ANALISIS RISIKO KESELAMATAN dan KESEHATAN KERJA (K3) MENGGUNAKAN METODE FAILURE MODE and
EFFECT ANALYSIS (FMEA) dan FAULT TREE ANALYSIS (FTA)
(Studi Kasus di Bengkel Bina Karya)
SKRIPSI
Oleh:
Azizur Rahman 1410024425006
TEKNIK INDUSTRI
YAYASAN MUHAMMAD YAMIN
SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI INDUSTRI
(STTIND) PADANG
2018
ANALISIS RISIKO KESELAMATAN dan KESEHATAN KERJA (K3) MENGGUNAKAN METODE FAILURE MODE and EFFECT ANALYSIS (FMEA) dan FAULT TREE ANALYSIS
(FTA)
(Studi Kasus di Bengkel Bina Karya)
SKRIPSI
Untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh Gelar sarjana teknik industri
Oleh:
Azizur Rahman 1410024425006
TEKNIK INDUSTRI
YAYASAN MUHAMMAD YAMIN
SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI INDUSTRI
(STTIND) PADANG
2018
HALAMAN PERSETUJUAN SKRIPSI
Analisis Risiko Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Menggunakan Metode Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) dan Fault Tree Analysis (FTA)
Nama : Azizur Rahman
NPM : 1410024425006
Program Studi : Teknik Industri
Padang, Juli 2018 Menyetujui :
Pembimbing I, Pembimbing II,
Riko Ervil, MT H. Abd Latif, MM NIDN. 1014057501 NIDN. 0001055608
Ketua Prodi, Ketua STTIND Padang,
Tri Ernita, ST, MP Riko Ervil, MT NIDN. 1028027801 NIDN. 1014057501
ANALISIS RISIKO KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3) MENGGUNAKAN METODA FAILURE MODE
AND EFFECT ANALYSIS (FMEA) DAN FAULT TREE ANALYSIS (FTA)
Nama : Azizur Rahman
NPM : 1410024425006
Dosen Pembimbing 1 : Riko Ervil, MT Dosen Pembimbing 2 : Ir. H. Abd Latif, MM
ABSTRAK
Risiko kecelakaan kerja selalu menimbulkan kerugian terhadap perusahan, sehingga perlu dilakukan usaha untuk meminimalisasi terjadinya dampak pada risiko dominan yang terjadi di perusahaan. Tidak semua kecelakaan kerja menimbulkan luka-luka, namun ada juga yang mengakibatkan kerusakan material, peralatan dan lingkungan. Namun dalam hal ini kecelakaan kerja yang mengakibatkan luka-luka menjadi perhatian agar dapat mengurangi jumlah korban jiwa akibat kecelakaan kerja. Pengidentifikasian bahaya sebelum dan sesudah bahaya terjadi merupakan inti dari sebuah kegiatan pencegahan kecelakaan. Akan tetapi identifikasi ini bukan ilmu pasti. Hal ini merupakan kegiatan subjektif, dimana bahaya yang teridentifikasi bisa saja berbeda antara satu orang dengan yang lainnya. Selanjutnya dari inspeksi sebelumnya dapat dibandingkan atau dikembangkan menjadi bahan acuan untuk tindakan korektif agar kecelakaan yang sama tidak terulang lagi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi potensi kejadian risiko K3 yang terjadi pada Bengkel Bina Karya. Setelah itu dilakukan penilaian terhadap kejadian risiko yang muncul, kemudian dicari faktor risiko yang dominan untuk meminimalisasi dampak terjadinya risiko tersebut dengan metode Failure Mode and Effect Analysis (FMEA), Sedangkan identifikasi kejadian risiko dari nilai RPN tertinggi digunakan metode Fault Tree Analysis (FTA).
Hasil dari analisis FMEA mendapati bahwa kejadian kecelakaan kerja paling tinggi yang pernah terjadi pada Bengkel Bina Karya adalah kaki dan tangan luka akibat gerinda lepas dengan nilai RPN sebesar 106,87. Selanjutnya dilakukan wawancara dengan pihak Bengkel Bina Karya untuk mengetahui potensi-potensi penyebab terjadinya kecelakaan kaki dan tangan luka akibat gerinda lepas yang kemudian disusun menggunakan metode FTA sehingga menghasilkan 13 kombinasi penyebab kecelakaan.
Kata Kunci : Risiko, kecelakaan kerja, FMEA, FTA
WORK SAFETY AND HEALTH SAFETY ANALYSIS USING FAILURE MODE AND EFFECT ANALYSIS (FAEA) AND
FAULT TREE ANALYSIS (FTA)
Name : Azizur Rahman
Student ID : 1410024425006 Supervisor : Riko Ervil, MT Co-Supervisor : Ir. H. Abd Latif, MM
ABSTRACT
The accidents usually cause harms to the company, it needs evaluation to minimize the impact on the main risk that occurs in the company.Not all occupational accidents cause injuries, but others also cause material, equipment and environmental damage. However, in this case, the accidents have to be concerned in order to reduce the number of casualties due to workplace accidents. The identification, before and after accident occurrences is the main prevention activity. But this identification is not scientifically. This is a subjective activity, in which the identified danger may vary based on individuality.
Furthermore, from the previous inspection can be compared or developed into a reference material for corrective action so that the same accident does not happen again.
The purpose of this study is to identify the potential occurrence of Occupational Health and Safety Risk (K3) occurring in Bina Karya Workshop.
Afterward, an assessment of the risk event had been evaluated, then the factor of dominant risk being identified to minimize the impact of risk occurrence with the method of Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) while the risk event identification of the highest RPN value is used Fault Tree Analysis (FTA ) method.
The results of FMEA analysis show the highest occupational accidents occurring in Bina Karya Workshop was body parts wounded due to grinding wheel unfastened with RPN scores of 106.87. Furthermore, interviewed with Bina Karya Workshop show the potential causes of body part injury accident due to grinding wheel unfastened which is arrange using FTA method resulting 13 combinations of causes of accidents.
Keywords: Risk, Accident, Workshop, FMEA, FTA
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, atas segalanya yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya , Shalawat beserta salam kepada junjungan Nabi Muhammad SAW, Pada akhirnya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir dengan judul “Analisis Risiko Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Menggunakan Metode Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) dan Fault Tree Analysis (FTA)” sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan Starata S1 pada Prodi Tenik Industri STTIND Padang.
Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam penyusunan proposal penelitian ini. Adapun pihak-pihak itu adalah:
1. Bapak dan Ibu, adik-adik, dan keluarga tercinta atas perhatian, motivasi, dan doa serta kasih sayang yang tiada terbalas. Semoga bahagia dan selalu dalam lindungan Allah SWT.
2. Bapak Riko Ervil, MT, selaku dosen pembimbing I, dan sebagai Ketua sekolah Tinggi Teknologi Industri (STTIND) Padang yang telah memberikan waktu, tenaga, pikiran, serta dorongan dalam membimbing penulis.
3. Bapak Ir. H. Abd Latif, MM, selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan waktu, tenaga, pikiran, serta dorongan dalam membimbing penulis.
4. Bapak Dilla Harzon S.pd selaku kepala Mekanik Bengkel Bina Karya yang telah membantu dan membimbing penulis dalam penyelesaian Tugas akhir ini.
5. Teman-teman mahasiswa STTIND Padang terutama dari jurusan Teknik Industri yang telah memberikan saran, masukan, bantuan, dorongan dan semangat kepada penulis dalam penyelesaian Tugas Akhir ini.
6. Buat seseorang yang selalu memberikan motifasi, semangat, dorongan dan doanya kepada penulis.
7. Terakhir saya ucapkan terima kasih banyak kepada teman-teman kos yang selalu memberikan semangat dan dorongannya kepada penulis.
Penulis berdoa semoga segala bantuan dan dukungan yang telah diberikan mendapat balasan pahala dari Allah SWT, serta kesuksesan selalu diberikan-Nya kepada kita.
Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini tidak luput dari kekurangan.
Untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang sangat membangun.
Semoga tugas akhir ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua, terutama bagi penulis dan lingkungan prodi Teknik Industri STTIND Padang, Amin.
Padang, Juli 2018
Penulis
DAFTAR ISI
COVER
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... iii
DAFTAR GAMBAR ... v
DAFTAR TABEL ... vi
DAFTAR LAMPIRAN ... vii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Identifikasi Masalah ... 4
1.3 Batasan Masalah ... 5
1.4 Rumusan Masalah ... 5
1.5 Tujuan Penelitian ... 5
1.6 Manfaat Penelitian ... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori ... 7
2.1.1 Definisi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) ... 7
2.1.2 Kecelakaan Akibat Kerja ... 14
2.1.3 Penyebab Kecelakaan Akibat Kerja ... 15
2.1.4 Definisi Bahaya ... 18
2.1.5 Jenis Bahaya ... 18
2.1.6 Definisi Risiko ... 19
2.1.7 Jenis-Jenis Kecelakaan Kerja ... 20
2.1.8 Identifikasi Risiko ... 21
2.1.9 Populasi ... 24
2.1.10 Sampel ... 25
2.1.11 Kuesioner ... 25
2.1.12 Metode Failure Mode and Effect Analysis ... 26
2.1.13 Metode Fault Tree Ananlysis ... 33
2.1.14 Simbol-Simbol Fault Tree Analysis ... 35
2.2 Kerangka Konseptual ... 37
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian ... 39
3.2 Lokasi Dan Waktu Penelitian ... 39
3.3 Populasi dan Sampel ... 39
3.4 Variabel Penelitian ... 40
3.5 Data, Jenis Data Dan Sumber Data ... 40
3.5.1 Data ... 40
3.5.2 Jenis Data ... 40
3.5.3 Sumber Data ... 40
3.6 Teknik Pengolahan dan Analisa Data ... 40
3.7 Kerangka Metodologi ... 42
BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1 Pengumpulan Data ... 44
4.1.1 Data Kecelakaan Kerja ... 44
4.1.2 Data Penilaian Risiko Berdasarkan Saveriti ... 45
4.1.3 Data Penilaian Risiko Berdasarkan Occurancei ... 46
4.1.4 Data Penilaian Risiko Berdasarkan Detection ... 47
4.2 Pengolahan Data ... 48
4.2.1 Kejadian Risiko K3 di Areal Bengkel... 48
4.2.2 Tahap Penilaian Risiko ... 49
4.2.3 Faktor Risiko Dominan ... 51
4.2.4 Model FTA ... 53
BAB V ANALISA HASIL PENGOLAHAN DATA 5.1 Analisis Kejadian Risiko ... 55
5.2 Penilaian Kejadian Risiko ... 55
5.3 Analisis Faktor Risiko K3 Dominan ... 56
5.4 Analisis Penggambaran FTA ... 56
BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan ... 57
6.2 Saran ... 57 DAFTAR KEPUSTAKAAN
LAMPIRAN
LEMBARAN KONSULTASI
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual Penelitian ... 38 Gambar 3.1 Kerangka Metodologi Penelitian ... 42 Gambar 4.1 Perbandingan Kejadian Risiko K3 Dominan Paling Tinggi ... 52
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Data Kecelaakan Kerja ... 3
Tabel 2.1 Keuntungan dan Kelemahan Kuesioner ... 26
Tabel 2.2 Skala Severity ... 30
Tabel 2.3 Skala Occurance ... 31
Tabel 2.4 Skala Detection ... 32
Tabel 2.5 Skala Risk Priority Number (RPN) ... 33
Tabel 2.6 Simbol-Simbol Gerbang FTA ... 36
Tabel 2.7 Simbol-Simbol Kejadian FTA ... 37
Tabel 4.1 Data kecelakaan kerja Bengkel Bina Karya ... 44
Tabel 4.2 Data Penilaian Risiko Berdasarkan Saveriti ... 45
Tabel 4.3 Data Penilaian Risiko berdasarkan Occurance ... 46
Tabel 4.4 Data Penilaian Risiko Berdasarkan Detection ... 47
Tabel 4.5 Kejadian Risiko K3 Pada Bengkel Bina Karya ... 48
Tabel 4.6 Faktor Risiko K3 berdasarkan Kejadian Risiko K3 ... 49
Tabel 4.7 RPN Hasil Penilaian Kejadian Risiko K3... 50
Tabel 4.8 Rangking Faktor Risiko Berdasarkan Nilai Tertinggi ... 51
Tabel 4.9 Kejadian Risiko Kecelakaan Tertinggi ... 53
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Diagram Alir Penyebab Kecelakaan Lampiran 2 Hasil Dari Penggambaran FTA Lampiran 3 Rekapitulasi Kuesioner
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada hakekatnya Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan suatu usaha untuk menciptakan perlindungan dan keamanan dari berbagai risiko kecelakaan dan bahaya, baik fisik, mental maupun emosional terhadap pekerja, perusahaan, masyarakat dan lingkungan. Sumber-sumber bahaya perlu dikendalikan untuk mengurangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Untuk mengendalikan sumber-sumber bahaya, maka sumber-sumber bahaya harus ditemukan dan dilakukan identifikasi terhadap sumber bahaya potensial ditempat kerja.
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja dituliskan bahwa setiap tenaga kerja berhak mendapatkan perlindungan atas keselamatannya dalam melakukan pekerjaan kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi serta produktivitas nasional.
Begitu juga dengan dengan setiap orang lain yang berada di tempat kerja juga harus terjamin keselamatannya.
Setiap tempat kerja memiliki risiko terjadinya kecelakaan dimana besarnya risiko yang terjadi tergantung pada jenis industri, teknologi yang digunakan serta pengendalian terhadap risiko yang dilakukan. Kecelakaan akibat kerja adalah kecelakaan yang disebabkan oleh pekerjaan atau pada waktu melaksanakan pekerjaan. Disamping itu, semakin tinggi tingkat teknologi yang digunakan, maka semakin tinggi pengetahuan dan keterampilan tenaga kerja yang dibutuhkan untuk pengoperasian dan pemeliharaan agar tidak menimbulkan dampak negatife bagi manusia dan kecelakaan. Kecelakaan kerja secara garis besar disebabkan oleh dua faktor yaitu, unsafe action dan unsafe condition. OHAS 18001 menyebutkan risiko adalah kombinasi dari kemungkinan terjadinya kejadian berbahaya atau paparan dengan keparahan dari cedera atau gangguan kesehatan yang disebabkan oleh kejadian atau paparan tersebut.
Tidak semua kecelakaan kerja mengakibatkan luka-luka namun ada juga yang mengakibatan kerusakan material, peralatan dan lingkungan. Namun dalam hal ini kecelakaan kerja yang mengakibatkan luka-luka menjadi perhatian agar dapat mengurangi jumlah korban jiwa akibat kecelakaan kerja. Pengidentifikasian bahaya sebelum atau sesudah bahaya terjadi merupakan inti dari sebuah kegiatan pencegahan kecelakaan. Akan tetapi, identifikasi ini bukan ilmu pasti. Hal ini merupakan kegiatan subjektif, dimana bahaya yang teridentifikasi bisa saja berbeda antara satu orang dengan yang lainnya. Selanjutnya dari inspeksi sebelumnya dapat dibandingkan atau dikembangkan sehingga menjadi bahan acuan untuk tindakan korektif agar kecelakaan yang sama tidak terulang kembali.
Bengkel Bina Karya adalah salah satu industri tersier yang bergerak dibidang layanan jasa Tune Up mobil bensin dan solar, transmisi, gardan, cat body, perawataan mobil lainnya serta perbaikan alat berat dan rental alat berat.
Bengkel Bina Karya berdiri pada tahun 1967 terletak di Jl. Cupak Solok, dan telah mengantongi Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) dan Surat Izin Tempat Usaha (SITU) yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah dan memiliki jumlah karyawan sebanyak 15 orang. Selama proses pelayanan tidak terlepas dari faktor-faktor yang mendukung kegiatan operasional seperti manusia, mesin, dan metode kerja.
Berbagai potensi sumber bahaya mudah dijumpai dalam lingkungan bengkel terutama pada saat proses perbaikan excavator, pihak manajemen bengkel perlu melakukan identifikasi potensi bahaya dan mencari akar penyebab kecelakaan kerja.
Namun, dibalik sebuah pencapaian akan selalu ada konsekuensi yang harus ditanggung. Berdasarkan data yang ada pada Bengkel Bina Karya, sejak November 2017 hingga April 2018 tercatat ada 14 kasus kecelakaan kerja yang terjadi dan telah menyebabkan cacat dan cedera. Dari penjabaran diatas Bengkel Bina Karya belum menerapkan Sistem Kesehatan dan Keselamatan Kerja sehingga mengakibatkan tingginya angka kecelakaan kerja yang disebabkan karena para pekerja tidak melengkapi alat pelindung diri (APD) dan di dalam lingkungan kerja terdapat berbagai peralatan dan mesin-mesin yang digunakan dalam proses operasionalnya.
Berdasarkan data kecelakaan kerja pada Bengkel Bina Karya tercatat dimulai dari bulan November 2017 hingga April 2018 terdapat 14 kali kecelakaan kerja, dimana 1 orang mengalami jari putus akibat terjepit rood excavator, 1 orang terkena cairan carburator spray atau Carburator cleaner pada bagian mata, 2 orang terkena air panas radiator, tangan terkena gerinda sebanyak 2 orang, terjepit mesin mobil sebanyak 2 orang, 1 orang kesentrum listrik , 1 orang terkena kipas mobil dibagian keningnya, 2 orang jatuh dari alat berat, tangan terbakar percikan las sebanyak 1 orang dan 1 orang mengalami luka terkena gerinda lepas dibagian kaki. Berikut tabel data kecelakan kerja:
Tabel 1.1
Data Kecelakaan Kerja No Jenis Kecelakaan
Bulan
Jml (orang) Nov-
2017 Des- 2017
Jan- 2018
Feb- 2018
Ma- 2018
Apr- 2018 1 Jari tangan putus akibat
terjepit rood excavator - 1 - - - - 1
2 Mata terkena cairan
carburator spray - - 1 - - - 1
3 Terkena Air panas/air
radiator 1 - - 1 - - 2
4 Tangan dan kaki terkena gerinda lepas
- - - - 1 1 2
5 Tangan terjepit mesin
1 - - - 1 - 2
6 Kesentrum listrik
- - 1 - - - 1
7 Kening terkena kipas
mobil - 1 - - - - 1
8 Jatuh dari alat berat - - 1 1 2
9 Tangan terbakar
percikan api las - - 1 - - - 1
10 Mata terkena pasir
atau debu - - - 1 1
Total Kecelakaan 14
Sumber: Bengkel Bina Karya, 2018
Berdasarkan data diatas menunjukkan bahwa potensi bahaya serta risiko kecelakaan kerja di Bengkel Bina Karya Solok, dari contoh kasus yang ada menunjukkan bahwa tingkat kecelakaan cukup tinggi dan perlu dikaji lagi sehingga bisa ditemukan upaya dan solusi yang tepat sasaran agar angka kecelakaan kerja tersebut bisa diturunkan. Dengan demikian, kerugian bengkel akibat kasus kecelakaan kerja bisa dikurangi, efektifitas kerja bertambah dan produktivitas bengkel akan dapat meningkat. Untuk menyelesaikan masalah diatas digunakan metode failure mode and effect analysis (FMEA) dan fault tree analysis (FTA). Metode FMEA digunakan untuk mengidentifikasi tingkat risiko kecelakaan diukur dari aspek dampak, peluang kejadian dan pencegahannya dilakukan, sedangkan metode FTA digunakan untuk mengidentifikasi potensi penyebab kecelakaan.
Berdasarkan data dan penjabaran di atas, penulis tertarik untuk mengadakan penelitian yang berjudul “Analisis Risiko Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Menggunakan Metode Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) dan Fault Tree Analysis (FTA)” Studi kasus di Bengkel Bina Karya Cupak Solok, dengan harapan dapat mengurangi angka kecelakaan kerja yang ada saat ini.
1.2 Identifikasi Masalah
Dari latar belakang diatas dapat diidentifikasi masalah yang ada yaitu:
1. Bengkel Bina Karya belum menerapkan Sistem Kesehatan dan Keselamatan Kerja sehingga mengakibatkan tingginya angka kecelakaan kerja.
2. Adanya kasus kecelakaan kerja yang terjadi dan telah menyebabkan kecacatan dan cedera.
3. Para pekerja tidak menggunakan alat pelindung diri (APD)
4. Belum teridentifikasi potensi bahaya dan akar penyebab kecelakaan kerja.
1.3 Batasan Masalah
Untuk menyederhanakan permasalahan agar nantinya masalah mengarah pada tujuan yang akan dicapai, maka peneliti memberikan batasan masalah yaitu:
1. Mengidentifikasi risiko-risiko yang berpotensi berdasarkan persepsi responden (pekerja di bengkel).
2. Risiko yang diteliti adalah kegiatan-kegiatan yang berpotensi berbahaya pada kegiatan operasional di bengkel perbaikan excavator dan perbaikan mobil.
1.4 Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah mengetahui kejadian risiko dan penilaian risiko kecelakaan kerja yang ada pada Bengkel Bina Karya dengan metode FMEA?
2. Bagaimana cara mengidentifikasi sumber penyebab risiko kecelakaan kerja yang ada pada Bengkel Bina Karya dengan metode FTA?
1.5 Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Mengetahui kejadian risiko dan penilaian risiko kecelakaan kerja dengan menggunakan metode FMEA.
2. Mengetahui penyebab risiko kecelakaan kerja dominan dengan menggunakan metode FTA.
1.6 Manfaat Penelitian
Manfaat yang diperoleh dari hasil penelitian tersebut adalah:
1. Bagi Perusahaan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi perusahaan dalam menentukan penjadwalan produksi yang tepat.
2. Bagi STTIND
Hasil penyusunan penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam memecahkan permasalahan yang sejenis dan dapat menambah wawasan bagi pembaca.
3. Bagi Penulis
Untuk mengetahui cara kemampuan dalam membuat penjadwalan produksi dan menambah wawasan tentang pentingnya penjadwalan dalam dunia industri.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
Berdasarkan judul yang telah ditentukan, bahwa “Analisis Risiko Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Menggunakan Metode Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) dan Fault Tree Analysis (FTA)” merupakan teori yang diambil dari metode pembelajaran Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). Dari landasan teori ini, dapat didefinisikan beberapa yang akan dijelaskan sebagai berikut.
2.1.1 Definisi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
Menurut ILO/WHO (1998) Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah suatu promosi, perlindungan dan peningkatan derajat kesehatan yang setinggi- tingginya mencakup aspek fisik, mental, dan sosial untuk kesejahteraan seluruh pekerja di semua tempat kerja. Pelaksanaan K3 merupakan salah satu bentuk upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja.
Keselamatan kerja menunjukkan kondisi yang aman atau selamat dari penderitaan, kerusakan dan kerugian di tempat kerja. Resiko keselamatan merupakan aspek-aspek dari lingkungan kerja yang dapat menyebabkan kebakaran, korsleting listrik, terpotong, luka memar, keseleo, patah tulang, kebutaan, tuli, dan lain sebagainya. Sedangkan kesehatan kerja menunjukkan pada kondisi yang bebas dari gangguan fisik, mental, emosi, atau rasa sakit yang disebabkan oleh lingkungan kerja (Anwar, 2013). Keselamatan kerja adalah membuat kondisi kerja yang aman dengan dilengkapi alat-alat pengaman, penerangan yang baik, menjaga lantai dan tangga bebas dari air, minyak, nyamuk dan memelihara fasilitas air yang baik (Anwar, 2013). Pendapat lain menyebutkan bahwa keselamatan kerja berarti proses merencanakan dan mengendalikan situasi
yang berpotensi menimbulkan kecelakaan kerja melalui persiapan prosedur operasi standar yang menjadi acuan dalam bekerja (Pitasari, 2014).
Pasaribu (2017) menyebutkan, keselamatan kerja merujuk pada perlindungan terhadap kesejahteraan seseorang, dan tujuan utama keselamatan kerja di perusahaan adalah mencegah kecelakaan atau cedera yang terkait dengan pekerjaan. Zulkarnaini (2014) menjelaskan tujuan keselamatan kerja untuk menyelamatkan kepentingan ekonomis perusahaan yang disebabkan kecelakaan, dan selanjutnya menyelamatkan pekerja serta mencegah terjadinya kecelakaan di tempat kerja, dengan cara menciptakan keamanan menyeluruh di tempat kerja.
Kesehatan dan keselamatan kerja merujuk kepada kondisi-kondisi fisiologis- fisikal dan psikologis tenaga kerja yang diakibatkan oleh lingkungan kerja yang disediakan oleh perusahaan (Anwar, 2013). Jika perusahaan menjalankan tindakan-tindakan kesehatan dan keselamatan kerja yang efektif, maka lebih sedikit pekerja yang menderita cedera atau penyakit, sebagai akibat dari pekerjaan mereka di perusahaan tersebut.
Kondisi fisiologis-fisikal meliputi penyakit-penyakit dan kecelakaan kerja, seperti kehilangan nyawa, anggota badan, cedera akibat gerakan yang rutin dan berulang, penyakit yang disebabkan zat-zat kimia berbahaya, dan lain sebagainya.
Kondisi psikologis diakibatkan stress pekerjaan dan kehidupan kerja yang berkualitas rendah. Hal ini meliputi ketidakpuasan, sikap apatis, penarikan diri dari pergaulan kantor, menonjolkan diri secara berlebihan, memiliki pandangan yang sempit, pelupa, konflik, frustasi, suka menunda pekerjaan, kurang perhatian dan focus, mudah putus asa dan lain sebagainya (Anwar, 2013). Kesehatan adalah faktor sangat penting bagi produktivitas karyawan. Pekerjaan yang menuntut produktivitas tinggi hanya dapat dilakukan oleh tenaga kerja yang memiliki kesehatan prima. Sebaliknya, jika karyawan sakit, maka karyawan akan kurang produktif dan pekerjaannya pun tertunda atau bahkan terhenti sama sekali. Untuk dapat bekerja produktif, maka pekerjaan harus dilakukan dengan cara kerja dan pada lingkungan kerja yang memenuhi syarat kesehatan dan keselamatan.
Lingkungan kerja merupakan aspek yang dapat dikendalikan (controllable) oleh
perusahaan, sedangkan cara bekerja yang sehat dan selamat merupakan aspek yang juga controllable dilakukan oleh tenaga tenaga kerja (Pasaribu, 2017).
Dalam lingkungan perusahaan, banyak sekali sumber-sumber yang bisa mengganggu atau bisa menimbulkan gangguan keselamatan dan kesehatan kerja.
Syafi’i (2008) mengelompokkan beberapa faktor sebagai berikut:
1. Keadaan tempat lingkungan kerja
a. Penyusunan dan penyimpanan barang-barang yang berbahaya kurang diperhitungkan keamanannya.
b. Ruang kerja yang terlalu padat dan sesak
c. Pembuangan kotoran dan limbah yang tidak pada tempatnya 2. Pengaturan udara/suhu
a. Pergantian/sirkulasi udara di ruang kerja yang tidak baik b. Ruang kerja kotor, berdebu, lembab, dan berbau
c. Suhu udara yang tidak dikondisikan pengaturannya 3. Pengaturan penerangan
a. Pengaturan dan penggunaan sumber cahaya yang tidak tepat b. Ruang kerja yang kurang cahaya (remang-remang)
4. Pemakaian peralatan kerja
a. Pengaman peralatan kerja sudah using, aus atau rusak
b. Penggunaan mesin, alat elektronik tanpa pengamanan yang tepat 5. Kondisi fisik dan mental karyawan
a. Kerusakan panca indera b. Stamina karyawan tidak stabil c. Emosi pegawai labil
d. Kepribadian pegawai rapuh
e. Cara berpikir dan presepsi yang lemah f. Motivasi kerja rendah
g. Sikap pegawai ceroboh h. Kurang cermat
i. Kurang pengetahuan dalam penggunaan fasilitas kerja
Menurut Syafi’i (2008), program Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah suatu sistem program yang dibuat bagi pekerja maupun pengusaha sebagai upaya pencegahan (preventif) timbulnya kecelakaan dan penyakit kerja akibat hubungan kerja dalam lingkungan kerja dengan cara mengenali hal-hal yang berpotensi menimbulkan kecelakaan dan penyakit kerja akibat hubungan kerja, dan tindakan antisipatif bila terjadi hal demikian.
Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah suatu sistem yang dirancang untuk menjamin keselamatan yang baik pada semua personel di tempat kerja agar tidak menderita luka maupun menyebabkan penyakit di tempat kerja dengan mematuhi/taat pada hukum dan aturan keselamatan dan kesehatan kerja, yang tercantum pada perubahan sikap menuju keselamatan di tempat kerja (Pitasari, 2014).
Anwar (2013) mengatakan bahwa program keselamatan dan kesehatan kerja diselenggarakan karena tiga alasan pokok, yaitu:
1. Moral
Para pengusaha menyelenggarakan upaya pencegahan kecelakaan dan penyakit kerja pertama sekali semata-mata atas dasar kemanusiaan.
Mereka melakukan hal itu untuk memperingan penderitaan karyawan dan keluarganya yang mengalami kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
2. Hukum
Dewasa ini, terdapat berbagai peraturan perundang-undangan yang mengatur ikhwal keselamatan dan kesehatan kerja, dan hukuman terhadap pihak-pihak yang melanggar ditetapkan cukup berat. Berdasarkan peraturan perundang-undangan itu, perusahaan dapat dikenakan denda, dan para supervisor dapat ditahan apabila ternyata bertanggungjawab atas kecelakaan dan penyakit fatal.
3. Ekonomi
Adanya ulasan ekonomi karena biaya yang dipikul perusahaan dapat jadi cukup tinggi sekalipun kecelakaan dan penyakit yang terjadi kecil saja.
Asuransi kompensasi karyawan ditujukan untuk memberi ganti rugi kepada pegawai yang mengalami kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
Menurut Roehan (2014), secara umum program keselamatan dan kesehatan kerja dapat dikelompokkan:
1. Telaahan Personal
Telaahan personal dimaksudkan untuk menentukan karakteristik karyawan tertentu yang diperkirakan rawan dan berpotensi mengalami kecelakaan dan penyakit kerja:
a. Faktor usia, apakah karyawan yang berusia lebih tua cenderung lebih aman dibanding yang lebih muda ataukah sebaliknya.
b. Ciri-ciri fisik karyawan, seperti potensi pendengaran dan penglihatan yang cenderung berhubungan dengan derajat kecelakaan karyawan yang kritis.
c. Tingkat pengetahuan dan kesadaran karyawan tentang pentingnya pencegahan dan penyelamatan dari kecelakaan dan penyakit kerja.
Dengan mengetahui ciri-ciri personal itu maka perusahaan dapat memprediksi siapa saja karyawan yang potensial untuk mengalami kecelakaan dan penyakit kerja, lalu sejak dini perusahaan dapat menyiapkan upaya-upaya pencegahannya.
2. Sistem Insentif
Insentif yang diberikan kepada karyawan dapat berupa uang dan bahkan karir. Dalam bentuk uang dapat dilakukan melalui kompetisi antar unit tentang keselamatan dan kesehatan kerja dalam kurun waktu tertentu, misalnya selama enam bulan sekali. Siapa yang mampu menekan kecelakaan dan penyakit kerja sampai titik terendah akan diberikan penghargaan. Bentuk lain adalah berupa peluang karir bagi para karyawan yang mampu menekan kecelakaan dan penyakit kerja bagi dirinya atau bagi kelompok karyawan di unitnya.
3. Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Pelatihan keselamatan dan kesehatan kerja bagi karyawan biasa dilakukan oleh perusahaan. Fokus pelatihan pada umumnya pada segi-segi bahaya atau risiko dari pekerjaan, aturan dan peraturan keselamatan dan kesehatan kerja, perilaku kerja yang aman dan berbahaya.
4. Peraturan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Perusahaan perlu memiliki semacam panduan yang berisi peraturan dan aturan yang menyangkut apa yang dapat dan tidak dapat dilakukan oleh karyawan di tempat kerja. Isinya harus spesifik yang memberi petunjuk bagaimana suatu pekerjaan dilakukan dengan hati-hati untuk mencapai keselamatan dan kesehatan kerja maksimum. Sekaligus dijelaskan beberapa kelalaian kerja yang dapat menimbulkan bahaya individu dan kelompok karyawan serta tempat kerja.
Anwar (2013) mengatakan, prosedur penerapan program K3 perlu dikuasai oleh semua pihak di dalam organisasi kerja, karena ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan, antara lain:
1. Bahaya pada area kerja dikenali dan dilakukan tindakan pengontrolan yang tepat.
2. Kebijakan yang sah pada tempat kerja dan prosedur pengontrolan risiko diikuti.
3. Tanda bahaya dan peringatan dipatuhi.
4. Pakaian pengamanan digunakan sesuai dengan SI (Standar Internasional).
5. Teknik dan pengangkatan/pemindahan secara manual dilakukan dengan tepat.
6. Perlengkapan dipilih sebelum melakukan pembersihan dan perawatan secara rutin.
7. Metode yang aman dan benar digunakan untuk pembersihan dan pemeliharaan perlengkapan.
8. Peralatan dan area kerja dibersihkan/dipelihara sesuai dengan keamanan, jadwal pemeliharaan berkala, tempat penerapan dan spesifikasi pabrik.
Menurut Roehan (2014) terdapat tiga hal penting yang harus diperhatikan dalam penyelenggaraan program K3, yaitu:
1. Seberapa serius keselamatan dan kesehatan kerja hendak diimplementasikan dalam perusahaan.
2. Pembentukan konsep budaya malu dari masing-masing pekerja bila tidak melaksanakan program K3 serta keterlibatan berupa dukungan serikat pekerja dalam pelaksanaan program K3 di tempat kerja.
3. Kualitas program pelatihan keselamatan dan kesehatan kerja sebagai srana sosialisasi.
Tujuan dari keselamatan kerja itu sendiri adalah sebagai berikut: (Socrates, 2013)
1. Melindungi tenaga kerja atas hak dan keselamatannya, dalam melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi serta produktivitas nasional.
2. Menjamin keselamatan setiap orang lain yang berada di tempat kerja.
3. Menjamin agar sumber produksi dipelihara dan dipergunakan secara aman dan efisien.
Kecelakan kerja dapat menimbulkan kerugian langsung dan juga dapat menimbulkan kerugian tidak langsung yaitu kerusakan mesin dan peralatan kerja, terhentinya proses produksi, kerusakan pada lingkungan kerja. Keselamatan kerja adalah sarana utama untuk pencegahan kecelakaan, cacat, dan kematian sebagai akibat kecelakaan kerja.
Adapun syarat-syarat keselamatan kerja yang di atur dalam Undang- Undang keselamatan dan kesehatan kerja yang dibuat untuk (Undang-Undang K3 pasal 3 ayat 1, tahun 1970):
a. Mencegah dan mengurangi kecelakaan
b. Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran c. Mencegah dan mengurangi bahaya peledakan
d. Memberikan kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu kebakaran atau kejadian-kejadian lain yang berbahaya
e. Memberi pertolongan pada kecelakaan
f. Memberi alat-alat perlindungan diri kepada pekerja
g. Mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebar luasnya suhu, kelembapan, debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angina, cuaca, sinar atau radiasi, suara dan getaran.
h. Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik fisik maupun psikis
i. Menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang baik j. Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai k. Menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup l. Memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban
m. Memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara dan proses kerjanya
n. Mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang, binatang, tanaman dan barang
o. Mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan
p. Mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar muat, perlakuan dan penyimpanan barang
q. Mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya
r. Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang bahaya kecelakaannya menjadi bertambah tinggi.
2.1.2 Kecelakaan Akibat Kerja
Menurut Socrates (2013), definisi kecelakaan adalah kejadian tidak terduga dan tidak diharapkan. Dikatakan tidak terduga karena dibelakang peristiwa yang terjadi tidak terdapat unsur kesengajaan atau unsur perencanaan, sedangkan tidak diharapkan karena peristiwa kecelakaan disertai kerugian materil ataupun menimbulkan penderitaan dari skala paling ringan sampai skala paling berat. Kecelakaan akibat kerja adalah kecelakaan yang terjadi dalam hubungan kerja atau sedang melakukan pekerjaan di suatu tempat kerja. Ruang lingkup kecelakaan akibat kerja terkadang diperluas meliputi kecelakaan tenaga kerja yang terjadi saat perjalanan ke dan dari tempat kerja.
Menurut Syafi’i (2008) kecelakaan kerja adalah kejadian tidak diharapkan yang mengakibatkan kesakitan (cedera atau korban jiwa) pada orang, kerusakan pada properti dan kerugian dalam proses yang terjadi saat pekerjaan dilakukan.
Kecelakaan kerja biasanya terjadi karena adanya kontak dengan bahan atau
sumber energi (bahan kimia, suhu tinggi, kebisingan, mesin, listrik, dan lain-lain) di atas nilai ambang batas kemampuan tubuh manusia untuk dapat menerimanya, yang kemungkinan dapat menyebabkan terpotong, terbakar, luka lecet, patah tulang, dan terjadi gangguan fungsi fisiologis alat tubuh.
2.1.3 Penyebab Kecelakaan Akibat Kerja
Kecelakaan akibat kerja terjadi tanpa disangka-sangka dalam waktu sekejap mata. Socrates (2013) mengemukakan bahwa di dalam setiap kejadian kecelakaan kerja, empat faktor bergerak dalam satu kesatuan berantai, yakni faktor lingkungan, faktor bahaya, faktor peralatan dan perlengkapan, dan faktor manusia. Cara penggolongan sebab-sebab kecelakaan di berbagai Negara tidak sama. Namun ada kesamaan umum, yaitu kecelakaan disebabkan oleh dua golongan penyebab antara lain (Syafi’i, 2013):
1. Tindak perbuatan manusia yang tidak mematuhi keselamatan (unsafe human act)
2. Keadaan-keadaan lingkungan yang tidak aman (unsafe conditions)
Faktor penggerak di dalam setiap kejadian kecelakaan kerja yaitu:
(Socrates, 2013) a. Faktor manusia
1. Umur
Umur mempunyai pengaruh yang penting terhadap kejadian kecelakaan akibat kerja. Golongan umur tua mempunyai kecendrungan yang lebih tinggi untuk mengalami kecelakaan akibat kerja dibandingkan dengan golongan umur muda karena umur muda mempunyai reaksi dan kegesitan yang lebih tinggi. Namun umur muda pun sering pula mengalami kasus kecelakaan akibat kerja, hal ini mungkin karena kecerobohan dan sikap suka tergesa-gesa.
Dari hasil penelitian di Amerika Serikat diungkapkan bahwa pekerja usia muda lebih banyak mengalami kecelakaan dibandingkan dengan pekerja yang lebih tua. Pekerja usia muda biasanya kurang berpengalaman dalam pekerjaannya. (ILO, 1989)
2. Jenis kelamin
Tingkat kecelakaan akibat kerja pada perempuan akan lebih tinggi daripada laki-laki. Perbedaan kekuatan fisik antara perempuan dengan kekuatan fisik laki-laki adalah 65%. Secara umum, kapasitas kerja perempuan rata-rata sebesar 30% lebih rendah daripada laki-laki.
Tugas yang berkaitan dengan gerak berpindah, laki-laki mempunyai waktu reaksi lebih cepat daripada perempuan, baik gerakan kaki, tangan dan lengan. (www.depkes.go.id)
3. Pengalaman kerja
Semakin banyak pengalaman kerja dari seseorang, maka semakin kecil kemungkinan terjadinya kecelakaan akibat kerja. Pengalaman untuk kewaspadaan terhadap kecelakaan kerja bertambah baik sesuai dengan usia, masa kerja atau lamanya bekerja di tempat yang bersangkutan.
Pengalaman kerja merupakan faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya kecelakaan akibat kerja. Berdasarkan berbagai penelitian dengan meningginya pengalaman dan keterampilan akan disertai dengan penurunan angka kecelakaan akibat kerja.
4. Tingkat pendidikan
Pendidikan seseorang berpengaruh dalam pola piker seorang dalam menghadapi pekerjaan yang dipercayakan kepadanya, selain itu pendidikan juga akan mempengaruhi tingkat penyerapan terhadap pelatihan yang diberikan dalam rangka melaksanakan pekerjaan dan keselamatan kerja. Hubungan tingkat pendidikan dengan lapangan yang tersedia bahwa pekerja dengan tingkat pendidikan rendah, seperti Sekolah Dasar atau bahkan tidak pernah bersekolah akan bekerja di lapangan yang mengandalkan fisik. Hal ini dapat mempengaruhi terjadinya kecelakaan kerja karena beban fisik yang berat dapat mengakibatkan kelelahan yang merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya kecelakaan akibat kerja. Pendidikan adalah pendidikan formal yang diperoleh disekolah dan ini sangat berpengaruh terhadap perilaku pekerja. Namun disamping pendidikan
formal, pendidikan non formal seperti penyuluhan dan pelatihan juga dapat berpengaruh terhadap pekerja dalam pekerjaannya.
5. Kelelahan
Kelelahan dapat menimbulkan kecelakaan kerja pada suatu industri.
Kelelahan merupakan suatu keadaan dimana seseorang tidak sanggup lagi untuk melakukan aktivitasnya. Kelelahan ini ditandai dengan adanya penurunan fungsi-fungsi kesadaran otak dan perubahan pada organ di luar kesadaran. Kelelahan disebabkan oleh berbagai hal, antara lain kurang istirahat, terlalu lama bekerja, pekerjaan rutin tanpa variasi, lingkungan kerja yang buruk, serta adanya konflik.
b. Faktor lingkungan 1. Lokasi/tempat kerja
Tempat kerja adalah tempat dilakukannya pekerjaan bagi suatu usaha, dimana terdapat tenaga kerja yang bekerja, dan kemungkinan adanya bahaya kerja di tempat itu. Disain dari lokasi kerja yang tidak ergonomis dapat menimbulkan kecelakaan kerja. Tempat yang baik apabila lingkungan kerja aman dan sehat.
2. Perlengkapan/peralatan
Proses produksi adalah bagian dari perencanaan produksi. Langkah penting dalam perencanaan adalah memilih peralatan dan perlengkapan yang efektif sesuai dengan apa yang diproduksinya. Pada dasarnya peralatan/perlengkapan mempunyai bagian-bagian kritis yang dapat menimbulkan keadaan bahaya, yaitu:
a. Bagian-bagian fungsional b. Bagian-bagian operasional
Bagian-bagian mesin yang berbahaya harus ditiadakan dengan jalan mengubah konstruksi, memberi alat perlindungan. Peralatan dan perlengkapan yang dominan menyebabkan kecelakaan kerja, antara lain:
a. Peralatan/perlengkapan yang menimbulkan kebisingan b. Peralatan/perlengkapan dengan penerangan yang tidak efektif
c. Peralatan/perlengkapan dengan temperature tinggi ataupun terlalu rendah
d. Peralatan/perlengkapan yang mengandung bahan-bahan kimia berbahaya
e. Peralatan/perlengkapan dengan efek radiasi yang tinggi
f. Peralatan/perlengkapan yang tidak dilengkapi dengan pelindung, dll.
3. Shift kerja
Menurut National Occupational Health and Safety Committee, shift kerja adalah bekerja diluar jam kerja normal, dari Senin sampai Jumat termasuk hari libur dan bekerja dimulai dari jam 07.00 sampai dengan jam 19.00 atau lebih. Shift kerja malam biasanya lebih banyak menimbulkan kecelakaan kerja dibandingkan dengan shift kerja siang, tetapi shift kerja pagi-siang tidak menutup kemungkinan dalam menimbulkan kecelakaan akibat kerja.
2.1.4 Definisi Bahaya
Bahaya adalah segala sesuatu termasuk situasi atau tindakan yang berpotensi menimbulkan kecelakaan atau cidera pada manuisa, kerusakan atau gangguan lainnya. Karena hadirnya bahaya maka diperlukan upaya pengendalian agar bahaya tersebut tidak menimbulkan akibat yang merugikan. (Syafi’i, 2008)
Bahaya merupakan sifat yang melekat dan menjadi bagian dari suatu zat, sistem, kondisi atau peralatan. Misalkan api, secara alamiah mengandung sifat panas yang bila mengenai benda atau tubuh manusia dapat menimbulkan kerusakan atau cidera.
2.1.5 Jenis Bahaya
Ditempat umum banyak terdapat sumber bahaya seperti perkantoran, tempat rekreasi, mal, jalan raya, sarana olahraga dan lain-lain. Di tempat kerja juga banyak jenis bahaya seperti di pertambangan, pabrik kimia, kilang minyak, pengecoran logam dan lainnya. Kita tidak dapat mencegah kecelakaan jika tidak
dapat mengenal bahaya dengan baik dan seksama. Jenis bahaya dapat diklasifikasikan antara lain (Syafi’i, 2008):
a. Bahaya mekanis
Bahaya mekanis bersumber dari peralatan mekanis atau benda bergerak dengan gaya mekanika baik yang digerakkan secara manual maupun dengan penggerak. Misalnya mesin gerinda, bubut, potong, press, tempa, pengaduk dan lain-lain.
b. Bahaya listrik
Adalah sumber bahaya yang berasal dari energi listrik. Energi listrik dapat mengakibatkan berbagai bahaya seperti kebakaran, sengatan listrik, dan hubungan arus pendek. Dilingkungan kerja banyak ditemukan bahaya listrik, baik dari jaringan listrik, maupun peralatan kerja atau mesin yang menggunakan energi listrik.
c. Bahaya kimiawi
Bahan kimia mengandung berbagai potensi bahaya sesuai dengan sifat dan kadungannya. Banyak kecelakaan terjadi akibat bahan kimiawi.
d. Bahaya fisik
Bahaya yang berasal dari faktor fisik diantaranya: karena getaran, tekanan, gas, kebisingan, suhu panas atau dingin, cahaya penerangan, radiasi dari bahan radioaktif.
2.1.6 Definisi Risiko
Risiko adalah suatu peristiwa atau kondisi yang tidak pasti, jika terjadi, memiliki efek positif atau negatif pada tujuan proyek. Risiko pada umumnya dipandang sebagai sesuatu yang negatif seperti kecelakaan, kehilangan, bahaya dan konsekuensi lainya. Namun kerugian tersebut merupakan bentuk ketidak pastian yang seharusnya dipahami dan dikelola secara efektif oleh organisasi sebagai bagian dari strategi sehingga dapat menjadi nilai positif dan mendukung pencapaian tujuan organisasi. Oleh sebab itu dibutuhkan manajemen risiko kecelakaan yang baik agar keruguian dari risiko kecelakaan dapat dikurangi atau dihindari.
2.1.7 Jenis-Jenis Kecelakaan Kerja
Bentuk kecelakaan kerja yang terjadi pada proyek konstruksi bermacam- macam dan merupakan dasar dari penggolongan atau pengklasifikasian jenis kecelakaan. Menurut Pasaribu (2017) jenis-jenis kecelakaan kerja dapat diklasifikasikan menjadi beberapa jenis, yaitu:
1. Terbentur (struck by)
Kecelakaan ini terjadi pada saat seseorang yang tidak diduga ditabrak atau ditampar sesuatu yang bergerak atau bahan kimia. Contohnya terkena pukulan palu, ditabrak kendaraan, benda asing misal material.
2. Membentur (struck against)
Kecelakaan yang selalu timbul akibat pekerja yang bergerak terkena atau bersentuhan dengan beberapa objek atau bahan – bahan kimia.
3. Terperangkap (caught in, on, between)
Contoh dari caught in adalah kecelakaan yang akan terjadi bila kaki pekerja tersangkut di antara papan – papan yang patah di lantai. Contoh dari cought on adalah kecelakaan yang timbul bila baju dari pekerja terkena pagar kawat, sedangkan contoh dari cought between adalah kecelakaan yang terjadi bila lengan atau kaki dari pekerja tersangkut dalam bagian mesin yang bergerak.
4. Jatuh dari ketinggian (fall from above)
Kecelakaan ini banyak terjadi, yaitu jatuh dari ketinggian dari tempat yang lebih tinggi ke tempat yang lebih rendah. Contohnya jatuh dari tangga atau atap.
5. Jatuh pada ketinggian yang sama (fall at ground level)
Beberapa kecelakaan yang timbul pada tipe ini seringkali berupa tergelincir, tersandung, jatuh dari lantai yang sama tingkatnya.
6. Pekerjaan yang terlalu berat (over-exertion or strain)
Kecelakaan ini timbul akibat pekerjaan yang terlalu berat yang dilakukan pekerja seperti mengangkat, menaikkan, menarik benda atau material yang dilakukan diluat batas kemampuan.
7. Terkena aliran listrik (electrical contact)
Luka yang ditimbulkan akibat pekerjaan ini terjadi akibat sentuhan anggota badan dengan alat atau perlengkapan yang mengandung listrik.
8. Terbakar (burn)
Kondisi ini terjadi akibat sebuah bagian dari tubuh mengalami kontak dengan percikan, bunga api atau dengan zat kimia yang panas.
2.1.8 Identifikasi Risiko
Identifikasi risiko adalah suatu proses yang sifatnya berulang, sebab risiko–risiko baru kemungkinan baru diketahui ketika proyek sedang berlangsung selama siklus proyek. Frekuensi pengulangan dan siapa personel yang terlibat dalam setiap siklus akan sangat bervariasi dari satu kasus ke kasus yang lain.
Identifikasi harus mencakup semua risiko, baik yang ada atau tidak dalam organisasi, tujuannya untuk menghasilkan daftar risiko yang komprehensif dari suatu peristiwa yang dapat memberikan pengaruh terhadap setiap struktur elemen.
Untuk melakukan proses identifikasi risiko dapat menggunakan tools dan teknik antara lain (Pasaribu, 2017):
1. Brainstroming
Tujuan brainstorming adalah untuk mendapatkan daftar yang komperehensif risiko proyek. Brainstorming dilakukan dengan cara mengundang beberapa orang dan dikmpulkan dalam suatu ruangan untuk berbagi ide tentang risiko proyek. Ide tentang risiko proyek dihasilkan dengan bantuan dan kepemimpinan seorang fasilitator.
2. Delphie Technique
Delphie technique adalah cara mencapai konsensus dari para ahli. Para ahli dalam bidang risiko proyek berpartisipasi tampa nama atau anonumously dan difisilitasi dengan suatu kuisioner untuk mendapatkan ide tentang risiko proyek yang dominan. Respon yang ada diringkas, kemudian disirkulasi ulang kepada para ahli untuk komentar lebih lanjut. Konsensus mungkin dicapai didalam beberapa kali putaran proses. Delphi technique
sangat membantu untuk mengurangi bias pada data dan menjaga untuk tidak dipengaruhi oleh pendapat yang tidak semestinya.
3. Interviewing
Interviewing atau wawancara adalah teknik untuk mengumpulkan data tetang risiko proyek. Wawancara dilakukan terhadap anggota tim proyek dan stakeholder lainnya yang telah berpengalaman dalam risiko proyek.
4. Root Cause Identification
Teknik ini dilakukan untuk mengetahui penyebab risiko yang esensial dan yang akan mempertajam definisi risiko, kemudian dibuat kedalam grup berdasarkan penyebab.
5. Strength, Weaknerss, Opportunities and Threats (SWOT) analysis
Teknik ini dilakukan berdasarkan perspektif SWOT untuk meningkatka pemahaman risiko yang lebih luas. Hasil utama dari proses identifikasi risiko adalah adanya daftar risiko (risk register) yang harus didokumentasikan sebagai bagian dari rencana manajemen proyek (project management plan).
Selanjutnya proses identifikasi yang biasa dilakukan dapat berupa:
1. Cheklist safety
Cheklist safety biasa digunakan sebagai langkah awal atau tinjauan dari aspek keselamatan dalam suatu situasi. Cheklist dapat diterapkan setiap melakukan tinjauan. Dapat digunakan selama evaluasi setiap bagian peralatan.
2. Job Safety Analaysis (JSA)
Job Safety Analaysis (JSA) adalah sebuah teknik analisis bahaya yang digunakan untuk mengidentifikasi bahaya yang ada pada pekerjaan seseorang dan untuk mengembangkan pengendalian yang tepat untuk mengurangi risiko. JSA umumnya tidak digunakan untuk melakukan peninjauan desain atau memahami bahaya dari suatu proses kompleks.
JSA merupakan suatu analisis yang menghasilkan sebuah rekomendasi dari tinjauan proses hazard yang lebih detail. Hasil dari JSA ini harus
dituliskan dalam bentuk formal yaitu berupa prosedur untuk setiap pekerjaan.
3. What if
What if merupakan teknik analisis dengan metode brainstorming untuk menentukan hal-hal apa saja yang mungkin salah dan risiko dari setiap situasi.
Tujuan teknik ini adalah mengidentifikasi kemungkinan adanya kejadian yang tidak diinginkan dan menimbulkan suatu konsekuensi serius. Melalui teknik ini dapat dilakukan penilaian terhadap kemungkinan terjadinya penyimpangan rancang bangun, konstruksi atau modifikasi dari yan diinginkan.
4. Hazard And Operability Analaysis (HAZOP)
Hazard And Operability Analysiis (HAZOP) merupakan teknik identifikasi bahaya yang digunakan untuk industri proses seperti industri kimia, petrokimia dan kilang minyak. Metode ini sebaiknya dilakukan oleh orang yang tepat. Penilaian dilakukan dengan menggunakan kata-kata kunci.
Teknik HAZOP merupakan sistem yang sangat terstruktur dan sistematis sehingga dapat menghasilan kajian yang komprehensif. Kajian HAZOP juga bersifat multidisiplin sehingga hasil kajian akan lebih mendalam dan rinci karena telah ditinjau dari berbagai latar belakang, disiplin dan keahlian.
5. Event Tree Analysis (ETA)
Event Tree Analysis (ETA) menunjukkan dampak yang mungkin terjadi diawali dengan mengidentifikasi pemicu kejadian dan proses dalam setiap tahapan yang menimbulkan terjadinya kecelakaan. Sehingga dalam ETA perlu diketahui pemicu dari kejadian dan fungsi sistem keselamatan atau prosedur kegawatdaruratan yang tersedia untuk menentukan langkah perbaikan yang ditimbulkan oleh pemicu kejadian.
6. Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)
Failure Mode And Effect Analysis (FMEA) ditunjukkan untuk menilai potensi kegagalan dalam proses. Metode ini digunakan untuk manajemen risiko. FMEA adalah suatu tabulasi dari sitem, peralatan pabrik dan pola kegagalan serta efek terhadap operasi. FMEA adalah uraian mengenai bagaimana suatu peralatan dapat mengalami kegagalan.
FMEA sangat bermanfaat untuk memberikan gambaran mengenai tingkat kerawanan dari suatu komponen atau sub sistem atau dapat membantu dalam menentukan skala prioritas dalam program pemeliharaan, penyediaan komponen dan pengoperasiaan suatu alat, menenkan biaya operasi dan pemeliharaan fasilitas.
7. Fault Tree Analysis (FTA)
Fault Tree Analysis (FTA) menggunakan analisis yang bersifat deduktif.
Dimulai dengan menetapkan kejadian yang dapat menimbulkan akibat dari kejadian puncak diidentifikasi dalam bentuk pohon logika kearah bawah.
FTA merupakan metode yang dapat digunakan untuk mengetahui bagaimana suatu kecelakaan spesifik dapat terjadi.
2.1.9 Populasi
Populasi adalah keseluruhan individu atau satuan-satuan tertentu sebagai anggota atau himpunan dalam suatu kelas/golongan tertentu. Apabila seseorang ingin meneliti semua elemen yang ada dalam wilayah penelitian maka penelitiannya merupakan penelitian populasi, dibawah ini akan diberikan contoh dari populasi, yakni sebagai berikut:
1. Semua mahasiswa-mahasiswi yang terdaftar di universitas tertentu.
2. Semua perbankan yang ada di Indonesia.
3. Semua saham yang terdaftar di Jakarta Islamic Index, dll.
2.1.10 Sampel
Teori sampel dan sampling menurut Sugiyono (2011: 118-127): sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Sampel dilakukan jika populasi besar dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi. Teknik sampling, adalah teknik penganbilan sampel. Untuk menentukan sampel yang akan digunakan.dalam penelitian, terdapat macam- macam teknik sampling yaitu probability sampling dan non probability sampling:
1. Probability sampling
Adalah teknik pengambilan sampel yang memberikan peluang yang sama kepada setiap unsur (anggota) populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel.
2. Non probability sampling
Adalah teknik pengambilan sampel yang tidak memberi peluang atau kesempatan sama setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel. Teknik sampel ini meliputi , sampling sistematis, kuota, incidental, purposive, jenuh, snowball.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan sampling jenuh, adalah teknik menentukan sampel bila semua anggota populasi digunakan sebagai sampel. Hal ini sering dilakukan jika jumlah populasi relatif kecil yakni kurang dari 30 orang.
2.1.11 Kuesioner
Kuesioner adalah daftar pertanyaan yang dikirim kepada responden baik secara lansung maupun tidak lansung.
2.1.11.1 Jenis Kuesioner
1. Kuesioner Terbuka: Daftar pertanyaan yang memberi kesempatan kepada responden untuk menuliskan pendapat mengenai pertanyaan yang diberikan penelitian.
2. Kuesioner Tertutup: Daftar pertanyaan yang alternatif jawabannya telah disediakan oleh peneliti.
3. Kuesioner Campuran: Perpaduan antara bentuk kuesioner terbuka dan tertutup.
2.1.11.2 Keuntungan dan Kelebihan Kuesioner
Berikut ini adalah keuntungan dan kelemahan dari kuesioner:
Tabel 2.1
Keuntungan dan Kelemahan Kuesioner
Keuntungan Kelemahan
1. Tidak memerlukan kehadiran peneliti
2. Waktu fleksibel, bergantung waktu senngang responden 3. Dapat dibagikan ssecara bersama-sama lepada seluruh responden
4. Identitas responden dapat dibuat anonym
1. Responden sering tidak teliti dalam mengisi angket
2. Responden sering tidak jujur meskipun anonym
3. Responden dengan tingkat pendidikan tertentu kemungkinan kesulitan dalam mengisi kuesioner
2.1.12 Metode Failure Mode and Effects Analysis (FMEA)
Menurut Pasaribu (2017), Failure Mode and Effects Analysis (FMEA) merupakan teknik analisa risiko secara sirkulatif yang digunakan untuk mengidentifikasi bagaimana suatu peralatan, fasilitas/sistem dapat gagal serta akibat yang dapat ditimbulkannya. Hasil FMEA berupa rekomendasi untuk meningkatkan kehandalan tingkat keselamatan fasilitas, peralatan/sistem. Dalam konteks Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3), kegagalan yang dimaksudkan dalam definisi ini merupakan suatu bahaya yang muncul dari suatu proses.
Pencegahan terjadinya kecelakaan kerja dapat dilakukan dengan cara mengontrol terjadinya kecelakaan kerja yang mempunyai risiko tinggi baik dalam hal akibatnya, kemungkinan terjadinya dan kemudahan pendeteksiannya. Berdasarkan hal itu FMEA merupakan metode yang tepat untuk dilakukan karena metode
FMEA mengukur tingkat risiko kecelakaan kerja secara konvensional berdasarkan tiga parameter yaitu keparahan/Severity (S), kejadian/Occurance (O) dan deteksi/Detection (D).
Disamping keunggulan dan kemudahan metode FMEA, terdapat beberapa kelemahan yang tidak dapat dihindarkan. Menurut Xu et al. (2002) dan Yeh dan Hsieh (2007) yang dikutip oleh Pasaribu (2017), beberapa kelemahan metode FMEA antara lain:
1. Pernyataan dalam FMEA sering bersifat subjektif dan kualitatif sehingga tidak jelas dalam bahasa ilmiah
2. Ketiga parameter (keparahan, kejadian dan deteksi) biasanya memiliki kepentingan yang sama padahal seharusnya ketiga parameter tersebut memiliki kepentingan yang berbeda
3. Nilai RPN yang dihasilkan dari perkalian S, O, dan D sering sama, padahal sebenarnya mempersentasikan nilai risiko yang berbeda. Demi mengatasi kelemahan yang dimiliki metode FMEA tersebut, biasanya metode ini digabungkan dengan metode lainnya seperti metode-metode khusus dalam bidang keselamatan kerja yaitu Fault Tree Analysis (FTA) dan Job Safety Analysis (JSA).
Meskipun demikian, kedua metode tambahan tersebut tidak dapat menghasilkan data yang benar-benar kuantitatif (nilai rill) sebagai dasar pertimbangan pengambilan keputusan.
Dalam hal ini ada tiga hal yang membantu menentukan dari gangguan antara lain:
1. Frekuensi (Occurrence)
Dalam menentukan occurrence ini dapat ditentukan seberapa banyak gangguan yang dapat menyebabkan sebuah kegagalan pada operasi perawatan dan kegiatan operasional pabrik.
2. Tingkat kerusakan (Severity)
Dalam menentukan tingkat kerusakan (severity) ini dapat ditentukan seberapa serius kerusakan yang dihasilkan dengan terjadinya ke gagalan proses dalam hal operasi perawatan dan kegiatan operasional pabrik.
3. Tingkat deteksi (Detection)
Dalam menentukan tingkat deteksi ini dapat menentukan bagaimana kegagalan tersebut dapat diketahui sebelum terjadi, tingkat deteksi juga dapat dipengaruhi dari banyaknya kontrol yang mengatur jalannya proses, semakin banyak kontrol dan prosedur yang mengatur jalannya sistem penanganan operasional perawatan dan kegiatan operasional pabrik maka diharapkan tingkat deteksi dari kegagalan dapat semakin tinggi.
Berikut ini merupakan tujuan yang akan dicapai oleh suatu perusahaan dengan penerapan Metode FMEA:
a. Untuk mengidentifikasi mode kegagalan dan tingkat keparahan efeknya b. Untuk mengidentifikasi karakteristik kritis dan karakteristik signifikan.
c. Untuk mengurutkan pesanan disain potensial dan defisiensi proses.
d. Untuk membantu focus engineer dalam mengurangi perhatian terhadap produk dan proses, dan membantu mencegah timbulnya permasalahan.
Dari penerapan FMEA pada perusahaan maka akan dapat diperoleh keuntungan – keuntungan yang sangat bermanfaat untuk perusahaan, antara lain:
a. Meningkatkan kualitas, keandalan, dan keamanan produk.
b. Membantu meningkatkan kepuasan pelanggan c. Meningkatkan citra baik dan daya saing perusahaan d. Mengurangi waktu dan biaya pengembangan produk
e. Memperkirakan tindakan dan dokumen yang dapat mengurangi risiko Penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap. Tahap pertama bertujuan untuk mengidentifikasi potensi kecelakaan kerja yang dapat terjadi pada proyek pembangunan gedung. Tahap kedua bertujuan untuk menilai tingkat risiko kecelakaan kerja yang dilakukan dengan metode FMEA dengan menghitung nilai Risk Priority Number (RPN) dari tiap risiko kecelakaan kerja. Nilai RPN merupakan perkalian dari nilai S, O, dan D seperti yang telah diuraikan di atas.
Tahap ketiga bertujuan untuk mengidentifikasi kombinasi-kombinasi penyebab potensi kecelakaan yang terjadi.
a. Identifikasi potensi kecelakaan kerja (Tahap I)
Pada tahap awal ini dilakuan identifikasi potensi kecelakaan kerja yang dapat terjadi di bengkel bina karya. Selanjutnya kecelakaan kerja yang potensial terjadi disusun dalam bentuk kuisioner, setelah itu dikonfirmasikan kepada semua pekerja. Kuisioner ini digunakan untuk konfirmasi nilai potensi bahaya kecelakaan kerja secara umum. Tujuan dari konfirmasi ini adalah mendapat kepastian kemungkinan timbulnya potensi kecelakaan kerja berdasarkan kenyataan yang terjadi di lapangan.
Potensi kecelakaan kerja kemudian di cross-check dengan kecelakaan kerja yang telah terjadi pada pekerjaan yang sudah dilaksanakan di bengkel yang menjadi obyek penilitian ini.
b. Penentuan nilai Severity (S), Occurrence (O) dan Detection (D) metode FMEA (Tahap II)
Setelah diperoleh item risiko maka langkah berikutnya adalah penentuan tingkat keparahan/Severity (S), kemungkinan terjadinya/Occurrence (O) dan deteksi/Detection (D). Penentuan rating didapatkan melalui proses brainstorming dengan para pekerja di bengkel tersebut. Penentuan rating tersebut akan sangat menentukan proses memprioritaskan daftar risiko/penentuan risiko kritis. Risiko kritis ini yang akan dianalisis lebih lanjut menggunakan metode Fault Tree Analysis (FTA).
1. Severity (S)
Saverity menunjukkan tingkat keseriusan akibat yang ditimbulkan.
Skala/ranking yang digunakan pada penilitian ini berdasarkan standar incident severity scale. Standar ini memberi dampak dari potensi kecelakaan kerja mengenai luka, penyakit, bahaya sosial dan psychological serta bahaya terhadap mesin atau peralatan. Penelitian ini hanya melihat dampak yang ditimbulkan dari potensi kecelakaan kerja berupa luka yang ditimbulkan. Skala untuk severity dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 2.2 Skala Severity
Tingkat Dampak Akibat luka
10 Kehilangan nyawa atau merubah kehidupan individu
Kematian beberapa individu (masal)
9 Kematian individu (seseorang)
8
Perlu perawatan serius dan menimbulkan cacat permanen
7
Berdampak besar pada individu sehingga tidak ikut lagi dalam aktivitas
Dirawat lebih dari 12 jam, dengan luka pecah pembuluh darah, hilang ingatan hebat, kerugian besar, dll
6
Dirawat lebih dari 12 jam, patah tulang, tulng bergeser, radang dingin, luka bakar, susah bernafas dan lupa ingatan sementara, jatuh/terpeleset.
5 Dampak yang diterima sedang (individu hanya 1 sampai 2 hari tidak ikut dalam aktivitas)
Keseleo/terkilir, retak/patah ringan, keram atau kejang
4 Luka bakar ringan, luka gores/tersayat,
frosnip (radang dingin/panas) 3 Dampak diterima kecil
(individu masih dapat ikut dalam aktivitas)
Melepuh, tersengat panas, keseleo ringan, tergelincir atau terpeleset ringan 2
Tersengat matahari, memar, teriris ringan, tergores
1
Tidak berdampak
(individu tidak mendapat dampak yang terasa)
Terkena serpihan, tersengat serangga, tergigit serangga
Sumber: National incident database report, 2011 dan Wang, et al (2009)
2. Occurance (O)
Occurance merupakan frekuensi dari penyebab kegagalan (potensi kecelakaan kerja) secara spesifik dari suatu proyek yang terjadi dan menghasilkan bentuk kegagalan. Skala yang digunakan dari satu (hampir tidak pernah) sampai dengan sepuluh (hampir sering). Skala untuk Occurance dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 2.3 Skala Occurance
Probabilitas kejadian Tingkat kejadian Nilai Sangat tinggi dan tidak bisa dihindari > 1 in 2 10
1 in 3 9
Tinggi dan sering terjadi 1 in 8 8
1 in 20 7
Sedang dan kadang terjadi 1 in 80 6
1 in 400 5
Rendah dan relatif jarang terjadi 1 in 2.000 4
1 in 15.000 3
Sangat rendah dan hampir tidak pernah terjadi 1 in 150.000 2 1 in 1.500.000 1
Sumber: Y.M. Wang, et al (2009)
Berikut ini merupakan penjelasan tabel diatas : Apabila aktifitas kerja yang dilakukan sedikit dan menimbulkan satu insiden, maka peluang terjadinya kecelakaan tinggi, memperoleh nilai yang lebih besar. Sedangkan semakin banyak aktifitas kerja yang dilakukan dan menimbulkan satu insiden maka peluang kecelakaan kerja semakin kecil, dan memperoleh nilai yang lebih rendah.
3. Detection (D)
Detection merupakan pengukuran terhadap kemampuan mendeteksi atau mengontrol kegagalan (potensi kecelakaan kerja) yang bisa terjai.
Skala yang digunakan dari satu (alat bisa mengontrol atau mendeteksi kegagalan), skala untuk detection dapat diliat pada table dibawah ini :