• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Penggantian Ransum Komersil Dengan Empelur Sagu Yang Di Fermentasi Dengan Bacillus amyloliquefaciens Terhadap Konsumsi Ransum, Massa Telur, Dan Konversi Ransum Ayam Ras Petelur.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Penggantian Ransum Komersil Dengan Empelur Sagu Yang Di Fermentasi Dengan Bacillus amyloliquefaciens Terhadap Konsumsi Ransum, Massa Telur, Dan Konversi Ransum Ayam Ras Petelur."

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

Pengaruh Penggantian Ransum Komersil Dengan Empelur Sagu Yang Di Fermentasi Dengan Bacillus amyloliquefaciens Terhadap Konsumsi Ransum, Massa Telur, Dan Konversi Ransum

Ayam Ras Petelur

Hardria Jumaidi, dibawah bimbingan

Prof. Dr. Ir. Hj. Wizna, MS dan Prof. Dr. Ir. Yetti Marlida, MS Jurusan Nutrisi & Makanan Ternak Fakultas Peternakan

Universitas Andalas Padang, 2013

ABSTRAK

Penelitian ini dilaksanakan di kandang Jumaidi Farm yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggantian ransum komersil dengan empelur sagu terhadap konsumsi ransum, massa telur dan konversi ransum. Dalam penelitian ini digunakan empelur sagu dan sebagai sumber probiotik. Sebagai materi dalam penelitian ini menggunakan 144 ekor ayam layer strain Isa brown yang berumur 23 minggu, yang ditempatkan pada 20 unit kandang dengan ukuran 40x30x30 cm serta dilengkapi dengan tempat minum, tempat makan dan lampu pijar sebagai penerang. 5 macam perlakuan yang berbeda persentase pemakaian empelur sagunya adalah A (0% sagu), B (20 % sagu), C (40 % sagu), D (45 % sagu), E (50 % sagu).Metode yang digunakan metode eksperimen yang dirancang dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan dan 4 ulangan. Parameter yang di ukur adalah konsumsi ransum, massa telur dan konversi ransum. Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa perlakuan memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P <0.01) terhadap konsumsi ransum, massa telur dan konversi ransum. Kesimpulan penelitian ini adalah berdasarkan massa telur pemakaian empelur sagu yang optimal hanya sampai 20 % ransum komersil pada ayam layer yang diberi probiotik Bacillus amyloliquefaciens.

(2)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pakan adalah campuran berbagai macam bahan organik dan anorganik yang diberikan

kepada ternak untuk memenuhi kebutuhan zat makanan yang diperlukan bagi pertumbuhan,

perkembangan, dan reproduksi ternak. Pakan merupakan salah satu komponen utama penentu

jalannya usaha peternakan, karena ia menyumbang sebanyak 60 -70% dari total biaya

produksi. Tetapi pakan dengan kualitas baik biasanya disertai dengan harganya yang cukup

mahal, sehingga pakan akan menjadi penyedot biaya produksi terbesar. Untuk mengatasinya

pengalihan kepada bahan pakan unkonvensional perlu dilakukan, dengan syarat bahan pakan

tersebut harganya murah, ketersediaanya bersifat berkelanjutan, tidak bersaing dengan

kebutuhan manusia dan dapat dimanfaatkan oleh tubuh ternak, salah satunya adalah empelur

sagu.

Empelur sagu merupakan salah satu tumbuhan sumber karbohidrat yang tergolong

murah dan mudah didapat. Selain itu dari total produksi sagu di Indonesia hanya 4,5% saja

yang dimanfaatkan untuk kebutuhan manusia, sehingga kebutuhan sagu untuk ternak sama

sekali tidak bersaing dengan kebutuhan manusia. Wizna (1997) melaporkan bahwa satu meter

pohon sagu dengan diameter 45 cm dapat menghasilkan empelur sagu cincang 22 kg dalam

berat kering. Menurut Sinurat (1999). Kandungan zat makanan pada empelur sagu

berdasarkan hasil analisis proksimat, empulur sagu (pith) mengandung protein kasar 2,95%, lemak kasar 1,44%, serat kasar 16,47%, kalsium 0,19%, fosfor 0,05%, kadar air 12,88– 17,88%, abu 0,05–0,28% dan energi metabolisme (EM) sebesar 2.900 Kkal/kg.

Kelemahan utama dari empelur sagu adalah rendahna kandungan protein dan cukup

tingginya serat kasar, sehingga penggunaannya dalam ransum ternak terbatas yaitu sekitar 5%

(Sinurat, 1999). Rekayasa teknplogi pengolahan pakan yang dapat dilakukan untuk

(3)

fermentasi merupakan proses perubahan kimiawi pada substrat organik melalui enzim yang

dihasilkan oleh mikroorganisme (Winarno,1980). Kandungan asam amino, lemak,

karbohidrat, vitamin dan mineral bahan akan mengalami perubahan akibat aktivitas dan

perkembangbiakan mikroorganisme selama fermentasi berlangsung (Pederson, 1971).

Ampas Sagu melaui fermenasi sebelumnya telah diteliti oeh Liyani (2005), yang

menyatakan bahwa fermentasi sagu dengan menggunakan kapang Aspergilus niger dapat meningkatkan protein kasar sagu dari 1,69% menjadi 3,97% tetapi tidak terjadi penurunan

kandungan serat kasar. Menurut Wizna et al., (2005) pengolahan secara fermentasi dengan menggunakan kapang terhadap bahan pakan yang mengandung serat kasar yang tinggi

mempunyai satu kelemahan dimana hifa dari kapang tersebut merupakan serat kasar sehingga

kandungan - kandungan serat kasar substrat tetap tinggi. Menurut Fardiaz (1987), bakteri

sebagai inokulum memerlukan waktu yang lebih sedikit dibandingkan kapang dalam proses

fermentasi, yaitu sekitar 1-2 hari karena waktu generatifnya lebih cepat. Salah satu spesies

yang dapat digunakan untuk fermentasi empelur sagu adalah Bcillus amyloliquefaciens.

. Bacillus amyloliquefaciens merupakan salah satu bakteri sebagai penghasil PST (Protein Sel Tunggal) juga dapat menghasilkan berbagai jenis enzim yang mampu merombak

zat makanan seperti karbohidrat, lemak dan protein menjadi senyawa yang lebih sederhana

(Buckle et al., 1987). Bacillus amyloliquefaciens bersifat selulotik dan dapat mendegradasi serat kasar karena menghasilkan enzim ekstraseluler selulase dan hemiselulase (Wizna et al.,

2007) Disamping itu bakteri ini juga dapat menghasilkan enzim seperti alfa amylase, alfa

acetolactate decarboxylase, beta glucanase, hemicellulase, maltogenic amylase, urease,

protease, xilanase, khitinase (Luizmeira.com, 2005).

Menurut Novita (2011), dedak padi yang disuplementasi nutrient (2% urea, 0,02% sulfur, 0.0025% Zn) kemudian difermentasi dengan B. amyloliquefaciens sebagai inokulum

(4)

Kandungan fitat, energi metabolis, retensi nitrogen dan kecernaan serat kasar, Ca, P setelah

fermentasi lebih baik dibandingkan sebelum fermentasi dimana kandungan fitat turun

53,68%, ME naik 36% (2417 kkal/kg), retensi N naik 15%, kecernaan serat kasar naik 50%,

penyerapan Ca naik 8%, dan P naik 34,7%. Penambahan bahan nutrien seperti urea, sulfur

dan Zn dapat meningkatkan aktifitas pertumbuhan mikroba. Urea merupakan salah satu

sumber NPN yang dapat dimanfaatkan oleh Bacillus amyloliquefaciens sebagai sumber nitrogen untuk pertumbuhan. Zn dan sulfur sebagai mineral yang dapat menyokong dan

merangsang pertumbuhan mikroorganisme.

Welvideni (2012), melaporkan diperoleh kombinasi mikronutrien terbaik pada

fermentasi empelur sagu dengan Bacillus amyloliquefaciens adalah urea 3,0%, sulfur 0,2%

dan Zn 0,0025% dengan dosis inokulum 1% dan lama fermentasi 48 jam adalah kandungan

protein kasar 18,22%, SK 12,00%, kecernaan serat kasar 54,336%, ME 2.525 kkal/kg dan

retensi nitrogen 66,19%. Asam amino metionin dan lisin empelur sagu sebelum fermentasi

masing-masing adalah 0,06 dan0,05, setelah difermentasi dengan Bacillus amyloliquefaciens

dan disuplementasi mikronutrien urea (3%), sulfur (0,2%) dan Zn (0,0025%) adalah 0,53 dan

0,29. (Analisa Lab. Fateta IPB Bogor,2012).

Kebutuhan protein dalam ransum untuk petelur periode bertelur (18 minggu ke atas)

kebutuhan protein sekitar 15-17% dengan energi 2600-2900 Kkal/kg ransum Rizal, (2006).

Konsumsi ayam petelur tipe medium di Indonesia 120-150 g/ekor/hari (North and Bell,

1990). Kandungan serat kasar maksimum yang direkomendasikan dalam rcansum ayam

petelur sebesar 10% (Jull, 1979). Selanjutnya Sastroamidjojo (1971) mengatakan bahwa serat

kasar yang dapat dicerna oleh ayam rata-rata hanya sebesar 5-10%.

Kekurangan nutrien dan energi dari ransum empelur sagu di harapkan dapat ditutupi

oleh aktifitas B. amyloliquefaciens yang terkandun didalam produk tersebut karena dapat

(5)

meningkatkan produksi telur, memperbaiki konversi ransum, serta menurunkan kadar

kolesterol kuning telor (Tortuero dan Fernandes, 1995). Efesiensi penggunaan pakan pada

ayam ras petelur menggunakan ransum komersil dengan penambahan B. amyloliquefaciens sebagai probiotik meningkat dari 40% menjadi 47% dan produksi hen day dari 66% menjadi

70% (Wizna et al., 2005).

Dari uraian tersebut, maka dilakukan penelitian dengan judul “Pengaruh

Penggantian Ransum Komersil dngan Empelur Sagu yang Difermentasi Bacillus amyloliquefaciens Terhadap Konsumsi Ransum, Massa Telur dan Konversi Ransum Pada Ayam Petelur”.

1.2. Perumusan Masalah

1. Bagaimana pengaruh penggantian sebagian ransum komersil dengan empelur sagu

fermentasi yang disuplementasi sumber nitrogen, urea, ZA dan ZnSO4.

2. Seberapa banyak empelur sagu fermentasi dapat diberikan tanpa mengganggu

performa ayam ras petelur.

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggantian sebagian ransum

komersil dengan empelur sagu fermentasi yang disupplement sumber nitrogen (urea), sulfur

(ZA) dan Zn (ZnSO4).

1.4. Hipotesis Penelitian

Hipotesis penelitian ini adalah penggantian ransum komersil sampai 50% dengan

(6)
(7)

Pengaruh Penggantian Ransum Komersil Dengan Empelur Sagu Yang Di Fermentasi Dengan Bacillus amyloliquefaciens Terhadap Konsumsi Ransum, Massa Telur, Dan Konversi Ransum

Ayam Ras Petelur

SKRIPSI

Oleh :

HARDRIA JUMAIDI 07 162 019

FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS ANDALAS

(8)

Pengaruh Penggantian Ransum Komersil Dengan Empelur Sagu Yang Di Fermentasi Dengan Bacillus amyloliquefaciens Terhadap Konsumsi Ransum, Massa Telur, Dan Konversi Ransum

Ayam Ras Petelur

SKRIPSI

Oleh :

HARDRIA JUMAIDI 07 162 019

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Peternakan Universitas Andalas

FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS ANDALAS

(9)

i KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis kirimkan ke hadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi yang berjudul “Pengaruh Penggantian Ransum Komersil Dengan Empelur Sagu Yang Di Fermentasi Dengan Bacillus amyloliquefaciens Terhadap Konsumsi Ransum, Massa Telur, dan Konversi Ransum Ayam Ras Petelur”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan Universitas Andalas Padang.

Penyelesaian skripsi ini tidak lepas dari bantuan yang diberikan oleh

berbagai pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan

terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Hermon, M.Agr selaku Ketua Jurusan Nutrisi dan

Teknologi Pakan Fakultas Peternakan Universitas Andalas Padang.

2. Ibu Prof. Dr. Ir. Hj. Wizna, MS selaku pembimbing I yang telah

memberikan ilmu-ilmunya kepada penulis sehingga menjadi inspirasi bagi

penulis untuk melakukan penelitian, dan bersedia membimbing dan

memperjuangkan penulis hingga akhirnya skripsi ini selesai.

3. Ibu Prof. Dr. Ir. Yetti Marlida, MS selaku pembimbing II yang telah

memberikan saran dan bimbingannya kepada penulis sehingga penulis

dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

4. Terima Kasih yang tak terhingga untuk papa mama, dan sahabat-sahabat

penulis yang menjadi semangat dan motivator oleh penulis untuk

(10)

ii 5. Bapak dekan, Pembantu Dekan, sekretaris Jurusan Ilmu Peternakan,

Bapak Ibu Penguji beserta seluruh dosen dan karyawan/karyawati pada

Fakultas Peternakan Universitas Andalas Padang.

6. Teman-teman Peternakan 2007.

7. Untuk seluruh pihak yang telah membantu penulis yang tidak dapat

disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu

penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak demi kesempurnaan

skripsi ini dan semoga skripsi ini bermanfaat untuk kita semua.

Wassalam,

Padang, Juni 2013

(11)

iii 2.1 Potensi Empelur Sagu Sebagai Pakan Ternak ... 6

2.2 Bacillus amyloliquefaciens Sebagai Inokulum Fermentasi ... 7

2.3 Fermentasi Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya ... 8

2.4 Ayam Petelur Strain Isa Brown ... 10

2.4.1 Kebutuhan Zat-zat Makanan Makanan Ayam Ras Petelur ... 11

2.4.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Produksi Ayam Petelur ... 11

2.4.2.1Konsumsi Ransum ... 13

3.1.2 Kandang dan Perlengkapan ... 16

3.1.3 Ransum Perlakuan ... 16

3.2 Metoda Penelitian ... 17

3.3 Prosedur Penelitian ... 18

3.3.1 Pembuatan Inokulum Bacillus amyloliquefaciens ... 18

3.3.2 Pembuatan Empelur Sagu Fermentasi ... 19

3.3.3 Persiapan Kandang ... 21

(12)

iv

3.3.5 Persiapan Ransum Penelitian ... 21

3.3.6 Pemberian Ransum Perlakuan dan Air Minum ... 22

3.4 Parameter yang diukur ... 22

3.5 Analisa Data ... 22

3.6 Tempat dan Waktu Penelitian ... 22

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Konsumsi Ransum, Massa Telur, dan Konversi Ransum ... 23

4.1.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Konsumsi Ransum ... 23

4.1.2 Pengaruh Perlakuan Terhadap Massa Telur ... 25

4.1.3 Pengaruh Perlakuan Terhadap Konversi Ransum ... 26

V. KESIMPULAN 5.1 Kesimpulan ... 28

5.2 Saran ... 28

DAFTAR PUSTAKA ... 29

(13)

v DAFTAR TABEL

Tabel 1. Konsumsi Unsur Mineral Yang Dibutuhkan Bakteri ... 10

Tabel 2. Kandungan Zat-zat Makanan (%) dan Energi Metabolisme (kkal/kg)

Ransum Komersil ayam Ras Petelur (Berat Kering Udara) ... 17

Tabel 3. Komposisi dan Kandungan Zat-zat Makanan (%) serta

Energi Metabolisme (kkal/kg) Ransum

Perlakuan Ayam Ras Petelur ... 17

Tabel 4. Analisa Ragam dari Rancangan Acak Lengkap ... 22

Tabel 5. Rataan Jumlah Konsumsi Ransum (g/ekor/hari),

Massa Telur (g/ekor/hari) dan Konversi Ransum untuk

(14)

vi DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Skema Empelur Sagu Fermentasi ... 19

Gambar 2. Bagan Alir Proses Fermentasi Sagu ... 20

(15)

vii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Rataan Konsumsi Ransum (g/ekor/hari) Selama Penelitian ... 34

Lampiran 2. Rataan Massa Telur (g/ekor/hari) Selama Penelitian ... 37

Referensi

Dokumen terkait

Artinya perbandingan harus dilakukan dengan melihat satu variabel yang khusus dan dimiliki oleh masing-masing organisasi yang diperbandingkan.  Misalnya pada variabel

Hasil observasi di SD N Plebengan berbeda dengan hasil observasi di kedua SD diatas. Ketika ada guru/tamu datang, siswa langsung menyapa dan berjabat tangan. Tamanisasi

- Bagi para peneliti selanjutnya yang ingin meneliti hubungan mengenai pola attachment dengan ibu dan pola attachment pada mantan pasangan pada perempuan bercerai

Reaksi kondensasi Claisen-Schmidt merupakan reaksi kondensasi aldol silang yang mereaksikan senyawa aldehid aromatik dan senyawa keton aromatik dengan menggunakan

Dari hasil yang diperoleh dengan metoda Brine Shrimp Lethality Test terhadap senyawa klorocalkon dinyatakan bahwa dari masing-masing senyawa ini positif

Hasil penelitian menunjukkan bahwa manajemen organisasi Kiai As‟ad dilaksnakan secara kolektif, hak dan kewajiban sama tapi tugas dan wewenang yang berbeda-beda sesuai

operasional sebagai risiko kerugian yang disebabkan leh kegagalan atau ketidakcukupan (tidak memadainya) proses internal, manusia dan sistem atau dari kejadian eksternal.. 

Para mahasiswa beranggapan bahwa dengan membagikan masker, mereka turut serta menyelamatkan warga dari penyakit pernapasan karena kabut asap.. Masker