• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PENERAPAN METODE PROBING-PROMPTING PADA PEMBELAJARAN IPA SMP KELAS VII TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH PENERAPAN METODE PROBING-PROMPTING PADA PEMBELAJARAN IPA SMP KELAS VII TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA."

Copied!
78
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PENERAPAN METODE PROBING-PROMPTING PADA PEMBELAJARAN IPA SMP KELAS VII TERHADAP

KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA Oleh

Taufik Nur Rahmadi 12312241014

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan mengetahui perbedaan kemampuan berpikir kritis antara kelas yang menggunakan metode probing prompting dengan kelas yang menggunakan metode direct instruction pada pembelajaran IPA dan mengetahui pengaruh metode pembelajaran probing prompting terhadap kemampuan berpikir kritis siswa siswa kelas VII SMP Negeri 4 Wonosari semester genap tahun pelajaran 2015/2016.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah: (1) pendekatan penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif, (2) jenis penelitian yang digunakan adalah eksperimen semu, (3) desain penelitian yang digunakan adalah pretest-posttest control group design, (4) teknik sampling yang digunakan adalah cluster random sampling dengan jumlah sampel sebanyak 53 siswa yang berasal dari kelas VII B dan VII C dan data sekunder yang berasal dari hasil observasi dan dokumentasi, (5) instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa pedoman observasi dan instrumen posttest, (6) teknik analisis yang digunakan adalah uji-t dan (7) prosedur dalam penelitian ini melalui tahap persiapan penelitian mulai mengajukan judul sampai penyampaian surat izin penelitian ke lokasi penelitian dan tahap pelaksanaan penelitian mulai dari penyiapan instrumen penelitian, pelaksanaan pembelajaran di kelas kontrol dan kelas eksperimen, pemberian posttest, pengumpulan data, analisis data, interpretasi data hingga penarikan kesimpulan.

Setelah peneliti melakukan penelitian dan memperoleh data, selanjutnya peneliti menganalisis data dengan menggunakan uji-t dapat diketahui bahwa ada perbedaan hasil belajar berpikir kritis antara siswa yang dibelajarkan dengan menggunakan metode pembelajaran probing prompting dengan metode pembelajaran direct instruction dengan nilai (thitung = 3,018 > ttabel = 2,007) pada taraf signifikansi 5%. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh metode pembelajaran probing prompting terhadap kemampuan berpikir kritis siswa SMP N 4 Wonosari semester genap tahun pelajaran 2015/2016. Adapun besar pengaruh besarnya pengaruh dari penerapan metode pembelajaran probing prompting terhadap kemampuan berpikir kritis siswa kelas VII SMP Negeri 4 Wonosari semester genap tahun pelajaran 2015/2016 adalah 62,61% dari pengambilan data menggunakan instrumen tes kemampuan berpikir kritis dan 69,72% menggunakan lembar observasi kemampuan berpikir kritis.

(2)

EFFECT OF PROBING-PROMPTING METHOD APPLICATION

IN SCIENCES LEARNING OF SEVENTH GRADE SMP AGAINST

CRITICAL THINKING SKILL OF STUDENTS

By

Taufik Nur Rahmadi 12312241014

ABSTRACT

The purpose of this study was to determine how much differences between critical thinking skill of the class which used probing prompting method to the class which used direct instruction method and determine how much influence the learning method of probing prompting against critical thinking skill of class VII students of SMP N 4 Wonosari second semester of lessons 2015/2016.

The method used in this study are: (1) the approach used in this study was quantitative research, (2) type of study was a quasi-experiment, (3) the research design used was pretest-posttest control group design, (4) the sampling technique used was cluster random sampling with total sample of 53 sudents derived from class VII B and VII C and secondary data derived from the observation and documentation, (5) the instrument used in this study in the form of guidelines observation and posttest instruments, (6) data analysis technique used is the t-test and, (7) procedures in this preparation stage of this research study began asking title to permit the submission of research into the implementation phase of the study site and research ranging from preparation of research instruments, implementation of classroom control and experimental class, administration posttest, data collection, data analyses, data interpretation until the conclusion.

After researchers conducted a study and obtain the data, the researches further analyzed the data by using t-test can be seen that there are differences in learning outcomes of critical thinking between students who are taught using probing prompting learning method with direct instruction learning method with the value (of t = 3,018 > ttable = 2,007) at the 5% significance level. It can be concluded that there is a probing prompting method influence on critical thinking skill in class VII sudents of SMP N 4 Wonosari second semester of lessons 2015/2016. The major effect of probing prompting learning method against critical thinking skill of class VII students of SMP N 4 Wonosari second semester of lessons 2015/2016 are 62,61% from data collecting of critical thinking test and 69,72% from data collecting of critical thinking skill’s guidelines observation.

.

(3)

1 BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Permasalahan

Pembelajaran IPA berdasarkan National Education Standart (Asri Widowati, 2010: 101) idealnya dilakukan oleh siswa bukan dilakukan terhadap siswa, sehingga dalam pembelajaran IPA siswa dituntut untuk aktif baik dalam kegiatan fisik maupun mental. Kegiatan pembelajaran IPA memungkinkan siswa untuk mencapai tiga ranah pembelajaran yakni kognitif, afektif, dan psikomotorik. Pembelajaran IPA tidak lepas dari kegiatan di sekolah sebagai bentuk interaksi antara guru dan siswa dalam mentransfer ilmu pengetahuan. Proses pembelajaran akan berhasil jika terjadi perubahan sikap, kemandirian, intelektual, dan kreatifitas siswa. Pembelajaran IPA yang dilakukan harus disesuaikan dengan tujuan yang ingin dicapai, disusun dalam indikator pembelajaran. Secara umum, indikator pembelajaran dalam IPA tercantum pada hakikat IPA yakni sebuah kumpulan pengetahuan (a body of knowledge), cara atau jalan berpikir (a way of thinking), dan cara untuk penyelidikan (a way of investigating) dengan satu tambahan lagi yakni penerapan sains atau

(4)

2

(5)

3

Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan di SMP N 4 Wonosari, salah satu permasalahan yang ditemui adalah siswa kesulitan memahami materi yang ditunjukkan dengan banyaknya siswa yang belum dapat mengerjakan soal yang berhubungan dengan materi pembelajaran. Hasil observasi juga didukung wawancara dengan guru yang menyatakan bahwa hanya siswa pintar saja yang terlihat dapat mengerjakan atau menjelaskan persoalan dari materi yang dibelajarkan. Beberapa siswa yang tidak dapat menjawab, akhirnya dibantu guru untuk menyelesaikannya. Interaksi siswa dalam menanggapi guru atau siswa lain terhadap materi IPA juga kurang yang ditunjukkan dengan beberapa siswa yang kurang aktif dalam bertanya dan menanggapi persoalan. Beberapa siswa kurang percaya diri akan jawabannya yang ditunjukkan dengan keraguan siswa saat ditanya oleh guru maupun saat menjelaskan hasil pekerjaannya. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru, peneliti menemukan kasus lain yakni pembelajaran IPA belum dilaksanakan secara terpadu untuk mengefektifkan dan mengefisiensikan waktu. Hal ini dikarenakan materi IPA kelas VII di SMP N 4 Wonosari masih dibelajarkan secara terpisah sehingga kurang mengarahkan siswa belajar bermakna yang menekankan pada proses dan nilai.

(6)

4

diajarkan di sekolah melalui cara-cara langsung dan sistematis sehingga siswa mampu bersikap rasional dan mampu memilih alternatif pilihan yang terbaik bagi dirinya. Metode pembelajaran yang digunakan di SMP N 4 Wonosari kelas VII belum menekankan pada peran aktif siswa secara menyeluruh. Pemilihan metode pembelajaran sebenarnya sudah disesuaikan dengan sifat materi, waktu, maupun lingkungan. Guru lebih banyak menerapkan metode pembelajaran Direct Instruction (DI) untuk mengoptimalkan pembelajaran di kelas melalui ceramah dan diskusi. Metode ini dipilih guru untuk membantu siswa dalam memahami materi IPA dan mengarahkan siswa untuk berpikir kritis. Selama proses pembelajaran menggunakan metode Direct Instruction, beberapa siswa masih pasif dalam pembelajaran, siswa memperhatikan guru menjelaskan materi namun hanya sedikit siswa yang bertanya dan menanggapi. Kemampuan berpikir kritis perlu dilatihkan kepada siswa karena akan berguna dalam penerapan di segala aspek kehidupan siswa nantinya. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa adalah metode probing prompting.

(7)

5

merupakan metode kasus yang memancing peran aktif siswa untuk menggali permasalahan lebih mendalam. Penyampaian materi IPA yang cocok dengan metode ini adalah yang memancing siswa untuk berpikir dan menanggapi. Beberapa materi IPA yang cocok dengan pembelajaran menggunakan metode ini seperti ciri-ciri makhluk hidup, pencemaran lingkungan, listrik, zat adiktif, dan zat aditif. Materi IPA yang berbasis pemecahan masalah sangat tepat untuk diterapkan pada metode probing prompting.

Tujuan akhir dari kegiatan pembelajaran adalah hasil belajar. Dimyati dan Mudjiono (2009: 3) mengemukakan bahwa hasil belajar merupakan tujuan akhir dilaksanakannya kegiatan pembelajaran di sekolah. Hasil belajar dapat ditingkatkan melalui usaha sadar yang dilakukan secara sistematis mengarah kepada perubahan yang positif yang kemudian disebut dengan proses belajar. Akhir dari proses belajar adalah perolehan suatu hasil belajar siswa. Hasil belajar siswa di kelas terkumpul dalam himpunan hasil belajar kelas. Semua hasil belajar tersebut merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Dari sisi guru, proses pembelajaran diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar, sedangkan dari sisi siswa, hasil belajar merupakan berakhirnya penggal dan puncak proses belajar.

(8)

6 B.Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas dapat diidentifikasi beberapa permasalahan sebagai berikut:

1. Pembelajaran IPA belum dilaksanakan secara terpadu.

2. Metode pembelajaran yang digunakan guru kurang memacu peran aktif siswa dalam berpikir kritis.

3. Beberapa siswa masih pasif dalam pembelajaran, siswa memperhatikan guru menjelaskan materi namun hanya sedikit siswa yang bertanya dan menanggapi.

4. Siswa jenuh dan acuh selama proses pembelajaran. Hal ini terlihat dengan adanya beberapa siswa yang ramai dan mengobrol dengan teman sendiri. 5. Metode probing prompting belum dilakukan pada pembelajaran IPA SMP N

4 Wonosari.

C.Pembatasan Masalah

(9)

7

Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII SMP N 4 Wonosari, dimana kelas VII C sebagai kelompok eksperimen dan kelas VII B sebagai kelompok kontrol.

D.Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah dan batasan masalah-masalah di atas dapat dirumuskan masalah penelitian, yaitu:

1. Adakah perbedaan kemampuan berpikir kritis antara kelas yang menggunakan metode probing prompting dan kelas yang menggunakan metode direct instruction pada pembelajaran IPA?

2. Seberapa besar pengaruh metode probing prompting dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa kelas VII SMP N 4 Wonosari pada pembelajaran IPA?

E.Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

1. Mengetahui perbedaan kemampuan berpikir kritis antara kelas yang menggunakan metode probing prompting dan kelas yang menggunakan metode direct instruction pada pembelajaran IPA.

(10)

8 F. Manfaat Penelitian

Dalam pelaksanaan peneltian ini, diharapkan dapat memberikan manfaat bagi:

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pada pembelajaran IPA pada peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa dengan menggunakan metode probing prompting.

2. Manfaat Praktis a. Bagi Guru

1) Membantu guru dalam memicu siswa untuk berpikir kritis pada proses pembelajaran IPA.

2) Meningkatkan kreativitas guru dalam membelajarkan IPA.

3) Membantu guru mengenal karakter siswa di kelas melalui metode probing prompting.

b. Bagi Siswa

1) Meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa.

2) Memotivasi siswa untuk percaya diri dalam berargumen dan memecahkan masalah IPA.

3) Meningkatkan kreativitas siswa melalui peran aktif dalam pembelajaran IPA.

(11)

9 c. Bagi Sekolah

(12)

10 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A.Kajian Teori

1. Hakikat IPA

IPA diartikan sebagai suatu hal yang mempunyai dua bentuk yakni sains sebagai batang tubuh ilmu pengetahuan yang bermanfaat, pengetahuan praktis, dan metode perolehannya. IPA juga dipandang sebagai hal murni/asli yang berasal dari kegiatan intelektual (I Made Alit Mariana dan Wandi Praginda, 2010: 14). Secara etimologi IPA (science) berasal dari bahasa latin yakni scientia yang artinya pengetahuan dan lebih lanjut lagi diartikan sebagai pengetahuan yang sistematis. Dalam hal ini istilah IPA merujuk pada natural science yang telah difokuskan untuk memahami gejala, fenomena atau persoalan di alam.

Nash (Hendro Darmodjo dan Jenny R.E. Kaligis, 1992: 3) mennyatakan bahwa IPA merupakan sebuah kumpulan pengetahuan (a body of knowledge), cara atau jalan berpikir (a way of thinking), dan cara untuk

(13)

11

Science seeks explanations of the natural world. It consists of the following components: a systematic quest for explanations and the dynamic body of knowledge generated through a systematic quest for explanations”.

Pendapat tersebut dapat dimaknakan bahwa sains berusaha menjelaskan dunia alam. Sains terdiri dari suatu pertanyaan sistematis untuk dapat dijelaskan melalui badan pengetahuan. Flower (Usman, 2006: 2) berpendapat bahwa IPA adalah “Ilmu yang sistematis dan dirumuskan, ilmu ini berhubungan dengan gejala-gejala kebendaan dan terutama didasarkan atas pengamatan dan induksi”.

Dari pendapat di atas dapat diartikan bahwa IPA adalah:

1) bagian dari ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang alam,

2) metode berpikir ilmiah dalam mengamati alam dengan suatu pandangan baru tentang objek atau fenomena yang diamati,

3) ilmu yang sistematis yang didasarkan atas pengamatan dan penalaran. Sains berkembang lewat langkah-langkah metode ilmiah yakni mengidentifikasi masalah, membuat hipotesis, menguji hipotesis, menganalisis data, menyimpulkan, dan komunikasi. Langkah-langkah tersebut ditempuh agar dapat mewujudkan produk IPA berupa fakta, konsep, prinsip, hukum, dan teori.

(14)

12

produk diartikan sebagai hasil proses, berupa pengetahuan yang diajarkan dalam sekolah atau di luar sekolah ataupun bahan untuk penyebaran atau disiminasi pengetahuan. Sebagai prosedur dimaksudkan adalah metodologi atau cara yang dipakai untuk mengetahui sesuatu (riset pada umumnya) yang lazim disebut metode ilmiah (scientific method).

I Made Alit Mariana dan Wandi Praginda (2010: 34) menyatakan bahwa pada hakekatnya pendidikan IPA adalah membelajarkan siswa agar memahami hakekat IPA yang terdiri dari proses, produk, dan aplikasinya. Tujuannya siswa dapat mengembangkan sikap ingin tahu, keteguhan hati, dan ketekunan serta nilai-nilai yang ada dalam masyarakat sehingga terbentuk pengembangan nilai ke arah sikap positif.

Dari penjelasan yang telah dipaparkan di atas dapat disimpulkan bahwa menurut hakikatnya, IPA adalah cara memperoleh suatu pengetahuan baru berupa produk ilmiah melalui proses ilmiah. Produk ilmiah dihasilkan dengan melakukan serangkaian proses ilmiah yang disertai dengan sikap ilmiah bagi orang yang mempelajari.

2. Pembelajaran IPA

Hilgard & Bower (Jogiyanto, 2006: 12) menyatakan bahwa:

(15)

13

Pendapat tersebut dapat dimaknakan bahwa pembelajaran IPA adalah suatu proses yang berisi kegiatan yang disesuaikan dengan karakteristik siswa dan materi disertai interaksi timbal balik.

Pembelajaran IPA hendaknya dilakukan dengan mengintegrasikan beberapa Standar Kompetensi dan Kompetensi dasar (SK-KD) dari mata pelajaran IPA (Fisika, Kimia, Biologi) dalam satu pembelajaran. Misalnya pada saat mempelajari jenis makanan (Biologi) dijelaskan pula tentang energi (Fisika) yang relevan. Pengertian integrasi disini mengandung makna menghubungkan materi pelajaran IPA yang satu dengan mata pelajaran IPA yang lain (Carin, 1997: 236).

Pembelajaran IPA direkomendasikan di tingkatan SMP/MTs dengan tujuan, yaitu: (1) meningkatkan efesiensi dan efektivitas pembelajaran; (2) meningkatkan minat dan motivasi, serta (3) membuat beberapa kompetensi dasar dapat dicapai sekaligus. Pembelajaran IPA terintegrasi memiliki beberapa kekuatan dan manfaat, salah satunya dengan penggabungan berbagai bidang kajian akan terjadi penghematan waktu, karena tiga disiplin ilmu (fisika, kimia dan biologi) dapat dibelajarkan sekaligus (Depdiknas, 2005: 1).

Pembelajaran IPA hendaknya memperhatikan unsur ABCD. Unsur ABCD tersebut adalah audience, behaviour, condition, dan degree. Audience bermakna siapa yang harus memiliki kemampuan, dalam hal

(16)

14

dapat dimiliki. Condition adalah kondisi dan situasi yang bagaimana subjek dapat menunjukkan kemampuan sebagai hasil belajar yang telah diperolehnya. Degree berupa kualitas atau kuantitas tingkah laku yang diharapkan dicapai sebagai batas minimal (Wina Sanjaya, 2008: 88).

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran IPA adalah suatu proses kegiatan belajar mata pelajaran IPA yang diintegrasikan dengan memperhatikan karakteristik materi dan siswa disertai interaksi timbal balik untuk mencapai tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. Tujuan pembelajaran tersebut meliputi: siswa sebagai subjek, tingkah laku siswa, kondisi/situasi dan kuantitas/kualitas tingkah laku.

3. Metode Pembelajaran

(17)

15

Secara umum, metode pembelajaran dapat dibagi menjadi metode pasif dan metode aktif. Metode pasif yaitu metode pembelajaran satu arah dari guru ke siswa. Metode ini merupakan metode pembelajaran tradisional yang sering disebut dengan lecturing. Metode aktif mendorong siswa untuk aktif belajar di dalam kelas. Pembelajaran aktif mengubah peran dan hubungan tradisional antara guru dan siswa. Siswa lebih bertanggungjawab terhadap pembelajaran. Pembelajaran berpusat pada siswa. Guru menyediakan tidak hanya teori dan pengetahuan, tetapi juga metode pembelajaran yang tepat dan keahlian mengajar yang memaksimumkan kesempatan siswa untuk belajar dan menemukan sesuatu. Metode pasif merupakan metode pembelajaran yang mudah. Pembelajaran dengan metode aktif merupakan pekerjaan yang sulit. Metode aktif memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan dirinya sendiri aktif berinteraksi di kelas tidak hanya sebagai pendengar (Jogiyanto, 2006: 23-24).

(18)

16

beberapa faktor. Slameto (2003: 98) mengemukakan bahwa kriteria pemilihan metode pembelajaran adalah sebagai berikut:

a. Tujuan pembelajaran, yaitu tingkah laku yang diharapkan dapat ditunjukkan siswa setelah proses pembelajaran.

b. Materi pembelajaran, yaitu bahan yang disajikan dalam pembelajaran yang berupa fakta yang memerlukan metode yang berbeda dari metode yang dipakai untuk mengajarkan materi yang berupa konsep, prosedur atau kaidah.

c. Besar kelas (jumlah kelas), yaitu banyaknya siswa yang mengikuti pembelajaran dalam kelas yang bersangkutan. Kelas dengan 5-10 orang siswa memerlukan metode pembelajaran yang berbeda dibandingkan kelas dengan 50-100 orang siswa.

d. Kemampuan siswa, yaitu kemampuan siswa dalam menangkap dan mengembangkan bahan pembelajaran yang disampaikan. Hal ini banyak tergantung pada tingkat kematangan siswa baik mental, fisik dan intelektualnya.

e. Kemampuan guru, yaitu kemampuan dalam menggunakan berbagai jenis metode pembelajaran yang optimal.

f. Fasilitas yang tersedia, bahan atau alat bantu serta fasilitas lain yang dapat digunakan untuk meningkatkan efektivitas pembelajaran.

(19)

17

yang singkat memerlukan metode yang berbeda dengan bahan penyajian yang relatif sedikit tetapi waktu penyajian yang relatif cukup banyak.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa metode pembelajaran dapat diartikan sebagai cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran kemudian dibagi menjadi metode aktif dan metode pasif.

Implementasi metode pembelajaran pasif dan aktif bermacam-macam. Contoh implementasi metode pembelajaran pasif antara lain: direct instruction (ceramah dan diskusi), drill, resitasi, dan demonstrasi. Contoh

implementasi metode pembelajaran aktif antara lain: problem posing, probing prompting, field-trip, sosiodrama, dan simulasi. Pada penelitian ini,

metode pembelajaran pasif difokuskan pada direct instruction sedangkan metode pembelajaran aktif difokuskan pada probing prompting.

a. Metode Pembelajaran Direct Instruction

Menurut Wina Sanjaya (2006: 179), metode pembelajaran direct instruction adalah metode pembelajaran yang menekankan kepada proses

(20)

18

Langkah-langkah dalam metode direct instruction disusun secara sistematis demi tercapainya tujuan pembelajaran. Gagne (Nur 2000 : 4 – 5) mengemukakan bahwa dalam metode direct instruction terdapat dua macam pengetahuan, yakni pengetahuan deklaratif dan pengetahuan prosedural. Pengetahuan deklaratif adalah pengetahuan tentang sesuatu, sedangkan pengetahuan prosedural adalah pengetahuan tentang bagaimana melakukan sesuatu. Namun, kedua pengetahuan tersebut tidak terlepas antara satu sama lain, sering kali penggunaan prosedural memerlukan pengetahuan deklaratif yang merupakan pengetahuan prasyarat. Metode direct instruction dirancang untuk mengembangkan cara belajar siswa tentang pengetahuan prosedural dan deklaratif yang terstruktur dengan baik dan dapat dipelajari selangkah demi selangkah.

Adapun langkah-langkah dari metode pembelajaran direct instruction menurut Jumadi (2007: 5) adalah sebagai berikut:

1) menyampaikan tujuan dan mempersiapkan siswa, 2) mendemonstrasikan pengetahuan atau keterampilan, 3) membimbing pelatihan,

4) mengecek pemahaman dan memberikan umpan balik,

(21)

19

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa metode direct instruction adalah cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam kegiatan nyata, praktis, dan sistematis untuk mencapai tujuan pembelajaran dengan menekankan kepada proses penyampaian materi secara verbal dari seorang guru kepada sekelompok siswa agar pengetahuan prosedural dan pengetahuan deklaratif dapat tercapai. Kemudian definisi operasional di atas dijadikan dasar dalam membuat kisi-kisi metode direct instruction yang tercantum pada tabel 4 halaman.

b. Metode Pembelajaran Probing Prompting

Probing prompting adalah metode pembelajaran dengan menggunakan metode kasus. Metode kasus termasuk juga tipe khusus dari material instruksional dan teknik-teknik khusus untuk menggunakan material tersebut di dalam proses pembelajaran. Jogiyanto (2006: 29) menyatakan bahwa metode probing prompting adalah:

a method of instruction in which students and instructors participate in direct discussion of business cases or problems. These cases, usually prepared in written form and derived from actual experience of business executives, are read, studied and discussed by students among themselves, and they constitute the basis for class discussion under the direction of instructional material and the special techniques of using that material in the instructional process

(22)

20

dibaca, dipelajari, dan didiskusikan oleh beberapa siswa di antaranya, dan hal tersebut dijadikan dasar untuk diskusi kelas di bawah arahan materi pembelajaran dan menggunakan teknik khusus penggunaan bahan dalam proses pembelajaran.

Secara bahasa kata “probing” memiliki arti menggali atau melacak (Nasution, 2003: 122). Hal ini memberikan pengertian bahwa probing diartikan sebagai proses untuk mengorek keterangan atau informasi lebih mendalam tentang masalah yang diberikan oleh gurunya. Siswa berperan aktif dalam proses pembelajaran dalam memecahkan kasus.

Prompting adalah cara lain dalam merespon (menanggapi) jawaban

siswa apabila siswa gagal menjawab pertanyaan, atau jawaban kurang sempurna. Dengan demikian salah satu bentuk prompting adalah menanyakan pertanyaan lain yang lebih sederhana yang jawabannya dapat dipakai menuntun siswa untuk menemukan jawaban yang tepat (Suwandi dan Tjetjep S, 1996: 18).

Siti Mutmainnah (2014: 39-40) mengemukakan bahwa langkah-langkah metode probing prompting adalah sebagai berikut:

1) Guru menghadapkan siswa pada situasi baru, misalkan dengan memperhatikan gambar, rumus, atau situasi lainnya yang mengandung permasalahan.

(23)

21

3) Guru mengajukan persoalan kepada siswa yang sesuai dengan tujuan pembelajaran atau indikator kepada seluruh siswa.

4) Menunggu beberapa saat untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk merumuskan jawaban atau melakukan diskusi kecil dalam merumuskannya.

5) Menunjuk salah satu siswa untuk menjawab pertanyaan. Jika jawabannya tepat maka guru meminta tanggapan kepada siswa lain tentang jawaban tersebut untuk meyakinkan bahwa seluruh siswa terlibat dalam kegiatan yang sedang berlangsung. Namun jika siswa tersebut mengalami kemacetan jawab dalam hal ini jawaban yang diberikan kurang tepat, tidak tepat, atau diam, maka guru mengajukan pertanyaan-pertanyaan lain yang jawabannya merupakan petunjuk jalan penyelesaian jawab. Lalu dilanjutkan dengan pertanyaan yang menuntut siswa berpikir pada tingkat yang lebih tinggi, sampai dapat menjawab pertanyaan sesuai dengan kompetensi dasar atau indikator. Pertanyaan yang dilakukan pada langkah keenam ini sebaiknya diajukan pada beberapa siswa yang berbeda agar seluruh siswa terlibat dalam seluruh kegiatan probing prompting.

6) Guru mengajukan pertanyaan akhir pada siswa yang berbeda untuk lebih menekankan bahwa tujuan pembelajaran/indikator tersebut benar-benar telah dipahami oleh seluruh siswa.

(24)

22

rencana yang sudah disusun dalam kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran menggunakan strategi kasus dimana guru menyajikan serangkaian pertanyaan yang sifatnya menuntun dan menggali sehingga terjadi proses berfikir yang mengkaitkan pengetahuan baru yang sedang dipelajari. Selanjutnya siswa mengkonstruksikan konsep – prinsip – aturan menjadi pengetahuan baru, dengan demikian pengetahuan baru tidak diberitahukan. Tahapan metode pembelajaran probing prompting antara lain: menyampaikan tujuan dan memotivasi,

menyajikan informasi, mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar, membimbing kelompok-kelompok bekerja dan belajar, mengevaluasi, dan mengapresiasi. Kemudian definisi operasional di atas dijadikan dasar dalam membuat kisi-kisi metode probing prompting yang tercantum pada tabel 3 halaman.

4. Kemampuan Berpikir Kritis

Berpikir kritis tidak hanya sekedar menyelesaikan masalah, namun juga mampu memberikan penyebab atau alasan yang logis atas jawaban atau solusi yang dia berikan. Pemikiran dan penalaran logis sampai beragumentasi merupakan produk perkembangan kognitif dan pengalaman yang diperoleh siswa. Menurut Fisher & Scriven (1997: 21), berpikir kritis adalah interpretasi dan evaluasi yang terampil dan aktif terhadap observasi dan komunikasi, informasi dan argumentasi.

(25)

23

keterampilan berpikir kritis siswa akan membuat siswa bersikap berdasarkan rasional dan memilih alternatif pilihan yang terbaik bagi dirinya. Siswa yang mempunyai keterampilan berpikir kritis akan selalu bertanya pada diri sendiri dalam setiap menghadapi segala persoalan untuk menentukan yang terbaik bagi dirinya. Demikian juga jika siswa yang memiliki keterampilan berpikir kritis akan terpatri dalam watak dan kepribadiannya dan terimplementasi dalam segala aspek kehidupannya. Keterampilan berpikir kritis tiada lain adalah keterampilan siswa dalam menghimpun berbagai informasi lalu membuat sebuah kesimpulan evaluatif dari berbagai informasi tersebut (Dede Rosyada, 2004: 170).

(26)

24

Dede Rosyanda (2004: 173) menyatakan bahwa berpikir kritis memiliki beberapa prosedur yang ditampilkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Prosedur Berpikir Kritis Adaptasi dari Kauchak (Dede Rosyada. 2004: 173).

No Perbuatan Proses

1. Observasi Membandingkan dan memahami klasifikasi berbagai asumasi yang tidak pernah terumuskan, memahami kemungkinan generalisasi yang terlampau besar atau kecil, serta mengidentifikasi informasi yang relevan atau tidak relevan.

(27)

25

berdasarkan fakta. Kemudian definisi operasional di atas dijadikan dasar dalam membuat kisi-kisi kemampuan berpikir kritis yang tercantum pada tabel 5 halaman.

5. Karakteristik Siswa SMP Kelas VII

Kamisa (1977: 126) menyatakan bahwa karakter adalah sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain, tabiat, watak. Berkarakter artinya mempunyai watak, mempunyai kepribadian. Anak yang menginjak SMP kelas VII merupakan masa peralihan dari sekolah dasar menuju masa remaja.

Pada masa remaja, kemampuan anak sudah semakin berkembang hingga memasuki tahap pemikiran operasional formal. Tahap perkembangan kognitif yang dimulai pada usia kira-kira 11 dan 12 tahun dan terus berlanjut sampai usia remaja sampai masa dewasa (Lerner & Hustlsch, 1983) dalam (Desmita, 2009). Pada masa remaja, anak sudah mampu berfikir secara abstrak, menalar secara logis, dan menarik kesimpulan dari informasi yang sudah tersedia.

(28)

26

menggunakan simbol untuk sesuatu benda yang belum diketahui. Perkembangan berpikir kritis mereka juga akan optimal jika diasah di masa ini. Perkembangan pemikiran kritis yaitu pemahaman atau refleksi terhadap permasalahan secara mendalam, mempertahankan pikiran agar tetap terbuka, tidak mempercayai begitu saja informasi-informasi yang datang dari berbagai sumber serta mampu befikir secara reflektif dan evaluatif.

Wuest & Combardo (1974) menyatakan bahwa perkembangan aspek psikomotorik seusia SMP ditandai dengan perubahan jasmani dan fisiologis seks yang luar biasa. Salah satu perubahan luar biasa tersebut adalah perubahan pertumbuhan tinggi badan dan berat badan, sering menganggap diri mereka serba mampu, sehingga seringkali mereka terlihat “tidak

memikirkan akibat” dari perbuatan mereka, dan kadang mengalami proses

pencarian jati diri. Perkembangan afektif siswa SMP mencakup proses belajar perilaku dengan orang lain atau sosialisasi. Sebagian besar sosialisasi berlangsung lewat pemodelan dan peniruan orang lain.

(29)

27 B.Materi Pembelajaran IPA

1. Makhluk Hidup

Makhluk hidup memiliki ciri yang berbeda dengan benda mati. Makhluk hidup memerlukan nutrisi, beradaptasi terhadap lingkungannya, tumbuh, berkembang, melakukan aktivitas metabolisme, peka terhadap rangsang, dan memiliki sifat-sifat biologi lainnya. Sedangkan, benda mati tidak memiliki sifat-sifat biologi (Hadi Suwono, 2010: 112).

Aktivitas yang terjadi dalam tubuh makhluk hidup prosesnya tidak dapat diamati secara langsung, tetapi berdasarkan ciri-ciri yang dimilikinya. Makhluk hidup memiliki beberapa ciri, yaitu bernapas, bergerak, makan, tumbuh, peka terhadap rangsangan, dan dapat berkembang biak (Chris Oxlade, 2007: 87).

a. Bergerak

(30)

28

Gambar 1. Ilustrasi Gerak pada Hewan Sumber: Tugino (2015: 2)

Gerak tumbuhan sangat lambat dan tidak mengakibatkan perpindahan tempat sehingga disebut gerak pasif. Turrini, dkk (2004: 21) menyatakan bahwa tanaman untuk melaksanakan ketanggapan dan koordinasinya melalui suatu sistem koordinator kimia yaitu dengan hormon tanaman. Tanaman bereaksi terhadap lingkungannya dengan cara mengadakan pertumbuhan. Respon pertumbuhan tersebut tidak dapat mengakibatkan satu bagian tanaman lebih cepat tumbuh dari bagian tanaman yang lain.

Turrini, dkk (2004: 22) menjelaskan lebih lanjut bahwa pada tanaman dikenal dua macam gerakan pertumbuhan sebagai respon terhadap rangsangan dari luar, gerak tersebut yaitu:

1) Gerakan Nasti

(31)

29

rangsangan luar yang mengenai organisme. Contohnya: gerak mengatupnya daun putrid malu ketika disentuh.

Gambar 2. Gerak Nasti pada Tanaman Putri Malu Sumber: Udin (2014: 3)

2) Tropisme

Gerakan tropisme yaitu gerakan pertumbuhan yang arahnya ditentukan oleh arah rangsangan yang mengenai tanaman tersebut. Jika bagian tanaman tumbuh ke arah asal rangsangan, maka disebut tropisme positif. Jika pertumbuhan yang berlawanan dengan arah asal rangsangan merupakan tropisme negatif.

(32)

30 b. Bernapas

Bernapas adalah proses penyerapan oksigen (O2) dan pelepasan karbondioksida (CO2). Di dalam tanaman terjadinya proses pernapasan ini pada malam dan siang hari yang terjadi di bagian mitokondria. Oksigen yang diserap ini digunakan untuk mengoksidasi senyawa hasil fotosintesis dan hasilnya berupa energi, gas CO2, serta air. Energi yang dihasilkan untuk menstimulasi sel untuk pertumbuhan, terkadang bila kondisi temperatur rendah, maka energi yang berupa panas akan dibuang ke dalam atmosfer tanah. Persamaan reaksi kimia secara sederhana adalah:

C6H12O6 + 6 O2 → 6 CO2 + 6H2O + Energi (Turrini, dkk; 2004: 21)

Gambar 4. Ilustrasi Bernapas pada Tumbuhan Sumber: Muhammad Syakir (2015: 1)

(33)

31 c. Memerlukan makanan

Makhluk hidup memerlukan nutrisi sebagai sumber energi, pembangun tubuh, tumbuh, berkembang, dan berkembangbiak. Tumbuhan memerlukan tanah sebagai sumber hara untuk membangunn tubuh, memerlukan sinar matahari untuk berfotosintesis. Hewan memerlukan makanan yang berasal dari hewan lain dan tumbuhan sebagai nutrisi untuk tumbuh, berkembang, dan berkembangbiak (Hadi Suwono, 2010: 112).

(34)

buah-32

buahan dan sayur-sayuran, seperti: wortel, sayur bayam, kangkung, jeruk, alpukat, apel, dan sebagainya (Siti Salmah, 2011: 8).

d. Beradaptasi

McCarthy (Bruno Locatelli, 2012: 62) menyatakan bahwa adaptasi adalah suatu penyesuaian dalam sistem makhluk hidup atau alam dalam menanggapi rangsang yang sebenarnya atau diperkirakan efeknya, yang meringankan kerusakan/kerugian atau mengeksploitasi kesempatan-kesempatan yang menguntungkan.

(35)

33

Baiq Sukma A., dkk (2014: 2) menyatakan bahwa adaptasi adalah kemampuan makhluk hidup untuk menyesuaikan diri terhadap lingkungan. Macam-macam adaptasi makhluk hidup yaitu:

1) Adaptasi morfologi, yaitu penyesuaian bentuk organ tubuh untuk kelangsungan hidupnya. Contoh: burung elang mempunyai kuku yang tajam untuk menerkam mangsa, bentuk daun pada tumbuhan berbeda-beda antara tumbuhan yang hidup di daerah lembap, berair dan kering. 2) Adaptasi fisiologi, yaitu penyesuaian fungsi kerja organ tubuh untuk mempertahankan hidupnya. Contoh: bunglon mengubah warna tubuhnya, bau yang khas pada bunga dapat mengundang datangnya serangga untuk membantu penyerbukan.

3) Adaptasi tingkah laku, yaitu penyesuaian diri terhadap lingkungan dengan tingkah lakunya. Contoh: kerbau berkubang ketika udara panas, paus naik ke permukaan air untuk mengambil oksigen.

e. Iritabilitas

Makhluk hidup memiliki kemampuan menanggapi rangsang yang disebut sebagai iritabilitas. Karena adanya rangsangan, mahkhluk hidup harus “bereaksi”. Adakalanya reaksinya itu berupa gerakan. Gerak berarti

perpindahan sebagian atau seluruh bagian tubuh makhluk hidup. Jadi sebenarnya gerak merupakan suatu perwujudan dari kepekaan makhluk hidup terhadap rangsang dari luar (Hadi Suwono, 2010: 115).

(36)

34

oleh faktor luar tubuh. Contohnya, mata kita akan mengedip bila terkena cahaya yang silau. Contoh reaksi rangsangan yang diterima hewan adalah anjing akan menegakkan telinga bila mendengar suara yang asing dan sekelompok rusa akan berlari bila ada pemangsa yang mengintai (Siti Salmah, 2011: 9).

f. Mengalami pertumbuhan dan perkembangan

Tumbuhan dan hewan tumbuh dari satu sel menjadi banyak sel. Sel-sel tersebut berdiferensiasi menjadi jaringan, jaringan menyusun organ, organ-organ membentuk sistem organ, sistem organ menjalankan fungsi suatu makhluk hidup. Hewan dan tumbuhan yang pada saat embrio hanya terdiri atas beberapa sel, setelah dewasa tumbuh dan berkembang menjadi organisme yang kompleks. Tumbuhan memiliki akar dan batang yang bercabang-cabang, serta daun, bunga, biji, dan buah. Hewan juga tumbuh dan berkembang menjadi suatu sistem yang rumit (Hadi Suwono, 2010: 113).

(37)

35

Siti Salmah (2011: 9) menyatakan bahwa pertumbuhan merupakan proses pertambahan ukuran, volume dan jumlah sel yang disebabkan oleh adanya penambahan substansi sel yang tidak dapat balik (bersifat irreversible), dapat diukur dan dapat dinyatakan dengan satuan.

Perkembangan adalah perubahan menuju ke arah yang lebih dewasa (menuju ke tingkat yang lebih matang). Manusia dan hewan tumbuh sampai usia tertentu dan sesudah itu pertumbuhannya akan berhenti, sedangkan pada tumbuhan umumnya tidak terbatas, artinya tumbuhan akan selalu tumbuh selama hidupnya. Pertumbuhan dapat diamati dengan kegiatan pengukuran yang akan dipelajari lebih lanjut dalam fisika.

Fisika adalah ilmu yang mempelajari benda-benda dan fenomena yang terkait dengan benda-benda tersebut. Untuk mendeskripsikan keadaan suatu benda atau suatu fenomena yang terjadi pada benda, maka didefinisikan berbagai besaran-besaran fisika. Besaran-besaran fisika ini selalu dapat terukur dan memiliki nilai (dapat dinyatakan dalam angka-angka) yang merupakan hasil pengukuran (Mirza Satriawan, 2012: 6-7).

(38)

36

pertambahan tinggi badan atau batang tanaman hendaknya dilakukan menggunakan meteran atau mistar sehingga hasilnya lebih akurat jika dibandingkan dengan pengukuran menggunakan jengkal, dan sejenisnya. Pertambahan massa tubuh juga hendaknya dilakukan menggunakan timbangan atau neraca. Pengukuran sebaiknya menggunakan alat ukur dan satuan baku. Sehingga pengukuran objek jika dilakukan oleh siapapun, dimanapun, dan kapanpun adalah tetap sama (Mirza Satriawan, 2012: 6-7).

Gambar 7. Ilustrasi Pengukuran yang Baik dan Benar g. Mengeluarkan zat sisa

(39)

37

vertebrata , terdiri atas sebuah tubula panjang tunggal; dan sebuah bola kapiler yang disebut glomerulus. Ujung buntu tubula itu membentuk pembengkakan mirip piala, yang disebut kapsula Bowman (Boeman’s capsule), yang mengelilingi glomerulus (Campbell, 2004 : 113-117).

Sistem ekskresi invertebrata berbeda dengan sistem ekskresi pada vertebrata. Invertebrata belum memiliki ginjal yang berstruktur sempurna seperti pada vertebrata. Pada umumnya, invertebrata memiliki sistem ekskresi yang sangat sederhana, dan sistem ini berbeda antara invertebrata satu dengan invertebrata lainnya. Alat ekskresinya ada yang berupa saluran malphigi, nefridium, dan sel api. Nefridium adalah tipe yang umum dari struktur ekskresi khusus pada invertebrata (Siti Salmah, 2011: 99).

h. Berkembangbiak

(40)

38

Gamet jantan, spermatozoon, umumnya adalah sel yang kecil namun motil (Campbell 2004: 156).

Penjelasan lebih lanjut oleh Siti Salmah, dkk (2011: 104) yang menyatakan bahwa reproduksi merupakan salah satu strategi hewan dalam melestarikan spesiesnya. Reproduksi juga bertujuan mewariskan karakter genetik dari satu generasi ke generasi berikutnya melalui berbagai mekanisme baik secara aseksual maupun seksual. Proses reproduksi akan berbeda antar satu spesies dengan spesies lainnya.

Gambar 8. Jenis-Jenis Reproduksi pada Makhluk Hidup Sumber: Tugino (2015: 4)

Reproduksi tumbuhan dibagi atas reproduksi vegetatif dan reproduksi generatif. Reproduksi vegetatif terjadi secara alami dan buatan. Reproduksi generatif terbagi menjadi dua yaitu pada Gymnospermae dan Angiospermae. Reproduksi vegetatif pada tumbuhan

(41)

39 2. Makhluk Tak Hidup

Makhluk tak hidup adalah semua makhluk yang tidak memiliki ciri hidup dan sudah tersedia di alam sebelumnya. Makhluk tidak hidup atau abiotik tidak memiliki ciri yang dimiliki oleh makhluk hidup. Pasir, kayu dan kaca adalah segala sesuatu yang tidak hidup. Tak satu pun dari objek tersebut yang menunjukkan salah satu karakteristik yang tercantum di atas. Makhluk tak hidup dapat dibagi menjadi dua kelompok. Pertama, objek yang tidak pernah berasal dari bagian dari makhluk hidup, seperti batu dan emas. Kelompok kedua adalah objek yang pernah menjadi bagian dari makhluk hidup. Batubara adalah contoh yang baik. Ini dibentuk ketika pohon mati dan tenggelam ke dalam tanah lunak. Hal ini terjadi jutaan tahun yang lalu ketika bumi ditutupi dengan hutan (Burnie, 2000: 37).

C.Kajian Hasil Penelitian yang Relevan

Penelitian ini relevan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ni Kd. Kariani (2014) berjudul „Model Problem Based Learning Menggunakan Metode Probing-Prompting Berpengaruh Terhadap Hasil Belajar IPA Siswa‟. Berdasarkan hasil penelitiannya dapat disimpulkan bahwa penerapan model Problem Based Learning menggunakan metode Probing-Prompting berpengaruh terhadap hasil belajar IPA siswa kelas V SD Negeri 21 Pemecutan Denpasar Utara Tahun Ajaran 2013/2014. Hasil analisis uji hipotesis menggunakan uji t diperoleh thitung > ttabel pada taraf signifikansi 5% (α = 0,05)

(42)

rata-40

rata nilai pada kelompok eksperimen lebih besar dibandingkan dengan rata-rata nilai pada kelompok kontrol yaitu = 80,34 > = 71,17. Hal ini menunjukkan bahwa hipotesis alternatif (Ha) diterima yang berarti terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA antara siswa yang dibelajarkan melalui penerapan model Problem Based Learning menggunakan metode Probing-Prompting dengan yang dibelajarkan melalui pembelajaran konvensional pada siswa kelas V SD Negeri 21 Pemecutan Tahun Ajaran 2013/2014.

Penelitian relevan lain adalah penelitian yang dilakukan oleh Siti Mumainnah (2014) berjudul „Penerapan Teknik Pembelajaran Probing-Prompting Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Fisika pada Siswa Kelas VIIIA

SMP Negeri I Banawa Tengah‟. Berdasarkan hasil penelitiannya dapat disimpulkan bahwa penerapan teknik pembelajaran probing prompting dapat meningkatkan hasil belajar fisika pada siswa kelas VIII A SMP Negeri I Banawa Tengah. Dari hasil analisis siklus I diperoleh nilai rata–rata untuk tuntas individu sebesar 65,83%, nilai rata-rata untuk ketuntasan belajar klasikalnya 62,50% serta rata-rata daya serap klasikal sebesar 66,75%. Meningkat untuk siklus II dengan nilai rata-rata untuk tuntas individu sebesar 81,83%, nilai rata-rata untuk ketuntasan belajar klasikalnya 87,50% serta nilai rata-rata untuk daya serap klasikal sebesar 81,83%.

(43)

41

mengetahui keefektifan metode probing prompting terhadap keterampilan berpikir siswa.

D.Kerangka Pikir Penelitian

IPA merupakan ilmu pengetahuan yang mengkaji beberapa objek, fenomena, dan gejala alam. IPA harus dipahami secara holistik untuk mengkaji persoalan yang berkaitan dengan alam sekitar. Kurikulum mensyaratkan IPA dibelajarkan di SMP/MTs secara terpadu. Bermakna dalam artian siswa akan memahami konsep-konsep yang mereka pelajari melalui pembelajaran langsung dan menghubungkannya dengan konsep lain yang sudah mereka pahami. Namun, pada kenyataannya pembelajaran IPA selama ini cenderung menghafal, mengulang, dan menyebutkan definisi tanpa mengubungkan konsep-konsep sebelumnya ataupun memadukan dengan pengetahuan dari konsep bidang kajian lain yang dipadukan. Sehingga diperlukan metode pembelajaran yang tepat untuk mengatasi permasalahan tersebut dan dapat digunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran.

(44)

42

Oleh karena itu untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa dan agar dapat mencapai tujuan pembelajaran yang optimal maka dilakukan metode probing prompting adalah pembelajaran guru menyajikan serangkaian pertanyaan yang sifatnya menuntun dan menggali sehingga terjadi proses berfikir yang mengkaitkan pengetahuan baru yang sedang dipelajari. Selanjutnya siswa mengkonstruksikan konsep – prinsip – aturan menjadi pengetahuan baru, dengan demikian pengetahuan baru tidak diberitahukan.

Hubungan metode probing prompting dengan keterampilan berpikir kritis siswa yakni ekuivalen yang berarti penggunaan metode probing prompting dapat meningkatkan pemahaman siswa terhadap pembelajaran yang

(45)

43

Gambar 9. Kerangka Berpikir Peneliti Pembelajaran IPA SMP tidak

dapat lepas dari: input (siswa), proses (pemilihan metode pembelajaran ), dan output (hasil belajar).

Syamsu Yusuf (2004: 26-27) menyatakan bahwa siswa sebagai input harus diperhatikan karakteristiknya terutama secara kognitif.

National Education Standart (Asri Widowati, 2010: 101) menyatakan bahwa proses pembelajaran harus menuntut peran aktif siswa.

Dimyati dan Mudjiono (2009: 3) mengemukakan bahwa hasil belajar merupakan output yang perlu dievaluasi & ditindaklanjuti.

a. Kegiatan pembelajaran belum memancing siswa untuk berpikir kritis.

b. Beberapa siswa kurang aktif dalam pembelajaran IPA.

a. Kemampuan berpikir kritis siswa kurang.

b. Pemahaman siswa terhadap materi yang dibelajarkan

kurang. Ni Kd. Kariani (2014)

Siti Mumainnah (2014)

Perlu dilakukan metode pembelajaran probing prompting sebagai metode aktif pembelajaran siswa yang memancing kemampuan berpikir kritis siswa.

(a) siswa memiliki kemampuan berpikir kritis untuk mengaitkan pengetahuan dan pengalaman dengan pengetahuan baru, (b) siswa berperan aktif dalam

pembelajaran, (c) siswa mampu memahami materi.

Pengaruh Penerapan Metode Probing-Prompting pada Pembelajaran IPA SMP Kelas VII terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Siswa

(46)

44 E.Hipotesis Penelitian

1. Terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis antara kelas VII yang menggunakan metode probing-prompting dan kelas VII yang menggunakan metode direct instruction pada pembelajaran IPA di SMP N 4 Wonosari. 2. Terdapat pengaruh kemampuan berpikir kritis siswa pada pembelajaran IPA

(47)

45 BAB III

METODE PENELITIAN

A.Jenis dan Desain Penelitian

Metode penelitian merupakan cara ilmiah untuk memperoleh data dengan tujuan dan kegunaan tertentu (Sugiyono, 2010: 3). Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimental-semu (quasi experimental) yakni dengan memberi perlakuan terhadap situasi atau keadaan

eksperimen yang ada tetapi tidak memberikan pengendalian secara penuh terhadap faktor-faktor eksternal yang dapat mempengaruhi eksperimen.

Penelitian ini menggunakan desain pretest-posttest control group design dengan menggunakan dua kelas yang terdiri dari kelas kontrol dan kelas

eksperimen. Pada kelas eksperimen akan mendapatkan metode pembelajaran probing prompting, sedangkan pada kelas kontrol akan mendapatkan

(48)

46

Desain penelitan yang dikemukakan oleh Sugiyono (2009: 112) disajikan dengan Tabel 2.

Tabel 2. Desain Penelitian Pretest-Posttest Control Group Design

Group Pretest Treatment Posttest

Kelas Eksperimen O1 X1 O2

Kelas Kontrol O1 X2 O2

Keterangan:

O1: pretest pada kelas eksperimen dan kontrol O2: posttest pada kelas eksperimen dan kontrol

X1: perlakuan berupa penerapan metode pembelajaran probing prompting X2: perlakuan dengan pembelajaran direct instruction

B.Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMP N 4 Wonosari. 2. Waktu Penelitian

(49)

47 C.Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian (Suharsimi Arikunto, 2006: 108). Populasi dari penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII SMP N 4 Wonosari yang terdiri dari 5 kelas. Dari 5 kelas tersebut, 1 kelas tidak digunakan karena merupakan kelas unggulan dan hasil nilai rapornya tidak berdistribusi normal sehingga dalam penelitian ini hanya menggunakan empat kelas yang mempunyai karakteristik sama. Kesamaan tersebut ditinjau melalui analisis nilai rapor mata pelajaran IPA yang menunjukkan bahwa kelas VII B, VII C, VII D, dan VII E yang akan dijadikan subjek penelitian pada tahun ajaran 2015/2016 adalah homogen dan normal. Hasil uji homogenitas dan normalitas nilai rapor mata pelajaran IPA kelas VII SMP N 4 Wonosari dapat dilihat di lampiran 3.2.

2. Sampel

Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Suharsimi Arikunto, 2006: 109). Sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah sebanyak dua kelas yakni kelas eksperimen dan kelas kontrol. Kelas eksperimen yang menerapkan metode pembelajaran probing prompting dan kelas kontrol yang menggunakan metode pembelajaran direct instruction.

(50)

48

atau cluster. Sampel yang representatif diambil dengan menggunakan cara diundi. Dari 4 kelas yang ada diperoleh 2 kelas, yaitu kelas VII C sebagai kelas eksperimen dan kelas VII B sebagai kelas kontrol.

D.Variabel Penelitian

Variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, obyek atau dari aktivitas yang memiliki variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti agar dapat dipelajari dan kemudian ditarik suatu kesimpulan (Sugiyono, 2010: 61). Penelitian ini menggunakan variabel bebas yakni metode pembelajaran probing prompting dan variabel terikat yakni kemampuan berpikir kritis siswa. Agar tidak terjadi kesalahan penafsiran mengenai istilah-istilah dalam penelitian ini, maka ada beberapa istilah-istilah (definisi operasional) yang perlu dijelaskan sebagai berikut.

1. Metode Pembelajaran

Metode pembelajaran dalam penelitian diartikan sebagai cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran.

a. Metode Pembelajaran Probing Prompting

(51)

49

Siswa mengkonstruksikan konsep – prinsip – aturan menjadi pengetahuan baru, dengan demikian pengetahuan baru tidak diberitahukan. Adapun tahap-tahap dari metode probing prompting yakni menyampaikan tujuan dan memotivasi, menyajikan informasi, mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar, membimbing kelompok bekerja dan belajar, mengevaluasi, dan mengapresiasi. Secara lebih jelas kisi-kisi pembelajaran menggunakan metode probing prompting dapat dilihat pada tabel 3..

Tabel 3. Kisi-Kisi Metode Pembelajaran Probing Prompting

No. Tahap pembelajaran yang akan dicatat oleh siswa

2, 5 8, 9

2 Menyajikan informasi

(52)

50

No. Tahap

Pembelajaran Kegiatan Pembelajaran

Nomor Butir

5 Mengevaluasi Mengajukan pertanyaan akhir pada siswa yang berbeda untuk lebih menekankan bahwa indikator tersebut benar-benar telah dipahami oleh seluruh siswa dan membuat rangkuman.

22, 24

6 Mengapresiasi Memberi penghargaan baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok

25

Kisi-kisi metode probing prompting di atas kemudian dijadikan dasar oleh peneliti untuk membuat instrumen RPP yang tercantum pada lampiran 1.3 halaman.

b. Metode Pembelajaran Direct Instruction

(53)

51

Tabel 4. Kisi-Kisi Metode Pembelajaran Direct Instruction

No. Tahap

pengetahuan tahap demi tahap tentang ciri-ciri makhluk

didik untuk menganalisis hasil pengamatan dan mengerjakan soal diskusi pada LKS

a. Mengadakan tanya jawab dengan peserta didik yang berkaitan dengan materi yang ditayangkan melalui slide-slide power point yang disiapkan b. Memberikan tugas rumah

kepada siswa sebagai bentuk aplikasi pembelajaran

18

20

(54)

52 2. Keterampilan Berpikir Kritis

Keterampilan berpikir kritis adalah kemampuan siswa untuk mengobservasi, merumuskan berbagai macam pola pilihan dan menggeneralisasi, merumuskan kesimpulan pada pola-pola yang telah dikembangkan, serta mengevaluasi kesimpulan berdasarkan fakta. Berikut adalah kisi-kisi kemampuan berpikir kritis yang disajikan pada tabel 5. Tabel 5. Kisi-Kisi Kemampuan Berpikir Kritis Siswa

No

1. Observasi Menyiapkan alat/bahan percobaan

Siswa membawa alat/bahan yang lengkap sesuai dengan LKS terhadap objek sesuai dengan petunjuk yang ada di LKS sesuai dengan petunjuk yang ada di LKS, dan mampu memperoleh data yang tepat

(55)

53 menyajikan hasil kerja kelompok dengan tepat kesimpulan yang tepat dan sesuai dengan tujuan

Kisi-kisi kemampuan berpikir di atas kemudian dijadikan dasar oleh peneliti untuk membuat insrumen tes yang tercantum pada lampiran 1.8 halaman dan lembar observasi kemampuan berpikir kritis yang tercantum pada lampiran 1.11 halaman.

E.Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data

(56)

54 Tabel 6. Kisi-Kisi Soal Tes

Indikator Bepikir

Melakukan observasi √ 1,2,4,5,7 5

Merumuskan berbagai

Pemilihan bentuk tes berupa pilihan ganda dikarenakan tes pilihan ganda dapat mengukur hasil belajar yang lebih kompleks, penilaian yang dilakukan lebih bersifat objektif, dapat mengukur kemampuan siswa sesuai dengan domain yang dikehendaki sesuai dengan tingkat kesukarannya, dan semua indikator dapat terwakili. Setiap soal memiliki satu atau lebih indikator kemampuan berpikir kritis. Penyusunan butir tes dimulai dengan menentukan kompetensi dasar dan indikator pembelajaran yang akan diukur sesuai dengan kurikulum yang berlaku yakni KTSP dan menentukan kemampuan berpikir kritis yang akan ditinjau. Selanjutnya menyusun butir tes berdasarkan kisi-kisi yang telah dibuat, melakukan validasi untuk mengetahui apakah soal-soal tersebut memenuhi kriteria soal yang layak digunakan meliputi validitas isi.

(57)

55

kritis. Alasan penggunaan instrumen nontes adalah karena kemampuan siswa yang diukur dan kegiatan dalam proses pembelajaran dapat diidentifikasi peningkatannya. Instrumen nontes membantu peneliti dalam membuat tindakan pada proses pembelajaran berikutnya berdasarkan hasil pengamatan sebelumnya. Berikut adalah penjelasan masing-masing instrumen nontes.

a. Lembar Observasi Keterlaksanaan

Lembar observasi keterlaksanaan bertujuan untuk mengetahui seberapa lengkap sintaks atau langkah-langkah pembelajaran pada silabus dan RPP dapat terlaksana. Lembar observasi berisi pernyataan-pernyataan yang mendeskripsikan aktivitas pembelajaran yang berlangsung di kelas yang meliputi kegiatan guru dan siswa yang didasarkan atas Silabus, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), dan LKS (Lembar Kerja Siswa).

Lembar observasi keterlaksanaan diberikan kepada pengamat (observer) untuk memperoleh deskripsi apakah kegiatan pembelajaran sudah sesuai dengan tahap-tahap yang seharusnya atau tidak. Jumlah observer dalam penelitian ini sebanyak 3 orang. Skala yang digunakan

pada lembar observasi keterlaksanaan dalam penelitian ini adalah skala Guttman dengan penilaian menggunakan dua kategori yakni Ya dan

(58)

56

keterlaksanaan “Ya” diberi skor 1, dan kegiatan dengan keterlaksanaan

“Tidak” diberi skor 0

b. Lembar Observasi Kemampuan Berpikir Kritis

(59)

57

Tabel 7. Kisi-Kisi Lembar Observasi Kemampuan Berpikir Kritis

No

Prosedur Berpikir Kritis Adaptasi dari

Kauchak

Jenis Kegiatan Ʃitem

1. Observasi Menyiapkan

alat/bahan percobaan

(60)

58

Tabel 8. Konversi Skor ke Nilai pada Skala 5

Nilai Skor Kategori Sumber: Anas Sudjono (2009: 329)

Hasil konversi dari validasi instrumen pembelajaran tersebut digunakan untuk menilai apakah layak digunakan dalam proses pembelajaran. Berikut adalah penjelasan dari masing-masing instrumen pembelajaran.

1) Silabus

Silabus adalah rencana pembelajaran pada suatu kelompok mata pelajaran/tema tertentu yang mencakup standar kompetensi, kompetensi dasar, materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator, penilaian, alokasi waktu, dan sumber/bahan/alat belajar. Silabus merupakan penjabaran standar kompetensi dan kompetensi dasar ke dalam materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian. Berikut adalah tabel kisi-kisi lembar validasi silabus.

Tabel 9. Kisi-Kisi Lembar Validasi Silabus

No. Aspek Penilaian Indikator Ʃitem

1. Isi yang disajikan Mengkaji keterkaitan antar Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) dalam mata pelajaran

1

Mengidentifikasi materi yang menunjang pencapaian KD

(61)

59

No. Aspek Penilaian Indikator Ʃitem

keluasan materi

Pemilihan materi ajar 1 Kegiatan pembelajaran dirancang dan dikembangkan berdasarkan SK, KD, dan Menentukan sumber belajar yang disesuaikan dengan SK, KD, serta materi pokok, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi

1

Penentuan jenis penilaian 1 2. Bahasa Penggunaan bahasa sesuai Pemilihan alokasi waktu didasarkan pada tuntutan kompetensi dasar

1

Pemilihan alokasi waktu didsarkan pada ketersediaan alokasi per semester

1

Jumlah 13

2) Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

(62)

60

Tabel 10. Kisi-Kisi Lembar Validasi RPP

No. Dimensi Indikator Ʃitem

1. Perumusan tujuan pembelajaran

Kejelasan Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar

Kesesuaian indikator dengan tujuan pembelajaran

1

Kesesuaian indikator dengan tingkat perkembangan siswa

1 2. Isi yang disajikan Sistematika penyusunan RPP 1

Kesesuaian urutan kegiatan pembelajaran IPA dengan menggunakan metode probing prompting

1

Kesesuaian uraian kegiatan siswa dan guru untuk setiap tahap pembelajaran dengan aktivitas pembelajaran IPA dengan menggunakan metode probing prompting

(63)

61 3) Lembar Kegiatan Siswa (LKS)

Lembar Kegiatan Siswa (LKS) merupakan bagian dari Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang membantu kepada pencapaian indikator pembelajaran melalui aktivitas (Hands on Activity) dan berpikir (Minds on Activity) sehingga siswa memperoleh kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotor. Penyusunan LKS ini dilakukan dengan mengikuti karakteristik metode probing prompting dan mencerminkan aspek-aspek kemampuan berpikir kritis. Pembuatan LKS ditekankan pada penemuan konsep dan latihan tugas atau soal-soal. Berikut adalah tabel kisi-kisi lembar validasi LKS.

Tabel 11. Kisi-Kisi Lembar Validasi LKS

No. Dimensi Indikator Ʃitem

1. Perumusan tujuan pembelajaran

LKS disajikan secara sistematis

1 Merupakan materi/tugas yang esensial

1 Masalah yang diangkat sesuai dengan tingkat kognisi siswa

1 Setiap kegiatan yang disajikan mempunyai tujuan yang jelas

1

Kegiatan yang disajikan dapat menumbuhkan rasa ingin tahu siswa

1

Penjajian LKS dilengkapi dengan gambar dan ilustrasi

1 2. Bahasa Penggunaan bahasa sesuai

dengan EYD

1 Bahasa yang digunakan sesuai dengan tingkat perkembangan kognisi siswa

1

Bahasa yang digunakan komunikatif

1 Kalimat yang digunakan jelas,dan mudah dimengerti

(64)

62

No. Dimensi Indikator Ʃitem

Jumlah 11

(65)

63

Gambar 10. Alur Penelitian Pre-Test

Studi Lapangan

Merumuskan Masalah Penelitian

Studi Literatur: Metode Probing Prompting, Metode Direct Instruction, Kemampuan Berpikir Kritis, dan Karakteristik Siswa

Merumuskan Hipotesis Penelitian

Menyusun Perangkat Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) & Bahan Ajar

(LKS dan materi ajar )

Pengolahan dan Analisis Data Hasil Penelitian

(66)

64 F. Validasi dan Reliabilitas Instrumen

1. Validitas

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen (Suharsimi Arikunto, 2006: 168). Sebuah tes dikatakan valid jika mengukur apa yang hendak diukur. Pengujian validitas tes pada penelitian ini menggunkan validitas isi, yakni instrumen tes di-judge oleh ahli dengan melihat keterkaitan indikator tes yang akan diukur dengan indikator soal, soal yang dibuat, kunci jawaban, dan materi pelajaran yang akan diukur. Untuk menghitung validitas butir tiap soal, maka harus dicari Koefisien Korelasi Product Moment Karl Pearson menggunakan rumus:

r

xy

=

N ∑xy- ∑x (∑y) N∑X2- (∑X)2 N∑y- (∑y)2

Sumber: Suharsimi Arikunto (2006: 146) Keterangan:

rxy : koefisien korelasi skor item dengan skor total N : jumlah subyek

x : skor item y : skor total

(67)

65 Tabel 12.Klasifikasi Koefisien Validitas

Nilai Interpretasi

0,90 ≤ rxy ≤ 1,00 Validitas sangat tinggi

0,70 ≤ rxy ≤ 0,90 Validitas tinggi

0,40 ≤ rxy ≤ 0,70 Validitas sedang

0,20 ≤ rxy ≤ 0,40 Validitas rendah

0,00 ≤ rxy ≤ 0,20 Validitas sangat rendah rxy ≤ 0,90 Tidak valid Sumber: Guilford (Erman Suherman, 2003:113)

2. Reliabilitas

Uji reliabilitas digunakan digunakan untuk mengetahui apakah instrumen tersebut reliabel atau tidak. Tes dikatakan reliabel jika memberikan hasil yang tetap atau ajeg apabila diteskan berkali-kali. Reliabilitas tes dicari menggunakan rumus KR-20 sebagai berikut:

r11 = K

K-1

Vt-∑pq

Vt

Sumber: Suharsini Arikunto (2006: 188) Keterangan :

r11 : indeks reliabilitas instrumen

K : banyaknya butir pertanyaan / banyaknya soal Vt : varians total

p : � 1

q : � 0

(68)

66

diinterpretasikan dengan tingkat keterandaian instrumen, digunakan patokan sebagai berikut:

Tabel 13. Klasifikasi Koefisien Reliabilitas Indeks Reliabel Kualifikasi Hasil

0,91 – 1,00 Sangat tinggi 0,71 – 0,90 Tinggi 0,41 – 0,70 Cukup 0,21 – 0,40 Rendah 0,00 – 0,20 Sangat rendah Sumber: Suharsini Arikunto (2006: 108)

3. Daya Beda

Daya pembeda adalah kemampuan soal untuk membedakan siswa yang memiliki kemampuan tinggi (pandai) dengan siswa yang memiliki kemampuan rendah (tidak pandai). Daya pembeda keseluruhan soal dalam penelitian ini dihitung dan dianalisis dengan menggunakan progam khusus. Untuk mengetahui daya pembeda soal bentuk pilihan ganda adalah dengan menggunakan rumus berikut ini.

DP = BA

� -

BB

� = PA - PB

Sumber: Suharsimi Arikunto (2006: 213) Keterangan:

DP : daya pembeda soal

JA : banyaknya peserta kelompok atas JB : banyaknya peserta kelompok bawah BA : jumlah jawaban benar pada kelompok atas BB : jumlah jawaban benar pada kelompok bawah

(69)

67

BB : proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar

Klasifikasi interpretasi daya pembeda yang digunakan disajikan pada Tabel 14.

Tabel 14. Klasifikasi Koefisien Daya Pembeda Nilai DP Interpretasi

DP ≤ 0,00 Sangat jelek

0,00 ≤ DP ≤ 0,20 Jelek

0,20 ≤ DP ≤ 0,40 Cukup

0,40 ≤ DP ≤ 0,70 Baik

0,70 ≤ DP ≤ 1,00 Sangat baik Sumber: Erman Suherman (2003:161) 4. Indeks Kesukaran

Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah atau tidak terlalu sulit. Tingkat kesukaran keseluruhan soal pada penelitian ini dihitung dan dianalisis dengan menggunakan program khusus. Rumus untuk mengetahui tingkat kesukaran soal seperti berikut ini.

P =

��

Sumber: Suharsimi Arikunto (2006: 208) Keterangan:

P = indeks kesukaran

B = banyaknya siswa yang menjawab soal itu dengan betul JS = jumlah seluruh siswa peserta tes

(70)

68

Tabel 15. Klasifikasi Koefisien Indeks Kesukaran Nilai IK Interpretasi IK = 0,00 Soal terlalu sukar

0,00 ≤ IK ≤ 0,70 Soal sukar

0,30 ≤ IK ≤ 0,40 Soal sedang

0,70 ≤ IK ≤ 1,00 Soal mudah IK = 1,00 Soal terlalu mudah Sumber: Erman Suherman (2003:161)

G.Teknik Analisis Data

Data yang dianalisis dalam penelitian ini, yaiutu data kuantitatif dan data kualitatif. Data kuantitatif adalah skor hasil posttest berpikir kritis. Data kualitatif yakni data lembar observasi kemampuan berpikir kritis siswa. Data kualitatif ini kemudian dikuantitatifkan sehingga pengolahannya termasuk pada data kuantitatif. Pengaruh metode probing prompting terhadap kemampuan berpikir kritis siswa berupa skor rerata posttest.

Jika data hasil pretest kelas eksperimen dan kelas kontrol tidak berbeda secara signifikan, untuk mengetahui peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa dapat digunakan gain ternormalisasi (n-gain). Indeks gain ini dihitung dengan rumus sebagai berikut.

Gain Ternormalisasi = −

Sumber: Meltzer (2002:183)

Hasil perhitungan diinterpretasikan dengan menggunakan gain ternormalisasi diklasifikasikan sebagai berikut:

Tabel 16. Indeks Nilai Gain Ternormalisasi Nilai g Interpretasi

0,7<g<1 Tinggi

Gambar

Tabel 1. Prosedur Berpikir Kritis Adaptasi dari Kauchak (Dede Rosyada. 2004: 173).
Gambar 1. Ilustrasi  Gerak pada Hewan Sumber: Tugino (2015: 2)
Gambar 2. Gerak Nasti pada Tanaman Putri Malu Sumber: Udin (2014: 3)
Gambar 4. Ilustrasi Bernapas pada Tumbuhan Sumber: Muhammad Syakir (2015: 1)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Jadi pada saat beban luar bernilai nol maka hanya beban awal Fi, yang bekerja pada sambungan seperti terlihat pada gambar 8.21(a) Pada saat beban maksimum, Pmax, maka beban

Untuk itu kami meminta kepada saudara untuk menunjukan asli dokumen yang sah dan masih berlaku ( beserta copynya ), sebagaimana yang terlampir dalam daftar isian kualifikasi

Metode yang digunakan untuk memecahkan permasalahan tersebut adalah metode Prototype dengan menerapkan aplikasi open source berbasis Web JIBAS (Jaringan Informasi Bersama

Dari analisis data mengenai hubungan perubahan laba per lembar saham dengan perkembangan harga saham di pasar modal dengan menggunakan metode regresi linier sederhana

[r]

(Sumber: Hasil pengamatan dan wawancara dengan guru Bahasa Indonesia di Kelas VIII-C SMP Negeri 7 Ciamis pada tanggal 12 Nopember 2016).. Keadaan seperti di atas jika

Ibrahim dkk(2000:29), ada empat pendekatan dalam pembelajaran kooperatif yaitu, STAD, jigsau, kelopok penyelidikan dan pendekatan setruktur. Dari berbagai jenis model

KMP Gili Ketapang Jaya adalah kapal yang akan berfungsi sebagia sarana transportasi penyeberangan, rekreasi dan edukasi. Pada trip penyeberangan kapal ini akan