermotor.Adanya penadah sebagai penampung kejahatan pencurian sehingga memberikan kemudahan bagi si pelaku untuk memperoleh keuntungan, sehingga pelaku pencurian tidak harus menjual sendiri hasil curiannya ke konsumen tetapi dapat ia salurkan melalui penadah yang berkedok sebagai pedagang di pasar loak.

Permasalahan yang timbul itu, baik berupa pelanggaran terhadap tata krama kehidupan bermasyarakat maupun aturan-aturan hukum untuk menciptakan

(10)

suatu fenomena yang bertentangan dengan kaidah moral dan kaidah susila serta aturan-aturan hukum.

Pelanggaran yang terjadi itu adalah merupakan realitas dari pada keberadaan manusia yang tidak bisa menerima aturan-aturan itu secara keseluruhan. Kalau hal semacam itu terus dibiarkan berlarut-larut dan kurang mendapat perhatian, maka akan dapat menimbulkan keresahan dalam masyarakat sehingga dapat mengganggu ketertiban umum.

Salah satu jenis pelanggaran yang biasa terjadi dalam masyarakat baik yang bertentangan dengan kaidah moral, etika dan agama terlebih lagi terhadap peraturan hukum yang tertuang dalam KUHP adalah delik penadahan.Penadahan sebagai kejahatan, sekaligus merupakan salah satu gejala sosial yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat di Kabupaten Tobasa.

Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Indonesia, delik penadahan digolongkan sebagai kejahatan terhadap harta benda yang diatur dalam Pasal 480, 481 dan Pasal 482 KUHP.

Dalam KUHP Indonesia penadahan berdasarkan pasal 480 digabung antara delik sengaja mengetahui (dolus) barang itu berasal dari kejahatan dan delik kelalaian (culpa), ditandai dengan kata-kata “patut dapat mengetahui”

barang itu berasal dari kejahatan. Ini disebut delik pro parte doleus pro parte culpa (separuh sengaja dan separuh kelalaian).Dalam hal ini penadah dapat memperkirakan bahwa barang yang dibeli, ditukar dan seterusnya itu berasal dari hasil kejahatan karena harganya terlalu murah.

(11)

Tindak pidana penadahan disebut tindak pidana pemudahan yakni karena perbuatan menadah telah mendorong orang lain untuk melakukan kejahatan- kejahatan yang mungkin saja tidak akan dilakukan, seandainya tidak ada orang yang bersedia menerima hasil kejahatannya.Dapat dikatakan menolong atau mempermudah kejahatan itu sekedar si pelaku kejahatan dapat mengharapkan bahwa barang yang telah dicuri, dirampas atau digelapkan atau diperoleh dengan penipuan, akan ditampung oleh seorang penadah dimana akan mempersulit pengusutan kejahatan yang bersangkutan.

Barang siapa mengambil untung dari uang atau barang yang menggantikan barang-barang yang langsung diperoleh dengan kejahatan itu melakukan tindak pidana dari Pasal 480 ke-2 tersebut. Misalnya, seorang yang mendapat bagian dari uang hasil penjualan barang yang dicuri atau digelapkan dan sebagainya.

Perbuatan si penadah berjenis dua, yakni :

1. Yang menerima dalam tangannya yaitu membeli, menyewakan, menukari, menerima gadai, menerima sebagai hadiah.

2. Yang melepaskan barang dari tangannya yaitu menjual, menyewakan, menukarkan, menggadaikan, memberikan sebagai hadiah, ditambah dengan mengangkut, menyimpan, dan menyembunyikan.

Bagi perbuatan ke-2 ditambah unsur maksud untuk mendapat untung penambahan ini tidak diadakan pada perbuatan ke-1 tadi. Perbuatan itu dapat dikatakan bahwa maksud untuk mendapat untung merupakan unsur dari semua penadahan. Karena sudah jelas bahwa untuk melakukan tindak pidana penadahan

(12)

seperti yang dimaksud dalam Pasal 480 angka 1 KUHP itu, undang-undang telah mensyaratkan keharusan adanya unsur kesengajaan itu meliputi semua unsur tindak pidana yang terletak di belakangnya.

Uraian di atas sekaligus menunjukkan bahwa tindak pidana penggelapan yang berakhir pada penadahan kendaraan bermotor sekarang ini, sesuatu yang tidak pernah diharapkan dan tidak akan dibiarkan begitu saja oleh masyarakat dimanapun juga. Masyarakat bersama pemerintah melalui aparat penegak hukumnya, akan selalu berusaha menanggulangi kejahatan atau minimal mengurangi angka kejahatan. Beranjak dari fenomena inilah penulis tertarik mengangkat skrisi dengan judul: “PERAN KEPOLISIAN DALAM MENGUNGKAP TINDAK PIDANA PENADAHAN SEPEDA MOTOR”

( Studi Kasus Di Polres Tobasamosir ).

B. Perumusan Masalah

1. Bagaimana kebijakan dan peran Kepolisian Resort Tobasa dalam mengungkap kasus - kasus tindak pidana penadahan?

2. Bagimana hambatan - hambatan yang di alami oleh pihak Kepolisian Resort Tobasa dalam menanggulangi tindak pidana penadahan?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Penelitian dan pembahasan terhadap suatu permasalahan memiliki tujuan dan manfaat sesuai dengan masalah yang dibahas. Maka tujuan dari penulisan skripsi ini adalah:

(13)

1. Untuk mengetahui upaya yang dilakukan oleh Kepolisian untuk menanggulangi tindak pidana penadahan di Kabupaten Tobasa.

2. Untuk mengetahui langkah-langkah yang diambil pihak Kepolisian untuk mengungkap kasus penadahan di Kabupaten Tobasa.

Penulisan skripsi ini juga diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun prkatis sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

a. Menambah pengetahuan tentang upaya yang dilakukan oleh Kepolisian untuk menanggulangi tindak pidana penadahan di Kabupaten Tobasa.

b. Untuk dapat dijadikan sebagai dasar untuk penelitian lebih lanjut mengenai berbagai tindak pidana yang terjadi dalam kehidupan masyarakat.

2. Manfaat Praktis a. Bagi Polri

1. Secara praktis, diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran kepada Polri dalam upaya menanggulangi tindak pidana Penadahan Sepeda Motor di kalangan masyarakat.

2. Dapat memberikan masukan yang bersifat positif bagi perkembangan kelancaran tugas dan upaya menanggulangi Penadahan Sepeda Motor.

b. Bagi Pemerintah

1. Sebagai bahan koreksi dan pengkajian kembali akan pelaksanaan dari kebijakan pemerintah yang sedang dilaksanakan oleh Polri dalam rangka upaya menanggulangi Penadahan Sepeda Motor.

(14)

2. Sebagai bahan masukan kepada pemerintah dalam rangka upaya merumuskan kebijakan menanggulangi mengenai Penadahan Sepeda Motor yang nantinya berpihak pada kondisi yang aman, sosial ekonomi, kenyamanan dan budaya tertib hukum bagi warga negara.

3. Untuk memberikan sumbangsih bagi sistem hukum nasional tentang bahaya Penadahan Sepeda Motor yang terjadi di masyarakat.

c. Bagi Masyarakat

1. Untuk menambahkan wawasan dan pengetahuan, sebagai media informasi dan pendidikan sehingga nantinya akan terbangun sebuah kesadaran dan kepatuhan bagi masyarakat tentang bahayanya penadahan yang nantinya dapat merugikan bagi dirinya sendiri dan keluarga dalam rangka mengurangi resiko permasalahan yang timbul.

2. Sebagai sumber wawasan yang nantinya akan digunakan sebagai pedoman yang digunakan masyarakat dalam rangka terciptanya budaya masyarakat yang tertib hukum dan tidak melanggar hukum khususnya dalam penadahan.

d. Bagi Mahasiswa

1. Membuka wawasan dan wacana yang kritis terhadap segala bentuk kebijakan dan ketegasan Negara khususnya yang dilakukan Polri dalam rangka menanggulangi penadahan terutama Penadahan Sepeda Motor yang saat ini marak terjadi di masyarakat.

2. Menambah referensi dan bahan yang digunakan dalam proses pembelajaran.

(15)

D. Keaslian Penulisan

Penulisan skripsi ini adalah hasil pemikiran dari penulis sendiri dan dari hasil penelusuran penulis di perpustakaan. Setelah penulis melalui tahap pemeriksaan oleh Perpustakaan Universitas Cabang Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara atau Pusat Dokumentasi dan Informasi Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU) tertanggal 11 Mei 2016 tidak ditemukan adanya judul skripsi yang sama, dengan demikian penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan keasliannya. Jika di kemudian hari ditemukan penelitian yang sama dan muncul permasalahan, maka penulis bersedia untuk mempertanggungjawabkannya baik secara moral maupun ilmiah.

E. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Polisi

Istilah “Polisi” sepanjang sejarah ternyata mempunyai arti yang berbeda- beda.Arti kata polisi sekarang berbeda dengan arti yang diberikan pada semulanya.Juga istilah yang diberikan oleh tiap-tiap negara terhadap pengertian polisi adalah berbeda karena masing-masing negara cenderung memberikan istilah bahasanya sendiri dan menurut kebiasaan-kebiasaannya sendiri.4

Dalam bahasa Inggris, istilah polisi yaitu “police” yang dinyatakan oleh Charles Reith yang berarti sebagai tiap-tiap usaha yang memperbaiki atau menertibkan tata susunan kehidupan masyarakat. Istilah polisi pada semulanya berasal dari perkataan yunani yaitu “politeia” yang berarti seluruh pemerintahan negara kota. Di Indonesia, istilah polisi diartikan sebagai “organisasi

4 Momo Kelana, Hukum Kepolisian, PT Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta, 1994, hlm. 13.

(16)

pengamanan”, istilah ini digunakan pertama kali pada abad-19 dalam integgrum inggris. Wilayah Indonesia pada saat itu merupakan bagian dari wilayah yang dipimpin oleh bupati yang masing-masing diserahi tugas pengaman tertib hukum dan polisi bertanggungjawab pada bupati setempat tersebut.5

Pengertian kepolisian menurut Van Vollenhoven dalam bukunya “Politie Overzee” pengertian “Politie” meliputi organ-organ pemerintah yang berwenang dan berkewajiban untuk mengusahakan pengawasan dan pemaksaan jika diperlukan, agar yang diperhatikan untuk berbuat menurut kewajiban masing- masing.6

Selanjutnya istilah “kepolisian” sebagai organ dan fungsi.Sebagai organ, yakni suatu lembaga pemerintah yang terorganisasi dan terstruktur dalam ketatanegaraan yang oleh Undang-Undang diberi tugas dan wewenang dan tanggungjawab untuk menyelenggarakan kepolisian.Sebagai fungsi menunjuk pada tugas dan wewenang yang diberikan oleh Undang-Undang, yakni fungsi preventif dan fungsi represif.Fungsi preventif melalui pemberian perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat, dan fungsi represif dalam rangka penegakan hukum.Pelaksanaan fungsi preventif dan regresif dari kepolisian dilakukan dalam rangka memelihara keamanan, ketertiban, dan ketentraman dalam masyarakat, yang pada gilirannya dapat menjamin kelangsungan,

Dari pengertian diatas maka makna polisi mengandung arti sebagai organ dan fungsi, yakni sebagai organ pemerintah dengan tugas mengawasi, jika perlu menggunakan paksaan supaya yang diperintah menjalankan dan tidak melakukkan larangan-larangan perintah.

5Ibid.

6Van Vollenhoven dan Memet Tanumidjaja dikutip Momo Kelana, Op.cit, hlm. 14-15.

(17)

kelestarian masyarakat itu sendiri.7 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, arti kata “polisi” adalah:8

2. Pengaturan kepolisian dalam Undang-undang no 2 tahun 2002

Pengaturan tentang Kepolisian di Indonesia pertama kali diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1961 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kepolisian Negara, yang kemudian disempurnakan dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1997 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Namun, oleh karena rumusan ketentuan yang tercantum di dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1997 tersebut masih mengacu kepada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertahanan Keamanan, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1988 dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1988 tentang Prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, sehingga watak militernya masih terasa sangat dominan yang akhirnya berpengaruh pula pada sikap perilaku pejabat Kepolisian dalam pelaksanaan tugasnya di lapangan, maka Undang-Undang tersebut diganti dengan Undang- Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia yang berlaku sampaisekarang.

Badan pemerintahan yang bertugas memelihara keamanan dan ketertiban umum (menangkap orang yang melanggar hukum dansebagainya);

Anggota Badan Pemerintah (Pegawai Negara) yang bertugas menjaga keamanan.

9

7 Sadjijono, Hukum Kepolisian : Polri dan Good Governance, LaksBang Mediatama, Yogyakarta, 2007, hlm. 23.

8 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 2005, hlm. 886.

9 H.Pudi Rahardi, Hukum Kepolisian : Kemandirian, Profesionalisme Dan Reformasi Polri, LaksBang Grafika, Surabaya, 2014, hlm. 6.

(18)

Dalam ketentuan Umum Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian terdapat rumusan mengenai definisi dari berbagai hal yang berkaitan dengan Polisi, termasuk pengertian Kepolisian. Menurut Pasal1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 pengertian Kepolisian adalah sebagai berikut:

1. Kepolisian adalah segala hal ihwal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga polisi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

2. Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah pegawai negeri pada Kepolisian pada Kepolisian Negara Republik Indonesia.

3. Pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah anggota Kepolisisan Negara Republik Indonesia yang berdasarkan Undang- Undang memiliki wewenang umum Kepolisian.

4. Peraturan Kepolisian adalah segala peraturan yang dikeluarkan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam rangka memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

5. Keamanan dan ketertiban masyarakat adalah suatu kondisi dinamis masyarakat sebagai salah satu prasyarat terselenggaranya proses pembangunan nasional dalam rangka tercapainya tujuan nasional yang ditandai oleh terjaminnya keamanan, ketertiban dalam tegaknya hukum, serta terbinanya ketentraman, yang mengandung kemampuan membina serta mengembangkan potensi dan kekuatan masyarakat dalam menangkal, mencegah, dan menanggulangi segala bentuk

(19)

pelanggaran Hukum dan bentuk-bentuk gangguan lainnya yang dapat meresahkan masyarakat.

Menurut KUHAP Pasal 4 disebutkan Penyelidik adalah setiap pejabat Polisi negara Republik Indonesia, dan Pasal 6 (1) menyebutkan Penyidik adalah:

a. Pejabat polisi Negara Republik Indonesia;

b. Pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh Undang-Undang.

3. Pengertian Tindak Pidana

Istilah tindak pidana berasal dari bahasa Belanda yaitu Strafbaar feit, yaitu istilah yang terdapat dalam KUHP Belanda demikian juga dalam KUHP kita, tetapi tidak ada penjelasan secara rinci mengenai pengertian Strafbaar feit tersebut. Dalam bahasa Belanda, Strafbaar feit itu terdiri dari tiga kata yaitu straf, baar dan feit.Straf diartikan sebagai pidana atau hukum, baar diartikan sebagai dapat atau boleh, dan feit diartikan sebagai tindak, peristiwa, pelanggaran dan perbuatan.10Jadi, Strafbaar feit dapat diartikan sebagai suatu perbuatan yang dapat dipidana.11

Istilah-istilah yang pernah digunakan baik dalam perundang-undangan yang ada maupun dalam berbagai liberator hukum sebagai terjemahan dari istialh Strafbaar feit adalah:12

10Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana 1, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005, hlm. 69.

11Tongat, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia Dalam Perspektif Pembaharuan, UMM Press, Malang, 2009, hlm. 106.

12 Adami Chazawi, Op.cit, hlm. 67-68.

(20)

b. Tindak Pidana, dapat dikatakan berupa istilah resmi dalam perundang- undangan pidana kita. Dalam hampir seluruh peraturan perundang- undangan menggunakan istilah tindak pidana, seperti dalam Undang- undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta, Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo.

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.

c. Peristiwa Pidana, digunakan oleh beberapa ahli hukum, misalnya: Mr.R Tresna dalam Bukunya “Asas-Asas Hukum Pidana” Mrs. Drs. H. J van Schravendijk dalam buku pelajaran tentang Hukum Pidana Indonesia, Prof. A. Zainal Abidin, S.H dalam bukunya “Hukum Pidana”. Pembentuk Undang-Undang juga pernah menggunakan istilah peristiwa pidana yaitu dalam UUD’S 1950 [baca pasal 14 ayat (1)];

3. Delik, yang sebenarnya berasal dari bahasa latin “delictum” juga digunakan untuk menggambarkan tentang apa yang dimaksud dengan straafbaar feit. Istilah ini dapat dijumpai dalam berbagai literatur, misalnya Prof. Drs. E. Utrecht, S.H, walaupun juga beliau menggunakan istilah lain yakni peristiwa pidana (dalam buku Hukum Pidana I);

4. Pelanggaran Pidana, dapat dijumpai dalam buku Mr. M.H Tirtaadmidjaja yang berjudul Pokok-Pokok Hukum Pidana;

5. Perbuatan yang boleh dihukum, istilah ini digunakan oleh M. Karni dalam buku beliau “Ringkasan tentang Hukum Pidana” begitu juga Schravendijk dalam bukunya “Buku Pelajaran tentang Hukum Pidana Indonesia;”

6. Perbuatan yang dapat dihukum, digunakan oleh Pembentuk Undang-

(21)

Undang di dalam UU No.12/Drt/1951 tentang senjata Api dan Bahan Peledak (Pasal 3);

7. Perbuatan Pidana, digunakan oleh Moeljatno dalam berbagai tulisan beliau, misalnya dalam buku Asas-Asas Hukum Pidana.

Oleh karena itu, seperti yang telah dikatakan di atas, bahwa pembentuk KUHP kita tidak memberikan sesuatu penjelasan mengenai apa yang sebenarnya yang di maksud dengan perkataan Strafbaar feit, maka timbullah di dalam doktrin berbagai pendapat tentang apa yang sebenarnya dimaksud dengan Strafbaar feit tersebut, yaitu :

a. Wirjono Prodjodikoro,”tindak pidana berarti suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukuman pidana”.13

b. Hazewinkel Suringa, mereka telah membuat suatu rumusan yang bersifat umum dari Strafbaar feit sebagai “suatu perilaku manusia yang pada suatu saat tertentu telah ditolak di dalam sesuatu pergaulan hidup tertentu dan dianggap sebagai perilaku yang harus ditiadakan oleh hukum pidana dengan menggunakan sarana-sarana yang bersifat memaksa yang terdapat didalamnya”.14

c. G.A. Van Hamel, merumuskan Strafbaar feit itu sebagai “orang kelakuan (menselijke gedraging) yang dirumuskan dalam wet, yang bersifat melawan hukum, yang patut dipidana (strafwaardig) dan dilakukan

13 Wirjono Prodjodikoro, Asas-asas Hukum Pidana Indonesia, cetakan ke-3, Eresco, Jakarta-Bandung, 1981, hlm. 50.

14 P.A.F. Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2014, hlm. 180.

(22)

dengan kesalahan.15

d. Pompe, perkataan Strafbaar feit itu secara teoritis dapat dirumuskan sebagai “suatu pelanggaran norma (gangguan terhadap tertib hukum) yang dengan sengaja atau tidak dengan sengaja telah dilakukan oleh seorang pelaku, dimana penjatuhan hukuman terhadap pelaku tersebut adalah perlu demi terpeliharannya tertib hukum dan terjaminnya kepentingan umum”

atau sebagai de normovertreding (verstoring der rechtsorde), waaran de overtreder schuld heeft en waarvan de bestraffing dienstig is voor de handhaving der rechts orde en de behartiging van het alge-meen welzijn.

16

e. Simons merumuskan Strafbaar feit itu sebagai suatu “tindakan melanggar hukum yang telah dilakukan dengan sengaja ataupun tidak dengan sengaja oleh seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan atas tindakannya dan oleh undang-undang telah dinyatakan sebagai suatu tindakan yang dapat dihukum.17

Mengenai pengertian tindak pidana pada hakekatnya tiap-tiap tindak pidana terdiri atas unsur-unsur didalamnya.Dalam unsur-unsur tindak pidana dapat diklasifikasikan ke dalam dua unsur pokok, yaitu unsur objektif dan unsur subjektif.18

b. Perbuatan manusia yang termasuk unsur pokok objektif adalah sebagai berikut:

Unsur objektif dapat dibagi menjadi:

a. Act ialah perbuatan aktif yang disebut juga perbuatan positif; dan

15Moeljatno, Azas-azas Hukum Pidana, Bina Aksara, Jakarta, 1984, hlm. 56.

16 P.A.F. Lamintang, Op.cit, hlm. 180.

17Ibid, hlm. 183.

18 Leden Marpaung, Unsur-Unsur Perbuatan Yang Dapat Dihukum (Delik), Sinar Grafika, Jakarta, 1991, hlm. 6-7.

(23)

b. Ommission, iaiflah tidak aktif berbuat dan disebut juga perbuatan negatif;

2. Akibat perbuatan manusia.

Hal ini erat hubungannya dengan ajaran kausalitas. Akibat yang dimaksud adalah membahayakan atau menghilangkan kepentingan-kepentingan yang dipertahankan oleh hukum, misalnya nyawa, badan, kemerdekaan, hak milik/harta, atau kehormatan;

8. Keadaan-keadaan.

Pada umumnya keadaan-keadaan ini dibedakan atas:

a. Keadaan-keadaan pada saat perbuatan dilakukan; dan b. Keadaan-keadaan setelah perbuatan dilakukan;

9. Sifat dapat dihukum dan sifat melawan hukum.

Sifat dapat dihukum itu berkenaan dengan alasan-alasan yang dapat membebaskan terdakwa dari hukuman.Sifat melawan hukum bertentangan dengan hukum, yakni berkenaan dengan larangan atau perintah.

Sedangkan unsur pokok subjektif tercermin dalam asas pokok hukum pidana, yaitu “tiada pidana tanpa kesalahan” (an act does not make guilty unless the mind is guilty; actus non facit reum nisi mens sit rea). Kesalahan yang dimaksud pada konteks ini adalah:19

1. Kesengajaan, terdiri dari tiga bentuk, yaitu:

a. Sengaja sebagai maksud;

b. Sengaja dengan kepastian;

19 Mohammad Ekaputra, Dasar-Dasar Hukum Pidana, edisi 2, USU Press, Medan, 2013, hlm. 111.

(24)

c. Sengaja dengan kemungkinan (dolus eventualis);

2. Kealpaan, adalah bentuk kesalahan yang lebih ringan daripada kesengajaan. Ada dua bentuk kealpaan, yaitu:

a. Tidak berhati-hati; dan

b. Tidak menduga-duga akibat dari perbuatan itu.

3. Pengertian Tindak pidana Penadahan dalam KUHP

Tindak Pidana Penadahan merupakan salah satu bentuk tindak pidana terhadap harta kekayaan orang yang sangat sulit untuk dilakukan pengusutan dalam tindakannya adalah tindak pidana penadahan.Bentuk kejahatan ini sebenarnya banyak yang sering terjadi di lingkungan masyarakat, tetapi karena rapihnya si pelaku dalam menutup-nutupi dan karena kurangnya kepedulian dari masyarakat sekitar, maka sering kali tindak pidana ini hanya dipandang sebagai perbuatan yang biasa atau wajar saja dan bukan merupakan suatu bentuk kejahatan. Dalam KUHP.

Dalam pasal 480 kitap undang-undang hukum pidana menjelaskan bahwa barang siapa membeli, menyewa, menukari, menerima gadai, menerima sebagai hadiah atau karena mau mendapat untung, menjual menyewakan, menukar, menggadaikan, membawa, menyimpan, atau menyembunyikan suatu barang yang diketahuinya atau patut dapat disangkanya bahwa barang itu diperoleh dari kejahatan dipidana dengan pidana paling lama empat tahun atau denda sebanyak- banyaknya sembilan ratus rupiah.

Penadahan dibagi kedalam beberapa jenis berdasarkan pada bentuk dan berat ringannya penadahan, yaitu sebagai berikut:

(25)

a. Penadahan Biasa

Tindak pidana penadahan atau tindak pidana pemudahan ini merupakan tindak pidana yang erat kaitannya dengan tindak pidana terhadap harta kekayaan orang lain. Tindak pidana penadahan atau tindak pidana pemudahan ini diatur didalam titel XXX, Buku II dalam Pasal 480 KUHP

“Diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah:

1) Barang siapa membeli, menyewa, menukar, menerima gadai, menerima hadiah, atau untuk menarik keuntungan, menjual, menyewakan, menukarkan, menggadaikan, mengangkut, menyimpan atau menyembunyikan sesuatu benda, yang diketahui atau sepatutnya.

Harus diduga bahwa diperoleh dari kejahatan penadahan. 20

2) Barang siapa menarik keuntungan dari hasil sesuatu benda, yang diketahuinya atau sepatutnya diduga bahwa diperoleh dari kejahatan.”

Terhadap ketentuan Pasal 480 KUHP diatas, terdapat rumusan penadahan dalam ayat (1) yang mempunyai unsur-unsur sebagai berikut:

(a) Unsur-unsur obyektif

(1) Perbuatan kelompok 1 (satu) yaitu: Membeli, menyewa, menukar, menerima gadai, menerima hadiah atau kelompok 2 (dua). Untuk menarik keuntungan dari menjual,

20Lamintang, P.A.F. 1984. Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, Bandung, CV.Sinar Baru, hlm. 213.

(26)

menyewakan, menukarkan, menggadaikan, mengangkat, menyimpan dan menyembunyikan.

(2) Objeknya adalah suatu benda.

(3) Yang diperoleh dari suatu kejadian.

(b) Unsur-unsur subyektif (1) Yang diketahuinya

(2) Yang sepatutnya dapat diduga bahwa benda tersebut didapat dari sebuah kejahatan.

Dari rumusan diatas dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan dari kedua unsur tersebut yaitu pada unsur kedua perbuatannya di dorong oleh suatu motif untuk menarik keuntungan, dan motif ini harus dibuktikan.Sedangkan bentuk pertama tidak diperlukan motif apapun juga. Sedangkan dalam ayat (2) dirumuskan penadahan terdiri dari unsur-unsur sebagai berikut:

(a) Unsur-Unsur Obyektif

(1) Perbuatan yang bertujuan menarik keuntungan dari (2) Objeknya adalah hasil dari suatu benda

(3) Yang diperolehnya dari suatu kejahatan (b) Unsur-Unsur Subyektif

(1) Yang diketahuinya, atau

(2) Patut menduga benda itu hasil dari kejahatan.

b. Penadahan Sebagai Kebiasaan

Penadahan yang dijadikan kebiasaan dimuat dalam Pasal 481 KUHP yang rumusannya adalah sebagai berikut:

(27)

1. Barang siapa menjadikan sebagai kebiasaan untuk sengaja membeli, menukar, menerima gadai, menyimpan atau menyembunyikan barang yang diperoleh dari kejahatan diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.

2. Yang salah dapat dicabut haknya tersebut dalam Pasal 35 Nomor 1-4 dan haknya untuk melakukan pencaharian dalam mana kejahatan dilakukan.

Unsur-unsur kejahatan yang dirumuskan dalam pasal tersebut adalah:

a) Unsur-Unsur Obyektif

1) Perbuatan, yaitu: membeli, menukar, menerima gadai, menyimpan, dan menyembunyikan.

2) Objeknya adalah suatu benda.

3) Yang diterima dari suatu kejahatan 4) Menjadikan suatu kebiasaan.

b) Unsur-unsur subyektif: sengaja.21

21Adami, Chazawi. 2004. Kejahatan Terhadap Harta Benda. Malang. Bayumedia. Hlm. 5

c. Penadahan Ringan

Jenis peandahan yang ketiga adalah penadahan ringan, yang diatur dalam Pasal 482 KUHP, yaitu: “Perbuatan diterangkan dalam Pasal 480 KUHP, diancam karena penadahan ringan, dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau denda paling banyak enam puluh rupiah, jika kejahatan darimana diperoleh adalah salah satu kejahatan yang diterangkan dalam Pasal 364, 373 dan 379”.

Ada dua macam perbuatan si penadah:

(28)

1. Yang menerima dalam tangannya, yaitu menerima gadai, menerima hadiah, membeli, menyewa, atau menukar.

2. Yang melepaskan barang dari tangannya, yaitu menjual, menukar, menyewakan, menggadaikan, memberi hadiah, menyimpan, menyembunyikan, mengangkut.22

Hal yang paling penting dikemukakan berkaitan dengan penerapan Pasal 481 KUHP ini adalah bahwa perbuatan penadahan tersebut haruslah menjadi kebiasaan.Artinya harus paling tidak telah dilakukan lebih dari satu kali atau minimal dua kali. Sebab, apabila perbuatan tersebut hanya dilakukan sekali, maka perbuatan tersebut tidak dikenai dengan Pasal 481 KUHP tetapi dikenai dengan Pasal 480 KUHP sebagai tindak pidana penadahan biasa.

Kendaraan Bermotor menurut rumusan Pasal 1 ke-8 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkatan Jalan, pengertian kendaraan bermotor adalah setiap kendaraan yang digerakkan oleh peralatan mekanik berupa mesin selain kendaraan yang berjalan di atas rel. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia tidak dapat pengertian yang baku dari kata kendaraan bermotor melainkan harus dilakukan pemisahan kata kendaraan bermotor menjadi:

1. Kendaraan Kendaraan yaitu kendaraan yang digunakan untuk dikendarai atau untuk dinaiki seperti kuda, kereta dan kendaraan bermotor.

22Tri, Andrisman. 2012. Delik Tertentu Dalam KUHP. Bandar Lampung. Universitas Lampung. Hlm. 196

(29)

2. Bermotor Kata bermotor terdiri dari awalan ber- dan kata dasar motor.

Awalan bermempunyai makna memiliki atau menyerupai, sedangkan kata bermotor mempunyai makna mesin yang menjadi tenaga penggerak.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata bermotor mempunyai makna mesin yang menjadi tenaga penggerak atau bermotor memiliki makna:

1. Mengendarai sepeda motor

2. Menggunakan motor (mesin) atau dilengkapi dengan motor.

Sedangkan menurut Pasal 1 angka (2) Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah Kendaraan Bermotor adalah semua kendaraan beroda dua atau lebih beserta gandengnya yang digunakan di semua jenis jalan darat, dan 20 Wikipedia.com 25 digerakkan oleh perairan teknik berupa motor atau peralatan lainnya yang berfungsi untuk mengubah suatu sumber daya energi tertentu menjadi tenaga gerak kendaraan bermotor yang bersangkutan, termasuk alat-alat besar yang bergerak.

4. Pengertian kebijakan atau Politik Kriminal

Istilah kebijakan menurut Barda Nawawi Arief, diambil dari istilah Policy (Inggris) atau Politiek (Belanda).23 Menurut Sudarta, pernah mengemukakan tiga arti mengenai kebijakan criminal, yaitu:24

1. Dalam arti sempit, ialah keseluruhan asas dan metode yang menjadi dasar dari reaksi terhadap pelanggaran hukum yang berupa pidana;

23 Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana : Perkembangan Penyusunan Konsep KUHP Baru, Kencana, Jakara, 2008, hlm. 22.

24 Sudarto, Kapita Selecta Hukum Pidana, Alumni, Bandung, 1981, hlm. 113-114. (Lihat juga, Hukum Dan Hukum Pidana, Alumni, Bandung, 1981, hlm. 161).

(30)

2. Dalam arti luas, ialah keseluruhan fungsi dari aparatur penegak hukum, termasuk di dalamnya cara kerja dari pengadilan dan polisi; dan

3. Dalam arti yang paling luas (yang beliau ambil dari Jorgen Jepsen), ialah keseleruhan kebijakan, yang dilakukkan melalui perundang-undangan dan badan-badan resmi, yang bertujuan untuk menegakkan norma-norma sentral dari masyarakat.

Dalam kesempatan lain, beliau mengemukakan defenisi singkat, bahwa politik krimininal merupakan “suatu usaha yang rasional dari masyarakat dalam menanggulangi kejahatan”.25Kebijakan kriminal merupakan bagian dari kebijakan untuk perlindungan masyarakat (social defence policy), di samping kebijakan untuk kesejahteraan sosial (social welfare policy), dimana keduanya merupakan bagian dari kebijakan sosial (social policy).26

a. Upaya Penal

Dengan demikian, kebijakan penanggulangan kejahatan (criminal policy) harus mempertimbangkan dan mengarah pada tercapainya tujuan dari kebijakan sosial itu, yaitu berupa kesejahteraan sosial (social welfare) dan perlindungan masyarakat (social defence).

Berikut ini akan dijelaskan mengenai kebijakan penal dan non-penal dalam upaya penanggulang kejahatan antara lain sebagai berikut :

Pada dasarnya penal policy lebih menekankan pada tindakan Represif (pemberantasan) setelah terjadinya suatu tindak pidana.penanggulangan kejahatan melalui upaya penal adalah penerapan hukum pidana, maka dasarnya adalah tidak

25 Sudarto, Hukum dan Hukum Pidana, Alumni, Bandung,1981,hlm. 38.

26 Barda Nawawi Arief, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Hukum Pidana dalam Penanggulangan Kejahatan, Kencana, Jakarta, 2007, hlm. 77.

(31)

lain adalah apa yang diatur dalam KUHP, khususnya Pasal 10 KUHP yang mengatur tentang jenis-jenis pidana. Di samping itu, penggunaan sanksi pidana dapat juga dilakukan melalui peraturan perundang-undangan lain yang mengatur ketentua pidana di dalamnya, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 103 KUHP.27

Pada hakikatnya, kebijakan hukum pidana (penal policy) dapat difungsionalisasikan dan dioperasionalisasikan melalui 3 (tiga) tahapyaitu:28

1. Tahap Formulasi (kebijakanlegislatif) 2. Tahap Aplikasi (kebijakanyudikatif) 3. Tahap Eksekusi (kebijakaneksekutif)

Ad.1. Tahap formulasi (kebijakan legislatif) yaitu tahap perencanaan atau perumusan peraturan perundang-undangan pidana. Tahap ini merupakan tahap awal yang paling strategis dari keseluruhan proses fungsionalisasi atau operasionalisasi hukum pidana, serta yang menjadi dasar, landasan dan pedoman bagi tahap-tahap berikutnya yaitu tahap aplikasi dan tahap eksekusi. Kesalahan pada tahap formulasi merupakan kesalahan strategis yang dapat menjadi penghambat bagi tahap aplikasi dan tahap eksekusi dalam kebijakan hukum pidana.

Ad.2. Tahap aplikasi yaitu tahap penerapan dari ketentuan peraturan perundang- undangan pidana yang telah dilanggar.

Ad.3. Tahap eksekusi yaitu tahap pelaksanaan dari putusan pengadilan atas perbuatan pidana yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap.

27M.Hamdan, Politik Hukum Pidana, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1997, hlm. 28.

28 Teguh Prasetyo dan Abdul Halim Barkatullah, Politik Hukum Pidana: Kajian Kebijakan Kriminalisasi dan Dekriminalisasi, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2005, hlm. 22.

(32)

Dengan demikian, penal policy pada intinya adalah bagaimana hukum pidana dapat dirumuskan dengan baik dan memberikan pedoman kepada pembuat Undang-Undang (kebijakan legislatif), penjatuhan pidana (kebijakan yudikatif) dan pelaksanaan hukum pidana (kebijakan eksekutif). Dengan kata lain, penal policy menyangkut masalah kebijakan penegakan hukum yang termasuk ke dalam bidang kebijakan sosial yang bertujuan untuk mencapai kesejahteraan masyarakat dan perlindungan masyarakat. Oleh karena itu, dalam setiap kebijakan yang diambil oleh pemerintah dalam suatu sistem pembangunan harus dilihat dalam 3 (tiga) kerangka yaitu struktur, substansi dan kultur. Hal tersebut penting agar pihak yang berwenang sebagai pengambil keputusan jangan sampai terjebak pada kebijakan yang bersifat fragmatis, yaitu suatu kebijakan yang didasarkan pada kebutuhan sesaat (jangka pendek), sehingga tidak dapat bertahan untuk jangka panjang. Akibatnya, justru akan merugikan masyarakat sendiri. Oleh karena itu, untuk menghindari hal tersebut, maka menurut Sudarto, dalam rangka Penanggulangan kejahatan dengan menggunakan upaya penal, haruslah diperhatikan beberapa hal sebagai berikut:29

1. Penggunaan hukum pidana harus memperhatikan tujuan pembangunan nasional yaitu mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur merata materil dan spiritual berdasarkan Pancasila. Maka hukum pidana harus bertugas dan bertujuan untuk menanggulangi kejahatan demi kesejahteraan dan pengayoman masyarakat.

2. Perbuatan yang diusahakan untuk dicegah atau ditanggulangi oleh hukum

29Syafrudin. S. Hasibuan, Bunga Rampai Hukum Pidana dan Kriminologi :Menyambut 70 tahun Profesor H.M. Daud, Pustaka Bangsa Press, Medan, 2004, hlm. 115.

(33)

pidana adalah perbuatan yang tidak dikehendaki, yaitu perbuatan yang mendatangkan kerugian kepada masyarakat. Perbuatan yang tidak merugikan tidaklah boleh ditetapkan sebagai perbuatan yang tidak dikehendaki, meskipun tidak semua perbuatan yang merugikan perlu dicegah dengan menggunakan hukumpidana.

3. Usaha untuk mencegah suatu perbuatan dengan menggunakan sarana hukum pidana dengan sanksi negatif berupa pidana, perlu disertai perhitungan biaya yang akan dikeluarkan dan hasil yang diharapkan akan dicapai (cost-benefit principle).

4. Penggunaan hukum pidana harus pula memperhatikan kapasitas dan kemampuan daya kerja dari badan-badan penegak hukum, jangan sampai kelampauan beban tugas (overbelasting) yang mana akan mengakibatkan efek dari peraturan itu akan menjadiberkurang.

b. Upaya Non Penal

Upaya non penal (non-penal policy) pada dasarnya menekankan pada tindakan preventif (pencegahan) sebelum terjadinya suatu tindak pidana.bentuk pencegahan non-penal adalah dengan memberikan pemahaman kepada masyarakat akan kejahatan, akibat-akibat dan konsekuensinya. Sasaran utama non-penal policy adalah menangani dan menghapuskan faktor-faktor pendorong yang menyebabkan terjadinya suatu tindak pidana, yang berpusat pada masalah- masalah atau kondisi-kondisi sosial yang dapat menimbulkan kejahatan.

Berdasarkan Kongres PBB ke-8 Tahun 1990 tentang ThePreventif of

(34)

Crime and Treatment of Offenders30

1. Kemiskinan, pengangguran, buta huruf, ketiadaan perumahan yang layak dan sistem pendidikan serta pelatihan yang tidak cocok;

yang berlangsung di Havana Kuba,

mengindentifikasikan berbagai aspek sosial yang diindikasikan sebagai faktor- faktor kondusif penyebab timbulnya kejahatan, yaitu sebagai berikut:

2. Meningkatnya jumlah penduduk yang tidak mempunyai harapan karena proses integrasi sosial dan karena memburuknya ketimpangan-ketimpangan sosial;

3. Mengendornya ikatan sosial dan keluarga;

4. Keadaan-keadaan atau kondisi yang menyulitkan bagi orang yang berimigrasi ke kota-kota atau ke negara-negara lain;

5. Rusaknya atau hancurnya identitas budaya asli, yang bersamaan dengan adanya rasisme dan dekriminalisasi menyebabkan kelemahan di bidang sosial, kesejahteraan dan lingkungan pekerjaan;

6. Menurunnya atau mundurnya kualitas lingkungan perkotaan yang mendorong peningkatan kejahatan dan tidak cukupnya pelayanan bagi tempat-tempat fasilitas lingkungan kehidupan bertetangga;

7. Kesulitan-kesulitan bagi orang-orang dalam masyarakat modern untuk berintegrasi sebagaimana mestinya di dalam lingkungan masyarakatnya, lingkungan keluarga, tempat pekerjaannya atau di lingkungan sekolahnya;

8. Penyalahgunaan alkohol, obat bius dal lain-lain yang pemakaiannya

30Mahmud Mulyadi, Criminal Policy: Pendekatan Integral Penal Policy dan Non Penal Policy dalam Penanggulangan Kejahatan Kekerasan, Pustaka Bangsa Press, Medan, 2008, hlm 57.

(35)

juga diperluas karena faktor-faktor yang disebutkan diatas;

9. Meluasnya aktivitas kejahatan yang terorganisir, khususnya perdagangan obat bius dan penadahan barang-barang curian;

10. Dorongan-dorongan (khususnya oleh media massa) mengenai ide-ide dan sikap-sikap yang mengarah pada tindakan kekerasan, ketidaksamaan (hak) atau sikap-sikap tidak toleran.

Kebijakan kriminal dengan menggunakan upaya non-penal dapat meliputi bidang yang sangat luas di seluruh sektor kebijakan sosial.Usaha non- penal ini misalnya dapat dilakukan dengan meningkatkan kesadaran hukum masyarakat, meningkatkan taraf hidup masyarakat, meningkatkan pendidikan, pembinaan mental melalui agama, serta melalui kegiatan patroli dan pengawasan lainnya oleh Polisi atau aparat keamanan lainnya.

Adapun wujud dari upaya penal (represif) dan upaya non-penal (preventif) yang dapat dilakukan oleh Polisi untuk menanggulangi kejahatan, khususnya perjudian, dalam rangka menjalankan tugasnya sebagai aparat negara yang memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta melindungi, mengayomi dan melayani masyarakat sebagaimana diatur dalam Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Kepolisian Negara adalah sebagai berikut:

1. Melaksanakan pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan patroli terhadap kegiatan masyarakat dan pemerintah sesuai dengan kebutuhan;

2. Membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat, kesadaran hukum masyarakat serta ketaatan warga masyarakat

(36)

terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan;

3. Turut serta dalam pembinaan hukum nasional;

4. Memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum;

5. Melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang- undangan lainnya;

6. Melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat dan lingkungan hidup dari gangguan ketertiban dan/atau bencana termasuk memberikan bantuan dan pertolongan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia;

7. Melayani kepentingan warga masyarakat untuk sementara sebelum ditangani oleh instansi dan/atau pihak yang berwenang;

8. Memberikan pelayanan kepada masyarkat sesuai dengan kepentingannya dalam lingkungan tugas kepolisian;serta

9. Melaksanakan tugas lainsesuai dengan peraturan perundang- undangan.

F. MetodePenelitian

Metode penelitian berisi uraian tentang metode atau cara yang penulis gunakan untuk memperoleh data atau informasi. Metode penelitian berfungsi sebagai pedoman dan landasan tata cara dalam melakukan operasional penelitian untuk menulis suatu karya ilmiah yang penulis lakukan. Sesuai dengan permasalahan yang diangkat dan untuk menjawab tujuan penelitian, maka dalam metode penelitian ini langkah-langkah yang dipergunakan

(37)

sebagai berikut:

1. Spesifikasi Penelitian

Dalam penulisan skripsi ini, metode yang digunakan adalah gabungan antara yuridis normatif dan yuridis sosiologis. Penelitian yuridis normatif yaitu penelitian melalui pendekatanyang dilakukan berdasarkan bahan hukum utama dengan cara menelaah teori-teori konsep-konsep, asas-asas hukumyang berhubungan dengan judul skripsi yang berjudul “Peranan Kepolisian Dalam Mengungkap Tindak Pidana Penadahan Sepeda Motor”(Studi Kasus Polres Tobasa). Penelitian yuridis sosiologis yaitu penelitian yang digunakan untuk mengetahui bagaimana Upaya kepolisian di lapangan dalam menanggulangi tindak pidana penadahan di wilayah Kabupaten Tobasa.

2. Jenis Data dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam skripsi ini adalah data primer, dan data sekunder.Data primer diperoleh melalui wawancara dengan narasumber. Data sekunder diperoleh melalui studikepustakaan,meliputi peraturan perundang- undangan, buku, situs internet, media massa, putusan pengadilan dan bahan lainnya yang berhubungan dengan penulisan skripsi ini.

3. Metode Pengumpulan Data

Dalam penelitian skripsi ini penulis menggunakan metode pengumpulan data melalui:

a. Penelitian Kepustakaan (library research).

(38)

Merupakan suatu teknik mengidentifikasi isi dengan metode studi kepustakaan, metode ini digunakan dalam rangka memperoleh datasekunder, yaitu mengumpulkan data berupa buku-buku ilmiah yang berhubungan dengan masalah yang diteliti, peraturan perundang-undangan yang sesuai, dan lain sebagainya dengan membaca dan mengkaji bahan tersebut.

b. Penelitian Lapangan (field research).

Terhadap data lapangan (primer) teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara.Wawancara merupakan suatu usaha yang dilakukan secara sistematis dan ilmiah untuk memperoleh suatu keterangan di lapangan.

4. Analisis Data.

Metode yang digunakan penulis untuk menganalisis data adalah analisis kualitatif.Berdasarkan sifat penelitian ini yang menggunakan metode penelitian bersifat deskriptif analitis, analisis data yang dipergunakan adalah pendekatan kualitatif terhadap data primer dan data sekunder.31

G. Sistematika Penulisan

Dalam hal ini penulis mengumpulkan, mempelajari, dan memahami data yang ada yang akan menghasilkan data deskriptif analisis, sehingga menjawab permasalahan dalam skripsi ini.

31 H. Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2013, hlm. 107.

(39)

Dalam penulisan ini penulis membagi kedalam 4 (empat) bab dimana bab-bab tersebut dibagi lagi kedalam sub-sub bab yang saling berkaitan,untuk memudahkannya maka sistematikanya seperti ini:

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini dimulai dengan mengemukakan apa yang menjadi latar belakang penulisan skripsi yang berjudul “Peran Kepolisian Dalam Mengungkap Tindak Pidana Penadahan Sepeda Motor”, kemudian menyebutkan apa yang menjadi rumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, tinjauan pustaka, serta bagaimana metode penelitian dan sistematika penulisan dari skripsi ini.

BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA PENADAHAN DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Bab ini akan membahas tentang tugas dan fungsi kepolisian dan pengaturan tindak pidana penadahan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

BAB III PENEGAKAN HUKUM TENTANG TINDAK PIDANA PENADAHAN DI KABUPATEN TOBA SAMOSIR

Bab ini akan menguraikan tentang data-data kasus tindak pidana penadahan sepeda motor, hambatan-hambatan yang dialami pihak kepolisian, dan kebijakan untuk mengungkap kasus-kasus tindak pidana penadahan sepeda motor di Kabupaten Toba Samosir.

(40)

BAB IV PENUTUP

Bab ini merupakan penutup penulisan skripsi dalam bab ini berisi kesimpulandan saran dari penulis.

BAB II

KEBIJAKAN DAN PERAN KEPOLISIAN RESORT TOBASA DALAM MENGUNGKAP KASUS - KASUS TINDAK PIDANA

PENADAHAN

(41)

A. Kepolisian Resort Tobasa

Kepolisian resort Tobasa merupakan satu instansi pemerintahan yang ada di Tobasa dimana kepolisian Resort Tobasa berlokasi di jalan Porsea Pematang Siantar, kecamatan Posea berperan sebagai pelindung dan pengayom masyarakat kabupaten Tobasa. Selain berperan sebagai pelindung dan pengayom masyarakat kepolisian juga bertugas sebagai aparat penegak hukum sehingga Kepolisian resort Tobasa memiliki visi dan misi.

1. Visi & Misi Polres Tobasa

VISI:

“Mewujudkan stabilitas keamanan dan ketertiban masyarakat Kabupaten Toba Samosir, melaksanakan kemintraan, kerjasama dan pemberdayaan potensi masyarakat.”

MISI:

1) Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat diwilayah hukum Polres Tobasa dengan meningkatkan kemampuan deteksi dini;

2) Memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat secara mudah, respontif dan tidak diskriminatif agar masyarakat merasa bebas dari segala brntuk gangguan fisik dan psikis;

3) Memelihara kamtibcar lantas di wilayah Polres Tobasa untuk menjamin keselamatan dan kelancaran arus orang dan barang;

4) Menyelenggarakan operasi kepolisian dan operasi kewilayahan dalam menciptakan situasi kamtibnas yang kondusif;

5) Menyelenggarakan dan mengembangkan Perpolisian masyarakat melalui pembentukan forum kemintraan perpolisian masyarakat (FKPM) di setiap kecamatan dan pedesaan guna menciptakan masyarakat patuh hukum;

6) Menegakkan hukum diwilayah Polres Tobasa secara professional,propoesional, transparan dan akuntabel untuk menjamin kepastian hukum dan rasa keadilan;

(42)

7) Mengelola seluruh sumber daya Polres Tobasa secara profesional, transparan dan akuntabel guna mendukung operasional tugas Polri;

8) Meningkatkan kordinasi dan kerjasama dengan pihak pemerintah daerah, dewan perwakilan rakyat daerah, kejaksaan negeri dan TNI serta komponen masyarakat lainnya dalam rangka memelihara keamanan dan ketertiban di kabupaten Toba Samosir .

2. Struktural dari Kepolisian Resort Tobasa

(43)

3. Tugas dan Fungsi Kepolisian Resort Tobasa

Sama halnya dengan tugas dan fungsi dari Kepolisian pada umunya, tugas dan fungsi dari Kepolisian resort Tobasa adalah sebagai berikut:

a. Fungsi Kepolisian Resort Tobasa

(44)

Fungsi Kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan negara dibidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, dan pelayanan kepada masyarakat. Selain itu kepolisian resort Tobasa juga dapat melakukan penyelidikan terhadap semua tindak pidana, tindak pidana yang dimaksudkan adalah pelanggaran dan kejahatan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang diatur dalam Kitap Undang Hukum pidana (KUHP) maupun yang tersebar diluar KUHP.

Dalam menjalankan fungsi sebagai aparat penegak hukum polisi harus memahami azas-azas hukum yang digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam pelaksaan tugas, yaitu sebagai berikut:

1) Asas legalitas, dalam melaksanakan tugasnya sebagai penegak hukum wajib tunduk pada hukum.

2) Asas kewajiban, merupakan kewajiaban polisi dalam menangani permasalahan dalam masyarakat yang bersifat diskresi, karena belum diatur dalm hukum.

3) Asas partisipasi, dalam rangka mengamankan lingkungan masyarakat polisi mengkoordinasi pengamanan Swakarsa untuk mewujudkan ketaatan hukum di kalangan masyarakat.

4) Asas preventif, selalu mengedepankan tindak pencegahan dari pada penindakan (represif) kepada masyarakat.

5) Asas subsidaritas, melakukan tugas instansi lain agar tidak menimbulkan permasalahan yang lebih besar sebelum ditangani oleh instansi yang membidangi.

b. Tugas Kepolisian Resort Tobasa

Tugas kepolisian adalah Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hokum, dan memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Selain dari pada ini kepolisian Resort Tobasa juga bertugas sebagai:

(45)

1. Melaksanakan pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan patrol terhadap kegiatan masyarakat dan pemerintah sesuai kebutuhan;

2. Menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas dijalan;

3. Membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat, kesadaran hukum masyarakat serta ketaatan warga masyarakat terhadap hukum dan peraturan perundang- undangan;

4. Turut serta dalam pembinaan hukum nasional;

5. Memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum;

6. Melakukan koordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknis terhadap kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil, danbentuk-bentuk pengamanan swakarsa;

7. Melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya;

8. Menyelenggarakan identifikasi kepolisian, kedokteran kepolisian, laboratorium forensik dan psikologi kepolisian untuk kepentingan tugas kepolisian;

9. Melindungi keselamatan jiwaraga, harta benda, masyarakat, dan lingkungan hidup dari gangguan ketertiban dan/atau bencana termasuk memberikan bantuan dan pertolongan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia;

10. Melayani kepentingan warga masyarakat untuk sementara sebelum ditangani oleh instansi dan/atau pihak yang berwenang;

11. Memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan kepentingannya dalam lingkup tugas kepolisian; serta

12. Melaksanakan tugas lain sesuai dengan peraturan perundang- undangan”.

(46)

B. Data-data Kasus Tindak Pidana Penadahan Pada Polres Tobasa

Tindak pidana penadahan sepeda motor merupakan salah satu tindak pidana yang meresahkan masyarakat di kabupaten Tobasa, karena tindak pidana penadahan merupakan salah satu tindakan yang menggiurkan bagi para pelaku, hal ini dikarenakan tindak pidana penadahan ini sulit di ungkap ataupun diketahui oleh polisi dan juga uang yang dihasilkan dari tindak pidana penadahan ini cukup lumayan, alasan dikatakannya tindak pidana penadahan ini sulit diungkap oleh pihak kepolisian karena hasil dari pencurian sepeda motor tersebut telah berpindah tangan dari si pencuri sepeda motor kepada pembeli sepeda motor tersebut sehingga barang buktinya akan makin sulit untuk dilacak oleh pihak kepolisian.

Didaerah Tobasa kasus tindak pidana penadahan memnag banyak terjadi, akan tetapi karena kearifan lokal yang berlaku di Tobasa banyak tindak pidana penadahan diselesaikan secara kekeluargaan sehingga kasus tersebut jarang dimasukkan kedalam data kepolisian berbeda halnya dengan kasus-kasus tindak pidana penadaan yang terjadi di kota-kota besar.

Berikut ini merupakan data-data kasus tindak pidana pencurian dan penadahan sepeda motor di wilayah kepolisian resort Tobasa.

Tabel 1

Data Pengungkapan Kasus Pencurian dan Penadahan Sepeda Motor di Kabupaten Tobasa dari tahun 2011-2015

(47)

Tahun

Jumlah Kasus

Pencurian sepeda motor

Penadahan sepeda motor

2011 5 -

2012 12 1

2013 11 2

2014 10 -

2015 5 -

Jumlah 33 3

Sumber: Sat Reskrim Polres Tobasa.

Tabel 1 merupakan rekapitulasi dari kasus pencurian sepeda motor dan penadahan dikabupaten tobasa dari tahun 2011 sampai tahun 2015 yang berhasil diungkap kepolisian resort Tobasa. Jumlah kasus pencurian sepeda motor sebanyak 33 kasus sedangkan jumlah kasus penadahan sebanyak 3 kasus, hal ini menunjukkan tindak pidana penadahan sepeda motor dikabupaten Tobasa sudah meresahkan masyarakat memang apabila dibandingkan dengan daerah perkotaan yang penduduknya lebuh banyak dari kabupaten Tobasa tentu jumlah kasus penadahan ini sangat sedikit karena dalam waktu 5 tahun jumlah kasus penadahannya hanya terdapat 10 kasus saja. Sebenarnya jumlah kasus penadahan di daerah Tobasa lebih dari yang ada dalam tabel akan tetapi karena polres Tobasa masih menghargai sistim kearifan lokal yang ada maka banyak kasus penadahan tersebut diselesaikan secara kekeluargaan terlebuh dahulu apabila tidak dapat

(48)

diselesaikan secara kekeluargaan barulah kasus penadahan tersebut di proses oleh pihak kepolisian.

Tabel 2

Rata-Rata Keadaan Status Tersangka Pencurian dan Penadahan Sepeda Motor

(49)

Tabel 2 menjelaskan mengenai status pelaku tindak pidana pencurian dan penadahn sepeda motor yang berhasil ditangkap pihak kepolisian resort Tobasa.

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa status pendidikan yang dimiliki pelaku hanya sebatas SMP dan SMA sedangkan pekerjaannya merupakan wiraswasta dan pengangguran, pengengguran merupakan pelaku tindak pencurian sedangkan yang wiraswasta merupakan seorang penadah dan bertugas untuk menyembunyikan sepeda motor yang berhasil dicuri. Didaerah Tobasa banyak masyarakat yang ingin memiliki barang yang murah tanpa memperdulikan darimana asal usul baran itu sehingga barang hasil pencurian dapat dengan cepat dijual oleh penadah.

No. Status Keterangan

1. Pendidikan SMP, SMA

2. Pekerjaan PENGANGGURAN,

WIRASWASTA

3. Faktor Pendorong Ekonomi

4. Usia a. 20 – 30 tahun = 20%

b. 30 – 40 tahun = 50%

c. 40 – 50 tahun = 30%

(50)

Sedangkan faktor yang menyebabkan terjadinya tindak pidana penadahan sepeda motor dikabupaten Tobasa merupakan faktor ekonomi karena keadaan ekonomi yang lemah dan pekerjaan tidak ada, sehingga untuk mendapatkan uang pelaku mencuri dan menjual barang tersebut untuk mendapakan uang. Usia pelaku berkisar antara umur 20 sampai 50 tahun, usia pelaku pencuri pada umumnya antara umur 20 sampai 40 sedangkan usia pelaku tindak pidana penadahan bekisar antara 30 sampai 50 tahun. Pelaku tindak pidana penadahan bukan hanya pria saja akan tetapi wanita juga ikut terlibat, pada umumnya wanita terlibat dia berperan sebagai penadah yang bertugan menjual hasil curian agar orang yang membeli tidak terlalu curiga terhadap barang tersebut.

C. Peran Kepolisian Resort Tobasa Mengungkap Kasus-Kasus Tindak Pidana Penadahan.

Kepolisian resort Tobasa dalam mengungkap kasus tindak pidana penadahan di Tobasa memiliki peran melakukan penyelidikan terkait dengan adanya laporan kasus penadahan, setelah melakukan penyelidikan dan memang terbukti telah terjadi tindak pidana penadahan maka pihak kepolisian resort Tobasa melakukan penangkapan terhadap pihak-pihak terkait dengan tindak pidana tersebut. Selain melakukan penyelidikan dan penangkapan terhadap kasus penadahan tersebut, kepolisian resort Tobasa juga melakukan berbagai upaya untuk mengurangi terjadinya tindak pidana penadahan di Tobasa seperti malakukan upaya penal dan non-penal dalam menanggulangi tindak pidana penadahan di Kabupaten Tobasa.

Kedua upaya tersebut memiliki pengaruh yang berbeda dikarenakan tindakannya juga berbeda dikatakan demikian karena upaya penal dilakukan setelah terjadi tindak pidana atau dapat dikatakan upaya penal ini sebagai tindakan kepoisian untuk menangkap pelaku, sedangkan upaya non-penal dilakukan

(51)

kepolisian sebelm terjadi tindak pidana penadahan, kegiatan kepolisian berupa non-penal seperti melakukan penyuluhan kepada masyararakat tentang tindak pidana penadahan, atau dapat dikatakan upaya non-penal ini berupa upaya pencegahan yang dilakukan oleh pihak kepolisian dan memberikan pemahaman tentang hukum kepada masyarakat.

Berikut adalah penjelasan lebih lanjut tentang upaya penal dan non-penal yang dilakukan oleh pihak kepolisian,

1. upaya penal

Dalam perkara tindak pidana penadahan kendaraan bermotor, upaya Penal yang dilakukan oleh Polisi, khusunya di Polres Tobasa adalah dengan menangkap dan menerapkan Pasal 303 dan/atau 303 bis KUHP kepada pelaku-pelakunya kemudian memeriksa mereka menurut KUHAP dan peraturan perundang- undangan yang berlaku. Tugas Polisi dalam hal ini dimulai dengan adanya laporan dari masyarakat setempat bahwa telah terjadi suatu peristiwa yang diduga penadahan.Setelah mendengar dan menerima laporan tersebut, beberapa anggota Polisi segera melakukan penyelidikan.Kebanyakan laporan yang diterima oleh Polres Tobasa berupa laporan lisan, dan sesuai dengan ketentuan yang ada di dalam Pasal 103 ayat (2) KUHAP, maka laporan tersebut kemudian dicatat oleh Penyelidik dan ditandatangani oleh pelapor dan Penyelidik.32

Dalam melakukan penyelidikan, Polisi segera terjun ke lokasi kejadian untuk mencari tahu apakah laporan masyarakat yang menyatakan bahwa telah terjadi tindak pidana penadahan itu benar atau tidak, apabila setelah melakukan pengecekan dan pengintaian beberapa saat di lokasi kejadian, memang benar telah

32Hasil wawancara dengan Akp M.Nainggolan, Kepala Unit Pidana Umum Sat Reskrim PolresTobasa, Hari Selasa, tanggal 22November 2016, pukul 10.00 WIB.

Gambar

Tabel 1 merupakan rekapitulasi dari kasus pencurian sepeda motor dan  penadahan dikabupaten tobasa dari tahun 2011 sampai tahun 2015 yang berhasil  diungkap kepolisian resort Tobasa

Referensi

Dokumen terkait

TABLE 7.3 Comparison Between the Current User Interface Generation of Command-based Interfaces and the Potential Next. Generation of Interfaces Across

Berdasarkan penyuluhan tersebut diketahui bahwa ternak itik merupakan usaha atau bisnis alternatif yang menjanjikan dan layak untuk dijalankan karena memberikan

1. Para migran beranggapan bahwa pendapatan yang dihasilkan di Malaysia atau Arab Saudi lebih banyak daripada pendapatan mereka yang hanya bekerja di daerahnya

Aset keuangan tersedia untuk dijual merupakan aset yang ditetapkan sebagai tersedia untuk dijual atau tidak diklasifikasikan dalam kategori instrumen keuangan yang

Dalam rangka mewujudkan visi dan misi tersebut dalam tahun 2015, Satuan Kerja Perangkat Daerah Kantor Sekretariat DPRD Kota Bukittinggi telah merencanakan dan

Berikut ini adalah beberapa jenis mate yang biasa digunakan dalam Solidworks, khususnya pada modul basic assembly

(4) Calon pegawai Izin Belajar yang dinyatakan lolos verifikasi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan sebagai Pegawai Izin Belajar oleh Kepala

Kemudian, penambahan komite audit sebagai alat untuk memoderasi pengaruh antara profitabilitas terhadap corporate environmental disclosure dari rapat yang diadakan