• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh volume pupuk organik cair berbahan dasar sabut kelapa (Cocos Nucifera) terhadap pertumbuhan dan hasil panen tanaman sawi hijau (Brassica Juncea L.).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh volume pupuk organik cair berbahan dasar sabut kelapa (Cocos Nucifera) terhadap pertumbuhan dan hasil panen tanaman sawi hijau (Brassica Juncea L.)."

Copied!
167
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

PENGARUH VOLUME PUPUK ORGANIK CAIR BERBAHAN DASAR SABUT KELAPA (Cocos nucifera) TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL PANEN

TANAMAN SAWI HIJAU (Brassica juncea L.) Salma Yunita Sari

Universitas Sanata Dharma

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pupuk organik berbahan dasar sabut kelapa terhadap pertumbuhan dan hasil penen tanaman sawi hijau (Brassica juncea L.). Sabut kelapa memiliki kandungan unsur-unsur hara dari alam yang sangat dibutuhkan tanaman yaitu berupa Kalium (K), Kalsium (Ca), Magnesium (Mg), Natrium (Na) dan Fospor (P). Kalium ini merupakan salah satu unsur yang diperlukan bagi tanaman, karena salah satu sifat positif dari kalium adalah menghambat klorosis pada daun.

Penelitian ini dilaksanakan di desa Podosoko, Kecamatan Sawangan, Kabupaten Magelang dengan kondisi tanah latosol (rendah unsur hara). Penelitian ini menggunakan metode Rancangan Acak Lengkap non faktorial, dengan 3 pemberian perlakuan dan kontrol. Perlakuan dibedakan dengan pemberian pupuk organik cair sabut kelapa dengan volume yang berbeda yaitu 100 ml/l, 200 ml/l, dan 300 ml/l. Parameter yang diamati adalah tinggi batang (cm), jumlah daun (helai), berat basah (gram), dan berat kering (gram).

Hasil penelitian menunjukan bahwa pemberian pupuk cair sabut kelapa memberikan pengaruh positif. Perlakuan paling baik ditunjukan pada perlakuan 1 dengan volume 100 ml/l yang memberikan pengaruh positif baik pada pertambahan tinggi batang, jumlah daun, berat basah, dan berat kering. Sedangkan pengaruh terendah pada kontrol karena tanpa tambahan nutrisi, yang terjadi pada pertambahan tinggi batang dan berat basah, berat kering tangkai daun. Sedangkan untuk jumlah daun, berat basah, dan berat kering daun terendah pada perlakuan 3 karena terserang hama dan penyakit.

(2)

ABSTRACT

THE IMPACTS OF VOLUME OF LIQUID ORGANIC FERTILIZER MADE FROM COCONUT FIBER (Cocos nucifera) ON THE GROWTH AND THE CROP OF

MUSTARD GREENS (Brassica juncea L.) Salma Yunita Sari

Sanata Dharma University

This research is aimed to know the impact of using liquid organic fertilizer made from coconut fiber on the growth and the crop of mustard greens (Brassica juncea L.). Coconut fibers contain natural nutrients which are important for plants, namely Kalium (K), Calsium (Ca), Magnesium (Mg), Natrium (Na), dan Phosphor (P). Kalium is one of the nutrients which is needed by plants because of its positive characteristic is to block the chlorosis on leaves.

This research was hold in Podosoko village, Sawangan District, Magelang regency, under latosol ground condition (less of nutrients). This research uses Completely Randomized Design (CRD) non-factorial using 3 treatments and controls on plants. These treatments are differed by the use of different volume of liquid organic fertilizer made from coconut fiber: 100 ml/l, 200 ml/l, and 300 ml/l. The parameters used in this research are the plants height (cm), the numbers of leaves (sheets), the total weight of plants before placed in an oven (gram), and the total weight of plants after placed in an oven (gram).

The result shows that the use of liquid organic fertilizer of coconut fiber gives positive impacts on plants. The most positive result is showed by treatment 1 under the volume of 100 ml/l which increase the growth of plants, the number of leaves, and the total weight of plants before and after they are placed in the oven. On one hand, the lowest result of treatment is showed by plants which are less of nutrient addition which impacts on the growth of stem and the total weight of stalk before and after placed in the oven. On the other hand, the number and the total weight of leaves before and after they are placed in the oven are in the lowest result under treatment 3 because of having pests and diseases.

(3)

PENGARUH VOLUME PUPUK ORGANIK CAIR BERBAHAN DASAR SABUT KELAPA (Cocos nucifera) TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL PANEN

TANAMAN SAWI HIJAU (Brassica juncea L.) SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Biologi

Diajukan Oleh : Salma Yunita Sari NIM : 111434036

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(4)

PENGARUH VOLUME PUPUK ORGANIK CAIR BERBAHAN DASAR SABUT KELAPA (Cocos nucifera) TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL PANEN

TANAMAN SAWI HIJAU (Brassica juncea L.) SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Biologi

Diajukan Oleh : Salma Yunita Sari NIM : 111434036

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

2015

(5)
(6)
(7)

HALAMAN PERSEMBAHAN

Artinya : “Sesungguhnya amal perbuatan itu disertai niat dan setiap orang mendapat balasan amal sesuai dengan niatnya.” (HR. Bukhari Muslim)

Your time is limited, so don’t waste it living someone else’s life. Don’t be

trapped by dogma which is living with the results of other people’s thinking.

Don’t let the noise of other’s opinions drown out your own inner voice, and

most important have the courage to follow your heart and intuition.

-Steve Jobs-

Miracle is another name for hardwork

“Jadikan sabar dan sholat sebagai kunci keberhasilan. Jika Allah menolong

kamu, maka tak ada orang yang dapat mengalahkan.“

(Ali Imron : 69)

“Barang siapa yang menghendaki kesuksesan di dunia maka harus

dengan ilmu, dan barang siapa yang menghendaki kesuksesan akhirat

harus dengan ilmu dan barang siapa menghendaki kedua - duanya

juga harus dengan ilmu.” (H.R Imam Syafi’i)

(8)

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 4 Agustus 2015

Penulis

Salma Yunita Sari

Do not store dreams in your eyes, they may roll down with tears. Strore them in your heart,

each heartbeat will inspire you to fulfill them. (PAS)

Karya ini ku persembahkan untuk :

Almarhum kakek ku yang selalu menjadi orang pertama yang menanti rapor ku, dan seharusnya menjadi orang pertama pula yang akan membaca karya ini dan berdiri didepan menyambut kelulusanku. Orang tuaku, adik-adikku, dan seluruh keluarga besar. Sahabatku tercinta Alm.Nida Mulyono. Almamaterku Universitas Sanata Dharma.

(9)
(10)
(11)

ABSTRAK

PENGARUH VOLUME PUPUK ORGANIK CAIR BERBAHAN DASAR SABUT KELAPA (Cocos nucifera) TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL PANEN

TANAMAN SAWI HIJAU (Brassica juncea L.) Salma Yunita Sari

Universitas Sanata Dharma

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pupuk organik berbahan dasar sabut kelapa terhadap pertumbuhan dan hasil penen tanaman sawi hijau (Brassica juncea L.). Sabut kelapa memiliki kandungan unsur-unsur hara dari alam yang sangat dibutuhkan tanaman yaitu berupa Kalium (K), Kalsium (Ca), Magnesium (Mg), Natrium (Na) dan Fospor (P). Kalium ini merupakan salah satu unsur yang diperlukan bagi tanaman, karena salah satu sifat positif dari kalium adalah menghambat klorosis pada daun.

Penelitian ini dilaksanakan di desa Podosoko, Kecamatan Sawangan, Kabupaten Magelang dengan kondisi tanah latosol (rendah unsur hara). Penelitian ini menggunakan metode Rancangan Acak Lengkap non faktorial, dengan 3 pemberian perlakuan dan kontrol. Perlakuan dibedakan dengan pemberian pupuk organik cair sabut kelapa dengan volume yang berbeda yaitu 100 ml/l, 200 ml/l, dan 300 ml/l. Parameter yang diamati adalah tinggi batang (cm), jumlah daun (helai), berat basah (gram), dan berat kering (gram).

Hasil penelitian menunjukan bahwa pemberian pupuk cair sabut kelapa memberikan pengaruh positif. Perlakuan paling baik ditunjukan pada perlakuan 1 dengan volume 100 ml/l yang memberikan pengaruh positif baik pada pertambahan tinggi batang, jumlah daun, berat basah, dan berat kering. Sedangkan pengaruh terendah pada kontrol karena tanpa tambahan nutrisi, yang terjadi pada pertambahan tinggi batang dan berat basah, berat kering tangkai daun. Sedangkan untuk jumlah daun, berat basah, dan berat kering daun terendah pada perlakuan 3 karena terserang hama dan penyakit.

Kata kunci : Brassica juncea L., Latosol, Sabut kelapa, Volume

.

(12)

ABSTRACT

THE IMPACTS OF VOLUME OF LIQUID ORGANIC FERTILIZER MADE FROM COCONUT FIBER (Cocos nucifera) ON THE GROWTH AND THE CROP OF

MUSTARD GREENS (Brassica juncea L.) Salma Yunita Sari

Sanata Dharma University

This research is aimed to know the impact of using liquid organic fertilizer made from coconut fiber on the growth and the crop of mustard greens (Brassica juncea L.). Coconut fibers contain natural nutrients which are important for plants, namely Kalium (K), Calsium (Ca), Magnesium (Mg), Natrium (Na), dan Phosphor (P). Kalium is one of the nutrients which is needed by plants because of its positive characteristic is to block the chlorosis on leaves.

This research was hold in Podosoko village, Sawangan District, Magelang regency, under latosol ground condition (less of nutrients). This research uses Completely Randomized Design (CRD) non-factorial using 3 treatments and controls on plants. These treatments are differed by the use of different volume of liquid organic fertilizer made from coconut fiber: 100 ml/l, 200 ml/l, and 300 ml/l. The parameters used in this research are the plants height (cm), the numbers of leaves (sheets), the total weight of plants before placed in an oven (gram), and the total weight of plants after placed in an oven (gram).

The result shows that the use of liquid organic fertilizer of coconut fiber gives positive impacts on plants. The most positive result is showed by treatment 1 under the volume of 100 ml/l which increase the growth of plants, the number of leaves, and the total weight of plants before and after they are placed in the oven. On one hand, the lowest result of treatment is showed by plants which are less of nutrient addition which impacts on the growth of stem and the total weight of stalk before and after placed in the oven. On the other hand, the number and the total weight of leaves before and after they are placed in the oven are in the lowest result under treatment 3 because of having pests and diseases.

Keywords: Brassica juncea L., Latosol, Coconut fibers, Volume

.

(13)

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT karena rahmat, taufik, dan hidayah-Nya, penulis dapat

menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan judul “Pengaruh Volume Pupuk Organik Cair

Berbahan Dasar Sabut Kelapa (Cocos nucifera) Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Panen

Tanaman Sawi Hijau (Brassica juncea L.), sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Pendidikan Biologi Universitas Sanata Dharma. Penulis menyadari bahwa banyak

pihak yang telah berpartisipasi dan membantu dalam penulisan skripsi ini, untuk itu iringan

doa dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan, utamanya kepada :

1. Drs. Johanes Eka Priyatma, M. Sc., Ph. D., selaku rektor Universitas Sanata

Dharma.

2. Rohandi, Ph. D. Selaku dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Sanata Dharma.

3. Drs. Antonius Tri Priantoro, M. For. Sc selaku ketua Program Studi Pendidikan

Biologi, Universitas Sanata Dharma.

4. Lucia Wiwid Wijayanti, M. Si, selaku dosen pembimbing yang tidak pernah lelah

memberikan motivasi dan ilmunya.

5. Dra. Maslichah Asy‟ari, M.Pd dan Luisa Diana Handoyo, M.Si, selaku dosen

penguji yang telah memberikan ilmu dan arahanya sehingga skripsi ini menjadi

lebih baik.

6. Seluruh dosen Pendidikan Biologi yang selama empat tahun ini telah begitu sabar

membimbing dan membagikan ilmunya.

7. Pak Agus selaku staf laboratorium Pendidikan Biologi yang bersedia membantu

selama penelitian berlangsung.

8. Segenap staf sekretariat Jurusan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam yang

telah memberikan pelayanan akademik secara optimal.

(14)

9. Bapak Riyanto, S. Pd dan ibu Rochmaniyatun, S. Pd yang selalu memberikan doa

dan dukungan materil hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan baik.

10.My angels, adik-adikku tercinta Dava Umi Alifah dan Malika Mar‟atu Khumaira

yang selalu memberikan semangat dan tawa dikala lelah.

11.Pranedya Aldis Satriya yang selalu menjadi motivator hingga penulis

menyelesaikan skripsi ini.

12.Sahabat – sahabat ku tersayang yang selalu menemani, memberikan motivasi, dan

semangatnya Anita, Tama, Ken, Dwi, Bintang, Niken, Winda, Kak Stien, Dr. Rum

Jayanti, Eva, Sara, Fenti, Brigita, Ricca, Eka, Chyntia, Lia, Aris, Ari, Bayu, Bang

Jimmy, Thomas, dan semua angkatan 2011 Pendidikan Biologi yang penulis

sayangi dan banggakan.

13.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah membantu

dalam kelancaran penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu, segala

kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi sempurnanya skripsi ini.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan memberi informasi bagi pembaca.

Salma Yunita Sari

(15)

DAFTAR ISI

KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIK...vii

ABSTRAK...viii

A. Kondisi Umum Lokasi Penelitian...9

B. Tanaman Sawi Hijau...10

1. Klasifikasi Tanaman Sawi Hijau...10

2. Botani...11

3. Morfologi...12

4. Syarat Tumbuh...12

5. Budidaya Tanaman Sawi...14

6. Hama, Penyakit, dan Pengendalianya...22

7. Panen dan Pasca Panen...35

8. Nilai Gizi dan Manfaat Sawi Hijau...36

(16)

C. Pupuk Organik Cair...38

D. Sabut Kelapa...41

1. Klasifikasi Tanaman Kelapa...41

2. Unsur Kalium...42

3. Unsur Nitogen...44

4. Magnesium...45

5. Kalsium...46

E. Sekam Padi...47

F. Pupuk Kotoran Sapi...48

G.Hasil Penelitian yang Relevan...48

H. Kerangka Berfikir...50

I. Hipotesa...51

BAB III. METODE PENELITIAN...52

A. Jenis Penelitian...52

B. Alat dan Bahan...53

C. Cara Kerja...54

D. Metode Analisis Data...58

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN...65

A. Pertambahan Tinggi Batang Tanaman Sawi Hijau...65

B. Pertambahan Jumlah Daun Tanaman Sawi Hijau...71

C. Berat Basah Tanaman Sawi Hijau………...77

D. Berat Kering Tanaman Sawi Hijau………...83

E. Keterbatasan Dalam Penelitian………...87

BAB V. IMPLEMENTASI TERHADAP PEMBELAJARAN...88

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN...89

DAFTAR PUSTAKA...91

LAMPIRAN...95

(17)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Faktor Lingkungan Podosoko………10

Tabel 2.2. Komposisi Kimia Sawi Hijau per 100 gr………....37

Tabel 3.3. Contoh Pengamatan Pertumbuhan Sawi Hijau...59

Tabel 3.4. Contoh Uji Descriptives...61

Tabel 3.5. Contoh Test Of Homogeneity Variances...62

Tabel 3.6. Contoh Uji Anova...63

Tabel 3.7. Contoh Uji Tukey HSD...64

Tabel 4.8. Pertambahan Tinggi Batang Sawi Hijau………...69

Tabel 4.9. Pertambahan Jumlah Daun Sawi Hijau………...76

(18)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Tanaman Sawi Hijau………10

Gambar 2.2. Buah Kelapa………..41

Gambar 2.3. Sabut Kelapa……….41

Gambar 4.4. Grafik Pertambahan Tinggi Batang Tanaman Sawi Hijau...66

Gambar 4.5. Grafik Pertambahan Jumlah Daun Tanaman Sawi Hijua...72

Gambar 4.6. Grafik Berat Basah Tanaman Sawi Hijau...78

Gambar 4.7. Grafik Berat Kering Tanaman Sawi Hijau………...83

(19)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Foto- Foto Pengamatan Pertumbuhan Sawi Hijau...95

Lampiran 2. Data Suhu Harian Daerah Magelang………...102

Lampiran 3. Data Pengamatan Pertambahan Tinggi Batang Sawi………...104

Lampiran 4. Data Pengamatan Pertambahan Jumlah Daun………...105

Lampiran 5. Data Berat Basah Sawi...107

Lampiran 6. Data Berat Kering Sawi…………...108

Lampiran 7. Tes Normalitas Distribusi Test of Homogeneity of Variances...109

Lampiran 7. Test of Homogeneity of Variances Tinggi Batang...109

Lampiran 8. Hasil ANOVA Terhadap Pertambahan Tinggi Tanaman Sawi Hijau...110

Lampiran 8. POST HOC Tinggi Batang...110

Lampiran 9. Tes Normalitas Distribusi Data Jumlah Daun Tanaman Sawi Hijau...111

Lampiran 9. Tes Homogeinity Of Variances Jumlah Daun Tanaman Sawi Hijau...111

Lampiran 10. Hasil Anova Terhadap Jumlah Daun Tanaman Sawi Hijau...112

Lampiran 10. Post Hoc Tests Jumlah Daun Tukey HSD...112

Lampiran 11. One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Berat Basah...113

Lampiran 11. Test Of Homogeinity Of Variances Berat Basah Tanaman Sawi Hijau...113

Lampiran 12. Hasil ANOVA Terhadap Berat Basah Tanaman Sawi Hijau...114

Lampiran 12. Post Hoc Multiple Comparisons...114

Lampiran 13. Tes Normalitas Distribusi Data Berat Kering Tanaman Sawi Hijau...115

Lampiran 13. Test Of Homogeinity Of Variances Berat Kering Tanaman Sawi Hijau...115

Lampiran 14. Hasil ANOVA Terhadap Berat Kering Tanaman Sawi Hijau...116

Lampiran 14. Post Hoc Multiple Comparisons...116

Lampiran 15. Tabel Nilai F-kritical untuk α= 0.05……….117

Lampiran 16. Silabus………...118

Lampiran 17. RPP………...122

(20)

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Sawi hijau (Brassica juncea L.) diperkirakan berasal dari kawasan Mediterania dan daerah Timur dekat Afganistan, Iran, dan Pakistan Barat. Bukti lain menunjukan bahwa tanaman ini berasal dari Cina dan Asia bagian Timur. Di daerah Cina tanaman ini telah dibudidayakan sejak 2.500 tahun yang lalu, kemudian menyebar luas ke Filipina, Taiwan, Jepang hingga Indonesia. Daerah–daerah sentra produksi sawi di Indonesia tersebar di beberapa propinsi seperti Riau, Kepri, Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, NTB, NTT, Sulawesi tengah, Sulawesi Selatan, dan Maluku. Di Jawa Tengah sendiri sentra produksi sawi terdapat di Banjarnegara, Wonosobo, Magelang, dan Semarang (Rukmana, 1994:43).

Kabupaten Magelang sesuai dengan agroklimatnya mampu menghasilkan komoditas pertanian yang secara kualitas dan kuantitas sesuai dengan permintaan pasar. Salah satunya yaitu sebagai penghasil sawi, berdasarkan data statistik hasil pertanian komoditas sayuran Kabupaten Magelang pada 2013 rata-rata potensi produksi sawi 150 kwintal/ha sehingga dapat memenuhi permintaan pasar. Namun, dalam pemupukan yang dilakukan para petani di Kabupaten Magelang justru lebih memilih menggunakan pupuk kimia dan insektisida. Seiring dengan berjalannya waktu akibat dari pemakaian pupuk kimia dan insektisida secara terus menerus menyebabkan kesuburan tanah berkurang dan terjadinya kerusakan lingkungan.

(21)

2004 diperoleh hasil bahwa hampir semua lokasi di Kabupaten Magelang mempunyai kandungan N total rendah sampai sangat rendah (0,02 – 0,39 %). Hal ini dikarenakan sebagian besar tanah di Kabupaten Magelang memiliki C organik yang relatif rendah (0,12 – 3,72 %) sebagian akibat dari mulai berkurangnya penggunaan pupuk organik (Avelinus, 2008 : 18).

Hal inilah yang menjadi alasan bagi peneliti untuk menggunakan sabut kelapa sebagai bahan dasar pembuatan pupuk organik. Pemilihan sabut kelapa sendiri dikarenakan Kabupaten Magelang, merupakan salah satu wilayah yang memiliki banyak pohon kelapa. Sehingga ada banyak buah kelapa yang dihasilkan di Kabupaten Magelang. Sabut kelapa merupakan sisa buah kelapa yang sudah tidak terpakai yaitu bagian terluar buah kelapa yang membungkus tempurung kelapa yang mempunyai nilai ekonomis yang sangat rendah.

Sabut kelapa yang merupakan hasil samping dari buah kelapa ini, dan merupakan bagian terbesar dari buah kelapa yaitu sekitar 35% dari bobot buah kelapa. Dengan demikian, apabila secara rata-rata produksi buah kelapa per tahun adalah sebesar 5,6 juta ton, maka berarti terdapat sekitar 1,9 juta ton sabut kelapa yang dihasilkan (Sundari, 2013:2). Sabut kelapa merupakan salah satu limbah rumah tangga yang jarang dilirik ataupun dimanfaatkan. Pemanfaatan sabut kelapa sebagian besar, hanya pada sabut kelapa yang sudah kering misalnya untuk pembuatan kerajinan, atau sebagai bahan bakar, sedangkan untuk sabut kelapa yang masih basah masih jarang dimanfaatkan. Penggunaan sabut kelapa sebagai pupuk organik alami dapat meningkatkan potensi produksi sabut kelapa dan menjadi salah satu metode penanganan limbah sabut kelapa

(22)

kandungan unsur-unsur lain seperti Kalsium (Ca), Magnesium (Mg), Natrium (Na) dan Fospor (P). Kalium ini merupakan salah satu unsur yang diperlukan bagi tanaman, karena salah satu sifat positif dari kalium yaitu mendorong produksi hidrat arang. Sabut kelapa dimana di dalamnya terkandung unsur kalium, apabila direndam maka kalium dalam sabut tersebut dapat larut dalam air, sehingga menghasilkan air rendaman yang mengandung unsur kalium. Air hasil rendaman yang mengandung unsur Kalium tersebut sangat baik jika diberikan sebagai pupuk serta pengganti pupuk KCI anorganik untuk tanaman seperti tanaman sawi hijau (Brassica juncea L.) guna mendukung pertumbuhan dan perkembangannya.

Tanaman khususnya pada sayuran yang mengalami defisiensi Kalium ditandai dengan terjadinya klorosis pada daun tua (kehilangan klorofil), kemudian bagian tepi daun mengalami nekrosis atau kematian sel sebagai akibat dari adanya kerusakan sel akut (Samekto R., 2008:66). Sawi hijau nutrisi utamanya terletak pada daun, sehingga diperlukanya kalium untuk menjaga nutrisi yang terkandung pada sawi hijau (Brassica juncea L.). Beberapa jenis sawi yang dikenal dan banyak dibudidayakan oleh petani Indonesia diberniaga sentra produksi adalah pe-tsai/ bok choy (sawi yang memiliki krop), choy sum/chai sim (di Indonesia lebih dikenal sebagai sawi bakso), dan sawi putih atau sawi jabung.

Sawi memiliki berbagai kandungan yang bermanfaat bagi tubuh yaitu serat, folat, asam pantotenat, piridoksin, riboflavin, tiamin, vitamin a, vitamin c, vitamin k,

natrium, kalsium, kalium, besi, magnesium, mangan, fosfor, seng, β-karoten, dan α

(23)

Serta kandungan kalsium yang tinggi dapat mencegah terjadinya osteoporosis (Zulkarnain, 2013:93).

Begitu banyak manfaat yang terkandung pada sawi hijau (Brassica juncea L.), membuat masyarakat semakin tertarik untuk mengkonsumsi sawi hijau organik. Sawi hijau bisa dikonsumsi dalam bentuk mentah sebagai lalapan, salad maupun dalam bentuk olahan dalam berbagai macam masakan, dan minuman. Berdasarkan latar belakang tersebut peneliti berharap melalui penggunaan sabut kelapa sebagai pupuk organik cair dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil panen tanaman sawi hijau. Sehubungan dengan maksud tersebut maka penulis menerapkan judul penelitian

PENGARUH VOLUME PUPUK ORGANIK CAIR BERBAHAN DASAR SABUT

KELAPA (Cocos nucifera) TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL PANEN

TANAMAN SAWI HIJAU (Brassica juncea L.)

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pengaruh pemberian volume pupuk organik cair berbahan dasar sabut kelapa terhadap pertumbuhan tanaman sawi hijau (Brassica juncea L.)?

2. Bagaimana pengaruh pemberian volume pupuk organik cair berbahan dasar sabut kelapa terhadap hasil panen tanaman sawi hijau (Brassica juncea L.)?

(24)

C. Batasan Masalah

Tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanaman sawi hijau (Brassica juncea L.). Sampel yang digunakan melalui pembenihan secara mandiri, dengan sampel berjumlah 28 tanaman sawi hijau

(Brassica juncea L.), yang dibagi dalam 4 kelompok dengan masing-masing kelompok 7 pengulangan. Benih sawi hijau yang digunakan adalah varietas Tosakan, yang merupakan benih bersertifikat No. 04 LSSM-BTPH. Produk benih yang digunakan di produksi oleh PT. East West Seed Indonesia, Desa Benteng, Kecamatan Cempaka, Purwakarta, Jawa Barat, Indonesia. Satu bungkus berisi 25 g benih sawi hijau (Brassica juncea L.), yang memiliki umur panen 25 sampai 30 hari.

Sabut kelapa yang digunakan sebagai bahan pembuatan pupuk organik cair adalah sabut kelapa yang berasal dari jenis kelapa merah. Sabut kelapa merupakan limbah sisa buah kelapa yang sudah tidak terpakai yaitu bagian terluar buah kelapa yang membungkus tempurung kelapa. Setelah sabut kelapa dipisahkan menggunakan linggis dari tempurung kelapa (buah kelapa yang sudah bersih), hanya akan dijadikan limbah yang kemudian dibakar, karena kurang dimanfaatkan. Untuk itu digunakan serabut kelapa yang mengandung unsur kalium sebagai bahan pembuatan pupuk cair.

Waktu pelaksanaan penelitian berlangsung selama 3 bulan yaitu dari bulan Maret sampai Mei 2015. Penelitian dilakukan di Podosoko, Kecamatan Sawangan, Kabupaten Magelang.

(25)

D. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui pengaruh pemberian volume pupuk organik cair berbahan dasar sabut kelapa terhadap pertumbuhan tanaman sawi hijau (Brassica juncea L.) .

2. Mengetahui pengaruh pemberian volume pupuk organik cair berbahan dasar sabut kelapa terhadap hasil panen tanaman sawi hijau (Brassica juncea L.)?

3. Mengetahui volume pupuk cair organik berbahan dasar sabut kelapa yang paling optimal pada pertumbuhantanaman sawi hijau (Brassica juncea L.).

E. Manfaat Penelitian

1. Bagi Peneliti

Mendapatkan pengetahuan dan pengalaman baru dalam membuat serta mengaplikasikan limbah sabut kelapa sebagai bahan pembuatan pupuk cair pada tanaman sawi hijau (Brassica juncea L.).

2. Bagi Mahasiswa

Sebagai tambahan pengetahuan dan informasi bagi mahasiswa yang akan melakukan penelitian lebih lanjut.

3. Bagi Petani

(26)

4. Bagi Masyarakat

Mengetahui bahwa penggunaan pupuk organik akan lebih baik dan aman bagi tanaman yang dikonsumsi.

5. Bagi Sekolah

(27)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kondisi Umum Lokasi Penelitian

Kabupaten Magelang memiliki beberapa potensi dibeberapa sektor, salah satunya adalah sektor pertanian. Sesuai dengan agroklimatnya kabupaten Magelang mampu menghasilkan komoditas pertanian yang secara kualitas dan kuantitas sesuai dengan permintaan pasar. Salah satu komoditas pertanian unggulan yaitu sawi hijau, dengan rata-rata potensi produksi 150 kwintal/ha dalam tahun 2013. Wilayah di Kabupaten Magelang yang banyak mengahasilkan sawi hijau yaitu Pakis, Ngablak, Sawangan, Kaliangkrik, Kajoran, dan Ngluwar.

Kecamatan Sawangan merupakan daerah pegunungan yang dikenal

sebagai pengahasil sayuran. Desa Podosoko, Kecamatan Sawangan adalah desa

yang dipilih sebagai lokasi penelitian ini, berikut tabel 2.1 kondisi lingkungan

desa Podosoko :

(28)

Tabel 2.1. Komponen Faktor Lingkungan Desa Podosoko

(Soesanto, L., Permana, J., dan Prihatiningsih, D. 2002 : 7).

B. Tanaman Sawi (Brassica juncea L.)

Klasifikasi dari tanaman sawi hijau (Brassica juncea L.) adalah sebagai berikut:

1. Klasifikasi Tanaman Sawi (Brassica juncea L.)

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

(29)

2. Botani

Menurut Sunaryono (2004), dalam Zulkarnain (2013:85). Sawi merupakan tanaman dikotil berbentuk perdu dengan sifat pertumbuhan dwi musim. Di Indonesia, jenis sawi yang banyak dikenal adalah pe-tsai (B. campestris) grup Chinensis, disebut juga B. Pekinensis), choy sum atau chai sim juga termasuk B. Campestris grup Chinensis, sawi putih atau sawi jabung (B. Campestris grup Pekinensis). Pe-tsai atau bok choy termasuk dalam grup Pekinensis dan memiliki bentuk kepala (krop) kompak memanjang yang mirip dengan selada. Daun duduk (sesil) agak berkerut, kasar, rapuh, dan berambut halus dengan tulang daun utama berwarna cerah. Sementara itu, choy sum atau chai sim memiliki daun lebar memanjang, tipis, dan berwarna hijau, halus tidak berambut dengan tangkai yang panjang, langsing, berwarna putih kehijauan, serta tidak membentuk krop. Rasanya renyah, segar, dan agak pahit. Choy sum atau sawi bakso atau sawi cina merupakan jenis sawi yang paling banyak dimanfaatkan atau dijajakan dipasar-pasar dewasa ini. Selanjutnya sawi putih memiliki daun agak halus dan juga tidak berbulu, berwarna hijau keputihan, bertangkai pendek dan bersayap melengkung ke bawah.

3. Morfologi

(30)

berwarna kuning cerah, empat helai benang sari (filamen), dan satu kepala putik yang berongga dua. Buah sawi berupa polong, panjang, dan di dalam setiap polong terdapat 2-8 butir biji-biji kecil berbentuk bulat berdiameter 0,5-2,0 mm, berwarna cokelat atau cokelat kehitaman (Zulkarnain, 2013: 85-86).

4. Syarat Tumbuh

Menurut Zulkarnain (2013: 86-88), untuk mendapatkan hasil panen yang tinggi dan berkualitas, sawi hendaknya diusahakan di lingkungan yang bercocok dengan syarat tumbuhnya. Oleh karena itu, faktor ekologi yang meliputi tanah dan iklim dimana sawi diusahakan perlu mendapatkan perhatian agar pertumbuhan dan produksinya maksimal.

a. Tanah

Pada umunya, sawi dapat diusahakan pada berbagai ketinggian tempat, baik dataran rendah maupun dataran tinggi dengan ketinggian 5-1200 m dpl. Tanaman ini memiliki toleransi yang baik terhadap lingkungan, baik suhu tinggi maupun rendah. Akan tetapi, kebanyakan daerah penghasil sawi berada diketinggian 100-500 m dpl. Khusus pe-tsai, menghendaki suhu rendah untuk membentuk krop sehingga cocok ditanam di daerah dengan ketinggian tempat 1.000 m dpl atau lebih. Apabila ditanam didaerah dataran rendah maka pe-tsai akan membentuk krop yang kecil dan rapuh.

b. pH

(31)

Oleh karena itu, dianjurkan untuk mengukur Ph tanah sebelum penanaman sawi dilaksanakan.

c. Iklim

Sawi menghendaki keadaan udara yang dingin dengan suhu 12-21ºC untuk pertumbuhan yang baik, dan pembentukan krop pada pe-tsai. Suhu diatas 24ºC, dapat menyebabkan tepi daun terbakar, sedangkan suhu 13ºC, yang terlalu lama dapat menyebabkan tanaman memasuki fase pertumbuhan reproduktif yang terlalu dini. Pembungaan pada sawi bukan hanya sensitif terhadap suhu rendah, melainkan juga terhadap fotoperiodesitas 16 jam per hari selama sebulan, dapat menyebabkan terbentuknya bunga di sejumlah kultivar. Sebaliknya, fotoperiodesitas yang singkat disertai suhu tinggi, dapat menyebabkan tanaman tetap tumbuh vegetatif. Di daerah tropis dan subtropis, sawi kebanyakan diusahakan di dataran tinggi, namun ada pula yang diusahakan di dataran rendah. Penanaman pada musim kemarau perlu diiringi oleh penyiraman yang teratur agar tanaman tidak kekeringan. Sebaliknya, penanaman pada musim penghujan perlu disertai oleh pengaturan drainase yang baik, agar air tidak menggenang di sekitar tanaman dan serangan ulat daun dapat diatasi. Meskipun demikian, waktu tanam yang dianjurkan adalah akhir musim hujan.

5. Budidaya Tanaman Sawi

Berikut ini merupakan teknik budidaya sawi secara konvensional menurut Haryanto, dkk (1995: 27-44).

a. Benih

(32)

normal. Sehingga akan memberikan hasil yang kurang memuaskan, atau tanaman justru tidak tumbuh sama sekali. Kebutuhan benih sawi untuk setiap hektar lahan tanam sebesar 750 g. Benih sawi yang baik memiliki ciri – ciri berbentuk bulat, kecil-kecil, permukaanya licin mengkilap dan agak keras, dan warna kulit benih cokelat kehitaman.Benih sawi dapat diperoleh dengan cara menyiapkan benih sendiri atau dengan membelinya di toko-toko pertanian, keduanya memiliki kelebihan dan kekurangan tersendiri.

a). Membeli benih

Membeli benih sawi ditoko harus memperhatikan waktu kadaluwarsa, sebaiknya membeli benih yang masih baru atau belum lama disimpan, sehingga daya tumbuh dan kadar airnya masih sesuai dengan yang tertulis pada label atau kemasan. Perusahaan produsen benih yang baik biasanya sangat menjaga kualitas benihnya. Biasanya dalam kemasan akan tertulis benih murni, benih murni artinya benih hanya terdiri dari satu jenis, tidak tercampur dengan benih jenis lainya, meskipun hanya berbeda dalam varietasnya. Benih yang baik harus bebas dari hama dan penyakit, biasanya benih yang dijual telah direndam dalam pestisida tertentu. Saat memilih benih perhatikan kemasanya, kemasan benih harus utuh (tidak robek, lecet. atau ada bekas tertindih). Kemasan benih yang baik adalah yang terbuat dari aluminium foil, karena mampu melindungi benih dengan baik sehingga dapat disimpan dalam waktu cukup lama. Namun, pembeli tidak dapat melihat keadaan benih yang berada di dalam kemasan pakah benih masih baik atau sudah rusak maka pembeli harus memperhatikan tanggal kadaluwarsanya.

(33)

Mendapatkan benih dengan cara menyiapkan dari tanaman sendiri sering dilakukan oleh petani di Indonesia. Syaratnya kita harus sudah memiliki tanaman induk sendiri. Benih yang disiapkan dari tanaman induk umumnya berlaku untuk tanaman lokal dan bukan merupakan hibrida. Dalam menyiapkan benih sendiri haruslah diambil dari biji-biji tanaman yang sehat serta hasilnya terbukti memuaskan. Dalam hal ini, petani harus melakukan seleksi untuk memilih biji-biji yang akan dijadikan benih. Beberapa patokan dalam melakukan seleksi biji-biji antara lain keadaan tumbuh tanaman bebas terhadap hama dan penyakit, keseragaman bentuk, penentuan jenis yang berumur pendek serta tingkat produksi yang tinggi.

Sebelum pemetikan biji sebaiknya lingkungan sekitar dibersihkan dahulu dari gulma atau tanaman lain, sehingga kemurnian terjaga. Tanaman yang direncanakan dugunakan untuk benih ini dipanen pada umur yang lebih tua dari pada untuk tujuan konsumsi, yaitu setelah berumur lebih dari 70 hari. Setelah biji yang dihasilkan cukup tua, biji dipanen dengan dikumpulkan. Selanjutnya biji diangin-anginkan sebentar agar kering. Biji dibersihkan dari kotoran yang masih terikut. Selanjutnya benih dimasukan kedalam wadah kering yang tertutup rapat. Simpan wadah pada tempat yang sejuk dan kering. Penyimpanan yang baik memungkinkan benih dapat bertahan hingga 3 tahun tanpa kehilangan daya tumbuhnya. Penyimpanan yang buruk misalnya lembap, berair, wadah mengalami kerusakan, atau bahkan terkena panas berlebih akan menurunkan kualitas dan daya tumbuh benih.

b. Pengolahan Tanah

(34)

Kegiatan pengolahan tanah secara umum diawali dengan penggemburan tanah. Penggemburan tanah dapat menciptakan kondisi yang dibutuhkan oleh tanaman agar mampu tumbuh dengan baik. Tahap-tahap penggemburan ini meliputi pencangkulan untuk memperbaiki struktur tanah serta sirkulasi udaranya dan pemberian pupuk organik/kimia sebagai pupuk dasar untuk memperbaiki struktur fisik serta kimia tanah yang akan menambah kesuburan lahan.

Tanah yang akan digemburkan mula-mula harus dibersihkan dari bebatuan, rerumputan, semak, atau pepohonan yang tumbuh. Lokasi yang teduh atau ternaungi tidak baik untuk pertumbuhan sawi karena sayuran ini merupakan tanaman yang suka akan cahaya.Sewaktu melaukan penggemburan sebaikanya dilakukan pula pemberian pupuk organik seperti pupuk kandang yang sudah jadi. Tanaman sawi membutuhkan pupuk kandang sebanyak 10 ton/ha. Pemberian pupuk kandang ini saat penggemburan akan lebih baik karena pupuk akan lebih cepat bercampur dengan tanah, sehingga siap untuk mendukung pertumbuhan tanaman yang akan ditanam.

c. Pembibitan

Pembibitan dapat dilakukan bersamaan dengan pengolahan tanah untuk penanaman, agar lebih efisien. Pembibitan dapat dilakukan dengan pembuatan bedengan atau penggunaan polibag/plastik kecil, yaitu biji sawi ditabur pada bedengan yang telah dibuat atau ditabur pada polibag yang telah diisi dengan tanah yang dicampur dengan pupuk organik/kimia. Setelah biji ditabur, biji ditutupi dengan tanah halus setebal 1-2 cm. Lalu perawatan dengan penyiraman menggunakan sprayer. Benih yang baik akan tumbuh setelah 3-5 hari. Setelah berdaun 3-5 lembar (kira-kira berumur 3-4 minggu sejak biji disemaikan).

(35)

Pilihlah bibit sawi yang pertumbuhanya baik yaitu setelah berdaun 3-4 helai (kira-kira berumur 2-3 minggu), cirinya batang tumbuh tegak, daun hijau segar mengkilap, dan tidak terlihat serangan hama atau penyakit. Pindahkan bibit dengan hati-hati dari bedengan pembibitan/ polibag pembibitan. Pemindahan bibit ini dapat dilakukan menggunakan tangan atau cetok, sertakan sebagian tanah yang membalut perakaran bibit. Langkah selanjutnya adalah penggalian lubang tanam pada polibag/ bedengan. Penggalian dapat dilakukan menggunakan tangan, skop kecil, atau sendok pada titik yang sesuai dengan jarak tanam. Ukuran lubang tidak perlu terlalu besar, cukup 4-8 x 6-10 cm, yang penting bibit dapat tumbuh dengan baik dan tidak mudah tercabut. Bibit dimasukan ke dalam lubang dengan hati-hati, selanjutnya lubang dirapikan dan tanah sedikit dimampatkan.

e. Pemeliharaan

Pemeliharaan adalah tahapan kerja yang terpenting dalam pembudidayaan tanaman. Hasil yang optimal hanya akan dicapai apabila pemeliharaan tanaman dilaukan dengan baik. Tindakan pemeliharaan ini meliputi penyiraman, penjarangan, penyulaman, penyiangan, dan penggemburan, pemupukan tambahan, serta pengendalian hama dan penyakit.

1) Penyiraman

(36)

menjadi penting. Kita dapat melaukan penyiraman menggunakan gembor, pipa penyemprotan, sprinkler, atau dengan sistem leb Sistem leb adalah memasukan air ke areal melalui parit drainase selama beberapa waktu (2-8 jam), tergantung kebutuhan dan situasi kekeringan. Namun, penyiraman dengan gembor hingga air cukup membasahi tanah pada pagi dan sore hari umumnya sudah memadai. Saat cuaca tak terlalu panas beberapa petani sawi hanya melakukan penyiraman sekali sehari (sore hari saja) dengan alasan menghemat tenaga kerja.

2) Penjarangan

Penanaman sawi tanpa melaui pembibitan biasanya tumbuh kurang teratur. Disana-sini sering terlihat tanaman-tanaman yang brjarak tanam terlalu dekat. Jika hal ini dibiarkan akan menyebabkan pertumbuhan tanaman tersebut kurang begitu baik. Jarak yang terlau rapat menyebabkan adanya persaingan dalam menghisap unsur hara dalam tanah. Dalam hal ini penjarangan dilakukan untuk mendapatkan kualitas hasil yang baik. Penjarangan umumnya dilakukan 2 minggu setelah penanaman. Caranya dengan mencabut tanaman yang tumbuh terlalu rapat. Sisakan tanaman yang tumbuh baik dengan jarak antar tanaman yang teratur.

3) Penyulaman

(37)

penanaman dibuat pada bekas tempat tersebut. Selanjutnya tanaman sulaman ditanam sebagai pengganti. Selain untuk mengganti tanaman yang mati, penyulaman juga dilakukan untuk tanaman yang pertumbuhanya kurang baik (kerdil/rusak diserang hama/penyakit).

4) Penyiangan, penggemburan, dan pengguludan

Penyiangan biasanya dilakukan 2-4 kali selama masa tanam sawi, disesuaikan dengan kondisi keberadaan gulma pada bedeng penanaman. Setelah tanaman berumur 2 minggu biasanya gulma mulai bermunculan, karena masa panen sawi yang tergolong singkat, penyiangan dilaukan 1-2 minggu berikutnya. Apabila kondisi tanah masih sama dengan saat penanaman maka tidak perlu dilakukan penggemburan dan pengguludan. Tetapi jika kondisi tanah berubah menjadi padat atau mengeras maka penggemburan dan pengguludan perlu dilakukan. penggemburan dan pengguludan biasanya dilakukan bersamaan dengan penyiangan. Saat mencabut gulma dengan kored biasanya petani juga mencacah tanah disekitar penanaman agar gembur. Penggemburan harus dilakukan dengan ekstra hati-hati karena seringkali merusak tanamannya sendiri. 5) Pemupukan tambahan

(38)

sekitar 25 g, dilarutkan dalam 25 liter air dapat disiramkan untuk 5 m bedengan. Pada saat penyiraman, tanah dalam bedengan sebaiknya tidak dalam keadaan kering. Waktu penyiraman pupuk tambahan dapat dilakukan pada pagi atau sore hari.

6. Hama, Penyakit, dan Pengendaliannya

Hama dan penyakit sama-sama merugikan bagi petani karena dapat menurunkan produksi sawi. Hama merupakan binatang yang merusak tanaman dan berukuran cukup besar sehingga dapat dilihat oleh mata telanjang. Adapun penyakit merupakan keadaan tanaman yang terganggu pertumbuhanya dan penyebabnya bukanlah binatang yang mudah tampak oleh mata. Penyebab penyakit dapat berupa bakteri, virus, jamur, maupun gangguan fisiologis yang mungkin terjadi.

Berikut ini hama dan penyakit yang menyerang tanaman sawi dan selada beserta cara pengendalianya menurut Haryanto, dkk (1995: 73-85).

a. Hama

Hama tanaman sawi yang cukup penting diantaranya adalah : ulat

Crocidolomia binotalis, ulat tritip, siput, ulat Thepa javanica, dan cacing bulu.

1) Ulat titik tumbuh (Crocidolomia binotalis Zell.)

Penyebab :

Penyebab kerusakan tersebut adalah ulat titik tumbuh atau yang disebut

(39)

bertambah. Setelah menetas alat akan melalap habis daun sawi yang berada disekitarnya.

Gejala :

Daun bagian dalam yang terlindungi oleh daun bagian luar rusak dan kelihatan bekas gigitan. Tadak heran bila dari luar tanaman masih kelihatan baik tetapi setelah diperiksa ternyata bagian dalamnya sudah rusak.

Pengendalian :

Pengendalian dapat dilaukan dengan cara preventil, yaitu menyemprot tanamn sebelum muncul serangga. Insektisida yang dapat dipakai ialah Dipterex 50 SP dengan dosis 10-20 g/10 l air, Diazinon 60 EC dengan dosis 10-20 cc/10 l air, Bayrusil 25 EC dengan dosis 10-20 cc/10 l air, Phosvel 30 EC dengan dosis 20-25 cc/10 l air, atau Orthena 75% EC (5-10 g/10 l air). Pengendalian secara kuratif atau setelah terjadi serangan dapat juga dilakukan dengan menggunakan insektisida yang sama.

2) Ulat tritip (Plutella maculipennis)

Penyebab :

Penyebab kerusakan tersebut adalah Plutella maculipennis. Ulat yang baru menetas warnanya hijau muda. Setelah dewasa warna kepalanya menjadi lebih pucat dan terdapat bintik cokelat. Serangga dewasa menghasilkan telur secara berkelompok tetapi hanya terdapat 2-3 butir telur setiap kelompok.

Gejala :

(40)

daun tersebut mengering dan sobek. Serangan berat menyebabkan seluruh daging daun habis termakan, sehingga yang tertinggal hanyalah tulang-tulang daunnya Pengendalian :

Cara sederhana pemberantasan hama ini adalah dengan menggunakan obor atau lampu penarik serangga karena hama ini tertarik akan cahaya. Pada malam hari obor diletakkan di beberapa penjuru lahan. Dibawah obor diletakkan wadah berisi air. Karena terangnya cahaya, hama akan terbang menghampiri obor shingga terbakar dan jatuh kedalam wadah. Pemberantasan secara kimia dapat dilakukan dengan insektisida Diazinon 60 EC dengan dosis 1-2 cc/l air, atau Sevin dengan dosis 1-2 kh/hektar. Volume semprotnya 400-500 l larutan per hektar. Selain itu dianjurkan melakukan rotasi tanaman agar daur hidup hama terhenti.

3) Siput (Agriolimax sp.)

Penyebab :

Penyebab gejala tersebut adalah siput Agriolimax sp. Hewan bercangkang cokelat dengan tubuh lunak ini bergerak amat lambat, dan umumnya menyerang pada malam hari.

Gejala

Tanaman yang terserang hama ini daunya banyak berlubang tetapi tidak merata. Sering pula dijumpai jalur-jalur bekas lendir pada tanaman atau sekitarnya.

(41)

Hama jenis ini dapat dikendalikan dengan menggunakan insektisida Metapar 99 WP dengan dosis 0,5-1 g/l air. Siput yang terlihat disekitar tanaman sebaiknya diambil dan dimusnahkan.

4) Ulat Thepa javanica

Penyebab :

Penyebabnya adalah Ulat Thepa javanica.

Gejala :

Daun banyak berlubang dengan jarak antara lubang sangat dekat dan menggerombol.

Pengendalian :

Hama jenis ini daat dikendalikan dengan menggunakan insektisida Metapar 99 WP dengan dosis 0,5-1 g /l air.

5) Cacing bulu (cut warm)

Penyebab :

Penyebabnya dalah yang tinggal dalam tanah dan menggerogoti pangkal batang.

Gejala :

Bagian pangkal batang sawi yang terserang menjadi rapuh, lama kelamaan tanaman menjadi roboh.

Pengendalian :

Hama ini dapat dikendalikan dengan cara menggenangi lahan dengan air yang dicampur insektisida Diazinon dengan dosis 10 cc/10 l air.

(42)

Beberapa jenis penyakit yang diketahui menyerang tanaman sawi antara lain penyakit akar pekuk, bercak daun alemaria, busuk basah, embun tepung, rebah semai, busuk daun, busuk Rhizoctonia, bercak daun, dan virus mosaik.

1) Penyakit akar pekuk

Penyebab :

Penyebab penyakit akar pekuk disebabkan oleh jamur Plasmodiofora brassicae War. Penyebab penyakit ini dapat terjadi melalui air drainase, alat-alat pertanian, tanah yang tertiup angin, pupuk kandang, hewan, dan bibit tanaman. Bibit inilah yang utama memencarkan penyakit secara luas. Jamur tidak dapat mencapai biji, oleh karena itu penyakit ini tidak disebarkan lewat biji.

Gejala :

Akar-akar yang terserang penyakit ini akan mengadakan reaksi dengan pembelahan dan pembesaran sel yang menyebabkan terjadinya bintil yang tidak teratur. Seterusnya bintil-bintil ini bersatu sehingga menjadi bengkakan yang mirip batang.

Pengendalian :

a) Jangan memindahkan bibit atau tanaman yang ditanam dari lahan yang sakit ke lahan yang masih sehat.

b) Sterilisasi tanah dapat diusahakan dengan memberi fungsida, seperti Vapan (bahan aktif natrium N-metil diktiokarbonat), Benlate (benomyl), Topsin M (tiofanat metil), atau Brassicol (quintozine atau PCNB). Pemberian Brassicol yang mengandung bahan aktif quintozine dapat disiram. Dosis fungsida yang digunakan adalah 0,75% atau 75 g dalam 100 l air.

(43)

Penyebab :

Penyebab penyakit ini adalah jamur Alternaria brassicae (Berk) Sacc. Jamur ini dapat terbawa oleh biji, jika biji ditanam jamur akan menginfeksi persemaian. Jamur juga dapat menyerang pangkal bibit yang menyebabkan penyakit rebah semai (dumping off).

Gejala

Pada daun terdapat bercak berwarna kelabu gelap yang meluas dengan cepat. Sehingga menjadi bercak bulat dengan garis tengah mencapai 1 cm. Penyakit ini lebih banyak terdapat pada daun tua, jika terdapat banyak bercak daun akan cepat mati.

Pengendalian :

a) Benih yang akan ditanam direndam dalam air hangat bersuhu 50ºC selama 30 menit.

b) Penyemprotan dengan fungsida Difolatan 4 F (kaptapol) dengan dosis 2-3 cc/l air. Pada musim kemarau dapat juga disemprot dengan Antracol 70 WP (propineb sebanyak 2g/l air, dengan volume semprot 300-800l/hektar). 3). Busuk basah (soft root)

Penyebab :

Penyebab penyakit ini dalah bakteri Erwinia carotovora (Jones) Dye, yang dulu lazim disebut sebagai Erwinia carotovora (Jones) Holland. Busuk basah adalah penyakit yang amat merugikan tanaman sayuran secara umum karena dapat menjangkau hampir semua komoditas sawi.

Gejala :

(44)

berbau, tetapi dengan adanya serangan bakteri sekunder jaringan tersebut menjadi berbau khas menyolok hidung. Serangan dapat terjadi tidak hanya di lahan, namun juga dalam tempat penyimpanan dan pengangkutan sebagai penyakit pasca panen.

Pengendalian :

a) Jarak antar tanaman jangan terlalu rapat.

b) Pemanenan dilakukan secara hati-hati. Hindari terjadinya lecet pada tanaman baik saat pemanenan, penyimpanan, maupun saat mengangkutan.

c) Setelah panen tanaman dapat dicuci dengan larutan klorin.

d) Kurangi kelembapan di dalam ruang penyimpanan dan buatlah ventilasi yang cukup.

4). Penyakit embun tepung (downy mildew)

Penyebab :

Penyakit ini disebabkan oleh jamur Perenospora parasitica. Penyebaran pnyakit ini sangat luas, bahkan sampai diseluruh dunia. Penyakit ini berkembang lebih cepat pada suhu antara 10-15ºC, dalam cuaca mendung, atau di tempat yang teduh sehingga terdapat embun sepanjang hari.

Gejala :

(45)

Pengendalian :

a) Mengurangi kelembapan di persemaian.

b) Eradikasi tanaman yang sakit (dicabut lalu dibakar)

c) Penyemprotan dengan fungsida seperti Dithane M-45 dengan dosis 0,2% atau 2 g dilarutkan dalam satu liter air.

5). Penyakit rebah semai (dumping off)

Penyebab :

Penyebabnya adalah jamur Fusarium spp. dan Phytium spp. Jamur ini menyerang pertanaman sawi dan penyebarannya sangat luas hampir diseluruh dunia. Sebagian besar tanaman dapat menjadi inang jamur ini.

Gejala :

Sebagian tanaman pada bedeng pembibitan rebah. Pengamatan lebih dekat menunjukan adanya luka seperti tersiram air panas pada pangkal batang. Kadang-kadang rebahan terjadi sesaat sebelum tunas membuka.

Pengendalian :

a) Perbaikan teknik budidaya, penyiraman bedengan.

b) Pengendalian secara kimia, sterilisasi bedeng pembibitan dengan menggunakan Basamid G, dosis yang dipakai 30-40 g/m² bedeng. Penyiraman dengan fungsida yang mengandung bahan aktif seperti thiram, captan, dithiocarbamat, dan tembaga. Dosis yang digunakan g/l air.

6). Busuk daun

Penyebab :

(46)

memerlukan suhu yang relatif rendah. Sporangium berkecambah pada suhu 1-19ºC, dengan suhu optimum sekitar 10ºC. Suhu optimum untuk pembentukan sporangium dan infeksi adalah 15-17ºC. Perkecambahan dan infeksi diperlukan kelembapan udara yang tinggi. Penyebaran penyakit ini dibantu oleh kabut dan embun.

Gejala :

Diantara tulang-tulang daun terjadi bercak bersudut berwarna hijau pucat sampai kuning. Pada permukaan bawah daun dapat terbentuk kapang berwarna putih. Bagian daun yang terinfeksi saling berhubungan, lantas berubah warna menjadi cokelat yang membesar. Jika penyakit timbul pada saat tanaman masih kecil maka tanaman akan tumbuh kerdil. Infeksi pada tanaman yang sudah besar menyebabkan banyak daun yang harus dibuang. Penyakit ini dapat berkembang menjadi penyakit pasca panen.

Pengendalian :

Sebenarnya menghindari penyakit busuk daun cukup mudah, yaitu dengan menanam sawi di dataran rendah.Apabila penyakit sudah menyerang maka dapat diatasi dengan penyemprotan fungsida yang berbahan aktif zineb, seperti Tiezene 80 WP, Vancozeb 75 WP, atau Velimex 80 WP. Dengan dosis 2-2,5 g/l air dengan volume seprot 400-800 l/hektar.

7). Busuk Rhizoctonia (bottom root) Penyebab :

(47)

banyak terdapat didaerah tropika. Selain di Indonesia penyakit ini terdapat juga di Malaysia, Thailand, dan Filipina.

Gejala :

Pada waktu tanaman hampir panen, daun-daun tua yang terletak disebelah atas akan terkena infeksi. Pada tangkai dan tulang daun induk terjadi bercak cokelat seperti lendir. Jika lingkungan amat lembab serangan selanjutnya kan menyebabkan seluruh tanaman berlendir. Jika cuaca kering tanaman busuk

dan mnegering menjadi “mummy” hitam. Serangan terutama pada sawi yang

daunya membentuk krop. Pengendalian :

a) Jarak tanam tidak boleh terlalu rapat agar kelembapan berkurang. b) Daun-daun yang bersentuhan dengan tanah dibuang.

c) Penggiliran tanamn dengan tanamn yang bukan dari famili kubis-kubisan untuk memutuskan daur hidup.

2) Bercak daun Penyebab :

Penyebab penyakit ini adalah Cercospora longisima Sacc. Meskipun tersebar diseluruh dunia, penyakit ini dianggap tidak terlalu merugikan.

Gejala :

Mula-mula tampak bercak kecil kebasah-basahan pada tepi daun. Secara bertahap bercak berkembang makin ke dalam dan jaringan yang sakit menjadi kecokelatan di bagian tengahnya.

(48)

a) Lahan tidak ditanami sayuran dari keluarga kubis-kubisan secara terus menerus. Pergiliran tanaman dapat dilakukan dengan menanami cabai, kapri, tomat, dll.

b) Pengendalian secara mekanis dengan cara mengumpulkan daun-daun yang sakit atau terserang, kemudian membakarnya.

c) Penyemprotan dengan menggunakan fungsida Tiezene 80 WP atau Velimex 80 WP sebanyak 2-2,5 g/l air dengan volume penyemprotan 400-800 l/hektar.

7. Panen dan Pasca Panen

Sawi dapat dipanen umur 35-70 hari setelah tanam, tetapi tergantung pada kultivar dan musim. Selain umur, kriteria tanaman siap dipanen dapat dilihat dari kondisi fisik tanaman, seperti warna, bentuk, dan ukuran daun. Disamping itu krop sudah terbentuk sempurna, padat dan kompak. Pemanenan biasanya dilakukan dengan memotong bagian batang yang berada diatas tanah. Akan tetapi, pemanenan dapat dengan mencabut tanaman sehingga akarnya turut terbawa. Adanya sistem perakaran ini dapat membantu penyerapan air dari media simpan sehingga kesegaran tanaman dapat bertahan lebih lama.

(49)

8. Nilai Gizi dan Manfaat

(50)

Tabel 2.2. Komposisi Kimia Sawi Hijau Per 100 gr

(51)

D. Pupuk Organik Cair

Pupuk organik cair adalah pupuk yang terbuat dari sari tumbuhan alami berbentuk cair. Salah satu contoh merek dagang pupuk organik cair adalah

“hormon tanaman unggul”. Pupuk ini memiliki warna yang lebih gelap karena

melaui proses fermentasi. Kelebihan pupuk organik cair adalah dapat meningkatkan daya tahan tanaman terhadap serangan virus dan bakteri. Selain itu, pupuk ini juga dapat membentu mempercepat pertumbuhan dan perkembangan tanaman melebihi pertumbuhan standar. Hal ini disebabkan karena selain mengandung unsur hara yang lengkap, pupuk organik cair juga mengandung hormon pertumbuhan tanaman. Serta mempercepat keluarnya bungaq, mempercepat masa panen sehingga panen lebih cepat, dan yang paling penting tidak menyebabkan pencemaran tanah atau lingkungan (Siahaan, 2006:8).

Unsur hara yang terkandung pada pupuk organik cair lebih mudah diserap oleh tanah dan tanaman. Pupuk cair menyediakan nitrogen dan unsur mineral lainya yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman. Pupuk cair lebih mudah diserap oleh tanaman karena unsur-unsur di dalamnya sudah terurai. Tanaman mudah menyerap hara terutama melalui akar, namun daun juga mempunyai kemampuan menyerap hara oleh Musnamar (2005), dalam Siahaan (2006:8). Sehingga ada manfaatnya apabila pupuk cair tidak hanya diberikan di sekitar tanaman, tetapi juga di atas daun-daun.

(52)

organik cair ini merupakan salah satu jenis pupuk yang banyak beredar di pasaran. Pupuk ini kebanyakan diaplikasikan melalui daun atau disebut sebagai pupuk cair foliar yang mengandung hara makro dan mikro esensial (N,P, K, S, Ca, Mg, B, Mo, Cu, Fe, Mn, dan bahan organik). Pupuk organik cair selain dapat memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah, juga membantu meningkatkan produksi tanaman, meningkatkan kualitas produk tanaman, mengurangi penggunaan pupuk anorganik dan sebagai alternatif pengganti pupuk kandang. Pupuk organik cair mempunyai beberapa manfaat diantaranya adalah:

1. Dapat mendorong dan meningkatkan pembentukan klorofil daun dan pembentukan bintil akar pada tanaman leguminosae sehingga meningkatkan kemampuan fotosintesis tanaman dan penyerapan nitrogen dari udara.

2. Dapat meningkatkan vigor tanaman sehingga tanaman menjadi kokoh dan kuat, meningkatkan daya tahan tanaman terhadap kekeringan, cekaman cuaca dan serangan patogen penyebab penyakit.

3. Merangsang pertumbuhan cabang produktif

4. Meningkatkan pembentukan bunga dan bakal buah, serta

5. Mengurangi gugurnya daun, bunga, dan bakal buah.

(53)

seringnya frekuensi aplikasi pupuk daun yang dilakukan pada tanaman, maka kandungan unsur hara juga semakin tinggi. Namun pemberian dalam dosis berlebihan justru akan mengakibatkan timbulnya gejala kelayuan pada tanaman ( Yuanita, D., 2012).

E. Sabut Kelapa

Gambar 2.2 : Buah Kelapa Gambar 2.3: Sabut Kelapa

1. Klasifikasi tanaman kelapa

Klasifikasi tanaman kelapa adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Liliopsida

Ordo : Arecales

Famili : Arecaceae

Genus : Cocos

Spesies : Cocos nucifera

(54)

adalah bagian utama dari tanaman kelapa yang berperan sebagai bahan baku industri. Buah kelapa terdiri dari beberapa komponen yaitu sabut kelapa, tempurung kelapa, daging buah kelapa, dan air kelapa. Daging buah adalah komponen utama, sedangkan air, tempurung, dan sabut sebagai hasil samping (by product) dari buah kelapa. Buah kelapa mempunyai diameter 15–20 cm berwarna hijau, coklat, atau kuning (Zainal, 2005:5).

Limbah sabut kelapa merupakan sisa buah kelapa yang sudah tidak terpakai yaitu bagian terluar buah kelapa yang membungkus tempurung kelapa. Ketebalan sabut kelapa berkisar 5-6 cm yang terdiri atas lapisan terluar (exocarpium) dan lapisan dalam (endocarpium). Satu butir buah kelapa menghasilkan 0,4 kg sabut yang mengandung 30 % serat. Dengan komposisi kimia sabut kelapa terdiri atas selulosa, lignin, pyroligneous acid, gas, arang, ter, tannin, dan potassium (Rindengan dkk., 1995:49). Menurut Prawoso (2001), dalam Sundari (2013:2): kandungan unsur hara dan air dalam sabut kelapa adalah sebagai berikut: air 53,83%, N: 0,28%ppm, K: 6,726 ppm, Ca: 140 ppm, Mg: 170 ppm. Pupuk cair dari sabut kelapa memiliki PH 7 Sundari (2013:3). Pada pembuatan pupuk cair dari sabut kelapa tidak memerlukan bantuan mikroorganisme, pupuk tersebut hanyalah di rendam selama 2 minggu.

2. Unsur Kalium

(55)

yang disebabkan oleh tekanan osmotis. Selain itu, ion Kalium mempunyai fungsi fisiologis yang khusus pada asimilasi zat arang, yang berarti apabila tanaman sama sekali tidak diberi Kalium, maka asimilasi dapat terganggu.

Menurut Sutedjo (1987), dalam Sundari (2013:7). kalium mempunyai fungsi yang mutlak harus ada di dalam metabolisme tanaman. Kalium mempunyai pengaruh positif terhadap hasil dan kualitas tanaman. Sifat-sifat positif kalium antara lain:

a. Mendorong produksi hidrat arang. Tanaman yang banyak mengandung komponen ini seperti bengkoang dan bit membutuhkan banyak pupuk kalium.

b. Mempunyai peranan penting dalam mengangkut hidrat arang dalam tanaman. Kekurangan unsur ini dapat mengakibatkan berkumpulnya gula pada daun yang diproduksi melalui asimilasi.

c. Mengurangi kepekaan tanaman terhadap kekeringan. Kalium membantu pengisapan air oleh akar tanaman, dan mencegah menguapnya air keluar dari daun.

d. Mengurangi kepekaan tanaman terhadap hawa dingin dan hawa dingin malam e. Sedikit banyak mengurangi kerusakan yang diakibatkan oleh berbagai

penyakit.

f. Memperbaiki beberapa sifat kualitatif (rasa, warna, bau harum, tahan lama, dan sebagainya).

3. Nitrogen (N)

(56)

fungsi utama sebagai bahan sintetis klorofil, protein, dan asam amino. Oleh karena itu unsur Nitrogen dibutuhkan dalam jumlah yang cukup besar, terutama pada saat pertumbuhan memasuki fase vegetatif. Bersama dengan unsur Fosfor (P), Nitrogen ini digunakan dalam mengatur pertumbuhan tanaman secara keseluruhan.

Terdapat 2 bentuk Nitrogen, yaitu Ammonium (NH4) dan Nitrat (NO3). Berdasarkan sejumlah penelitian para ahli, membuktikan Ammonium sebaiknya tidak lebih dari 25% dari total konsentrasi Nitrogen. Jika berlebihan, sosok tanaman menjadi besar tetapi rentan terhadap serangan penyakit. Nitrogen yang berasal dari amonium akan memperlambat pertumbuhan karena mengikat karbohidrat sehingga pasokan sedikit. Dengan demikian cadangan makanan sebagai modal untuk berbunga juga akan minimal. Akibatnya tanaman tidak mampu berbunga. Seandainya yang dominan adalah Nitrogen bentuk Nitrat , maka sel-sel tanaman akan kompak dan kuat sehingga lebih tahan penyakit. Untuk mengetahui kandungan N dan bentuk Nitrogen dari pupuk bisa dilihat dari kemasan. (www.distanbanggai.go.id, 2014).

Ciri-ciri tanaman yang kekurangan Nitrogen dapat dikenali dari daun bagian bawah. Daun pada bagian tersebut menguning karena kekurangan klorofil. Pada proses lebih lanjut, daun akan mengering dan rontok. Tulang-tulang di bawah permukaan daun muda akan tampak pucat. Pertumbuhan tanaman melambat, kerdil dan lemah. Akibatnya produksi bunga dan biji pun akan rendah.

 Kelebihan Nitrogen

(57)

sekulen karena mengandung banyak air. Hal itu menyebabkan tanaman rentan terhadap serangan jamur dan penyakit, serta mudah roboh. Produksi bunga pun akan menurun. (www.distanbanggai.go.id, 2014).

4. Magnesium (Mg)

Magnesium adalah aktivator yang berperan dalam transportasi energi beberapa enzim di dalam tanaman. Unsur ini sangat dominan keberadaannya di daun, terutama untuk ketersediaan klorofil. Jadi kecukupan magnesium sangat diperlukan untuk memperlancar proses fotosintesis. Unsur itu juga merupakan komponen inti pembentukan klorofil dan enzim di berbagai proses sintesis protein. Kekurangan magnesium menyebabkan sejumlah unsur tidak terangkut karena energi yang tersedia sedikit. Yang terbawa hanyalah unsur berbobot

„ringan‟ seperti nitrogen. Akibatnya terbentuk sel-sel berukuran besar tetapi

encer. Jaringan menjadi lemah dan jarak antar ruas panjang. Ciri-ciri ini persis seperti gejala etiolasi-kekurangan cahaya pada tanaman

(www.distanbanggai.go.id, 2014).

 Kekurangan Magnesium

Muncul bercak-bercak kuning di permukaan daun tua. Hal ini terjadi karena Mg diangkut ke daun muda. Daun tua menjadi lemah dan akhirnya mudah terserang penyakit terutama embun tepung (powdery mildew).

 Kelebihan Magnesium

Kelebihan Mg tidak menimbulkan gejala ekstrim.

5. Kalsium (Ca)

(58)

pembentukan dan pertumbuhan akar terganggu, dan berakibat penyerapan hara terhambat. Ca berperan dalam proses pembelahan dan perpanjangan sel, dan mengatur distribusi hasil fotosintesis (www.distanbanggai.go.id, 2014).

 Kekurangan Kalsium

Gejala kekurangan kalsium yaitu titik tumbuh lemah, terjadi perubahan bentuk daun, mengeriting, kecil, dan akhirnya rontok. Kalsium menyebabkan tanaman tinggi tetapi tidak kekar. Karena berefek langsung pada titik tumbuh maka kekurangan unsur ini menyebabkan produksi bunga terhambat. Bunga gugur juga efek kekurangan kalsium (www.distanbanggai.go.id, 2014).

 Kelebihan Kalsium

Kelebihan kalsium tidak berefek banyak, hanya mempengaruhi pH tanah

(www.distanbanggai.go.id, 2014).

F.

Sekam Padi

(59)

G. Kotoran Sapi sebagai Pupuk Organik

Menurut Brady (1974), dalam Sudarkoco (1992:13) kotoran sapi merupakan bahan organik yang scara spsifik berperan dalam meningkatkan ketersediaan fosfor dan unsur-unsur mikro, mengurangi pengaruh buruk dari aluminium, menyediakan karbondioksida dan kanopi tanaman, terutama pada tanaman dengan kanopi lebat dimana sirkulasi udara terbatas. Kotoran sapi banyak mengandung unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman seperti nitrogen, fosfor, kaium, kalsium, magnesium, belerang, dan boron.

H. Hasil Penelitian yang Relevan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Anik Waryanti, Sudarno, dan Endro Sutrisno (2013), dengan judul “Studi Pengaruh Penambahan Sabut Kelapa pada Pembuatan Pupuk Cair dari Limbah Air Cucian Ikan Terhadap Kualitas

(60)

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Nasarudin dan Rosmawati (2010),

yang berjudul “Pengaruh Pupuk Organik Cair (POC) Hasil Fermentasi Daun

Gamal, Batang Pisang, dan Sabut Kelapa Terhadap Pertumbuhan Bibit Kakao. Penelitian dilakukan di rumah kasa, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin, Makasar yang berlangsung dari bulan Agustus sampai Oktober 2010. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pertumbuhan bibit kakao dari berbagai volume fermentasi daun gamal, batang pisang, dan sabut kelapa. Penelitian dilaksanakan menggunakan Rancangan Acak Kelompok yang tediri dari tanpa pemupukan, aplikasi POC (15 ml, 30 ml, 45 ml, 60 ml, dan 75 ml) . pohon dan

pemberian 4 gram pupuk campuran dari urea, SP-36 dan KCL (2:1:1). Setiap perlakuan terdiri dari empat tanaman dan di ulang 3 kali sehingga terdapat 112 unit tanaman. POC diperoleh dari hasil fermentasi daun gamal, batang pisang, dan sabut kelapa dengan perbandingan 1:1:1. Hasil Penelitian diperoleh bahwa pemberian pupuk organic cair dari hasil fermentasi daun gamal, batang pisang, dan sabut kelapa menghasilkan respon pertumbuhan bibit kakao yang lebih baik. Perlakuan 15 sampai 30 ml. . pohon memberikan pengaruh terbaik

dibandingkan dengan perlakuan lainya.

I. Kerangka Berfikir

(61)

bertujuan agar tanaman tidak mengalami defisiensi Kalium ditandai dengan terjadinya klorosis pada daun tua (kehilangan klorofil) (Samekto R.,2008:66). Jika sayuran mengalami klorosis maka kandungan nutrisi pada daun yang dikonsumsi akan sangat rendah. Unsur kalium pada sabut kelapa akan memberikan pengaruh positif pada pertumbuhan tanaman sawi (Brassica juncea L.), serta diharapkan unsur kalium tersebut dapat meningkatkan produktivitas pada tanaman sawi (Brassica juncea L.).

J. Hipotesa

Hipotesa dari penelitian ini adalah :

1. Pemberian volume pupuk cair organik sabut kelapa memiliki pengaruh yang lebih baik terhadap pertumbuhan terutama pada tinggi dan jumlah daun sawi (Brassica juncea L.). Berdasarkan parameter pertumbuhan yaitu tinggi batang dan jumlah daun sawi setiap 5 hari sekali, selama 30 hari.

2. Pemberian volume pupuk cair organik sabut kelapa memiliki pengaruh yang lebih baik terhadap hasil panen tanaman sawi (Brassica juncea L.), yang ditunjukan melalui perhitungan berat basah dan berat kering tanaman sawi.

(62)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. JENIS PENELITIAN

Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimental murni dengan RAL (Rancangan Acak Lengkap) atau desain CRD (Completely Randomize Design). Jenis penelitian murni yaitu dengan melakukan percobaan pada kelompok perlakuan dan dibandingkan dengan kelompok kontrol. Penelitian ini terbagi dalam 4 kelompok (3 kelompok perlakuan dan 1 kelompok kontrol) dengan masing-masing 7 ulangan. Media yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari tanah, sekam, pupuk kotoran sapi dengan perbandingan 2:1:1, perlakuan yang dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Kelompok pertama yaitu perlakukan 1 (P1) dengan menggunakan kontrol media yang diberi perlakuan 100 ml/l pupuk cair sabut kelapa.

2. Kelompok kedua yaitu perlakukan 2 (P2) dengan menggunakan kontrol media yang diberi perlakuan 200 ml/l pupuk cair sabut kelapa.

3. Kelompok ketiga yaitu perlakukan 3 (P3) dengan menggunakan kontrol media yang diberi perlakuan 300 ml/l pupuk cair sabut kelapa.

4. Kelompok keempat yaitu kontrol (K) dengan menggunakan kontrol media tanpa pemberian pupuk cair sabut kelapa.

Dalam penelitian eksperimental ini menggunakan tiga variabel yaitu variabel bebas, variabel terikat, dan variabel kontrol.

Gambar

Tabel 3.3. Contoh Pengamatan Pertumbuhan Sawi Hijau...............................................59
Gambar 4.4. Grafik Pertambahan Tinggi Batang Tanaman Sawi Hijau.......................66
Gambar 2.1. Tanaman
Tabel 2.2 berikut, menyajikan nilai gizi dari setiap 100 g bagian tanaman sawi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dosis pupuk organik padat berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, luas daun, jumlah klorofil, bobot biomassa per sampel, bobot segar jual per sampel, produksi per plot dan

Perlakuan pupuk Puja 168 berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, bobot segar per tanaman, bobot kering per tanaman, laju asimilasi bersih dan laju pertumbuhan relatif umur 28-40

Bobot segar konsumsi tanaman merupakan bobot segar bagian tanaman yang dikonsumsi yaitu bagian tanaman yang bersih dari akar dan bagian tanaman yang busuk atau memiliki

Penelitian ini bertujuan Untuk mengetahui PENGARUH KONSENTRASI EM4 DAN DOSIS PUPUK ORGANIK CAIR TERHADAP HASIL TANAMAN SAWI( Brassica juncea L.).Pelakasanaan ini

Hasil pengamatan pertumbuhan tanaman sawi caisim pada media pupuk cair kotoran kelinci 500 ml dan kotoran kambing 500 ml terhadap pertumbuhan vegetatif tanaman sawi caisim yaitu

Berdasarkan hasil penelitian bahwa pada parameter tinggi, berat basah serta luas daun tanaman sawi ( Brassica juncea L. ) memiliki hasil yang lebih baik pada perlakuan

Perbedaan ini terjadi karena pada pemberian pupuk pada kedua tanaman yang dilakukan sebanyak dua kali selama 6 minggu, pada tanaman sawi yang diberi pupuk anorganik

Pemberian pupuk organik cair limbah tahu memberikan pengaruh nyata terhadap parameter panjang akar, berat brangkas basah, dan berat brangkas kering tanaman sawi hijau, serta tidak