BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini, tinjauan pustaka berisi teori-teori yang mendukung penelitian dan kerangka teori. Dalam tinjauan pustaka, teori-teori atau hasil penelitian digabungkan menjadi satu rangkuman dengan memakai bahasa Inggris dan bahasa Indonesia.
2.1 Metode Pembelajaran 2.1.1 Pengertian
Metode pembelajaran adalah cara pembentukan atau pemantapan pengertian peserta (penerima informasi) terhadap suatu penyajian infomasi/bahan ajar (Daryanto, 2013). Hamalik (2009) dalam Fanani (2014) menyatakan bahwa metode adalah cara untuk menyampaikan materi pembelajaran dalam upaya mencapai tujuan kurikulum. Definisi tersebut menegaskan bahwa metode pembelajaran ialah 1) cara, 2) untuk menyampaikan, 3) materi pembelajaran, 4) sebagai upaya mencapai tujuan kurikulum.
Metode pembelajaran adalah suatu cara atau upaya yang dilakukan oleh para pendidik agar proses belajar-mengajar pada siswa tercapai sesuai dengan tujuan. Metode pembelajaran ini sangat penting di lakukan agar proses belajar mengajar tersebut menyenangkan dan tidak membuat para siswa tersebut bosan, dan juga para siswa tersebut dapat menangkap ilmu dari pendidik tersebut dengan mudah.
Pendidik yang mengajar dengan menggunakan metode yang efektif dan efisien dapat mempertinggi minat dan perhatian peserta didik serta mencapai tujuan pembelajaran (Samiudin, 2016). Dari analisis yang di lakukan, lahirlah pemahaman tentang kedudukan metode sebagai alat
motivasi ekstrinsik, sebagai strategi pengajaran, dan sebagai alat untuk mencapai tujuan. Berikut adalah penjelasanya menurut Djamarah (2013).
2.1.1.1 Metode sebagai alat motivasi ekstrinsik
Dalam penggunaan metode terkadang pendidik harus menyesuaikan dengan kondisi dan suasana kelas. Jumlah peserta mempengaruhi pengunaan metode. Tujuan instruksional adalah pedoman yang mutlak dalam pemilihan metode. Dalam perumusan tujuan, pendidik perlu merumuskanya dengan jelas dan dapat di ukur. Dengan demikian mudahlah bagi pendidik menentukan metode yang bagaimana yang di pilih guna menunjang pencapaian tujuan yang telah dirumuskan tersebut.
(Djamarah, 2013)
Ginting (2008) dalam Syahrowiyah (2016) menyatakan dalam pembelajaran, motivasi adalah sesuatu yang menggerakkan atau mendorong siswa untuk belajar atau menguasai materi pembelajaran yang sedang diikutinya. Tanpa motivasi, siswa tidak akan tertarik dan serius dalam mengikuti pembelajaran.
Sebaliknya dengan adanya motivasi yang tinggi, siswa akan tertarik dan terlibat aktif bahkan berinisiatif dalam proses pembelajaran. Dengan motivasi yang tinggi siswa akan berupaya sekuat-kuatnya dan menempuh berbagai strategi positif untuk mencapai keberhasilan dalam belajar.
Dalam proses belajar mengajar pendidik tidak bisa memaksakan kehendaknya dalam melakukan atau memilih suatu metode pembelajaran. Pendidik harus menyesuaikan metode yang akan di gunakan dengan anak didiknya agar anak didiknya bisa termotivasi oleh metode pembelajaran yang di berikan untuk mencapai tujuan dari pembelajaran.
2.1.1.2 Metode sebagai strategi pengajaran
Dalam kegiatan belajar mengajar tidak semua peserta didik mampu berkonsentrasi dalam waktu yang relatif lama. Daya serap peserta didik terhadap bahan yang diberikan juga bemacam- macam, ada yang cepat, ada yang sedang, dan ada yang lambat.
Faktor inteligensi mempegaruhi daya serap peserta didik terhadap bahan pelajaran yang diberikan oleh pendidik. Cepat lambatnya penerimaan peserta didik terhadap bahan pelajaran yang diberikan menghendaki pemberian waktu yang bervariasi, sehingga penguasaan penuh tercapai (Djamarah, 2013).
Dari pernyataan di atas untuk mengatasi perbedaan kemampuan berpikir peserta didik, pendidik memerlukan strategi pengajaran yang tepat.
2.1.1.3 Metode sebagai alat untuk mencapai tujuan
Tujuan adalah suatu cita-cita yang akan dicapai dalam kegiatan belajar mengajar. Tujuan adalah pedoman yang memberi arah ke mana kegiatan belajar mengajar akan dibawa. Pendidik tidak bisa membawa kegiatan belajar mengajar menurut kehendak hatinya dan mengabaikan tujuan yang telah dirumuskan. Itu sama artinya perbuatan yang sia-sia. Kegitan belajar mengajar yang tidak mempunyai tujuan sama halnya ke pasar tampa tujuan, sehingga sukar menyeleksi mana kegiatan yang harus dilakukan dan mana yang harus diabaikan dalam upaya untuk mencapai keinginan yang di cita-citakan. (Djamarah, 2013).
Dengan memanfaatkan metode pembelajaran, pendidik akan mampu mencapai tujuan pengajaran. Antara metode dan tujuan jangan bertolak belakang. Artinya, harus menunjang pencapaian tujuan pengajaran.
2.1.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan metode pembelajaran Ada beberapa faktor-faktor yang harus diperhatikan pendidik dalam pemilihan suatu metode pembelajaran menurut Hamdayama (2016) dalam sebagai berikut :
2.1.2.1 Tujuan yang Hendak Dicapai
Faktor pertama yang hendaknya dikaji oleh guru dalam rangka menetapkan metode mengajar ialah tujuan pembelajaran. Tujuan ini hendaknya dijadikan patokan dalam memiliki dan menetapkan efektivitas suatu metode mengajar. Apabila seorang guru menggunakan metode mengajar yang tidak sesuai dengan tujuan pembelajaran maka yang ia lakukan bersifat sia-sia. Dalam setiap tujuan pembelajaran yang ada, dalam rencana pembelajaran dicantumkan sejumlah model, metode, dan fasilitas dalam menca- painya. Oleh karena itu, guru harus mengkaji secara saksama metode belajar yang akan dipergunakan.
2.1.2.2 Keadaan Siswa
Metode mengajar merupakan alat untuk menggerakkan peserta didik agar dapat mempelajari pelajaran yang akan diajarkan. Guru hendaknya mampu memahami perkembangan psikologis, motorik, maupun mental peserta didik seorang guru hendaknya tidak memaksakan satu metode dalam kelas tertentu. Guru yang baik adalah seorang guru yang mampu memahami keinginan peserta didik, serta mahir dalam membangkitkan motivasi in- trinsik peserta didik. Jika tumbuh motivasi belajar yang tinggi dalam diri peserta didik maka mereka akan senang dalam proses pembelajaran, menghasilkan yang optimal dan memuaskan, serta tercapainya sejumlah standar kompetensi yang ada dalam kurikulum.
2.1.2.3 Bahan Pengajaran
Dalam menetapkan metode mengajar, guru hendaknya memperhatikan bahan pengajaran seperti isi, sifat, dan
cakupannya. Guru harus mampu menguraikan bahan pengajaran ke dalam unsur-unsur secara rinci dalam rencana pembelajarannya. Berdasarkan unsur tersebut, tampak apakah bahan itu hanya berisi fakta dan kecakapan yang hanya membutuhkan daya mental untuk menguasainya atau berisi keterampilan dan kebiasaan yang membutuhkan penguasaan secara motorik, ataukah hanya beberapa hal atau mungkin hanya satu hal. Setelah menginventarisasi sifat atau unsur bahan pengajaran, guru dapat segera memperhatikan metode yang memiliki ciri-ciri yang sesuai dengan bahan pengajaran dimaksud, lalu menetapkan satu atau beberapa metode yang hendak digunakan dalam mengajar.
2.1.2.4 Situasi Belajar Mengajar
Pengertian situasi belajar mencakup suasana dan keadaan kelas yang berdekatan yang mungkin mengganggu jalannya proses belajar mengajar, keadaan peserta didik seperti masih bersemangat atau sudah lelah dalam belajar, keadaan cuaca cerah atau hujan, serta keadaan guru yang sudah lelah atau sedang menghadapi berbagai masalah.
2.1.2.5 Fasilitas yang Tersedia
Sekolah tentu saja memiliki fasilitas. Dalam kenyataannya, ada sekolah yang memiliki fasilitas lengkap sesuai dengan kebutuhan proses belajar mengajar; ada pula sekolah yang memiliki sedikit fasilitas. Secara garis besar, fasilitas sekolah dapat dibagi ke dalam dua bagian.
a. Fasilitas fisik, seperti ruang dan perlengkapan belajar di kelas, alat-alat peraga pengajaran, buku teks pelajaran dan perpustakaan, tempat dan perlengkapan berbagai praktikum, laboratorium, serta pusat-pusat keterampilan, kesenian, keagamaan, dan olahraga dengan segala perlengkapannya.
b. Fasilitas nonfisik, seperti kesempatan, biaya, berbagai aturan, serta kebijaksanaan pimpinan sekolah.
2.1.2.6 Guru
Setiap guru memiliki kemampuan dalam menerjemahkan kurikulum dan sejumlah kompetensi belajar yang berbeda-beda.
Kemampuan ini tentunya berkaitan erat dengan penggunaan metode belajar yang akan dipakai. Di samping itu, seorang guru harus memiliki dedikasi yang tinggi dalam mengajar dan mendidik para siswanya. Seorang guru harus bisa membaca kurikulum secara cermat, memilih metode mengajar yang sesuai, mampu memahami keinginan peserta didik, serta mempertimbangkan dengan sejumlah fasilitas yang ada. Guru saat ini dituntut untuk terus belajar, mengenali,dan menguasai sejumlah metode mengajar.
2.1.2.7 Kelebihan dan Kekurangan dari Tiap Metode
Setiap metode pembelajaran memiliki kelebihan dan kekurangannya. Oleh sebab itu, tidak bisa bagi seorang guru untuk membuat kesimpulan terhadap suatu metode lebih baik atau lebih buruk tugas guru dalam menetapkan metode ialah mengetahui dan mempertimbangkan batas-batas kelebihan dan kekurangan metode yang akan digunakannya. Pengetahuan dan pemahaman seorang guru dalam memilih suatu metode pembelajaran sangat penting sebelum memutuskan metode mana yang akan dipakai.
2.1.3 Macam-Macam Metode Pembelajaran
Metode pembelajaran beraneka ragam macamnya seorang pendidik harus memiliki metode mengajar yang bervariasi, agar dalam proses belajar mengajar tidak membosankan dan menyenangkan sehingga tujuan pengajaran yang telah dirumuskan oleh pendidik dapat tercapai.
Menurut Djamarah (2013) macam-macam metode pembelajaran sebagai berikut:
2.1.3.1 Metode Proyek
Metode proyek atau unit adalah cara penyajian pembelajaran yang bertitik tolak dari suatu masalah, kemudian dibahas dari berbagai segi yang berhubungan sehingga pemecahannya secara keseluruhan dan bermakna.
2.1.3.2 Metode Eksperimen
Metode eksperimen (percobaan) adalah cara penyajian pelajaran, di mana peserta melakukan percobaan dengan mengalami dan membuktikan sendiri sesuatu yang dipelajari. Peserta dituntut untuk mengalami sendiri, mencari kebenaran, atau mencoba mencari suatu hukum atau dalil, dan menarik kesimpulan atas proses yang dialaminya (Djamarah, 2013). Metode eksperimen ialah metode yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk melatih melakukan proses secara mandiri sehingga siswa sepenuhnya terlibat untuk menemukan fakta, mengumpulkan data, mengendalikan variable, merencanakan eksperimen dan memecahkan masalah yang dihadapi secara nyata (Juminarti, 2013). Metode eksperimen mengajarkan siswa tidak begitu saja menerima sejumlah informasi yang diperolehnya tetapi akan berusaha untuk memahami dengan membandingkan tahap fakta yang diperolehnya dalam percobaan yang dilakukan.
2.1.3.3 Metode Tugas dan Resitasi
Metode resitasi (penugasan) adalah metode penyajian bahan di mana pendidik memberikan tugas tertentu agar peserta melakukan kegiatan belajar. Metode ini diberikan karena dirasakan bahan pelajaran terlalu banyak, sementara waktu sedikit. Artinya, banyaknya bahan yang tersedia dengan waktu kurang seimbang.
2.1.3.4 Metode Diskusi
Metode diskusi adalah cara penyajian pelajaran, di mana peserta dihadapkan kepada suatu masalah yang bisa berupa pernyataan atau pertanyaan yang bersifat problematis untuk dibahas dan dipecahkan bersama. Di dalam diskusi ini proses belajar mengajar terjadi, di mana interaksi anatara dua atau lebih individu yang terlibat, saling tukar menukar pengalaman, informasi, memecahkan masalah, dapat terjadi juga semuanya aktif, tidak ada yang pasif sebagai pendengar saja (Djamarah, 2013).Peneliti meyakini metode diskusi merupakan suatu sarana agar siswa dapat berperan lebih aktif untuk menggali dan memperkaya ilmu mereka. Selain itu metode diskusi memberikan kesempatan kepada para siswa untuk saling berkomunikasi dan bertukar pendapat, sehingga para siswa tidak hanya menerima dari guru saja tetapi dapat menggali dan berbagi pengetahuan yang mereka miliki.
2.1.3.5 Metode Sosiodrama
Metode sosiodrama dan role playing dapat dikatakan sama artinya, dan dalam pemakaiannya sering disilih artikan.
Sosiodrama pada dasarnya mendramatisasikan tingkah laku dalam hubungannya dengan masalah sosial.
2.1.3.6 Metode Demontrasi
Metode demonstrasi adalah cara penyajian pelajaran dengan meragakan atau mempertunjukkan kepada peserta suatu proses, situasi, atau benda tertentu yang sedang di pelajari, baik sebenarnya atau tiruan, yang sering di sertai dengan penjelasan lisan. Dengan metode demonstrasi, proses penerimaan peserta terhadap pelajaran akan lebih berkesan secara mendalam, sehingga membentuk pengertian dengan baik dan sempurna. Juga peserta dapat mengamati dan memperhatikan apa yang diperlihatkan selama pelajaran berlangsung (Djamarah, 2013).
Metode demonstrasi mengacu pada jenis metode pengajaran dimana guru adalah aktor utama sementara peserta didik menonton dengan maksud untuk bertindak kemudian. Disini guru melakukan apapun yang diharapkan peserta didik di akhir pelajaran dengan menunjukkan kepada mereka bagaimana melakukannya dan menjelaskan proses langkah demi langkah kepada mereka (Daluba, 2013).
Metode demontrasi sangat baik di gunakan dalam proses pembelajaran, karena untuk menggambarkan gambaran yang lebih jelas perlu dilakukan simulasi yaitu dengan demonstrasi.
Pembelajaran BHD dengan menggunakan metode demonstrasi dimana instruktur mendemonstrasikan cara melakukan pertolongan pertama pada pasien henti jantung. Peserta melihat langsung dengan jelas yang didemonstarsikan oleh instruktur dan peserta pembelajaran dapat melihat dan mengamati pembelajaran secara langsung. Nurhidayati (2010) dalam Setianingsih (2017) mengatakan bahwa metode demonstrasi memiliki rata-rata nilai lebih besar karena sasaran belajar serta proses belajar berhubungan dengan mekanisme terjadinya perubahan kemampuan pada diri peserta didik dalam proses pembelajaran.
Kelebihan dan kekurangan metode demonstrasi menurut Huda (2010) dalam Fitriyah (2017) sebagai berikut :
a. Kelebihan metode demonstrasi
1) Membuat pembelajaran menjadi lebih jelas dan lebih konkret;
2) Memusatkan perhatian siswa pada pembelajaran;
3) Lebih mengarahkan proses belajar siswa pada materi yang sedang dipelajari;
4) Lebih melekatkan pengalaman dan kesan sebagai hasil pembelajaran dalam diri siswa;
5) Membuat siswa lebih mudah memahami apa yang dipelajari;
6) Membuat proses pengajaran lebih menarik;
7) Merangsang siswa untuk aktif mengamati antar teori dengan kenyataan;
8) Membantu siswa memahami dengan jelas jalannya suatu proses atau cara kerja suatu benda;
9) Memudahkan berbagai jenis penjelasan;
10) Memperbaiki kesalahan yang terjadi dari hasil ceramah melalui pengamatan dan contoh konkret dengan menghadirkan objek sebenarnya.
b. Kekurangan metode demonstarsi
1) Metode demonstrasi mengharuskan keterampilan guru secara khusus;
2) Tidak tersedianya fasilitas-fasilitas pendukung, seperti peralatan, tempat, dan biyaya yang memadahi setiap kelas;
3) Memerlukan kesiapan dan perencanaan yang matang disamping waktu yang cukup panjang;
4) Tidak semua benda dapat didemonstrasikan;
5) Sukar dimengerti bila didemonstrasikan oleh guru yang kurang menguasai materi atau barang yang didemonstrasikan.
Sutono (2015) melaporkan dalam penelitiannya tentang pelatihan RJP dengan menggunakan metode umpan balik instruktur pada keperawatan S1 sangat efektif. Penelitian ini membandingkan hasil nilai kompresi dan ventilasi dari tiga kelompok yang mendapatkan intervensi. Sampel diambil secara random, dibagi
dalam tiga kelompok. Kelompok 1 adalah kelompok mahasiswa yang mengikuti pelatihan RJP yang mendapatkan demonstrasi skill dengan umpan balik instruktur. Kelompok 2 dengan umpan balik audiovisual. Kelompok ke 3 dengan kombinasi keduanya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua nilai baik kompresi dada maupun volume ventilasi tidak ada perbedaan yang signifikan. Rerata kedalaman kompresi dada dengan α 0,097, Rerata kecepatan dengan α0,064, Untuk komponen ventilasi (rerata volume ventilasi) dengan capaian nilai α 0,106.
Kesimpulan penelitian ini adalah tidak terdapat perbedaan nilai kompresi dan ventilasi RJP pada ketiga metode pembelajaran.
Metode pembelajaran demonstrasi bisa digunakan untuk meningkatkan keterampilan RJP khususnya pada pendidikan S1 Keperawatan di Yogyakarta.
Astuti (2012) dalam penelitianya mengatakan pembelajaran menggunakan metode demontrasi pemasangan infus sangat efektif untuk meningkatkan kemampuan siswa. Desain penelitian menggunakan eksperimen kuasi. Subjek penelitian dibagi dua kelompok satu kelompok menggunakan metode demonstrasi dan satu kelompok menggunakan media audiovisual. Populasi adalah mahasiswa Akademi Yakpermas di Kota Yogyakarta semester kedua. Sampel teknis menggunakan simple random sampling.
Analisis menggunakan uji Mann Whitney U. Hasilnya:
kemampuan siswa dalam pembelajaran menggunakan metode demonstrasi adalah 25% kurang, 50% baik, 25% sangat baik, pembelajaran menggunakan media audiovisual adalah 34,78%
kurang, 43,48% baik, 21,74% sangat baik dan p dua perbedaan metode adalah 0,423. Kesimpulan: pembelajaran menggunakan metode demonstrasi di gunakan dalam pembelajaran keterampilan pemasangan infus sangat efektif. Kesimpulannya
pembelajaran menggunkan metode demonstrasi bisa digunakan dalam pembelajaran RJP. Metode demonstrasi di bantu instruktur bisa efektif untuk mendapatkan hasil skill RJP yang di harapkan pada peserta didik.
2.1.3.7 Metode Problem Solving
Metode problem solving (metode pemecahan masalah) bukan hanya sekedar metode mengajar, tetapi juga merupakan suatu metode berpikir, sebab dalam problem solving dapat menggunakan metode-metode lainnya yang dimulai dengan mencari data sampai kepada menarik kesimpulan.
2.1.3.8 Metode Karyawisata
Teknik karyawisata adalah cara mengajar yang dilaksanakan dengan mengajar peserta ke suatu tempat atau objek tertentu di luar kelas untuk mempelajari/menyelidiki sesuatu seperti meninjau pabrik sepatu, suatu bengkel mobil, toko serba ada, suatu peternakan atau perkebunan, museum, dan sebagainya.
2.1.3.9 Metode Tanya Jawab
Metode tanya jawab adalah cara penyajian dalam bentuk pertanyaan yang harus dijawab, terutama dari pendidik kepada peserta, tetapi dapat pula dari peserta kepada pendidik.
2.1.3.10 Metode Latihan
Metode latihan yang disebut juga metode training merupakan suatu cara mengajar yang baik untuk menanamkan kebiasaan- kebiasaan yang baik. Selain itu, metode ini dapat juga digunakan untuk memperoleh suatu ketangkasan, ketepatan, kesempatan, dan keterampilan.
2.1.3.11 Metode Ceramah
Metode ceramah adalah metode yang boleh dikatakan metode- metode tradisional, karena sejak dulu metode ini telah dipergunakan sebagai alat komunikasi lisan anatara pendidik dengan peserta didik dalam proses belajar mengajar. Cara
mengajar dengan ceramah dapat dikatakan juga sebagai teknik kuliah, merupakan suatu cara mengajar yang digunakan untuk menyampaikan keterangan atau informasi atau uraian tentang suatu pokok persoalan serta masalah secara lisan.
2.2 Media
2.2.1 Pengertian
Kata media berasal dari bahasa latin medius yang secara harfiah berarti
“tengah” perantara atau pengantar. Dalam bahasa Arab, media adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim kepada penerima pesan.
Bahwa media apabila dipahami secara garis besar adalah manusia, materi atau kajadian yang membangun kondisi yang membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan, atau sikap. Dalam pengertian ini guru, buku, teks, dan lingkungan sekolah merupakan media. Secara lebih khusus, pengertian media dalam proses belajar mengajar cenderung diartikan sebagai alat-alat grafis, atau elektronis untuk menangkap, memproses, dan menyusun kembali informasi visual atau verbal (Arsyad, 2013).
Smaldino, et, al (2012) menyatakan bahwa teknologi dan media yang disesuaikan dan dirancang secara khusus dapat memberikan kontribusi bagi pembelajaran yang efektif dari seluruh peserta didik dan bisa membantu meraih potensi tertinggi. Ini artinya media dan teknologi memiliki andil yang kontributif untuk dapat meningkatkan kualitas dalam pembelajaran.
Media adalah suatu alat bantu untuk menyampaikan suatu informasi yang ingin di sampaikan agar mencapai suatu tujuan yang ingin dicapai.
Di jaman pesatnya teknologi seperti sekarang peran media sangat berperan baik itu untuk menyampaikan informasi dan pendidikan.
Khususnya media audiovisual dalam bentuk video pembelajaran
penyampaian suatu materi pembelajaran. Dapat dikatakan bahwa salah satu fungsi utama media pembelajaran adalah sebagia alat bantu mengajar yang turut mempengaruhi kondisi dan lingkungan belajar yang di ciptakan dan di tata oleh pendidik.
Pemakaian media pembelajaran dalam proses belajar mengajar dapat membangkitkan keinginan dan minat yang baru, membangkitkan motivasi dan rangsangan kegiatan belajar, dan bahkan membawa pengaruh-pengaruh psikologis terhadap peserta. Penggunaan media pembelajaran pada tahap orentasi pembelajaran akan sangat membantu keefektivan proses pembelajaran dan penyampaian pesan dan isi pembelajaran pada saat itu. Selain membangkitkan motivasi dan minat peserta, media pembelajaran juga dapat membantu peserta meningkatkan pemahaman, menyajikan data dengan menarik dan terpecaya, memudahkan penafsiran data dan mendapatkan informasi (Sudjana & Rivai, 2010).
Media merupakan segala sesuatu yang dapat menyalurkan pesan dari orang yang memberi pesan kepada orang yang menerima pesan baik berupa perangkat keras ataupun perangkat lunak. Disamping itu dengan adanya penggunaan media sangat membantu sekali dalam pembelajaran karena agar pesan yang disampaikan oleh guru pada siswa dapat dipahami dan lebih mudah diterima oleh siswa (Fujiyanto, et,al., 2016).
Media alat untuk menyampaikan suatu tujuan pembelajaran yang ingin di capai pendidik. Di jaman sekarang media sangat mempengaruhi segala aspek. Media untuk pendidikan sangat berguna, misalnya dulu pendidik cukup ceramah saja dalam penyampaian materi. Di jaman sekarang dengan di bantunya media audio seperti power point pendidik jadi lebih mudah dalam penyampaian materi.
2.2.2 Macam-macam Media
Media yang telah di kenal dewasa ini tidak hanya terdiri dari dua jenis, tetapi sudah lebih dari itu. Klasifikasinya bisa dilihat dari jenisnya, daya liputnya, dan dari bahan-bahan serta cara pembuatanya (Arsyad, 2013).
Dilihat dari jenisnya media dibagi ke dalam 3 bagian 2.2.2.1 Media auditif
Media auditif adalah media yang hanya mengandalkan kemampuan suara saja, seperti radio, cassette recorder, piringan hitam. Media ini tidak cocok untuk orang tuli atau mempunyai kelainan dalam pendengaran.
2.2.2.2 Media visual
Media visual adalah media yang hanya mengandalkan indra penglihatan. Media visual ini ada yang menampilkan gambar diam seperti film strip (film rangkai), slide (film bingkai), foto, gambar atau lukisan, dan cetakan. Ada pula media visual yang menampilkan gambar atau simbol yang bergerak seperti film bisu, dan film kartun.
2.2.2.3 Media Audio visual
Media audio visual adalah media yang mempunyai unsur suara dan unsur gambar. Jenis media ini mempunyai kemampuan yang lebih baik, karena meliputi kedua jenis-jenis media yang pertama dan kedua. Media audio visual ini di bagi lagi ke dalam:
a. Audio visual diam
Yaitu media yang menampilkan suara dan gambar diam seperti film bingkai suara (sound slide , film rangkai suara, dan cetak suara).
b. Audio visual gerak
Yaitu media yang menampilkan suara dan gambar yang bergerak seperti film suara dan video cassette.
Media audio visual meningkatkan pemahaman peserta didik terhadap beberapa materi pelajaran yang harus dicermati dengan indera pandang dan pendengaran terhadap beberapa konsep materi pelajaran yang sangat luas. Penggunaan media audio visual dalam pembelajaran, bertujuan agar hasil belajar siswa lebih berkualitas dan bermakna dibanding dengan penggunaan media yang lain (Sidi, 2016).
Pendekatan dengan menggunakan media audio visual adalah suatu pendekatan dimana siswa mengaitkan materi yang diberikan dengan dunia yang nyata, media audio visual diuraikan bahwa pesan yang ditampilkan juga dapat mendorong kemauan belajar siswa. Alasan menggunakan media audio visual karena menarik perhatian siswa, menghilangkan kebosanan siswa dalam belajar, meningkatkan keaktifan atau keterlibatan siswa dalam kegiatan pembelajaran, meningkatkan motivasi siswa.
Dengan audio visual, kita dapat melihat sesuatu yang menarik dan berhungan dengan kodisi yang sebenarnya.
Dengan menunjukan gambar, guru membantu siswa untuk berkonsentrasi. ( Muttaqien, 2017)
Astuti (2017) pembelajaran menggunkan media audio visual bisa meningkatkan kemampuan psikomotorik siswa pada keterampilan laboratorium. Penelitian ini menggunakan desain eksperimen kuasi dengan pre test post test control pendekatan desain kelompok populasi penelitian ini adalah semester kedua mahasiswa di Akper Insan Husada Surakarta.
Teknik yang digunakan untuk sampling adalah total sampling dan simple random sampling. Sampel dibagi menjadi dua kelompok, 45 siswa untuk kelompok intervensi
(kelas A) dan 45 siswa untuk kontrol kelompok (kelas B).
Hasil uji statistik berdasarkan uji t hitung uji pre - post test di kelompok intervensi atau kelompok kontrol pada keterampilan terapi intravena dan perawatan luka 0,000 dan 0,000 <0,05. Dalam post test keterampilan intravena terapi dan perawatan luka 0,010 dan 0,001 <0,05. Skor rata-rata post test keterampilan terapi intravena dan perawatan luka pada kelompok intervensi 84.31 dan 83,55 lebih tinggi dari kelompok kontrol 81,91 dan 80,17. Kesimpulan dari penelitian ini adalah media audio visual bisa meningkatkan kemampuan psikomotor pada laboratorium keterampilan belajar.
Sutono (2015) melaporkan dalam penelitiannya tentang pelatihan RJP dengan menggunakan media audio visual pada keperawatan S1 juga efektif. Penelitian ini membandingkan hasil nilai kompresi dan ventilasi dari tiga kelompok yang mendapatkan intervensi. Sampel diambil secara random, dibagi dalam tiga kelompok. Kelompok 1 adalah kelompok mahasiswa yang mengikuti pelatihan RJP yang mendapatkan demonstrasi keterampilan dengan umpan balik instruktur.
Kelompok 2 dengan umpan balik audio visual. Kelompok ke 3 dengan kombinasi keduanya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua nilai baik kompresi dada maupun volume ventilasi tidak ada perbedaan yang signifikan. Rerata kedalaman kompresi dada dengan α 0,097, rerata kecepatan dengan α0,064, Untuk komponen ventilasi (rerata volume ventilasi) dengan capaian nilai α 0,106.
Kesimpulan penelitian ini adalah tidak terdapat perbedaan nilai kompresi dan ventilasi RJP pada ketiga metode pembelajaran. Media pembelajaran audio visual bisa
digunakan untuk meningkatkan keterampilan RJP khususnya pada pendidikan S1 Keperawatan di Yogyakarta.
Yatma (2015) menyatakan media audio visual sangat efektif untuk penyuluhan tentang bantuan hidup dasar (BHD).
Penelitian bertujuan untuk mengetahui efektifitas metode penyuluhan audio visual dan praktik terhadap tingkat pengetahuan bantuan hidup dasar (BHD) pada nelayan di Pantai Depok. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen semu (Quasi Eksperimen). Sampel dari penelitian ini sebanyak 30 nelayan, diambil secara acidental.
Pengumpulan data menggunakan kuesioner. Teknik analisa data mengunakan analisa Wilcoxon Match Paired Test dan Mann-Whitney. Hasil Uji Wilcoxon Match Paired Test pada metode audiovisual adalah 0.008 (p < 0,05) dan pada metode praktik sebesar 0.001 (p < 0,05). Hasil Uji Mann-Whitney diperoleh Z hitung pada saat post test sebesar -1,973, dengan nilai signifikan 0,048 > 0,05. Sehingga dapat disimpulkan penyuluhan dengan metode audio visual lebih efektif dibandingkan dengan metode praktik
Media audio visual adalah pembelajaran yang menggunakan indera penglihatan dan pendengaran yang efektif untuk pembelajaran pada jaman sekarang. Dengan media video siswa akan berusaha fokus untuk melihat video pembelajaran agar tidak ketinggalan moment belajar dan bisa meningkatkan motivasi siswa dalam proses belajar.
2.2.3 Tujuan media audio visual
Metode ini bertujuan untuk menyajikan informasi dalam bentuk yang menyenangkan, menarik, mudah dimengerti dan jelas. Informasi akan
mudah dimengerti karena sebanyak mungkin indera, terutama telinga dan mata digunakan untuk menyerap informasi (Arsyad, 2013).
Media pembelajaran berfungsi untuk membantu memudahkan belajar bagi siswa dan juga memudahkan proses pembelajaran bagi guru, memberikan pengalaman lebih nyata (abstrak menjadi konkret, menarik perhatian siswa lebih besar (jalannya pelajaran tidak membosankan), semua indera siswa dapat diaktifkan, dapat membangkitkan dunia teori dengan realitanya. (Fujiyanto, et,al,. 2016)
Media pembelajaran tidak hanya memudahkan pembelajaran, tetapi juga dapat memberikan pengalaman yang abstrak menjadi konkret.
Agar pesan pembelajaran yang diterima siswa itu tidak abstrak lagi yaitu dengan cara menggunakan media agar pembelajaran yang disampaikan menjadi konkret dan sesuai dengan realita seperti yang dilihatnya dalam kehidupan sehari-hari. Semua pancaindera yang dimiliki siswa, baik itu indera penglihatan, pendengaran, peraba, dan lain-lain diharapkan bisa ikut aktif ketika dalam sebuah pembelajaran menggunakan media.
2.2.4 Kelebihan dan kekurangan media audio visual
Aryani (2015) memaparkan bahwa kelebihan pembelajaran dengan video tutorial yaitu dapat menunjukkan keterampilan dan aktifitas secara nyata, mengurangi pembiayaan dalam presentasi serta penggunaan yang dapat diulang. Agustin (2011) dalam Setianingsih (2017) memaparkan bahwa kekurangan video tutorial karena adanya sistem jangkauan yang terbatas, sifat komunikasinya satu arah dan perawatannya cukup mahal.
2.3 Teori Belajar Androgogi
2.3.1 Pengertian teori belajar androgogi
Andragogi (andragogy) berasal dari kata Yunani “ aner” atau “andr”, berarti orang dewasa dan agogi. Agogi (Agogy) berasal dari kata Yunani
“Agogus” yang berarti “memimpim/membimbing”. Agogi berarti
“aktivitas memimpin/membimbing” atau “seni dan ilmu memimpin/membimbing”, atau “seni yang ilmu mempengaruhi orang lain”. John D. Ingalls memberi batasan pengertian andragogi sebagai proses pendidikan membantu orang dewasa menemukan dan menggunakan penemuan-penemuan dari bidang-bidang pengetahuan yang berhubungan dalam latar sosial dan situasi pendidikan untuk mendorong pertumbuhan dan kesehatan individu, organisasi, dan masyarakat (Sudjana, 2005).
Menurut Knowles dalam Suprijanto (2007) “Andragogy is therefore, the art and science of helping adults learn”. Andragogi adalah suatu ilmu dan seni dalam membantu orang dewasa belajar. Dilihat dari segi epistemologi, andragogi berasal dari bahasa Yunani dengan akar kata:”Aner” yang artinya orang untuk membedakannya dengan “paed”
yang artinya anak. Knowles dalam bukunya “The modern practice of Adult Education”, mengatakan bahwa semula ia mendefinisikan andragogi sebagai seni dan ilmu membantu orang dewasa belajar.
Kemudian setelah melihat hasil eksperimen banyak pendidik yang menerapkan konsep andragogi pada pendidikan anak-anak dan menemukan bahwa dalam situasi-situasi tertentu memberikan hasil yang lebih baik, Knowles melihat bahwa andragogi sebenarnya merupakan model asumsi yang lain mengenai pembelajaran yang dapat digunakan di samping model asumsi pedagogi. Ia juga mengatakan model-model itu berguna apabila tidak dilihat sebagai dikhotomi, tetapi sebagai dua ujung dari suatu spektrum, dimana suatu asumsi yang realistik pada situasi yang berada di antara dua ujung tersebut.
Pendidikan orang dewasa menurut Pannen dalam Suprijanto (2007) dirumuskan sebagai suatu proses yang menumbuhkan keinginan untuk bertanya dan belajar secara berkelanjutan sepanjang hidup. Belajar bagi orang dewasa berhubungan dengan bagaimana mengarahkan diri sendiri untuk bertanya dan mencari jawabannya.
Pada hakikatnya, semua orang dewasa cenderung memperlihatkan keunikan gaya belajar di dalam ia melakukan kegiatan belajar Basleman (2011). Keunikan itu berlatar pengalaman belajar yang telah diperolehnya sejak lahir. Perilaku orang dewasa dalam belajar merupakan hasil pengalaman belajarnya pada masa lalu. Belajar pada dasarnya merupakan proses perubahan potensi penampilan sebagai hasil interaksi seseorang dengan lingkungannya, baik interaksi dengan sesama di dalam masyarakat, maupundengan lingkungan alam dan budayanya.
Menurut Suprijanto (2007) mengungkapkan bahwa pendidikan orang dewasa (andragogy) berbeda dengan pendidikan anak-anak (paedagogy).
Pendidikan anak-anak berlangsung dalam bentuk identifikasi dan peniruan, sedangkan pendidikan orang dewasa berlangsung dalam bentuk pengarahan diri sendiri untuk memecahkan masalah.
Lebih lanjut Knowles dalam Basleman (2011), menegaskan bahwa pembelajaran orang dewasa akan berhasil dengan baik jika melibatkan baik fisik maupun mental emosionalnya. Karena itu, pelaksanaan pembelajaran yang bersifat andragogi sebaiknya mengikuti langkah- langkah; (1) menciptakan iklim belajar yang cocok untuk orang dewasa, (2) menciptakan struktur organisasi untuk perencanaan yang bersifat partisipatif, (3) mendiagnosa kebutuhan belajar, (4) merumuskan tujuan belajar (5) mengembangkan rancangan kegiatan belajar, (6) melaksanakan kegiatan belajar, (7) mendiagnosa kembali kebutuhan
belajar (evaluasi) dan mereka diperlukan sebagai teman belajar bukan seperti kedudukan antara warga belajar dengan instruktur.
2.3.2 Asumsi Belajar Orang Dewasa
Menurut Knowles dalam Basleman (2011) bahwa ada perbedaan mendasar mengenai asumsi yang digunakan oleh andragogi dengan pedagogi.
Andragogi pada dasarnya menggunakan asumsi-asumsi sebagai berikut:
2.3.2.1 Konsep diri
Konsep diri pada seorang anak adalah bahwa dirinya tergantung kepada orang lain. Seorang anak sesungguhnya merupakan kepribadian yang tergantung pada pihak lain, hampir seluruh kehidupannya diatur oleh orang yang sudah dewasa, baik di rumah, di tempat bermain, di sekolah maupun di temapat ibadah. Ketika anak beranjak menuju kearah dewasa, mereka menjadi berkurang ketergantungannya kepada orang lain, dan mulai tumbuh kesadarannya dan merasa dapat untuk mengambil keputusan untuk dirinya sendiri. Selama proses perubahan dari ketergantungan kepada orang lain ke arah mampu untuk berdiri sendiri, secara psikologis orang tersebut dipandang sudah dewasa. Ia memandang dirinya sudah mampu untuk sepenuhnyaa mengatur dirinya sendiri.
Oleh karena itu, seorang dewasa memerlukan perlakuan yang sifatnya menghargai, khususnya dalam pengambilan keputusan.
Mereka akan menolak apabila diperlakukan seperti anak-anak, seperti diberi ceramah apa yang harus dilakukan dan apa yang tidak boleh. Orang dewasa akan menolak suatu situasi belajar yang kondisinya bertentangan dengan konsep diri mereka sebagai pribadi yang mandiri.
Di lain pihak apabila orang dewasa dibawa ke dalam situasi belajar yang memperlakukan mereka dengan penuh penghargaan, aka mereka akan melakukan proses belajar tersebut dengan penuh
pelibatan dirinya secara mendalam. Dalam situasi seperti ini, orang dewasa telah mempunyai kemauan sendiri (pengarahan diri) untuk belajar.
2.3.2.2 Pengalaman
Setiap orang dewasa mempunyai pengalaman yang berbeda sebagai akibat latar belakang kehidupan masa mudanya. Makin lama ia hidup, makin menumpuk pengalaman yang ia punya dan makin berbeda pula pengalamannya dengan orang lain.
Nampaknya pengalaman bagi orang dewasa dan anak-anak berbeda pula. Bagi anak-anak pengalaman itu adalah sesuatu yang terjadi pada dirinya. Ini berarti bahwa pengalaman bagi anak-anak merupakan suatu stimulus yang berasal dari luar dan mempengaruhi dirinya dan bukan merupakan bagian terpadu dengan dirinya. Tetapi bagi orang dewasa, pengalaman itu adalahdirinya sendiri. Ia merumuskan siapa dia,dan menciptakan identitas dirinya atas seperangkat pengalaman yang unik.
Perbedaan pengalaman antara orang dewasa dengan anak-anak menimbulkan konsekuensi dalam belajar. Konsekuensi itu, pertama bahawa orang dewasa mempunyai kesempatan yang lebih untuk mengkontribusikan dalam proses belajar orang lain. Hal ini disebabkan karena ia merupakan sumber belajar yang kaya. Kedua, orang dewasa mempunyai dasar pengalalman yang lebih kaya yang berkaitan dengan pengalaman baru (belajar sesuatu yang baru mempunyai kecenderungan mengambil makna dari pengalaman yang lama). Ketiga, orang dewasa telah mempunyai pola piker dan kebiasaan yang pasti dan karenanya mereka cenderung kurang terbuka.
2.3.2.3 Kesiapan untuk belajar
Orang dewasa mempunyai masa kesiapan untuk belajar. Masa ini sebagai akibat dari peranan sosialnya. Robert J. Havighurst membagi masa dewasa itu atas tiga fase mengidentifikasi 10 peranan sosial dalam masa dewasa. Ketiga fase dewasa itu adalah masa dewasa awal umur 18-30 tahun, masa dewasa pertengahan umur 30-55 tahun dan masa dewasa akhir anatara 55 ahun lebih.
Sedangkan kesepuluh peranan sosial pada masa dewasa adalah sebagai pekerja, kawan, orang tua, kepala rumah tangga, anak dari orang tua yang sudah berumur, warga Negara, anggota organisasi, kawan sekerja, anggota keagamaan dan pemakai waktu luang.
Penampilan orang dewasa dalam melaksanakan peranan sosialnya berubah sejalan dengan perubahan dari ketiga fase masa deasa itu, sehingga hal ini mengakibatkan pula perubahan dalam kesiapan belajar.
2.3.2.4 Orientasi ke arah kegiatan belajar
Dalam belajar, antara orang dewasa dengan anak-anak berbeda dalam perspektif waktunya. Hal ini akan menghasilkan perbedaan pula dalam cara memandang terhadap belajar. Anak-anak cenderung emmpunyai perspektif untuk menunda aplikasi apa yang ia pelajari. Bagi anak-anak, pendidikan dipandang sebagai suatu proses penumpukan pengetahuan dan keterampilan, yang nantinya diharapkan akan dapat bermanfaat dalam kehidupannya kelak. Sebaliknya bagi orang dewasa, mereka cenderung untuk mempunyai perspektif untuk secepatnya mengaplikasikan apa yang mereka pelajari. Mereka terlibat dalam kegiatan belajar, sebagian besar karena adanya respon terhadap apa yang dirasakan dalam kehidupannya sekarang. Oleh karena itu pendidikan bagi orang yang sudah dewasa dipandang sebagai suatu proses untuk meningkatkan kemampuannya dalam memecahkan masalah hidup yang ia hadapi.
2.3.3 Bentuk Pendidikan Orang Dewasa
Penyelenggaraan kegiatan pendidikan orang dewasa dapat diklasifikasikan ke dalam dua tingkatan, yaitu:
2.3.3.1 Pendidikan dasar (adult basic education), yang mempelajari pengetahuan dan keterampilan dasar. Kegiatan pendidikan ini ditujukan bagi masyarakat yang buta huruf, dan memiliki keterampilan kerja yang sangat sederhana. Kedudukan pendidikan ini menjadi dasar untuk mengikuti program belajar yang lebih tinggi. Pendidikan dasar ini mempunyai perkembangan di beberapa Negara, termasuk Negara Indonesia, yang pada awalnya pendidikan dasar ini hanya ditujukan untuk memberikan pelayanan bagi masyarakat yang buta huruf latin, sehingga pendekatan dan bentuk penyelenggaraannya ditekankan untuk membebaskan buta huruf latin. Kemudian setelah diperoleh data bahwa ternyata anggota masyarakat yang sudah selesai mengikuti program pendidikan dasar ini banyak yang mengalami buta huruf kembali, dan tidak mempunyai dampak terhadap kehidupan. Maka pendidikan dasar ini ditingkatkan menjadi Program Pemberantasan Buta Huruf Fungsional. Program ini merubah dan mengembangkan dari kegiatan awal, dengan menetapkan bahwa memberikan pelayanan pendidikan yang memiliki dua misi dalam satu usaha.
2.3.3.2 Pendidikan berkelanjutan (continuing education) yang mempelajari pengetahuan dan keterampilan lanjutan sesuai dengan perkembangan kebutuhan belajar pada diri orang dewasa.
Pendidikan berkelan jutan ini ditujukan pada kegiatan pendidikan, untuk memperbaiki dan meningkatkan kemampuan pengetahuan dan keterampilan, sehingga dapat dijadikan fasilitas dalam peningkatan diri dan produktivitas kerja. Didasarkan atas jenis ini, maka lahirlah berbagai macam paket-paket keterampilan
atau bahan-bahan yang dikembangkan dan dapat dipelajari setiap orang dewasa sesuai dengan kepentingannya (Abdulhak, 2000).
2.4 BANTUAN HIDUP DASAR (BHD) 2.4.1 Pengertian BHD
Menurut American Heart Association (AHA) 2010, bantuan hidup dasar (Basic Life Support) adalah suatu usaha yang sederhana yang dilakukan segera untuk mempertahankan kehidupan seseorang mengalami suatu keadaan yang mengancam nyawa (cardiac arrest). Menurut Soemitro (2016 ) BHD merupakan suatu rangkain tindakan yang berurutan (alogaritma) yang dilakukan pada korban yang mengalami suatu keadaan henti jantung (jantung berhenti memompa darah/berhenti berkontraksi) dan henti nafas (apneu).
Pelatihan BHD pada orang awam dapat mengurangi tingkat kematian karena akan ada lebih banyak orang yang siap untuk menanggapi situasi darurat. Makanya, penting untuk melatih anggota masyarakat agar bisa menyelamatkan nyawa korban (Awang et al, 2016).
BHD wajib dikuasai oleh tenaga medis, tenaga paramedis, maupun masyarakat awam, dan dapat dilakukan kepada siapa saja dan di mana saja, tidak hanya kepada pasien di rumah sakit. Karena henti jantung banyak di temukan di luar rumah sakit dan masyarakat awam adalah orang yang paling terdekat denan korban.
2.4.2 Tujuan Bantuan Hidup Dasar
Hutape (2012) menyatakan bahwa tujuan dari bantuan hidup dasar adalah cara sederhana yang dapat membantu hidup seseorang untuk sementara. Cara sederhana itu adalah bagaimana cara menguasai dan membebaskan jalan nafas, bagaimana cara memberikan bantuan pernafasan dan bagaimana membantu mengalirkan kembali darah ke
tempat yang penting dalam tubuh, sehingga oksigen ke otak terjaga untuk mencegah matinya sel otak.
2.4.3 Karakterisik Korban Yang Memerlukan Bantuan Hidup Dasar 2.4.3.1 Henti Napas
Henti Napas primer (respiratory arrest) dapat disebabkan oleh banyak hal, misalnya serangan stroke, keracunan obat, tenggelam, inhalasi asap/uap/gas, obstruksi jalan napas oleh benda asing, tersengat listrik, tersambar petir, serangan infark jantung, radang epiglottis, tercekik (suffocation), trauma dan lain-lain. Tanda dan gejala henti napas berupa tidak sadar (pada beberapa kasus terjadi kolaps yang tiba-tiba), pernapasan tidak tampak atau pasien bernapas dengan terengah-engah secara intermitten, sianosis dari mukosa buccal dan liang telinga, pucat secara umum, nadi karotis teraba. (Swidarmoko, 2010) Pada awal henti nafas, jantung masih berdenyut, masih teraba nadi, pemberian O2 ke otak dan organ vital lainnya masih cukup sampai beberapa menit. Kalau henti napas mendapat pertolongan dengan segera maka pasien akan terselamatkan hidupnya dan sebaliknya kalau terlambat akan berakibat henti jantung yang mungkin menjadi fatal (Swidarmoko, 2010) 2.4.3.2 Henti Jantung
Henti jantung yaitu suatu keadaan dimana berhentinya denyut jantung secara menetap setelah denyut ventrikel terakhir (Marco, 2015). Cardiac arrest atau henti jantung adalah kondisi di mana detak jantung berhenti secara tiba-tiba. Cardiac arrest merupakan masalah kesehatan yang sangat serius, dan dikenal juga dengan sudden cardiac. Jantung memiliki sistem elektrik internal yang mengendalikan ritme detak jantung. Beberapa masalah dapat menyebabkan ritme jantung yang abnormal, disebut dengan aritmia. Selama aritmia, jantung dapat berdetak
terlalu cepat, terlalu lambat, atau berhenti berdetak. Sudden cardiac arrest (SCA) muncul saat jantung mengalami aritmia yang menyebabkan berhentinya jantung. Kondisi jantung yang serius ini disebabkan oleh penyumbatan yang menghentikan aliran darah ke jantung. Serangan jantung (atau infark miokardium) merupakan matinya jaringan otot jantung akibat hilangnya asupan darah, di mana cardiac arrest disebabkan malfungsi sistem elektrik jantung. Pada cardiac arrest, kematian terjadi apabila jantung berhenti bekerja dengan tiba- tiba. Namun, serangan jantung kadang dapat memicu gangguan elektrik yang menyebabkan cardiac arrest tiba-tiba (Samiadi, 2017).
2.4.4 Prosedur Dalam Memberikan Bantuan Hidup Dasar
Setiap orang bisa menjadi penyelamat untuk korban cardiac arrest.
Keterampilan CPR dan penerapannya tergantung pada pelatihan, dan keyakinan yang dimiliki penyelamat. Penekanan dada merupakan dasar dari CPR. Semua penyelamat yang belum pernah mengikuti pelatihan harus memberikan kompresi dada untuk korban serangan jantung.
Karena pentingya, penekanan dada menjadi tindakan CPR awal untuk semua korban tanpa memandang usia (Travers, 2010).
Namun ada beberapa faktor yang menghalangi masyarakat awam untuk melakukan tindakan, yakni rasa takut bahwa mereka akan melakukan kesalahan saat CPR, takut tanggung jawab hukum, dan takut infeksi dari melakukan mulut ke mulut (American Heart Association, 2010).
Menurut American Heart Association (2015) :
2.4.4.1 Pastikan korban aman, lingkungan aman, dan anda aman.
2.4.4.2 Cek respon korban:
a. Jika tidak ada respon b. Tidak bernapas
c. Napas tidak normal (mengap-mengap)
2.4.4.3 Minta seseorang untuk memanggil ambulan (misal :118) dan membawa AED jika tersedia. Jika Anda sendirian, gunakan telepon genggam Anda untuk memanggil ambulan.
2.4.4.4 Jika Anda belum terlatih atau tidak mampu memberikan bantuan ventilasi, hanya berikan kompresi dada minimal 100 kali per menit (30 kali kompresi).
2.4.4.5 Lanjutkan pemberian RJP sampai:
a. Penolong terlatih tiba dan mengambil alih.
b. Korban menunjukkan kesadaran kembali, misalnya batuk, membuka mata, berbicara, atau bergerak dan mulai bernapas normal, atau
c. Anda sudah lelah.
Kompresi dada terus menerus dapat dilakukan dengan atau tanpa, menyelamatkan pernapasan. Teorinya adalah bahwa kompresi dada meniru tindakan jantung memompa darah ke seluruh tubuh dan menjaga pasokan oksigen dan nutrisi ke organ penting seperti otak. Mencoba memberi ventilasi dari mulut ke mulut berarti menyela penekanan dada yang bisa melemahkan aksi memompa darah. (Zhan et al, 2017)
Penyelamat awam yang tidak terlatih harus cukup CPR hanya dengan kompresi (Hands-Only), dengan atau tanpa panduan petugas operator, untuk korban serangan jantung orang dewasa. Penyelamat harus terus melanjutkan kompresi hanya CPR sampai kedatangan AED atau regu penyelamat dengan pelatihan tambahan. Selain itu, jika penyelamat awam terlatih mampu melakukan napas penyelamatan, ia harus menambahkan napas penyelamatan dengan perbandingan 30 penekanan pada 2 napas. Penyelamat harus melanjutkan CPR sampai AED tiba dan siap digunakan, penyedia EMS mengambil alih
perawatan korban, atau korban mulai bergerak (American Heart Association, 2010).
Untuk masyarakat awam dalam penolongan bantuan hidup dasar (BHD) pada korban yang dicurigai henti jantung cukup dengan melakukan CPR terus menerus tanpa memeberikan napas buatan mulut ke mulut sampai tim penyelamat datang. Bagi tim medis wajib melakuakan CPR konvensional lengkap dengan bantuan ventilasi.
2.4.5 Saat Untuk Menghentikan CPR
Ada beberapa alasan kuat bagi penolong untuk menghentikan RJP menurut Pro Emergency (2011) antara lain sebagai berikut :
2.4.5.1 Penolong sudah melakukan bantuan secara optimal mengalami kelelahan atau jika petugas medis sudah tiba di tempat kajadian.
2.4.5.2 Penderita yang tidak berespon setelah dilakukan bantuan hidup dasar lanjutan minimal 20 menit.
2.4.5.3 Adanya tanda-tanda kematian pasti.
Ada beberapa tanda yang menunjukan bahwa penderita sudah mati biologis yakni:
a. Kebiruan (livor mortis)
Tanda merah tua sampai kebiruan pada bagian tubuh yang terbawa (kalau penderita dalam keadaan terlentang, pada pinggang bagian terbawah).
b. Kekakuan (rigor mortis)
Anggota tubuh dan batang tubuh kaku, mulai empat jam, menghilang setelah 10 jam.
c. Pembusukan yang nyata, terutama bau busuk
Cedera yang tidak memungkinkan penderita hidup seperti terputusnya kepala, dll.
2.4.6 Komplikasi Yang Disebabkan CPR
Pro Emergency (2011) mengatakan walaupun dilakukan dengan benar, CPR dapat menyebabkan komplikasi:
2.4.6.1 Patahnya tulang iga terutama pada orang tua.
2.4.6.2 Pneumotorak (udara dalam rongga dada, tetapi diluar paru, sehingga menyebabkan penguncupan paru-paru)
2.4.6.3 Hemotoraks (darah dalam rongga dada, namun di luar paru, sehingga menyebabkan penguncupan pada paru-paru)
2.4.6.4 Luka dan memar pada paru-paru 2.4.6.5 Luka pada hati dan limpa
2.4.6.6 Distensi abdomen (perut kembung) akibat dari peniupan yang salah.
2.4.7 Posisi Pemulihan (Recovery Position)
Menurut NHS (2014) ada beberapa variasi dalam posisi pemulihan, masing-masing memiliki tujuan. Tidak ada satu posisi tunggal yang sempurna untuk semua korban. Posisi harus stabil, setengah lateral dengan dependen dan tidak ada tekanan yang menghalangi pada dada.
Untuk menempatkan seseorang dalam posisi pemulihan:
2.4.7.1 Berlutu di lantai di salah satu sisi korban.
2.4.7.2 Tempatkan lengan terdekat dari Anda ke kanan tubuh korban diluruskan ke arah kepala.
2.4.7.3 Selipkan tangan korban yang lain di bawah sisi kepala korban, sehingga punggung tangan korban menyentuh pipi korban.
2.4.7.4 Menekuk lutut terjauh dari Anda ke sudut kanan.
2.4.7.5 Memiringkan korban ke arah Anda dengan hati-hati dengan menarik lutut yang di tekuk.
2.4.7.6 Lengan atas harus mendukung kepala dan lengan bawah akan menahan agar korban tidak bergulir terlalu jauh.
2.4.7.7 Membuka jalan napas korban dengan memiringkan kepala dan membuka dengan perlahan.
2.4.7.8 Periksa bahwa tidak ada yang menghalangi jalan napas korban.
2.4.7.9 Tetap bersama korban sambil memonitor pernapasan dan denyut nadi terus menerus sampai bantuan tiba.
2.5 Masyarakat
2.5.1 Definisi Masyarakat
Masyarakat adalah sekumpulan manusia yang saling bergaul, saling berinteraksi. Masyarakat merupakan kesatuan-kesatuan hidup manusia yang dalam bahasa Inggrisnya dipakai istilah society, yang berarti kawan. Ciri-ciri suatu masyarakat seperti yang dikemukakan oleh Effendy (2014) adalah sebagai berikut:
2.5.1.1 Interaksi antar warga-warganya.
2.5.1.2 Adat istiadat, norma-norma, hukum-hukum dan aturan-aturan khas yang mengatur seluruh pola tingkah laku warga kota atau desa.
2.5.1.3 Suatu komunitas dalam waktu.
2.5.1.4 Suatu rasa identitas kuat yang mengikat semua warga.
Orang awam menurut perannya dalam masyarakat dibedakan menjadi dua (Pro Emergency, 2011) :
2.5.1.1 Orang awam biasa
Orang awam biasa atau masyarakat umum biasanya adalah orang yang berada paling dekat dengan lokasi kejadian. Apabila kejadian terjadi di jalan raya maka yang pertama kali menemukan korban adalah pengendara kendaraan, pejalan kaki, anak sekolah, pedagang disekitar lokasi dan lain-lain. Apabila kejadian di lokasi pabrik maka yang menemukan penderita adalah karyawan yang bekerja ditempat tersebut. Secara spontan
sebagian dari mereka akan melakukan pertolongan terhadap korban sesuai dengan pengetahuannya.
2.5.1.2 Orang awam khusus
Orang awam khusus maksudnya adalah orang yang bekerja pada pelayanan masyarakat atau mempunyai tanggung jawab terhadap keamanan dan kenyamanan masyarakat yaitu Polisi, pemadam kebakaran, Satpol PP, Satuan Pengamanan (SATPAM), Tim SAR dan tentara. Sesuai dengan tanggungjawabnya kepada masyarakat orang awam khususnya seharusnya dilatih khusus untuk melakukan pertolongan kepada penderita gawat darurat dilokasi kejadian.
2.6 Pengetahuan
Proses mengetahui dan menghasilkan sesuatu yang disebut pengetahuan (Suhartono, 2005). Proses mengetahui itu sendiri juga terjadi setelah melakukan suatu pengamatan, seperti teori Bloom yang menyatakan bahwa pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, penciuman, pendengaran, rasa, dan raba. Pengetahuan adalah hasil tahu dari manusia, yang sadar menjawab pertanyaan “what”, misalnya apa air, apa alam, apa manusia,(Notoatmodjo, 2010). Dari pengertian atau definisi diatas, menunjukkan bahwa pengetahuan tentang suatu objek dapat diketahui dari hasil pengamatan yang dilakukan.
Bloom dalam Notoatmodjo (2010), tingkat pengetahuan dalam domain kognitif, antara lain:
2.6.1 Tahu merupakan tingkat pengetahuan paling rendah. Tahu dapat diartikan sebagai recall atau mengingat kembali apa saja yang sudah dipelajari dan diamati sebelumnya. Menyebutkan, menguraikan,
mendefinisikan, dan menyatakan merupakan alat ukur seseorang yang sudah tahu akan sesuatu yang dipelajarinya.
2.6.2 Memahami dapat diartikan suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikannya. Orang yang sudah memahami harus dapat menjelaskan, menguraikan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, dsb.
2.6.3 Aplikasi merupakan kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada suatu kondisi yang real. Dalam hal ini dapat diartikan sebagai penggunaan rumus, metode, prinsip, dan hukum- hukum.
2.6.4 Analisis merupakan suatu kemampuan untuk menjabarkan suatu materi pada objek ke dalam suatu komponen-komponen. Misalnya dapat menggambarkan dalam bentuk bagan, memisahkan, membedakan, serta mengelompokkan.
2.6.5 Sintesis adalah suatu kemampuan untuk menghubungkan bagian- bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dapat diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menyusun suatu formulasi baru dari formulasi-formulasi yang sudah ada.
2.6.6 Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap semua objek ataupun materi, dapat dalam bentuk kuisioner, angket., serta wawancara. Hal ini bertujuan untuk menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari responden.
Pengetahuan bukanlah sesuatu yang sudah ada dan tersedia, sementara orang lain tinggal menerimanya. Pengetahuan merupakan pembentukan yang berlangsung secara terus-menerus, mengalami suatu perubahan karena adanya pemahaman-pemahaman baru.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang menurut Notoatmodjo (2010) yaitu :
2.6.1 Pendidikan
Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah yang berlangsung seumur hidup. Pendidikan mempengaruhi proses belajar, makin tinggi pendidikan seeorang makin mudah orang tersebut untuk menerima informasi. Dengan pendidikan tinggi maka seseorang akan cenderung untuk mendapatkan informasi, baik dari orang lain maupun dari media massa. Semakin banyak informasi yang masuk semakin banyak pula pengetahuan yang didapat tentang kesehatan. Pengetahuan sangat erat kaitannya dengan pendidikan dimana diharapkan seseorang dengan pendidikan tinggi akan semakin luas pula pengetahuannya. Namun perlu ditekankan bahwa seorang yang berpendidikan rendah tidak berarti mutlak berpengetahuan rendah pula. Peningkatan pengetahuan tidak diperoleh di pendidikan formal, akan tetapi juga dapat diperoleh pada pendidikan non formal. Pendidikan formal merupakan pendidikan yang didapat dari suatu intitusi seperti sekolah, sedangkan pendidikan non formal didapat dari kehidupan sehari-hari dengan keluarga mapun lingkungan. Pengetahuan seseorang tentang sesuatu obyek juga mengandung dua aspek yaitu aspek positif dan negatif.
Kedua aspek inilah yang akhirnya akan menentukan sikap seseorang terhadap obyek tertentu. Semakin banyak aspek positif dari obyek yang diketahui, akan menumbuhkan sikap makin positif terhadap obyek tersebut.
2.6.2 Media massa atau informasi
Informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal maupun non formal dapat memberikan pengaruh jangka pendek (immediate impact) sehingga menghasilkan perubahan atau peningkatan pengetahuan. Majunya teknologi akan membuat berbagai macam media massa yang dapat mempengaruhi pengetahuan masyarakat
tentang inovasi baru. Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah, dan lain-lain mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan opini dan kepercayan orang. Dalam penyampaian informasi sebagai tugas pokoknya, media massa membawa pula pesanpesan yang berisi sugesti yang dapat mengarahkan opini seseorang. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya pengetahuan terhadap hal tersebut.
2.6.3 Sosial budaya dan ekonomi
Kebiasaan dan tradisi adalah sesuatu yang dilakukan orang-orang tanpa melalui penalaran apakah yang dilakukan baik atau buruk.
Dengan demikian seseorang akan bertambah pengetahuannya walaupun tidak melakukan. Status ekonomi seseorang juga akan menentukan tersedianya suatu fasilitas yang diperlukan untuk kegiatan tertentu, sehingga status sosial ekonomi ini akan mempengaruhi pengetahuan seseorang.
2.6.4 Lingkungan
Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar individu,baik lingkungan fisik, biologis, maupun sosial. Lingkungan berpengaruh terhadap proses masuknya pengetahuan ke dalam individu yang berada dalam lingkungan tersebut. Hal ini terjadi karena adanya interaksi timbal balik yang akan direspon sebagai pengetahuan oleh setiap individu.
2.6.5 Pengalaman
Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan dengan cara mengulang kembali pengetahuan yang diperoleh dalam memecahkan masalah yang dihadapi masa lalu. Pengalaman belajar selama bekerja akan dapat mengembangkan pengetahuan dan keterampilan professional.
Manifestasi dari penalaran secara ilmiah adalah kemampuan mengambil keputusan.
2.6.6 Usia
Usia berpengaruh terhadap daya tangkap dan pola pikir seseorang.
Semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya, sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin membaik. Pada usia dewasa, individu akan lebih berperan aktif dalam masyarakat dan kehidupan sosial serta lebih banyak melakukan persiapan demi suksesnya upaya menyesuaikan diri menuju usia tua. Selain itu orang usia dewasa akan lebih banyak menggunakan banyak waktu untuk membaca. Kemampuan intelektual, pemecahan masalah, dan kemampuan verbal dilaporkan hampir tidak ada penurunan pada usia ini.
2.7 Keterampilan
2.7.1 Pengertian Keterampilan
Keterampilan adalah kemampuan seseorang menerapkan pengetahuan kedalam bentuk tindakan. Keterampilan seseorang dipengaruhi oleh pendidikan dan latihan (Justine, 2006).
2.7.2 Klasifikasi Keterampilan
Menurut Oemar (2005) keterampilan dibagi menjadi tiga karakteristik, yaitu:
2.7.2.1 Respon motorik
Respon motorik adalah gerakan - gerakan otot melibatkan koordinasi gerakan mata dengan tangan, dan mengorganisasikan respon menjadi pola-pola respon yang kompleks.
2.7.2.2 Koordinasi gerakan
Terampil merupakan koordinasi gerakan mata dengan tangan.
Oleh karena itu keterampilan menitikberatkan koordinasi persepsi dan tindakan motorik seperti main tenis, voli, alat musik.
2.7.2.3 Pola respon
Terampil merupakan serangkaian stimulus-respon menjadi pola- pola respon yang kompleks. Keterampilan yang kompleks terdiri dari unit - unit stimulus – respon dan rangkaian respon yang tersusun menjadi pola respon yang luas.
Dari beberapa pengertian keterampilan yang dikemukakan di atas maka dapat disimpulkan bahwa keterampilan adalah suatu kecakapan atau keahlian dalam mengerjakan sesuatu kegiatan yang memerlukan koordinasi gerakan-gerakan otot.
2.7.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keterampilan
Menurut Bertnus (2009) terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi keterampilan seseorang dalam melakukan sebuah tindakan adalah sebagai berikut :
2.7.3.1 Pengetahuan
Pengetahuan mencakup segenap apa yang diketahui tentang obyek tertentu dan disimpan didalam ingatan. Pengetahuan dipengaruhi berbagai faktor yaitu latar belakang pendidikan, pengalaman kerja, usia dan jenis kelamin.
2.7.3.2 Pengalaman
Pengalaman akan memperkuat kemampuan dalam melakukan sebuah tindakan (keterampilan). Pengalaman kerja seseorang yang banyak, selain berhubungan dengan masa kerja seseorang juga dilatarbelakangi oleh pengembangan diri melalui pendidikan baik formal maupun informal.
2.7.3.3 Keinginan/motivasi
Merupakan sebuah keinginan yang membangkitkan motivasi dalam diri seorang perawat dalam rangka mewujudkan tindakantindakan tersebut.
2.8 Teori Keperawatan Community as Partner
Model community as partner (Anderson & McFarlane, 2011) didasarkan pada model yang dikembangkan oleh Neuman dengan menggunakan pendekatan manusia secara utuh dalam melihat masalah pasien. Model community of client dikembangkan oleh Anderson dan McFlarlane untuk menggambarkan definisi keperawatan kesehatan masyarakat sebagai perpaduan antara kesehatan masyarakat dan keperawatan. Model tersebut dinamakan model
“community as partner” untuk menekankan filosofi dasar dari perawatan kesehatan masyarakat.
Empat konseptual yang merupakan pusat keperawatan dapat memberikan sebuah kerangka kerja bagi model community as partner yang didefinisikan sebagai berikut:
2.8.1 Individu
Individu dalam model community as partner adalah sebuah populasi atau sebuah agregat. Setiap orang dalam sebuah komunitas yang didefinisikan (populasi total) atau agregat (lansia, dewasa, remaja, anak, perawat) mencerminkan individu.
2.8.2 Lingkungan
Lingkungan dapat diartikan sebagai komunitas seperti jaringan masyarakat dan sekelilingnya. Hubungan antara masyarakat dalam komunitas dapat terjadi dimana masyarakat tinggal, pekerjaan, suku bangsa dan ras, cara hidup, serta faktor lain yang umumnya dimiliki masyarakat.
2.8.3 Kesehatan
Kesehatan dalam model ini dilihat sebagai sumber bagi kehidupan sehari-hari, bukan tujuan hidup. Kesehatan merupakan sebuah konsep positif yang menekankan pada sumber sosial dan personal sebagai kemampuan fisik.
2.8.4 Keperawatan
Keperawatan, berdasarkan definisi tiga konsep yang lain, merupakan upaya pencegahan (prevention). Keperawatan terdiri dari pencegahan primer yang bertujuan pada menurunkan kemungkinan yang berhadapan dengan stressor atau memperkuat bentuk pertahanan, pencegahan sekunder yang dilakukan setelah sebuah stressor memasuki garis pertahanan dan menyebabkan sebuah reaksi serta tujuannya adalah pada deteksi dini dalam mencegah kerusakan lebih lanjut, dan pencegahan tersier yang bertujuan untuk meningkatkan dan mengembalikan status kesehatan.
Model community as partner memiliki dua faktor sentral yaitu berfokus pada komunitas sebagai partner (mitra) yang digambarkan dalam roda assessment.
Fokus sentral tersebut berhubungan dengan masyarakat pada komunitas sebagai intinya dan menggunakan pendekatan proses keperawatan. Model tersebut dapat dilihat pada gambar berikut ini:
Model community as partner digambarkan dalam gambaran yang jelas untuk membantu pengguna model dalam memahami bagian-bagiannya yang akan menjadi pedoman dalam praktik di komunitas. Anderson dan McFarlane (2011) mengatakan bahwa dengan menggunakan model community as partner terdapat dua komponen utama yaitu roda pengkajian komunitas dan proses keperawatan.
Roda pengkajian komunitas dalam community as partner (Anderson &
McFarlane, 2011) terdiri dari dua bagian utama yaitu inti dan delapan subsistem yang mengelilingi inti yang merupakan bagian dari pengkajian keperawatan, sedangkan proses keperawatan terdiri dari beberapa tahap mulai dari pengkajian, diagnosa, perencanaan, implementasi, dan evaluasi. Inti roda pengkajian adalah individu yang membentuk suatu komunitas. Inti meliputi demografi, nilai, keyakinan, dan sejarah penduduk setempat. Sebagai anggota
masyarakat, penduduk setempat dipengaruhi oleh delapan subsistem komunitas, dan sebaliknya. Delapan subsistem ini terdiri atas lingkungan, pendidikan, keamanan dan transportasi, politik dan pemerintahan, pelayanan kesehatan dan sosial, komunikasi, ekonomi, dan rekreasi.
Garis tebal yang mengelilingi komunitas menggambarkan garis pertahanan yang normal atau tingkat kesehatan komunitas yang telah dicapai selama ini.
Garis normal pertahanan dapat berupa karakteristik seperti nilai imunitas yang tinggi, angka mortalitas infant yang rendah, atau tingkat penghasilan yang sedang. Garis pertahann normal juga meliputi pola koping yang digunakan, kemampuan memecahkan masalah yang mencerminkan kesehatan komunitas.
Fleksibilitas garis pertahanan digambarkan sebagai sebuah garis putus-putus di sekitar komunitas dan garis pertahanan normal, merupakan daerah (zona) penyangga (buffer) yang menggambarkan sebuah tingkat kesehatan yang dinamis yang dihasilkan dari respon sementara terhadap stressor. Respon sementara tersebut mungkin menjadi gerakan lingkungan melawan sebuah stressor lingkungan atau sebuah stressor sosial. Kedelapan subsistem tersebut dibagi dalam garis terputus untuk mengingatkan bahwa subsistem tersebut saling mempengaruhi (Anderson & McFarlane, 2011).
2. 8 Kerangka Teori
Keterangan : = Di teliti = Tidak di teliti
Gambar 2.1 Kerangka Teori
Sumber : Djamarah (2013), American Heart Association (2015), Notoatmodjo (2010), Anderson & McFarlane (2011), Justine (2006)
Pembelajaran
Metode Demonstrasi
Audio visual
Kombinasi
BHD CPR ONLY
Masyarakat Awam Teori
Communitas as patner
Pengetahuan
Keterampilan
Faktor yang mempengaruhi pengetahuan
- Pendidikan - Media massa atau
informasi
- Sosial budaya dan ekonomi
- Lingkungan - Pengalaman - Usia
Faktor yang mempengaruhi keterampilan
- Pengetahuan - Pengalaman
- Keinginan/Motivasi