ACUAN TEORITIK
2.1 Deskripsi Teoritik
2.1.1 Kemampuan Berpikir Kritis Matematika Siswa
Dalam Nurhayati (2011: 29), Beyer membagi berpikir menjadi dua jenis, berpikir tingkat tinggi dan berpikir tingkat rendah. Berpikir tingkat tinggi seperi dalam penyelesaian masalah dan membuat keputusan yang membutuhkan penggunaan kognitif yang lebih tinggi, salah satunya berpikir kritis. Bepikir kritis merupakan salah satu kegiatan yang penting dalam pembelajaran matematika.
Kemampuan berpikir kritis dibutuhkan seseorang agar dapat memilih, mengelola dan menindaklanjuti informasi yang diperoleh, karena tidak semua informasi yang diperoleh akan sesuai dengan kebutuhannya.
Menurut Johnson dalam Jayadipura (2014) dalam masyarakat modern, berpikir yang mengarah pada berpikir dalam tingkatan yang lebih tinggi salah satunya yaitu berpikir kritis. Sedangkan menurut Sumarmo dalam Jayadipura (2014) berpikir kritis lebih dari sekedar berpikir tingkat tinggi karena dalam berpikir kritis memuat disposisi kritis yang tidak termuat dalam berpikir tingkat tinggi lainnya.
John Dewey, seorang filsuf, psikolog, dan edukator berkebangsaan Amerika yang terkenal sebagai bapak berpikir kritis modern mendefinisikan berpikir kritis sebagai berpikir reflektif yang definisinya adalah pertimbangan yang aktif, persisten (terus-menerus), dan teliti mengenai sebuah keyakinan atau bentuk pengetahuan yang diterima begitu saja dipandang dari sudut alasan-alasan yang mendukungnya dan kesimpulan-kesimpulan lanjutan yang menjadi kecenderungannya (Dewey dalam Fisher, 2008:2).
Kemudian Edward Glaser yang merupakan seorang penulis Watson-Glaser Critical Thinking Appraisal (uji kemampuan berpikir kritis yang paling banyak dipakai di seluruh dunia) mengembangkan gagasan Dewey yaitu gagasan berpikir reflektif. Glaser dalam Fisher (2008 : 3) mendefinisikan berpikir kritis sebagai (1) suatu sikap mau berpikir secara mendalam tentang masalah-masalah dan hal-hal yang berada dalam jangkauan pengalaman seseorang; (2) pengetahuan tentang metode-metode pemeriksaan dan penalaran yang logis; dan (3) semacam suatu keterampilan untuk menerapkan metode-metode tersebut.
7
Salah satu kontributor terkenal berpikir kritis adalah Robert Ennis dalam Fisher (2008: 4) mendefinisikan bahwa berpikir kritis adalah pemikiran yang masuk akal dan reflektif yang berfokus untuk memutuskan apa yang harus dipercaya atau dilakukan. Sedangkan Alech Fisher (2008:13) mengartikan berpikir kritis adalah aktivitas terampil yang bisa dilakukan dengan lebih baik atau sebaliknya, pemikiran kritis yang baikakan memenuhi beragam standar intelektual, seperti kejelasan, relevensi, kecukupan,koherensi, dan lain-lain.
Definisi keterampilan berpikir kritis menurut Nurhayati (2011:42) adalah kecakapan menggunakan pemikiran (mind) untuk menilai kesesuaian atau kewajiban suatu ide, berdasar atau tidak, kebaikan dan kelemahan sesuai alasan dan membuat pertimbangan yang wajar dengan menggunakan alasan dan bukti yang sesuai (masuk akal).
Berdasarkan beberapa definisi kemampuan berpikir kritis yang telah dipaparkan oleh beberapa para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa kemampuan berpikir kritis matematika adalah berpikir matematik dengan memberikan penjelasan sederhana, membangun ketrampilan dasar, menyimpulkan, membuat penjelasan lebih lanjut dan mengatur strategi atau taktik untuk mendukung suatu keyakinan atau rentetan tindakan.
2.1.2 Indikator Kemampuan Berpikir Kritis
Menurut Lilis Kurniawati (2015: 30) berpikir kritis sangat diperlukan oleh setap individu untuk menyikapi permasalahan kehidupan yang dihadapi, dengan bepikir kritis seseorang dapat mengatur, menyesuaikan, mengubah atau memperbaiki pikirannya sehingga ia dapat betindak lebih tepat. Untuk melihat atau mengukur kemampuan berpikir kritis dibutuhkan indikator-indikator yang sebenarnya tidak mudah untuk dirumuskan. Indikator berpikir kritis menurut Fisher (2008:8):
1. Mengidentifikasi elemen-elemen, alasan dan kesimpulan 2. Mengidentifikasi dan mengevaluasi asumsi-asumsi
3. Mengklarifikasi dan menginterpretasikan pernyataan-pernyataan dan gagasan 4. Menilai akseptabilititas, khususnya kredibilitas dan klaim-klaim
5. Mengevaluasi argument yang beragam jenisnya
6. Menganalisis, mengevaluasi dan menghasilkan penjelasan-penjelasan
7. Menganalisis, mengevaluasi dan menghasilkan keputusan-keputusan 8. Menarik inferensi-inferensi
9. Menghasilkan argument-argumen
Dalam kurikulum berpikir kritis, menurut Ennis dalam Suwarna (2009: 11) mengemukakan terdapat dua belas indikator berpikir kritis yang dikelompokkan dalam lima kemampuan berpikir, yaitu (1) memberikan penjelasan sederhana (elementary clarification), (2) membangun ketrampilan dasar (bassic support), (3) menyimpulkan (inference), (4) membuat penjelasan lebih lanjut (advance clarification) dan (5) mengatur strategi dan taktik (strategies and tactics).
Tabel 2.1 Indikator Ketrampilan Berpikir Kritis Keterampilan
Berpikir Kritis
Sub Keterampilan
Berpikir Kritis Aspek
1. Elementary clarification (memberikan penjelasan sederhana)
1. Memfokuskan pertanyaan
a. Mengidentifikasi atau
memformulasikan pertanyaan.
b. Mengidentifikasi kriteria- kriteria untk mempertimbangkan jawaban yang mungkin.
c. Menjaga kondisi pikiran
2. Menganalisis argumen
a. Mengidentifikasi kesimpulan b. Mengidentifikasi alasan (sebab)
yang dinyatakan (eksplisit) c. Mengidentifikasi alasan (sebab)
yang tidak dinyatakan (implisit) d. Mencari persamaan dan perbedaan e. Mengidentifikasi ketidakrelevanan
dan kerelevanan
f. Mencari struktur suatu argumen g. Merangkum
3. Bertanya dan menjawab pertanyaan
a. Mengapa
b. Apa intinya, apa artinya
c. Apa contohnya dan apa yang bukan
Keterampilan Berpikir Kritis
Sub Keterampilan
Berpikir Kritis Aspek
klarifikasi dan pertanyaan yang menantang
contoh
d. Bagaimana menerapkannya dalam kasus tersebut
e. Perbedaan apa yang menyebabkannya
f. Akankah anda menyatakan lebih dari itu
2. Bassic support (membangun ketrampilan dasar)
4. Mempertimbangkan kredibilitas (kriteria) suatu sumber
a. Ahli
b. Tidak adanya konflik internal c. Kesepakatan antar sumber d. Reputasi
e. Menggunakan prosedur yang ada f. Mengetahui resiko
g. Kemampuan memberikan alasan h. Kebiasaan berhati-hati
5. Mengobservasi dan mempertimbangkan hasil observasi
a. Ikut terlibat dalam menyimpulkan b. Dilaporan dilakukan oleh pengamat
sendiri
c. Mencatat hal-hal yang diinginkan d. Penguatan
e. Kondisi akses yang baik f. Penggunaan teknologi yang
kompeten
g. Kepuasan pengamat atas kredibilitas kriteria
3. Inference (menyimpulkan)
6. Membuat deduksi dan
mempertimbangkan hasil deduksi
a. Kelompok yang logis b. Kondisi yang logis c. Interpretasi pernyataan 7. Membuat induksi a. Membuat generalisasi
Keterampilan Berpikir Kritis
Sub Keterampilan
Berpikir Kritis Aspek
dan
mempertimbangkan hasil induksi
b. Membuat kesimpulan dan hipotesis
8. Membuat dan mempertimbangkan nilai keputusan
a. Latar belakang fakta b. Konsekuensi
c. Penerapan prinsip-prinsip d. Memikirkan alternatif
e. Menyeimbangkan, memutuskan
4. Advance clarification (membuat penjelasan lebih lanjut)
9. Mendefinisikan istilah dan
mempertimbangkan definisi
a. Bentuk sinonim, klarifikasi, rentang, ekspresi yang sama, operasional, contoh dan noncontoh
b. Strategi definisi (tindakan, mengidentifikasi persamaan) c. Konten (isi)
10.Mengidentifikasi asumsi
a. Penalaran secara implisit b. Asumsi yang diperlukan, rekonstruksi, argumen
5. Strategies and tactics
(mengatur strategi dan taktik)
11. Memutuskan suatu tindakan
a. Mendefinisikan masalah
b. Menyeleksi kriteria untuk membuat solusi
c. Merumuskan alternative yang memungkinkan
d. Memutuskan hal-hal yang akan dilakukan secara tentatif
e. Mereview
f. Memonitor implementasi Sumber: (Suwarna, 2009: 11)
Dalam penelitian pengembangan instrumen kemampuan berpikir kritis ini peneliti menggunakan indikator kemampuan bepikir kritis menurut Ennis yaitu (1) memberikan penjelasan sederhana, (2) membangun ketrampilan dasar, (3) menyimpulkan, (4) membuat penjelasan lebih lanjut dan (5) mengatur strategi dan taktik.
2.1.3 Penilaian (Assesment) Kemampuan Berpikir Kritis
Istilah penilaian merupakan alih bahsa dari istilah assesment bukan dari istilah evalution. Pada permendiknas no 20 tahun 2007 tentang standar penilaian dijelaskan bahwa penilaian adalah proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk menentukan hasil belajar siswa. Anthony dalam Hamzah (2013: 1) mendefinisikan assesment merupakan istilah umum yang didefinisikan sebagai sebuah proses yang ditempuh untk mendaptkan informasiyang digunakan dalam angka membuat keputusan-keputusan mengenai para siswa, kurikulum, program- program dan kebijakan pendidikan, metode atau instumen pendidikan lainnya oleh suatu ada, lembaga, organisasi atau institusi resmi yang menyelenggarakan suatu aktiftas tertentu. Dinyatakan pula oleh Linn dan Grondlund dalam hamzah (2013 : 1) bahwa penilaian (assessment) adalah suatu istilah umum yang meliputi prosedur yang digunakan untuk mendapatkan informasi tentang belajar siswa (observasi, rata-rata pelaksaan tes tertulis) dan format penilaian kemajuan belajar. Selain itu, Popham dalam Hamzah (2013: 1) mengemukakan bahwa penilaian (Assessment) dalam pembelajaran adalah suatu proses atau upaya formal pengumpulan informasi yang berkaitan dengan variabel-variabel penting pembelajaran sebagai bahan dalam pengambilan keputusan oleh guru untuk memperbaiki proses dan hasil belajar siswa.
Dari beberapa pengertian penilaian di atas oleh para ahli maka dapat disimpulkan bahwa penilaian adalah suatu proses/upaya secara sistematis dalam pengumpulan dan pengolahan informasi yang berkaitan dengan pembelajaran untuk mengetahui hasil belajar siswa serta format kemajuan belajar siswa, sebagai bahan untuk memperbaiki proses dan hasil belajar siswa di kelas. Menurut Hamzah (2013:
2) dalam pelaksanaan assessmen pembelajaran guru dihadapkan pada 3 (tiga) istilah yang sering pula digunakan secara bersama, yaitu istilah pengukuran, penilaian dan tes.
a) Pengukuran
Pengukuran dapat diartikan sebagai kegiatan atau upaya yang dilakukan untuk memberikan angka-angka pada suatu gejala, peristiwa atau benda, sehingga hasil pengukuran akan selalu berupa angka. Dalam proses pembelajaran guru juga melakukan pengukuran terhadap proses dan hasil belajar yang hasilnya berupa angka-angka yang mencerminkan capaian dan proses hasil belajar tersebut.
b) Evaluasi
Evaluasi adalah proses pemberian makna atau ketetapan kualitas hasil pengukuran dengan cara membandingkan angka hasil pengukuran tersebut dengan kriteria tertentu. kriteria ini dapat berupa proses/kemampuan rata-rata unjuk kerja kelompok dan berbagai patokan yang lain. Kriteria yang berupa batas kriteria minimal yang telah ditetapkan sebelum pengukuran dan bersifat mutlak disebut dengan penilaian acuan patokan atau penilaian (PAP/PAK), sedangkan kriteria ditentukan setelah kegiatan pengukuran dilakukan dan didasarkan pada keadaan kelompok dan bersifat relatif disebut dengan Penilaian Acuan Norma/penilaian Acuan Relatif (PAN/PAR).
c) Tes
Tes adalah seperangkat tugas yang harus dikerjakan atau sejumlah pernyataan yang harus dijawab oleh peserta didik untuk mengukur tingkat pemahaman dan penguasaannya terhadap cakupan materi yang dipersyaratkan dan sesuai dengan tujuan pengajaran tertentu. Dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya tes merupakan alat ukur yang sering digunakan dalam assesment pembelajaran sebagai alat ukur lain.
2.1.4 Evaluasi
Evaluasi merupakan salah satu rangkaian kegiatan dalam meningkatkan kualitas produktivitas suatu lembaga dalam melaksanakan programnya. Melalui evaluasi akan diperoleh informasi tentang apa yang telah dicapai dan mana yang belum, dan selanjutnya informasi ini akan digunakan untuk memperbaiki program tersebut. Evaluasi menurut Griffin & Niz dalam Djemari Mardapi (2008: 8) adalah judgment terhadap nilai atau implikasi dari hasil pengukuran. Dari defisini ini evaluasi selalu didahului dengan kegiatan pengukuran dan penilaian.
Suranto dkk. mengemukakan bahwa evaluasi merupakan salah satu rangkaian kegiatan untuk meningkatkan kualitas, kinerja, maupun produktivitas suatu lembaga dalam melaksanakan kegiatan (Suranto, Muhyadi, & Mardapi, 2014). Sedangkan menurut Sukardi (2009: 1) evaluasi merupakan proses yang menentukan kondisi, dimana suatu tujuan telah dapat di capai.
Evaluasi sangat berguna untuk meningkatkan kualitas sistem pembelajaran.
Seperti yang dikemukakan oleh Bloom bahwa evaluasi terbagi menjadi tiga ranah yaitu ranah kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotorik. Ranah kognitif berkenaan dengan aspek intelektual, dimana diterimanya pengetahuan oleh belajar sehingga terjadi perubahan dari tidak tahu menjadi tahu. Ranah afektif berkenaan dengan minat dan sikap dimana terbentuknya minat dan sikap di dalam individu atas apa yang dipelajari. Ranah psikomotor berkenaan dengan keterampilan bagi individu yang belajar sehingga terjadi perubahan pada diri individu tersebut (Nuriadin & Perbowo, 2013). Dalam penelitian ini dikhususkan pada ranah kognitif.
2.1.5 Tes Standar
Menurut Arikunto (2013: 145), maksud standar dari tes standar adalah bahwa semua siswa menjawab pertanyaan-pertanyaan yang sama dari sejumlah besar pertanyaan, dikerjakan dengan mengikuti petunjuk yang sama dan dalam batasan waktu yang sama pula. Sedangkan menurut Arifin (2011: 120) tes yang dibakukan atau tes baku atau tes standar adalah tes yang sudah memiliki derajat validitas dan reliabilitas yang tinggi berdasarkan percobaan- percobaan terhadap sampel yang cukup besar dan representatif.
Berdasarkan beberapa pengertian ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa tes standar adalah tes yang sudah memiliki derajat validitas dan reliabilitas tinggi melalui percobaan percobaan serta telah di ujicobakan terhadap sampel yang cukup besar dengan petunjuk dan batasan waktu yang sama.
Mardapi (2008: 88-97) menjelaskan ada delapan langkah yang perlu ditempuh dalam mengembangkan tes hasil belajar atau prestasi belajar, yaitu:
1) menyusun spesifikasi tes, 2) menulis soal tes, 3) menelaah soal tes, 4) melakukan uji coba tes, 5) menganalisis butir soal, 6) memperbaiki tes, 7) merakit tes, melaksanakan tes, 8) menafsirkan hasil tes.
2.1.6 Tes Uraian
Menurut Ngalim Purwanto (2001:35) tes essay ialah tes yang berbentuk pertanyaan tulisan, yang jawabannya merupakan kalimat yang panjang–panjang.
Sebenarnya panjang atau tidaknya jawaban yang tertulis dalam lembar jawaban siswa merupakan hal yang relatif sesuai dengan kemampuan siswa untuk menjawab soal tersebut. Sedangkan menurut Sukardi, (2011:94) mengatakan tes essay adalah salah satu bentuk tes tertulis yang susunannya terdiri atas item–item pertanyaan yang masing–masing mengandung permasalahan dan menuntut jawaban siswa melalui uraian–uraian kata yang merefleksikan kemampuan berpikir siswa.
Berdasarkan definsi diatas, tes uraian adalah tes yang berbentuk tes tertulis yang menuntut kemampuan siswanya untuk menjawabnya dalam bentuk menguraikan jawabannya. Salah satu kelebihan tes essay adalah menenuntut kemampuan daya ingat siswa dan mengenal kembali dan yang terutama harus mempunyai daya kreativitas untuk menjawab tes.
Soal bentuk uraian menurut Kuaseri dan Suprananto (2012: 136) merupakan suatu soal yang jawabannya menuntut siswa mengingat dan mengorganisasikan gagasan-gagasan atau hal-hal yang telah dipelajarinya dengan cara mengemukakan atau mengekspresikan gagasan tersebut dalam bentuk uraian tertulis. Sependapat dengan Kuaseri dan Suprananto, Zaenal Arifin (2014: 125) mengatakan disebut tes uraian karena menuntut peserta didik untuk menguraikan, mengorganisasikan, dan menyatakan jawaban dengan kata-katanya sendiri dalam bentuk, teknik dan gaya yang berbeda satu sama lainnya. Bentuk uraian sering juga disebut dengan tes subyektif karena dalam pelaksanaannya dipengaruhi oleh faktor subjektifitas guru.
Dilihat dari luas sempitnya materi yang ditanyakan, maka tes bentuk uraian ini dapat dibagi menjadi dua bentuk, yaitu (Arifin, 2014: 125):
1. Uraian terbatas
Dalam menjawab soal bentuk uraian terbatas ini, peserta didik harus mengemukakan hal-hal tertentu sebagai batas-batasnya. Walaupun kalimat jawaban peserta didik itu beraneka ragam, tetap harus ada pokok-pokok penting yang terdapat dalam sistematika jawabannya sesuai dengan batas batas yang telah ditentukan dan dikehendaki dalam soalnya.
2. Uraian bebas
Dalam bentuk ini peserta didik bebas untuk menjawab soal dengan cara dan sistematika sendiri. Peserta didik bebas mengemukakan pendapat sesuai dengan kemampuannya. Oleh karena itu, setiap peserta didik mempunyai cara dan sistematika yang berbeda-beda. Namun, guru tetap harus mempunyai acuan atau patokan dalam mengoreksi jawaban peserta didik nanti
Ngalim Purwanto (2008: 64) mengemukakan tentang cara menskor tes subjektif sebagai berikut:
1. Nilai jawaban-jawaban soal essay dalam hubungannya dengan hasil belajar yang sedang diukur
2. Untuk soal-soal essay yang jawabannya terbatas, berilah skor dengan point method; gunakan pedoman jawaban sebagai petunjuk
3. Untuk soal-soal yang jawabannya terbuka, nilailah dengan rating method;
gunakan kriteria tertentu sebagai pedoman penilaianya
4. Evaluasilah semua jawaban siswa soal demi soal, dan bukan siswa demi siswa 5. Evaluasilah jawaban-jawaban soal essay tanpa mengetahui identitas atau nama
murid yang mengerjakan jawaban itu
6. Bilamana mungkin, mintalah dua atau tiga orang guru lain yang mengetahui masalah itu untuk menilai tiap jawaban
Untuk menjaga objektivitas penilaian dan indikator ukuran yang akan dilihat, Utari Soemarmo (2014: 73) menyarankan untuk memberikan skor yang terukur dan logis, diantaranya:
1. Susun garis besar jawaban yang diharapkan
2. Gunakan metode skoring yang sesuai, tetapkan kriteria dengan meyusun rubrik scoring
3. Periksa nomor demi nomor tanpa melihat nama
4. Gunakan lebih dari satu orang pemeriksa yang saling bebas
Kaidah dalam penulisan soal bentuk uraian menurut Kusaeri dan Suprananto (2012: 138) harus memperhatikan kaidah-kaidah sebagai berikut:
1. Materi
a. Soal harus sesuai indikator.
b. Batasan pertanyaan dan jawaban yang diharapkan harus jelas.
c. Isi materi harus sesuai dengan petunjuk pengukuran.
d. Isi materi yang ditanyakan harus sesuai dengan jenjang, jenis sekolah atau tingkat kelas.
2. Konstruksi
a. Rumusan kalimat soal atau pertanyaan harus menggunakan kata-kata tanya dan perintah yang menuntut jawaban terurai, seperti: mengapa, uraikan, jelaskan, bandinngkan, hubungkan, tafsirkan, buktikan, hitunglah.
b. Buatlah petunjuk yang jelas tentang cara mengerjakan soal
c. Buatlah pedoman penyekoran segera setelah soalnya ditulis dengan cara menguraikan komponen yang akan dinilai atau kriteria penyekorannya, besarnya skor tiap komponen, atau rentangan skor yang dapat diperoleh untuk setiap kriteria dalam soal yang bersangkutan
d. Hal-hal lain yang menyertai soal seperti tabel, gambar, grafik, peta atau sejenisnya harus disajikan dengan jelas dan terbaca.
3. Bahasa
a. Rumusan butir soal menggunakan bahasa yang sederhana dan komunikatif sehingga udah dipahami siswa
b. Rumusan soal tidak mengandung kata-kata yang dapat menyinggung perasaan peserta didik atau kelompok tertentu
c. Rumusan soal tidak mengandung kata-kata atau kalimat yang menimbulkan penafsiran ganda atau salah pengertian
d. Butir soal menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar e. Rumusan soal sudah mempertimbangkan segi bahasa dan budaya f. Jangan menggunakan bahasa yang berlaku setempat jika soal akan
digunakan untuk daerah lain atau nasional
Menurut Sukardi (2012: 101) soal uraian terdapat kelebihan dan kelemahan. Dalam evaluasi pembelajaran soal uraian mempunyai beberapa kelebihan yang secara ringkas dapat dicermati sebagai berikut:
1. Mengukur proses mental para siswa dalam menuangkan ide ke dalam jawaban item secara tepat
2. Mengukur kemampuan siswa dalam menjawab melalui kata dan bahasa
mereka sendiri
3. Mendorong siswa untuk mempelajari, menyusun, merangkai dan menyatakan pemikiran secara aktif
4. Mendorong siswa untuk berani mengemukakan pendapat serta menyusun dalam bentuk kalimat sendiri
5. Mengetahui seberapa jauh siswa telah memahami dan mendalami suatu permasalahan atas dasar pengetahuan yang diajarkan di kelas
Di samping itu, soal uraian memiliki beberapa kelemahan. Kelemahan- kelemahan tersebut adalah:
1. Dalam memeriksa jawaban pertanyaan tes esai, ada kecenderunganpengaruh subyektif yang selalu muncul dalam pribadi seorang guru.
2. Pertanyaan yang disusun oleh seorang guru atau evaluator cenderung kurang bisa mencakup seluruh materi yang telah diberikan.
3. Bentuk pertanyaan yang memiliki arti ganda, sering membuat kesulitan pada siswa sehingga memunculkan unsur-unsur menerka dan menjawb dengan ragu-ragu, ditambah lagi aspek mana yang ditekankan juga sukar dipastikan.
2.2 Penelitian yang Relevan
Dari beberapa hasil penelusuran yang telah peneliti lakukan terhadap penelitian-penelitian sebelumnya, ditemukan beberapa hasil penelitian yang ada kemiripan dengan masalah penelitian yang akan diteliti, yakni:
1. Penelitian yang dilakukan oleh Lusi Luthfiati Ramdliyani yang berjudul
“Pengaruh Tes Uraian (Essay) Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Pada Pokok Bahasan Garis Singgung Lingkaran”. Penelitian ini dilaksanakan untuk menyelesaikan skripsi dengan mengambil populasi siswa kelas VIII SMPN I Ciawigebang Kabupaten Kuningan. Dari hasil perhitungan tes uji coba instrumen kemampuan berpikir kritis matematika, hasil perhitungan koefisien reliabilitas dengan Alpha Cronbach diperoleh nilai reliabilitasnya 0,60. Adapun dari segi perhitungan validitas dengan berbantuan Microsoft Excel, dari 10 soal instrumen terdapat 8 soal yang valid.
Hasil penelitian yang pertama, terdapat kesamaan yaitu pada wilayah pembahasan penelitian tentang kemampuan berpikir kritis matematika, tetapi
terdapat perbedaannya yaitu terletak pada aspek wilayah kajiannya, penelitian sebelumnya peneliti melakukan penelitian tentang adanya pengaruh tes terhadap kemampuan berpikir kritis matematis siswa. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh peneliti aspek wilayah kajiannya tentang pengembangan instrumen kemampuan berpikir kritis.
2. Penelitian yang dilaksanakan oleh Surati Andriyani yang berjudul
“Pengembangan Soal-Soal Pilihan Ganda pada Konsep Sistem Pencernaan untuk Menilai Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Kelas XI di Kabupaten Cirebon”.
Penelitian ini dilaksanakan untuk menyelesaikan skripsi dengan mengambil populasi siswa kelas XI di SMAN 1 Dukupuntang, SMAN 1 Plumbon dan SMA Muhammadiyah Cirebon. Penelitian ini berkesimpulan bahwa pengembangan soal-soal pilihan ganda pada konsep sistem pencernaan untuk menilai keterampilan berpikir kritis siswa dikatakan efektif berdasarkan tingkat validitas dengan rentang antara 0.20 ≤r11≤ 0.40, tingkat realibilitas dengan rentang 0.71 – 0.90 (tinggi), tingkat kesukaran dengan rentang antara 0.30<IK<0.70, tingkat daya pembeda dengan rentang antara 0.20 - 0.40 dan tingkat distraktor dikatakan tidak efektif dengan tingkat pengecoh yang terlalu tinggi.Sedangkan efektifitas soal menilai keterampilan berpikir kritis siswa yang munculpada siswa SMA kelas XI yaitu lebih kearah indikator KBK indikator menganalisis,mengevaluasi dan menghasilkan penjelasan-penjelasan.
Hasil penelitian yang kedua, terdapat kesamaan yaitu tentang pengembangan instrumen dan wilayah pembahasan penelitian tentang kemampuan berpikir kritis matematika. Namun, tetapi terdapat perbedaannya yaitu penelitian sebelumnya mengembangkan instrumen menggunakan jenis soal pilihan ganda sedangkan penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah instrumen yang digunakan menggunakan soal uraian.
3. Penelitian yang dilaksanakan oleh Deanti Sundari yang berjudul “Pengembangan Tes Uraian (Essay) Pada Evaluasi Hasil Pembelajaran Matematika”. Hasil dari penelitian ini adalah perangkat tes uraian kelas VIII semester 2 yang meliputi tiga kali tes, yakni tes pertama mengenai lingkaran, tes kedua mengenai garis singgung lingkaran, dan tes yang ketiga mengenai bangun ruang. Berdasarkan hasil validasi expert judgment terdapat beberapa komponen tes yang perlu
direvisi. Tes Uraian siswa pada ujicoba terbatas dilakukan tiga kali uji coba.
Pada ujicoba pertama memperoleh nilai ketuntasan 53,3% ,66,7% ,50% pada masing-masing tes dengan nilai rata-rata 70,5; 70; 73,3. Pada ujicoba kedua memperoleh nilai ketuntasan 76,7% ,86,7% ,73,3% pada masing-masing tes dengan nilai rata-rata 73,3; 75; 70,83. Pada ujicoba ketiga memperoleh nilai ketuntasan 100% ,96,7% ,90% dari masing-masing tes dengan nilai rata-rata 79,5; 77,5; 74,3. Sedangkan hasil post test dengan nilai rata-rata 72,9. Tes Uraian siswa pada ujicoba luas dilakukan satu kali ujicoba dengan nilai ketuntasan 91,4% ,94,28% ,85,7% dengan nilai rata-rata 74,28; 77,43; 76,4. Penelitian ini berkesimpulan bahwa tes uraian yang telah dikembangkan efektif untuk meningkatkan hasil belajar siswa karena sudah memiliki kualitas yang tinggi dilihat dari beberapa ujicoba yang dilakukan.
Hasil penelitian yang ketiga, terdapat kesamaan yaitu tentang pengembangan instrumen tes uraian. Namun, tetapi terdapat perbedaannya yaitu peneliti terdahulu mengembangkan tes uraian pada hasil belajar siswa sedangkan yang peneliti lakukan untuk mengukur kemampuan berpikir kritis matematika siswa.
Jadi berdasarkan relevansi penelitian yang telah ada, tidak sama persis dengan penelitian dilakukan oleh peneliti sehingga penelitian yang berjudul pengembangan tes uraian untuk mengukur kemampuan berpikir kritis matematika siswa layak di lakukan untuk mendapatkan tes yang terstandar dengan baik.
2.3 Kerangka Pemikiran
Keberhasilan proses pembelajaran dapat dilihat dari prestasi belajar yang dicapai siswa yang meliputi aspek kognitif, afektif dan psikomotor. Informasi ini diperoleh melalui kegiatan evaluasi yang dilakukan oleh guru.Suatu gagasan yang baik apabila evaluasi dapat dijadikan sebagai media untuk mengetahui sampai mana perkembangan belajar siswa. Selain itu, evaluasi sebagai sebagai sarana umpan balik (feedback) bagi seorang guru yang bersumber dari siswa sehingga guru bisa mengetahui sejauh mana tingkat kemampuan siswanya dalam belajar apakah sudah maksimal atau sebaliknya
Tes pada mata pelajaran matematika harus terdiri dari butir soal yang handal sehingga dapat mengukur kemampuan siswa. Sebagai evaluator, guru harus memilih bentuk tes yang tepat untuk mengukur kemampuan berpikir kritis matematika siswa.
Namun yang terjadi saat ini dalam proses evaluasi di sekolah ditemukan bahwa
sebagian guru jarang memberikan latihan soal yang dengan menggunakan kemampuan berpikir kritis matematika. Hal ini berkaitan karena sebagian besar guru belum mampu mengembangkan soal-soal yang mengukur kemampuan berpikir kritis matematika siswa. Selain itu, evaluasi proses pembelajaran matematika yang terkait kemampuan berpikir kritis matematika siswa masih jarang dilakukan.
Belum banyak tersedia instrumen tes yang dapat digunakan untuk mengukur kemampuan berpikir kritis matematika siswa. Salah satunya yaitu dengan mengembangkan tes uraian. Karena dengan mengembangkan tes uraian dapat melatih kemampuan berpikir teratur siswa, yakni berpikir kritis, logis, analitis, sistematis.
Saat ini banyak pengembangan tes uraian yang dilakukan di sekolah-sekolah.
Salah satu pengembangan tes uraian dalam proses pembelajaran di kelas yaitu dengan pengembangan tes uraian untuk mengukur kemampuan berpikir kritis matematika siswa. Kemampuan berpikir kritis matematika dalam tes uraian adalah kemampuan siswa untuk menjawab bahkan mengkritisi jawaban dari tes uraian dengan menggunakan alasan dan bukti yang sesuai (masuk akal).
Untuk mengevaluasi siswa terkait dengan kemampuan berpikir kritis matematika membutuhkan sebuah instrumen yang dapat mengukur kemampuan berpikir kritis matematika siswa. Instrumen tersebut adalah nstrumen tes uraian untuk mengukur kemampuan berpikir kritis matematika siswa yang diharapkan mampu meningkatkan prestasi belajar siswa. Produk instrumen yang dikembangkan berupa kisi-kisi instrumen tes kemampuan berpikir kritis, lembar validasi instrumen tes kemampuan berpikir kritis, tes kemampuan berpikir kritis matematika siswa, pedoman penyekoran, pedoman penasfiran.
Diharapkan dengan produk instrumen yang dikembangkan dapat mengukur kemampuan berpikir kritis matematika siswa. Kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat dilihat pada bagan 2.1.
Bagan 2.1 Kerangka Pemikiran Penelitian Instrumen tes kemampuan berpikir kritis matematika
Evaluasi dengan menggunakan instrumen tes kemampuan berpikir kritis:
Dengan menggunakan instrumen tes ini dapat mengukur kemampuan berpikir kritis matematika siswa. Instrumen tes yang dikembangkan adalah menggunakan tes uraian. Karena dengan mengembangkan tes uraian dapat melatih kemampuan berpikir teratur siswa, yakni berpikir kritis, logis, analitis, sistematis
Hasil yang diharapkan:
Dapat mengukur kemampuan berpikir kritis matematika siswa Permasalahan dalam Evaluasi:
1. Guru jarang memberikan latihan soal yang dengan menggunakan kemampuan berpikir kritis matematika.
2. Sebagian besar guru belum mampu mengembangkan soal-soal yang mengukur kemampuan berpikir kritis matematika.
3. Evaluasi proses pembelajaran matematika yang terkait kemampuan berpikir kritis matematika siswa jarang dilakukan.
4. Belum banyak tersedia instrumen tes yang dapat digunakan untuk mengukur kemampuan berpikir kritis matematika siswa.
Permasalahan dalam Evaluasi:
5. Guru jarang memberikan latihan soal yang dengan menggunakan kemampuan berpikir kritis matematika.
6. Sebagian besar guru belum mampu mengembangkan soal-soal yang mengukur kemampuan berpikir kritis matematika.
7. Evaluasi proses pembelajaran matematika yang terkait kemampuan berpikir kritis matematika siswa jarang dilakukan.
8. Belum banyak tersedia instrumen tes yang dapat digunakan untuk mengukur kemampuan berpikir kritis matematika siswa.
Permasalahan dalam Evaluasi:
1. Guru jarang memberikan latihan soal yang dengan menggunakan kemampuan berpikir kritis matematika.
2. Sebagian besar guru belum mampu mengembangkan soal-soal yang mengukur kemampuan berpikir kritis matematika.
3. Evaluasi proses pembelajaran matematika yang terkait kemampuan berpikir kritis matematika siswa jarang dilakukan.
4. Belum banyak tersedia instrumen tes yang dapat digunakan untuk mengukur kemampuan berpikir kritis matematika siswa.